You are on page 1of 7

EnviroScienteae Vol. 13 No.

1, April 2017 p-ISSN 1978-8096


Halaman 62-68 e-ISSN 2302-3708

PENINGKATAN PERANAN PEMULUNG UNTUK MENINGKATKAN


PENGELOLAAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH

Improving the Role of Scavangers to Improve Waste Disposal Management

Rizqi Puteri Mahyudin

Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat


Jl. A. Yani Km. 35,5 Banjarbaru Kalimantan Selatan
e-mail: rizqiputeri@unlam.ac.id

Abstract

This article aimed to explain the role of scavengers as a sustainable landfill management
strategy. Strategies using high technology or technical innovation faced many obstacles
because of the limited cost and mastery of technology in the landfill. The consequences of the
ancient paradigm and undeveloped model of waste management directed to an unsustainable
situation and keep growing the opening of the landfill as a disposal site. Therefore we need an
effective effort to reduce the waste that goes to landfill so it will not only be a place for waste
bury but also being waste treatment facility in order to transform waste to be a valuable
resource. Landfill and scavengers are things that can not be separated. When people reject the
presence of landfill, a scavenger is highly dependent on the presence of waste that goes to
landfill. Scavengers as one of the potential waste management strategies need to be
considered. Scavengers and garbage are two things that have a close connection. Garbage
always produced daily by humans and scavengers pick up the waste that can be sold. Some
research related scavengers role in reducing waste will be presented. From the results of
literature review and the results of the research, it can be concluded that regard scavengers as
a community are important for the environment and developing landfill management strategy.

Keywords: scavengers, landfill, waste reduction, sustainable waste management.

PENDAHULUAN berupa penolakan oleh masyarakat yang


ada di sekitarnya atau dikenal dengan
Semakin bertambahnya jumlah istilah NIMBY (Not in My Back Yard)
penduduk akan berdampak pada semakin sindrom. Keberadaan TPA juga berdampak
meningkatnya jumlah sampah yang masuk pada penurunan harga rumah-rumah yang
ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) berada di dekat TPA yaitu penurunan
sampah dan menimbulkan beban harga rata-rata sebesar 6% (Bouvier et al.,
lingkungan yang besar. Pengelolaan TPA 2000). Permasalahan lain yang dihadapi di
sampah secara terbuka atau open dumping TPA adalah masa layan TPA yang singkat,
dapat dipastikan akan menimbulkan berdasarkan data Kementerian Negara
pencemaran tanah, air dan udara. Kegiatan Lingkungan Hidup (KNLH) hanya terdapat
TPA juga menimbulkan dampak gangguan 18% TPA di Indonesia yang diperkirakan
antara lain kebisingan, ceceran sampah, dapat digunakan sampai lebih dari tahun
debu, bau, lalat dan masalah kesehatan 2021 (Statistik Persampahan Indonesia,
bagi masyarakat yang berada di sekitar 2008).
TPA serta pemulung (Madhav, 2010). TPA dan pemulung adalah hal yang
Banyaknya dampak negatif pengoperasian tidak bisa dipisahkan. Di saat masyarakat
TPA menimbulkan konflik-konflik sosial menolak kehadiran TPA, pemulung sangat

62
Peningkatan Peranan Pemulung Untuk Meningkatkan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Rizqi
Puteri Mahyudin)

bergantung dari kehadiran sampah yang Dari paparan di atas, dapat


masuk ke TPA. Sampah yang masuk ke disimpulkan bahwa pemulung memiliki
seluruh TPA yang ada di Indonesia peranan yang krusial (mengurangi jumlah
diperkirakan berjumlah 13,6 juta ton per sampah di TPA dan mengurangi beban
tahun (Statistik Persampahan Indonesia, lingkungan serta menjadikan sampah
2008). Semakin meningkatnya jumlah memiliki nilai ekonomi). Walaupun
sampah yang masuk ke TPA akan memiliki potensi besar sebagai strategi
membuka peluang kerja bagi pemulung. pengelolaan sampah di TPA, tetapi
Berdasarkan laporan Bank Dunia, pemulung dengan perannya mereduksi
diperkirakan 15 juta orang yang tersebar di sampah belum menjadi pilihan populer
seluruh dunia hidup dari sampah yang oleh penentu kebijakan dalam mengelola
dapat dipakai kembali (Medina, 2009). sampah di TPA. Keberadaan pemulung
Gonzales (2003) menemukan bahwa yang cukup banyak jumlahnya belum
pemulung di Payatas Philipina didayagunakan. Sehubungan dengan
mendapatkan US$ 3,600 perhari dari jasa banyaknya kendala yang dihadapi dalam
memungut sampah yang mereka lakukan. mengelola TPA, maka artikel ini bertujuan
Jumlah pemulung di TPA dari 116 untuk menjelaskan peranan pemulung
kota/kabupaten yang menjawab saat survey sebagai salah satu strategi pengelolaan
tahun 2006 adalah 14.538 orang pemulung. TPA yang berkelanjutan.
Jumlah pemulung yang besar tentunya
merupakan potensi ekonomi dan perbaikan
lingkungan yang menjanjikan (Statistik POTENSI PEMBERDAYAAN
Persampahan Indonesia, 2008). PEMULUNG UNTUK MENGELOLA
Upaya komprehensif harus dilakukan SAMPAH DI TPA
dengan melakukan inovasi pengelolaan
dari hulu sampai ke hilir (Hadi, 2004). Di negara berkembang, pemulung
Walaupun pengelolaan sampah telah mempunyai peranan penting terhadap
digalakkan mulai dari hulu, tapi TPA tetap pengelolaan sampah. Pemulung
menjadi salah satu komponen pengelolaan mengumpulkan sampah yang dapat didaur
sampah yang sangat dibutuhkan sebuah ulang dari tempat sampah rumah tangga,
kota. Dengan melihat permasalahan yang Tempat Pembuangan Sementar (TPS) dan
terjadi di TPA, maka diperlukan usaha Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah.
efektif untuk mereduksi sampah yang Walaupun manfaat yang dihasilkan dari
masuk ke TPA sehingga tidak hanya pemulung untuk masyarakat sangat besar,
menjadi tempat pengurugan sampah tetapi pemulung seringkali diabaikan saat
juga tempat pengolahan sampah agar kebijakan pengelolaan sampah dirumuskan
menjadi sumberdaya yang bernilai (Moreno-Sanchez et al., 2003). Kajian
sehingga dapat berjalan berkelanjutan. Hal pemulung telah banyak diteliti dari aspek
ini memunculkan gagasan untuk sosial ekonomi (Moreno-Sanchez, 2003;
mengangkat pemulung sebagai potensi Azhari, 2009; Asong, 2010; Qomariah,
untuk pilihan strategi kelola TPA. Strategi 2011; Aljaradin et al., 2015) dan juga
kelola TPA yang berkelanjutan perlu lingkungan yaitu aktivitas pemulung dapat
dikembangkan untuk mengurangi beban mengurangi dampak pemanasan global
lingkungan, dan memandang sampah (Chintan, 2009; Hetz et al., 2011;
sebagai sesuatu yang bernilai. Keterbatasan Menikpura dkk., 2011; Meidiana, 2015).
lahan dan terus meningkatnya jumlah Sesuai dengan prinsip pembangunan
sampah yang dihasilkan masyarakat berkelanjutan, selain aspek ekonomi dan
merupakan alasan pentingnya untuk sosial, lingkungan memegang peranan
mencari suatu bentuk pengelolaan TPA penting dalam pembangunan
yang berkelanjutan. berkelanjutan.

63
EnviroScienteae Vol. 13 No. 1, April 2017 : 62-68

Seiring dengan semakin Ciri-ciri utama dari daur ulang dan


bertambahnya tingkat konsumsi dan pemilihan sampah adalah adanya
dibuangnya material yang digunakan partisipasi dari sektor informal (Ojeda-
manusia, jumlah sampah akan terus Benitez et al., 2002), salah satunya adalah
meningkat, dan permintaan terhadap jasa pemulung. Istilah pemulung telah
pemindahan sampah dan penawaran didefinisikan menjadi berbagai pengertian.
material yang dapat didaur ulang akan Ojeda-Benitez et al. (2002) mengatakan
meningkat. Kontribusi yang bernilai pemulung adalah orang yang hidup di
penting dari pihak yang terkait pada proses sampah dan sangat tergantung pada
pemindahan, pengumpulan dan daur ulang sampah untuk memenuhi makan dan
sampah dalam konteks perkembangan pakaian mereka. Hogland dan Marques
ekonomi, kesehatan lingkungan dan (2000) mendefinisikan pemulung sebagai
perkembangan sosial harus diperhatikan orang yang memperlakukan sampah
(Madsen, 2006). Furedy (1984) sebagai sesuatu yang bernilai, sumber
mengungkapkan bahwa struktur dari dimana bahan bernilai tinggi dapat
sistem informal seperti pemulung dan daur diperoleh. Pemulung ada yang berada di
ulang adalah salah satu prioritas masalah TPA dan tempat sumber sampah lainnya
yang harus diteliti. Sebagai langkah awal, seperti TPS dan di pemukiman-
tipe dari individu dan kelompok yang pemukiman. Akan tetapi seringkali
secara rutin terkait pada aktivitas tersebut seringkali hidup di dekat TPA untuk
harus didokumentasikan. Hal yang serupa menunggu datangnya sampah yang
diungkapkan pada laporan Gerdez dan diangkut oleh truk pengangkut sampah.
Gunsilius (2010) yang mengungkapkan Pemulung memisahkan sampah
bahwa penelitian yang menghitung menggunakan tangan, tongkat atau pengait
kontribusi sektor informal sampah untuk sederhana. Bagi pembuat kebijakan dan
mereduksi pembiayaan pelayanan sampah pemerintah, pemulung seringkali dianggap
kota, pembiayaan beban lingkungan, sebagai gelandangan dan pengemis yang
pengurangan kemiskinan dan biaya akrab dengan prostitusi, pencurian dan
kesehatan perlu dikembangkan untuk kejahatan diantara komunitas mereka.
mendukung integrasi sektor informal pada Bahkan pemerintah memiliki kebijakan
pengelolaan sampah kota. resmi pemerintah yang bertujuan untuk
Dalam pengelolaan sampah, dikenal mengurangi/menghilangkan pemulung
dua sektor yaitu sektor formal dan (Poerbo et al., 1995).
informal. Sektor formal mengarah ke Strategi pengelolaan TPA dengan
pengoperasian dengan ijin usaha untuk menggunakan teknologi tinggi atau inovasi
memegang, mengatur dan memanfaatkan teknis banyak mengalami hambatan karena
sampah, diatur oleh hukum dan seringkali masih terbatasnya biaya dan penguasaan
menggunakan biaya tinggi dan teknologi teknologi di TPA. Furedy (1984) telah
canggih. Untuk sektor informal mengarah mengungkapkan bahwa mengandalkan
ke pemulung, pengambil sampah, pembeli strategi teknis pada pengelolaan sampah di
skala kecil dan lapak daur ulang dimana Asia adalah kurang menguntungkan.
aktivitasnya ditandai dengan kerja keras Menurut Furedy strategi dengan
yang intensif, tidak diatur dan melibatkan dan meningkatkan peranan
menggunakan biaya rendah atau teknologi pekerja informal dapat menimbulkan
tradisional. Gerold (2009) mengungkapkan perubahan yang lebih baik di masa depan
bahwa sektor formal tidak dapat memenuhi dibandingkan menggunakan inovasi teknis.
pelayanan jasa pengumpulan dan daur Pernyataan Furedy juga didukung oleh
ulang sehingga perlu dikembangkan Mensah dan Larbi (2005) yang
strategi untuk mengintegrasikan sektor mengemukakan bahwa peningkatan kinerja
informal pada sistem pengelolaan sampah. TPA di negara Ghana Afrika tidak

64
Peningkatan Peranan Pemulung Untuk Meningkatkan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Rizqi
Puteri Mahyudin)

terlaksana maksimal dengan hanya membangun berdasarkan praktik dan


mengandalkan peralatan mekanis dan pengalaman pemulung dengan di saat yang
aspek teknis. Sekarang ini, pertimbangan sama melakukan peningkatan efisiensi
sosial dan politik seperti pengakuan kerja, kondisi kehidupan serta kondisi saat
terhadap peranan pemulung, organisasi bekerja para pemulung.
pekerja informal dan permintaan untuk Faktor yang mempengaruhi
memperluas proses dari pengambilan pemulung di TPA Supit Urang Malang
keputusan mempengaruhi pengelolaan telah dikaji oleh Hariyani et al. (2013).
sampah kota dan dapat lebih banyak Faktor tersebut dibagi menjadi 3 yaitu
menimbulkan perubahan lebih baik di faktor ekonomi (pendapatan), faktor
masa depan dibandingkan menggunakan ekologis (lingkungan tidak sehat,
inovasi teknis. rendahnya tingkat kesehatan) dan faktor
Selama ini terdapat paradigma kuat sosiologis (kerjasama, persaingan tidak
bahwa orang yang hidup dari sampah sehat). Menurut Hariyani et al. (2013),
menandakan tingginya tingkat kemiskinan. untuk meningkatkan peran pemulung
Tetapi di sisi lain sebenarnya masalah dalam pengelolaan TPA sangat diperlukan
sampah memiliki hubungan erat dengan peran stakeholder yaitu masyarakat,
pengurangan jumlah kemiskinan. Terdapat pemerintah Kota, dan Dewan Perwakilan
sejumlah besar pekerja sektor informal Rakyat Daerah Kota Malang. Hasil
pada negara berkembang yang tergantung penelitian lainnya mengenai faktor yang
dari pemulungan sampah sebagai sumber mempengaruhi pemulung dijabarkan oleh
kehidupan. Pemulung dianggap sebagai Nas and Jaffe (2004), empat faktor tersebut
masyarakat dengan kelas sosial yang adalah organisasi, konteks sosial dan
rendah tapi disisi lain pemulung politik, diferensiasi sosio kultural dan
merupakan ujung tombak dari industri daur adanya teknologi canggih, ditemukan
ulang (Azhari, 2009). Berdasarkan bahwa sistem pemulung dengan sistem
penelitian Azhari di Bandung pemulung pengorganisasian yang tinggi ditambah
menganggap pekerjaannya menjanjikan dengan stimulasi secara sosial dan politik
secara ekonomi selain itu mereka juga akan memiliki faktor keberhasilan yang
memiliki ambisi untuk meningkatkan paling tinggi. Cara lain untuk untuk
pekerjaan mereka misalnya dengan meningkatkan peran pemulung dengan
berkeinginan untuk memiliki gudang biaya yang rendah dapat dilakukan seperti
sendiri dan ingin berkembang menjadi Kota Mexico yang membuat fasilitas daur
lapak besar. Menurut Moreno-Sanchez et ulang sederhana dimana di beberapa
al. (2003) aktivitas pemulungan ini tempat sampah Kota dikumpulkan untuk
menghasilkan eksternalitas sosial positif dipilah oleh pemulung (Diaz, 1994).
seperti biaya produksi yang berkurang Pembuatan dari fasilitas daur ulang
pada beberapa sektor dan waktu pakai TPA sederhana mempunyai beberapa manfaat
dapat diperpanjang. Selain itu aktivitas diantaranya:
pemulungan sangat bermanfaat untuk 1. Meningkatkan kondisi kerja dari
menjamin persediaaan sumberdaya alam pemulung dimana pemulung tidak
karena bahan mentah tidak secara intensif harus berada di landfill untuk memilah
digunakan. sampah.
Pemulung perlu dilibatkan secara 2. Kesempatan bagi pemulung untuk
formal dalam pemilahan, pengumpulan dan meningkatkan pendapatan mereka
daur ulang sampah. Wilson et al. (2006) dengan menyatukan material yang bisa
menjelaskan bahwa pilihan strategi yang didaur ulang untuk dijual dalam
baik dalam pengelolaan sampah adalah jumlah besar.
dengan mengintegrasikan sektor informal Peningkatan daur ulang dan tingkat
ke dalam perencanaan kelola sampah, penggunaan landfill.

65
EnviroScienteae Vol. 13 No. 1, April 2017 : 62-68

Dalam perkembangannya, berbagai sebuah strategi pengelolaan TPA yang


macam program dan proyek telah penting untuk dikembangkan.
dikembangkan oleh organisasi non
pemerintah, institusi keagamaan,
organisasi berbasis masyarakat, dan DAFTAR PUSTAKA
pemerintah lokal untuk mengetahui
kebutuhan pemulung untuk diperhatikan. Aljaradin, M., Persson, K. M., dan Sood,
Sebuah organisasi pemulung yang bernama E. (2015). The Role of Informal
ASMARE atau Associação dos Catadores Sector in Waste Management Case
de Papel, Papelão e Material Study: Tafila Jordan. Journal of
Reaproveitável or the Association of Resources and Environment. 5(1):9-
Paper, Carton and Recyclable Material 14.
Pickers adalah salah satu contoh dari Ameriani, A. (2006). Analisis Karakteristik
inisiatif ide sederhana untuk mengelola Pemulung, Karakteristik Kerja,
pemulung di Belo Horisonte Brasil dimana Hubungan sosial, dan Kesejahteraan
pemulung diintegrasikan ke pengelolaan Pemulung (Kasus Pemukiman
sampah secara formal (Carrasco, 2009). Pemulung di Desa Kedaung,
Pada tahun 1980-an Pusat Penelitian Kecamatan Pamulang, Kabupaten
Lingkungan Hidup (PPLH) ITB melalui Tangerang, Propinsi Banten).
usaha sebuah koperasi memperkenalkan [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
konsep Kawasan Industri Sampah (KIS) Bogor.
pada tingkat kawasan dengan sasaran Asong, F. Z. (2010). Recycling and
meminimalkan sampah yang akan diangkut Material Recovery in Cameroon:
ke TPA sebanyak mungkin dengan Implication for Poverty Alleviation
melibatkan swadaya pemulung dan and Ecological Sustainability.
masyarakat dalam daur-ulang sampah [Dissertation]. Faculty of
(Poerbo et al., 1995). Nas dan Jaffe (2004) Environmental Sciences and Process
menjabarkan tentang upaya untuk Engineering at Brandenburgische
meningkatkan keuntungan yang diperoleh Technische Universität Cottbus,
oleh pemulung dengan cara mengambil Germany
alih peran pengepul. Azhari, S.K. (2009). Sketsa Masyarakat
Pemulung Kota Bandung. Jurnal
Sosioteknologi. 17(8):696-701.
KESIMPULAN Bouvier, R. A., Halstead, J. M., Conway,
K. S., dan Manalo, A. B. (2000). The
Walaupun sudah banyak pembuktian Effect of Landfills on Rural
akan pentingnya kontribusi pemulung, Residential Property Values: Some
tetapi selama ini pemulung masih belum Empirical Evidence. Journal of
dilibatkan dalam pengelolaan sampah oleh Regional A.P. 30(2):23-36.
pemerintah. Dari kajian teori yang telah Carrasco C. H. (2009). Waste Pickers,
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Scavengers or Catadores:
penentuan strategi pengelolaan TPA yang Conceptualizing ‘ASMARE’ as a
lebih fleksibel dengan mengintegrasikan Comprehensive and Health
pemulung perlu diprioritaskan. Perlu Promoting Community Initiative in
dikembangkan skenario terbaik Brazil. Health Promotion Strategies.
pengelolaan TPA ke depan sesuai dengan ASMARE’s foundations. Brazil.
komposisi sampah yang masuk ke TPA Chintan. (2005). Informal-formal Creating
dengan mengoptimalkan peran pemulung. Opportunities for the Informal Waste
Memandang pemulung sebagai komunitas Recycling Sector in Asia.
yang penting bagi lingkungan merupakan

66
Peningkatan Peranan Pemulung Untuk Meningkatkan Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (Rizqi
Puteri Mahyudin)

Environmental Research and Action Madhav, R. (2010). Untapped Potential:


Group. New Delhi. Securing livelihoods dependant on
Diaz, L. F., dan Eggert, L. L., (1994). New ‘Waste’. A Review of Law and
MRF – Material Recycling Facility Policy in India. WIEGO Final
in Mexico City. BioCycle. 35(6):53. Report.
Furedy, C. (1984). Socio-political Aspects of Madsen, C. A. (2006). Feminizing Waste:
the Recovery and Recycling of Urban Waste-Picking as an Empowerment
Wastes in Asia. Conservation & Opportunity for Women and
Recycling,. 7(2-4):167-173. Children in Impoverished
Gerold, A. (2009). Integrating The Communities. Colorado Journal of
Informal Sector in Solid Waste International Enviromental Law and
Management System. Basic Aspects Policy. 17(1):165-200.
and Experiences. Gtz Partnerships Medina. (2009). Global Chains in Chinese
for Recycling Management. and Indian Industrialization: Impact
Frankurt. on Waste Scavenging in Developing
Gonzales, E. M. (2003). From Wastes to Countries. UNU-MERIT, UNU-
Assets: The Scavengers of Payatas. WIDER and UNIDO International
International Conference on Natural Workshop. Maastricht, The
Assets. Tagaytay City, Philippines. 8- Netherlands. 22 October 2009.
11 Januari 2003. Meidiana, C. (2012). Scenarios for
Hadi, Sudharto P. (7 Desember 2004). Sustainable Final Waste Treatment in
Sindrom Sampah. Kompas. Diambil Developing Country, Waste
dari Management - An Integrated Vision,
http://digilibampl.net/detail/detail.ph Dr. Luis Fernando Marmolejo
p?row=8&tp=artikel&ktg=sampahda Rebellon (Ed.). InTech. DOI:
lam&kd_link=&kode=203 10.5772/48247. Diambil dari:
Diakses tanggal 23 Juli 2011. https://www.intechopen.com/books/
Hariyani N., Prasetyo H., Soemarno. waste-management-an-integrated-
(2013). Partisipasi Pemulung Dalam vision/scenarios-for-sustainable-
Pengelolaan Sampah di TPA Supit final-waste-treatment-in-developing-
Urang, Mulyorejo, Sukun Kota country.
Malang. J-PAL. 4(1):11-17. Menikpura, S. N. M., Bonnet, S., dan
Hetz, K., Paul, J. G., Alfaro, J. C., dan Gheewala, S. H. (2011). Implications
Lemke, A. (2011). The Informal of Recycling Activities on
Recycling Market in Ormoc city, Sustainability of Solid Waste
Philippines: Evaluation of Options to Management in Thailand.
Enhance Resources Recovery and to Proceedings of the International
Reduce GHG Emissions. Conference on Solid Waste 2011-
Proceedings of the International Moving Towards Sustainable
Conference on Solid Waste 2011- Resource Management. Hong Kong
Moving Towards Sustainable SAR, P.R. China, 2 – 6 May 2011.
Resource Management. Hong Kong pp.176-180.
SAR, P. R. China, 2 – 6 May 2011. Mensah, A., dan Larbi, E. (2005). Solid
pp. 163-165. Waste Disposal in Ghana. Well
Hogland, W., dan Marques, M. (2000). Factsheet – Regional Annex.
Solid waste as ore: Scavenging in Moreno-Sanchez, R., Maldonado, J. H.,
developing countries. In Grover, V, dan Sheldon, I. (2003). The role of
Guha, B. K.; Hogland, W; McRae, S. scavengers in a dynamic model of
(eds). Solid Waste Management. solid-waste disposal and recycling in
Balkema. developing countries. First Latin

67
EnviroScienteae Vol. 13 No. 1, April 2017 : 62-68

American and Caribbean Congress


on Environmental and Resource
Economics. Cartagena de Indias,
Colombia. July 9 – 11, 2003. 1-34.
Nas P. J. M., Jaffe R. (2004). Informal
Waste Management Shifting the
focus from problem to potential.
Environment, Development and
Sustainability. 6:337–353
Ojeda-Benitez, S., Armijo-de-Vega, C. dan
Ramirez-Barreto, M. E. (2002).
Formal and Informal Recovery of
Recyclables in Mexicali, Mexico:
Handling Alternatives. Resources,
Conservation and Recycling. 34:
273-288.
Poerbo, H. (1995). Working with People:
Indonesian Experiences with
Community-based Development.
Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
Qomariah, E. S. (2011). Nilai Ekonomi
Sampah Anorganik yang Direduksi
Pemulung dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Basirih
Kota Banjarmasin. EnviroScienteae.
7(2):69-78.
Rahayu, K. D. (2008). Tingkat
Kesejahteraan Ekonomi Pemulung
Studi Kasus Di Kecamatan Kalasan
Sleman DIY. Optimal Jurnal. 6 (1):
87-98.
Statistik Persampahan Indonesia. (2008).
Kementerian Negara Lingkungan
Hidup Republik Indonesia (KNLH).
Jakarta.
Wilson D. C., Velis C., Cheeseman C.
(2006). Role of informal sector
recycling in waste management in
developing countries. Habitat
International. 30 (2006): 797–808.

68

You might also like