Professional Documents
Culture Documents
pada sindrom ovarium polikistik (PCOS), yang menyebabkan hipersekresi hormon luteinizing (LH)
oleh kelenjar pituitari, yang menyebabkan disfungsi ovarium dan hiperandrogenisme. Sekresi LH
yang terganggu ini tampaknya muncul di awal masa pubertas dan berhubungan untuk menghambat
penghambatan sekresi GnRH oleh progesteron. Meskipun serum menstimulasi folikel Kadar
hormon (FSH) umumnya normal, folikel tampaknya lebih resisten terhadap FSH pada wanita
dengan PCOS daripada di kontrol. Efek ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kadar
antiMüllerian intra-ovarium hormon (AMH). Khususnya, varian genetik dan epigenetik
berkontribusi besar rentan untuk sebagian besar perubahan ini. Faktor lingkungan berkontribusi
lebih sedikit, sebagian besar oleh memperburuk resistensi insulin dan sekresi gonadotropin yang
tidak teratur. PCOM, ovarian polikistik morfologi ; SHBG, globulin pengikat hormon seks.
Sumber: Azziz et al.
Pathophysiology of the PCOS reproductive phenotype. There is increased frequency of pulsatile GnRH
release that selectively increases LH secretion. LH stimulates ovarian theca cell T production. T is
incompletely aromatized by the adjacent granulosa cells because of relative FSH deficiency. There are also
constitutive increases in the activity of multiple steroidogenic enzymes in polycystic ovaries contributing to
increased androgen production. Increased adrenal androgen production may also be present in PCOS. T acts
in the periphery to produce signs of androgen excess, such as hirsutism, acne, and alopecia. T and
androstenedione can also be aromatized extragonadally to estradiol and estrone, respectively, resulting in
unopposed estrogen action on the endometrium. T feeds back on the hypothalamus to decrease the
sensitivity to the normal feedback effects of estradiol and progesterone to slow GnRH pulse frequency. This
figure is used with the permission of Andrea Dunaif.
Depiction of the organization and regulation of the major steroid biosynthetic pathways in the small antral
follicle of the ovary according to the 2-gonadotropin, 2-cell model of ovarian steroidogenesis. LH stimulates
androgen formation within theca cells via the steroidogenic pathway common to the gonads and adrenal
glands. FSH regulates estradiol biosynthesis from androgen by granulosa cells. Long-loop negative
feedback of estradiol on gonadotropin secretion does not readily suppress LH at physiologic levels of
estradiol and stimulates LH under certain circumstances. Androgen formation in response to LH appears to
be modulated by intraovarian feedback at the levels of 17-hydroxylase and 17,20-lyase, both of which are
activities of cytochrome P450c17 that is expressed only in theca cells. The relative quantity of
androstenedione formation via 17OHP (dotted arrow) in the intact follicle is probably small, as is the
amount of progesterone formed from granulosa cell P450scc activity in response to FSH (data not shown).
17βHSD2 activity is minor in the ovary, and estradiol is primarily formed from androstenedione. Androgens
and estradiol inhibit (minus signs) and inhibin, insulin, and IGF-1 (IGF) stimulate (plus signs) 17-
hydroxylase and 17,20-lyase activities. Pertinent enzyme activities are italicized: the 17-hydroxylase and
17,20-lyase activities of P450c17 are shown, otherwise enzyme abbreviations are as in the text. Modified
with permission from Ehrmann et al, Polycystic ovary syndrome as a form of functional ovarian
hyperandrogenism due to dysregulation of androgen secretion. Endocr Rev. 1995;16:322–353 (22).
Depiction of the organization of the major steroid biosynthetic pathways in the adrenal cortex. The top row
shows the pathway to aldosterone; the middle row shows the zona fasciculata pathway to cortisol; the
lowest, darkly shaded row shows the zona reticularis steps to 17-ketosteroids that are not expressed in the
other adrenal zones. Note similarities between the biosynthetic capacities of the zona reticularis and that of
ovarian theca cells. Dotted pathways are minor. The zona reticularis is notable for its low 3βHSD2 activity
(denoted by small arrow) and unique expression of cytochrome b5, a cofactor which enhances the 17,20-
lyase activity of P450c17. Sulfotransferase 2A1 is uniquely expressed in the zona reticularis and rapidly
converts DHEA to DHEAS. Compound S (Cpd S), 11-deoxycortisol. Corticosterone and 18-
hydroxycorticosterone, the successive intermediates between deoxycorticosterone (DOC) and aldosterone,
are not shown. The steroidogenic enzymes are italicized. The clinically relevant electron transfer enzymes
also shown are POR and type 1 3′-phosphoadensosine-5′-phosphosulfate synthase (PAPSS). Formation of
androstenedione from 17OHP and Cpd S does not seem attributable to CYP450c17. Modified with
permission from Rosenfield, Identifying children at risk of polycystic ovary syndrome. J Clin Endocrinol
Metab. 2007;92:787–796 (431).
Unified minimal model of PCOS pathophysiology. A, Ovarian hyperandrogenism is nearly universal in
PCOS and can account for all the cardinal clinical features of the syndrome: hyperandrogenemia, oligo-
anovulation, and polycystic ovaries (1). Pituitary LH secretion is necessary to sustain the ovarian androgen
excess but is not sufficient to cause it. B, About half of patients with FOH have insulin-resistant
hyperinsulinism (2). Insulin-resistant hyperinsulinism acts on theca cells to aggravate hyperandrogenism,
synergizes with androgen to prematurely luteinize granulosa cells, and stimulates adipogenesis. The
increased hyperandrogenemia provokes LH excess (3), which then acts on both theca and luteinized
granulosa cells to worsen hyperandrogenism. LH also stimulates luteinized granulosa cells to secrete
estradiol (4), which suppresses FSH secretion. These hyperinsulinism-initiated changes in granulosa cell
function further exacerbate PCOM and further hinder ovulation. Obesity increases insulin resistance, and the
resultant increased hyperinsulinism further aggravates hyperandrogenism. Heaviness of lines and fonts
represents severity. Both FOH and insulin resistance typically have an intrinsic basis. This model does not
exclude the possibility that the unknown intrinsic ovarian defects that underpin the ovarian steroidogenic
dysfunction also involve granulosa cell folliculogenesis as well. The figure also does not depict other
associated defects, such as the FAH that often accompanies the ovarian hyperandrogenism and the
contribution of excess adiposity to peripheral androgen production and gonadotropin suppression.
Resistensi insulin akan menimbulkan keadaan hiperinsulinemia sebagai reaksi kompensasi
insensitivitas insulin. Tingginya kadar insulin akan merangsang produksi androgen ovarium dengan
berbagai mekanisme.Hiperinsulinemia akan menghambat sekresi hepardalam menghasilkan Insulin
like Growth FactorBinding Protein-I (IGFBP-I) dan meningkatkan Insulin like Growth Factor-I
(IGF-I). Kelebihaninsulin akan diikat oleh IGF-I yang bekerja pada sel teka untuk meningkatkan
kadar LH. Insulinjuga akan mengaktifasi jalur fosforilasi serin yangbisa meningkatkan aktivitas
P450c17 padaovarium dan adrenal yang akan menstimulasisintesis androgen.4 Insulin juga
menekan kadar Sex HormoneBinding Globulin (SHBG) sehingga kadar androgen bebas meningkat.
Tingginya kadar androgen akan mengganggu sistem aromatase di dalam sel granulosa sehingga
memicu terjadinya atresia folikel lebih dini.4,5
Resistensi insulin diyakini sebagai principal underlying etiologic factor.10 Resistensi insulin akan
menimbulkan keadaan hiperinsulinemia sebagai reaksi kompensasi insensitivitas insulin. Tingginya
kadar insulin merangsang berbagai produksi androgen ovarium dengan berbagai mekanisme, yaitu
penurunan kadar IGFBP-I, peningkatan IGF-I, aktivasi jalur autofosforilasi serin, peningkatan
aktivasi P450c17, dan penurunan kadar SHBG. Mekanisme-mekanisme tersebut akan menstimulasi
sintesis androgen sehingga kadar androgenmenjadi tinggi. Tingginya kadar androgen akan
mengganggu sistem aromatase sehingga memicu terjadinya atresia folikel lebih dini dan
menimbulkan berbagai gambaran klinis SOPK.3-5
Resistensi insulin mempengaruhi siklus ovulatorik wanita usia reproduksi. Resistensi insulin
menyebabkan tingginya kadar insulin didalam darah (hiperinsulinemia). Makin tinggi kadar insulin
seorang wanita, maka siklus menstruasi juga semakin jarang. Hal ini terkait dengan tingginya kadar
androgen akibat hiperinsulinemia. Tingginya kadar androgen akan menghambat aromatisasi dan
kerja FSH yang berdampak pada ketidakmatangan folikel sehingga estrogen yang dihasilkan
berkurang. Jika kadar estrogen berkurang maka tidak terjadi umpan balik positif pada LH yang
menyebabkan tidak terjadinya lonjakan LH dan ovulasi pun tidak terjadi.4
Obesitas dapat memicu terjadinya sindrom ovarium polikistik. Hal ini terjadi karena obesitas dapat
menimbulkan resistensi insulin melalui peningkatan produksi asam lemak bebas. Akibatnya terjadi
penurunan sensitivitas insulin sehingga terjadi hiperinsulinemia.5 Tingginya kadar insulin yang
terkait dengan resistensi insulin dapat menstimulasi ovarium untuk menghasilkan kadar androgen
yang berlebihan.13 Obesitas juga akan meningkatkan kadar kolesterol dan menstimulasi jalur
steroid yang akan mengubah kolesterol menjadi androstenedion. Setelah itu, androstenedion akan
dikoversi menjadi estrogen. Tingginya kadar androgen dapat mengakibatkan terganggunya proses
konversi androstenedion. Akibatnya kadar androgen menjadi semakin tinggi dan menimbulkan
sindrom ovarium polikistik.4,5
Pada SOPK, resistensi insulin juga berpengaruh terhadap timbulnya hirsutisme. Hal ini terkait
dengan tingginya kadar androgen akibat hiperinsulinemia pada wanita SOPK dengan resistensi
insulin seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Peningkatan androgen tersebut akan berperan
penting dalam menentukan jenis dan distribusi rambut. Androgen akan diubah menjadi
Dehydrotestosteon (DHT) yang akan mengkonversi rambut vellus halus menjadi rambut terminal
kasar. Konversi ini bersifat ireversibel dan hanya rambut yang berada dalam area sensitif yang
dapat diubah menjadi rambut terminal, seperti bibir atas, dagu, jambang, dada, aksilla, dan linea
alba di perut bagian bawah. 12
Sama halnya dengan hirsutisme, timbulnya gambaran klinis acne pada penderita dengan sindrom
ovarium polikistik terkait dengan tingginya kadar androgen. Hal tersebut terjadi karena androgen
yang berlebihan di pilosebaceous unit (PSU) akan menstimulasi terbentuknya sebum yang
berlebihan. Akibatnya terjadi gangguan drainase dan membentuk komedo dan menimbulkan
peradangan akibat invasi dari kolonisasi abnormal microba (Proprionibacterium acnes).4
Secara makroskopis, ovarium pada wanita dengan SOPK berukuran 2-5 kali lipat dari
ukuran normal. Pada potongan melintang permukaan ovarium tampak adanya penebalan korteks
dan ditemukan kista yang multipel yang secara tipikal dengan diameter kurang dari 1 cm.
Sedangkan secara mikroskopis, korteks superficial ovarium mengalami fibrotik dan hiposelluler,
dan mungkin mengandung pembuluh darah prominent. Selain itu tampak folikel atretik yang
lebih kecil, dimana dijumpai peningkatan jumlah folikel dengan luteinisasi teka interna, dan
mungkin juga ditemukan luteinisasi pada sel stroma.2,8,9
2.2 PATOFISIOLOGI
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan tahap akhir dari suatu “siklus perusak”
akibat peristiwa-peristiwa endokrinologis yang dapat diawali dari banyak titik yang berbeda.
Masih belum jelas apakah patologi primernya berada di ovarium atau pada hipotalamus, tetapi
kerusakan yang mendasar tampaknya adalah karena pengiriman sinyal yang “tidak seharusnya”
ke hipotalamus dan hipofisis. Kadar LH yang meningkat (tanda khas SOPK) disebabkan oleh
peningkatan produksi estrogen perifer (umpan balik negatif) dan peningkatan sekresi inhibin.
Sedangkan kadar FSH yang tertekan diakibatkan oleh peningkatan produksi estrogen perifer
(umpan balik positif) dan peningkatan sekresi GnRH.7
SOPK ditandai oleh “keadaan menetap” dari LH yang meningkat secara kronik dan kadar
FSH yang tertekan secara kronik, meskipun terdapat peningkatan dan penurunan yang bersifat
siklik yang terlihat dalam siklus menstruasi normal. LH yang meningkat menstimulasi stroma
ovarium dan sel-sel teka untuk meningkatkan produksi androgen. Androgen dikonversi di perifer
melalui aromatisasi menjadi estrogen yang memperparah anovulasi kronik. Sedangkan akibat
dari FSH yang tertekan, pertumbuhan folikel baru terus-menerus distimulasi tetapi tidak sampai
titik pematangan dan ovulasi penuh (korpus luteum dan korpus albikan jarang terdeteksi).
Androgen yang meningkat berperan terhadap pencegahan perkembangan folikel normal dan
induksi atresia premature.7
Penambahan jaringan adipose pada pasien yang mengalami obesitas turut berperan
terhadap aromatisasi ekstraglandular androgen menjadi estrogen. Sedangkan testosterone dalam
sirkulasi meningkat (menyebabkan hirsutisme) karena kadar globulin pengikat hormone seks
(sex hormone-binding globulin, SHBG) menurun pada SOPK. Ovarium merupakan lokasi utama
overproduksi androgen pada SOPK sedangkan kelenjar adrenal hanya memiliki peran kecil.7
Hiperinsulinemia
Hubungan anatara resistensi insulin, hiperinsulinemia kompensasi dan hiperandogenisme
telah memberikan pemahaman patogenesis dari PCOS. Mekanisme seluler dan molekuler dari
resistensi insulin pada PCOS telah banyak diteliti dan terbukti bahwa kelainan utama adalah
penurunan sensitivitas insulin sekunder pada transduksi sinyal insulin reseptor-mediated,
penurunan respon insulin dengan kurang substansial tetapi signifikan. Tampak bahwa penurunan
sensitivitas insulin pada PCOS berpotensi kelainan intrinsik pada wanita secara genetik, karena
tidak tergantung pada obesitas, kelainan metabolik, topografi lemak tubuh dan kadar hormon seks.
Mungkin ada kelainan genetik dalam regulasi fosforilasi reseptor insulin, yang mengakibatkan
peningkatan serin fosforilasi insulin-independent, dan penurunan tergantung insulin thyrosine
fosforilasi. Hubungan PCOS dengan obesitas memiliki dampak merusak synergystic pada
homeostasis glukosa dan dapat memperburuk baik hiperandrogenisme dan anovulasi. Telah
dilaporkan bahwa hubungan antara BMI dan penyakit jantung koroner hampir menghilang setelah
koreksi pada dislipidemia, hiperglikemia, dan hipertensi. Latihan memiliki efek yang baik dalam
mengurangi lemak visceral dan risiko kardiovaskular.7
Insulin bertindak melalui beberapa bagian untuk meningkatkan serum endogen androgen.
Efek insulin melalui beberapa bagian untuk meningkatkan tingkat androgen endogen. Peningkatan
resistensi insulin perifer hasil dalam konsentrasi serum insulin yang lebih tinggi. Kelebihan
insulin berikatan dengan reseptor IGF-1 yang meningkatkan produksi androgen sel-sel teka dalam
menanggapi rangsangan LH. Hiperinsulinemia juga menurunkan produksi SHBG oleh hati. Oleh
sebab itu, terjadi peningkatan konsentrasi testosterone bebas. Disamping itu hiperinsulinemia
menghambat sekresi insulin like-growth factor binding protein-1 (IGFBP-1), mengarah pada
peningkatan bio-avalability IGF 1 dan 2, regulator penting dari pematangan folikel ovarium dan
steroidogenesis. Bersama dengan sekresi IGF-2 dari sel teka, IGF-1 dan 2
lebih meningkatkan produksi androgen ovarium dengan bertindak pada receptor IGF-1. Insulin
juga dapat meningkatkan konsentrasi endogen androgen oleh peningkatan aktivitas sitokrom p-
450c17α, yang penting untuk biosinstesis hormon ovarium dan kelenjar adrenal. Telah dibuktikan
stimulasi oleh GnRHa insulin-diinduksi oleh aktivitas berlebihan sitokrom p-450c17α dan respon
berlebihan 17 hidroksiprogesteron (17-OHP). Kelebihan intra-ovarian androgen bertanggung
jawab pada anovulasi dengan bertindak langsung pada ovarium yang menyebabkan atresia dari
folikel. Proses yang terakhir ini ditandai oleh apoptosis dari sel granulosa. Sebagai konsekuensi
pembesaran kompartemen stroma, respon LH dipertahankan dan terus menghasilkan androgen.7
Resistensi insulin didefinisikan sebagai menurunnya respon glukosa, penurunan bersihan
insulin hati dan atau peningkatan sensitivitas pankreas. Disfungsi sel beta pankreas telah
dijelaskan pada wanita dengan PCOS, dimana terjadi peningkatan sekresi basal insulin. Insulin
bertindak melalui reseptor untuk memulai kaskade kejadian pasca-reseptor dalam sel target.
Fosforilasi penyebab substrat reseptor insulin (IRS1-4) untuk mempromosikan penyerapan
glukosa melalui transporter glukosa transmembran (GLUT4), dan juga sintesis protein intraseluler
tirosin fosforilasi meningkatkan aktivitas kinase tirosin reseptor insulin, sedangkan serin
fosforilasi menghambat itu, dan tampaknya bahwa setidaknya 50% dari wanita dengan PCOS
memiliki fosforilasi serin berlebihan dan penghambatan sinyal normal. Efek ini hanya
mempengaruhi homeostasis glukosa dan bukan tindakan pleitropic insulin lainnya, sehingga
pertumbuhan sel dan sintesis protein dapat berlanjut. Serin fosforilasi juga meningkatkan aktivitas
p-450c17α di kedua ovarium dan adrenal, sehingga mempromosikan sintesis androgen, dan
mungkin ini menjadi mekanisme untuk kedua resistensi insulin dan hiperandrogenisme pada
beberapa wanita dengan PCOS.7
Gambar 3. Mekanisme dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary
(Dikutip dari Homburg R)
3. Hiperinsulinemia
Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin terjadi pada lebih
kurang 80% wanita dengan PCOS dan obesitas sentral, dan juga pada lebih
kurang 30-40% wanita dengan PCOS yang berbadan kurus. 13 Hal ini
disebabkan oleh kelainan pada post-receptor yang berefek pada transport
glukosa, dan ini adalah kelainan yang unik pada wanita dengan PCOS.13
Resistensi insulin secara bermakna di eksaserbasi oleh obesitas, dan
merupakan faktor utama dalam patogenesa anovulasi dan hyperandrogenism.
Kelainan fungsi dari sel beta pancreas juga ditemukan pada PCOS.
Resistensi insulin perifer pada PCOS adalah bersifat unik disebabkan kelainan
diluar aktifasi dari receptor kinase, yang disebut sebagai penurunan tyrosine
autophosphorylation dari reseptor insulin. 16 Serine residue phosphorylation yang
berlebihan pada reseptor insulin menurunkan transmisi signal, dan hal ini telah
diusulkan untuk menjelaskan juga hyperandrogenism oleh serine phosphorylation
pada saat yang bersamaan dari enzyme P450c17 pada kelenjar adrenal dan ovarium,
yang mana dapat meningkatkan aktifitas 17,20- lyse dan produksi androgen.
Resistensi insulin mungkin dapat dihubung-sebabkan pada aktifitas yang lebih dari
cytochrome P450c17, yang merupakan enzyme kunci utama pada biosintesa
androgen di ovarium dan kelenjar adrenal. 17 Insulin sendiri, bekerja melalui
reseptornya, memperlihatkan suatu rangsangan biosintesa androgen pada ovariun
dan kelenjar adrenal, meningkatkan produksi luteinizing hormone (LH)-induced
androgen oleh sel theca sehingga menyebabkan hiperandrogenemia. 18 Perbaikan
hiperinsuliemia secara dramatik akan menurunkan sirkulasi androgen pada kadar
yang normal. Hiperinsulinemia mungkin juga meningkatkan regulasi reseptor
insulin-like growth factor-I (IGF-I), yang merupakan suatu stimulator yang kuat
dari sintesa LH-induced androgen, dan meningkatkan bioavailability dari IGF-I
yang disebabkan oleh supresi pada produksi IGF-binding protein I
oleh hati. Sebagai tambahan, insulin mungkin meningkatkan potensi respon dari
steroidogenesis kelenjar adrenal pada adrenocorticotropic hormone (ACTH), dan
meningkatkan ekspresi dari hyperandrogenism oleh efek inhibisinya pada produksi
sex hormone binding globulin (SHBG) hepar, sehingga meningkatkan bioavailbility
dari androgen.18
Gambar 5. Potensial mekanisme dari resistensi insulin pada polycystic ovary syndrome
(Dikutip dari Ben-Haroush A)
2.3 Metformin
Metformin (1,1-dimethylbiguanide hydrochloride) adalah obat golongan biguanide
yang dipergunakan sebagai anti hiperglikemik oral pada penderita diabetes mellitus
tipe 2. Kerja utamanya adalah menghambat produksi glukosa dari hepar, selain itu
metformin juga menghambatan pengambilan glukosa dari saluran pencernaan dan
meningkatkan sensitifitas insulin di jaringan perifer. Metformin juga menpunyai
efek anti lipolitik, menurunkan konsentrasi asam lemak bebas dalam sirkulasi darah
sehingga menyebabkan menurunnya gluconeogenesis. 30 Metformin mengaktifkan
adenosine monophosphate (AMP)-activated protein kinase pathway (AMPK) baik
secara in vitro maupun in vivo3 sehingga menyebabkan penurunan produksi glukosa
dan meningkatkan oksidasi asam lemak di dalam sel-sel hepar (hepatocytes), otot-
otot dan di dalam jaringan ovarium31
Dalam suatu penelitian prospektif pada wanita obesitas dengan PCOS, Nestler dkk
membandingkan metformin dan placebo selama pemberian dalam 35 hari. Bila
tidak terjadi ovulasi, diberikan lagi CC bersamaan dengan metformin atau placebo.
Ternyata dalam penelitian tersebut, terdapat perbaikan OGTT pada 19 dari 21
wanita (90%) di kelompok metformin dan hanya 2 dari 25 wanita (8%) di
kelompok placebo. Secara keseluruhan, ovulasi spontan ataupun yang respons
terhadap CC terjadi pada 31 dari 35 wanita (89%) yang diberikan pengobatan
dengan metformin dibandingkan dengan hanya 3 dari 26 wanita (12%) yang
diberikan placebo.
Dalam suatu meta-analysis, kombinasi antara metformin dan CC secara signifikan
memperbaiki rerata ovulasi dan kehamilan (OR 4.39 dan 2.67) apabila
dibandingkan dengan pemakaian CC saja. Hasil ini menyimpulkan bahwa
pemberian kombinasi (metformin dan CC) adalah pengobatan yang menjadi pilihan
pada wanita PCOS dengan resistensi CC. Dengan kata lain, wanita yang gagal
untuk ovulasi dengan CC mungkin akan mendapat manfaat bila ditambahkan
dengan metformin.
Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi efek samping ini seperti dimulai dari
dosis yang kecil dan kemudian menaikan dosis obat secara bertahap, mengurangkan
frekuensi pemberian dengan pemakaian dosis yang lebih tinggi.
American Diabetes Association (ADA) dan European Society for the study of
Diabetes (EASD) dalam suatu konsensus bersama juga menyatakan adanya
kesulitan dalam pemberian metformin IR yang disebabkan oleh pemberian yang
memerlukan beberapa kali dan efek samping yang ditimbulkan sehingga dapat
mengurangi kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Selain menganjurkan
pemberian dengan cara tersebut diatas, dalam konsensus itu juga dianjurkan untuk
pemakaian metformin XR yang dapat diberikan satu kali sehari dengan efek
samping yang lebih minimal sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan.45
2.6 Metformin XR (Extended Released)
Metformin yang biasa digunakan adalah metformin bentuk konvensional yaitu
Immediate- release (IR) metformin dengan pemberian oral 2 sampai 3 kali sehari.
Selain pemberian yang
harus beberapa kali, metformin IR juga menimbulkan efek samping yang dapat
menyebabkan diberhentikannya pengobatan dengan metformin.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Peter Timmins dkk 7 pada tahun 2002
memperkenalkan suatu bentuk controlled-release delivery system (GelShield
Diffusion System) yang dipakai pada formula XR dari metformin. Sistem ini
menggunakan pendekatan dua fase yang heterogen yang terdiri dari suatu inner
solid particulate phase dan outer solid continuous phase. Inner solid particulate
phase berisi granula tersendiri dari metformin-associated XR polymer, sedangkan
outer solid continuous phase terdiri dari XR polymer yang berbeda yang tidak
mengandung metformin, dimana granula atau partikel dari inner phase tersebar
didalamnya.
Setelah pemberian metformin XR, polymer dari outer solid phase akan mengalami
hidrasi dan menyebabkan perubahan tablet menjadi suatu gel-like mass. Perubahan
bentuk ini dapat membantu secara sementara untuk mencegah transit dari tablet
melalui pylorus (bila diberikan bersama makanan), sehingga secara efektif
memperpanjang masa penempatan didalam lambung.
Setelah pelepasan dari inner solid particulate phase, metformin tersebar melalui
outer phase dan siap untuk diserap. Rerata pelepasan dari metformin XR secara
signifikan lebih lambat
dibandingkan dengan metformin IR, hal ini dibuktikan secara in vitro dimana
metformin IR melepaskan 90 % kandungan obatnya dalam waktu 30 menit
sedangkan metformin XR melepaskannya dalam waktu lebih dari 10 jam. Karakter
ini mengindikasikan suatu kontrol yang baik dari pelepasan obat metformin XR
sehingga merendahkan potensial dari penumpukan obat. Bila diberikan bersamaan
dengan makan malam, GelShield Diffusion System dari metformin XR berkerja
seirama dengan fisiologi yang normal dari pengosongan saluran pencernaan yang
lambat pada malam hari yang menghasilkan suatu perpanjangan masa penyerapan
dari metformin sehingga dapat diberikan dengan dosis satu kali sehari.
Setelah pemberian metformin IR, kadar puncak dalam plasma (cmax) akan dicapai dalam
2 sampai 3 jam (tmax) sedangkan pada metformin XR kadar puncak tersebut dicapai
dalam 7 jam. Akan tetapi hal ini tidak mengurangi penyerapan metformin XR seperti
yang ditunjukan dalam AUC yang sebanding dengan metformin IR.
Gambar 7. Rerata kadar plasma berbanding waktu pada pemberian metformin IR dan metformin XR
(Dikutip dari Timmins P)
Davidson J dkk46 dalam suatu penelitian membandingkan toleransi saluran
pencernaan terhadap metformin XR dan metformin IR, ternyata dalam penelitian
tersebut metformin XR menimbulkan efek samping terhadap saluran pencernaan
lebih sedikit dibandingkan dengan metformin IR. Hal ini mendukung penggunaan
metformin XR sebagai pengganti metformin IR. Dalam suatu review, Jabbour S
dkk47 menemukan pemakaian metformin XR memberikan pengontrolan glikemik
sama atau lebih baik dibandingkan dengan metformin IR dengan efek samping yang
lebih kecil. Walaupun dengan dosis kecil 500 mg sehari, metformin XR masih
efektif dalam memperbaiki resistensi insulin dan hiperinsulinemia.