You are on page 1of 14

0

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO
BANDUNG

Laporan Kasus : Tatalaksana Refractive Surprise pada Bedah Katarak


Bilateral
Penyaji : Wioma Surya Darma
Pembimbing : dr. Emmy Dwi Sugiarti, SpM, MKes

Telah Diperiksa dan Disetujui Oleh


Pembimbing

dr. Emmy Dwi Sugiarti, SpM, MKes


1

Management of Refractive Surprise on Bilateral Sequential Cataract Surgery

ABSTRACT
Background
Modern lens removal techniques, advanced preoperative biometric analysis, selection and
calculation of the adequate Intraocular lens (IOL) help surgeons to achieve the goal of
emmetropia. However, inspite all of these inputs, residual refractive error still occur after
cataract surgery. Refractive surprise can result in serious patient’s complaint and should
be managed correctly. It can be managed conservatively, with corneal based surgery or
lens based surgery.
Purpose
To report a management approach in patient with refractive surprise after cataract surgery
on fellow eye.
Case Report
A 71 years old man came to Cataract and Refractive Surgery Unit of Cicendo Eye Hospital
with chief complaint of slow visual decrease on both eyes since 3 years ago.
Ophthalmologic examination obtained visual acuity on both eyes was 1/60. Anterior
segment of both eyes were within normal limit, except cloudy lens on both eye . Patient was
diagnosed with immature senile cataract RE + posterior subcapsular immature senile
cataract LE + myopia gravior RLE + chronic obstructive pulmonary disease (COPD).
Patient underwent phacoemulsification and IOL implantation on the right eye. After
evaluation of post operation day-7, visual acuity of the right eye was 0.08 and corrected
with S-4.00 C-1.25 x115 = 0.5, and was diagnosed Pseudophakia RE + myopic surprise
RE + posterior subcapsular immature senile cataract LE + myopia gravior RLE + COPD.
Patient underwent phacoemulsification and IOL implantation on left eye. One month after
surgery, visual acuity of left eye was 0.32 and corrected with C-0.75 x70 = 0.4.
Conclusion
Several options are available for subsequent correction of refractive surprise, including
spectacles, contact lenses, corneal based refractive surgery and lens based procedures.
Causes of refractive surprise should be identified in order to prevent refractive surprise
on next fellow eye cataract surgery.
Keywords
Refractive surprise, biometry, spectacles, contact lenses, corneal based procedures, lens
based procedures..

I. Pendahuluan

Operasi ekstraksi lensa disertai penanaman lensa intraokular (LIO) merupakan


operasi yang rutin dilakukan dan terus mengalami perkembangan. Tujuan operasi
saat ini adalah tajam penglihatan yang baik, dan pasien bebas dari kacamata sebisa
mungkin. 1,2
2

Refractive surprise adalah keadaan dimana hasil operasi yang tidak sesuai
dengan target tajam penglihatan sebesar 2 dioptri atau lebih. Pasien dengan
refractive surprise dapat menyebabkan keluhan apabila tidak ditatalaksana dengan
baik. Pasien dengan refractive surprise dapat diberikan kacamata, lensa kotak, lens
based procedures, atau corneal based procedures. 3-4

II. Laporan Kasus

Seorang laki-laki berumur 71 Tahun datang ke poli Katarak dan Bedah Refraktif
Rumah Sakit Mata Cicendo (RSMC) pada tanggal 09 Juli 2018 dengan keluhan
kedua mata buram perlahan sejak 3 tahun yang lalu. Keluhan silau dan penglihatan
seperti berkabut diakui. Riwayat trauma disangkal. Keluhan mata merah berulang
disangkal. Riwayat kacamata sebelumnya diakui, mata kanan S-9,00D dan mata
kiri S-7,00D. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus dan asma.
Pasien rutin menggunakan salbutamol inhaler sejak 5 tahun yang lalu setelah
berobat di RSHS dan dikatakan menderita penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Riwayat alergi obat disangkal.

Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan tajam penglihatan dasar mata kanan


1/60 dan mata kiri 1/60. Dari pemeriksaan refraktometer mata kanan didapatkan
hasil no target pada kedua mata. Koreksi penglihatan jauh kedua mata tidak dapat
dinilai.

Pemeriksaan tekanan intraokular dengan menggunakan tonometri nonkontak


didapatkan mata kanan 16 mmHg dan mata kiri 11 mmHg. Pemeriksaan gerak bola
mata dalam batas normal. Pemeriksaan segmen anterior mata kanan didapatkan
lensa agak keruh dengan tingkat kekeruhan NO4NC5-6C4. Pemeriksaan segmen
anterior mata kiri didapatkan lensa agak keruh dengan tingkat kekeruhan
NO4NC5P3. Pemeriksaan segmen posterior kedua mata dalam batas normal. Dari
pemeriksaan biometri kontak, didapatkan panjang aksial mata kanan 27,33mm dan
pada mata kiri 27,65mm. Pemeriksaan penghitungan sel endotel menunjukkan
jumlah sel endotel mata kanan 2416,0 dengan heksagonalitas 55% sedangkan mata
kiri 2664,4 dengan heksagonalitas 55%.
3

Gambar 2.1 Hasil Biometri Kontak


Dikutip dari : PMN Rumah Sakit Mata Cicendo

Pasien didiagnosis sebagai katarak senilis imatur OD + katarak senilis imatur


subkapsular posterior OS + myopia gravior ODS + penyakit paru obstruktif kronis.
Pasien direncanakan untuk dilakukan fakoemulsifikasi + implantasi IOL OD
kemudian OS.

Pada tanggal 13 Juli 2018 pasien dilakukan tindakan operasi mata kanan.
Tindakan yang dilakukan adalah fakoemulsifikasi + implantasi IOL. Lensa
intraokular yang dipasang adalah Sensar AR40 foldable three-pieces yang
diletakkan di kantung kapsul dengan ukuran +9,5D. Pasien diberikan levofloxacin
tetes mata 6xOD, prednisolon asetat 6xOD dan ciprofloxacin 2x500 mg.

Pada pemeriksaan oftalmologis 1 hari setelah operasi didapatkan tajam


penglihatan mata kanan CFFC PH sulit, dengan pengukuran tonometri nonkontak
43. Pada pemeriksaan segmen anterior ditemukan adanya edema kornea dan
peradangan dengan adanya injeksi siliar pada konjungtiva bulbi dan flare dan cell
sulit dinilai. Pasien diberi terapi tambahan timolol maleat 0.5% 2xOD,
acetazolamide 3x250 mg, dan kalium aspartat 1x1 tablet. Terapi sebelumnya
dilanjutkan.

Satu minggu pasca operasi pasien kembali kontrol ke poli katarak dan bedah
refraktif. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan menggunakan tonometri
4

nonkontak didapatkan mata kanan 8 mmHg dan mata kiri 13 mmHg. Hasil
pemeriksaan tajam penglihatan mata kanan didapatkan 0.08 pinhole 0.32. Hasil
refraktometer mata kanan S-4.00 C-1.25 x 115, dengan tajam penglihatan terbaik
dengan koreksi S-4.00 C-1.25 x 115 adalah 0.5. Hasil pemeriksaan segmen anterior
didapatkan edema kornea minimal dan lipat descemet , dengan flare dan cell +1/+1,
dan LIO pada kantung kapsul. Pasien didiagnosis dengan pseudofakia OD +
myopic surprise OD + katarak senilis imatur subkapsular posterior OS + myopia
gravior ODS + PPOK. Pasien diberi prednisolon asetat dengan dosis tappering off.
Pasien kemudian direncanakan untuk operasi mata kiri dan dicari penyebab
refractive surprisenya.

Pemeriksaan biometri ulang kemudian dilakukan pada pasien menggunakan


IOL master. Pada pemeriksaan didapatkan panjang aksial mata kanan 29,84 dan
mata kiri 28,09. Pada tanggal 25 Juli 2018 pasien dilakukan tindakan operasi mata
kiri. Tindakan yang dilakukan adalah fakoemulsifikasi + implantasi IOL dengan
target refraksi -0.70D. Lensa intraokular yang dipasang adalah Sensar AR40
foldable three-pieces yang diletakkan di kantung kapsul dengan ukuran +8,5D.
Pasien diberikan levofloxacin tetes mata 6xOD, prednisolon asetat 6xOD dan
ciprofloxacin 2x500 mg.
5

Gambar 2.2 Hasil Biometri Optik dengan IOL Master


Dikutip dari : PMN Rumah Sakit Mata Cicendo

Hasil pemeriksaan oftalmologis 1 hari setelah operasi didapatkan tajam


penglihatan mata kiri 0.15 PH 0.2, dengan pengukuran tonometri nonkontak 14.
Pada pemeriksaan segmen anterior ditemukan adanya edema kornea dan
peradangan dengan adanya injeksi siliar pada konjungtiva bulbi dan flare dan cell
+3/+3. Terapi sebelumnya dilanjutkan.
6

Satu minggu pasca operasi pasien kembali kontrol ke poli katarak dan bedah
refraktif. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan menggunakan tonometri
nonontak didapatkan mata kanan 11 mmHg dan mata kiri 12 mmHg. Hasil
pemeriksaan tajam penglihatan mata kanan didapatkan 0.08 pinhole 0.32. Hasil
refraktometer mata kanan S-4.50 C-0.75 x 115, dengan tajam penglihatan terbaik
dengan koreksi S-4.50 C-0.75 x 115 adalah 0.5. Pada pemeriksaan tajam
penglihatan mata kiri didapatkan 0.2 pinhole 0.4. Hasil refraktometer mata kiri
S+0.25 C-1.25 x 70, dengan tajam penglihatan terbaik dengan koreksi C-1.25 x 90
adalah 0.4. Pada pemeriksaan segmen anterior kedua mata didapatkan LIO pada
kantung kapsul. Pasien didiagnosa dengan pseudofakia ODS + myopic surprise OD
+ myopia gravior ODS + PPOK. Pasien diberi prednisolon asetat dengan dosis
tappering off.

Pasien kembali kontrol ke poli katarak dan bedah refraktif satu bulan pasca
operasi. Pemeriksaan tekanan intraokular dengan menggunakan non contact
tonometry didapatkan mata kanan 14 mmHg dan mata kiri 10 mmHg. Hasil
pemeriksaan tajam penglihatan mata kanan didapatkan 0,08. Hasil refraktometer
mata kanan S-5.00 C-0.25 x 115, dengan tajam penglihatan terbaik dengan koreksi
S-4.75 adalah 0.63. Hasil pemeriksaan tajam penglihatan mata kiri didapatkan 0,32.
Hasil refraktometer mata kiri S+0.50 C-1.00 x 70, dengan tajam penglihatan terbaik
dengan koreksi C-1.00 x 70 adalah 0,4. Pada pemeriksaan segmen anterior kedua
mata didapatkan LIO pada kantung kapsul. Pada pemeriksaan segmen posterior
mata kanan didapatkan peripapillary chorioretinal atrophy, stafiloma posterior,
degenerasi perifer dan weiss ring. Pada pemeriksaan segmen posterior mata kiri
didapatkan peripapillary chorioretinal atrophy dan weiss ring. Pasien didiagnosa
dengan pseudofakia ODS + myopic surprise OD + myopia gravior ODS + PPOK.
Pasien diberi prednisolon asetat dengan dosis tappering off. Pasien kemudian
diberikan kacamata bifokal.
7

III. Diskusi

Tujuan operasi katarak telah mengalami perubahan dari pengeluaran lensa yang
keruh dengan aman hingga hasil pasca operasi dengan penglihatan yang terbaik.
Emetropia adalah tujuan dari sebagian besar operasi katarak. Hasil refraksi pasca
operasi melebihi 2 dioptri disebut dengan refractive surprise, seperti pada pasien
ini terdapat sisa refraksi pasca operasi katarak mata kanan sebesar 4 dioptri. 3,5

Refractive surprise harus ditatalaksana dengan baik karena dapat menyebabkan


ketidaknyamanan pada pasien. Pilihan tatalaksana yang dapat dilakukan antara lain
adalah secara konservatif dan dengan tindakan bedah. Tatalaksana konservatif
dilakukan pada refractive surprise yang kecil sehingga pasien masih merasa
nyaman jika diberi kacamata atau lensa kontak. Teknik bedah untuk mengatasi sisa
refraksi pasca operasi katarak dapat dibagi menjadi corneal based procedure dan
lens based procedure. Corneal based procedure yang dapat dilakukan antara lain
photorefractive keratectomy (PRK) dan laser assisted insitu keratomileusis
(LASIK). Teknik bedah lens based procedure yang dapat dilakukan antara lain
intraocular lens exchange dan secondary piggyback IOL.3,4

Kelebihan corneal based procedure adalah ketepatan refraksi pasca operasi


yang baik. Tindakan ini sesuai dilakukan pada pasien yang akan diberikan
penglihatan monovision. Tindakan ini juga sesuai untuk mengurangi astigmatisma
pasca bedah katarak. LASIK dapat dilakukan 3 bulan pasca bedah katarak. LASIK
juga aman untuk dilakukan pada pasien yang sudah dilakukan kapsulotomi dengan
laser NdYAG. Tindakan corneal based procedure dibatasi oleh ketebalan stroma
kornea sehingga tindakan ini dapat dilakukan pada refractive surprise yang tidak
terlalu besar. Tindakan ini juga dibatasi oleh adanya kelainan pada kornea seperti
mata kering, sikatrik kornea, atau degenerasi kornea.4,6

Tindakan lens based procedure merupakan pilihan pada refractive surprise yang
cukup besar. Tindakan intraocular lens exchange dapat dilakukan pada refractive
surprise yang terdeteksi dengan cepat untuk mengurangi komplikasi kerusakan
kapsul posterior. Tindakan secondary piggyback IOL adalah pemasangan IOL
8

tambahan di sulkus, sehingga terdapat dua IOL di bilik mata belakang. Tindakan
ini merupakan pilihan pada pasien yang sudah menjalani operasi katarak yang
sudah cukup lama. Hasil refraksi yang didapat juga lebih tepat dibandingkan
dengan tindakan intraocular lens exchange. Pada pasien ini terjadi refractive
surprise sebesar 4 dioptri sehingga pemberian kacamata dapat dicoba pada pasien.
Pasien tidak ditatalaksana dengan lensa kontak karena usia pasien yang sudah
cukup berumur sehingga dapat menyebabkan resiko terjadinya dry eye yang lebih
tinggi. Pasien juga tidak dilakukan operasi tambahan karena ingin mencoba
diberikan kacamata terlebih dahulu. 5,7

Penyebab terjadinya refractive surprise dapat dibagi menjadi preoperasi,


durante operasi, dan pasca operasi. Penyebab pre operasi meliputi kesalahan
perhitungan panjang aksial, pemilihan formula untuk menghitung kekuatan IOL
yang kurang tepat, adanya myopia atau hipermetropia yang besar, dan kesalahan
dalam pembuatan IOL oleh produsen. Adanya riwayat bedah laser kornea dan
riwayat keratokonus sebelumnya dapat mempersulit perhitungan kekuatan IOL.
Pemeriksaan pada pasien ini menunjukkan adanya kesalahan dalam perhitungan
panjang aksial dan adanya myopia gravior. Riwayat bedah laser dan keratokonus
sebelumnya tidak ada. Kesalahan dalam pembuatan IOL jarang terjadi.5,6

Pemeriksaan biometri merupakan pemeriksaan untuk menentukan ukuran IOL


yang akan dipasang pada pasien. Pemeriksaan biometri terdiri dari pemeriksaan
kontak dan biometri optik. Biometri kontak terdiri dari aplanasi dan imersi.
Pemeriksaan aplanasi dilakukan dengan meletakkan probe di permukaan kornea
dengan posisi tegak lurus. Hal ini dapat menyebabkan penekanan pada pemeriksaan
sehingga dapat menyebabkan kesalahan penghitungan axial length. Penekanan
sebesar 0,5 mm dapat menyebabkan kesalahan penghitungan sebesar -1,25D.
Pemeriksaan imersi dilakukan dengan menempatkan wadah berisi larutan saline
antara probe dan permukaan mata. Hal ini dapat mencegah terjadinya penekanan
pada kornea sehingga hasil yang didapatkan lebih akurat. Biometri optik dilakukan
dengan menggunakan IOL master atau lenstar. Keuntungan dari teknik optik adalah
tidak adanya penekanan pada kornea, lebih mudah pemakaiannya, dan mengurangi
9

risiko penyebaran infeksi antar pasien yang diperiksa. Kekurangan dari biometri
optik adalah tidak dapat dipakai pada katarak yang matur atau terlalu tebal. Pada
pasien ini terjadi kesalahan dalam penghitungan kekuatan IOL karena terjadi
kesalahan penghitungan panjang aksial. Pada pemeriksaan biometri sebelum
operasi, didapatkan hasil panjang mata kanan 27,33 mm, dan hasil pemeriksaan
IOL master setelah operasi didapatkan hasil 29,84 mm. Terdapat perbedaan hasil
sebanyak 2,49 mm. Pemeriksaan biometri dilakukan dengan teknik aplanasi atau
biometri kontak dalam posisi berbaring, sehingga dapat terjadi penekanan pada
kornea sewaktu pemeriksaan dilakukan. Penekanan kornea sebanyak 0,5 mm dapat
menyebabkan kesalahan sebesar -1.25 D. Pemeriksaan biometri dengan IOL master
menggunakan gelombang cahaya untuk mengukur panjang dari axial length
sehingga tidak terjadi penekanan sewaktu pemeriksaan sehingga pemeriksaan
biometri dengan IOL master lebih akurat dibandingkan biometri kontak.1,6,7

Pemilihan rumus yang tepat untuk penentuan ukuran IOL sangat penting untuk
menghindari refractive surprise. Pasien dengan panjang aksial kurang dari 20 mm
disarankan untuk menggunakan formula Holladay II. Pasien dengan panjang aksial
20mm-22mm disarankan untuk menggunakan formula Hoffer Q. Pasien dengan
panjang aksial 22mm-24.5mm disarankan untuk menggunakan formula SRK-T
atau Hoffer Q. Pasien dengan panjang aksial 24,5mm-26mm disarankan untuk
menggunakan formula Holladay I. Pasien dengan panjang aksial lebih dari 26 mm
disarankan untuk menggunakan formula SRK-T. Pasien memiliki panjang aksial
lebih dari 26 mm dan menggunakan formula SRK-T, sehingga penghitungan
kekuatan IOL nya sudah menggunakan formula yang sesuai. 1,6,8
10

Gambar 3.1 Tabel Pemilihan Formula berdasarkan panjang aksial


Dikutip dari : Ladi JS

Pemeriksaan IOL Master menunjukkan ukuran lensa untuk mendapatkan hasil


terbaik adalah 7,5D. Lensa yang dipakai adalah 8,5 D. Operator memilih lensa
dengan target refraksi -0,70 untuk mendapatkan hasil emetropia. Menurut Chong
dan Mehta, operator bedah sering memakai target lebih miopia pada myopia gravior
untuk mencegah terjadinya hyperopic surprise. Target refraksi sebesar -0,5
digunakan pada panjang aksial 27-29 mm. Target refraksi sebesar -0,75 digunakan
pada panjang aksial 29-30,5 mm. Target refraksi sebesar -1,0 hingga -1,75
digunakan pada panjang aksial lebih dari 30,5 mm. Pada pasien ini digunakan target
refraksi sebesar -0,70 karena pasien memiliki panjang aksial 28,09 mm.8,9

Penyebab terjadinya refractive surprise durante operasi antara lain adanya


astigmatisma yang diinduksi oleh operasi. Fiksasi pada sulkus dapat menyebabkan
myopic shift sebesar 1 dioptri. Pada pasien ini, pemeriksaan refraktometer dan
refraksi subjektif preoperasi sulit dilakukan. Pemeriksaan refraktometer pasca
operasi mendapatkan hasil astigmatisme sebesar -1,00D pada mata kanan dan -
0,75D pada mata kiri. Astigmatisma yang diinduksi oleh operasi sulit dinilai,
namun astigmatisma pasca operasi tidak cukup besar sehingga kemungkinan
menyebabkan refractive surprise tidak cukup besar. 7,8

Penyebab refractive surprise pasca operasi dapat terjadi karena proses fibrosis
dan kontraksi dari kantung kapsul, desenterasi IOL, dan opasifikasi kapsul
posterior. Fibrosis dan kontraksi dari kantung kapsul dapat menyebabkan posisi
11

IOL maju ke depan sehingga dapat menyebabkan myopic surprise. Desenterasi IOL
tidak terjadi pada pasien karena IOL terletak di sentral. Opasifikasi kapsul posterior
pada pasien saat ini tidakada. 2,7,10

Hasil pemeriksaan segmen posterior pasca operasi didapatkan pada mata kanan
adanya peripapillary chorioretinal atrophy, fundus tigroid, stafiloma posterior,
degenerasi perifer, dan adanya weiss ring. Pemeriksaan pada mata kiri didapatkan
adanya peripapillary chorioretinal atrophy, fundus tigroid, dan adanya weiss ring.
Pasien diberi tatalaksana dengan menggunakan kacamata. Hasil koreksi pasien 0,63
pada mata kanan dan 0,4 pada mata kiri. Pasien merasa nyaman dengan
penglihatannya setelah dikoreksi. 11,12

IV. Kesimpulan

Bedah katarak saat ini sudah mulai bergeser menjadi bedah refraktif dengan
tujuan akhir penglihatan terbaik pasien mencapai emmetropia. Hal ini dapat dicapai
dengan kemajuan di dalam bidang biometri dan teknik bedah katarak yang semakin
baik. Kelainan refraksi pasca operasi bedah katarak dapat terjadi oleh karena faktor
preoperasi, durante operasi dan pasca operasi. Kesalahan dalam penghitungan
biometri pada pasien ini menyebabkan terjadinya refractive surprise pada mata
kanannya. Refractive surprise dapat ditatalaksana dengan konservatif atau dengan
tindakan bedah. Pasien ini diberikan kacamata untuk mengatasi refractive surprise
pada mata kanannya karena pasien merasa nyaman penglihatannya setelah
dikoreksi dengan menggunakan kacamata.
12

DAFTAR PUSTAKA

1. Ladi JS. Prevention and correction of residual refractive errors after cataract
surgery. J Clin Ophthalmol Res. 2017; 5(1): 45-50
2. Lakhsmi V, Faraz I. Tackling refractive surprise post cataract surgery – A
surgeon’s nightmare. MedPulse International Journal of Ophthalmology.
2017; 3(3): 79-83
3. Amon M. Correcting refractive surprises following cataract surgery. CRST
Europe; 2009
4. Visco DM, McCabe CM. Several options available to fix refractive misses
in cataract surgery. 2016
5. Alio JL, Abdelghany AA, Buenaga RF. Management of residual refractive
error after cataract surgery. Curr Opin Ophthalmol. 2014; 25: 291-297
6. Wilner ZH, Sachs D, Cahane M, Alhalel A, Desatnik H, Schwalb E, et al.
Refractive results with secondary piggyback implantation to correct
pseudophakic refractive errors. J Cataract Refract Surg. 2005; 31: 2101-
2103
7. Awady HEE, Ghanem AA. Secondary piggyback implantation versus IOL
exchange for symptomatic pseudophakic residual ametropia. Graefes Arch
Clin Exp Ophthalmol. 2013; 251: 1861-1866
8. Abdelghany AA, Alio JL. Surgical options for correction of refractive error
following cataract surgery. Eye and Vision. 2014; 1: 1-7
9. Chong EW, Mehta JS. High myopia and cataract surgery. Curr Opin
Ophthalmol. 2016; 27: 45-50
10. Condon GP, Kaufer R, Ahmed IIK, Lee R, Pavlin CJ. Refactive surprise.
Cataract surgery complications management.
11. Jin GJC, Merkley KH, Crandall AS, Jones YJ. Lase in situ keratomileusis
versus lens-based surgery for correcting residual refractive error after
ctaract surgery. J Cataract Refract Surg. 2008; 34: 562-569
12. Sales CS, Manche EE. Managing residual refractive error after cataract
surgery. J Cataract Refract Surg. 2015; 1-10
13

You might also like