You are on page 1of 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SENTRA

PRODUKSI KOMODITI KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

Albina Br. Ginting1*, Hotden L. Nainggolan2** Gerald P. Siahaan3


1,2,3
Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Medan.
*Email: albinamunthe@gmail.com
**Email korespondensi: hotden_ngl@yahoo.com

ABSTRACT
This study aims to determine the factors that affect the coffee production center and
government policy in the development of coffee production in Humbang Hasundutan Regency.
Data analysis method in this research is multiple linear regression analysis and descriptive
analysis. Based on the research results can be concluded; (1) the average coffee farming area
in Humbang Hasundutan is 0.7 ha, with an average production of 558 kg/ ha and average
income of Rp. 5,833,092.5/ year and R C ratio 2.769 so coffee farming in this area is efficient,
(2) Value adjusted R2 is 0.832 can be interpreted 83.2% variable of coffee farming production
explained variable; (3) Variable area of land and venture capital have positive and significant
effect to coffee farming production in Humbang Hasundutan Regency, (4) Government policy in
the field of land, capital, price of coffee, education, experience, fertilizer price, it is not enough
to ensure the availability of fertilizer, especially subsidized fertilizer, 56% of respondents said
that the training of farmers in the framework of human resource development is not sufficient
and 55% of respondents said the extension policy to farmers has not supported the development
of coffee farming. Based on the result of research suggested to; a) the government facilitates
farmers to gain access to capital to develop coffee farming in Humbang Hasundutan Regency,
b) the government improves training and extension for farmers and ensures the availability of
fertilizers, especially subsidized fertilizers, c) the government undertakes the development of
human resources and the development of breeding technology to obtain superior seeds in order
to develop coffee farming in Humbang Hasundutan Regency.

Keywords: production center, capital, policy, coffee commodity.

yaitu dengan tingkat dan stabilitas


PENDAHULUAN pertumbuhan sesuai dengan indikator
Pembangunan pertanian tujuan pembangunan ekonomi nasional.
merupakan salah satu hal penting bagi Pertumbuhan yang tinggi merupakan
pemulihan ekonomi, yang harus syarat keharusan (necessary condition)
dilakukan pemerintah. Pembangunan dan stabilitas yang mantap merupakan
pertanian harus diarahkan menuju syarat kecukupan (sufficient condition)
pembangunan pertanian yang bagi keberhasilan dalam mewujudkan
berkelanjutan (sustainable agriculture) tujuan pembangunan ekonomi.
yang berorientasi pada tiga dimensi Dalam proses pelaksanaan
keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan pembangunan diperlukan analisis yang
usaha ekonomi (profit), keberlanjutan lebih mendalam menyangkut potensi-
kehidupan sosial manusia (people), potensi ekonomi wilayah yang potensial
keberlanjutan ekologi alam (planet). untuk dikembangkan, karena sangat
Pencapaian pembangunan dapat
diukur dalam perspektif jangka panjang,
berkaitan dengan kebijakan dan yang menyebabkan sebuah sektor
program kerja pemerintah daerah untuk mampu memberikan kontribusi bagi
meningkatkan pendapatannya. Sehingga pendapatan dan pengembangan
diperlukan identifikasi faktor-faktor wilayah.

Jurnal Agrisep/Albina 69
Sektor pertanian bagi Kabupaten tenaga kerja di berbagai perkebunan
Humbang Hasundutan merupakan kopi di Indonesia (Spillane, 1991).
penggerak perekonomian daerah. Tahun Lepi Tarmizi (1990)
2013 sektor ini memberikan kontribusi memperkirakan permintaan kopi
59,08% bagi PDRB kabupaten untuk dikonsumsi di Indonesia
Humbang Hasundutan (BPS. Humbang mencapai 0,5 kg/ kapita/ tahun, sesuai
Hasundutan, 2015). Selain sebagai dengan perhitungan Assosiasi Ekonomi
sumber penghasilan masyarakat bahwa Kopi Indonesia (AEKI) sebesar 0,6
sektor ini merupakan penghasil nilai Kg/kapita/ tahun (Ilyas, 1991).
tambah bagi pembangunan wilayah. Angka ini sebenarnya masih
Bagi Kabupaten Humbang Hasundutan kecil jika dibandingkan dengan
komoditi kopi merupakan komoditi permintaan kopi untuk konsumsi
perkebuan rakyat unggulan yang masyarakat di negara-negara Amerika
potensial untuk dikembangkan karena Latin seperti Brazil, Colombia dan
memberikan kontribusi bagi negara lainnya. Konsumsi kopi
peningkatan pendapatan masyarakat dan masyarakat di Brazil 5,50Kg/ kapita/
pendapatan daerah. tahun, Colombia sebesar 4,50
Kopi merupakan salah satu kg/kapita/ tahun, Costarica sebesar
bahan minuman rakyat di seluruh dunia. 6,50 kg/kapita/tahun, Elsalvador adalah
Kopi merupakan komoditi penting 2,00 Kg/kapita/ tahun, Guatemala
dalam ekonomi dunia, bhakan mencapai mencapai 4,00 Kg/kapita/tahun, Haiti
nilai perdagangan US dolar 10,3 millyar sebesar 3,00 kg/ kapita/tahun dan
(Spillane, 1991), antara negara yang Mexico sebesar 1,50 kg/kapita/tahun.
sedang berkembang dengan negara- Permintaan kopi untuk konsumsi
negara maju. Sehingga komoditi kopi di Indonesia juga masih sangat rendah,
menjadi salah satu komoditi ekspor jika dibandingkan dengan permintaan
yang menjanjikan, disamping itu masyarakat terhadap kopi di negara-
komoditi ini juga memiliki peranan negara Afrika, bahkan Asia seperti
penting sebagai sumber penghidupan India. Investasi yang ditanamkan dalam
bagi berjuta-juta petani kopi diseluruh usaha perkopian Indonesia telah
dunia. meliputi; kredit bagi petani kopi guna
Selain sebagai minuman, kopi ekstensifikasi dan intensifikasi
juga dipergunakan sebagai penyedap usahatani. Usahatani k omoditi kopi
berbagai jenis makanan ringan mulai telah menjadi sektor penting bagi
dari; tar moka (kue), hingga es buah perekonomian beberapa propinsi di
serta es krim moka yang disukai Indonesia seperti; Aceh, Sumatera
masyarakat, sehingga komoditi kopi Barat, Sumatera Selatan, Lampung,
menjadi komoditi yang menarik dalam Sumatera Utara, dll (Spillane, 1991).
dunia perdagangan baik domestik Produktivitas perkebunan kopi
maupun internasional (Marlina, 2005). rakyat di Indonesia hanya mencapai 525
Komoditi kopi merupakan salah kg/hektar. Produktivitas ini jauh lebih
satu komponen industri pertanian rendah dari negara pesaing Vietnam
penting, pada tahun 1986 sektor yang mencapai 3-4 ton/hektar (Herman,
perkopian Indonesia mempekerjakan 2003).
sedikitnya 8 juta orang, termasuk Usahatani kopi di Sumatera
didalamnya 2 juta petani kopi rakyat. Utara tersebar pada 10 kabupaten di
Usahatani kopi merupakan sumber dataran tinggi sekitar Danau Toba.
penghidupan bagi 1, 6 juta keluarga Wilayah produsen utama berada di
petani dan lebih kurang 30.000 keluarga Kabupaten Tapanuli Utara, Dairi,
Simalungun, Karo, Humbang

Jurnal Agrisep/Albina 70
Hasundutan dan Samosir. Diperkirakan Potensi pengembangan komoditi
terdapat lebih dari 97.000 keluarga kopi di Kabupaten Humbang
petani yang menggeluti usahatani kopi Hasundutan dapat dilihat dari luas
di Sumatera Utara, mulai dari sebagai lahan dan produksi komoditi kopi di
usahatani utama, main activity (100% wilayah ini. Luas panen dan produksi
pendapatan berasal dari kopi) sampai komoditi kopi di wilayah ini mengalami
usaha sampingan (side activity) dengan pertumbuhan setiap tahunnya
intensitas usahatani yang rendah. sebagaimana pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Lahan dan Produksi Komoditi Kopi Humbang Hasundutan Tahun 2010-
2014.
Luas lahan (ha) Produksi (ton)
No Kecamatan
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014
1 Pakkat 322,00 330,00 330,00 329,00 329,00 218,50 217,50 219,50 219,40 20,80
2 Onan Ganjang 1.137,50 1.137,50 1.150,50 1.157,50 1.160,50 676,30 678,30 686,30 687,50 692,50
3 Sijamapolang 621,00 701,00 721,00 719,00 718,00 409,80 408,80 414,80 415,75 417,60
4 Doloksanggul 3.218,00 3.088,00 3.078,00 3.090,00 3.122,00 1.208,50 1.353,53 1.373,53 1.458,50 1.466,50
5 Lintong Nihuta 3.019,00 2.949,00 2.956,00 2.971,00 2.974,00 1.426,10 1.467,91 1.474,91 1.499,50 1.504,50
6 Paranginan 1.654,30 1.650,00 1.648,30 1.647,30 1.645,30 859,50 931,61 933,61 955,61 956,50
7 Baktiraja 250,00 262,00 263,00 261,00 260,00 180,70 180,56 181,00 178,50 180,10
8 Pollung 859,50 854,50 852,00 851,00 851,50 587,20 572,91 575,20 578,50 579,20
9 Parlilitan 229,50 249,00 249,00 257,00 256,50 113,50 123,50 125,47 125,55 125,80
10 Tarabintang - - - - - - - - - -
Total 11.310,80 11.221,00 11.247,80 11.282,80 11.316,80 5.680,10 5.934,62 5.984,32 6.118,81 5.943,50
Sumber: BPS, Humbang Hasundutan Dalam Angka, 2015 dan 2016

Tabel 1 menunjukkan tahun adalah luas lahan, jumlah tenaga kerja,


2010, Kecamatan Doloksanggul jumlah tanaman, penggunaan pupuk,
memiliki luas lahan kopi 3.218 ha dan umur tanaman.
dengan produksi 1.208,5 ton, disusul Lebih lanjut Indra (2011)
dengan Kecamatan Lintongnihuta menyampaikan pada satu sisi produksi
seluas 3.019 ha dengan produksi 1.428 kopi di Indonesia masih leboh rendah
ton. Tahun 2014 luas lahan kopi di jika dibandingkan dengan produksi kopi
Kecamatan Doloksanggul tercatat di negara-negara maju penghasil kopi
3.122 ha dengan produksi mencapai lainnya. Rendahnya produktifitas kopi
1.466,5 ton dan disusul Kecamatan di Indonesia dapat dipengaruhi oleh
Lintongnihuta dengan luas lahan 2.974 beberapa faktor, antara lain; a) iklim
ha dengan produksi mencapai 1.504, 5 yang kurang cocok untuk beberapa
ton. daerah, b) klon (bibit) unggul yang
Sudaryati (2004) menyampaikan terbatas, c) tanaman tua yang belum
bahwa peningkatan produksi usahatani diremajakan, d) pemeliharaan termasuk
kopi tidak terlepas dari beberapa pemupukan, pemberantasan gulma,
faktor, diantaranya; luas lahan, jumlah pemberantasan hama dan penyakit yang
tanaman, dan penggunaan pupuk. belum intensif, maka penelitian ini
Penelitian Fatma (2011) menunjukkan dilakukan untuk “menganalisis faktor-
bahwa faktor produksi; tenaga kerja, faktor yang mempengaruhi sentra
luas lahan dan umur pohon kopi produksi komoditi kopi di Kabupaten
signifikan dalam mepengaruhi produksi Humbang Hasundutan”.
usahatani kopi rakyat di Kabupaten
Aceh Tengah. Kemudian Risandewi
(2013), menyampaikan faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat produksi Tujuan Penelitian
kopi robusta di Kecamatan Candiroto

Jurnal Agrisep/Albina 71
Penelitian bertujuan untuk; a) e = interval kesalahan (0,1)
untuk mengetahui efisiensi usahatani N = Jumlah populasi
kopi di Kabupaten Humbang
Hasundutan, b) untuk mengetahui Jumlah sampel yang diperoleh
faktor-faktor yang mempengaruhi sentra dengan menggunakan formula ini
produksi kopi di Kabupaten Humbang adalah 99,98, dibulatkan menjadi 100
Hasundutan, c) untuk mengetahui sampel (responden). Sampel untuk
kebijakan pemerintah daerah dalam setiap kecamatan ditentukan secara
penyediaan; akses modal, teknologi, proporsional, dengan perincian;
infrastruktur dan penyuluhan dalam Kecamatan Pakkat (10 responden),
meningkatkan produksi kopi di Onan Ganjang (4 responden),
Kabupaten Humbang Hasundutan. Sijamapolang (4 responden),
Doloksanggul (21 responden), Lintong
METODE PENELITIAN Nihuta (35 responden), Paranginan (4
Penelitian dilaksanakan di responden), Baktiraja (4 responden),
Kabupaten Humbang Hasundutan yang Pollung (9 responden), Parlilitan (9
ditentukan secara purposive responden). Sampling yang akan
(kesengajaan). Pemilihan lokasi ini diwawancarai adalah petani kopi yang
dilakukan dengan pertimbangan tersebar pada 9 kecamatan di Kabupaten
Kabupaten Humbang Hasundutan Humbang Hasundutan dengan
merupakan salah satu daerah penghasil menggunakan quisioner (Sugiyono,
kopi di Sumatera Utara. 2006).

Populasi dan Sampel Penelitian Sumber dan Pengumpulan Data


Populasi dalam penelitian ini Data yang digunakan pada
adalah petani yang mengusahakan penelitian ini adalah; data primer dan
komoditi kopi dengan jumlah petani sekunder. Data primer diperoleh dari
mencapai 13.102 kk, yang tersebar pada lapangan melalui wawancara dengan
9 yaitu Kecamatan Pakkat (1.345 kk), menggunakan kuisioner. Data sekunder
Onan Ganjang (567 kk), Sijamapolang (data runtun waktu) merupakan data
(355 kk), Doloksanggul (2.789 kk), yang bersumber dari publikasi Badan
Lintong Nihuta (4.567 kk), Paranginan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
(456 kk), Baktiraja (544 kk), Pollung Humbang Hasundutan, Dinas Pertanian
(1.240 kk), Parlilitan (1.239 kk), (BPS, Kabupaten Humbang Hasundutan dan
Humbang Hasundutan Dalam Angka, berbagai publikasi resmi lainnya yang
2015). berkaitan.
Menurut Higgins dalam Lubis
(2003), penentuan sampel dalam Metode Analisis Data
penelitian yang menggunakan Metode analisis data dalam
pendekatan kuantitatif memerlukan penelitian ini adalah; a) analisis
beberapa pertimbangan agar sampel deskriptif untuk menganalisis efisiensi
representatif. Dalam penelitian ini usahatani kopi dan mengetahui
metode yang digunakan untuk kebijakan pemerintah daerah dalam
menentukan besarnya sampel adalah penyediaan; akses modal, teknologi,
formula Slovin, dengan rumus : infrastruktur dan penyuluhan dalam
N meningkatkan produksi kopi, b) untuk
nc  .................................1)
1  Ne 2 mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi sentra produksi kopi
dimana :
digunakan analisis regresi linear
nc = ukuran sampel
berganda dan diestimasi dengan teknik

Jurnal Agrisep/Albina 72
ordinary least squares dengan bantuan X6 = harga pupuk (Rp)
SPSS, dengan formula: X7 = harga obat-obatan (Rp)
X8 = penyuluhan
Y  a   1X 1   2 X 2   3 X 3   4 X 4  e = term eror
 5 X 5   6 X 6   7 X 7   8 X 58 
HASIL DAN PEMBAHASAN
e......................................................2)
Efisiensi Usahatani Kopi di
Kabupaten Humbang Hasundutan
Y = Produksi kopi pada wilayah Berdasarkan hasil analisis data
analisis diketahui bahwa rata-rata penggunaan
a = Konstanta faktor produksi usahatani dan tingkat
X1 = luas lahan (Ha) efisiensi usahatani kopi di Kabupaten
X2 = modal usaha (Rp) Humbang Hasundutan pada Tabel 2.
X3 = harga kopi (Rp)
X4 = pendidikan petani (tahun)
X5 = pengalaman bertani (tahun)

Tabel 2. Rata-Rata Penggunaan Faktor Produksi dan Tingkat Efisiensi Usahatani Kopi
di Kabupaten Humbang Hasundutan
No Variabel/satuan Rata-rata R/C Ratio B/C Ratio
1 Luas Lahan (ha) 0,7 2,769 1,769
2 Modal Usaha (Rp) 3.296.955
3 Harga Kopi (Rp) 16.387,5
4 Produksi (Kg) 558
5 Harga Pupuk (Rp) 3.384,5
6 Penerimaan (Rp) 9.130.047,5
7 Pendapatan (Rp) 5.833.092,5
8 Harga Obat-obatan (Rp) 116.180
9 Pendidikan (Tahun) 9,5
10 Pengalaman (Tahun) 2,6
11 Penyuluhan (Kali) 4,2
Sumber: Data Primer, diolah 2017.
Hasil analisis data pada Tabel 2 Kabupaten Humbang Hasundutan
menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan sangat efisien.
usahatani kopi di Kabupaten Humbang Namun demikian walapun
Hasundutan adalah 0,7 ha, dengan rata- usahatani kopi di Kabupaten Humbang
rata modal usahatani yang dikeluarkan Hasundutan sudah efisien yang
petani mencapai Rp. 3.296.995/ha. Dan ditunjukkan dengan nilai R/ C ratio
produksi rata-rata yang diperoleh petani sebesar 1,769, namun produktifitas
sebesar 558 kg/ha. Rata-rata usahatani ini perlu didorong agar
penerimaan petani usahatani kopi semakin tinggi. Karena produktifitas
sebesar Rp.9.130.047,5/ tahun dan rata- rata-rata usahatani kopi diwilayah ini
rata pendapatan sebesar Rp. baru mencapai 558 kg/ ha/ tahun,
5.833.092,5/ tahun. Dengan demikian memang jauh lebih besar dibandingkan
R/C ratio usahatani kopi di Kabupaten dengan produktifitas rata-rata komoditi
Humbang Hasundutan sebesar 2,769 kopi Indonesia sebesar 525 kg/ ha/
dan B/C ratio adalah 1,769 dengan tahun.
demikian bahwa usahatani kopi di Penelitian Herman (2003)
menunjukkan bahwa poduktivitas

Jurnal Agrisep/Albina 73
usahatani kopi di Vietnam mencapai 3-
4 ton/hektar/ tahun. Produktifitas ini Faktor-faktor yang Mempengaruhi
diperoleh akibat adanya dukungan Sentra Produksi Kopi di Kabupaten
kebijakan pemerintah dalam berbagai Humbang Hasundutan
bentuk diantaranya; 1) menyediakan Berdasarkan hasil analisis data
kredit lunak dengan bunga 6- dengan analisis regresi linear berganda
7,2%/tahun, 2) memberikan dana yang diestimasi dengan ordinary least
kompensasi pengganti investasi bagi squares dengan bantuan SPSS dapat
petani, 3) membebaskan petani kopi diestimasi faktor-faktor yang
dari pajak, 4) membebaskan eksportir mempengaruhi sentra produksi kopi di
kopi dari pajak dan pungutan, dan 5) Kabupaten Humbang Hasundutan,
mengijinkan eksportir memasarkan kopi sebagaimana pada Tabel 3.
langsung ke pembeli di luar negeri
tanpa pungutan-pungutan.

Tabel 3. Hasil Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Kopi di


Kabupaten Humbang Hasundutan
No Variabel Koefisien F-Sig t-Sig R- Adjusted R-
squared squared
1. Intersep - 483.928 0.000 0.846 0.832
Luas Lahan 405.246*** 0.000
Modal Usaha 8.197*** 0.000
Harga Kopi -0.016 0.658
Pendidikan 4.655 0.283
Pengalaman 4.083 0.671
Harga Pupuk 0.000 0.999
Harga Obat 0.007 0.105
Penyuluhan -15.367 0.271
Sumber: Data Primer, diolah 2017.
Keterangan: *signifikan pada α=10%; ** signifikan pada α=5%;
***signifikan pada α=1%;

Berdasarkan hasil analisis dan penyuluhan berpengaruh nyata


regresi pada Tabel 3 dapat dilihat nilai terhadap variabel dependen produksi
adjusted R2 sebesar 0,832 yang artinya kopi.
sebesar 83,4 % variabel produksi kopi Hasil analisis secara parsial (uji
dapat dijelaskan oleh variabel luas t) dapat diketahui bahwa nilai
lahan, modal usaha, harga kopi, probabilitas Sig. t pada variabel luas
pendidikan, pengalaman, harga pupuk, lahan dan modal usaha adalah 0,00 yang
harga obat, dan penyuluhan dan berarti variabel luas lahan dan modal
sisanya sebesar 16,6 % dijelaskan usaha berpengaruh nyata terhadap
variabel lain yang tidak dimasukkan produksi kopi. Nilai koefisien regresi
kedalam estimasi. variabel luas lahan sebesar 405.25
Hasil analisis data berarti bahwa setiap kenaikan luas lahan
menunjukkan nilai probabilitas 0,000 sebesar 1 ha akan meningkatkan
(uji F), hal ini dapat diartikan secara produksi kopi sebesar 405, 25 kg. Nilai
serempak hasil koefisien regresi koefisien regresi variabel modal usaha
variabel independen luas lahan, modal adalah 8,2 yang berarti bahwa setiap
usaha, harga kopi, pendidikan, kenaikan modal usaha sebesar Rp. 1
pengalaman, harga pupuk, harga obat, akan meningkatkan produksi kopi

Jurnal Agrisep/Albina 74
sebesar 8,2 kg/ha. Dan hasil analisis penanganan yang tidak maksimal
regresi untuk variabel harga kopi, sehingga proses inovasi dan
pendidikan petani, pengalaman bertani, pengembangan akan terhambat.
harga pupuk, harga obat, dan Hasil penelitian ini sesuai
penyuluhan tidak menunjukkan adanya dengan pendapat Moehar (2001) yang
pengaruh yang signifikan. menyatakan dalam mengambil
Hasil analisis data pada Tabel 3, keputusan, petani sering kali
menunjukkan harga kopi berpengaruh berdasarkan kebiasaan, naluri, atau
namun tidak signinifikan terhadap mencontoh petani lain. Sehingga
produksi kopi, karena sebagian besar walaupun mereka mengetahui dan
petani di daerah penelitian tidak memahami teknologi, namun pada
menjual hasil produksinya secara prakteknya tetap melakukan sesuai
langsung ke pasar melainkan menjual dengan kemampuan dan modal yang
ke pedagang pengumpul (agen), dimiliki petani. Kondisi ini dilakukan
sehingga harga yang diterima petani petani pada saat pemberian pupuk,
sangat rendah. dimana petani selalu berpedoman pada
Harga obat-obatan tidak kondisi tanaman. Jika petani melihat
berpengaruh terhadap produksi kopi keadaan tanaman kurang subur dan
karena berdasarkan kenyataan di dana tersedia, maka petani akan
lapangan bahwa obat-obatan/pestisida menambahkan pupuk sesuai
hanya digunakan petani pada saat perhitungan dan takran sendiri. Kondisi
tanaman terserang hama dan penyakit. ini berlaku sebaliknya, pada saat petani
Dalam hal ini fungsi dari obat-obatan tidak mempunyai modal maka dengan
bukan untuk meningkatkan produksi terpaksa tanaman tidak dipupuk atau
melainkan untuk melindungi dan hanya menggunakan sekedar menurut
mempertahankan produksi dari kemampuan bukan menurut teknologi,
ancaman hama dan penyakit. Di kondisi inilah yang sangat berpengaruh
samping itu harga obat-obatan di daerah terhadap produksi (Moehar, 2001).
penelitian sangat mahal berkisar Tingkat pendidikan formal yang
Rp.100.000 hingga Rp. 120.000/liter dimiliki petani tidak berpengaruh
sehingga petani tidak mampu untuk terhadap produksi kopi. Hasil penelitian
membeli obat-obatan. menunjukkan bahwa sebagian besar
Demikian juga harga pupuk petani kopi di daerah ini hanya lulusan
memiliki pengaruh yang tidak sekolah dasar (SD/Sederajat). Hal ini
signifikan terhadap produksi kopi dapat menunjukkan bahwa tingkat
karena sebagian besar petani mengaku pendidikan formal petani tergolong
bahwa harga pupuk sangat mahal sangat rendah. Rendahnya pendidikan
sehingga petani hanya melakukan petani ini menyebabkan mereka
pemupukan secukupnya sesuai dengan kesulitan untuk menyerap informasi dan
kemampuan petani atau ketersediaan inovasi teknologi.
dana yang dimiliki petani itu sendiri. Hasil penelitian ini sesuai
Hasil penelitian sebagaimana dengan penelitian Bagamba dalam
pada Tabel 3 menunjukkan bahwa Nansi (2011) menyatakan rendahnya
pengalaman bertani tidak berpengaruh pendidikan formal memberikan dampak
terhadap produksi kopi karena negatif terhadap kegiatan usahatani.
keterbatasan modal yang dimiliki petani Artinya jika semakin tinggi tingkat
untuk menerapkan hal-hal yang pendidikan formal yang dimiliki
sebenarnya sudah diketahui petani seorang tenaga kerja akan semakin
sebelumnya. Sehingga pengaruh yang sedikit waktu yang dicurahkan terhadap
muncul dari kondisi ini adalah kegiatan usahatani, tetapi akan lebih

Jurnal Agrisep/Albina 75
fokus kepada kegiatan non-usahatani Pengembangan usahatani
sebab dengan pendidikan yang tinggi komoditi kopi di Kabupaten Humbang
dengan keahlian yang dimiliki akan Hasundutan pada saat ini masih relatif
lebih produktif untuk kegiatan diluar non komersial yang bisa dilihat dari
usahatani. kepemilikan luas lahan dan metode
Hasil penelitian pada Tabel 3 pengelolaan usahatani yang masih
menunjukkan penyuluhan tidak bersifat subsistem, namun walaupun
berpengaruh terhadap produksi demikian luasan lahan yang dikelola
usahatani kopi. Hal ini disebabkan petani dan produksi komoditi kopi di
faktor modal yang dimiliki oleh petani. wilayah uni cendrung mengalami
Tingkat penyuluhan yang diterima peningkatan .
petani juga sejalan dengan pengalaman Hasil penelitian melalui
petani, di mana meskipun petani wawancara dengan petani kopi
memiliki pengalaman dan pemahaman (reponden) menunjukkan bahwa proses
dari penyuluh pertanian namun apabila pengembangan usahatani kopi di
petani memiliki modal yang terbatas, Kabupaten Humbang Hasundutan masih
maka petani juga tidak akan berjalan berdasarkan prakarsa
menerapkan sesuai dengan hasil yang masyarakat itu sendiri. Kebijakan yang
didapatkan petani dari kegiatan dilakukan pemerintah daerah dalam hal
penyuluhan yang mereka ikuti. pengembangan komoditi kopi masih
belum mendukung kegiatan usahatani
Kebijakan Pemerintah Dalam kopi di wilayah ini sebagaimana
Meningkatkan Produksi Kopi di disajikan pada Tabel 4.
Kabupaten Humbang Hasundutan

Tabel. 4. Kondisi Eksisting Kebijakan Pengembangan Usahatani Kopi di Kabupaten


Humbang Hasundutan
Kondisi Eksisting Variabel Kebijakan Pemerintah
Variabel Kebijakan Pemerintah Sebagai Pendukung Usahatani Komoditi Kopi di
No Humbang Hasundutan (nstrumen Kondisi eksisting Kabupaten Humbang Hasundutan Keterangan
survey) tidak kurang sangat
memadai
memadai memadai memadai sample
1 % tase 2 % tase 3 % tase 4 % tase
1 Modal (Rp) 3,5-4,5 juta/ha 15 15% 22 22% 38 38% 25 25% 100 kebutuhan petani
- Bibit tanaman pangan lokal 15 15% 45 45% 23 23% 17 17% 100 belum sertifikat
- Alat-alat pertanian tidak tersedia/ mahal 14 14% 55 55% 18 18% 13 13% 100
- Subsidi Pupuk ada/ terbatas 11 11% 60 60% 17 17% 12 12% 100 terbatas
2 Infrastruktur sentra pertanian ada/kurang mendukung 9 9% 14 14% 66 66% 11 11% 100
-Fasilitas jalan ada/kurang mendukung 11 11% 10 10% 67 67% 12 12% 100 tersedia
3 SDM usahatani tersedia/ tidak terlatih 35 35% 54 54% 7 7% 4 4% 100
-Penyuluhan ada/ terbatas 55 55% 22 22% 15 15% 8 8% 100 butuh pendampingan
-Pelatihan ada/ terbatas 56 56% 19 19% 16 16% 9 9% 100 kurang pelatihan
Sumber: Data Primer, diolah 2017.
Tabel 4 menunjukkan kondisi dimana sekitar 60% responden
eksisting kebijakan pemerintah dalam menyatakan bahwa pupuk terbatas di
pengembangan usahatani kopi di tingkat petani kopi, artinya kebijakan
Kabupaten Humbang Hasundutan dapat pemerintah dalam hal penyediaan
dilihat dari komponen modal, pupuk terutama pupuk bersubsidi
infrastruktur sentra pertanian dan kurang memadai/ terbatas ditingkat
sumber daya manusia usahatani. petani, padahal pupuk ini sangat
Hasil analisis data menunjukkan dibutuhkan petani kopi dalam rangka
bahwa kondisi yang paling buruk terjadi meningkatkan produksi usahatani kopi
pada variabel ketersediaan pupuk, diwilayah ini. Kondisi ini mendukung

Jurnal Agrisep/Albina 76
hasil analisis data yang disajikan pada sangat besar bagi peningkatan produksi
Tabel 3, bahwa pupuk menjadi tidak usahatani kopi masrakat di daerah
signifikan (dengan nilai t sig 0.999) Githunguri Kenya.
dalam meningkatkan produksi usahatani Disamping itu Mawardi
kopi, karena keterbatasan pupuk subsidi (2008), menyampaikan selain organisasi
dan pupuk non subsidi harganya sangat petani atau kelompok tani sangat perlu
mahal sehingga petani hanya diberikan informasi teknologi baik
melakukan pemupukan secukupnya. dibidang produksi yang inovatif
Hasil analisis data sebagaimana maupun teknologi pembibitan yang baik
pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa dalam rangka meningkatkan daya saing
pelatihan petani sebagai salah satu kopi rakyat. Disamping itu diperlukan
elemen dalam pengembangan sumber upaya untuk memotivasi petani seperti
daya manusia (SDM) belum atau tidak pemberian insentif agar petani
memadai, dimana sekitar 56% termotivasi untuk meningkatkan
responden mengatakan kebijakan produksi usahatani kopi.
pemeritah melakukan pelatihan dalam Handito (2011) menyampaikan
rangka pengembangan usahatani kopi di kebijakan pengembangan usahatani
wilayah ini masih belum memadai. Hal kopi harus mengandung elemen-elemen
ini mendukung hasil analisis data yang yang terkait dengan agaribisnis
disajikan pada Tabel 3, bahwa usahatani kopi itu sendiri, yaitu; 1)
pengalaman petani yang diperoleh invetarisasi dan konsolidasi areal
diantaranya melalui pelatihan tidak usahatani kopi, 2) penetapan lokasi
signifikan (dengan nilai t sig 0.671) industri kopi secara terpadu; 3)
dalam rangka meningkatkan produksi mengembangkan organisasi petani
usahatani kopi. Demikian juga dengan sebagai media untuk mengembangkan
variabel penyuluhan, dimana sekitar 55 pengelolaan usahatani/ perkebuan yang
% responden mengatakan kebijakan efisien, produktif, khususnya dalam
pemerintah dalam hal penyuluhan penerapan teknologi pengembangan
kepada petani belum memadai dalam perkebunan kopi yang baru, dan 4)
mendukung pengembangan usahatani mengembangkan jejaring antar asosiasi
kopi di Kabupaten Humbang petani, pengolah dan stakeholder
Hasundutan, pelaksanaan penyuluhan lainnya dengan demikian akan tercipta
ini masih membutuhkan pendampingan pengembangan usahatani kopi secara
dalam rangka proses implementasi di berkelanjutan.
lokasi sentra produksi usahatani kopi di Hasil ini sesuai dengan hasil
wilayah ini. penelitian Pujianto (2007) yang
Hasil analisis data sebagaimana menyampaikan bahwa sistem produksi
pada Tabel 4 juga menunjukkan bahwa kopi berkelanjutan memiliki empat
kebijakan pemerintah dalam hal dimensi yang saling terkait antara satu
pengadaan bibit kopi yang unggul atau dengan yang lainnya; dimensi
bersertifikat belum dirasakan petani, lingkungan, ekonomi, sosial. Lebih
dimana sekitar 45% responden lanjut Pujiyanto (2007) menyampaikan
mengatakan bahwa bibit kopi yang dimensi lingkungan meliputi kelestarian
mereka tanaman adalah bibit lokal atau lahan (tanah, air dan sumberdaya
tidak bersertifikat, kondisi ini tentu genetik) dan kelestarian produksi kopi
berdampak pada produksi kopi yang itu sendiri. Dimensi ekonomi adalah
dihasilkan petani. saling ketergantungan dan
Hasil penelitian Gathura (2013) menguntungkan antapelaku agribisnis
menunjukkan bahwa kebijakan kopi. Dimensi sosial yaitu dampak
pemerintah memberikan dampak yang sosial agribisnis kopi dan kesejahteraan

Jurnal Agrisep/Albina 77
petani atau karyawan yang terlibat kepada petani belum mendukung
dalam agribisnis kopi. pengembangan usahatani kopi.
Pengembangan usahatani kopi
berkelanjutan tersebut dapat dilakukan Saran
melalui berbagai upaya diantaranya; 1) Berdasarkan hasil penelitian
maksimalisasi diversitas kebun kopi, 2) disarankan, a) agar pemerintah
integrasi ternak dalam sistem budidaya memfasilitasi petani untuk mendapatkan
kopi, 3) pengendalian degradasi tanah, akses modal untuk mengembangkan
4) optimasi produksi sesuai dengan usahatani kopi di Kabupaten Humbang
potensi lahan, 5) aplikasi teknologi Hasundutan, b) agar pemerintah
adaptif spesifik lokasi, 6) optimasi daerah meningkatkan pelatihan dan
kualitas hasil produksi, dan 7) penyuluhan bagi petani serta menjamin
perlindungan melalui sertifikasi. ketersediaan pupuk terutama pupuk
subsidi di wilayah ini, c) agar
KESIMPULAN DAN SARAN pemerintah melakukan pengembangan
Kesimpulan sumber daya manusia (SDM) serta
Berdasarkan hasil penelitian pengembangan teknologi pembibitan
disimpulkan; (1) rata-rata luas lahan untuk mendapatkan bibit yang unggul
usahatani kopi di Kabupaten Humbang (berkualitas) dalam rangka
Hasundutan adalah 0,7 ha, dengan pengembangan usahatani kopi di
produksi rata-rata 558 kg/ha, rata-rata Kabupaten Humbang Hasundutan.
penerimaan Rp.9.130.047,5/tahun dan
rata-rata pendapatan Rp. 5.833.092,5/ UCAPAN TERIMAKASIH
tahun dan nilai R/C ratio 2,769 dan Terima kasih diucapkan kepada
usahatani kopi di wilayah ini dikatakan Direktorat Riset dan Pengabdian
efisien, (2) Nilai adjusted R2 sebesar Masyarakat (DRPM), Direktorat
0,832 artinya 83,4 % variabel produksi Jenderal Pendidikan Tinggi,
usahatani kopi dapat dijelaskan oleh Kemenristek DIKTI yang telah
variabel luas lahan, modal usaha, harga mendanai kegiatan Penelitian Dosen
kopi, pendidikan, pengalaman, harga Pemula ini untuk Tahun 2017.
pupuk, harga obat, dan penyuluhan, (3)
Variabel luas lahan dan modal usaha DAFTAR PUSTAKA
berpengaruh positif dan signifikan BPS. 2015. Kabupaten Humbang
terhadap produksi usahatani kopi di Hasundutan Dalam Angka
Kabupaten Humbang Hasundutan, Tahun 2015. Doloksanggul.
namun variabel harga kopi, pendidikan, BPS. 2016. Kabupaten Humbang
pengalaman, harga pupuk, harga obat Hasundutan Dalam Angka
dan penyuluhan berpengaruh namun Tahun 2016. Doloksanggul.
tidak signifikan terhadap produksi kopi Fatma, Zuraida. 2011. Analisis Fungsi
di wilayah ini, (4) Kebijakan Produksi dan Efisiensi
pemerintah dalam hal menjamin Usahatani Kopi Rakyat di Aceh
ketersediaan pupuk terutama pupuk Tengah. Tesis Program
bersubsidi kurang memadai/ terbatas Pascasarjana Studi Ilmu
ditingkat petani yang disampaikan 60% Ekonomi Pertanian. IPB Bogor.
responden, kemudian 56% responden Gathura, Margaret Njeri. 2013. Factors
mengatakan pelatihan petani sebagai affecting Small-Scale Coffee
salah satu elemen dalam pengembangan Production in Githunguri
sumber daya manusia (SDM) belum District, Kenya. International
memadai. Serta sekitar 55 % responden Journal of Academic Research
mengatakan kebijakan penyuluhan in Business and Social Sciences.

Jurnal Agrisep/Albina 78
September 2013, Vol. 3, No. 9 Moehar. 2001. Pengantar Ekonomi
ISSN: 2222-6990. Pertanian. Bumi Aksara:Jakarta.
Handito. 2011. Analisis Faktor-faktor Nansi. 2011. Analisis Pengambilan
yang mempengaruhi keuntungan Keputusan Pilihan Tujuan Usaha
usaha pada klaster industri dan Ekonomi Rumah Tangga
pengolahan kopi (Studi kasus: Tani Peternak Babi Di
usaha tani kopi, di Kabupaten Kabupaten Minahasa. Program
Temanggung), Fakultas Pasca Sarjana Fakultas Pertanian
Ekonomi Universitas Sebelas Universitas Gadjah Mada.
Maret Surakarta. Yogyakarta.
Herman. 2003. Membangkitkan Pujiyanto. 2007. Arah Menuju Produksi
kembali peran komoditas kopi Kopi Berkelanjutan. Warta
bagi perekonomian Indonesia, Puslitkoka Indonesia, 23(1): 1-10.
Makalah. Sekolah Pascasarjana Risandewi, Tri. 2013. Analisis
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Eefisiensi Produksi Kopi
Ilyas, R. 1991. Analisis Permintaan Robusta di Kabupaten
Luar Negeri Terhadap Kopi Temanggung (Studi Kasus di
Indonesia. Disertasi. Program Kecamatan Candiroto). Badan
Pascasarjana. UGM. Penelitian Dan Pengembangan
Yogyakarta. Provinsi Jawa Tengah Jurnal
Indra. 2011. Penentuan Skala Usaha Litbang Provinsi Jawa Tengah,
Dan Analisis Efisiensi Ekonomi Volume 11 Nomor 1.
Usahatani Kopi Rakyat Di Spillane, J, J. 1991. Komoditi Kopi,
Kabupaten Aceh Tengah, Jurnal Perananya Dalam
Agrisep. Vol (12) No. 1. Perekonomian Indonesia.
Fakultas Pertanian. Universitas Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Syahkuala Banda Aceh.
Lepi T, Tarmizi, 1990. Strategi
Pemasaran Kopi Bubuk Dalam
Negeri. Makalah Seminar
Peningkatan Konsumsi Kopi.
AEKI. Jakarta.
Marlina, L. 2005. Analisis Ekspor Kopi
Sumatera Utara dan
Pengaruhnya Terhadap Tingkat
Pendapatan Petani Kopi Serta
Kaitannya Dengan
Pengembangan Wilayah. Tesis.
Program Pascasarjana USU.
Medan
Mawardi, Surip. 2008. Strategi ekspor
komoditas perkebunan dalam
situasi krisis finansial, kasus
pada kopi, Makalah pada
Seminar Nasional dan Display
Product dalam rangka Dies
Natalis ke-44 Fakultas Pertanian
Universitas Jember, Jember, 23
Desember 2008.

Jurnal Agrisep/Albina 79

You might also like