You are on page 1of 12

JIIA, VOLUME 5 No.

3, AGUSTUS 2017

PERANAN KOPI RAKYAT TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH


KABUPATEN LAMPUNG BARAT

(Role of Smallholders Coffee to Regional Economic of West Lampung Regency)

Lina Marlina1, Arya Hadi Dharmawan2, Yetti Lis Purnamadewi2


1
Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No.1
Bandar Lampung 35145, Telp. 081272444765, e-mail: lina.marlina@fp.unila.ac.id
2
Institut Pertanian Bogor, Jl Raya Dramaga Km 7, Bogor

ABSTRACT

This study aims to analyze the value chain of coffee commodity, to review and to analyze the economic
contribution of coffee to household incomes of coffee farmers and also to assess and to examine the role of
coffee plantations sector in supporting the economy of West Lampung Regency. The experiment is conducted
in June to July 2013 in Gedung Surian Sub-District, West Lampung Regency. The Respodent are coffee
farmers, coffee traders, and women’s farming groups. Data analysis includes an economic analysis of coffee
smallholders, marketing efficiency analysis and regional analysis. The results are: (1) Coffee commodity
chain in the research area is quite long and complicated because the farmers faced many difficulties to sell
their coffee directly so farmer as price taker. (2) Coffee sector contributes significantly to overall household
income of coffee farmers. Farmers' share of household expenditure for non-food needs, especially tertiary is
the highest. (3) Coffee deserves to be developed in West Lampung because it has rapid growth and
competitive. Coffee plantation sector also employs more than 20% people and contributed 6,49% to GDP of
West Lampung Regency. The existence of additional potential revenue is Rp287.168.700.000,- from the
coffee if it was processed in West Lampung.

Key words: economic analysis, coffee smallholders, regional economic, value chain

PENDAHULUAN 52,33% dari ekspor seluruh komoditas pertanian


dan kehutanan, dengan nilai ekspor rata-rata
Sektor pertanian berperan penting dalam 28,13%. Tingginya permintaan komoditas kopi
pengembangan ekonomi wilayah Kabupaten Lampung untuk ekspor diharapkan berdampak
Lampung Barat karena merupakan sektor yang terhadap peningkatan produksi di dalam negeri dan
memberikan kontribusi terbesar bagi pendapatan pendapatan di tingkat petani khususnya pada
domestik bruto (PDRB) Kabupaten Lampung daerah sentra produksi kopi di Kabupaten
Barat, yakni sebesar 57,21%. Tanaman perkebunan Lampung Barat Provinsi Lampung. Peningkatan
sendiri memberikan kontribusi sebesar 24,82%. produksi dan pendapatan petani kopi ini tentunya
Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
kabupaten penghasil komoditas kopi. Tahun 2011 meningkatkan perekonomian wilayah.
produksinya mencapai 60.713 ton dengan luas
59.859 Ha (BPS Provinsi Lampung 2012). Hal Ini Harga kopi yang diterima petani kopi Lampung
menempatkan Kabupaten Lampung Barat sebagai sangat kecil jika dibandingkan dengan harga
Kabupaten penghasil kopi terbesar di Provinsi eceran di negara pengimpor utama. Hutabarat
Lampung jika dibandingkan dengan (2006) memaparkan harga kopi di Lampung hanya
kabupaten/kota penghasil kopi lainnya. 1,8% dari harga eceran di Jepang, 4,1% dari harga
eceran di Italia, 5,5% dan 5,7 % dari harga eceran
Permintaan yang tinggi dari pasar dunia terhadap di Jerman dan Amerika Serikat, kemudian di
kopi Indonesia dapat dilihat dari total ekspor kopi belanda yakni 6,8%. Nilai persentase yang sangat
(biji dan olahannya) tahun 2010 sebesar 433,6 ribu kecil ini menunjukkan bahwa banyak pihak yang
ton dengan nilai US$ 814,3 juta yang dipasarkan menikmati marjin keuntungan usahatani kopi.
ke-65 negara tujuan ekspor (Ditjen PPHP Panjangnya rantai pemasaran komoditas kopi
Kementan 2012). Kemudian, ekspor kopi menyebabkan petani sebagai produsen kopi sangat
Lampung berdasarkan data dari BPS Provinsi tergantung pada para pedagang besar akibatnya
Lampung selama lima tahun terakhir (2007-2011) mereka tidak dapat lagi sebagai penentu harga.
menunjukkan nilai positif. Rata-rata volume ekspor

292 Sebagian artikel ini telah dipresentasikan dalam International Workshop


(Purnamadewi dan Marlina, 2014)
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

Perkembangan harga pada tingkat petani di yang ada yaitu kopi mengalir keluar daerah dan
Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 tidak memberikan manfaat ke daerah tersebut.
berdasarkan data Disbun Provinsi Lampung (2012) Padahal, Kabupaten Lampung Barat merupakan
berada pada kisaran Rp 16.200,- per kilogram. sentra perkebunan kopi di Provinsi Lampung.
Harga yang diterima petani jauh lebih rendah jika Back-wash effect ini dapat memperparah lingkaran
dibandingkan dengan harga pada tingkat eksportir kemiskinan di suatu daerah (Rustiadi et al 2011).
yang mencapai Rp 19.000,- per kilogramnya.
Nainggolan dalam Bakti (2011) menyatakan Permasalahan yang perlu segera ditangani dalam
bahwa kemiskinan petani lebih disebabkan oleh pengelolaan sektor perkebunan kopi di Kabupaten
ketidakmampuan petani untuk menentukan harga Lampung Barat antara lain, bagaimanakah rantai
(price taker), tidak seperti pedagang yang mampu nilai komoditas kopi di Kabupaten Lampung
menentukan harga output dari produknya (price Barat?, seberapa besarkah ekonomi kopi
maker). menyumbang pendapatan kepada rumah tangga
petani kopi di Kabupaten Lampung Barat, dan
Sumaryanto dan Sudaryanto (2009) menerangkan, sejauhmana sektor perkebunan kopi rakyat
sektor pertanian sebagai sumber pendapatan mendukung perekonomian Kabupaten Lampung
rumahtangga di pedesaan masih belum mencapai Barat?. Berdasarkan perumusan masalah yang ada,
sasaran yang diharapkan. Demikian pula halnya maka penelitian ini bertujuan untuk: (1)
dengan tanaman perkebunan. Periode waktu yang menganalisis rantai nilai komoditas kopi, (2)
relatif lama bagi komoditas perkebunan untuk mengkaji dan menganalisis sumbangan ekonomi
memperoleh hasil menyebabkan petani harus kopi terhadap pendapatan rumah tangga petani
mencari alternatif pendapatan di luar usahatani kopi, dan (3) menilai dan mengkaji peran sektor
kopi diantaranya dari sektor non pertanian. perkebunan kopi rakyat dalam mendukung
Meskipun sebagian besar dari kesempatan kerja perekonomian Kabupaten Lampung Barat.
non pertanian yang dapat diakses penduduk
perdesaan adalah di sektor non formal. METODE PENELITIAN
Dharmawan (2001) dalam Tulak (2009) juga
menjelaskan prospek pola nafkah di desa-desa di Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga
Indonesia pada masa mendatang akan dicirikan Juli 2013. Lokasi penelitian berada di Kecamatan
oleh semakin kompleksnya sumber-sumber Gedung Surian, Kabupaten Lampung Barat,
pendapatan rumahtangga petani dimana terjadinya Provinsi Lampung. Responden dalam penelitian
diversifikasi sumber-sumber pendapataan ini adalah 60 orang petani kopi, pedagang yang
rumahtangga petani. terlibat dalam pemasaran kopi, dan kelompok
wanita tani. Tahap penentuan sampel petani
Saragih (2011) menyatakan bahwa kopi akan sebagai berikut: Pertama, pemilihan wilayah
menjadi salah satu komoditas penting dalam penelitian yaitu Kecamatan Gedung Surian (salah
perekonomian wilayah dan berdampak langsung satu daerah sentra kopi). Kedua, pemilihan
bagi kesejahteraan petani. Sebab, hampir desa/pekon yaitu: Pekon Trimulyo dan Pekon
seluruhnya (96%) areal kopi secara nasional Puramekar (pertimbangan: lokasi, akses terhadap
dikelola oleh rakyat. Artinya, pengembangan kopi pasar, dan sosial budaya). Ketiga, pemilihan 60
akan langsung menyentuh sendi-sendi kehidupan orang responden petani kopi yaitu: 30 orang dari
petani di berbagai sentra produksi. Kopi pekon Tri Mulyo, 30 orang dari pekon Puramekar
merupakan komoditas unggulan daerah Kabupaten (pertimbangan: jumlah petani kopi terbanyak).
Lampung Barat, sehingga diperlukan upaya Keempat, pemilihan 7 orang responden pedagang
pengembangan komoditas kopi tidak hanya meliputi pedagang perantara dan pengumpul
sebagai penopang perekonomian daerah, tetapi (pertimbangan: quota sesuai kebutuhan). Kelima,
juga turut membangun perekonomian rakyat. pemilihan 2 kelompok wanita tani (pertimbangan:
skala usaha besar dan kecil).
Menurut Kindangen dan Bahtiar (2010), pada
umumnya masyarakat tani masih sulit keluar dari Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
kondisi perolehan nilai produk mereka dan hanya adalah data primer dan data sekunder. Data primer
tergantung dari nilai produk primer. Hal ini diperoleh melalui survei langsung di lapangan
merupakan indikasi terjadinya kebocoran wilayah melalui teknik wawancara Sedangkan data
yang menyebabkan terjadinya back-wash effect di sekunder diperoleh dari berbagai sumber
Kabupaten Lampung Barat, dimana sumberdaya kepustakaan dan data beberapa instansi terkait.

293
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

Analisis data yang digunakan dalam menjawab pengeluaran untuk pangan dapat dihitung
tujuan penelitian meliputi analisis ekonomi kopi sebagai berikut:
rakyat, analisis efisiensi pemasaran dan analisis
kewilayahan.  PEn 
PEP     x100% .............................(3)
Analisis Ekonomi Kopi Rakyat  TE 
1. Pendapatan usahatani, untuk melihat
pendapatan yang diperoleh petani kopi selama dimana:
satu musim. Pendapatan usahatani adalah PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan
selisih antara penerimaan dan semua biaya (%)
(Soekartawi 2006) Dengan demikian: Pen = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th)
TE = Total pengeluaran rumah tangga
Pd = TR – TC ..............................................(1) petani (Rp/th)

Keterangan: Analisis Efisiensi Pemasaran


Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total penerimaan 1. Marjin pemasaran
TC = Total biaya
Mayrowani dan Darwis (2009) menjelaskan
2. Struktur pendapatan rumah tangga petani bahwa marjin pemasaran merupakan
perbedaan harga yang diterima oleh petani
Sadikin dan Subagyono (2009) menjelaskan dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen.
bahwa struktur pendapatan rumah tangga Sehingga dalam perhitungan marjin pemasaran
petani menunjukkan sumber-sumber utama digunakan rumus:
keluarga petani dari sektor mana saja dan
seberapa besar kontribusi setiap subsektor Mm = Pe – Pf
ekonomi dapat membentuk besaran total Mm = Ps – Pb ...................................(4)
pendapatan keluarga petani. Selanjutnya
secara sederhana struktur pendapatan rumah Keterangan:
tangga petani dari sektor pertanian menurut Mm = Marjin pemasaran
Nurmanaf (2005) dan Sudana et al. (2007) Pe = Harga di tingkat kelembagaan
masih dalam Sadikin dan Subagyono (2009) pemasaran
dapat ditentukan sebagai berikut : Pf = Harga di tingkat petani
Ps = Harga jual pada setiap tingkat
lembaga pemasaran
 TPSP  Pb = Harga beli pada setiap tingkat
PPSP     x100% ................... (2)
 TP  lembaga pemasaran

Keterangan: 2. Farmer’s share


PPSP = pangsa pendapatan sektor pertanian
(%) Untuk mengetahui bagian harga yang diterima
TPSP = Total pendapatan dari sektor petani kopi menggunakan perhitungan
pertanian (Rp/th) farmer’s share, maka digunakan rumus
TP = Total pendapatan rumah tangga sebagai berikut (Kusuma et al. 2013)):
petani
Pf
3. Struktur pengeluaran rumah tangga petani SPf  x100% ..........................................(5)
Pr
Menurut Sadikin dan Subagyono (2009), Keterangan:
semakin besar pangsa pengeluaran untuk SPf = Bagian yang diterima petani
pangan, menunjukkan bahwa pendapatan Pr = Harga jual ditingkat petani (Rp/Kg)
rumah tangga masih terkonsentrasi untuk Pf = Harga jual ditingkat konsumen
memenuhi kebutuhan dasar (susbsisten). (Rp/Kg)
Kemudian secara sederhana pangsa

294
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

3. Struktur pasar 2. Analisis deskriptif

Analisis secara deskriptif dengan Analisis deskriptif untuk menalisis dari data-
mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli data yang ada beberapa hal berikut ini:
yang terlibat, sifat produk yang dipasarkan, a. Kontribusi kopi terhadap pembentukan
mudah tidaknya untuk mengetahui informasi PDRB
pasar, dan mudah tidaknya keluar masuk pasar. b. Kopi dan kesempatan kerja
c. Efek dampak balik (feed back)

Analisis Kewilayahan HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis shift share Rantai Nilai Komoditas Kopi

(Rustiadi et al. 2011) menjelaskan, untuk Terdapat beberapa lembaga pemasaran dalam
melihat potensi pertumbuhan produksi pemasaran kopi di wilayah penelitian. Pertama,
sektoral dari suatu kawasan/wilayah, dapat yang berfungsi mengambil langsung ke petani
menggunakan shift share analysis (SSA). yang dalam bahasa setempat (semende) disebut
Pada prinsipya, menurut Daryanto dan “cingkau kawe” atau pedagang perantara. Kedua,
Hafizrianda (2010) SSA berusaha untuk pedagang pengumpul I yang berfungsi membeli
memecah atau mendekomposisi besaran barang secara dikumpulkan baik dari produsen
deviasi (selisih) antara nilai tambah maupun pedagang perantara dengan skala relatif
(menggunakan pendekatan nilai tambah) pada lebih besar dari pedagang perantara. Ketiga,
tahun ke-t dengan nilai tambah pada tahun pedagang pengumpul II yang berfungsi membeli
dasar. Jika dituangkan dalam bentuk barang secara dikumpulkan baik dari produsen,
persamaan sebagai berikut: pedagang perantara maupun dari pedagang
pengumpul I dengan skala relatif lebih besar dari
∆Yij = PRij + PPPij + PPWij..................... (6), pedagang pengumpul II. Keempat, Pedagang besar
secara rinci dapat dituliskan: yang memiliki skala usaha yang lebih besar
Y’ij – Yij = ∆Yij = Yij (Ra-1) + Yij (Ri-Ra) + daripada pedagang pengumpul I dan II. Pedagang
Yij (ri-Ri) ................................................... (7) besar disini dapat juga berupa perwakilan
perusahaan atau eksportir di tingkat kabupaten.
∆Yij = Perubahan dalam pendapatan Saluran pemasaran kopi di wilayah penelitian
subsektor pertanian ke-i pada seperti pada Gambar 1.
wilayah ke-i
Yij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada Saluran pemasaran pada tiap kategori luas lahan
provinsi ke-i pada tahun dasar pada umumnya sama. Petani berlahan sempit,
analisis sedang, dan luas ada yang menjual langsung
Y’ij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada kepada pedagang pengumpul maupun langsung
provinsi ke-i pada tahun akhir dengan pedagang besar. Petani kopi di wilayah
analisis penelitian memiliki kebebasan menjual hasil
Yi = PDRB subsektor pertanian ke-i usahatani kopinya yang langsung ke pedagang
diseluruh wilayah penelitian tahun pengumpul I, pengumpul II, atau melalui pedagang
dasar analisis perantara (cingkau kawe). Karena berbagai
Y’I = PDRB subsektor pertanian ke-i pertimbangan terkadang petani tidak dapat menjual
diseluruh wilayah penelitian tahun langsung ke pedagang besar, sehingga seringkali
akhir analisis petani menjual kepada pedagang perantara maupun
Y.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pedagang pengumpul. Sebagian petani kopi
pada tahun dasar analisis memiliki kebun kopi di daerah HKM yang
Y’.. = PDRB seluruh subsektor pertanian letaknya di daerah pegunungan dan cukup jauh
pada tahun dasar analisis dari pusat desa, oleh karenanya faktor jarak, biaya
Ra = Y’.. / Y.. transportasi yang mahal dan sulitnya transportasi,
Ri = Y’i./Yi. serta infrastruktur jalan yang jauh kurang
ri = Y’ij / Yij mendukung, terkadang menjadi kendala dalam
pemasaran kopi sehingga kemudian petani menjual

295
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

kepada pedagang perantara atau “cingkau kawe” atas landasan saling kepercayaan yang kuat
yang dirasakan lebih praktis. diantara mereka. Bagi petani, biaya transaksi yang
mahal masih reasonable selama kehadiran
Petani yang menjual kepada pedagang pengumpul pengijon dan rentenir tidak dapat digantikan oleh
baik ke pedagang pengumpul I maupun II biasanya lembaga manapun yang mampu memberikan “rasa
karena adanya suatu ikatan, mereka merupakan aman” yang setara bagi petani.
salah satu mata rantai perdagangan kopi yang
terdekat dengan petani (baik dari aspek kedekatan Keterikatan ini menyebabkan petani tidak memiliki
emosional dan tempat), dengan menjual hasil posisi tawar yang tinggi sehingga terpaksa harus
kepada mereka, petani dapat diberikan pinjaman menerima harga yang telah ditetapkan para
untuk memenuhi kebutuhan seperti pembelian pedagang. Selain itu, pedagang terkadang
input dan kebutuhan sehari-hari petani. Pedagang menurunkan standar harga dari yang seharusnya.
pengumpul bersedia memberikan pinjaman kepada Sedangkan apabila petani tidak terikat dengan para
petani agar mereka dapat mengikat petani sehingga pedagang bisa melakukan proses tawar menawar
stok kopi tetap terjaga. sekitar Rp100,- hingga Rp 200,- per kilogramnya.
Rendahnya harga yang diterima petani selain
Dharmawan menyatakan adanya hubungan karena akibat keterikatan tersebut juga karena
permodalan yang tidak tergoyahkan antara sering petani menjual kopi dengan kadar air yang
pengijon atau rentenir dengan petani kecil di tinggi akibat kebutuhan yang mendesak terutama
pedasaan yang sangat kontroversial karena di awal musim panen.
terbangunnya jejaring keamanan sosial nafkah di

Industri kopi bubuk rumahan


Petani (KWT)

Cingkau Kawe Kelompok Tani Eksportir


(Pedagang Perantara)

Pedagang Pengumpul I Pedagang Pengumpul II Pedagang Besar

Gambar 1. Saluran pemasaran kopi di Kecamatan Gedung Surian


Sumber: hasil penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh dari survei yang menjual kopi kepada pedagang besar harga
terhadap para pedagang kopi di wilayah penelitian, tergantung dengan pedagang besar tersebut.
para pedagang kopi ini mendapatkan untung yang Terkadang pedagang perantara dan pengumpul
besar dari perdagangan kopi baik di level pedagang menjual kopi tidak hanya kepada satu atau dua
perantara skala kecil (cingkau kawe) hingga pedagang besar.
pedagang besar. Keuntungan yang diperoleh
dengan memainkan harga berdasarkan harga basis. Hal ini dapat menjadi kendala karena berarti
Eksportir memberikan harga basis kepada pedagang tidak memiliki keterikatan khusus
pedagang besar, kopi dengan kadar air tertentu dengan salah satu pedagang besar maka akan ada
akan dihargai tertentu pula. perbedaan harga basis yang diterapkan antara yang
selalu, kadang-kadang dan jarang. Untuk pedagang
Selain menerima penjualan dari petani, pedagang pengumpul yang selalu menjual kepada pedagang
besar juga menerima dari pedagang perantara besar akan diberikan harga basis lebih tinggi
(cingkau kawe), pedagang pengumpul I dan dibandingkan dengan yang kadang-kadang dan
pedagang pengumpul II. Pedagang pengumpul jarang.

296
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

Marjin pemasaran Pedagang besar mengambil keuntungan dari harga


basis yang ditetapkan dari eksportir, kemudian
Marjin pemasaran merupakan analisis yang permainan dalam pengukuran kadar air misalnya
digunakan untuk melihat perbedaan harga yang kadar air 18 menjadi 19. Selain itu, keuntungan
diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan juga diperoleh dari kopi asalan yaitu kopi yang
oleh konsumen. Hasil dari penelitian ini adalah pecah, ukuran kecil, dan hitam yang tidak
diperoleh informasi bahwa petani biasanya memenuhi kriteria. Kopi inilah yang kemudian
menjual kopi tidak secara langsung karena pada juga dijual ke eksportir dan nantinya untuk diolah
umumnya waktu panen dilakukan sebanyak tiga menjadi kopi instan. Sedangkan Cingkau kawe
kali, tahap satu, dua, dan tiga. Pada panen tahap mengambil kopi dengan cara berkeliling
pertama petani menjual kopi dengan kadar air yang mendatangi petani di perkebunan yang jauh dari
tinggi sehingga diperoleh harga yang rendah serta peukiman penduduk, keuntungan diperoleh dari
kualitas rendah akibat dilakukan kilang untuk selisih harga dan biaya angkut. Sebagai contoh,
mempercepat pengeringan. Sedangkan untuk harga dari pedagang pengumpul adalah Rp
panen kedua dan ketiga pengolahan kopi lebih baik 17.025,- per kilogramnya maka pedagang
sehingga diperoleh kopi dengan kualitas baik perantara membeli kopi dengan selisih Rp 100 - Rp
dengan harga jual yang tinggi. Oleh karena itu, 200,- per kilogramnya.
dalam penelitian ini dilihat harga rata-rata di
tingkat petani adalah Rp 16.000,-/kg. Perilaku para pedagang dalam membeli kopi ini
dalam pandangan Amir (2005) merupakan pernak-
Berdasarkan Tabel 1 (lampiran) diketahui bahwa pernik yang dapat terjadi jika produsen dan
biaya pemasaran setiap lembaga pemasaran salurannya berhubungan. Kadang penuh intrik, tipu
berbeda dengan selisih sekitar Rp200,-. Biaya daya, dan konflik. Namun disisi lain ada yang
pemasaran tertinggi pada Pedagang Besar sebesar penuh percaya dan saling membantu.
Rp 647,- per kilogram kopi, sedangkan terendah
pada tingkat Pedagang Perantara yaitu sebesar Farmer’s share
Rp55,- per kilogram kopi. Tingginya biaya pada
Pedagang Besar karena volume penjualannya besar Analisis Farmer’s share merupakan indikator
sehingga diperlukan biaya terutama untuk tenaga penting untuk mengetahui perbandingan harga
kerja, biaya angkutan ke luar kabupaten, dan yang dibayarkan oleh konsumen akhir dengan
retribusi yang tinggi. Biaya retribusi ini menjadi harga yang diterima petani. Semakin tinggi bagian
tinggi karena banyaknya pungutan-pungutan liar harga yang diterima petani, maka pemasaran dapat
agar pemasaran kopi dapat berjalan dengan lancar. dikatakan efisien. Harga ditingkat konsumen atau
harga jual eksportir per kilogramnya adalah
Selanjutnya, pedagang pengumpul dengan standar Rp21.300,-. Sedangkan harga rata-rata kopi
Rp17.025,- per kilogram untuk kadar air 20 ditingkat petani adalah Rp16.000,- per
menerima kopi dari petani. Apabila petani dengan kilogramnya.
kopi berkadar air di bawah 20 (14-19) harga tetap
pada kadar air 20, disinilah yang menjadi Bagian yang diterima petani dalam pemasaran kopi
kelemahan petani yang kurang memiliki adalah 75,12% yaitu perbandingan harga yang
pengetahuan mengenai kadar air dengan tepat. diterima petani dengan harga jual ditingkat
Sebaliknya, ini menjadi keuntungan bagi pedagang pengecer. Ini menunjukkan bahwa pasar kopi telah
pengumpul karena adanya perbedaan harga. efisien. Meskipun persentase yang besar
Kemudian pedagang pengumpul juga bermain menyatakan bahwa pasar telah efisien namun
harga pada kadar air petani berdasarkan harga bagian yang diterima petani ini belum merupakan
basis. Caranya adalah membeli kopi yang agak penerimaan bersih karena belum dikurangi dengan
basah misalnya kadar air 23-25 yang harganya ongkos dan biaya pemeliharaan.
rendah kemudian dicampur dengan kopi yang
kering berkadar air 18 dengan komposisi 1:100 Efisien atau tidaknya pemasaran kopi di suatu
sehingga ketika dijual kadar air menjadi lebih wilayah juga dapat dilihat dengan menghitung
rendah sehingga diperoleh keuntungan. Pedagang share biaya pemasaran dan share keuntungan
pengumpul juga melihat perubahan harga, kopi pemasaran. Berdasarkan hasil perhitungan
disimpan untuk kemudian dijual saat harga naik. diperoleh nilai share biaya dan keuntungan serta
rasio seperti yang tertera pada tabel berikut:

297
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio share eksportir dalam menetapkan harga. Oleh karenanya
keuntungan terhadap biaya paling tinggi ada pada biasanya para pedagang besar sudah menjalin
pedagang besar yaitu 3,36. Meskipun begitu nilai kerjasama dengan para eksportir.
hasil rasio share keuntungan dengan biaya
pemasaran pada tiap lembaga pemasaran yang Jika melihat pola pemasaran kopi di Kecamatan
terlibat dalam pemasaran kopi cukup merata maka Gedung Surian, maka struktur pasar yang terjadi
diperoleh kesimpulan bahwa sistem pemasaran disana adalah struktur pasar oligopsoni di mana
kopi di Kecamatan Gedung Surian cukup efisien. terdapat beberapa pembeli kopi yaitu pedagang
perantara, pedagang pengumpul, dan pedagang
Struktur pasar besar.

Sebagian besar penduduk di daerah penelitian Hal ini sesuai dengan pendapat dari Arifin (2007)
merupakan petani kopi, sehingga dapat dipastikan yang menjelaskan bahwa pasar oligopsoni adalah
bahwa penjual kopi di daerah penelitian banyak suatu bentuk pasar yang dikuasai oleh lebih dari
jumlahnya. Petani dapat menjual kopi kepada dua orang pembeli dengan penawaran dari
pedagang manapun, namun kenyataannya petani sejumlah produsen atau penjual.
tidak dapat dengan bebas menjual kopi karena
petani terikat hutang dengan pedagang kopi, dan Setiap pembeli memilih peran yang cukup besar
jika petani tidak rutin menjual kopi ke pedagang untuk mempengaruhi harga yang dibelinya.
tertentu akan sulit dikemudian hari untuk petani Oligopsoni merupakan bentuk pemusatan pembeli
meminjam uang jika ada keperluan mendesak. merupakan suatu bentuk pasar yang terdiri atas
pembeli-pembeli besar dan pembeli-pembeli kecil.
Pedagang perantara atau cinkau kawe merupakan
personal yang mencari kopi dengan mendatangi Arifin (2002) juga menjelaskan kondisi ini yang
langsung ke petani. Menjadi cingkau kawe mudah menyebabkan terjadinya kegagalan pasar yang
saja dilakukan asalkan punya modal dan mau terjadi karena petani tidak mampu menguasai akses
mencari petani yang menjual kopi. Sedangkan ekonomi dalam proses produksi dan pemasaran
pedagang pengumpul selain harus memiliki modal komoditas. Namun yang paling krusial adalah
awal dan biasanya telah memiliki relasi yang luas adanya tingkat ketergantungan secara sosio-
dan kedekatan personal dengan petani maupun psikologis petani kepada para pedagang
cingkau kawe sehingga mudah memperoleh kopi. pengumpul dan pemberi atau peminjam modal
Untuk memulai baru menjadi pedagang pengumpul usahatani.
agak sulit terkendala relasi. Pedagang perantara
dan pedagang pengumpul tersebar hampir Sumbangan Ekonomi Kopi Terhadap
diseluruh pekon yang jumlahnya bisa lebih dari Pendapatan Rumah Tangga Petani Kopi
dua orang.
Pendapatan usahatani
Jumlah pedagang besar lebih sedikit dibandingkan
dengan pedagang perantara dan pedagang Pendapatan usahatani kopi diperoleh dari selisih
pengumpul karena selain harus memiliki modal antara penerimaan dengan biaya-biaya Secara
yang besar karena skala usahanya yang juga besar, lengkap penerimaan, biaya dan pendapatan
pedagang pengumpul juga harus memiliki relasi usahatani kopi di wilayah penelitian berdasarkan
dengan eksportir karena persediaan kopi yang ada kategori luas lahan maka diperoleh seperti pada
dikirimkan langsung ke gudang eksportir di luar Tabel 2 (lampiran).
kabupaten. Biasanya ada satu pedagang besar di
setiap pekon dengan volume penjualan mencapai Berdasarkan kategori luas lahan dari tabel di atas
4000 ton. Para pedagang besar ini telah merintis dapat digambarkan bahwa pendapatan yang
usahanya sejak lama bahkan telah dilakukan secara diterima berbeda sekitar Rp15.000.000,-. Petani
turun temurun. dengan lahan sempit dalam satu musim menerima
pendapatan Rp10.341.972,- sedangkan petani
Penentuan harga basis oleh para pedagang pada dengan lahan luas dalam satu tahun memperoleh
umumnya merujuk pada harga yang ditetapkan pendapatan bersih Rp50.654.972,-. Hal yang
eksportir. Menurut sumber di lapangan, para menarik adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani
pedagang besar agak sulit berpindah ke eksportir pada masing-masing kategori lahan lebih dari 60
lainnya karena dinyatakan ada persatuan di antara persen penerimaan yang berarti biaya yang

298
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

dikeluarkan dalam usahatani kopi cukup besar. rata-rata pengeluaran total rumah tangga. Pangsa
Meskipun begitu penerimaan dari usahatani kopi pengeluaran untuk kebutuhan non pangan
masih lebih tinggi dibandingkan biaya yang harus khususnya tersier tertinggi yaitu lebih dari 40%.
dikeluarkan, sehingga diperoleh rata-rata Tingginya nilai pengeluaran tersier seharusnya
pendapatan yang bernilai positif. Ini menunjukkan menggambarkan bahwa petani kopi telah sejahtera,
bahwa usahatani kopi memberikan pendapatan namun kenyataan di lapangan, sebagian besar dari
terhadap responden yaitu petani kopi. Pendapatan petani kopi di sana masih mengkonsumsi sumber
yang bernilai positif juga berarti bahwa protein dalam jumlah yang sangat terbatas.
berusahatani tanaman perkebunan khususnya kopi
menguntungkan.

Usahatani kopi di daerah penelitian dapat dilihat


apakah menguntungkan atau tidak dilihat dari nilai
R/C yaitu perbandingan antara penerimaan
penjualan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan.
Nilai R/C yang diperoleh adalah 3,15 lebih besar
dari 1 yang berarti usaha kopi di Kecamatan
Gedung Surian Kabupaten Lampung Barat
menguntungkan dan layak dikembangkan.
Struktur Pendapatan Rumah Tangga
Gambar 2. Pangsa pendapatan dan pengeluaran
rumah tangga petani kopi
Usahatani kopi di daerah penelitian menyumbang
berdasarkan kategori luas lahan
pendapatan tertinggi terhadap pendapatan total Sumber: hasil penelitian
rumah tangga. Gambar chart pie dibawah
memperlihatkan bahwa usahatani kopi
menyumbang 50,02% dari pendapatan total rumah
tangga, ini menunjukkan di wilayah penelitian kopi
masih merupakan sumber utama mata pencaharian
masyarakatnya.

Gambar 3. Pangsa pengeluaran rumah tangga


petani kopi
Sumber: hasil penelitian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani


berlahan sempit dan luas pengeluaran rumah
Gambar 1. Pangsa pendapatan dan pengeluaran tangga terbesar untuk kebutuhan tersier, sedangkan
rumah tangga petani kopi petani dengan luas lahan sedang pengeluaran
Sumber: hasil penelitian rumah tangga terbesar untuk memenuhi kebutuhan
pangan. Pangsa pengeluaran rumah tangga petani
Berdasarkan hasil penelitian juga diperoleh kopi dapat dilihat pada Gambar 4.
informasi bahwa petani berlahan sempit dan
sedang memperoleh alternatif pendapatan dari
sektor off-farm (luar pertanian), sedangkan petani
berlahan luas dari sektor on-farm (usahatani selain
kopi). Pangsa pendapatan rumah tangga petani
kopi dapat dilihat pada Gambar 3.

Sedangkan pangsa pengeluaran untuk konsumsi


kebutuhan primer (pangan) sebesar 31,91% dari

299
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

negatif (-30.962) demikian pula dengan


komoditas kopi (-973). Secara konseptual
menurut Daryanto dan Hafizrianda (2010) hal
ini bisa saja terjadi karena adanya perbedaan
subsektor dalam permintaan produk akhir,
ketersediaan bahan mentah, dan kebijakan
industri (misalnya kebijakan pemasaran,
kelembagaan, perpajakan, subsidi, price
support dan lain-lain).

3. Pertumbuhan pangsa wilayah (PPW). Sub


sektor perkebunan memiliki angka komponen
Gambar 4. Pangsa pengeluaran rumah tangga PPW yang negatif yakni (-41.807), ini
petani kopi berdasarkan kategori luas menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan di
lahan Kabupaten Lampung Barat memiliki daya
Sumber: hasil penelitian saing yang rendah namun komoditas kopi
memiliki nilai PPW positif (2.704) berarti
Peran Sektor Perkebunan Kopi Rakyat Dalam bahwa komoditas kopi memiliki keunggulan
Mendukung Perekonomian Kabupaten kompetitif. Secara ringkas dapat dilihat pada
Lampung Barat. Tabel 3 (lampiran).

Analisis potensi pertumbuhan produksi komoditas Kontribusi kopi dalam pendapatan domestik
kopi (Analisis Shift-Share) regional bruto (PDRB)

Potensi pertumbuhan produksi sub sektor Share produksi kopi terhadap total produksi
perkebunan dan komoditas kopi di Kabupaten perkebunan adalah cukup tinggi yaitu 27,86%
Lampung Barat dianalisis menggunakan analisis dengan nilai Rp102.463,05 (juta rupiah).
shift-share sehingga diperoleh informasi berikut: Kemudian 11,02% share kopi terhadap sektor
1. Komponen pertumbuhan regional (PR). pertanian dan share kopi sendiri terhadap PDRB
Berdasarkan komponen PR sektor yang total adalah 6,49%.
memiliki pertumbuhan yang cepat di
Kabupaten Lampung Barat dibandingkan Kopi dan kesempatan kerja
dengan pertumbuhan rata-rata Provinsi
Lampung adalah sub sektor tanaman Petani merupakan mayoritas pekerjaan yang
perkebunan yang memiliki angka komponen dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Lampung
PR paling tinggi dari seluruh sektor yakni Barat. Berdasarkan data pada BPS Kabupaten
101.256, menyusul kemudian adalah subsektor Lampung Barat (2012) dan Disbun Provinsi
tanaman bahan makanan. Sedangkan untuk Lampung (2012), diketahui bahwa total penduduk
komoditas yang memiliki nilai komponen PR Kabupaten Lampung Barat 427.773 jiwa,
tertinggi adalah komoditas kopi yaitu 2755. penduduk yang bekerja 245.884 jiwa, penduduk
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk yang bekerja sebagai petani 201.883 jiwa,
memacu pertumbuhan ekonomi regional penduduk yang bekerja sebagai petani kebun
Kabupaten lampung Barat yang lebih tinggi di totalnya 123.554 jiwa dan jumlah petani kopi
masa mendatang adalah paling tepat adalah 86.058 jiwa. Sehingga, diperoleh informasi
dilaksanakan dengan mendorong sub sektor sebagai berikut: Pertama, lebih dari 47% dari total
perkebunan khususnya kopi yang lebih besar penduduk atau 82,10% dari jumlah penduduk yang
dibandingkan saat sekarang. bekerja memilih mencari nafkah di sektor
pertanian. Kedua, sebanyak 61,20% petani atau
2. Pertumbuhan proporsional (PP). Meskipun sub 28,88% dari total penduduk bekerja sebagai petani
sektor perkebunan dan komoditas kopi di kebun. Ketiga, 75% petani kebun atau 20% dari
Kabupaten Lampung Barat tumbuh lebih cepat total penduduk merupakan petani kopi. Data ini
jika dibandingkan dengan pertumbuhan rata- menunjukkan bahwa sektor pertanian khusunya
rata keseluruhan, namun bukan merupakan perkebunan kopi masih merupakan sektor yang
sektor yang maju, ini terlihat dari angka mampu memberikan kesempatan kerja yang luas
komponen PP sektor perkebunan yang bernilai

300
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

dan sebagai sumber utama pendapatan bagi ekonomi dengan para pedagang, akibatnya nilai
masyarakat di Kabupaten Lampung Barat. yang diterima oleh petani menjadi rendah karena
pada kondisi ini petani hanya sebagai penerima
Efek Dampak Balik (Back Wash Effect) harga. Sektor kopi memberikan sumbangan yang
signifikan dalam keseluruhan pendapatan rumah
Kabupaten Lampung Barat sebagai sentral tangga petani kopi. Pangsa pengeluaran
perkebunan kopi di Provinsi Lampung belum rumahtangga petani untuk kebutuhan non pangan
memiliki industri pengolahan kopi berskala besar. khususnya tersier menjadi yang tertinggi. Kopi
Sehingga berdampak adanya kebocoran wilayah merupakan komoditas yang layak untuk terus
yang berarti adanya nilai tambah yang hilang dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat
disini. Hal ini disebabkan oleh adanya dampak karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan
balik yang kuat dari wilayah maju sebagai pusat berdaya saing meskipun bukan merupakan
industri khususnya industri pengolahan kopi yang komoditas maju. Sektor perkebunan kopi juga
menyerap aliran bahan mentah (biji kopi) tanpa menyerap tenaga kerja lebih dari 20% dan
melalui proses pengolahan. Berdasarkan data dari memberikan sumbangan 6,49% terhadap PDRB
Disbun Provinsi Lampung (2012) bahwa produksi Kabupaten Lampung Barat. Adanya potensi
dari Kabupaten Lampung Barat tahun 2011 sebesar tambahan pendapatan sebesar Rp
61.230 ton jika rata-rata marjin yang diterima pada 287.168.700.000,- dari hasil kopi jika diolah di
tingkat eksportir adalah Rp 1.560,- per wilayah Kabupaten Lampung Barat.
kilogramnya maka dapat dihitung:
DAFTAR PUSTAKA
Economic Value (EV) =
[BPS Provinsi Lampung] Badan Pusat Statistik
61.230.000 kg x Rp 1.560,- per kg = Rp Provinsi Lampung. 2012. Lampung Dalam
95.518.800.000,- Angka. BPS Provinsi Lampung. Bandar
Lampung.
Berdasarkan perhitungan di atas berarti ada nilai Bakti IS. 2011. Memiskinkan Petani Kopi.
dari aktivitas ekonomi sebesar Rp 95.518.800.000- http://aceh.tribunnews.com/2011/12/05memis
pada perdagangan kopi dan jika dibandingkan kinkan-petani-kopi. [15 Desember 2012].
dengan kopi hasil olahan seperti kopi bubuk, Daryanto YA dan Hafizrianda Y. 2010. Model-
seperti yang dilakukan oleh kelompok wanita tani Model Kuantitatif Untuk Perencanaan
(KWT) di Kabupaten Lampung Barat maka akan Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep dan
diperoleh suatu nilai tambah dari kopi tersebut. Aplikasi. PT Penerbit IPB Press. Bogor.
Apabila harga kopi bubuk adalah Rp25.000,- per [Disbun Provinsi Lampung] Dinas Perkebunan
seperempat kilogramnya, sehinga dapat dihitung: Provinsi Lampung. 2012. Statistik
Perkebunan 2011. Disbun Provinsi Lampung.
Economic Value (EV) = Bandar Lampung.
[Ditjen PPHP Kementan] Direktorat Jendral
15.307.500 kg x Rp 25.000,- per kg = Rp Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
382.687.500.000,- Kementrian Pertanian. 2012. Peluang besar
industri kopi Indonesia. http://agribisnis.
Berdasarkan perhitungan diatas menunjukkan deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1397/pelua
apabila kopi tidak mengalami pengolahan di ng_besar_industri_kopi_indonesia.html. [15
wilayah Kabupaten Lampung Barat maka adanya Desember 2012].
nilai tambah yang hilang dari kopi sebesar Rp Hutabarat B. 2006. Analisis saling pengaruh harga
287.168.700.000,- (Rp 382.687.500.000,- – Rp kopi Indonesia dunia. Jurnal Agro Ekonomi
95.518.800.000,-). 4(21) : 21-40.
[Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2012.
SIMPULAN Peluang dan Potensi Pasar Kopi di Italia.
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2012/12/
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan 08/peluang-dan-potensi-pasar-kopi -di-italia-
bahwa rantai komoditas kopi di wilayah penelitian id0-1354945635.pdf. [15 Desember 2012].
panjang dan rumit sehingga petani sulit untuk Kindangen JG dan Bahtiar. 2010. Penerapan
menjual langsung komoditas kopi karena sulitnya Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis)
akses petani serta adanya ikatan sosial dan Dalam Rangka Akselerasi Pembangunan

301
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

Sektor Pertanian di Sulawesi Utara. Seminar Pembangunan Pertanian dan Perdesaan:


Regional Inovasi Teknologi Pertanian, Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan
Mendukung Program Pembangunan Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial
Pertanian Propinsi Sulawesi Utara. Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
file:///C:/Users/T%20O%20S%20H%20I%20 Saragih JR. 2011. Kopi dan Pengembangan
B%20A/Downloads/penerapan %20analisis Wilayah. http://www.analisadaily.com/news
%20rantai%20nilai%20value%20chain%20a /read/2011/06/06/2856/kopi_dan_pengemban
nalysis%20dalam%20rangka%20akselerasi% gan_wilayah/#.UQ46avL_mSp. [15 Juni
20pembangunan%20sektor%20pertanian%20 2011].
di%20sulawesi%20utara%20(3).pdf. [15 Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Penerbit
April 2014]. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Kusuma MEW, Utami HD dan Nugroho BA. Sudana W, Sumaryanto, dan Hermanto. 2000.
Marketing Efficiency Analysis Of Chicken’s Profil dan Mobilitas Tenaga Kerja Pedesaan
Egg at Karangploso Sub District Malang di Pedesaan Patanas Jawa dan Luar Jawa.
Regency. http://fapet.ub.ac.id/wp- Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian
content/uploads/2013/04/Analisis-Efisiensi- dan Pedesaaan Dalam Era Otonomi Daerah.
Pemasaran-Telur-Ayam-Ras-di-Kecamatan- Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian
Karangploso-Kabupaten-Malang-.pdf. Badan Penelitian dan Pengembangan
[19 Mar 2014]. Pertanian Departemen Pertanian dan
Mayrowani H dan Darwis V. 2009. Perspektif Kehutanan. Bogor.
Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Sumaryanto dan Sudaryanto. 2009. Perubahan
Brebes, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Pendapatan Rumah Tangga Perdesaan:
Nasional Dinamika Pembangunan Pertanian Analisis Data Patanas Tahun 1995 dan 2007.
dan Perdesaan: Tantangan dan Peluang bagi Prosiding Seminar Nasional Dinamika
Peningkatan Kesejahteraan Petani. Pusat Pembangunan Pertanian dan Perdesaan:
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan
Pertanian. Bogor. Kesejahteraan Petani. Pusat Analisis Sosial
Rustiadi E, Saefulhakim S dan Panuju DR. 2011. Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.
Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Tulak PP. 2009. Analisis Tingkat Kesejahteraan
Crespent Press. Percetakan Pohon Jaya. dan Strategi Nafkah Rumahtangga Petani
Yogyakarta. Transmigran (Studi Sosio-Ekonomi
Sadikin I dan Subagyono K. 2009. Dinamika Perbandingan di Tiga Kampung di Distrik
Pembangunan Pertanian dan Perdesaan: Masni Kabupaten Manokrawi Provinsi Papua
Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Barat). Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut
Petani Padi Perdesaan Kabupaten Karawang. Pertanian Bogor. Bogor.
Prosiding Seminar Nasional Dinamika

302
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017

Tabel 1. Marjin Pemasaran

Saluran I Saluran II Saluran III


No Unsur Marjin
Nilai (Rp/kg) Nilai (Rp/kg) Nilai (Rp/kg)
1 Harga jual petani 16.000 16.000 16.000
2 Harga beli pedagang perantara 16.000
Biaya 55
Keuntungan 145
Marjin 200
Harga jual 16.200
3 pedagang perantara
Harga beli pedagang pengumpul desa 16.200 16.000
Biaya 277 277
Keuntungan 172 372
Marjin 449 649
Harga jual 16.649 16.649
4 pedagang pengumpul desa
Harga beli pedagang pengumpul kecamatan 16.649 16.649 16.000
Biaya 647 647 647
Keuntungan 1.504 1.504 2.153
Marjin 2.151 2.151 2.800
Harga jual 18.800 18.800 18.800
5 pedagang pengumpul kecamatan
Harga beli eksportir 18.800 18.800 18.800
Marjin 2.500 2.500 2.500
Harga jual eksportir 21.300 21.300 21.300
Total Marjin 5.300 5.300 5.300

Tabel 2. Rata-rata pendapatan responden per ha dari usahatani kopi di Kecamatan Gedung Surian
berdasarkan luas lahan

Rata-Rata Rata-Rata
Kategori
No. Luas Lahan Harga Penerimaan Biaya Pendapatan R/C B/C
Lahan
(ha) (Rp/kg)
1. Sempit 0,6 16.333,- 26.616.666,67 8.843.944,56 17.772.722,11 3,01 2,01
2. Sedang 1,5 16.016,- 27.268.617,16 8.389.658,32 18.878.958,84 3,25 2,25
3. Luas 3,6 16.046,- 21.220.344,34 7.168.075,36 14.052.268,98 2,96 1,96

Tabel 3. Analisis Shift-Share sektor perkebunan dan komoditas kopi

Nilai (Jutaan Rupiah) Keterangan


Komponen Perubahan
Perkebunan Kopi
Pertumbuhan Regional (PR)
(+) : wilayah tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan
nasional rata-rata
101.256 2.755 Cepat
(--) : wilayah tumbuh lebih lambat disbanding pertumbuhan
nasional rata-rata

Pertumbuhan Proporsional (PP)


(+) : sektor i (regional) sektor maju, tumbuh lebih cepat daripada
ekonomi keseluruhan -30.962 -973 Tidak Maju
(--) : sektor i sektor lamban

Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)


(+) : sektor i memiliki daya saing di suatu wilayah dibanding
sektor yang sama pada wilayah pembanding -41.807 2.704 Berdaya Saing

303

You might also like