Professional Documents
Culture Documents
3, AGUSTUS 2017
ABSTRACT
This study aims to analyze the value chain of coffee commodity, to review and to analyze the economic
contribution of coffee to household incomes of coffee farmers and also to assess and to examine the role of
coffee plantations sector in supporting the economy of West Lampung Regency. The experiment is conducted
in June to July 2013 in Gedung Surian Sub-District, West Lampung Regency. The Respodent are coffee
farmers, coffee traders, and women’s farming groups. Data analysis includes an economic analysis of coffee
smallholders, marketing efficiency analysis and regional analysis. The results are: (1) Coffee commodity
chain in the research area is quite long and complicated because the farmers faced many difficulties to sell
their coffee directly so farmer as price taker. (2) Coffee sector contributes significantly to overall household
income of coffee farmers. Farmers' share of household expenditure for non-food needs, especially tertiary is
the highest. (3) Coffee deserves to be developed in West Lampung because it has rapid growth and
competitive. Coffee plantation sector also employs more than 20% people and contributed 6,49% to GDP of
West Lampung Regency. The existence of additional potential revenue is Rp287.168.700.000,- from the
coffee if it was processed in West Lampung.
Key words: economic analysis, coffee smallholders, regional economic, value chain
Perkembangan harga pada tingkat petani di yang ada yaitu kopi mengalir keluar daerah dan
Kabupaten Lampung Barat tahun 2012 tidak memberikan manfaat ke daerah tersebut.
berdasarkan data Disbun Provinsi Lampung (2012) Padahal, Kabupaten Lampung Barat merupakan
berada pada kisaran Rp 16.200,- per kilogram. sentra perkebunan kopi di Provinsi Lampung.
Harga yang diterima petani jauh lebih rendah jika Back-wash effect ini dapat memperparah lingkaran
dibandingkan dengan harga pada tingkat eksportir kemiskinan di suatu daerah (Rustiadi et al 2011).
yang mencapai Rp 19.000,- per kilogramnya.
Nainggolan dalam Bakti (2011) menyatakan Permasalahan yang perlu segera ditangani dalam
bahwa kemiskinan petani lebih disebabkan oleh pengelolaan sektor perkebunan kopi di Kabupaten
ketidakmampuan petani untuk menentukan harga Lampung Barat antara lain, bagaimanakah rantai
(price taker), tidak seperti pedagang yang mampu nilai komoditas kopi di Kabupaten Lampung
menentukan harga output dari produknya (price Barat?, seberapa besarkah ekonomi kopi
maker). menyumbang pendapatan kepada rumah tangga
petani kopi di Kabupaten Lampung Barat, dan
Sumaryanto dan Sudaryanto (2009) menerangkan, sejauhmana sektor perkebunan kopi rakyat
sektor pertanian sebagai sumber pendapatan mendukung perekonomian Kabupaten Lampung
rumahtangga di pedesaan masih belum mencapai Barat?. Berdasarkan perumusan masalah yang ada,
sasaran yang diharapkan. Demikian pula halnya maka penelitian ini bertujuan untuk: (1)
dengan tanaman perkebunan. Periode waktu yang menganalisis rantai nilai komoditas kopi, (2)
relatif lama bagi komoditas perkebunan untuk mengkaji dan menganalisis sumbangan ekonomi
memperoleh hasil menyebabkan petani harus kopi terhadap pendapatan rumah tangga petani
mencari alternatif pendapatan di luar usahatani kopi, dan (3) menilai dan mengkaji peran sektor
kopi diantaranya dari sektor non pertanian. perkebunan kopi rakyat dalam mendukung
Meskipun sebagian besar dari kesempatan kerja perekonomian Kabupaten Lampung Barat.
non pertanian yang dapat diakses penduduk
perdesaan adalah di sektor non formal. METODE PENELITIAN
Dharmawan (2001) dalam Tulak (2009) juga
menjelaskan prospek pola nafkah di desa-desa di Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga
Indonesia pada masa mendatang akan dicirikan Juli 2013. Lokasi penelitian berada di Kecamatan
oleh semakin kompleksnya sumber-sumber Gedung Surian, Kabupaten Lampung Barat,
pendapatan rumahtangga petani dimana terjadinya Provinsi Lampung. Responden dalam penelitian
diversifikasi sumber-sumber pendapataan ini adalah 60 orang petani kopi, pedagang yang
rumahtangga petani. terlibat dalam pemasaran kopi, dan kelompok
wanita tani. Tahap penentuan sampel petani
Saragih (2011) menyatakan bahwa kopi akan sebagai berikut: Pertama, pemilihan wilayah
menjadi salah satu komoditas penting dalam penelitian yaitu Kecamatan Gedung Surian (salah
perekonomian wilayah dan berdampak langsung satu daerah sentra kopi). Kedua, pemilihan
bagi kesejahteraan petani. Sebab, hampir desa/pekon yaitu: Pekon Trimulyo dan Pekon
seluruhnya (96%) areal kopi secara nasional Puramekar (pertimbangan: lokasi, akses terhadap
dikelola oleh rakyat. Artinya, pengembangan kopi pasar, dan sosial budaya). Ketiga, pemilihan 60
akan langsung menyentuh sendi-sendi kehidupan orang responden petani kopi yaitu: 30 orang dari
petani di berbagai sentra produksi. Kopi pekon Tri Mulyo, 30 orang dari pekon Puramekar
merupakan komoditas unggulan daerah Kabupaten (pertimbangan: jumlah petani kopi terbanyak).
Lampung Barat, sehingga diperlukan upaya Keempat, pemilihan 7 orang responden pedagang
pengembangan komoditas kopi tidak hanya meliputi pedagang perantara dan pengumpul
sebagai penopang perekonomian daerah, tetapi (pertimbangan: quota sesuai kebutuhan). Kelima,
juga turut membangun perekonomian rakyat. pemilihan 2 kelompok wanita tani (pertimbangan:
skala usaha besar dan kecil).
Menurut Kindangen dan Bahtiar (2010), pada
umumnya masyarakat tani masih sulit keluar dari Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
kondisi perolehan nilai produk mereka dan hanya adalah data primer dan data sekunder. Data primer
tergantung dari nilai produk primer. Hal ini diperoleh melalui survei langsung di lapangan
merupakan indikasi terjadinya kebocoran wilayah melalui teknik wawancara Sedangkan data
yang menyebabkan terjadinya back-wash effect di sekunder diperoleh dari berbagai sumber
Kabupaten Lampung Barat, dimana sumberdaya kepustakaan dan data beberapa instansi terkait.
293
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
Analisis data yang digunakan dalam menjawab pengeluaran untuk pangan dapat dihitung
tujuan penelitian meliputi analisis ekonomi kopi sebagai berikut:
rakyat, analisis efisiensi pemasaran dan analisis
kewilayahan. PEn
PEP x100% .............................(3)
Analisis Ekonomi Kopi Rakyat TE
1. Pendapatan usahatani, untuk melihat
pendapatan yang diperoleh petani kopi selama dimana:
satu musim. Pendapatan usahatani adalah PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan
selisih antara penerimaan dan semua biaya (%)
(Soekartawi 2006) Dengan demikian: Pen = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th)
TE = Total pengeluaran rumah tangga
Pd = TR – TC ..............................................(1) petani (Rp/th)
294
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
Analisis secara deskriptif dengan Analisis deskriptif untuk menalisis dari data-
mengidentifikasi jumlah penjual dan pembeli data yang ada beberapa hal berikut ini:
yang terlibat, sifat produk yang dipasarkan, a. Kontribusi kopi terhadap pembentukan
mudah tidaknya untuk mengetahui informasi PDRB
pasar, dan mudah tidaknya keluar masuk pasar. b. Kopi dan kesempatan kerja
c. Efek dampak balik (feed back)
(Rustiadi et al. 2011) menjelaskan, untuk Terdapat beberapa lembaga pemasaran dalam
melihat potensi pertumbuhan produksi pemasaran kopi di wilayah penelitian. Pertama,
sektoral dari suatu kawasan/wilayah, dapat yang berfungsi mengambil langsung ke petani
menggunakan shift share analysis (SSA). yang dalam bahasa setempat (semende) disebut
Pada prinsipya, menurut Daryanto dan “cingkau kawe” atau pedagang perantara. Kedua,
Hafizrianda (2010) SSA berusaha untuk pedagang pengumpul I yang berfungsi membeli
memecah atau mendekomposisi besaran barang secara dikumpulkan baik dari produsen
deviasi (selisih) antara nilai tambah maupun pedagang perantara dengan skala relatif
(menggunakan pendekatan nilai tambah) pada lebih besar dari pedagang perantara. Ketiga,
tahun ke-t dengan nilai tambah pada tahun pedagang pengumpul II yang berfungsi membeli
dasar. Jika dituangkan dalam bentuk barang secara dikumpulkan baik dari produsen,
persamaan sebagai berikut: pedagang perantara maupun dari pedagang
pengumpul I dengan skala relatif lebih besar dari
∆Yij = PRij + PPPij + PPWij..................... (6), pedagang pengumpul II. Keempat, Pedagang besar
secara rinci dapat dituliskan: yang memiliki skala usaha yang lebih besar
Y’ij – Yij = ∆Yij = Yij (Ra-1) + Yij (Ri-Ra) + daripada pedagang pengumpul I dan II. Pedagang
Yij (ri-Ri) ................................................... (7) besar disini dapat juga berupa perwakilan
perusahaan atau eksportir di tingkat kabupaten.
∆Yij = Perubahan dalam pendapatan Saluran pemasaran kopi di wilayah penelitian
subsektor pertanian ke-i pada seperti pada Gambar 1.
wilayah ke-i
Yij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada Saluran pemasaran pada tiap kategori luas lahan
provinsi ke-i pada tahun dasar pada umumnya sama. Petani berlahan sempit,
analisis sedang, dan luas ada yang menjual langsung
Y’ij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada kepada pedagang pengumpul maupun langsung
provinsi ke-i pada tahun akhir dengan pedagang besar. Petani kopi di wilayah
analisis penelitian memiliki kebebasan menjual hasil
Yi = PDRB subsektor pertanian ke-i usahatani kopinya yang langsung ke pedagang
diseluruh wilayah penelitian tahun pengumpul I, pengumpul II, atau melalui pedagang
dasar analisis perantara (cingkau kawe). Karena berbagai
Y’I = PDRB subsektor pertanian ke-i pertimbangan terkadang petani tidak dapat menjual
diseluruh wilayah penelitian tahun langsung ke pedagang besar, sehingga seringkali
akhir analisis petani menjual kepada pedagang perantara maupun
Y.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pedagang pengumpul. Sebagian petani kopi
pada tahun dasar analisis memiliki kebun kopi di daerah HKM yang
Y’.. = PDRB seluruh subsektor pertanian letaknya di daerah pegunungan dan cukup jauh
pada tahun dasar analisis dari pusat desa, oleh karenanya faktor jarak, biaya
Ra = Y’.. / Y.. transportasi yang mahal dan sulitnya transportasi,
Ri = Y’i./Yi. serta infrastruktur jalan yang jauh kurang
ri = Y’ij / Yij mendukung, terkadang menjadi kendala dalam
pemasaran kopi sehingga kemudian petani menjual
295
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
kepada pedagang perantara atau “cingkau kawe” atas landasan saling kepercayaan yang kuat
yang dirasakan lebih praktis. diantara mereka. Bagi petani, biaya transaksi yang
mahal masih reasonable selama kehadiran
Petani yang menjual kepada pedagang pengumpul pengijon dan rentenir tidak dapat digantikan oleh
baik ke pedagang pengumpul I maupun II biasanya lembaga manapun yang mampu memberikan “rasa
karena adanya suatu ikatan, mereka merupakan aman” yang setara bagi petani.
salah satu mata rantai perdagangan kopi yang
terdekat dengan petani (baik dari aspek kedekatan Keterikatan ini menyebabkan petani tidak memiliki
emosional dan tempat), dengan menjual hasil posisi tawar yang tinggi sehingga terpaksa harus
kepada mereka, petani dapat diberikan pinjaman menerima harga yang telah ditetapkan para
untuk memenuhi kebutuhan seperti pembelian pedagang. Selain itu, pedagang terkadang
input dan kebutuhan sehari-hari petani. Pedagang menurunkan standar harga dari yang seharusnya.
pengumpul bersedia memberikan pinjaman kepada Sedangkan apabila petani tidak terikat dengan para
petani agar mereka dapat mengikat petani sehingga pedagang bisa melakukan proses tawar menawar
stok kopi tetap terjaga. sekitar Rp100,- hingga Rp 200,- per kilogramnya.
Rendahnya harga yang diterima petani selain
Dharmawan menyatakan adanya hubungan karena akibat keterikatan tersebut juga karena
permodalan yang tidak tergoyahkan antara sering petani menjual kopi dengan kadar air yang
pengijon atau rentenir dengan petani kecil di tinggi akibat kebutuhan yang mendesak terutama
pedasaan yang sangat kontroversial karena di awal musim panen.
terbangunnya jejaring keamanan sosial nafkah di
Berdasarkan data yang diperoleh dari survei yang menjual kopi kepada pedagang besar harga
terhadap para pedagang kopi di wilayah penelitian, tergantung dengan pedagang besar tersebut.
para pedagang kopi ini mendapatkan untung yang Terkadang pedagang perantara dan pengumpul
besar dari perdagangan kopi baik di level pedagang menjual kopi tidak hanya kepada satu atau dua
perantara skala kecil (cingkau kawe) hingga pedagang besar.
pedagang besar. Keuntungan yang diperoleh
dengan memainkan harga berdasarkan harga basis. Hal ini dapat menjadi kendala karena berarti
Eksportir memberikan harga basis kepada pedagang tidak memiliki keterikatan khusus
pedagang besar, kopi dengan kadar air tertentu dengan salah satu pedagang besar maka akan ada
akan dihargai tertentu pula. perbedaan harga basis yang diterapkan antara yang
selalu, kadang-kadang dan jarang. Untuk pedagang
Selain menerima penjualan dari petani, pedagang pengumpul yang selalu menjual kepada pedagang
besar juga menerima dari pedagang perantara besar akan diberikan harga basis lebih tinggi
(cingkau kawe), pedagang pengumpul I dan dibandingkan dengan yang kadang-kadang dan
pedagang pengumpul II. Pedagang pengumpul jarang.
296
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
297
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
Dari tabel di atas terlihat bahwa rasio share eksportir dalam menetapkan harga. Oleh karenanya
keuntungan terhadap biaya paling tinggi ada pada biasanya para pedagang besar sudah menjalin
pedagang besar yaitu 3,36. Meskipun begitu nilai kerjasama dengan para eksportir.
hasil rasio share keuntungan dengan biaya
pemasaran pada tiap lembaga pemasaran yang Jika melihat pola pemasaran kopi di Kecamatan
terlibat dalam pemasaran kopi cukup merata maka Gedung Surian, maka struktur pasar yang terjadi
diperoleh kesimpulan bahwa sistem pemasaran disana adalah struktur pasar oligopsoni di mana
kopi di Kecamatan Gedung Surian cukup efisien. terdapat beberapa pembeli kopi yaitu pedagang
perantara, pedagang pengumpul, dan pedagang
Struktur pasar besar.
Sebagian besar penduduk di daerah penelitian Hal ini sesuai dengan pendapat dari Arifin (2007)
merupakan petani kopi, sehingga dapat dipastikan yang menjelaskan bahwa pasar oligopsoni adalah
bahwa penjual kopi di daerah penelitian banyak suatu bentuk pasar yang dikuasai oleh lebih dari
jumlahnya. Petani dapat menjual kopi kepada dua orang pembeli dengan penawaran dari
pedagang manapun, namun kenyataannya petani sejumlah produsen atau penjual.
tidak dapat dengan bebas menjual kopi karena
petani terikat hutang dengan pedagang kopi, dan Setiap pembeli memilih peran yang cukup besar
jika petani tidak rutin menjual kopi ke pedagang untuk mempengaruhi harga yang dibelinya.
tertentu akan sulit dikemudian hari untuk petani Oligopsoni merupakan bentuk pemusatan pembeli
meminjam uang jika ada keperluan mendesak. merupakan suatu bentuk pasar yang terdiri atas
pembeli-pembeli besar dan pembeli-pembeli kecil.
Pedagang perantara atau cinkau kawe merupakan
personal yang mencari kopi dengan mendatangi Arifin (2002) juga menjelaskan kondisi ini yang
langsung ke petani. Menjadi cingkau kawe mudah menyebabkan terjadinya kegagalan pasar yang
saja dilakukan asalkan punya modal dan mau terjadi karena petani tidak mampu menguasai akses
mencari petani yang menjual kopi. Sedangkan ekonomi dalam proses produksi dan pemasaran
pedagang pengumpul selain harus memiliki modal komoditas. Namun yang paling krusial adalah
awal dan biasanya telah memiliki relasi yang luas adanya tingkat ketergantungan secara sosio-
dan kedekatan personal dengan petani maupun psikologis petani kepada para pedagang
cingkau kawe sehingga mudah memperoleh kopi. pengumpul dan pemberi atau peminjam modal
Untuk memulai baru menjadi pedagang pengumpul usahatani.
agak sulit terkendala relasi. Pedagang perantara
dan pedagang pengumpul tersebar hampir Sumbangan Ekonomi Kopi Terhadap
diseluruh pekon yang jumlahnya bisa lebih dari Pendapatan Rumah Tangga Petani Kopi
dua orang.
Pendapatan usahatani
Jumlah pedagang besar lebih sedikit dibandingkan
dengan pedagang perantara dan pedagang Pendapatan usahatani kopi diperoleh dari selisih
pengumpul karena selain harus memiliki modal antara penerimaan dengan biaya-biaya Secara
yang besar karena skala usahanya yang juga besar, lengkap penerimaan, biaya dan pendapatan
pedagang pengumpul juga harus memiliki relasi usahatani kopi di wilayah penelitian berdasarkan
dengan eksportir karena persediaan kopi yang ada kategori luas lahan maka diperoleh seperti pada
dikirimkan langsung ke gudang eksportir di luar Tabel 2 (lampiran).
kabupaten. Biasanya ada satu pedagang besar di
setiap pekon dengan volume penjualan mencapai Berdasarkan kategori luas lahan dari tabel di atas
4000 ton. Para pedagang besar ini telah merintis dapat digambarkan bahwa pendapatan yang
usahanya sejak lama bahkan telah dilakukan secara diterima berbeda sekitar Rp15.000.000,-. Petani
turun temurun. dengan lahan sempit dalam satu musim menerima
pendapatan Rp10.341.972,- sedangkan petani
Penentuan harga basis oleh para pedagang pada dengan lahan luas dalam satu tahun memperoleh
umumnya merujuk pada harga yang ditetapkan pendapatan bersih Rp50.654.972,-. Hal yang
eksportir. Menurut sumber di lapangan, para menarik adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani
pedagang besar agak sulit berpindah ke eksportir pada masing-masing kategori lahan lebih dari 60
lainnya karena dinyatakan ada persatuan di antara persen penerimaan yang berarti biaya yang
298
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
dikeluarkan dalam usahatani kopi cukup besar. rata-rata pengeluaran total rumah tangga. Pangsa
Meskipun begitu penerimaan dari usahatani kopi pengeluaran untuk kebutuhan non pangan
masih lebih tinggi dibandingkan biaya yang harus khususnya tersier tertinggi yaitu lebih dari 40%.
dikeluarkan, sehingga diperoleh rata-rata Tingginya nilai pengeluaran tersier seharusnya
pendapatan yang bernilai positif. Ini menunjukkan menggambarkan bahwa petani kopi telah sejahtera,
bahwa usahatani kopi memberikan pendapatan namun kenyataan di lapangan, sebagian besar dari
terhadap responden yaitu petani kopi. Pendapatan petani kopi di sana masih mengkonsumsi sumber
yang bernilai positif juga berarti bahwa protein dalam jumlah yang sangat terbatas.
berusahatani tanaman perkebunan khususnya kopi
menguntungkan.
299
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
Analisis potensi pertumbuhan produksi komoditas Kontribusi kopi dalam pendapatan domestik
kopi (Analisis Shift-Share) regional bruto (PDRB)
Potensi pertumbuhan produksi sub sektor Share produksi kopi terhadap total produksi
perkebunan dan komoditas kopi di Kabupaten perkebunan adalah cukup tinggi yaitu 27,86%
Lampung Barat dianalisis menggunakan analisis dengan nilai Rp102.463,05 (juta rupiah).
shift-share sehingga diperoleh informasi berikut: Kemudian 11,02% share kopi terhadap sektor
1. Komponen pertumbuhan regional (PR). pertanian dan share kopi sendiri terhadap PDRB
Berdasarkan komponen PR sektor yang total adalah 6,49%.
memiliki pertumbuhan yang cepat di
Kabupaten Lampung Barat dibandingkan Kopi dan kesempatan kerja
dengan pertumbuhan rata-rata Provinsi
Lampung adalah sub sektor tanaman Petani merupakan mayoritas pekerjaan yang
perkebunan yang memiliki angka komponen dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Lampung
PR paling tinggi dari seluruh sektor yakni Barat. Berdasarkan data pada BPS Kabupaten
101.256, menyusul kemudian adalah subsektor Lampung Barat (2012) dan Disbun Provinsi
tanaman bahan makanan. Sedangkan untuk Lampung (2012), diketahui bahwa total penduduk
komoditas yang memiliki nilai komponen PR Kabupaten Lampung Barat 427.773 jiwa,
tertinggi adalah komoditas kopi yaitu 2755. penduduk yang bekerja 245.884 jiwa, penduduk
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk yang bekerja sebagai petani 201.883 jiwa,
memacu pertumbuhan ekonomi regional penduduk yang bekerja sebagai petani kebun
Kabupaten lampung Barat yang lebih tinggi di totalnya 123.554 jiwa dan jumlah petani kopi
masa mendatang adalah paling tepat adalah 86.058 jiwa. Sehingga, diperoleh informasi
dilaksanakan dengan mendorong sub sektor sebagai berikut: Pertama, lebih dari 47% dari total
perkebunan khususnya kopi yang lebih besar penduduk atau 82,10% dari jumlah penduduk yang
dibandingkan saat sekarang. bekerja memilih mencari nafkah di sektor
pertanian. Kedua, sebanyak 61,20% petani atau
2. Pertumbuhan proporsional (PP). Meskipun sub 28,88% dari total penduduk bekerja sebagai petani
sektor perkebunan dan komoditas kopi di kebun. Ketiga, 75% petani kebun atau 20% dari
Kabupaten Lampung Barat tumbuh lebih cepat total penduduk merupakan petani kopi. Data ini
jika dibandingkan dengan pertumbuhan rata- menunjukkan bahwa sektor pertanian khusunya
rata keseluruhan, namun bukan merupakan perkebunan kopi masih merupakan sektor yang
sektor yang maju, ini terlihat dari angka mampu memberikan kesempatan kerja yang luas
komponen PP sektor perkebunan yang bernilai
300
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
dan sebagai sumber utama pendapatan bagi ekonomi dengan para pedagang, akibatnya nilai
masyarakat di Kabupaten Lampung Barat. yang diterima oleh petani menjadi rendah karena
pada kondisi ini petani hanya sebagai penerima
Efek Dampak Balik (Back Wash Effect) harga. Sektor kopi memberikan sumbangan yang
signifikan dalam keseluruhan pendapatan rumah
Kabupaten Lampung Barat sebagai sentral tangga petani kopi. Pangsa pengeluaran
perkebunan kopi di Provinsi Lampung belum rumahtangga petani untuk kebutuhan non pangan
memiliki industri pengolahan kopi berskala besar. khususnya tersier menjadi yang tertinggi. Kopi
Sehingga berdampak adanya kebocoran wilayah merupakan komoditas yang layak untuk terus
yang berarti adanya nilai tambah yang hilang dikembangkan di Kabupaten Lampung Barat
disini. Hal ini disebabkan oleh adanya dampak karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan
balik yang kuat dari wilayah maju sebagai pusat berdaya saing meskipun bukan merupakan
industri khususnya industri pengolahan kopi yang komoditas maju. Sektor perkebunan kopi juga
menyerap aliran bahan mentah (biji kopi) tanpa menyerap tenaga kerja lebih dari 20% dan
melalui proses pengolahan. Berdasarkan data dari memberikan sumbangan 6,49% terhadap PDRB
Disbun Provinsi Lampung (2012) bahwa produksi Kabupaten Lampung Barat. Adanya potensi
dari Kabupaten Lampung Barat tahun 2011 sebesar tambahan pendapatan sebesar Rp
61.230 ton jika rata-rata marjin yang diterima pada 287.168.700.000,- dari hasil kopi jika diolah di
tingkat eksportir adalah Rp 1.560,- per wilayah Kabupaten Lampung Barat.
kilogramnya maka dapat dihitung:
DAFTAR PUSTAKA
Economic Value (EV) =
[BPS Provinsi Lampung] Badan Pusat Statistik
61.230.000 kg x Rp 1.560,- per kg = Rp Provinsi Lampung. 2012. Lampung Dalam
95.518.800.000,- Angka. BPS Provinsi Lampung. Bandar
Lampung.
Berdasarkan perhitungan di atas berarti ada nilai Bakti IS. 2011. Memiskinkan Petani Kopi.
dari aktivitas ekonomi sebesar Rp 95.518.800.000- http://aceh.tribunnews.com/2011/12/05memis
pada perdagangan kopi dan jika dibandingkan kinkan-petani-kopi. [15 Desember 2012].
dengan kopi hasil olahan seperti kopi bubuk, Daryanto YA dan Hafizrianda Y. 2010. Model-
seperti yang dilakukan oleh kelompok wanita tani Model Kuantitatif Untuk Perencanaan
(KWT) di Kabupaten Lampung Barat maka akan Pembangunan Ekonomi Daerah: Konsep dan
diperoleh suatu nilai tambah dari kopi tersebut. Aplikasi. PT Penerbit IPB Press. Bogor.
Apabila harga kopi bubuk adalah Rp25.000,- per [Disbun Provinsi Lampung] Dinas Perkebunan
seperempat kilogramnya, sehinga dapat dihitung: Provinsi Lampung. 2012. Statistik
Perkebunan 2011. Disbun Provinsi Lampung.
Economic Value (EV) = Bandar Lampung.
[Ditjen PPHP Kementan] Direktorat Jendral
15.307.500 kg x Rp 25.000,- per kg = Rp Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
382.687.500.000,- Kementrian Pertanian. 2012. Peluang besar
industri kopi Indonesia. http://agribisnis.
Berdasarkan perhitungan diatas menunjukkan deptan.go.id/disp_informasi/1/1/0/1397/pelua
apabila kopi tidak mengalami pengolahan di ng_besar_industri_kopi_indonesia.html. [15
wilayah Kabupaten Lampung Barat maka adanya Desember 2012].
nilai tambah yang hilang dari kopi sebesar Rp Hutabarat B. 2006. Analisis saling pengaruh harga
287.168.700.000,- (Rp 382.687.500.000,- – Rp kopi Indonesia dunia. Jurnal Agro Ekonomi
95.518.800.000,-). 4(21) : 21-40.
[Kemendag] Kementrian Perdagangan. 2012.
SIMPULAN Peluang dan Potensi Pasar Kopi di Italia.
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2012/12/
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan 08/peluang-dan-potensi-pasar-kopi -di-italia-
bahwa rantai komoditas kopi di wilayah penelitian id0-1354945635.pdf. [15 Desember 2012].
panjang dan rumit sehingga petani sulit untuk Kindangen JG dan Bahtiar. 2010. Penerapan
menjual langsung komoditas kopi karena sulitnya Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis)
akses petani serta adanya ikatan sosial dan Dalam Rangka Akselerasi Pembangunan
301
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
302
JIIA, VOLUME 5 No. 3, AGUSTUS 2017
Tabel 2. Rata-rata pendapatan responden per ha dari usahatani kopi di Kecamatan Gedung Surian
berdasarkan luas lahan
Rata-Rata Rata-Rata
Kategori
No. Luas Lahan Harga Penerimaan Biaya Pendapatan R/C B/C
Lahan
(ha) (Rp/kg)
1. Sempit 0,6 16.333,- 26.616.666,67 8.843.944,56 17.772.722,11 3,01 2,01
2. Sedang 1,5 16.016,- 27.268.617,16 8.389.658,32 18.878.958,84 3,25 2,25
3. Luas 3,6 16.046,- 21.220.344,34 7.168.075,36 14.052.268,98 2,96 1,96
303