You are on page 1of 24

DAFTAR ISI

Forum Agribisnis
Volume 9, No. 1 – Maret 2019

Analisis Daya Saing Udang Indonesia di Pasar Indonesia 1 – 16


Ach. Firman Wahyudi, Joni Haryadi dan Anisya Rosdiana

Pola Distribusi Rantai Pasok Jaringan Madu Hutan 17 – 32


Sumbawa (JMHS) di Kabupaten Sumbawa,
Nusa Tenggara Barat
Qashiratuttarafi, Andriyono Kilat Adhi
dan Wahyu Budi Priatna

Strategi Pengembangan Usaha Beras Sehat pada 33 – 52


CV Pure Cianjur di Kabupaten Cianjur
Agrivinie Rainy F, Rita Nurmalina dan Amzul Rifin

Status Keberlanjutan Pengelolaan Perkebunan 53 – 68


Inti Rakyat Kelapa Sawit Berkelanjutan di Trumon,
Kabupaten Aceh Selatan
Nurul Lainan Najmi, Al Jaktsa, Suharno dan Anna Fariyanti

Analisis Efisiensi Pemasaran Ikan Bandeng 69 – 84


di Kecamatan Tirtajaya Kabupaten Karawang
Dina Azhara dan Ratna Winandi

Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra 85 – 106


dan Non Mitra di Kabupaten Blora Jawa Tengah
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto
ANALISIS EFISIENSI USAHATANI TEBU PETANI MITRA
DAN NON MITRA DI KABUPATEN BLORA
JAWA TENGAH
Yahdi Zaky1), Rachmat Pambudy2) dan Harianto3)
1,2, 3)
Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
1)
yahdizaky@ymail.com

ABSTRACT
Sugarcane is one of the commodities in the plantation sector which is a mainstay in an effort to
increase the welfare of farmers. Blora Regency is one of the regencies which is the center of
sugarcane production in Central Java Province with the lowest production. The research
objectives are (1) to analyze the factors that influence sugarcane production in Blora Regency;
(2) analyzing the technical efficiency of sugarcane farming; (3) analyzing the income level of
sugarcane farmers. Sampling was used by random and snowball sampling method to collect 80
sugarcane farmers. The collected data is then analyzed using Cobb-Douglas stochastic frontier
production function, farm income analysis and different test analysis (t-analysis).
The results showed that the variables of urea fertilizer, za, phonska and organic fertilizer had a
significant effect on sugarcane farming production in Blora Regency. Technical efficiency
level of sugarcane farming, partners and non-partners are efficient with an average of technical
efficiency is 0,89. The lengthy farming variable becomes the only inefficiency estimator
variable that has a significant effect on sugarcane farming. Based on the income analysis,
sugarcane farmers who done farming activities through a partner pattern have a greater income
of Rp. 8.408.180 with a R / C ratio 1,236. While non-partner pattern income is Rp. 2.438.317
with a R / C ratio of 1,071 and Rp. 460.510 with a R / C ratio of 1,013. Based on the results of
this research, it is important to choose partner pattern on sugarcane farming in Blora Regency.

Keyword(s): Cobb Douglas stochastic frontier, efficiency, partner and non-partner, sugarcane
farming, income analysis.

ABSTRAK
Tebu merupakan salah satu komoditas sektor perkebunan yang menjadi andalan dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan petani. Kabupaten Blora merupakan salah satu Kabupaten yang
menjadi sentra produksi tebu di Provinsi Jawa Tengah dengan produksi terendah. Tujuan
penelitian adalah (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi tebu di
Kabupaten Blora; (2) menganalisis efisiensi teknis usahatani tebu petani mitra dan non mitra;
(3) menganalisis tingkat pendapatan petani tebu mitra dan non mitra di Kabupaten Blora.
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode random dan snowball sampling untuk
mengumpulkan 80 petani tebu. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung
kepada petani responden dengan menggunakan kuesioner. Data yang terkumpul kemudian
dianalisis menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier, analisis pendapatan
usahatani dan analisis uji beda (uji-t).
Hasil penelitian menunjukkan variabel pupuk urea, pupuk za, pupuk phonska dan
pupuk organik berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani tebu di Kabupaten Blora.
Tingkat efisiensi teknis usahatani tebu mitra maupun non mitra sudah efisien dengan nilai rata-
rata efisiensi teknis sebesar 0.89. Variabel lama usahatani menjadi satu-satunya variabel
penduga inefisiensi yang berpengaruh signifikan terhadap usahatani tebu di Kabupaten Blora
dengan nilai koefisien regresi yang negatif. Pola usahatani yang dijalankan oleh petani tebu
yang ada di Kabupaten Blora dijalankan melalui pola mitra dan non mitra. Berdasarkan

85
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

analisis pendapatan, petani tebu yang menjalankan kegiatan usahatani melalui pola mitra
memiliki pendapatan yang lebih besar yaitu Rp. 8.408.180 dengan R/C ratio 1,236. Sedangkan
pendapatan pola non mitra sebesar Rp. 2.438.317 dengan R/C ratio 1,071 dan Rp. 460.510
dengan R/C ratio 1,013. Selain itu, hasil uji beda tingkat pendapatan petani diasumsikan
terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat pendapatan petani mitra dan non mitra.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, maka penting untuk memilih pola mitra
pada usahatani tebu di Kabupaten Blora.

Kata Kunci: Cobb Douglas stochastic frontier, efisiensi, mitra dan non mitra, usahatani tebu,
analisis pendapatan

PENDAHULUAN penurunan produksi gula nasional


menjadi semakin sulit dihindarkan.
Tebu merupakan salah satu Selain itu, peningkatan laju
komoditas sektor perkebunan yang pertumbuhan penduduk yang tinggi
menjadi andalan dalam upaya menyebabkan kesenjangan antara
meningkatkan kesejahteraan petani. produksi dan konsumsi semakin lebar.
Pentingnya keberadaan tebu tidak Menurut Malian et al. (2004),
hanya mendukung kegiatan usahatani penurunan areal pertanaman tebu yang
tetapi juga sebagai bahan baku dalam ada di Pulau Jawa menjadi penyebab
upaya menjaga keberlanjutan industri utama terjadinya ketidak-efisienan
pengolahan tebu untuk menghasilkan karena terjadi perebutan bahan baku
gula pasir yang menjadi salah satu tebu dari industri pengolahan tebu.
bahan pokok kebutuhan masyarakat. Jawa Tengah merupakan salah
Ketersediaan tebu yang cukup di satu sentra usahatani tebu terbesar
tingkat petani akan menentukan ketiga di Indonesia setelah Jawa Timur
keberlanjutan ketersediaan gula pasir dan Lampung. Luas panen tebu di
dalam negeri dan tidak bergantung provinsi Jawa Tengah seluas 13,99
pada aktivitas impor gula. persen dari luas panen tebu nasional,
Pambudy (2004) menyatakan sedangkan produksi tebu di provinsi
bahwa Indonesia yang pada periode Jawa Tengah sebesar 10,48 persen dari
tahun 1930-an pernah menjadi negara produksi tebu nasional. Sentra
pengekspor gula terbesar di dunia produksi tebu di Provinsi Jawa Tengah
(pada tahun 1930 mencapai sekitar 3 meliputi Kabupaten Pati, Kabupaten
juta ton), mulai sekitar tahun 1967 Sragen, Kabupaten Rembang,
hingga saat ini telah berubah menjadi Kabupaten Tegal, dan Kabupaten
negara pengimpor gula yang cukup Blora. Rendahnya produksi tebu di
besar. Menyusutnya areal tanaman Kabupaten Blora dibandingkan dengan
tebu, menurunnya produktivitas di kabupaten lainnya yang menjadi sentra
tingkat on farm (perkebunan tebu) dan produksi tebu di Provinsi Jawa Tengah
off farm (rendahnya mutu bahan baku menjadi indikasi bahwa kegiatan
tebu dan pabrik gula yang makin tua usahatani tebu di kabupaten tersebut
dan tidak terpelihara dengan baik), terdapat suatu permasalahan budidaya
serta manajemen yang tidak memadai yang menjadi faktor penyebab
baik di tingkat pabrik maupun areal rendahnya produksi.
penanaman tebu menyebabkan

86
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

Berkaitan dengan efisiensi KERANGKA PEMIKIRAN


usahatani tebu tidak terlepas dengan
peran industri dalam membangun Berdasarkan data dari
mitra dengan petani dalam menyerap Kementerian Pertanian (2014),
hasil panen petani dan mempermudah kontribusi Jawa Tengah terhadap
petani dalam mengakses pasar yang produksi tebu nasional sebesar 10,48
jelas dengan harga yang telah persen dari total produksi nasional.
disepakati antara petani dengan Sentra produksi tebu di Provinsi Jawa
perusahaan yang menjadi mitra. Tengah terdiri dari lima kabupaten
Kerjasama mitra antara petani dengan antara lain Kabupaten Pati, Kabupaten
industri sangat diperlukan untuk Sragen, Kabupaten Rembang,
memberikan jaminan dan Kabupaten Tegal, dan Kabupaten
keberlanjutan usahatani tebu terutama Blora. Kabupaten Blora merupakan
terkait dengan harga, pasar, salah satu kabupaten yang menjadi
pembiayaan usahatani, dan pendapatan sentra produksi tebu dengan kontribusi
petani. Melalui adanya kemitraan ini sebesar 14.732 ton atau 5,62 persen
dapat meningkatkan produksi tebu, dari total produksi Jawa Tengah.
mutu tebu, skala usahatani tebu dan Produksi tebu di Kabupaten Blora
efisiensi usahatani tebu. Berdasarkan termasuk daerah yang kontribusi
penelitian Najmudinrohman (2010), terendah dibandingkan kabupaten yang
usahatani tebu melalui pola mitra menjadi sentra produksi lainnya di
memiliki penerimaan lebih tinggi dan Jawa Tengah, dimana produksi tebu di
biaya lebih rendah atau efisien, serta Kabupaten Pati sebesar 61.718 atau
lebih menguntungkan dibandingkan 23,55 persen, Kabupaten Sragen
dengan pola usahatani non mitra. Oleh 36.593 atau 13,96 persen, Kabupaten
karena itu, pengembangan usahatani Rembang 25.429 atau 9,70 persen, dan
tebu melalui pola mitra menjadi solusi Kabupaten Tegal 19.136 atau 7,30
penting dalam meningkatkan persen.
pendapatan petani tebu. Kondisi produksi tebu di
Pilihan petani dalam Kabupaten Blora seperti yang
menjalankan usahatani melalui pola ditunjukkan pada data di atas
mitra tidak terlepas dari kelemahan merupakan wilayah yang memiliki
yang dihadapi petani ketika produksi tebu terendah dibandingkan
menjalankan usahatani tebu melalui dengan produksi tebu pada sentra
pola non mitra. Namun, tidak produksi lainnya di Jawa Tengah.
selamanya usahatani melalui pola Menurut Hadiwijaya (1998), faktor
mitra memiliki pengaruh yang lebih signifikan yang mempengaruhi
siginifikan dalam meningkatakan produksi tebu antara lain pelaksanaan
pendapatan petani dibandingkan sistem pembibitan dan pemupukan
dengan pola non mitra. Menurut tidak sesuai dengan anjuran oleh
penelitian Susanti et al. (2013) lembaga yang berwenang.
menjelaskan bahwa usahatani melalui Permasalahan utama yang
pola non mitra lebih efisien dihadapi oleh petani tebu yang ada di
dibandingkan dengan pola mitra. Kabupaten Blora Jawa Tengah adalah
permasalahan yang terkait dengan

87
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

kurangnya pengetahuan budidaya penting untuk dilihat pada kegiatan


dalam meningkatkan efisiensi, usahatani tebu yang ada di Kabupaten
rendahnya produksi (rendemen tebu Blora, sebagai upaya untuk mengkaji
rendah), serta kurangnya akses pasar mengenai pentingnya pola mitra dalam
sehingga harga rendah. Kondisi ini meningkatkan pendapatan dan
yang menyebabkan rendahnya kesejahteraan petani. Jika pola mitra
pendapatan yang diperoleh petani yang ternyata tidak memiliki dampak dalam
berdampak terhadap rendahnya meningkatkan pendapatan petani tebu,
kesejahteraan petani. Pentingnya sehingga alternatif usahatani melalui
dukungan modal bagi petani tebu pola non mitra yang tepat dijalankan
dalam meningkatkan produksi dan dalam upaya meningkatkan
kualitas tebu yang dihasikan sesuai pendapatan dan kesejahteraan petani
dengan penelitian Yanutya (2013) tebu.
yang menyebutkan bahwa salah satu Oleh karena itu, berdasarkan
variabel yang mempengaruhi uraian diatas dapat dirumuskan
peningkatan pendapatan petani tebu di permasalahan terkait dengan penelitian
Kabupaten Blora adalah terkait dengan usahatani tebu di Kabupaten Blora
modal. sebagai berikut ; “(a) Faktor-faktor apa
Pemilihan pola mitra masih yang mempengaruhi produksi tebu di
tetap dijalankan oleh petani dengan Kabupaten Blora?; (b) Bagaimana
industri tebu di Kabupaten Blora tingkat efisiensi usahatani tebu melalui
karena adanya keinginan dalam pola mitra dan non mitra di Kabupaten
meningkatkan pendapatan tambahan Blora?; (c) Bagaimana perbedaan
usahatani dan keharusan petani dalam tingkat pendapatan usahatani tebu
menanam tebu di lahan tadah hujan. yang diperoleh petani mitra dan non
Usahatani tebu di Kabupaten Blora mitra di Kabupaten Blora?.
lebih efisien dibandingkan dengan Berdasarkan perumusan
komoditas tanaman lainnya. masalah yang telah diuraikan di atas,
Permasalahan kondisi lahan yang tidak maka tujuan penelitian ini adalah:
subur dan tadah hujan ini menjadi 1. Menganalisis faktor-faktor yang
kendala bagi petani tebu dalam mempengaruhi produksi tebu di
menerapkan pola tanam berdasarkan Kabupaten Blora.
siklus tanam musim kemarau kemarau 2. Menganalisis efisiensi teknis
dan musim hujan secara teratur. usahatani tebu petani mitra dan
Berkaitan dengan non mitra.
permasalahan yang dihadapi petani 3. Menganalisis tingkat
tebu dalam kegiatan usahatani tebu, pendapatan petani tebu mitra
terdapat dua hal yang perlu dilihat dan non mitra di Kabupaten
adalah apakah petani tebu yang ada di Blora.
Kabupaten Blora menjalankan
kegiatan usahatani melalui pola mitra ? METODE PENELITIAN
dan apakah petani tebu yang ada di
Kabupaten Blora menjalankan Lokasi dan Waktu Penelitian
kegiatan usahatani melalui pola non Penelitian dilaksanakan di
mitra? Dua pertanyaan ini menjadi Kabupaten Blora Provinsi Jawa

88
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

Tengah karena wilayah ini menjadi Metode Pengolahan dan Analisis


salah satu sentra pengembangan Data
usahatani tebu. Penelitian dilakukan Penelitian menggunakan
selama dua bulan yaitu bulan Mei – pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Juli 2018. Dalam pendekatan kuantitatif,
instrumen yang digunakan adalah
Jenis dan Sumber Data daftar pertanyaan terstruktur melalui
Data yang digunakan dalam kuisioner untuk menghasilkan data dan
penelitian ini meliputi data kualitatif informasi mengenai kegiatan usahatani
dan data kuantitatif. Data kualitatif petani tebu yang bermitra maupun non
merupakan data yang tidak berbentuk mitra. Pendekatan kualitatif dilakukan
angka, sedangkan data kuantitatif melalui wawancara mendalam dengan
adalah data yang berupa angka hasil pakar dan pihak yang merupakan
pengukuran atau penghitungan karyawan dari perusahaan yang
(counting) (Juanda, 2009). Data menjadi mitra petani tebu.
kuantitatif ini dapat diklasifikasikan Analisis kuantitatif dengan
lagi menjadi data diskrit (hasil menggunakan analisis pendapatan
hitungan) dan data kontinu (hasil usahatani untuk mengetahui
pengukuran). Berdasarkan sumber pendapatan usahatani tebu yang
datanya, data dalam penelitian ini bermitra dan non mitra, serta
menggunakan data primer dan menggunakan analisis R/C ratio untuk
sekunder. Data primer diperoleh dari mengetahui tingkat efisiensi usahatani
hasil pengamatan langsung tebu antara yang bermitra dengan non
(observasi), diskusi dan wawancara mitra. Data yang dibutuhkan dari
dengan responden yang melakukan kegiatan observasi ini antara lain data
kegiatan usahatani tebu di Kabupaten tentang penerimaan dalam kegiatan
Blora. Selain itu, penelitian ini usahatani, pengeluaran dalam kegiatan
merujuk pada data sekunder yang usahatani, jenis dan jumlah input yang
terkait dengan usahatani tebu. Data digunakan, serta jumlah produksi
sekunder adalah data yang diperoleh dalam kegiatan usahatani. Data yang
dari literatur, perpustakaan, instansi sudah dikumpulkan selanjutnya diolah
pemerintah atau swasta, buku, laporan menggunakan Microsoft Excel 2010,
dan dokumen-dokumen lain yang SPSS 16 dan Frontier 4.1.
terkait dengan penelitian. Data yang
termasuk dalam data sekunder Analisis Pendapatan
penelitian adalah data yang diperoleh
dari beragam pustaka yang menunjang Penerimaan petani dari
dan berhubungan dengan kegiatan kegiatan usahatani diperoleh dari total
penelitian. Data tersebut dapat berupa berat tebu yang diperoleh dari hasil
laporan tahunan, jurnal, skripsi, tesis, panen dikalikan dengan harga tebu
disertasi dan dokumen-dokumen lain pada saat panen. Penerimaan usahatani
yang terkait dengan penelitian. tebu petani mitra maupun non mitra
dapat dirumuskan sebagai berikut :

TR = Y x Py

89
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

Keterangan :
Yi = jumlah produk
TR = Total penerimaan petani tebu 1...n = jumlah jenis input
mitra atau non mitra setiap Pi = harga produk
musim per ha. R/C ≥1 = menguntungkan
Y = Jumlah atau berat tebu yang Xn = jumlah input
dihasilkan petani setiap musim R/C <1 = merugikan
per ha. Pxn = harga input
R/C ratio = Total Penerimaan / Total
Pendapatan usahatani Biaya
diperoleh dari selisih antara
penerimaan dengan biaya yang Analisis Fungsi Produksi Stochastic
dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Frontier
Rumus yang digunakan untuk
mengetahui pendapatan petani baik Fungsi produksi sangat
yang bermitra maupun yang tidak penting dalam teori produksi karena
bermitra dapat dirumuskan dengan : dengan fungsi produksi dapat
diketahui hubungan antara input
Pendapatan = TR – TC dengan output secara langsung.
Keterangan : Menurut Adiningsih (1991) fungsi
produksi menunjukkan berapa banyak
TR : Total penerimaan usahatani jumlah maksimum output yang dapat
setiap musim tanam per ha. diproduksi apabila sejumlah input
TC : Total biaya yang dikeluarkan tertentu digunakan dalam proses
setiap musim tanam per ha. produksi.
Pada penelitian ini fungsi
produksi stochastic frontier digunakan
Analisis R/C Ratio Usahatani untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi tebu, tingkat
Analisis R/C ratio merupakan efisiensi teknis dan faktor-faktor yang
salah satu analisis yang digunakan mempengaruhi tingkat inefisiensi
untuk mengetahui perbandingan antara teknis usahatani tebu. Fungsi produksi
penerimaan dengan pengeluaran yang frontier diartikan sebagai fungsi
dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. produksi yang memberikan output
Selain itu, R/C ratio digunakan untuk maksimum pada tingkat input tertentu,
mengetahui tingkat efisiensi dari dengan tingkat teknologi terkini dalam
kegiatan usahatani tebu antara mitra suatu industri. Tujuan dari pendekatan
dengan non mitra. R/C ratio dapat fungsi produksi frontier lebih untuk
dibedakan menjadi R/C ratio biaya mengestimasi batasan daripada
tunai dan R/C ratio biaya total. R/C mengestimasi fungsi produksi rata-
ratio dapat dirumuskan sebagai berikut rata. Model produksi frontier
: parametrik stokastik dirancang untuk
mengatasi masalah error.
∑𝑘
𝑖=1 𝑌𝑖𝑃𝑖
R/C = 𝑘 Variabel produksi merupakan faktor-
∑𝑖=1(∑𝑘
𝑛=1 𝑋𝑛 .𝑃𝑥𝑛)
faktor yang digunakan secara langsung
dalam proses produksi dan akan

90
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

mempengaruhi kualitas dan kuantitas berupa pupuk urea, pupuk za, pupuk
dari produk yang dihasilkan. Dengan phonska, pupuk organik dan tenaga
pendekatan yang digunakan adalah kerja maka semakin meningkat
SFPF (Stochastic Frontier Production produksi tebu yang dilakukan oleh
Function), maka fungsi produksi yang petani di Kabupaten Blora.
digunakan yaitu Stochastic Frontier
Cobb Douglas. Model persamaan Analisis Efisiensi Teknis dan
penduga fungsi produksi fontier Inefisiensi Teknis
usahatani tebu dapat dituliskan sebagai
berikut: Menurut Coelli et al. (1998)
efisiensi dibedakan menjadi tiga, salah
Ln Y = β0 + β1 lnXi + β2 lnX2 + β3 satunya adalah efisiensi teknis
lnX3 + β4 lnX4 + β5 lnX5 + (technical efficiency). Efisiensi teknis
vi-ui atau efisiensi fisik berhubungan
dengan kemampuan petani untuk
dimana: menghindari penghamburan dengan
Y = output (hasil) tebu petani memproduksi output semaksimal
mitra/non mitra (kg/ha) mungkin dengan penggunaan sejumlah
X1 = penggunaan pupuk urea (kg) input tertentu, atau dengan
X2 = penggunaan pupuk za (kg) menggunakan input seminimal
X3 = penggunaan pupuk NPK (kg) mungkin.
X4 = penggunaan pupuk organik Pendekatan stochastic frontier
(kg) menghasilkan dua kondisi secara
X5 = tenaga kerja (HOK) simultan yakni faktor-faktor yang
β0 = intersep mempengaruhi efisiensi dan sekaligus
βj = koefisien parameter penduga, inefisiensi petani. Efisiensi pada
dimana i = 1, 2, 3, 4, 5 penelitian ini diukur dengan
vi = variabel acak yang berkaitan pendekatan dari sisi alokasi input
dengan faktor-faktor (Farrell, 1957). Analisis efisiensi
eksternal seperti iklim, teknis dapat diukur dengan
hama/penyakit dan kesalahan menggunakan rumus:
permodelan yang sebarannya
simetris dan menyebar TE = = E(Y*|U, X1, X2, X3, X4, X5)
2
normal (vi – N(0, σ 𝑣 )). E(Y*|U = 0, X1, X2, X3, X4, X5)
ui = variabel acak non negatif dan dimana :
diasumsikan mempengaruhi
TE = efisiensi teknis petani ke-i
tingkat inefisiensi teknis dan
berkaitan dengan faktor-
faktor internal yang
E(Y*|U, X1, X2, X3, X4, X5) =
sebarannya bersifat setengah
output observasi (i=1,2,...,n)
normal (ui – N(0, σ 2𝑣 )).
E(Y*|U = 0, X1, X2, X3, X4, X5) =
Pada persamaan tersebut nilai output batas (i=1,2,...,n)
parameter yang diharapkan adalah Nilai efisiensi teknis antara 0 ≤
positif (βj>0), hal ini berarti bahwa TEi ≤ 1. Nilai efisiensi teknis
semakin meningkat jumlah input usahatani tebu dikategorikan cukup

91
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

efisien jika bernilai ≥ 0,7 dan simultan dengan program Frontier 4.1
dikategorikan belum efisien jika (Coelli, 1996). Pengujian parameter
bernilai ≤ 0,7. stochastic frontier dan efek inefisiensi
Metode efisiensi teknis yang teknis dilakukan dengan dua tahap.
digunakan dalam penelitian ini Tahap pertama merupakan pendugaan
mengacu kepada model efek parameter βi dengan metode OLS.
inefisiensi teknis yang dikembangkan Tahap kedua merupakan pendugaan
oleh Battese et al. (1989). Variabel ui seluruh parameter β0,βi, varians ui dan
yang digunakan untuk mengukur efek vi dengan menggunakan metode
inefisiensi teknis, dan diasumsikan Maximum Likelihood Estimation
bebas dengan distribusi N (µi, σ2). (MLE). Hal yang sama untuk
Pendekatan yang digunakan untuk pendugaan parameter δi.
mengkaji hubungan antara inefisiensi Hasil pengolahan program
usahatani dengan berbagai faktor sosio Frontier 4.1 menurut Aigner dan Chu
ekonomi dan usahatani adalah (1977), Jondrow et al. (1982), dan
menggunakan model regresi dengan Greene (1980) dalam Coelli et al.
menggambarkan inefisiensi sebagai (1998) akan menghasilkan perkiraan
fungsi dari faktor-faktor sosio ekonomi nilai log likelihood dan nilai Σ2.
dan usahatani. Nilai parameter Menurut Battese et al. (1989), nilai log
distribusi (µi) efek inefisiensi teknis likelihood dengan metode MLE perlu
pada penelitian ini secara matematis dibandingkan dengan nilai log
adalah: likelihood dengan metode OLS. Jika
nilai log likelihood dengan metode
µi = δ0 + δ1 Z1 + δ2 Z2 + δ3 Z3+ δ4 MLE lebih besar dari OLS, maka
Z4 + δ5 Z5 fungsi produksi dengan metode MLE
adalah baik dan sesuai dengan kondisi
dimana: di lapangan. Nilai Σ2 menunjukkan
µi = efek inefisiensi teknis distribusi dari error term inefisiensi
Z1 = lama usahatani (tahun) (ui). Jika nilainya kecil artinya (ui)
Z2 = umur (tahun) terdistribusi secara normal.
Z3 = pendidikan (tahun)
Z4 = jumlah tanggungan keluarga Analisis Uji F
(orang)
Z5 = dummy tipe usahatani (mitra=1 Uji F adalah pengujian
dan non mitra=0) terhadap koefisien regresi secara
simultan. Pengujian ini dilakukan
Nilai koefisien parameter untuk mengetahui pengaruh semua
penduga inefisiensi yang diharapkan δ1 variabel independen yang terdapat di
> 0, δ2, δ3, δ4 < 0. Agar konsisten, dalam model secara bersama-sama
maka pendugaan parameter fungsi (simultan) terhadap variabel dependen.
produksi dan inefisiensi dilakukan Uji F dalam penelitian ini digunakan
dengan perangkat lunak (software) untuk menguji signifikasi pengaruh
Frontier 4.1 (Coelli, 1998). variabel-variabel input terhadap
Pendugaan parameter fungsi peningkatan produksi usahatani tebu
produksi frontier stokastik (SFPF) dan secara simultan. Dasar pengambilan
inefficiency function dilakukan secara keputusannya yaitu (Santoso, 2012) :

92
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

i. Jika nilai signifikansi > 0.05 maka petani dengan Pabrik Gula (PG).
tidak berpengaruh nyata. Petani yang menjalankan kegiatan
ii. Jika nilai signifikansi < 0.05 maka usahatani melalui pola mitra terwadahi
berpengaruh nyata. dalam Koperasi Petani Tebu Rakyat
(KPTR). KPTR berperan dalam
mengkoordinir kegiatan tebang angkut
Analisis Uji Beda petani dan pembagian jatah kuota
tebang yang disesuaikan dengan kuota
Uji T-Test merupakan alat harian yang telah ditetapkan oleh
analisis uji beda untuk mengetahui Pabrik Gula (PG). Sedangkan petani
perbedaan antara produktivitas petani Mandiri, tanpa ada pendampingan dari
dan pendapatan petani yang bermitra PLPG dan kegiatan pemasaran tebu
dengan petani yang tidak bermitra dapat dipasarkan ke petani anggota
(non mitra). Nilai rata-rata yang akan KPTR (binaan) dan pabrik gula rakyat.
diuji adalah rata-rata produktivitas per Model fungsi produksi stochastic
ha dan rata-rata pendapatan per ha. Uji frontier Cobb Douglas digunakan
T-Test ini menggunakan alfa 5 persen dalam mengestimasi fungsi produksi
(alfa sebesar 0.05). Uji beda dua usahatani tebu di Kabupaten Blora.
sample independent ini akan dianalisis Model fungsi produksi ini
menggunakan software SPSS 16. menggunakan metode penduga
Maximum Likelihood Estimation
HASIL DAN PEMBAHASAN (MLE) yang dilakukan dalam dua
tahapan. Tahap pertama menggunakan
Analisis Fungsi Produksi Tebu di metode Ordinary Least Square (OLS)
Kabupaten Blora dan selanjutnya menggunakan metode
Pengembangan usahatani tebu di Maximum Likelihood Estimation
Kabupaten Blora secara umum (MLE) pada tahap kedua. Dalam
dikelola oleh petani secara mandiri dan proses membangun model, dibedakan
kemitraan. Secara budidaya, kegiatan antara fungsi produksi tebu petani
usahatani tebu yang dikelola secara mitra (TM) dan tebu petani non mitra
mandiri memiliki pola yang sama (TNM). Variabel-variabel input yang
dengan pola kemitraan. Aspek yang diduga berpengaruh terhadap usahatani
membedakan antara kedua pola tebu petani mitra adalah pupuk urea
tersebut adalah pemasaran tebu dan (X1), pupuk za (X2), pupuk phonska
pendampingan ketika kegiatan (X3), pupuk organik (X4) dan tenaga
budidaya. Untuk pola kemitraan, kerja (X5). Hasil dugaan fungsi
terdapat pendampingan dan produksi Cobb Douglas untuk
pengawasan oleh PLPG (Petugas usahatani tebu petani mitra dapat
Lapangan Pabrik Gula) dan adanya dilihat pada Tabel 1.
kerjasama pemasaran tebu antara

Tabel 1. Hasil dugaan fungsi produksi Cobb Douglas usahatani tebu di


Kabupaten Blora menggunakan metode OLS
Variabel Input Coefficient t-value Sig. Collinearity Statistics

93
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

Tolerance VIF
Konstanta 6,086 8,430 0,000
Urea (X1) 0,135* 2,695 0,009 0,866 1,154
Za (X2) 0,229* 4,529 0,000 0,855 1,170
Phonska (X3) 0,230* 4,464 0,000 0,738 1,354
Organik (X4) 0,149* 2,987 0,004 0,790 1,266
Tenaga kerja (X5) 0,191 1,083 0,282 0,795 1,258
R-Square (R-Sq) 0,644
F-hitung 26,760 0,000
Durbin Watson 2,036
Sumber: Analisis Data Primer 2018

Suatu model dapat dikatakan Berdasarkan fungsi produksi


akurat atau tidaknya, dapat dilakukan dengan metode OLS pada Tabel 1,
dengan melihat nilai koefisien maka dapat diketahui hubungan antara
determinasinya (R-sq). Koefisien R-sq faktor-faktor produksi secara bersama
ini dapat menggambarkan baik atau terhadap hasil produksi usahatani tebu
tidaknya suatu model yang dihasilkan yang dilakukan oleh petani tebu di
dalam meramalkan kondisi ke depan Kabupaten Blora. Hubungan tersebut
secara akurat. Jika nilai R-sq lebih dapat diketahui dengan melihat nilai
besar dari 50 persen, maka dapat signifikansi F-hitungnya, dimana nilai
dikatakan bahwa model tersebut layak signifikansi yang diperoleh lebih kecil
untuk digunakan. Hasil dugaan model dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa
produksi Cobb Douglas metode OLS variabel input secara bersama-sama
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa berpengaruh signifikan terhadap
koefisien determinasi (R2) sebesar produksi usahatani tebu di Kabupaten
0,644, dimana hal ini bermakna 64,4 Blora (Santoso, 2012). Sedangkan
persen dari varians produksi dapat hubungan yang nyata antara variabel
dijelaskan oleh perubahan dalam produksi secara parsial terhadap
variabel-variabel input (pupuk urea, usahatani tebu dapat diketahui melalui
pupuk za, pupuk phonska, pupuk uji T dengan melihat nilai signifikansi
organik dan tenaga kerja) yang dari tiap variabel. Berdasarkan hasil
digunakan dalam model di atas, dugaan fungsi produksi OLS,
sedangkan 35,6 persen sisanya diketahui setiap variabel secara parsial
dijelaskan oleh faktor lain di luar berpengaruh positif. Hal ini sesuai
model. Hasil pendugaan model dengan asumsi The Law of
produksi Cobb Douglas usahatani tebu Diminishing Return yang harus
melalui metode OLS adalah sebagai dipenuhi dalam penggunaan fungsi
berikut: produksi cobb-douglas, yang berarti
untuk setiap penambahan input dapat
Y = 6,086X10,135 X20,229 X30,230 X40,149 menghasilkan penambahan jumlah
X50,191 output yang lebih besar. Namun dari
seluruh variabel yang berpengaruh

94
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

positif tersebut, hanya variabel pupuk practice) dari petani tebu pada tingkat
urea, pupuk za, pupuk phonska dan teknologi yang ada. Hasil pendugaan
pupuk organik yang secara parsial fungsi produksi menggunakan metode
berpengaruh positif dan signifikan, hal MLE dapat dilihat pada Tabel 2.
ini dikarenakan nilai signifikansi dari Pendugaan dengan metode
setiap variabel tersebut <0,05 MLE menghasilkan fungsi produksi
(Santoso, 2012). Sementara variabel yang dianggap fit karena memenuhi
tenaga kerja tidak berpengaruh nyata asumsi cobb-douglas. Dengan
pada taraf 5 persen, walaupun demikian, model fungsi produksi
memiliki koefisien regeresi yang stochastic frontier usahatani tebu di
bernilai positif. Kabupaten Blora menghasilkan
Berdasarkan Tabel 1, dapat persamaan sebagai berikut :
dikatakan bahwa model produksi yang
dibuat tidak terjadi autokorelasi Ln Y = 5,52 + 0,18 ln X1 + 0,23 ln
dengan nilai DW=2,036, dan juga X2 + 0,28 ln X3 + 0,20 ln
model produksi pada Tabel 1 tidak X4 + 0,16 ln X5 + vi - ui
terjadi multikolinearitas, dimana nilai
VIF<10 untuk semua variabel input Nilai konstanta yang diperoleh
dan juga nilai tolerance>0,10 untuk pada usahatani tebu di Kabupaten
semua variabel input. Uji Blora sebesar 5,52, artinya apabila
multikolinearitas penting dilakukan variabel independen lainnya dianggap
karena adanya multikolinearitas dapat tidak ada atau bernilai nol, maka
mengakibatkan penaksiran-penaksiran besarnya nilai produksi tebu adalah
kuadrat terkecil menjadi tidak efisien, sebesar Ln 5,52.
sehingga salah satu akibatnya adalah Pada fungsi produksi perlu
koefisien determinasi (R2) tinggi, akan diperhatikan nilai log-likehood
tetapi uji statistik t (t rasio) function, hal ini berhubungan dengan
menunjukkan bahwa parameter dugaan dengan kesimpulan baik tidaknya
sedikit berpengaruh nyata (Gujarati, model yang diduga. Jika nilai log
1978). Berdasarkan Manurung et al. likehood function pada metode OLS
(2005) menyatakan bahwa nilai lebih kecil daripada metode MLE, hal
Variance Inflation Factor (VIF) yang ini menunjukkan bahwa fungsi
tinggi merupakan indikasi terjadinya produksi dengan metode MLE sudah
multikolinearitas antar variabel baik dan sesuai dengan kondisi
independen pada suatu model. lapangan. Nilai log-likehood function
Setelah asumsi-asumsi dalam MLE pada usahatani tebu di
fungsi produksi awal terpenuhi, maka Kabupaten Blora sebesar 74,63,
dilakukan tahap yang selanjutnya yaitu adapun nilai log-likehood function
pendugaan fungsi produksi dengan OLS sebesar 58,27. Sehingga dapat
metode Maximum Likelihood dikatakan bahwa fungsi produksi
Estimation (MLE) yang dianalisis dengan metode MLE pada usahatani
dengan menggunakan software tebu di Kabupaten Blora sudah baik
Frontier 4.1. Hasil pendugaan dan sesuai dengan kondisi di lapangan.
menggambarkan kinerja terbaik (best

95
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

Tabel 2. Analisis fungsi produksi Stochastic Frontier usahatani tebu di


Kabupaten Blora menggunakan metode MLE
Variabel Coefficient t-ratio
Konstanta 5,52 11,33
Urea (X1) 0,18* 5,31
Za (X2) 0,23* 6,03
Phonska (X3) 0,28* 6,56
Organik (X4) 0,20* 6,17
Tenaga kerja (X5) 0,16 1,50
Sigma-squared 0,07
Gamma 0,98
Log-likehood function OLS 58,27
Log-likehood function MLE 74,63
LR test of the one-sided error 32,71
Keterangan : * dan ** , nyata pada taraf 5% dan 10%
Dimana : t-tabel α 5% = 2,358, α 10% = 1,690
Sumber: Analisis Data Primer 2018

Nilai yang mendekati 1 pada produksi masing-masing input yang


usahatani tebu di Kabupaten Blora digunakan. Jumlah koefisien fungsi ini
dengan nilai sebesar 0,98, merupakan kondisi return to scale.
menunjukkan bahwa error term hanya Nilai yang diperoleh pada usahatani
berasal dari akibat inefisiensi (ui) dan tebu di Kabupaten Blora sebesar 1,05.
bukan berasal dari noise (vi) seperti Hal ini menunjukkan bahwa fungsi
hama, cuaca, dan lain sebagainya. produksi Cobb-Douglas pada
Dengan demikian, maka parameter usahatani tebu di Kabupaten Blora
koefisien inefisiensi pada fungsi dengan metode MLE ini berada dalam
produksi menjadi berarti. kondisi constant return to scale (sesuai
Nilai ratio generalized- dengan asumsi fungsi produksi cobb-
likelihood (LR) pada usahatani tebu di douglas).
Kabupaten Blora sebesar 32,71, nilai Seperti halnya dengan metode
tersebut masih lebih tinggi OLS, uji t pada metode MLE juga
dibandingkan nilai tabel Kodde dan digunakan untuk melihat pengaruh
Palm sebesar 10,371 yang nyata pada masing-masing faktor produksi
α=5%. Hal ini berarti bahwa terdapat terhadap variabel dependen
pengaruh efisiensi dan inefisiensi (output/produksi) dan nilai koefisien
teknis petani. merupakan nilai elastisitas input.
Parameter dugaan pada fungsi Namun perbedaannya adalah hasil
produksi frontier stochastic pendugaan dengan metode MLE
menunjukkan nilai elastisitas produksi merupakan kinerja terbaik dari petani
frontier dari input-input yang responden pada tingkat teknologi yang
digunakan. Koefisien fungsi produksi ada, sedangkan hasil pendugaan
yang merupakan pangkat fungsi Cobb- dengan metode OLS merupakan
Douglas merupakan elastisitas kinerja rata-rata petani responden.

96
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

Nilai pendugaan parameter jika penggunaan pupuk phonska


(parameter estimate) pada fungsi dinaikkan sebesar 1 persen dengan
produksi stochastic frontier dapat asumsi cateris paribus (input lain
menunjukkan nilai elastisitas dari tetap), maka akan meningkatkan
input-input yang digunakan. Pada produksi tebu sebesar nilai koefisien
usahatani tebu di Kabupaten Blora, regresinya.
semua variabel yang dimasukkan Pada Tabel 2 diperoleh nilai
dalam fungsi produksi diperoleh nilai koefisien atau elastisitas pupuk
koefisien yang bernilai positif. Namun organik sebesar 0,20 dan berpengaruh
hanya empat variabel yang nyata terhadap produksi tebu pada
berpengaruh nyata pada α=5%, yaitu selang kepercayaan 95 persen, karena
pupuk urea, pupuk za, pupuk phonska, nilai t-hitung pupuk organik 6,17 yang
dan pupuk organik. lebih besar dari t-tabel pada α 5%
Nilai koefisien regresi atau sebesar 2,358. Hal ini dapat diartikan
elastisitas pupuk urea pada Tabel 2 setiap penambahan input za sebesar 1
sebesar 0,18, dan berpengaruh nyata persen dengan asumsi cateris paribus
terhadap produksi tebu. Hal ini (input lain tetap) maka akan
dikarenakan nilai t-hitung sebesar 5,31 meningkatkan produksi tebu sebesar
yang lebih besar dari nilai t-tabel nilai koefisien/elastisitas za sebesar
sebesar 2,358. Nilai tersebut artinya 0,20.
jika penggunaan pupuk za dinaikkan Nilai koefisien regresi atau
sebesar 1 persen dengan asumsi cateris elastisitas tenaga kerja pada Tabel 2
paribus (input lain tetap), maka akan sebesar 0,16 meskipun nilai koefisien
meningkatkan produksi tebu sebesar regresi yang diperoleh bernilai positif
nilai koefisien regresinya. akan tetapi tidak berpengaruh nyata
Pada Tabel 2 diperoleh nilai terhadap produksi tebu. Hal ini
koefisien atau elastisitas pupuk za dikarenakan nilai t-hitung organik
sebesar 0,23, dan berpengaruh nyata sebesar 1,50 yang lebih kecil dari nilai
terhadap produksi tebu pada selang t-tabel sebesar 2,358.
kepercayaan 95 persen, karena nilai t- Berdasarkan pengamatan di
hitung pupuk za 6,03 yang lebih besar lapangan, kegiatan usahatani tebu
dari t-tabel pada α 5% sebesar 2,358. dalam aspek budidaya yang dikelola
Hal ini dapat diartikan setiap secara mandiri memiliki pola yang
penambahan input za sebesar 1 persen hampir sama dengan pola kemitraan.
dengan asumsi cateris paribus (input Perbedaan yang terjadi di lapangan
lain tetap) maka akan meningkatkan adalah, dosis pupuk yang mereka
produksi tebu sebesar nilai gunakan untuk setiap jenis pupuk.
koefisien/elastisitas za sebesar 0,23. Pada petani mitra, melebihkan jumlah
Nilai koefisien regresi atau penggunaan untuk pupuk za dan
elastisitas pupuk phonska pada Tabel 2 phonska. Sedangkan pada petani non
sebesar 0,28 dan berpengaruh nyata mitra, takaran berlebih mereka
terhadap produksi tebu. Hal ini gunakan pada pupuk urea dan organik.
dikarenakan nilai t-hitung sebesar 6,56 Berdasarkan hasil penelitian
yang lebih besar dari nilai t-tabel Nasution et al. (2013), menunjukkan
sebesar 2,358. Nilai tersebut artinya pemupukan tebu menggunakan pupuk

97
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

ZA dengan dosis 600 kg per hektar dalam pupuk organik. Oleh karena itu,
dan pupuk NPK Phonska dengan dosis pengurangan dosis pupuk urea dapat
200 kg per hektar dapat mempengaruhi memberikan dampak terhadap
pertumbuhan vegetatif tebu. peningkatan produksi tebu pada lahan
Pertumbuhan vegetatif tebu terlihat kering seperti halnya kondisi lahan di
dari adanya perubahan diameter tebu Kabupaten Blora.
setelah dilakukan pemupukan dengan Berdasarkan hasil pendugaan
menggunakan pupuk ZA. Pada saat parameter pada fungsi produksi
tebu berumur 21 HST diameter tebu stochastic frontier di atas bahwa
sebesar 5,72 mm, umur 41 HST (7,44 variabel tenaga kerja berpengaruh
mm), umur 55 HST (9,02 mm), 71 positif tapi tidak nyata, sedangkan
HST (10,37 mm) dan 85 HST (13,50 variabel-variabel seperti urea, za,
mm). Ketika dosis NPK Phonska 400 phonska dan organik mempunyai
kg per hektar dan ZA dosis 800 kg per pengaruh positif dan nyata terhadap
hektar diameter tebu sebesar 6,02 mm produksi tebu di Kabupaten Blora. Hal
(21 HST), 8.08 mm (41 HST), 10.31 ini dapat dikatakan bahwa urea, za,
mm (55 HST), 12,42 mm (71 HST), phonska dan organik merupakan input
dan 15,51 mm (85 HST). Sedangkan, produksi penggeser fungsi produksi ke
pada saat dosis pupuk NPK phonska arah frontiernya.
600 kg per hektar dan ZA 1000 kg per Sebagai implikasinya adalah
hektar diameter tebu sebesar 5,83 mm diperlukan aplikasi penggunaan pupuk
(21 HST), 7,70 mm (41 HST), 9,74 yang maksimal namun tetap
mm (51 HST), 11,76 mm (71 HST), memperhatikan rekomendasi dari
dan 15,55 mm (85 HST). penyuluh terkait komposisi
Berdasarkan penelitian Jaili et penggunaan setiap jenis pupuk, agar
al. (2016), menunjukkan bahwa petani dapat memperoleh produksi
pemupukan tebu dengan urea (unsur yang maksimal namun terhindar dari
N) akan efektif ketika pemupukannya pemborosan input yang kurang
75 persen dari dosis seharusnya, tetapi optimal.
harus dikombinasikan dengan blotong
karena pupuk urea (unsur N) sangat Efisiensi dan Inefisiensi Teknis
mudah menguap di permukaan Petani Tebu
sehingga diperlukan blotong sebagai
pengikat. Selain itu melalui campuran Tingkat efisiensi teknis pada
pupuk kompos blotong dan urea dapat penelitian ini dianalisis menggunakan
membantu meningkatkan unsur NPK fungsi produksi Cobb-Douglas
pada tanah yang berperan dalam stochastic fronter menggunakan
meningkatkan diameter tebu dan metode estimasi maximum likelihood
memperbanyak anakan tebu sehingga estimate (MLE) dengan Program
produksi tebu menjadi lebih frontier 4.1. Adapun hasil analisis
meningkat. Demikian halnya juga, jika efisiensi teknis dapat dilihat pada
pemupukan hanya menggunakan Tabel 3 di bawah. Terkait dengan
pupuk organik masih belum mampu efisiensi teknis, menurut Bakhsh et al.
meningkatkan produksi tebu karena (2006), Situmorang (2013), Fadwiwati
kandungan N, P, K tidak terkandung di (2013), dan Kumbhakar et al. (2001),
menyebutkan bahwa nilai rata-rata

98
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

untuk efisiensi teknis usahatani sawah dan tegalan di Kabupaten Blora


dikategorikan efisien jika nilainya secara teknis sudah efisien karena
diatas 0,80. Jika merujuk pada Tabel 3 lebih besar dibandingkan dengan nilai
di bawah, nilai rata-rata efisiensi teknis 0,80. Namun, usahatani melalui pola
yang diperoleh untuk kegiatan mitra masih lebih efisien secara teknis
usahatani tebu di Kabupaten Blora dibandingkan dengan usahatani
adalah 0,89. Nilai ini menunjukkan melalui pola non mitra.
bahwa usahatani tebu pada lahan

Tabel 3. Sebaran nilai efisiensi teknis usahatani tebu di Kabupaten Blora


Tingkat Petani Mitra Petani Non Mitra Gabungan
Efisiensi Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
51-60 0 0 1 2,5 1 1,25
61-70 0 0 3 7,5 3 3,75
71-80 6 15 7 17,5 13 16,25
81-90 5 12,5 11 27,5 16 20
91-100 29 72,5 18 45 47 58,75
Jumlah 40 100 40 100 80 100
Maksimum 0,98 0,98 0,98
Minimum 0,77 0,59 0,59
Rata-rata 0,91 0,85 0,89
Sumber: Analisis Data Primer 2018

Tabel 3 menunjukkan sebaran sebesar 0,85. Secara garis besar,


nilai efisiensi teknis usahatani tebu tingkat efisiensi teknis petani tebu
petani mitra maupun non mitra di responden di Kabupaten Blora sudah
Kabupaten Blora. Berdasarkan Tabel dapat dikatakan efisien, hal ini
3, dapat diketahui nilai maksimum dikarenakan nilai rata-rata gabungan
efisiensi teknis usahatani tebu mitra petani responden sebesar 0,89 dan
sebesar 0,98, sedangkan nilai sudah melebihi batas nilai indeks
minimum untuk efisiensi teknis efisiensi teknis sebesar 0,80 (Coelli,
usahatani tebu petani mitra sebesar 1998).
0,77. Untuk usahatani tebu non mitra Nilai efisiensi teknis yang
diketahui nilai maksimum efisiensi berbeda antara petani mitra dengan
teknis sebesar 0,98, sedangkan nilai petani non mitra mengindikasikan
minimum efisiensi teknis usahatani bahwa tingkat penguasaan lahan,
tebu non mitra sebesar 0,59. Efisiensi aplikasi teknologi serta manajemen
teknis usahatani tebu mitra lebih tinggi usahatani yang berbeda di Kabupaten
daripada efisiensi teknis usahatani tebu Blora. Petani yang menjalankan
non mitra, hal ini ditunjukkan dengan usahatani melalui pola mitra
nilai rata-rata efisiensi teknis usahatani memperoleh pembinaan dan
tebu mitra sebesar 0,91, sedangkan pengawasan dari Penyuluh Lapang
untuk usahatani tebu non mitra Perusahaan Gula (PLPG) dan Koperasi
memiliki nilai rata-rata efisiensi teknis Petani Tebu Rakyat (KPTR).

99
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

Perbedaan tingkat efisiensi Selain menganalisis efisiensi


teknis yang dicapai petani di lokasi teknis, penelitian ini juga menganalisis
penelitian mengindikasikan tingkat faktor-faktor yang mempengaruhi
penguasaan dan aplikasi teknologi inefisiensi teknis usahatani tebu di
serta manajemen usahatani yang kabupaten Blora. Terdapat lima
berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan variabel yang diduga memiliki
pendapat Prayoga (2010) yang pengaruh terhadap tingkat inefisiensi
menyatakan bahwa perbedaan tingkat teknis usahatani tebu di Kabupaten
penguasaan teknologi dapat Blora.
disebabkan oleh umur petani, Hasil pendugaan model efek
pengalaman berusahatani. Perbedaan inefisiensi teknis yang diperoleh dari
dalam aplikasi teknologi yaitu dalam model fungsi produksi stochastic
hal penggunaan input produksi frontier disajikan pada Tabel 4.
disamping disebabkan oleh tingkat Terdapat lima variabel yang diduga
penguasaan teknologi, juga disebabkan berpengaruh terhadap inefisiensi teknis
oleh kemampuan petani untuk usahatani tebu petani mitra dan non
mendapatkan input produksi yang mitra di Kabupaten Blora, yaitu: lama
berkaitan dengan modal petani. usahatani, umur responden, tingkat
Nilai rata-rata efisiensi teknis pendidikan dan jumlah tanggungan
gabungan sebesar 0,89 pada penelitian dan tipe usahatani. Faktor-faktor
ini lebih tinggi jika dibandingkan tersebut dimasukkan dengan dugaan
dengan hasil penelitian Fadwiwati memiliki pengaruh pada tingkat
(2013) yang menyatakan bahwa rata- inefisiensi petani.
rata efisiensi teknis petani jagung di
Provinsi Gorontalo sebesar 0,81.

Tabel 4. Hasil pendugaan model efek stochastic frontier inefisiensi teknis fungsi
produksi usahatani tebu di Kabupaten Blora tahun 2018
Variabel Coefficient t-ratio
Konstanta -0,4043 -0,4525
Lama usahatani (Z1) -0,0091** 1,73063
Umur (Z2) 0,0015 0,1336
Pendidikan (Z3) 0,0043 0,2643
Tanggungan (Z4) 0,0754 1,0390
Dummy tipe usahatani (Z5) -0,5600 -1,1135
Keterangan : * dan ** , nyata pada taraf 5% dan 10%
Dimana : t-tabel α 5% = 2,358, α 10% = 1,690
Sumber: Analisis Data Primer 2018

Variabel lama usahatani lebih efisien dalam proses produksi


bertanda negatif dengan nilai koefisien dan penggunaan input produksinya.
regresi sebesar -0,0091 dan memiliki Hal ini sejalan dengan temuan di
pengaruh yang nyata. Artinya bahwa lapangan, petani mitra maupun non
semakin lama usahatani tebu akan mitra memiliki jumlah akumulatif
semakin mendorong kegiatan penggunaan pupuk untuk setiap ha
usahatani tebu mitra maupun non mitra yang hampir seragam.

100
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

Hal ini sesuai dengan pengrajin gula cetak berpengaruh


penelitian yang dilakukan oleh signifikan terhadap inefisiensi teknis
Melinda (2015) yang menemukan produksi gula cetak dengan koefisien
variabel pengalaman (lama usahatani) regresi yang negatif.

Analisis Pendapatan
Tabel 5. Analisis pendapatan rata-rata usahatani tebu petani mitra dan non
mitra di Kabupaten Blora
Petani Non Mitra
Komponen Petani Mitra
Tengkulak UKM
Total Penerimaan 44.104.159 36.919.064 34.941.257
Total Biaya 35.695.979 34.480.748 34.480.748
Total Pendapatan 8.408.180 2.438.317 460.510
Sumber : Responden petani tebu di Kabupaten Blora 2018

Berdasarkan pola usahatani mitra yang menjual hasil panennya ke


yang dijalankan oleh petani di petani mitra memperoleh pendapatan
Kabupaten Blora dijalankan melalui sebesar Rp. 2.438.317 adapun petani
dua pola yaitu pola mitra dan pola non non mitra yang menjual hasil
mitra. Pola mitra usahatani tebu produksinya ke UKM gula merah
dilakukan dalam bentuk kerjasama memperoleh pendapatan sebesar Rp.
pemasaran tebu antara petani dengan 460.510. Harga yang diberikan oleh
Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR) PG kepada petani mitranya sebesar Rp.
untuk dipasarkan ke Perusahaan Gula 61.000 per kwintal. Sedangkan harga
(PG) yang ada di Kabupaten Blora. beli yang diberikan tengkulak sebesar
Sedangkan pola non mitra berupa Rp. 56.000 per kwintal dan Rp.53.000
adanya kemandirian petani dalam per kwintal merupakan harga yang
memilih pasar yang ideal untuk diberikan oleh UKM gula merah.
kegiatan pemasaran tebu yang Besarnya pendapatan petani
dihasilkan. Petani non mitra terbagi tebu melalui pola mitra di Kabupaten
dua dalam hal tujuan pemasaran tebu. Blora dipengaruhi oleh adanya insentif
Pola yang pertama yaitu mandiri harga yang diberikan oleh perusahaan
dimana petani non mitra menjual hasil mitra. Perusahaan mitra yang
panennya ke tengkulak yaitu petani dimaksud adalah Pabrik Gula (PG)
yang bermitra dan pola yang ke dua yang ada di Kabupaten Blora. Bentuk
yaitu menjual hasil produksi tebu ke insentif harga yang diberikan PG
UKM gula merah yang ada di kepada petani tebu mitra adalah
Kabupaten Blora. melalui harga yang layak dan lebih
Berdasarkan Tabel 5 di atas, besar dibandingkan harga yang
dapat kita lihat perbedaan yang sangat diberikan oleh PG lain maupun para
jauh dalam hal total pendapatan tengkulak. Pola yang dibangun ini
usahatani tebu mitra dan non mitra menimbulkan trust bagi petani yang
untuk setiap ha. Pendapatan yang tergabung melalui Koperasi Petani
diperoleh untuk petani mitra sebesar Tebu Rakyat (KPTR) untuk menjual
Rp. 8.408.180. Sedangkan petani non tebu ke Pabrik Gula (PG) Blora.

101
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

Berdasarkan hasil wawancara dengan meningkatkan taraf hidup petani tebu.


petani tebu yang ada di Kabupaten Seperti penelitian yang dilakukan
Blora, bahwa para petani merasa Menurut Rochdiani et al. (2007),
sejahtera dan timbul semangat untuk manfaat yang didapatkan petani
menambah luasan lahan untuk melalui kemitraan adalah manfaat
usahatani tebu karena adanya insentif sosial berupa rasa aman, keterjaminan
harga yang cukup besar diberikan PG pasar, sarana produksi dan difusi
kepada para petani mitra. teknologi. Menurut Alam et al. (2017),
Pendapatan petani tebu faktor-faktor yang berpengaruh
melalui pola mitra yang lebih besar simultan terhadap pola kemitraan
dibandingkan dengan pendapatan antara inti plasma dengan petani antara
petani non mitra menjadi salah satu lain komunikasi, kepercayaan dan
indikator keberhasilan dari adanya komitmen. Namun, dalam penelitian
peran kemitraan dalam meningkatkan ini bahwa faktor yang paling
kesejahteraan petani mitra. Atas dasar berpengaruh dominan secara parsial
tersebut dapat dijelaskan bahwa terhadap pola kemitraan adalah faktor
kemitraan memiliki peran dalam komitmen.

Analisis R/C Ratio


Tabel 6. Analisis R/C ratio usahatani tebu di Kabupaten Blora
Non Mitra
Komponen Mitra
Tengkulak UKM
Penerimaan 44,104,159 36,919,064 34,941,257
Total Biaya 35,695,979 34,480,748 34,480,748
R/C Ratio 1,235549789 1,07071530 1,01335555
Sumber : Responden Petani Tebu Kabupaten Blora 2018

Analisis R/C ratio merupakan layak untuk dijalankan karena R/C


analisis yang digunakan untuk melihat rationya lebih dari 1. Nilai R/C ratio
efisiensi usaha dalam bentuk ukuran usahatani tebu petani mitra sebesar
perbandingan antara penerimaan usaha 1,236. Sedangkan, nilai R/C ratio
(Revenue) dengan total biaya (Total untuk usahatani melalui pola non mitra
Cost). Nilai R/C dapat mengetahui (tengkulak) 1.071, serta non mitra
suatu usaha menguntungkan atau tidak (UKM) sebesar 1.013. Perbedaan nilai
menguntungkan. Usaha dikatan efisien R/C ratio antara petani mitra dan non
atau menguntungkan ketika nilai mitra sangat dipengaruhi oleh harga
R/C>1. Nilai R/C ratio untuk petani jual yang diterima petani mitra
mitra dan non mitra yang ada di maupun non mitra. Berdasarkan Tabel
Kabupaten Blora dapat dilihat pada 6 di atas, dapat diketahui bahwa R/C
Tabel 6. ratio petani mitra yang memiliki nilai
Usahatani tebu yang paling besar. Sehingga petani tebu
dijalankan melalui pola mitra dan non yang ada di Kabupaten Blora akan
mitra seperti pada Tabel 6 memperoleh tingkat efisiensi yang
menunjukkan adanya efisiensi atau lebih tinggi jika memilih pola mitra.

102
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

Analisis Uji Beda


Tabel 7. Analisis uji beda pendapatan petani mitra dan non mitra
Levene’s Test
t-Test for Equality of
for Equality of
Means
Variances
Sig (2-
F Sig. t
tailed)
Equal variances
assumed
Pendapatan_Rp 19,283 0,000 4,945 0,000
Equal variances
not assumed 4,945 0,000
Sumber: Analisis Data Primer 2018

Analisis uji beda atau uji T-


test juga digunakan untuk
membandingkan tingkat pendapatan SIMPULAN DAN SARAN
petani tebu mitra dan non mitra di Simpulan
Kabupaten Blora. Hal ini dilakukan Faktor-faktor yang
untuk mengetahui apakah secara mempengaruhi produksi usahatani
statistik terdapat tingkat pendapatan tebu di Kabupaten Blora adalah pupuk
antara ke dua tipe petani tebu tersebut. urea, pupuk za, pupuk phonska dan
Hasil analisis uji beda terhadap pupuk organik.
pendapatan petani tebu mitra dan non Tingkat efisiensi teknis
mitra di Kabupaten Blora dapat dilihat usahatani tebu mitra maupun non mitra
pada Tabel 7. Nilai sig. pada levene’s sudah efisien dengan nilai rata-rata
test for equality of variances sebesar efisiensi teknis sebesar 0,89. Variabel
0,000, dimana nilai ini lebih kecil dari lama usahatani menjadi satu-satunya
0,05. Hal ini berarti varians data yang variabel penduga inefisiensi yang
diuji diasumsikan tidak sama. Nilai sig berpengaruh signifikan terhadap
(2-tailed) pada Tabel 7 sebesar 0,000, usahatani tebu di Kabupaten Blora
nilai ini lebih kecil dari 0,000. Hal ini dengan nilai koefisien regresi yang
dapat diartikan bahwa secara statistik negatif.
terdapat perbedaan yang nyata pada Pola usahatani yang
tingkat pendapatan antara petani mitra dijalankan oleh petani tebu yang ada di
dengan non mitra di Kabupaten Blora. Kabupaten Blora dijalankan melalui
Hasil ini sesuai dengan pola mitra dan non mitra. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Putri analisis pendapatan, petani tebu yang
(2017) yang menyatakan bahwa menjalankan kegiatan usahatani
terdapatan perbedaan yang nyata melalui pola mitra memiliki
dalam hal pendapatan petani kakao pendapatan yang lebih besar yaitu Rp.
mitra dibandingkan petani kakao non 8.408.180 dengan R/C ratio 1,236.
mitra di Kabupaten Pesawaran. Sedangkan pendapatan pola non mitra

103
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

sebesar Rp. 2.438.317 dengan R/C dapat mengirimkan hasil panen


ratio 1,071 dan Rp. 460.510 dengan tebunya ke PG yang ada di Kabupaten
R/C ratio 1,013. Selain itu, hasil uji Blora. Komposisi pupuk yang tepat
beda tingkat pendapatan petani dalam penggunaannya, dapat
diasumsikan terdapat perbedaan yang meningkatkan efisiensi usahatani dan
nyata pada tingkat pendapatan petani juga produktivitas tebu petani non
mitra dan non mitra. mitra. Pemerintah sebaiknya
memperhatikan mengenai adopsi
Saran teknologi yang diperlukan petani
Akses pasar untuk tebu yang dalam meningkatkan produktivitas dan
dihasilkan oleh petani menjadi mudah meminimalisir biaya yang dikeluarkan
karena sudah adanya Pabrik Gula (PG) petani dalam menjalankan kegiatan
yang menyerap hasil panen tebu milik usahatani. Selain itu, kebijakan
petani dengan harga yang kompetitif pemerintah yang berkaitan dengan
sebagai wujud meningkatkan subsidi input untuk petani tebu harus
pendapatan dan kesejahteraan petani. menjadi prioritas agar pendapatan
Pola yang dibangun oleh PG dengan petani bisa lebih besar dibandingkan
petani adalah pola mitra melalui dengan petani yang menjalankan
Koperasi Petani Tebu Rakyat (KPTR), usahatani non tebu.
sehingga perlu bagi petani untuk
masuk menjadi anggota KPTR agar

DAFTAR PUSTAKA Nasional. Statistik Perkebunan


Indonesia, Direktorat Jenderal
Adiningsih, Sri. 1991. Ekonomi Perkebunan. Jakarta.
Mikro. Edisi Pertama. Cetakan Bakhsh KA, Ahmad B. 2006.
Pertama. BPFE Yogyakarta, Technical Efficiency and Its
Yogyakarta. Determinant in Potato
Aigner, Denis., C. A. Knox Lovell, Production, Evidence from
Peter Schmidt. (1977). Punjab, Pakistan. The Lahor
Formulation and Estimation of Journal of Economics, 11(2):1-
Stochastic Frontier Production 22.
Models. Journal of Battese G.E, Coelli TJ, and TC. Colby
Econometrics, 6: 21-37 1989. Estimation of frontier
Alam, A.S, dan Hermawan A. 2017. production functions and the
Faktor-Faktor yang efficiencies of indian farms
Mempengaruhi Hubungan using panel data from
Kemitraan antara Petani ICRISAT's village level
Budidaya Jamur Tiram dengan studies. Journal of Quantitative
CV. Asa Agro Corporation. Economics. 5: 327-348.
Journal Agroscience Vol.7, Coelli, T.J. and G.E battesse 1996.
No. 1 Tahun 2017. Identification of faktors which
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. influence the technical
Kontribusi Jawa Tengah efficiency of Indian Farmers.
terhadap Produksi Tebu Australian Journal of

104
Analisis Efisiensi Usahatani Tebu Petani Mitra ..

Agricultural Economics. inefficiency in the stochastic


40(2): 19-44. frontier production function
Coelli, Tom, Prasada Rao dan George model. Journal of
Battese. 1998. An Introduction Econometrics. 19(1): 233-238.
to Efficiency and Production Juanda, B. 2009. Ekonometrika,
Analysis. Academic Publisher, Permodelan dan Pendugaan.
Boston. Bogor (ID) : IPB Press.
Fadwiwati AY. 2013. Pengaruh Kumbhakar SC, Lovell CAK. 2001.
Penggunaan Varietas Unggul Stochastic Frontier Analysis.
Terhadap Efisiensi, Cambridge (US): Cambridge
Pendapatan Dan Distribusi University Press.
Pendapatan Petani Jagung Di Malian, A.H., M. Ariani, Indraningsih,
Provinsi Gorontalo [Disertasi]. A. Zakaria, Askin A., dan J.
Bogor (ID). Institut Pertanian Hestina. 2004. Revitalisasi
Bogor. Sistem dan Usaha Agribisnis
Farell, Michael J. 1957. “The Gula. Laporan Penelitian.
Measurement of Productive Bogor: Puslitbang Sosial
Efficiency”, Journal of the Ekonomi Pertanian.
Royal Statistical Society, Vol. Manurung JJ, Manurung AH dan
120: 253-290. Saragih FD. 2005.
Greene, W.H. 1980. Maximum Ekonometrika: Teori dan
likelihood estimation of Aplikasi. PT. Elex Media
econometric frontier functions. Komputindo, Jakarta.
Journal of Econometrics. 13: Melinda, F. Efisiensi Produksi Usaha
27-56. Pengolahan Gula Kelapa
Gujarati D. 1997. Ekonometrika Kabupaten Banyumas Provinsi
Dasar. Jakarta (ID): Erlangga. Jawa Tengah [Thesis]. Bogor
Hadiwijaya, A. 1998. Analisis Faktor- (ID). Institut Pertanian Bogor.
Faktor Yang Mempengaruhi Najmudinrohman. 2010. Pengaruh
Produksi Tebu Indonesia Kemitraan Terhadap Usahatani
1975-1995 [Skripsi]. Fakultas Tebu di Kecamatan Trangkil ,
Ekonomi dan Bisnis, Pati, Jawa Tengah [Skripsi].
Universitas Airlangga. Fakultas Pertanian Institut
Jaili, M.A.B dan Purwono. 2016. Pertanian Bogor.
Pengurangan Dosis Pupuk Nasution, K.H, Islami, T, dan
Anorganik dengan Pemberian Sebayang, H.T. 2013.
Kompos Blotong pada Budi Pengaruh Dosis Pupuk
Daya TanamanTebu Anorganik dan Pengendalian
(Saccharum officinarum L.) Gulma pada Pertumbuhan
Lahan Kering. Buletin Vegetatif Tanaman Tebu
Agronomi dan hortikultura, 4 (Saccharum Offinarum L.)
(1): 113- 121 (2016). Varietas PS.881. Jurnal
Jondrow, J. Cak Lovell, Is Materov, Produksi Tanaman, Vo.1,
and P. Schmidt 1982. On the Nomor IV, September 2013,
estimation of technical ISSN : 2338-3976.

105
Yahdi Zaky, Rachmat Pambudy dan Harianto

Pambudy R, ed. 2004. Ekonomi Gula. Santoso, S. 2012. Statistik Parametrik.


Jakarta (ID) : Sekretariat Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Dewan Ketahanan Pangan. Umum.
Prayoga A. 2010. Produktivitas dan Situmorang H. 2013. Tingkat efisiensi
Efisiensi Teknis Usahatani ekonomi dan daya saing
Padi Organik Lahan Sawah. usahatani jagung di Kabupaten
Jurnal Agro Ekonomi. 28(1): Dairi Provinsi Sumatera Utara
1-19. [Tesis]. Bogor (ID). Institut
Putri, R.E. 2017. Analisis Perbedaan Pertanian Bogor.
Kinerja Petani Kakao Mitra Susanti., Kusnadi, N., dan Rachmina,
dan Non Mitra dengan PT. D. 2013. Pengaruh Kemitraan
Olam Indonesia di Kabupaten Terhadap Produksi dan
Pesawaran [skripsi]. Lampung Pendapatan Usahatani Sayuran
(ID): Universitas lampung. di Kabupaten Bogor. Fakultas
Rochdiani D, Suranta K.J. 2007. Pola Ekonomi dan Manajemen,
Kemitraan Antara Petani Padi Institut Pertanian Bogor.
dengan PT.E-Farm Bisnis Yanutya P.A.R. 2013. Analisis
Indonesia dalam Pendapatan Petani Tebu di
Meningkatkan Pendapatan Kecamatan Jepon Kabupaten
Petani Padi. Sosiohumaniora, Blora [Skripsi]. Fakultas
Vol. 9, No. 1, Maret 2007 : 1 – Ekonomi, Universitas Negeri
6. Semarang

106

You might also like