You are on page 1of 14

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/309000489

Studi Kelayakan Pengembangan Usaha Tani Tebu di Kabupaten Sampang

Article · October 2016


DOI: 10.21082/bultas.v7n1.2015.15-27

CITATIONS READS

0 724

5 authors, including:

Kuntoro Boga Andri


Indonesian Agency for Agricultural Research and Development
17 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Conservation and Sustainable Use of Cultivated and Wild Tropical Fruit Diversity: Promoting Sustainable Livelihoods, Food Security and
Ecosystem Services in South and South East Asia (GEF UNEP) View project

IFAD NUS III - Reinforcing the resilience of poor rural communities in the face of food insecurity, poverty and climate change through on-
farm conservation of local agro biodiversity View project

All content following this page was uploaded by Kuntoro Boga Andri on 24 October 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak
Kuntoro-Boga-Andri Industri 7(1),
et al.: Kelayakan −27 tani tebu di Kabupaten Sampang
April 2015:15usaha
pengembangan
ISSN: 2085-6717, e-ISSN: 2406-8853

Studi Kelayakan Pengembangan Usaha Tani Tebu


di Kabupaten Sampang
The Feasibility Study on Development of Sugar cane Farming
in Sampang Regency

Kuntoro Boga Andri1), Prima Diarini Riajaya2), Fitriningdyah Tri Kadarwati2),


Budi Santoso2), dan Suminar Diyah Nugraheni2)
1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Timur
Jln. Raya Karangploso km 4, PO Box 188, Malang
Email: kuntoro@gmail.com
2)
Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat
Jln. Raya Karangploso Kotak Pos 199, Malang
Email: balittas@litbang.pertanian.go.id
Diterima: 17 Februari 2014 disetujui: 11 Desember 2014

ABSTRAK

Dalam mendukung pencapaian swasembada gula, Pulau Madura menjadi salah satu sasaran lokasi pengem-
bangan tebu. Di Kabupaten Sampang pengembangan usaha tani tebu dimulai sejak tahun 2009. Program ini
didukung oleh masuknya perusahaan perkebunan serta bantuan penganggaran dari APBN. Penelitian bertu-
juan mengetahui kelayakan secara sosial dan ekonomi serta potensi pengembangan usaha tani tebu ke de-
pan dan untuk mengetahui peluang dari usaha tani tebu ini bagi masyarakat di Pulau Madura secara umum.
Penelitian dilaksanakan mulai September sampai Desember 2013 di lokasi-lokasi kecamatan pengembangan
tebu Kabupaten Sampang. Informasi dikumpulkan dengan memanfaatkan data sekunder dan data primer
melalui wawancara dengan individu maupun grup/kelompok masyarakat, dinas/institusi terkait. Data dianalisa
menggunakan analisis deskriptif untuk memperoleh gambaran kondisi yang dihadapi dan pemecahan dari
masalah yang dihadapi di wilayah yang diamati. Analisis aspek usaha tani meliputi data input-output komodi-
tas existing dengan analisis finansial. Untuk melihat kelayakan usaha tani digunakan R/C Ratio. Hasil peneli-
tian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kelayakan usaha tani tebu adalah kepemilikan
lahan, insentif rangsangan dana bantuan sosial (Bansos) APBN dan subsidi pengembangan Tebu Madura
(Dinas Perkebunan Provinsi), serta kerja sama kemitraaan dengan pabrik gula (PTPN X) yang menawarkan
bantuan modal, subsidi saprotan, alat/mesin pertanian, serta jaminan pasar. Kemitraan yang telah ada antara
PTPN X dengan petani tebu di Sampang dapat dikategorikan dalam tipe kemitraan subkontrak dan layak di-
teruskan. Skema yang sudah diterapkan dalam kontrak ini adalah pola kemitraan antara pemerintah daerah,
swasta (PTPN X), dan petani tebu. Usaha tani tebu dengan R/C ratio sebesar 1,05 dan 1,68 dan pendapatan
bersih Rp1.358.920,00/ha dan Rp14.024.360,00/ha pada usaha tani tebu awal dan tebu kepras I, membukti-
kan usaha tani tebu di lokasi penelitian sangat layak untuk diusahakan dan menguntungkan. Selain peluang
bagi masyarakat memanfaatkan potensi lahan tidur dan sub-optimal untuk pengembangan usaha tani tebu
yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat di Kabupaten Sampang.

Kata kunci: Studi kelayakan, swasembada gula, usaha tani tebu, kemitraan, Madura

ABSTRACT

In order to achieve self-sufficient in sugar consumption, the Madura Island became one of the targets of su-
gar cane development area. In Sampang Regency, the development of sugar cane agribusiness have been
started since 2009. This program was supported by the companies as well as financial supported from natio-
nal budget (APBN). The study aims to determine the feasibility of social and economic as well as the poten-
tial for future development of sugar cane farming and to understand the opportunities of the farming for
community in Madura Island on the whole. The study was conducted from September to December 2013 at

15
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 7(1), April 2015:15−27

14 districts of sugar cane developing area in Sampang. Information was collected by using secondary data
and primary data through interviews with individual and group/community groups, agencies/institutions con-
cerned. Data were analyzed using descriptive analysis to obtain a description of the conditions encountered
and the solving of problems encountered in the observed region. The analysis covers aspects of farm commo-
dity input-output data with the existing financial analysis. To look at the feasibility of farming used the R/C
ratio. The results of the study showed that some factors which influenced the farmer to plant the cane were:
land ownership; the stimuli of incentives from social grants (Bansos) from APBN and subsidy from project
development (from Provincial Agricultural office); the cooperation of partners through sugar company (PTPN
X) which offered grants, input subsidy, equipments/agriculture machinery as well as market assurance. The
partnership among PTPN X and the sugar cane farmers in Sampang was feasible and categorized a subcon-
tract partnership type. Meanwhile, the scheme that had been implemented in this type of contract was the
partnership pattern between local government, private (PTPN X) and the sugar cane farmers. The sugar cane
farming with R/C ratio of 1.05 and 1.68, or net income recieved of Rp1,358,920/ha and Rp14,024,360/ha at
the first harvested and second period harvested, proving that the farming in the study area is feasible to
carry on and profitable. In addition, it is the opportunities to develop the potential of the unused and sub-
optial land for sugar cane agribusiness development that provides economic benefits to the community in
Sampang Regency.

Keywords: Feasibility study, sugar sufficiency, sugar cane agribusiness, partnership, Madura

PENDAHULUAN han baku industri gula merupakan salah satu


sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu pe-

S ecara historis, industri gula merupakan in-


dustri perkebunan tertua dan penting di
Indonesia, selain itu gula merupakan salah sa-
tani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat
mencapai sekitar 1,3 juta orang (PTPN X 2013).
Di sisi lain, tantangan terbesar ke depan dalam
tu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indone- usaha tani ini adalah semakin sempitnya kepe-
sia. Kebutuhan gula nasional selalu meningkat milikan lahan, tekanan alih fungsi lahan, daya
dari tahun ke tahun. Kebutuhan gula nasional saing komoditas lain, dan kurangnya tenaga
berkisar sekitar 5 juta ton/tahun (Gambar 1), kerja terampil (Alston et al. 2006; Siregar &
untuk memenuhi kebutuhan tersebut sesuai Suryadi 2006). Dengan kondisi tersebut, perlu
roadmap swasembada gula nasional tahun adanya upaya pengembangan atau perluasan
2010–2014, maka target produksi gula pada usaha tani tebu dari wilayah pengembangan
tahun 2014 ditetapkan sebesar 5,7 juta ton tradisional Pulau Jawa, khususnya Jawa Timur
dengan rincian 2,96 juta ton untuk gula kon- yang merupakan sentra produksi gula nasional.
sumsi dan 2,74 juta ton gula industri (Balit- Dalam mendukung pencapaian penam-
bangtan 2007). bahan lahan pertanaman tebu seluas 350 ribu
Dengan luas areal sekitar 451 ribu ha hektar di atas, Pulau Madura menjadi salah
pada tahun 2012, usaha tani tebu sebagai ba- satu sasaran lokasi pengembangan atau eks-

Tahun
Gambar 1. Beberapa indikator kinerja industri gula nasional (BPS, 2014)

16
Kuntoro-Boga-Andri et al.: Kelayakan pengembangan usaha tani tebu di Kabupaten Sampang

tensifikasi usaha tani tebu. Hasil kajian kela- tahun 2013 luas tertanam areal tanaman tebu
yakan yang dilakukan Pusat Penelitian Perke- di Kabupaten Sampang baru 233,41 ha, atau
bunan Gula Indonesia (2010) menunjukkan 0,55% dari potensi yang ada sehingga masih
bahwa luas lahan di Madura adalah 447.598 terbuka luas untuk pengembangannya (Dinas
ha meliputi empat kabupaten yaitu Kabupaten Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sam-
Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sume- pang 2013). Apabila pengembangan lahan te-
nep. Sebesar 76,15% (340.825 ha) dari luas bu meningkat dan mencapai 10% dari potensi
lahan tersebut tidak sesuai, sisanya 23,85% lahan, maka memungkinkan untuk mendirikan
merupakan lahan yang sesuai untuk tanaman pabrik gula baru di Kabupaten Sampang, dan
tebu (106.773 ha). Klas kesesuaian untuk ta- dapat menampung bahan baku tebu dari kabu-
naman tebu terbagi atas sangat sesuai (S1) paten sekitarnya.
seluas 2.223 ha (2,08%), cukup sesuai (S2) Tujuan penelitian ini adalah untuk me-
71.332 ha (66,81%), dan sesuai bersyarat ngetahui kelayakan secara sosial dan ekonomi
(S3) 33.218 ha (31,11%). serta potensi pengembangan usaha tani tebu
Luas Wilayah Kabupaten Sampang seki- ke depan dan untuk mengetahui peluang dari
tar 122.510 ha. Dari luas tersebut lahan yang usaha tani tebu ini bagi masyarakat di Pulau
sesuai untuk tebu ± 42.636 ha (34,8%) yang Madura secara umum. Secara khusus, dengan
terhampar di wilayah selatan dan utara. Po- adanya pengembangan usaha tani tebu di
tensi lahan terluas untuk tanaman tebu ber- Madura diharapkan adanya percepatan untuk
ada di Kecamatan Banyuates (6.410,91 ha), mendukung percepatan pembangunan Pulau
kemudian Kecamatan Torjun (6.319,56 ha), Madura, mendukung tercapainya swasembada
dan Kecamatan Kedungdung (5.628,40 ha) gula nasional, pemanfaatan lahan potensial
(PTPN X 2013). Lahan tadah hujan yang se- untuk pengembangan tebu di Pulau Madura,
suai dan layak untuk pengembangan tebu di dan meningkatkan pendapatan serta kesejah-
Sampang saat ini berupa sawah tadah hujan teraan petani di Pulau Madura.
dan tegalan yang ditanami padi dan jagung
(palawija) atau dalam keadaan bera, sedang-
kan di lahan tegalan adalah jagung-kacang BAHAN DAN METODE
hijau-bera (PTPN X 2013). Klas kesesuaian S2
seluas 34.554 ha (81%) dan S3 seluas 8.081 Penelitian mengenai kelayakan pengem-
ha (19%). bangan usaha tani tebu di Kabupaten Sam-
Di Kabupaten Sampang pengembangan pang dilaksanakan mulai September sampai
usaha tani tebu dimulai sejak tahun 2009 me- Desember 2013 di lokasi 14 kecamatan pe-
lalui program percontohan yang dilaksanakan ngembangan tebu Kabupaten Sampang. In-
oleh Pabrik Gula Candi Sidoarjo dan Himpunan formasi dikumpulkan dengan memanfaatkan
Petani Madura (HPM) dengan luas sekitar 5 data sekunder dari dokumen dan literatur ter-
hektar yang tersebar di Kecamatan Omben, kait serta data primer melalui wawancara de-
Kecamatan Ketapang, dan Kecamatan Jrengik. ngan individu maupun grup/kelompok masya-
Luas areal tebu tersebut semakin bertambah rakat, dinas/institusi terkait, dan PTPN X pe-
dan didukung oleh masuknya dua perusahaan ngembangan Madura, untuk memahami pro-
perkebunan, yaitu PT Perkebunan Nusantara ses-proses yang berlangsung di daerah sasa-
(PTPN) X dan PTPN XI, serta bantuan peng- ran. Cakupan informasi meliputi: (i) Potensi,
anggaran dari APBN (Dinas Kehutanan dan masalah, dan kendala yang dihahapi untuk
Perkebunan Kabupaten Sampang 2013). Na- mengembangkan usaha tani tebu, (ii) Persepsi
mun seperti yang terjadi pada target pertam- petani terhadap produktivitas sistem usaha ta-
bahan luasan pada skala nasional, target luas- ni yang ada dan peluang pengembangan dari
an yang ditetapkan belum tercapai. Sampai aspek keuntungan dan risiko yang dihadapi.

17
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 7(1), April 2015:15−27

Penelitian tentang aspek sosial dan ma- adalah lahan tidur yang belum dimanfaatkan
najemen kemitraan, menggunakan metode sama sekali. Lahan ini dibiarkan tidak terta-
survei analitik. Data primer dan sekunder di- nami dalam jangka waktu yang lama karena
analisa menggunakan analisis deskriptif untuk pemilik lahan tersebut berada di luar daerah.
memperoleh gambaran kondisi yang dihadapi Selain itu keterbatasan tenaga kerja terutama
dan pemecahan dari masalah yang dihadapi di di wilayah Sampang yang secara geografis
wilayah yang diamati. Analisis aspek usaha ta- dekat dengan kota Surabaya. Pemanfaatan
ni meliputi data input-output komoditas exist- lahan tidur tersebut untuk tebu tentunya tidak
ing/prospective diolah dengan analisis finan- akan mengganggu pengembangan komoditas
sial untuk melihat, struktur biaya dan profita- lainnya yang telah lama berkembang seperti
bilitas usaha tani (Jhingan 1993). kacang tanah, padi, jagung, dan tembakau.
Untuk melihat kelayakan usaha tani dari Di sekitar lahan tidur yang tersedia umumnya
profitabilitas yang ada dan alat mengukur kela- masih terdapat beberapa tegakan yang dapat
yakan investasi, digunakan perimbangan total menaungi sebagian kecil lahan. Pemanfaatan
penerimaan dibandingkan total biaya yang lahan bawah tegakan dapat dilakukan dengan
telah dikeluarkan (R/C ratio) (Soekartawi & penanaman tebu yang dapat ditumpangsari-
Soeharjo 2011). kan dengan palawija. Jenis palawija yang da-
Menurut Soekartawi & Soeharjo (2011), pat ditumpangsarikan dengan tebu tergantung
R/C ratio (return cost ratio) merupakan per- pada jenis palawija yang berkembang di lokasi
bandingan antara penerimaan dan biaya, yang tersebut. Sebaran kelayakan lahan yang berpo-
secara matematik dapat dinyatakan sebagai tensi untuk pengembangan usaha tani tebu di
berikut: masing-masing kecamatan di Kabupaten Sam-
pang, dapat dilihat pada Tabel 1.
R/C = PQ x Q / (TFC+TVC)
Untuk sosialisasi dan meningkatkan mi-
Keterangan: nat, demontrasi plot tentang tumpang sari te-
R = penerimaan, C = biaya, PQ = harga output, bu dan beberapa jenis palawija atau hortikul-
Q = output, TFC = biaya tetap (total fixed cost),
tura perlu diperkenalkan kepada petani di lo-
TVC = biaya variabel (total variable cost)
kasi penelitian. Jenis palawija atau tanaman
Ada tiga kriteria dalam R/C ratio, yaitu: hortikultura yang biasa ditanam petani setem-
- R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien pat misalnya kacang tanah, jagung, dan ba-
dan menguntungkan wang merah. Pengaturan pola tanam perlu
- R/C rasio = 1, maka usaha tani tersebut BEP diperhatikan apabila sistem tumpang sari akan
- R/C rasio < 1, maka tidak efisien atau meru- diterapkan, karena tanaman palawija tidak
gikan menghendaki adanya naungan sehingga diha-
rapkan palawija dipanen sebelum kanopi tebu
menutup (Maskyadji et al. 2010). Palawija
HASIL DAN PEMBAHASAN yang diusahakan yang berumur pendek dan
agak tahan naungan sesuai untuk tumpang
Potensi Lahan dan Perkembangan sari. Untuk mendapatkan hasil dari tebu di-
Usaha Tani Tebu di Kabupaten Sam- butuhkan waktu lama yaitu 12 bulan, sehing-
pang ga selama masa tunggu panen tebu, petani
mendapatkan hasil dari palawija. Pendamping-
Untuk kelayakan pengembangan usaha an/pengawalan teknik budi daya tebu lahan
tani tebu di Kabupaaten Sampang diarahkan kering juga diperlukan karena petani setempat
ke wilayah pertanian lahan kering, lahan tidur, belum mengenal baik tanaman tebu. Selama
atau lahan dengan tingkat produktivitas ren- ini, petani belum mendapatkan gambaran me-
dah. Di wilayah Kabupaten Sampang, potensi ngenai keuntungan yang akan diperoleh de-
lahan yang belum dimanfaatkan masih luas, ngan mengusahakan tebu. Petani pioner dan-
lahan yang digunakan untuk tanaman tebu

18
Kuntoro-Boga-Andri et al.: Kelayakan pengembangan usaha tani tebu di Kabupaten Sampang

Tabel 1. Lahan tersedia dan potensi untuk tanaman tebu di Kabupaten Sampang
No. Kecamatan Luas lahan (ha) Potensi tebu (ha) %
1. Omben 10 311,13 3 474,33 33,60
2. Ketapang 12 919,44 1 193,37 9,20
3. Camplong 7 049,09 3 081,10 43,70
4. Torjun 9 030,09 6 319,56 70,00
5. Sampang 7 376,79 4 720,72 64,00
6. Banyuates 14 999,30 6 410,91 42,70
7. Sokobanah 10 692,67 686,65 6,4
8. Tambelangan 8 161,05 2 669,43 32,70
9. Kedundung 11 980,93 5 628,40 47,00
10. Robatal 16 302,52 2 884,09 17,70
11. Sreseh 6 951,01 2 026,54 29,20
12. Jrengik 6 736,49 3 541,34 52,60
Total 122 510,51 42 636,44 34,80
Sumber: P3GI 2010

tenaga penyuluh serta tim teknis yang berke- produktivitas hasil tebu petani Sampang akan
cimpung dalam usaha tani tebu juga terbatas menjadi rendah yaitu hanya sekitar 200 kw/
jumlahnya. Peranan dari dinas teknis terkait ha, karena petani tidak mampu merawat ta-
sangat diharapkan untuk melakukan penga- naman secara intensif dengan keterbatasan
walan/pendampingan terhadap petani. Hal tenaga kerja. Bila luas lahan berkisar 0,1–0,2
inilah yang menjadi salah satu kendala dalam ha produktivitas tebu akan meningkat menjadi
akselerasi pengembangan tebu di Kabupaten antara 500–1.000 kw/ha. Rata-rata produktivi-
Sampang. Di sebagian kecil wilayah Sampang tas tebu di daerah penelitian adalah 336 kw/
yang ditanami tembakau, tebu merupakan ko- ha. Pengawalan teknologi masih diperlukan
moditas alternatif pada musim kemarau. Sela- terutama pada petani dengan produktivitas
ma ini pada musim kemarau petani mengusa- tebu masih rendah dengan luasan yang sem-
hakan tanaman tembakau yang ke depan pit. Petani masih dapat merawat tanaman
prospeknya akan menurun dan sangat tergan- tebu bila penguasaan kebun tidak melebihi 2
tung pada cuaca. Persoalan setiap musim se- ha. Dengan ketersediaan tenaga kerja yang
lalu ada pada tanaman tembakau sehingga terbatas di Sampang, maka pemakaian alat
perlu alternatif komoditas baru. mekanisasi sangat diperlukan terutama untuk
Dari statistik luas pertanaman, pada ta- pengolahan tanah/penjuringan dan tebang.
hun 2013 luas pengembangan tebu di Madura Kendala utama pemakaian alat mekanisasi
yang dikelola oleh PTPN X meningkat dari adalah adanya pematang pada lahan yang
201,006 ha pada tahun 2012 menjadi 804,477 sempit yang tidak boleh dibongkar oleh pemi-
ha pada tahun 2013. Total luas area pengem- liknya.
bangan tebu di Kabupaten Sampang tahun Produktivitas tebu pada lahan yang baru
2013 adalah 233,414 ha. Luas areal tebu baru ditanami tebu (eks lahan tidur) berkisar 450
yang dikepras I (TRK I) pada tahun 2013 (pe- kw/ha di lahan kering pada pola B (tanam
nanaman tahun 2012) di Kabupaten Sampang menjelang musim hujan), sedangkan di lahan
142,834 ha jauh di atas luas tanaman tebu sawah pada pola A (tanam menjelang musim
kepras II (TRK II) atau penanaman tahun kemarau, artinya pada lahan yang berpengair-
2011, yaitu 90,580 ha. Hal ini menunjukkan an lebih baik) produktivitas dapat meningkat
adanya peningkatan luas areal setiap tahun- menjadi 750 kw/ha. Produktivitas pada tahun
nya (PTPN X 2013). kedua (ratoon) meningkat menjadi 500–550
Data di lapangan menunjukkan, semakin kw/ha pada pola B, demikian juga pada pola A
luas pengusahaan tebu (di atas 10 ha) maka terdapat peningkatan produktivitas menjadi

19
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 7(1), April 2015:15−27

Gambar 2. Keragaan produktivitas tebu per kebun di pengembangan Sampang dan Bangkalan
(PTPN X pengembangan Madura 2012)

Gambar 3. Keragaan rendemen tebu per kebun di pengembangan Sampang dan Bangkalan
(PTPN X pengembangan Madura 2012)

800–850 kw/ha. Sebagian besar tebu lahan ha sampai 132 ton/ha (Gambar 2). Hal ini
kering di Madura diusahakan pada pola B ya- menggambarkan tingkat penerapan teknologi
itu tanam pada awal musim hujan. Pengatur- dan input pada tanaman yang sangat berva-
an masa tanam sangat diperlukan dan disaran- riasi. Dengan demikian upaya untuk mening-
kan untuk mengakhiri masa tanam (tutup ta- katkan produktivitas perlu terus dilakukan pa-
nam) pada pola B yaitu tidak melebihi perte- da wilayah pengembangan baru, utamanya di
ngahan Desember (12A/bulan 12 minggu per- wilayah dengan tingkat produktivitas di bawah
tama) setiap tahunnya agar tanaman dapat rata-rata.
memanfaatkan curah hujan seoptimal mungkin Sama halnya dengan produktivitas, ren-
untuk pertumbuhan minimal tiga bulan perta- demen juga bervariasi antarkebun (Gambar
ma untuk fase pertunasan. 3). Rendemen berkisar 6,93–9,90. Dengan
Keragaan produktivitas tebu tiap kebun tingkat penyinaran matahari yang melimpah di
pengembangan Sampang dan Bangkalan ta- Kabupaten Sampang maka rendemen tebu
hun 2012 sangat bervariasi mulai dari 7 ton/ yang dihasilkan cukup tinggi dan di hampir

20
Kuntoro-Boga-Andri et al.: Kelayakan pengembangan usaha tani tebu di Kabupaten Sampang

semua kebun mendekati rata-rata. Rendemen pai swasembada gula nasional. Cakupan areal
yang dicapai cukup tinggi yaitu 8% pada tahun tebu pada tahun 2013 mencapai sekitar
pertama (2012) dengan kondisi cuaca yang 233,414 ha dengan sebaran lokasi di bebera-
normal dan cukup mendukung untuk fase per- pa wilayah kecamatan. Tahun 2013 pengem-
tumbuhan dan pemasakan tebu (Gambar 3). bangan tebu pada lahan kering di Kabupaten
Sedangkan pada tahun 2013 dengan kondisi Sampang telah berjalan 3 tahun, sejak tahun
cuaca agak basah sampai Agustus 2013 se- 2011. Pengembangan tersebut terus berjalan
hingga proses pemasakan tebu agak terham- secara masif, sehingga selain tebu tanam awal
bat menyebabkan rendemen turun hingga terdapat juga tebu keprasan. Analisa finansial
7%. Secara umum rendemen yang dicapai dari usaha tani tebu baik tanam awal maupun
mendekati rata-rata di tiap kebun. Terdapat tebu keprasan disajikan dalam Tabel 2.
satu kebun dengan tingkat rendemen tertinggi Tabel 2 menunjukkan dengan R/C ratio
yaitu 9,18%. Dari hasil panen tebu di daerah sebesar 1,05 dan 1,68 pada usaha tani tebu
penelitian ini, sebagian besar tebu digiling di awal dan tebu kepras I, membuktikan usaha
PG Kremboong, PG Tulangan, dan PG Watu- tani tebu di lahan kering di Kabupaten Sam-
tulis di Kabupaten Sidoarjo. Idealnya terdapat pang, layak untuk diusahakan. Dari data ter-
satu pabrik gula di Kabupaten Sampang se- sebut dapat dilihat bahwa usaha tani tebu ta-
hingga tebu yang dihasilkan dari wilayah ini nam awal di lahan kering per hektar membu-
secara keseluruhan tidak perlu dibawa terlalu tuhkan biaya sebesar Rp29.735.000,00 yang
jauh keluar Sampang sehingga dapat mengu- terdiri atas sarana produksi, tenaga kerja, dan
rangi pengaruh transportasi/pengangkutan da- sewa lahan masing-masing Rp7.335.000,00;
lam penurunan rendemen. Rp19.400.000,00; dan Rp3.000.000,00. Pada
usaha tani tebu kepras I membutuhkan biaya
Keunggulan Kompetitif dan Kompa- sebesar Rp20.755.000,00 per hektar. Total bi-
ratif Usaha Tani Tebu di Kabupaten aya tersebut lebih rendah dari pada biaya usa-
Sampang ha tani tebu tanam awal. Hal ini terjadi karena
Keuntungan finansial dari usaha tani te- pada usaha tani keprasan sudah tidak lagi
bu merupakan indikator daya saing (competi- menggunakan biaya bibit dan pengolahan ta-
tiveness) dari usaha tani tebu berdasarkan tek- nah. Walaupun biaya produksi tebu keprasan
nologi, nilai output, biaya input, dan transfer I relatif rendah, akan tetapi produktivitas tebu
kebijakan yang ada (Napitupulu 2004). Se- yang dihasilkan lebih tinggi. Tingkat penda-
dangkan keuntungan ekonomi (sosial) meru- patan bersih usaha tani tebu tanam awal
pakan indikator keunggulan komparatif (com- Rp1.358.920,00/ha, sedangkan tingkat penda-
parative advantage) atau efisiensi dari sistem patan bersih usaha tani tebu kepras I sebesar
komoditas pada kondisi tidak ada distorsi pa- Rp14.024.360,00/ha. Kondisi yang demikian
sar dan kebijakan pemerintah (Williamson 1979; membuktikan bahwa usaha tani tebu kepras I
Dietrich 1994). mampu meningkatkan produktivitas dari 683
Pertanaman tebu di Kabupaten Sam- kw/ha menjadi 764 kw/ha atau meningkat
pang masih diusahakan di lahan tadah hujan 11,86%. Sedangkan pendapatan bersih usaha
dan lahan kering (tegalan). Namun demikian tani tebu meningkat dari Rp1.358.920,00/ha
tingkat keuntungan usaha tani tebu di lapang- menjadi Rp14.024.360,00/ha atau meningkat
an masih sangat bervariasi antarkebun, wila- 9 kali lebih. Peningkatan pendapatan ini akan
yah, tipe penerapan teknologi, dll. Usaha tani terus berlanjut sampai pada pada kepras ke-4
tebu di lahan kering Kabupaten Sampang di- atau 5, dan selanjutnya keuntungannya akan
laksanakan untuk mendukung program pening- mengecil sehingga perlu diganti dengan ta-
katan produktivitas gula dalam rangka menca- naman baru.

21
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 7(1), April 2015:15−27

Tabel 2. Keragaan usaha tani tebu tanam awal dan kepras I di Kabupaten Sampang pada musim tanam
tahun 2013 (per ha)
Tanaman baru (PC) Kepras (RC 1)
Uraian
Fisik Nilai (Rp) Fisik Nilai (Rp)
Sarana produksi
Bibit 8 000 5 280 000 - -
Pupuk : Organik
Urea (kg) 160 320 000 160 320 000
ZA (kg) 644 784 000 644 784 000
Phonska (kg) 270 864 000 270 864 000
Insektisida (l) 2 87 000 2 87 000
Herbisida
Total biaya saprodi (1) 7 335 000 2 055 000
Tenaga kerja
Pengolahan tanah-tanam 74 3 700 000 - -
Pemeliharaan tanaman 122 6 100 000 122 6 100 000
Panen & angkut 192 9 600 000 192 9 600 000
Total biaya TK (2) 388 19 400 000 314 15 700 000
Biaya sewa tanah (3) 3 000 000 3 000 000
Total biaya (4)= 1+2+3 29 735 000 20 755 000
Produksi tebu (kw/ha) 683 764
Penerimaan: Gula (kg) (5) 3 517 28 840 680 3 934 32 256 840
Tetes (kg) (6) 2 048 2 253 240 2 293 2 522 520
Total penerimaan (7)= 5+6 31 093 920 34 779 360
Pendapatan bersih (8)=7-4 1 358 920 14 024 360
R/C ratio (9)=7/4 1,05 1,68
Sumber: Survei lapangan 2013

Di Kabupaten Sampang, lahan kering besar Rp3.830.000,00/ha. Tingkat pendapat-


yang belum diusahakan untuk tanaman tebu an usaha tani ini tertinggi dibanding dengan
masih cukup luas. Di lahan kering tersebut te- pendapatan usaha tani pada pola I dan III.
lah diusahakan beberapa komoditas tanaman Tetapi perolehan pendapatan usaha tani dari
pangan terutama jagung, wijen, dan kacang masing-masing pola tanam, masih di bawah
tanah. Sisa lahan kering lainnya merupakan pendapatan usaha tani tebu pada kepras I,
lahan tidur (tidak tertanami). Selama satu ta- dan akan semakin jauh perbedaan pendapat-
hun siklus usaha tani biasanya hanya tanam annya sampai dengan kepras IV dan V. De-
satu musim saja (dalam musim hujan). Sete- ngan demikian usaha tani tebu masih layak
lah itu lahan usaha tani dalam kondisi bero. untuk diusahakan, apalagi pada areal lahan
Pola tanam dominan pada lahan kering se- tidur. Biaya dan pendapatan usaha tani non
lengkapnya disajikan dalam Gambar 4. tebu di lahan kering selengkapnya disajikan
Komponen biaya produksi pada usaha dalam Tabel 3.
tani non-tebu terdiri atas sarana produksi dan Tabel 3 memperlihatkan bahwa, pada
tenaga kerja. Pada usaha tani pola tanam I usaha tani kelompok tanaman tradisional di
(jagung-bero) membutuhkan biaya sebesar lokasi pengkajian seperti jagung, wijen, dan
Rp3.692.500,00/ha terdiri atas biaya sarana kacang tanah produktivitasnya sangat rendah,
produksi Rp620.000,00 dan tenaga kerja karena dikerjakan sambilan dan rendah input.
Rp3.000.000,00. Total biaya produksi pada Di sisi lain, pendapatan usaha tani dari tebu
pola tanam I tersebut paling tinggi dibanding lebih menguntungkan dibandingkan tanaman
dengan pola tanam II (wijen-bero) dan pola tradisional tersebut. Sedangkan untuk usaha
tanam III (kacang hijau-bero). Pendapatan tani hortikultura (melon, semangka, cabai,
usaha tani non-tebu pada pola tanam II se- dan bawang merah) yang hanya sedikit dite-

22
Kuntoro-Boga-Andri et al.: Kelayakan pengembangan usaha tani tebu di Kabupaten Sampang

Lokasi/Tipe Bulan
Pola tanam 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pola tanam
T-I Jagung Bero

Pola tanam
T-II Wijen Bero

Pola tanam
T-III Kacang Hijau Bero

Lahan tidur
Lahan Tidur

Gambar 4. Pola tanam pada lahan kering di Kabupaten Sampang (Sumber: Survei lapangan 2013)

Tabel 3. Perbandingan biaya dan pendapatan usaha tani tebu dan tanaman utama non-tebu di lahan kering
di Kabupaten Sampang (per tahun)
Biaya (Rp) Penerimaan Pendapatan
Komoditas Produksi per ha
Sarana produksi Tenaga kerja Jumlah kotor (Rp) bersih (Rp)
Jagung 620 000 3 000 000 3 620 000 960 (kg) 3 840 000 220 000
Wijen 470 000 2 100 000 2 570 000 800 (kg) 6 400 000 3 830 000
Kacang hijau 240 000 1 620 000 1 860 000 200 (kg) 1 600 000 - 260 000
Hortikultura 20–30 juta 10–15 juta 30–45 juta Tergantung musim & OPT 40–75 juta 10–30 juta
Tembakau 10–15 juta 5–10 juta 15–25 juta 600–700 (kg) 15–30 juta 5–15 juta
Tebu Awal 7 335 000 19 400 000 29 735 000* 683 (kw) 31 093 920 1 358 920
Tebu Kepras I 2 055 000 15 700 000 20 755 000* 764 (kw) 34 779 360 14 024 360
Keterangan: * termasuk sewa tanah Rp3.000.000,00 (Sumber: Survey lapang 2013)

mui di lokasi penelitian atau tembakau seba- Kelayakan Pengembangan Kelembagaan


gai tanaman tradisonal, keuntungan yang di- dan Pola Kemitraan Usaha Tani Tebu
peroleh bisa lebih tinggi pada komoditas ini, Pengembangan usaha tani tebu di Ma-
akan tetapi dengan risiko fluktuasi harga dan dura memiliki prospek yang sangat menjanji-
risiko gagal panen akibat anomali cuaca me- kan. Banyak petani yang sebelumnya hanya
nyebabkan ketidakpastian pendapatan (Kun- menanam tanaman tradisional utama di wila-
toro-Boga-Andri 2010). Di samping itu, komo- yah ini yaitu padi, jagung, kacang tanah, tem-
ditas hortikultura dan tembakau juga membu- bakau, dan sedikit petani yang menanam ko-
tuhkan biaya/investasi yang sangat tinggi, moditas hortikultura (melon, bawang dan ca-
menyebabkan tanaman tebu lebih menarik bai) mulai tertarik untuk berusaha tani tebu.
diusahakan oleh petani, dengan jaminan pen- Dari survei lapangan dan wawancara yang di-
dapatan dan pasar yang lebih pasti (dengan lakukan selama penelitian, faktor-faktor yang
kemitraan/kontrak). mempengaruhi kelayakan usaha tani tebu di

23
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 7(1), April 2015:15−27

antaranya kepemilikan lahan nonproduktif usahaan lahan tersebut untuk efektivitas dan
(utamanya lahan tidur), insentif rangsangan jaminan penerapan program di lapangan pada
dana Bansos dari APBN, adanya skema subsidi setiap kelompok golongan ini (Sumardjo et al.
pengembangan Tebu Madura (Dinas Perke- 2004).
bunan Provinsi), serta ditawarkannya pola Disadari bahwa pembangunan kelemba-
kerja sama kemitraaan dengan pabrik gula gaan petani tebu yang baik, menjadi faktor
(PTPN X) yang memfasilitasi petani dengan penting keberhasilan pengembangan usaha
bantuan modal, subsidi saprotan, alat/mesin tani tebu di Sampang (Kuntoro-Boga-Andri
pertanian, serta jaminan pasar (Survei lapang- 2010). Hal ini disebabkan kerja sama dengan
an 2013). Satu persatu faktor-faktor di atas perusahaan mitra atau lembaga di luar kelom-
akan dibahas dalam bagian ini. pok tani memerlukan pengorganiasian yang
Berdasarkan kepemilikan atas lahan yang baik (Kuntoro-Boga-Andri 2006). Skema kemi-
digunakan dalam usaha tani tebunya, petani traan/kontrak antara PTPN X/pabrik gula baik
yang terlibat dalam usaha tani tebu di Kabu- dengan kelompok tani langsung ataupun ko-
paten Sampang dapat dikelompokkan menjadi perasi petani tebu tidak akan berjalan lestari
tiga golongan: bila oragnisasi petani yang ada di lapangan
a. Petani pemilik adalah petani yang mengu- tidak siap bekerja sama dengan profesional
sahakan sendiri lahannya untuk pertanaman dan terbuka (Kuntoro-Boga-Andri & Shiratake
tebu (berkisar antara 35–45% petani tebu 2007). Kemitraan antara PTPN X dengan peta-
Sampang) ni tebu di Madura telah dimulai sejak tahun
b. Petani penggarap adalah petani yang meng- 2011. Kemitraan yang terjalin antara PTPN X
usahakan lahan orang lain atas dasar bagi dengan petani tebu dilaksanakan dalam rang-
hasil atas usaha tani tebunya atau sewa ka implementasi skema “Program Kemitraan
(berkisar antara 30–40 % petani tebu Sam- dan Bina Lingkungan” (PKBL) untuk pengem-
pang) bangan budi daya tanaman tebu rakyat yang
c. Buruh tani adalah orang yang menyewakan diberikan oleh bank kepada kelompok tani
tenaganya untuk usaha tani tebu (antara yang disepakati sebagai mitra oleh pabrik gula
15–20 % petani tebu Sampang). (Wibowo 2013).
Pada petani tebu di Kabupaten Sam- Kemitraan antara PTPN X dengan petani
pang, ada yang berstatus sebagai petani pe- tebu di Sampang yang telah berjalan dengan
milik, tetapi ada juga yang sekaligus sebagai baik selama ini dapat dikategorikan dalam tipe
petani penggarap lahan orang lain, karena la- kemitraan subkontrak, yaitu pola kemitraan
hannya sendiri terlalu sempit atau dia bereks- antara perusahaan dengan kelompok mitra
pansi dalam usaha tani tebunya. Di samping usaha yang memproduksi komponen yang di-
itu ada juga petani pemilik atau petani peng- perlukan perusahaan mitra sebagai bagian
garap yang juga tetap menjadi buruh tani, dari produksinya (Sumardjo et al. 2004; Eaton
artinya menyewakan tenaganya dalam usaha & Shepherd 2001). Sedangkan skema yang
tani tebu milik petani lain. Kondisi ini disebab- sudah diterapkan dalam kontrak ini adalah po-
kan beberap hal di antaranya kepemilikan la- la kemitraan antara pemerintah daerah, swas-
han yang terbatas, sistem sosial saling mem- ta (PTPN X), dan petani tebu. Dalam skema
bantu di antara anggota kelompok tani, dan ini, bantuan dalam kerangka kontrak yang
kondisi ekonomi petani yang membutuhkan diberikan pihak swasta (PTPN X) berupa
uang cash untuk kebutuhan rumah tangga peminjaman traktor, pengadaan bibit, bantu-
setiap harinya. Pendekatan dalam program an biaya garap, bantuan biaya tebang angkut,
kemitraan, penyuluhan, dan bantuan sosial serta pengadaan pupuk. Petani berkewajiban
untuk pengembangan usaha tani tebu harus untuk menggilingkan hasil panennya kepada
memperhatikan status kepemilikan dan peng- pabrik gula milik PTPN X. Sedangkan peme-

24
Kuntoro-Boga-Andri et al.: Kelayakan pengembangan usaha tani tebu di Kabupaten Sampang

PEMDA SAMPANG
(Fasilitator dan
Pengawas)

Petani Perusahaan Mitra


Tebu/Kelompok/ (PTPN X)
Asosiasi Petani

Petani/kelompok mitra
menyediakan lahan, sa-
-Sarana - Barang modal rana dan tenaga. Se-
-Tenaga - Teknologi dangkan perusahaan mi-
-Lahan - Biaya tra menyediakan biaya,
barang modal/produksi,
dan teknologi untuk
mendukung budi daya
tebu petani. Pemda ber-
laku sebagai fasilitator
Pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan

Gambar 5. Skema pola kemitraan Pemda-Swasta-Petani usaha tani tebu di Sampang

rintah daerah dalam skema kemitraan ini ber- khususnya untuk pengembangan tebu di Sam-
tindak selaku pengawas (Gambar 5). Petani pang. (5) Petani bersedia menanam komodi-
tebu rakyat sangat antusias menyambut ke- tas yang direkomendasikan (tebu) pada lahan
mitraan tersebut, hal ini dapat dilihat dengan mereka dan bekerja dengan skema kemitraan
semakin meningkatnya luas areal lahan milik yang disepakati bersama. (6) Masih ada ke-
petani tebu di Kabupaten Sampang setiap ta- khawatiran bila kemitraan berjalan singkat
hunnya, dan mencapai luasan 222,8 hektar dan merugikan mereka.
pada tahun 2012 (Dishutbun Kabupaten Sam- Berdasarkan gambaran di atas, dalam
pang 2013). menjaga perkembangan program pengem-
Dalam penelitian ini diperoleh informasi bangan tebu di wilayah ini, perlunya lembaga/
berkaitan pemahaman dan persepsi petani institusi yang memantau perkembangan ka-
tentang pola kemitraan, di antaranya: (1) Se- wasan agribisnis tebu dan mengakomodasi se-
bagian besar petani di wilayah Kabupaten mua pihak yang bermitra dalam sebuah ke-
Sampang pernah melakukan usaha tani de- rangka kerja yang difasilitasi oleh pemerintah
ngan pola kemitraan baik itu dengan perusa- daerah yang bertujuan menjembatani aspira-
haan agribisnis maupun pedagang komoditas si/keinginan semua pihak dan menjaga kerja
(di luar tebu, seperti tembakau, kacang tanah, sama di kawasan ini berjalan secara fair dan
garam, dll). (2) Pemahaman petani akan ke- saling menguntungkan (Elliyanto 2011; Wibo-
mitraan dan skema yang diterapkan masih wo 2013). Aktivitas lembaga ini diharapkan
sangat beragam, pemahaman hak dan ke- akan dilakukan secara berkesinambungan. Pe-
wajiban antara pihak yang bermitra kadang mantauan dan pembinaan oleh instansi terkait
tidak dipahami. (3) Sebagian besar petani dan peran serta LSM, perguruan tinggi diha-
menyatakan sangat ingin memiliki mitra dari rapkan dapat dilakukan secara periodik pada
pihak perusahaan atau koperasi yang dapat kelompok sasaran. Kegiatan evaluasi dilaku-
membantu mereka dalam hal pengadaan sa- kan pada setiap awal musim akhir musim pro-
prodi, pemasaran, bantuan modal, dan teknis duksi. Adapun peran masing-masing lembaga
pertanian. (4) Petani berminat untuk melaku- yang terlibat dalam pelaksanaan pengembang-
kan kemitraan yang saling menguntungkan,

25
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 7(1), April 2015:15−27

an kawasan ini, seperti tercantum dalam Ta- Dari survei yang dilakukan, diketahui
bel 4. faktor-faktor yang mempengaruhi petani un-
tuk menanam tebu di antaranya kepemilikan
Tabel 4. Peran dan fungsi lembaga-lembaga yang lahan, insentif rangsangan dana Bansos dari
terlibat dalam pengembangan kawasan APBN, dan subsidi pengembangan tebu Madu-
agribisnis tebu di Pamekasan
ra (Dinas Perkebunan Provinsi), serta kerja
No Institusi Peran dan fungsi
sama kemitraaan dengan pabrik gula (PTPN
Penanggung jawab seluruh kegiatan dan
sebagai koordinator untuk keterpaduan X) yang menawarkan bantuan modal, subsidi
1. Pemkab antarinstansi/institusi yang terlibat da- saprotan, alat/mesin pertanian, serta jaminan
lam kegiatan pengembangan dan peren-
canaan pengembangan tebu pasar. Kemitraan antara PTPN X dengan
Penanggung jawab kegiatan operasional petani tebu di Sampang layak diteruskan dan
Dinas lapangan yang sekaligus membantu pe-
teknis/ laksanaan, pembinaan, dan penyuluhan dikategorikan dalam tipe kemitraan subkon-
2.
Instansi tentang teknologi tepat guna bersama- trak dengan skema pola kemitraan antara pe-
terkait sama swasta kepada kelompok tani par-
tisipan
merintah daerah, swasta (ptpn x) dan petani
Penyediaan dana yang berasal dari se- tebu. Akan tetapi, tetap diperlukan lembaga/
bagian penyisihan keuntungan BUMN
yang disalurkan kepada Bank-Bank Pe-
institusi yang memantau perkembangan ka-
Perbankan wasan agribisnis tebu dan mengakomodasi se-
merintah yang selanjutnya dipinjamkan
dan BUMN/
3. kepada pihak swasta, daerah atau kope- mua pihak yang bermitra dalam sebuah ke-
BUMD
rasi untuk membiayai sarana produksi
yang akan digunakan oleh kelompok tani rangka kerja yang difasilitasi oleh pemerintah
partisipan dalam bentuk kredit atau sis- daerah yang bertujuan menjembatani aspira-
tem bagi hasil
Pelaksana dan pengelola kegiatan yang si/keinginan semua pihak dan menjaga kerja
Perusahaan
4.
mitra
berkaitan dengan penyaluran dana, sa- sama di kawasan ini berjalan secara fair dan
rana produksi, dan pemasaran hasil
Perencanaan dan perumusan rekomen- saling menguntungkan.
dasi teknologi tebu tepat guna serta mo-
Litbang/PT/
5. nitoring dan evaluasi kegiatan bersama-
LSM
sama Bappeda dan Dinas/Instansi ter-
kait UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini merupakan sebagian dari


KESIMPULAN hasil Studi Penyusunan Master Plan Pengem-
bangan Tanaman Tebu Lahan Kering di Kabu-
Usaha tani tebu di Kabupaten Sampang paten Sampang, Madura, yang merupakan
layak dikembangkan di lahan kering/lahan ti- kerja sama antara Balai Penelitian Tanaman
dur atau lahan dengan tingkat produktivitas Pemanis dan Serat dengan Badan Perenca-
rendah dengan potensi lahan yang belum di- naan Pembangunan Daerah Kabupaten Sam-
manfaatkan. Dibandikan usaha tani tanaman pang. Penulis mengucapkan terima kasih ke-
tradisional seperti jagung, wijen, dan kacang pada Bappeda Kabupaten Sampang yang
tanah pendapatan usaha tani dari tebu lebih membiayai kegiatan penelitian ini dan kepada
menguntungkan. Sedangkan dibandingkan PTPN X Pengembangan Madura yang banyak
usaha tani hortikultura (melon, semangka, membantu informasi dan data maupun du-
cabai, dan bawang merah) risiko pasar dan kungan lainnya selama tim melaksanakan sur-
fluktuasi harga komoditas tebu lebih baik. vei lapangan.
Usaha tani tebu dengan R/C ratio sebesar
1,05 dan 1,68 dan pendapatan bersih
Rp1.358.920,00/ha dan Rp14.024.360,00/ha DAFTAR PUSTAKA
pada usaha tani tebu awal dan tebu kepras I,
membuktikan usaha tani tebu di lokasi peneli- Alston, JM, Dehmer, S & Pardey, PG 2006, Agri-
tian sangat layak untuk diusahakan dan meng- cultural R&D in the Developing World, too
untungkan. little, too late?, international initiatives in

26
Kuntoro-Boga-Andri et al.: Kelayakan pengembangan usaha tani tebu di Kabupaten Sampang

agricultural R&D, the changing fortunes of the Kuntoro-Boga-Andri 2010, Masalah-masalah di pe-
CGIAR, in Pardey, PG, Alston, JM & Piggott, desaan, pertanian dan petani kecil kita, Jurnal
RR (eds.), Agricultural R&D in the Developing Sistem Agribisnis 1(2):137–146.
World: Too Little, Too Late?, International Maskyadji, Sidqi, ZM, Muhsoni, FF, Amzeri, A &
Food Policy Research Institute, Washington Hasan, F 2010, Pengembangan pola tanam
DC, p. 313–360. dan diversifikasi tanam di Madura: suatu
Badan Pusat Statistik (BPS) 2014, Produksi perke- upaya peningkatan produksi dan pendapatan
bunan besar menurut tanaman, 1995–2013, di- petani, Jurnal Agrovigor 3(1):65–76.
akses pada 15 Februari 2014 (http://www.bps. Napitupulu, E 2004, Pemantapan manajemen pe-
go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar= ngembangan agribisnis hortikultura, dalam
1&id_subyek=54&notab=2,) Pertemuan Sinkronisasi Pelaksanaan Pengem-
Balitbangtan 2007, Prospek dan arah pengem- bangan Agribisnis Hortikultura, Ditjen Bina
bangan agribisnis tebu, Edisi Ke Dua, Badan Produksi Hortikultura, Jakarta.
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, De- P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia)
partemen Pertanian 2007. 2010, Kajian pengembangan tanaman tebu di
Dietrich, M 1994, Transaction cost economics and Madura.
beyond, Routledge, London. PTPN (PT Perkebunan Nusantara) X 2013, Pe-
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sam- ngembangan tanaman tebu di Madura.
pang 2013, Buku profil Dishutbun Sampang Siregar, M & Suryadi, M 2006, Enhancing sustain-
2013, Pemerintah Daerah Kabupaten Sam- able development of diverse agriculture in
pang, Sampang. Indonesia, Working Papers from United
Eaton, C & Shepherd, AW 2001, Contract farming Nations Centre for Alleviation of Poverty
partnerships for growth”, FAO Agricultural Through Se-condary Crops' Development in
Services Bulletin 145:1–161. Asia and the Pacific (CAPSA), No 92940,
Elliyanto, HA 2011, Analisis kelembagaan terkait Soekartawi & Soeharjo, A 2011, Ilmu usaha tani
dalam pengembangan intensifikasi tembakau dan penelitian untuk pengembangan petani
rakyat (ITR) Madura di Kabupaten Pamekas- kecil, UI-Press, Jakarta.
an, Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Bra- Sumardjo, Sulaksana, J & Darmono, WA 2004, Te-
wijaya, Malang. ori dan praktik kemitraan agribisnis, Penebar
Jhingan, ML 1993, Ekonomi pembangunan dan Swadaya, Jakarta.
perencanaan, PT Grafindo Perkasa, Jakarta. Wibowo, E 2013, Pola kemitraan antara petani
Kuntoro-Boga-Andri 2006, Significance of contract tebu rakyat kredit (TRK) dan mandiri (TRM)
farming to protect smallholder farmers from dengan Pabrik Gula Modjopanggoong Tulung-
market uncertainty problems in East Java, agung, Jurnal Agribisnis Universitas Kadiri, 13
Dinamika Pertanian Journal XXI(3):195–204. (1):1–12.
Kuntoro-Boga-Andri & Shiratake, Y 2007 Evaluation Williamson, OE 1979, Transaction cost economics:
of contract farming system between vegetable- the governance of our contractual relations,
cultivated smallholder and agribusiness firm in Journal of Law and Economics, 22:233–62.
East Java, Indonesia, Review of Agricultural
Economics Journal Edited by the Kyushu Society
of Agricultural Economics 57(2):13–28.

27

View publication stats

You might also like