Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Sorghum flour is potential material to substitute wheat flour wherein the need is very
abundant. Total consumption of wheat flour in Indonesia reaches approximately 4,5 million
tons per year or around thirty billion rupiahs. Sorghum flour is able to substitute the
utilization of wheat flour to becoming various products which is consist of bread, pastry, and
cake products. The capability of sorghum flour for national substitution is around 1,18 million
tons (similar with 380,557 Ha of sorghum plantation). Sorghum flour’s price is cheaper about
sixty percent less than wheat flour’s price. Indonesia goverment has developed sorghum
plantation, however sorghum production and utilization still unsatisfied yet. Recently, some
regions (East Java, Yogyakarta, and East Nusa Tenggara) cooperate with some goverment
enterprises, such as PTPN XII developes 3000 Ha for sorghum plantation. Although
production of sorghum increases, developing of agroindustry and marketing are uneffective
yet. This paper was a report from dissemination activity in East Java at 2013 and added by
reports from other regions. Based on field study in East Java, we founded that the
development of sorghum was not optimal yet wherein sorghum was only used for feeding
and not supporting food diversification yet. Some postharvest technologies of sorghum has
been established such as low tannin sorghum flour, sorghum rice, instant sorghum rice, and
instant sorghum porridge. Furthermore, sorghum stems dan leaves, usually only as wastes,
can be processed as raw material for bioetanol and feed (xilase). Further development
should be improved by building an agroindustry system which is implemented some efficient
technologies and supported by good management of some stakeholders which are
parcipative and supporting food diversification movement. That movement is called
Agroindustry Model (AIM) and this model has been developed by Indonesian Center for
Agricultural Postharvest Research and Development (ICAPRD).
ABSTRAK
604
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
program untuk mengembangkan sorgum, namun relatif kurang berhasil. Terakhir, beberapa
wilayah (Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan NTT) beserta beberapa BUMN (misalnya PTPN
XII dengan luas 3.000 ha) sedang giat-giatnya mengembangkan sorgum di lahan mereka.
Namun, peningkatan produksi belum ditindaklanjuti dengan kegiatan agroindustri dan
pemasaran yang efektif. Tulisan ini merupakan hasil kegiatan lapangan di wilayah Provinsi
Jawa Timur tahun 2013, ditambah referensi dari wilayah lain. Hasil temuan lapang di Jawa
Timur mendapatkan bahwa pengembangan sorgum belum berjalan optimal, dimana sorgum
masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak, dan belum mendukung
diversifikasi pangan masyarakat. Berbagai teknologi pascapanen sorgum telah dihasilkan
antara lain tepung sorgum rendah tanin, nasi sorgum, nasi sorgum instan, dan bubur
sorgum instan. Selain itu, batang sorgum juga dapat dimanfaatkan menjadi sirup dan bahan
baku etanol, sedangkan daunnya dapat dimanfaatkan untuk makan ternak (xilase). Untuk
pengembangan sorgum lebih efektif ke depan, maka dibutuhkan sistem agroindustri dengan
menerapkan teknologi yang efisien dan didukung dengan kelembagaan pelaksana yang
partisipatif terutama dalam mendukung gerakan massif diversifikasi pangan dan melibatkan
berbagai stakeholder, yaitu berupa Model Agro Industri (MAI) sebagaimana yang sedang
dikembangkan oleh BB-Pascapanen Badan Litbang Pertanian di Jawa Timur.
PENDAHULUAN
Secara teknis, sorgum (Sorghum bicolor L.) mempunyai potensi besar untuk
dikembangkan di Indonesia, karena daya adaptasinya yang luas. Tanaman ini
toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan
marginal, serta relatif tahan terhadap gangguan hama dan penyakit. Karakter
biologis ini merupakan keunggulan sorgum dibanding tanaman palawija lain.
Namun pemanfaatan sorgum belum banyak digunakan untuk kebutuhan pangan
kebanyakan dimanfaatkan untuk keperluan pakan maupun industri. Keragaman
pemanfaatan komoditas sebagai unggulan biji sorgum untuk meningkatkan nilai
gizi belum menunjukkan hasil signifikan.
Dari nilai gizi sorgum tidak kalah dengan beras sebagai makanan pokok.
Bahkan sorgum mengandung protein (8-12%) setara dengan terigu atau lebih
tinggi dibandingkan dengan beras (6-10%), dan kandungan lemaknya (2-6%) lebih
tinggi dibandingkan dengan beras (0,5-1,5%). Produktivitas sorgum cukup tinggi
(2,5-6,0 ton/ha) dan dapat dibudidayakan di segala jenis tanah, termasuk di lahan
marginal (Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Kandungan gizi yang terdapat pada
sorgum tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh tubuh karena masih
ada kandungan tanin sebagai penghambat dalam proses biologi tubuh (Susila,
2009).
Biji sorgum dapat digunakan sebagai bahan pangan serta bahan baku
industri pakan dan pangan seperti industri gula, monosodium glutamat (MSG),
asam amino, dan industri minuman. Artinya, sorgum merupakan komoditas yang
berpeluang untuk kegiatan diversifikasi industri secara vertikal. Sebenarnya
prospek penggunaan biji sorgum yang terbesar adalah untuk pakan, bahkan
berpeluang untuk diekspor.
605
Prima Luna dan Sri Widowati
Sorgum telah lama disadari sebagai bahan pangan lokal yang sangat
prospektif. Namun, sampai saat ini perkembangannya masih sangat lambat. Setiap
tahun pemerintah selalu mengalokasikan anggaran dan kegiatan untuk
pengembangannya, namun kemajuannya tidak signifikan. Dalam beberapa tahun
terakhir ini, ada banyak upaya yang telah dilakukan. Dalam konteks untuk
diversifikasi pangan, upaya yang lebih penting adalah di sektor hilir, yakni
pengolahan dan penyerapan tepung sorgum sebagai bahan tepung pengganti
terigu. Perhatian kita kepada sorgum masih sangat rendah, yang ditunjukkan salah
satunya dari data statistik. Hingga kini, perkembangan produksi sorgum nasional
belum masuk dalam statistik pertanian, yang menunjukkan bahwa komoditas
tersebut belum mendapat prioritas untuk dikembangkan.
Tujuan dari makalah ini adalah memberikan informasi mengenai kondisi
pengembangan sorgum sebagai komoditas lokal untuk diversifikasi pangan dan
bahan industri. Tulisan ini juga memaparkan sebuah model pengembangan
agrobisnis sorgum yang memadukan seluruh pendekatan teknologi pengolahan
serta analisis bisnisnya dan sosialnya di Kabupaten Lamongan Jawa Timur.
606
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
607
Prima Luna dan Sri Widowati
skor PPH di perkotaan mencapai 79,5 persen (dari skor ideal 93), sementara di
pedesaan mencapai 74,6 persen. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap
diversifikasi konsumsi pangan adalah tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah
anggota rumah tangga dan karakteristik wilayah (desa-kota). Pendapatan RT
berpengaruh positif terhadap diversifikasi konsumsi, jumlah anggota RT
berpengaruh negatif, sementara tingkat diversifikasi konsumsi RT perkotaan lebih
tinggi daripada di pedesaan.
Secara umum nilai nutrisi biji sorgum tidak jauh berbeda dengan jagung.
Pati biji sorgum terdapat dalam endosperm sebesar 83 persen, lembaga 13,4
persen dan kulit biji 8,3 persen. Kandungan pati bervariasi dari 68 persen sampai
73 persen Granula pati biji sorgum diameternya lebih besar daripada biji jagung.
0 0
Gelatinisasi antara 67 C sampai 77 C, pati biji sorgum beras (non-waxy sorgum)
608
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
609
Prima Luna dan Sri Widowati
610
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
611
Prima Luna dan Sri Widowati
612
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
613
Prima Luna dan Sri Widowati
614
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
615
Prima Luna dan Sri Widowati
616
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
tepung sorgum, dengan membawa contoh tepung dan contoh makanan hasil
olahan dengan bahan tepung sorgum. Kegiatan ini bisa dijalankan mulai bulan
September ini.
617
Prima Luna dan Sri Widowati
Menggali dan menambah calon pengolah lain, (6) Mempersiapkan temu bisnis
dipimpin oleh BPTP Jatim, (7) Melakukan temu bisnis serta mendemontrasikan
dan melatih pembuatan berbagai produk olahan berbahan baku sorgum (aneka
roti, pangsit, peyek, nasi goreng, dll), serta (8) Launching program yang dihadiri
seluruh pihak yang terlibat dalam model MAI yaitu BPTP Jatim, Dinas terkait
provinsi dan kabupaten, pengusaha tepung, PTPN XII, pengusaha toko roti, PKK
desa Keyongan, serta wakil petani desa lain. Kegiatan pendampingan masih tetap
dibutuhkan sampai model ini berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Iskan. 2013. Sorgum, Sapi, dan Burung di Belu. JAWA POS, 26 Agustus 2013.
Damardjati, D.S., S.Widowati, J. Wargiono dan S. Purba. 2000. Potensi dan
Pendayagunaan Sumber Daya Bahan Pangan Lokal Serealia, Umbi-umbian dan
Kacang-kacangan untuk Penganekaragaman Pangan. Puslitbang Tanaman Pangan.
24 hal.
Dinas Pertanian Jawa Timur. 2011. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Jawa Timur
618
Potensi dan Status Pengembangan Sorgum di Provinsi Jawa Timur
dalam Upaya Gerakan Diversifikasi Pangan Nasional
619