You are on page 1of 7

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

SISTEM INTEGRASI TANAMAN JAGUNG–SAPI POTONG DI


KABUPATEN TAKALAR SULAWESI SELATAN
(System Integrate Crop Maize–Beef Cattle in Sub-Province of Takalar, South
Sulawesi)
MATHEUS SARIUBANG dan DANIEL PASAMBE

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 17,5 Makassar

ABSTRACT

A research of system integrate crop of maize at lowland dry farming have been done in Sub-Province of
Takalar, South Sulawesi, since January up to December 2004 have been done in order to know exploiting of
maize crop for beef cattle’s feed and at the same time to study influence of exploiting of beef cattle livestock
dirt which is fermented for organic manure at maize crop. Results of research indicated that of old age maize
crop production 60−70 day after planting (fruit and bar) was 40.600 kg/ha and maize hay (fruit and bar) was
21.900 kg/ha crop dry. For the beef cattle of pedet (heavy early + 200 kg/tail) what isn't it show heavy
accretion of ADG and consumption. It were T1 (control) 0,367 kg/tail/day and 5,93 kg/tail/day, T2 (Silage)
0,450 kg/tail/day and 5,92 kg/tail/day, T3 ( Fermented Hay) 0,459 kg/tail/day dan 5,85 kg/tail/day. While
Analysis of financial was 6.834.722 rupiah/ha/year with B/C ratio c 1.8. It is concluded farming system
integrate maize-beef cattle is the potential model to be developed at lowland dry farming.
Key Words: Integration, Crop Maize, Beef Cattle

ABSTRAK

Suatu penelitian/pengkajian sistem integrasi tanaman jaging-sapi potong pada lahan kering dataran
rendah telah dilakukan di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, sejak Januari sampai dengan Desember 2004
untuk mengetahui pemanfaatan tanaman jagung sebagai pakan sapi potong dan sekaligus melihat pengaruh
pemanfaatan kotoran ternak sapi potong yang difermentasi (dikomposkan) sebagai pupuk organik pada
tanaman jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi tanaman jagung umur 60–70 hari sesudah
tanam (batang dan buah) adalah 40.600 kg/ha dan jerami jagung (brangkasan dan buah) adalah 21.900 kg/ha
kering panen.Untuk sapi bakalan (bobot awal ± 200 kg/ekor) yang digemukkan menunjukkan pertambahan
bobot hidup dan konsumsi pakan masing-masing adalah T1 (kontrol) 0,367 kg/ekor/hari dan 5,93
kg/ekor/hari, T2 (Silase) 0,450 kg/kor/hari dan 5,92 kg/ekor/hari, T3 (Fermentasi Jerami) 0,459 kg/ekor/hari
dan 5,85 kg/ekor/hari. Sedangkan analisis finansial masing-masing usahatani penggemukan sapi potong
adalah rata-rata Rp 6.834.722/ha/tahun dengan B/C ratio 1,8. Disimpulkan usahatani integrasi jagung-sapi
potong merupakan usahatani yang potensial untuk dikembangkan pada lahan kering dataran rendah.
Kata Kunci: Integrasi, Tanaman Jagung, Sapi Potong

PENDAHULUAN tegalan, pematang, pinggir jalan dan


sebagainya. Semakin terbatas bahkan pada
Hijauan pakan ternak dalam jumlah yang musim kemarau sangat sulit mendapatkannya.
cukup dengan kualitas yang memadai Untuk keluar dari masalah ini maka potensi
merupakan syarat mutlak dalam usahatani sapi pakan lainnya seperti limbah pertanian, limbah
potong. Keadaan yang demikian sudah tidak industri dan sebagainya perlu dimanfaatkan
dapat dipertahankan lagi untuk pengembangan untuk pemeliharaan sapi potong.
sapi potong di Sulawesi Selatan, khususnya di Sulawesi Selatan merupakan penghasil
lokasi penelitian/pengkajian karena sumber jagung ke-6 terbesar di Indonesia setelah Jawa
hijauan pakan yang biasa dimanfaatkan adalah Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera
rumput yang berasal dari lapangan, kebun, Utara dan NTT. Umumnya tanaman jagung

285
285
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

dapat diusahakan pada agroekosistem lahan usahatani jagung pada lahan kering khususnya
kering (65–75%), lahan sawah irigasi (10– dataran rendah perlu ditangani secara hati-hati
15%) dan lahan sawah tadah hujan (20–30%). dengan mempertimbangkan usahatani
Pengembangan tanaman jagung pada lahan konservasi yang berwawasan ramah
sawah tadah hujan umumnya dilakukan dengan lingkungan.
pola: padi–jagung, padi–jagung–jagung, padi– Komoditi jagung dan sapi potong di
padi–jagung, padi–jagung/palawija. Di Sulawesi Selatan merupakan dua komoditi
Sulawesi Selatan luas panen tanaman jagung yang memiliki peluang bisnis bagi petani
pada lahan non intensif, khususnya pada lahan dalam upaya peningkatan pendapatan melalui
sawah tadah hujan adalah 30.589 ha, masing- usahatani integrasi tanaman jagung dan sapi
masing tersebar di 22 kabupaten, antara lain: potong melalui pemanfaatan limbah jagung
Jeneponto, Bulukumba, Bantaeng, Takalar dan menjadi “silase” maupun fermentasinya
Gowa. Luas panen jagung di Sulawesi Selatan dengan probiotik, sebagai pakan basal sapi dan
pada 2001 tercatat 191.593 Ha dengan total kotoran sapi difermentasi dengan probiotik
produksi 534.782 ton, atau rata-rata produksi untuk menghasilkan pupuk organik yang
2,79 ton/ha. Kemudian pada 2002 luas panen berkualitas untuk tanaman jagung, maupun
jagung meningkat menjadi 207.048 ha dengan tanaman lainnya dan tambak.
total produksi yang dicapai sebesar 591.208 Permintaan jagung di negara-negara
ton. berkembang menjelang tahun 2000
Dari segi pengembangan ternak sapi diperkirakan melebihi beras dan terigu.
potong, Sulawesi Selatan dikenal sebagai Permintaan jagung dunia diprediksi meningkat
gudang ternak, karena menjadi penghasil dari 55,8 juta ton pada tahun 1995 menjadi
utama sapi potong di Indonesia setelah Jawa 83,7 juta ton pada tahun 2020 (PINGALI, 2001).
Timur. Jenis sapi potong yang banyak
dipelihara di Sulawesi Selatan adalah sapi Bali.
Dalam perkembangannya sangat akrab dengan MATERI DAN METODE
petani dan memiliki daya adaptasi yang baik
terhadap kondisi alam (agroekologi) Sulawesi Penelitian/pengkajian ini telah dilaksanakan
Selatan. Jumlah ternak sapi potong pada 2002 sejak Januari sampai dengan Desember 2004
sebesar 723.638 ekor Kedua komoditas pada kelompok tani “Maminasae” di
tersebut (jagung dan ternak sapi potong) sangat Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Adapun
strategis untuk disinergiskan dalam suatu materi yang digunakan adalah 10 ekor sapi
usahatani terintegrasi, sehingga peluangnya bakalan yang berumur kurang lebih 2 tahun
sangat besar untuk diadopsi petani, khususnya milik petani dibagi secara purposive
pada kawasan sawah semi intensif yang sesuai berdasarkan petani koperator sebagai ulangan
dengan pengembangan tanaman jagung. kedalam 3 sub kelompok masing 6 koperator
Di Indonesia pertanaman jagung di tegalan yaitu T1 (kontrol), T2 (silase) dan T3
memiliki proporsi terbesar yaitu 79% dan di (fermentasi dengan probiotik). Untuk sapi
lahan sawah tadah hujan sebesar 11% penggemukan, diberikan konsentrat 1% dari
(SUBANDI et al., 1988). Tipologi lahan kering bobot hidup dan tambahan mineral mix berupa
di bagi ke dalam dua kelompok yaitu (1) lahan pikuten 25 g/ekor/hari. Adapun campuran
kering berproduktivitas rendah dan (2) lahan konsentarat adalah sebagai berikut: dedak 60%,
kering berproduktivitas tinggi. Penanaman bungkil kelapa 30% dan tepung ikan 10%.
jagung yang terdapat pada lahan kering Pemeliharaan sapi bakalan dalam kandang
berproduktivitas tinggi sebesar 30% atau kelompok pada suatu tempat seluas ± 5000 m2
sekitar 1 juta ha (MINK dalam MARSUM et dan dikelolah secara individu maupun secara
al.,1993) berkelompok.
Potensi lahan kering di luar kawasan hutan Parameter yang diukur adalah pertambahan
Sulawesi Selatan tercatat 2.533.762 ha yang bobot hidup harian (PBHH), konsumsi pakan.
terdiri atas lahan pekarangan 176.030 ha, Analisis data berdasarkan statistik sederhana
tegalan/kebun 511.112 ha, ladang/hutan (RAL) dan analisis finansial berdasarkan R/C
156.912 ha, dan lain-lain 571.796 ha (KANWIL ratio cost, gross margin.
PERTANIAN SULSEL, 1996). Dengan demikian

286
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Metode analisis menumbuhkan probiotik maka dipercikkan air


sampai kelembaban 60%, yang diindikasikan
Untuk menghitung pertambahan bobot dengan tangan yang meremas-remas jerami
hidup digunakan rumus: jagung dan apabila dilihat di telapak tangan air
seakan-akan sudah mau menetes tetapi belum
ADG = W2 – W1 menetes artinya airnya sudah cukup.
t2 – t 1 Tahapan tadi diulangi lagi dengan
Dimana: W2 = Bobot hidup akhir tumpukan 20−30 cm sampai ketinggian 1,5
W1 = Bobot hidup awal meter. Dibiarkan selama 21 hari pada tempat
t2 = Waktu penimbangan akhir yang terlindung hujan dan sinar matahari
t1 = waktu penimbangan awal langsung. Diperoleh jerami jagung hasil
fermentasi yang siap diberikan kepada ternak
Sumber: COLE, 1966
atau disimpan dalam gudang.

Sedangkan analisis usahatani menggunakan HASIL DAN PEMBAHASAN


rumus:
Keadaan umum
π=(P x Q) – (X x Z)
dimana: π =
Keuntungan usahatani Kabupaten Takalar dilihat dari segi
P =
Harga jual produksi geografisnya yakni pada sebelah barat adalah
Q =
Jumlah produksi pesisir pantai Selat Makassar, sebelah utara
X =
Jumlah input yang sampai ke selatan terdiri dari dataran rendah
digunakan dan sebelah timur tanahnya berbukit-bukit
Y = Harga input yang dengan demikian di Kabupaten Takalar
digunakan termasuk daerah pengembangan pertanian.
Sumber: SUDARYANTO dan ILHAM, 2001 Luas wilayah Kabupaten Takalar adalah
566.51 km² atau 56 651 ha terdiri dari ; (a)
kawasan lautan 8.254.00 ha (b) sawah
16.436.22 ha (c) tambak 4.233.20 ha (d)
Prosedur pembuatan “silase” perkebunan PTP XXXII 5.333,45 ha (e)
tegalan 3.639.00 ha (f) kebun campuran
Jerami jagung segar panen dipotong-potong 8.932.11 ha (g) pekarangan 1.929,90 ha (h)
2–5 cm dengan mesin pemotong (copper). lain-lain 7.892.22 ha (BPS ,2003)
Kemudian dimasukkan ke dalam kantong Menurut jenis tanah di Kabupaten Takalar
plastik kedap udara, lalu diinjak-injak dapat digolongkan atas 3 golongan yaitu
(dipadatkan) ditutup dengan rapat. Dibiarkan Alufial, Mediteran, dan Latosal. Demikian juga
selama 20 hari sampai pHnya menjadi 4–3,8, dengan musim dikenal dua yaitu musim hujan
dan apabila dibuka sudah mengeluarkan bau dan musim kemarau. Musim hujan pada tahun
harum dan agak asam sedikit berarti proses 2003 jatuh pada bulan November, Desember
sudah selesai dan siap untuk diberikan kepada dan Januari, Februari, Maret 2004, dimana
ternak. curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari
dan kemarau jatuh pada bulan Juli, Agustus,
September, dimana bulan terkering pada bulan
Prosedure pembuatan fermentasi jerami Agustus. Demikian juga curah hujan tahun
jagung 2000 di Kabupaten Takalar (Tabel 1).
Jerami jagung kering panen dipotong-
potong 2–5 cm dibiarkan sampai kadar airnya Pengawetan jerami jagung sebagai pakan
mencapai 60%. Kemudian ditumpuk 20-30 cm sapi potong
dari tanah, lalu diinjak-injak sampai padat.
Ditaburi dengan probiotik (SB) dan urea Peningkatan produksi jagung akan selalu
dengan perbandingan masing–masing 6 kg berkorelasi positif dengan tersedianya limbah
untuk setiap ton jerami jagung. Untuk jagung, baik berupa jerami, tongkol, maupun

287
287
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

dedak jagung. Penggunaan jerami jagung menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05),
sebagai silase dan fementasi dengan probiotik (Tabel 3). Hal ini mungkin disebabkan pakan
ternyata cukup menggembirakan (Tabel 2), pada perlakuan kontrol terdiri dari bahan pakan
dilahan kering yang rumputnya sedikit. Petani campuran seperti rumput gajah, rumput alam,
biasanya memanfaatkan dan menyimpan jerami padi segar, jerami jagung segar yang
jerami jagung untuk dipakai sebagai pakan, cukup disukai sapi sedangkan silase jagung dan
dan ternak dipakai mengolah lahan pertanian fermentasi jerami jagung baunya agak harum
(SUBANDI et al., 1988). dan dipotong-potong 2−5 cm sehingga juga
disukai sapi.
Tabel 1. Rata-rata jumlah curah hujan dan hari Pada Tabel 3 terlihat rata-rata konsumsi
hujan di Kabupaten Takalar tahun 2000 silase 5,92 kg/ekor/hari dan kontrol 5,93
Bulan Hari hujan Curah hujan (mm)
kg/ekor/hari menunjukkan bahwa palatalibitas
sapi akan jerami segar dan silase jerami jagung
Januari 23 843
tidak ada perbedaan nyata (P< 0,05). Hal ini
Februari 16 605 kemungkinan kedua jenis perlakuan palatabel
Maret 14 310 untuk sapi potong seperti sapi Bali tetapi tidak
April 11 133 untuk jenis sapi yang lain (TALIB et al.,
Mei 2 57 1994). Demikian juga dikemukakan
Juni 10 108 WAHYONO et al. (2003) bahwa palatabilitas
Juli 2 77 berkaitan erat dengan faktor kebiasaan ternak
Agustus - - dalam mengkonsumsi pakan, baik dalam
September 3 14 keadaan kering, segar dan comboran.
Oktober 6 96
November 17 281 Tabel 4. Konsumsi bahan kering (BK) pakan/ekor/
hari pada penggemukan sapi bakalan
Desember 15 384
Sumber: BPS (2000) Perlakuan (kg/ekor/hari)
Ulangan (T3)
Tabel 2 menunjukkan kandungan protein (T1) (T2) Fermentasi
kasar masih lebih rendah dibandingkan dengan Kontrol Silase dengan
hasil pengamatan DARMINTO (1993) dan probiotik
SUBANDI et al. (1988) yaitu masing-masing 1 6,3 5,8 6,1
12–16% dan 11–15%. Hal ini mungkin 2 5,9 6,2 5,7
disebabkan umur panen panen jagung dan 3 5,6 5,4 5,5
varietas jagung yang digunakan. 4 6,1 5,9 6,2
5 6,4 6,0 5,9
Penggemukan sapi potong 6 6,0 6,1 5,4
7 5,4 5,6 5,6
Konsumsi pakan 8 5,6 5,9 6,2
9 6,1 6,2 6,2
Pemberian pakan basal silase jerami jagung 10 5,9 6,1 5,7
dan jerami jagung fermentasi pada Total 59,3 59,2 58,5
penggemukan sapi potong bakalan dengan Rata- 5,93 5,92 5,85
bobot hidup awal ± 197,4 kg/ekor tidak rata

Tabel 2. Kandungan gizi jerami jagung

Bahan Kering (%)


Jerami jagung
Protein kasar Lemak kasar SK Abu BETN P Ca
Silase 8,5 3,0 24,0 9,45 47,26 0,18 0,16
Fermentasi probiotik 9,25 4,0 24,29 11,10 42,76 0,20 0,37
Sumber: LABORATORIUM MAROS (2003)

288
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Pertambahan bobot hidup mendampingi sehingga pemberian pakan ada


kalanya tidak berdasarkan rekomendasi
Pertambahan bobot hidup adalah aktifitas perlakuan yang seharusnya diterapkan. Hasil
fisiologi yang dapat dinyatakan dengan pengkajian yang belum menunjukkan
kenaikan bobot hidup rata-rata persatuan perbedaan peningkatan bobot hidup secara
waktu. Kecepatan pertambahan bobot hidup ini angka yaitu 0,367 kg/ekor/hari dan 0,450
diantaranya dipengaruhi oleh jumlah konsumsi kg/ekor/hari sudah dapat memberikan indikasi
yakni makanan yang dihabiskan (TILMAN et kalau dengan gizi silase jerami jagung (T2)
al.,1983). lebih baik dibandingkan dengan kontrol.
Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa Antara perlakuan silase jagung (T2) dan
antara perlakuan kontrol (tanpa perlakuan) dan fermentasi jerami jagung tidak menunjukkan
perlakuan dengan pemberian pakan basal silase perbedaan nyata (P<0,05) karena kedua
jerami jagung dan fermentasi jerami jagung perlakuan-perlakuan ini mengandalkan adanya
tidak menujukkan perbedaan nyata (P<0,05) proses fermentasi untuk meningkatkan nilai
terhadap pertambahan bobot hidup. Namun gizi jerami jagung. Ada perbedaan angka
secara angka sudah mulai kelihatan antara silase jagung dan fermentase dengan
peningkatan bobot hidup antara yang mendapat probiotik jerami jagung yaitu pertambahan
perlakuan dibandingkan dengan kontrol bobot hidup antara 0,450 dan 0,459
(kebiasaan petani). kg/ekor/hari. Mungkin disebabkan adanya
mikroorganisme (bakteri) yang bekerja pada
Tabel 4. Rataan pertambahan bobot hidup harian fermentasi dengan probiotik sehingga nilai
penggemukan sapi bali bakalan gizinya lebih meningkat.
Perlakuan (kg/ekor)
Ulangan T1 T2 T3 Analisis usahatani
(kontrol) (silase) (fermentasi
dengan
Hasil analisis keuntungan penggemukan
probiotik)
sapi potong pada kelompok tani-ternak
1 0,30 0,44 0,47 Maminasae disajikan pada Tabel 5. Terlihat
2 0,37 0,46 0,45 bahwa marging costnya masih sangat rendah
3 0,34 0,41 0,44 karena usahatani dilakukan secara
berkelompok, sehingga alokasi waktu dan
4 0,38 0,46 0,47
biaya pakan sangat efisien. Demikian juga
5 0,41 0,47 0,46 suku bunga modal dan pajak usaha belum
6 0,38 0,47 0,45 dikenakan, karena dana (modal) yang
7 0,32 0,43 0,46 digunakan adalah uang Pemda Kabupaten
Takalar (dana bergulir).
8 0,35 0,45 0,48
Pada Tabel 5, juga terlihat bahwa
9 0,37 0,46 0,47 keuntungan yang diperoleh per ekor per bulan
10 0,36 0,45 0,44 adalah kontrol Rp 101.635, silase Rp 128.383
dan fermentasi dengan probiotik Rp 134.910.
Hal tersebut lebih disebabkan karena biaya
Jumlah/ 3,67 4,50 4,59
total
tenaga kerja dan bunga modal yang tidak
dimasukkan, namun tambahan pendapatan
Rata-rata 0,367 0,450 0,459 lainnya dapat diperoleh dari pengomposan
kotoran ternak sapi. Menurut hasil penelitian
Dalam kegiatan ini melibatkan partisipasi SARIUBANG et al., (2003) menunjukkan bahwa
petani ternak (anggota kelompok) yang secara seekor sapi dapat menghasilkan kotoran 5
bergantian setiap 20 hari memberikan pakan, kg/ekor/hari menjadi 3 kg/ekor/hari dengan
membersihkan kandang, disamping petugas harga Rp 400/kg. Jadi untuk seekor sapi dapat
lapangan dari BPTP Sul-Sel, dan Dinas menghasilkan kompos kotoran sapi sebanyak
Pertanian Kabupaten Takalar yang ikut 90 kg/bulan atau Rp 36.000/bulan.

289
289
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

Tabel 5. Analisis keuntungan penggemukan sapi COLE, H.H. 1966. Introduction to Livestock
Bali bakalan selama 3 bulan Production 2nd Ed. W.H. Foreman and
Company, San Fransisco.
Uraian Kontrol Silase Fermentasi
(Rp) (Rp) (Rp) DARMIANTO. 1993. Tatalaksana Usaha Sapi
Kreman. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Input
DIREKTORAT SEREALIA. 2001. Hasil Pengumpulan
dedak 450.000 450.000 450.000 Data Base Tanaman Jagung. Direktorat
pikuten 76.000 76.000 76.000 Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan.
probiotik - - 720.000 Departemen Pertanian.

urea - - 57.600 IRIANTO, G., H. SOSIAWAN dan S. KARAMA. 1998.


Strategi pembangunan pertanian lahan kering
Transpor pakan 36.000 60.000 60.000
untuk mengantisipasi persaingan global.
obat-obatan 100.000 100.000 100.000 Prosiding Pertemuan Pembahasan dan
chopper 50.000 100.000 100.000 Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan
Agroklimat. Bogor. hlm. 1–12.
Penyusutan 75.000 75.000 75.000
kandang KANTOR WILAYAH DEPARTEMEN PERTANIAN
SULAWESI SELATAN. 1999. Statistik Pertanian
Total 787.000 861.000 1.638.600
Sulawesi Selatan.
Output
MARSUM, D., SUDARYANTO dan MUDJIONO. 1993.
Pertambahan 3.836.050 4.712.500 5.685.900 Produktivitas dan Prospek Varietas Jagung
bobot hidup Hibrida. Risalah Seminar Hasil Penelitian
Keuntungan total 3.049.050 3.851.500 4.047.300 Tanaman Pangan. Balai Penelitian Tanaman
Pangan. Malang.
Keuntungan/ekor/ 101.635 128.383 134.910
bulan OLDMAN, L.R. 1975. Agroclimatic Map of Java.
Contr. Centr-Res. Ins. For Agriculture. Bogor.
Indonesia
KESIMPULAN
PINGALI, P. 2001. CMYTY 1999/2000. Word Maize
Facts and Trends. Mution Word Maize Needs
Penggemukan sapi Bali sangat efisien Technology Oppurtunities and Prioritis For
menggunakan silase dan fermentasi dengan The Public.
probiotik jerami jagung sebagai pakan basal
disamping dedak padi halus 1% dari bobot SUDARYANTO, T. dan N. ILHAM. 2001. Upaya
peningkatan efisiensi usaha ternak ditinjau
hidup dan tambahan mineral mix (pikuten) 25 dari aspek agribisnis yang berdaya saing.
g/ekor/hari. Apresiasi Teknis Program Litkaji Sistem
Integrasi tanaman jagung dan sapi potong Usahatani Tanaman Ternak (Crop animal
dapat dilakukan secara fleksibel dimana kalau system), Puslitbangnak, Bogor.
banyak rumput berkualitas tersedia maka
THALIB, A., H. HAMID dan D. SUHERMAN. 1995.
rumput itu yang diberikan sapi dan kalau tidak
Pembuatan silase jerami padi dengan
ada rumput berkualitas maka silase atau penambahan cairan rumen. Seminar Nasional
fermentasi jerami jagung dengan probiotik Agribisnis Peternakan dan Perikanan pada
yang diberikan. Pelita VI. Edisi Khusus. Media Majalah
Pengembangan Ilmu-ilmu Peternakan dan
Perikanan Fakultas Peternakan Universitas
DAFTAR PUSTAKA Diponegoro, Semarang. hlm. 231–237.

BPS. 2003. Kabupaten Takalar dalam Angka. TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO,
Badan Pusat Statistik Kabupaten Takalar. S. PRAWIROKUSUM DAN S. LEBDOSOEKOJO.
1989. Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

290
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

DISKUSI

Pertanyaan:

1. Apakah dengan pemberian jerami jagung, silase dan jerami jagung fermentasi penggunaan
dalam pakan sampai 100% sudah mencukupi kebutuhan untuk sapi penggemukan?
2. Bagaimana sistem pemberian perlakuan?

Jawaban:

1. Untuk mencukupi kekurangan zat-zat gizi pada jerami jagung, silase dan jerami jagung
fermentasi perlu tambahan konsentrat sebanyak 1% dari bobot hidup dan pemberian pikuten
untuk mencukupi kebutuhan mineral.
2. Pertama-tama ternak diberikan pembiasaan (preliminary) terhadap formulasi pakan selama
dua minggu, baru tahap pengambilan data setiap periode (2 minggu) selama tiga bulan,
sistem pemberian terlebih dahulu pemberian konsentrat setelah habis baru diberi pakan
berupa jerami jagung, silase, jerami fermentasi (tergantung dari jenis perlakuan).

291

You might also like