You are on page 1of 8

Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS

Penggunaan Fentanyl pada Pasien Sakit Kritis COVID-19

Fentanyl Use in Critically Ill COVID-19

Andi Muhammad Takdir Musba, Haizah Nurdin

Departemen Anestesiologi, Terapi Intensif, dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,


Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

Korespondensi: takdir1974@gmail.com

ABSTRACT
Background: Pain is one of the major issue in intensive care unit (ICU) patients.
Combination of pressor response resulted from pain and oxygenation impairment in
Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) may be deleterious to the patient, which may
hinder their recovery. Opioid is often used to treat pain in ICU. However, its side effects,
particularly the immunosuppresive effect in COVID-19 remained unclear. Opioid was
considered to exacerbate COVID-19 infection and can cause respiratory depression
effect in critically ill COVID-19 patients, but still controversial.
Case: Female, 53-years-old, who was treated in intensive care unit with COVID-19
confirmed bilateral pneumonia. The patient was given intravenous fentanyl opioid
continously as analgesia during the treatment of ventilatory support with endotracheal
intubation and mechanical ventilator. The patient received fentanyl opioid for more than
a week until she was deliberated from mechanical ventilation and then extubated. After
the extubation, patient received oxygen therapy with high flow nasal cannula (HFNC) till
no more oxygen supplementation. The patient was discharged from the intensive care unit
after 14 days of treatment.
Discussion: By using fentanyl opioid analgesia in this patient, a good analgesia was
achieved. The assessment of analgesia during mechanical ventilation was using
behaviour pain scale and was seen a good response in this patient. The patient didn’t
experience worsening infections as feared by the use of opioids in critical patients, so
that the possible role of opioid immunosuppression is not significant.
Conclusion: The use of opioid fentanyl could provide good analgesia in critically ill
COVID-19 patients with good patient's outcome.

Keywords: analgesia; COVID-19; critically ill; immune system; opioid

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 9


Jurnal Anestesiologi Indonesia

ABSTRAK
Latar Belakang: Nyeri merupakan salah satu masalah utama pada pasien yang dirawat
di unit perawatan intensif (ICU). Kombinasi antara pressor response akibat nyeri dengan
gangguan oksigenasi pada Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dapat berdampak
negatif pada pasien, sehingga menghambat pemulihannya. Opioid sering digunakan
untuk mengatasi nyeri di ICU. Namun, efek sampingnya, terutama efek imunosupresif
pada pasien COVID-19 masih belum jelas. Opioid dianggap berpotensi memperburuk
infeksi COVID-19 dan dapat menyebabkan efek depresi pernapasan pada pasien COVID-
19 yang sakit kritis, namun masih kontroversial.
Kasus: Wanita, 53 tahun dirawat di unit perawatan intensif dengan pneumonia bilateral
yang terkonfirmasi COVID-19. Pasien diberikan fentanyl intravena secara kontinyu
sebagai analgesia selama perawatan bantuan pernapasan dengan intubasi endotrakeal dan
ventilator mekanis. Pasien menerima opioid fentanyl selama lebih dari seminggu sampai
lepas dari ventilasi mekanis dan kemudian diekstubasi. Setelah ekstubasi, pasien
mendapat terapi oksigen dengan high flow nasal cannula (HFNC) hingga tidak
membutuhkan suplemen oksigen. Pasien keluar dari unit perawatan intensif setelah 14
hari perawatan.
Pembahasan: Dengan menggunakan analgesia opioid fentanyl pada pasien ini, analgesia
yang baik dapat tercapai. Penilaian analgesia selama ventilasi mekanis menggunakan
behaviour pain scale dan terlihat respons yang baik pada pasien ini. Pasien tidak
mengalami infeksi yang semakin parah seperti yang ditakutkan dengan penggunaan
opioid pada pasien kritis, namun kemungkinan peran imunosupresif dari opioid masih
perlu ditelusuri lebih lanjut.
Kesimpulan: Penggunaan opioid fentanyl dapat memberikan analgesia yang baik pada
pasien COVID-19 yang sakit kritis dengan luaran pasien yang baik.

Kata Kunci: analgesia; COVID-19; opioid; pasien kritis; sistem imun

PENDAHULUAN Peningkatan laju nadi dan tekanan darah


Nyeri merupakan salah satu masalah yang dihasilkan dikenal dengan
utama pada pasien yang dirawat di ICU.1 fenomena yang dinamakan pressor
Tatalaksana Corona Virus Disease 2019 response. Takikardia dan hipertensi
(COVID-19) saat ini mencakup terapi menyebabkan gangguan keseimbangan
suportif. Gagal napas akibat acute antara suplai dan kebutuhan oksigen ke
respiratory distress syndrome (ARDS) otot miokard.4 Jika fenomena tersebut
adalah penyebab utama dari mortalitas dikombinasikan dengan gangguan
pasien COVID-19.2 Hal tersebut oksigenasi pada pasien COVID-19,
mendorong keputusan untuk dilakukan maka dapat terjadi iskemia organ
intubasi pada beberapa pasien COVID- multipel yang akan menghambat
19, terutama yang dirawat di ICU. pemulihan pasien.5 Pressor response
Intubasi endotrakeal masih menjadi dapat dikurangi melalui beberapa
salah satu tindakan invasif yang paling metode, dimana pemberian opioid
umum dilakukan dan menyebabkan rasa intravena menjadi strategi yang paling
nyeri yang signifikan, hingga sering digunakan.4,6–8 Oleh karena itu,
menghasilkan stimulasi sistem saraf opioid dapat dianggap sebagai
simpatis dan pelepasan katekolamin. 3

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 10


Jurnal Anestesiologi Indonesia

komponen penting dalam pencegahan 32 kali/menit). Didapatkan SpO2 99%


nyeri pada pasien COVID-19.9 dengan pemberian oksigen 50 liter per
menit dan fraksi oksigen 100%
Penggunaan opioid dapat menimbulkan menggunakan high flow nasal cannula
beberapa efek samping, dimana yang (HFNC). Pemeriksaan laboratorium
paling dikhawatirkan adalah depresi awal adalah sebagai berikut: neutrofil,
napas.10 Selain itu, opioid juga diketahui 80,4%; limfosit, 17,7%; SGOT, 57 U/L;
memiliki efek imunosupresif.10 SGPT, 76 U/L, laktat serum, 4.9
Morbiditas dan komplikasi dari COVID- mmol/L; ferritin, >1200/ng/ml. Analisis
19 lebih sering ditemukan pada orang tua gas darah menunjukkan alkalosis
dan pasien dengan gangguan sistem respiratorik terkompensasi sebagian (pH:
imun, yang menitikberatkan pentingnya 7,50, pCO2: 34,5 mmHg, HCO3: 21,2
respons imun dalam menangkal infeksi mmHg, BE: -3 mmol/L). X-ray toraks
serta meminimalisir tingkat mortalitas. 11 menunjukkan pneumonia bilateral.
Dengan mempertimbangkan faktor- Pasien didiagnosis dengan impending
faktor tersebut, pemberian terapi opioid gagal napas, terkonfirmasi COVID-19
pada infeksi COVID-19 telah menjadi dengan pneumonia bilateral. Pasien
dilema bagi beberapa klinisi di diterapi dengan levofloxacin 750 mg/12
perawatan intensif. Meskipun hingga jam/IV, azithromycin 500 mg/24
saat ini masih belum ada hubungan yang jam/oral, N-acetylcysteine 200 mg/8
jelas antara penggunaan opioid dan jam/oral, asetaminofen 1 gram/6 jam/IV,
eksaserbasi gejala COVID-19, namun vitamin C 500 mg/8 jam/oral, dan
studi-studi sebelumnya terkait efek vitamin B complex 1 tablet/24 jam/oral.
imunosupresif opioid mendorong Terapi plasma konvalesen juga diberikan
hipotesis bahwa opioid berpotensi secara bersamaan.
memperburuk infeksi COVID-19
terutama pada keadaan penyalahgunaan Pada hari perawatan ke-4, pasien
opioid.12 Hingga saat ini belum dapat mengalami perburukan klinis. Pasien
dipastikan efeknya pada penggunaan kemudian diintubasi dengan ventilator
sebagai analgesia pada kondisi kritis. mekanik dengan strategi proteksi paru
(mode volume control-assist control
Sepanjang pengetahuan penulis, laporan [VC-AC], FiO2 100%, peak end-
kasus ini adalah studi yang pertama yang expiratory pressure (PEEP) 10 cmH2O,
membahas tentang penggunaan opioid laju napas 20 kali per menit, volume tidal
terutama fentanyl pada pasien COVID- [VT] 400 cc). SpO2 pasien stabil pada
19 yang sakit kritis. Kami melaporkan 97% dengan pengaturan ini. Fentanyl 40
satu kasus dan meninjau kepustakaan µg/jam/IV diberikan melalui syringe
yang tersedia untuk topik terkait. pump untuk analgesia. Pada hari
perawatan ke-5, dosis fentanyl
KASUS diturunkan menjadi 30 µg/jam/IV. Tidak
Wanita berusia 53 tahun dengan massa ada perubahan bermakna pada parameter
indeks tubuh 21,78 kg/m2 dikonsul ke hemodinamik. Pada hari perawatan ke-
ICU karena dispnea persisten sejak 4 hari 10, pasien takikardi (laju nadi: 114 kali
sebelum masuk rumah sakit, disertai per menit), kemudian dosis asetaminofen
demam dan batuk kering sejak 7 hari dinaikkan menjadi 1 gram/6 jam/IV,
sebelum masuk rumah sakit. Pada sementara mode ventilator diubah
pemeriksaan fisik, pasien subfebris menjadi synchronized intermittent
(suhu: 37,9oC) dan takipnea (laju napas: mechanical ventilation-pressure control

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 11


Jurnal Anestesiologi Indonesia

(SIMV-PC). Pada hari perawatan ke-10, pernapasan.19 Oleh karena reseptor


pernapasan pasien sudah membaik dan opioid terdapat di pusat pernapasan,
pasien dapat disapih dari ventilator maka opioid dapat menimbulkan efek
kemudian diekstubasi. Pemberian samping berupa depresi napas.20
fentanyl dihentikan, sementara
asetaminofen 500 mg/6 jam/IV tetap Hubungan antara penggunaan opioid dan
dilanjutkan. Pemberian oksigen fungsi pernapasan pada pasien COVID-
dilanjutkan menggunakan HFNC dengan 19 masih belum diteliti dengan baik,
pengaturan aliran oksigen 30 liter per namum ada kemungkinan bahwa efek
menit dan fraksi oksigen 70%, kemudian depresi napas oleh opioid dapat
diturunkan menjadi 20 liter per menit menghasilkan dampak positif terhadap
dengan fraksi oksigen 50% pada esok gejala pasien dengan infeksi COVID-19.
harinya. Pasien perlahan bisa lepas dari Opioid menurunkan dorongan untuk
suplementasi oksigen dan bisa bernapas dengan mempengaruhi respons
mentoleransi pernapasan dengan udara batang otak terhadap hipoksia dan
ruangan. Behavioral pain scale (BPS) hiperkapnia secara langsung.21 Agonis
tidak pernah melewati 3 sepanjang reseptor µ-opioid memodulasi proses
perawatan. Pada hari perawatan ke-14, pusat dispnea yang serupa dengan
pasien dipindahkan dari ICU ke bangsal pengurangan nyeri, seperti peningkatan
biasa dengan perbaikan klinis yang aliran darah otak regional di anterior
signifikan. cingulate cortex, amygdala, thalamus,
dan batang otak.15 Area-area otak
PEMBAHASAN tersebut teraktivasi selama dispnea.
Menurut pedoman pain, agitation/ Opioid juga memodulasi rasa kesulitan
sedation, delirium, immobility, and sleep bernapas dengan berikatan pada reseptor
disruption (PADIS), opioid adalah opioid perifer di jalan napas.15
pilihan lini pertama untuk analgesia di Sedangkan, pada pasien yang tidak
ICU.13 Opioid dipilih karena potensinya, tersedasi, opioid dapat mengurangi
efek sedatif, sifat ansiolitik, dan dapat dispnea dengan mengurangi rasa cemas
diberikan melalui berbagai rute.5,14 yang terjadi sebagai respons terhadap
Opioid menghasilkan efeknya dengan kesulitan bernapas.15 Studi terbaru
mengikat 3 tipe reseptor opioid utama (µ, menunjukkan bahwa opioid
δ dan κ).15 Reseptor opioid banyak menghasilkan perbaikan signifikan pada
diekspresikan di pusat kontrol intensitas dispnea.22 Namun, studi lain
pernapasan, termasuk batang otak menyatakan bahwa penggunaan opioid
(contohnya di komplek pre-Botzinger, dapat menghasilkan depresi pernapasan
kemoreseptor pusat). Pusat yang lain hingga menimbulkan hipoksemia. Risiko
termasuk insula, thalamus, dan anterior depresi pernapasan terkait opioid
cingulate cortex juga mengekspresikan meningkat pada kondisi hipoksemia
reseptor opioid.16 Reseptor-reseptor ini akibat pneumonia, sehingga pasien
memiliki ligand endogen termasuk COVID-19 yang menggunakan opioid
endorfin, enkefalin, dinorfin, dan memiliki peningkatan risiko terhadap
endomorfin.17 Reseptor opioid perifer luaran pernapasan yang buruk.12
terletak terutama di bronkiolus dan Penggunaan opioid sebagai analgesia
dinding alveolus di jalan napas.18 Sistem pada pasien-pasien yang terintubasi dan
opioid endogen mengatur beberapa efek mendapat sokongan ventilasi mekanik
fisiologis, termasuk nyeri, respons stres, diharapkan jauh dari efek samping
nafsu makan, termoregulasi dan kontrol depresi napas, mengingat perawatan

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 12


Jurnal Anestesiologi Indonesia

dengan alat bantu napas serta beberapa lebih jauh efeknya dalam kondisi klinik
prosedur intermitten di ICU pada manusia.23
mengakibatkan rangsangan nyeri.23
Patogenesis dan respons imun terhadap
Pemberian opioid secara akut dan kronis virus COVID-19 masih belum jelas,
diketahui memiliki efek inhibitorik namun dianggap melibatkan kedua
terhadap respons imun humoral dan imunitas adaptif dan bawaan. COVID-19
selular, termasuk produksi antibodi, dapat menyebabkan badai sitokin, yaitu
aktivitas natural killer (NK)-lymphocyte, respons imun yang tidak terkontrol yang
ekspresi sitokin, dan aktivitas memperberat progresivitas penyakit dan
fagositik.24,25 Opioid mengganggu fungsi menyebabkan cedera organ.28 Mortalitas
makrofag dengan menghambat pasien COVID-19 juga berhubungan
proliferasi sel progenitor makrofag, secara negatif terhadap jumlah limfosit
menghambat sekresi sitokin yang pasien. Zeng dkk. menunjukkan bahwa
menyebabkan penurunan kemotaksis, sel T helper dan supressor pada pasien
mengurangi kemampuan makrofag COVID-19 cenderung lebih rendah pada
dalam melawan patogen, dan pasien dengan infeksi COVID-19 berat.
menghambat produksi nitrit oksida. Pada Presentase sel T helper naive meningkat,
sistem imun adaptif, opioid sementara sel T helper memory
mempengaruhi sel T dan sel B, yang berkurang pada kasus yang berat.
mana keduanya mengekspresikan Temuan ini menandakan bahwa virus
26
reseptor µ-opioid. Opioid juga COVID-19 dapat melawan sistem
mengaktivasi jaras desenden dari aksis imun.29 Hingga saat ini masih belum
hypothalamic/pituitary/adrenal (HPA) diketahui apakah obat dengan
dan sistem saraf simpatis, sehingga mekanisme imunosupresif seperti opioid
meningkatkan produksi glukokortikoid menimbulkan efek positif atau negatif
di perifer yang bersifat imunosupresif, pada infeksi COVID-19, dan belum
sedangkan aktivasi sistem saraf simpatis diketahui apakah opioid memiliki
di organ limfoid meningkatkan dampak terhadap progresivitas atau
27
pelepasan noradrenalin. Glukokortikoid risiko infeksi COVID-19.12 Selain itu,
dan noradrenalin mempengaruhi leukosit nyeri dapat memiliki efek imunosupresif,
dan memiliki efek modulasi negatif sehingga penggunaan opioid untuk
terhadap sistem imunnya.27 Telah mengurangi nyeri dianggap dapat
dilaporkan bahwa tidak semua opioid meningkatkan respons imun.11 Secara
menyebabkan efek yang sama terhadap keseluruhan, opioid harus digunakan
modulasi sistem imun. Opioid dapat secara hati-hati pada pasien dengan
dibagi menjadi opioid yang lebih infeksi COVID-19, karena
imunosupresif, misalnya kodein, imunomodulasi akibat opioid dapat
methadone, morfin, fentanyl, dan menjadi signifikan ketika terdapat
remifentanil, dan opioid yang kurang faktor-faktor imunosupresif lain.27
imunosupresif, misalnya buprenorphine, Banyaknya jenis opioid dengan
hydromorphone, oxycodone dan karakteristik farmakodinamik dan
tramadol.27 Dalam studi in vitro dan pada farmakokinetik yang berbeda
hewan coba ditemukan opioid dapat memungkinkan para klinisi dapat
menyebabkan terjadinya imunosupresif memilih jenis opioid yang tepat dan
pada sistem imun adaptif dan bawaan sesuai untuk digunakan pada pasien
namun hal ini masih perlu dijelaskan kritis COVID-19.

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 13


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Karakteristik opioid yang ideal KESIMPULAN


digunakan meliputi efek yang cepat, Laporan kasus ini menunjukkan bahwa
mudah dititrasi, tidak terakumulasi, dan opioid, dalam kasus ini fentanyl, relatif
murah. Fentanyl adalah turunan aman untuk diberikan pada pasien
phenylpiperidine sintetik dengan onset COVID-19 yang sakit kritis. Namun,
kerja yang cepat. Fentanyl memiliki diperlukan studi lebih lanjut untuk
potensi analgesik sebesar 100 kali lipat mengamati risiko yang berhubungan
dari morfin dan digunakan untuk dengan penggunaan opioid jangka
anestesia dan manajemen nyeri akut. panjang, terutama pada sistem imun
Obat ini adalah agonis reseptor-μ.30 pasien COVID-19.
Fentanyl banyak dipilih untuk pasien
sakit kritis karena memiliki onset dan DAFTAR PUSTAKA
waktu paruh yang pendek, tidak 1. Altinbas A et al. Pain Management
menyebabkan pelepasan histamin, in Critical Patient. Arch Clin Biomed
menimbulkan sedikit perubahan Res. 2016;1(5):242–9
hemodinamik, serta tidak mempengaruhi 2. Mehta P et al. COVID-19: consider
inotropi jantung.5 Dosis pemberian cytokine storm syndromes and
fentanyl secara intermiten adalah 0,35- immunosuppression. Lancet.
0,5 µg/kg/IV setiap 0,5-1 jam, sementara 2020;395(10229):1033–4
dosis infusnya adalah 0,7-10 µg/kg/IV.31 3. Bruder N et al. Consequences and
Telah dilaporkan bahwa penggunaan Prevention Methods of
fentanyl dosis rendah (1-5 µg/kgBB) Hemodynamic Changes During
akan menyebabkan pemulihan efek Laryngoscopy and Intratracheal
penekanan sistem imun (natural killer Intubation. Ann Fr Anesth Reanim.
cell cytotoxicity [NKCC]) lebih cepat 1992;11(1):57–71
dibandingkan dengan penggunaan dosis 4. Nooh N et al. Effect of remifentanil
tinggi.17 Namun, tetap harus on the hemodynamic responses and
diperhatikan bahwa pemberian fentanyl recovery profile of patients
secara bolus dapat berkaitan dengan undergoing single jaw orthognathic
rigiditas dinding dada, yang dapat surgery. Int J Oral Maxillofac Surg.
mengurangi compliance dinding dada 2013;42(8):988–93
yang mengakibatkan gangguan pada 5. Adam VN et al. Pain management in
ventilasi spontan. Hal ini dapat critically ill patients. Period Biol.
mempersulit penggunaan assisted 2015;117(2):225–30
ventilation. 31
Laporan kasus ini 6. Pouraghaei M et al. Comparison
menunjukkan penggunaan opioid between the effects of alfentanil,
fentanyl dengan dosis yang rendah (30- fentanyl and sufentanil on
40 µg perjam) pada pasien COVID-19 hemodynamic indices during rapid
yang dikombinasi dengan penggunaan sequence intubation in the
asetominofen dapat menurunkan emergency department. Anesthesiol
kebutuhan opioid itu sendiri, sesuai Pain Med. 2014;4(1):1–6
dengan konsep multimodal analgesia. 7. Pournajafian A et al. Comparison of
Hal ini memberikan efek analgesia yang remifentanil and fentanyl regarding
adekuat (dinilai dengan BPS) tanpa efek hemodynamic changes due to
samping yang signifikan dengan endotracheal intubation in
perbaikan dan pemulihan pasien dari preeclamptic parturient candidate
kondisi infeksi. for cesarean delivery. Anesthesiol
Pain Med. 2012;2(2):90–3

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 14


Jurnal Anestesiologi Indonesia

8. Mireskandari SM et al. Comparison 2013;110(5):837–41. Available


of the effect of fentanyl, sufentanil, from:
alfentanil and remifentanil on http://dx.doi.org/10.1093/bja/aes49
cardiovascular response to tracheal 4
intubation in children. Iran J 17. Moyano J et al. Opioids in the
Pediatr. 2011;21(2):173–80 immune system: From experimental
9. Lambert D. Opioids and the studies to clinical practice. Rev
COVID-19 pandemic: does chronic Assoc Med Bras. 2019;65(2):262–9.
opioid use or misuse increase 18. Devabhakthuni S et al.
clinical vulnerability? Br J Anaesth Analgosedation: A Paradigm Shift
[Internet]. 2020; Available from: in Intensive Care Unit Sedation
https://doi.org/10.1016/j.bja.2020.0 Practice. Ann Pharmacother.
7.004 2012;46(4):530–40
10. Al-Hashimi M et al. Opioids and 19. Pattinson KTS. Opioids and the
immune modulation: More control of respiration. Br J Anaesth
questions than answers. Br J [Internet]. 2008;100(6):747–58.
Anaesth. 2013;111(1):80–8. Available from:
Available from: http://dx.doi.org/10.1093/bja/aen09
http://dx.doi.org/10.1093/bja/aet153 4
11. Cohen SP et al. Pain Management 20. Hemmings HC et al. The good, the
Best Practices from Multispecialty bad, and the ugly: the many faces of
Organizations during the COVID-19 opioids. Br J Anaesth.
Pandemic and Public Health Crises. 2019;122(6):705–7
Pain Med. 2020 21. Weil J V. et al. Diminished
12. Schimmel J et al. Opioid Use Ventilatory Response to Hypoxia
Disorder and COVID-19: Biological and Hypercapnia After Morphine in
Plausibility for Worsened Normal Man. N Engl J Med.
Outcomes. Subst Use Misuse 1975;1103–6
[Internet]. 2020;55(11):1–2. 22. Clemens KE et al. Symptomatic
Available from: Therapy of Dyspnea with Strong
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm Opioids and Its Effect on Ventilation
ed/32657207 in Palliative Care Patients. J Pain
13. Shang Y et al. Management of Symptom Manage. 2007;33(4):473–
critically ill patients with COVID-19 81
in ICU: statement from front-line 23. Drożdżal S et al. COVID-19: Pain
intensive care experts in Wuhan, management in patients with SARS-
China. Ann Intensive Care. CoV-2 infection—molecular
2020;10(1):1–24 mechanisms, challenges, and
14. McGrane S et al. Sedation in the perspectives. Brain Sci.
intensive care unit. Minerva 2020;10(7):1–10
Anestesiol. 2012;78(3):369–80 24. Eisenstein TK. The Role of Opioid
15. Mahler DA. Opioids for refractory Receptors in Immune System
dyspnea. Expert Rev Respir Med. Function. Front Immunol.
2013;7(2):123–35 2019;10(December):1–20
16. Niesters M et al. High-inspired 25. Plein LM et al. Opioids and the
oxygen concentration further immune system – friend or foe. Br J
impairs opioid-induced respiratory Pharmacol. 2018;175(14):2717–25.
depression. Br J Anaesth [Internet]. 26. Mefford BM et al. Opioids and the

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 15


Jurnal Anestesiologi Indonesia

immune system. US Pharm. Immune Function Compared to


2020;45(3):HS-10 Immune Function in Chinese Han
27. Franchi S et al. Do All Opioid Drugs Population Qiang. medRxiv.
Share the Same Immunomodulatory 2020;1–15
Properties? A Review From Animal 30. Lopez B et al. Anesthetics. In:
and Human Studies. Front Immunol. Lippincott® Illustrated Reviews:
2019;10:1–11 Pharmacology. 7th ed. China:
28. Azmi NU et al. Cytokine Storm in Wolters Kluwer; 2019
COVID-19: An Overview, 31. Ammar MA et al. Sedation,
Mechanism, Treatment Strategies, Analgesia, and Paralysis in COVID-
and Stem Cell Therapy Perspective. 19 Patients in the Setting of Drug
Pharm Sci Res. 2020;7(4):1–11 Shortages. J Intensive Care Med.
29. Zeng Q et al. Mortality of COVID- 2020
19 is Associated with Cellular

Volume 12, Nomor 3, Tahun 2020 16

You might also like