You are on page 1of 8

JIIA, VOLUME 1 No.

3, JULI 2013

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL BUDIDAYA INTENSIF TANAMAN PALA


DI KECAMATAN GISTING KABUPATEN TANGGAMUS

(The Financial Feasibility Analysis Of Nutmeg Intensive Cultivation in Gisting District of


Tanggamus Regency)

Dwi Apriliansyah Astanu, R Hanung Ismono, Novi Rosanti

Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro No. 1
Bandar Lampung 35145, e-mail: ap_ril_seven@yahoo.com

ABSTRACT

The purposes of this research are to analyze the financial feasibility of nutmeg farming and the feasibility of
its cultivation aspects, technical aspects, and market aspects. This research uses a census method.
Feasibility analysis is calculated by the ratio of revenue to cost (B/C), Payback Period (PP), Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), sensitivity analysis, and analysis the feasibility of cultivation
aspects, technical aspects, and market aspects. The results showed that at 15% of interest rate, the 25 years
long of intensive cultivation of nutmeg farming in Gisting of Tanggamus Regency deserved Net B/C Ratio
2.23; NPV of Rp125,574,036; IRR 20.98% and PP 10.01. The effect of changes with the likely costsrose by
10%, decreased the production by 25%, or it decreased the output prices by 10%, but the farm was still in
the state of intensive nutmeg feasible and profitable. On the cultivation aspects, the climate and rain fall in
the district of Gisting Tanggamus was appropriated to nutmeg plants; on the technical aspects, the majority
of farmers still used traditional technology, particularly in post harvest technology such as processing of
nutmeg became essential oils or a variety of snacks. In fact, on the aspects of the market of nutmeg was very
good, in which the demand side was greater than the supply side so that the market opportunity for this
product was still very promising.

Keywords : B/C, IRR, NPV, PP, nutmeg

PENDAHULUAN Salah satu komoditas perkebunan yang memegang


peranan tersebut yaitu Pala Banda (Mysristica
Pembangunan perkebunan memiliki beberapa fragans houtt). Jenis pala ini merupakan salah satu
tujuan diantaranya meningkatkan pendapatan komoditas ekspor potensial andalan pemerintah
masyarakat, meningkatkan penerimaan devisa dan menyebar di kawasan Indonesia. Sekarang
negara, menyediakan lapangan kerja, menyerap komoditas ini sudah berkembang ke seluruh bagian
banyak tenaga kerja, meningkatkan produktivitas, Indonesia di antaranya Pulau Kalimantan,
nilai tambah, daya saing, memenuhi kebutuhan Sulawesi, Jawa, dan Sumatera.
konsumsi, dan bahan baku industri dalam negeri
serta mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya Provinsi Lampung sudah berusaha mengupayakan
alam secara berkelanjutan. komoditas pala menjadi tanaman perkebunan
rakyat yang menjadi sumber pendapatan bagi
Di Provinsi Lampung perkebunan merupakan petani. Salah satu kabupaten yang banyak
subsektor pertanian yang memiliki kontribusi besar membudidayakan tanaman ini yaitu Kabupaten
terhadap Produk Domestik Regional Bruto Tanggamus. Meskipun lahan yang diusahakan
(PDRB). Pada tahun 2010, dari lima subsektor belum terlalu luas, tetapi usahatani pala ini sudah
pertanian diketahui bahwa subsektor tanaman mulai berkembang dalam skala perkebunan rakyat.
pangan menempati peringkat pertama dengan Gisting merupakan salah satu kecamatan yang ada
kontribusinya sebesar 45,51%, diikuti peringkat di Kabupaten Tanggamus yang memiliki produksi
kedua yaitu subsektor perikanan dengan kontribusi dan luas tanaman menghasilkan (TM) terluas
sebesar 25,15%, dan subsektor perkebunan dibandingkan kecamatan lainnya yaitu sebesar 26
menempati urutan ketiga dengan menyumbangkan hektar (Dinas Perkebunan Kabupaten Tanggamus
kontribusinya sebesar 17,64% (Badan Pusat 2011).
Statistik Provinsi Lampung 2011).
Produk pala Indonesia termasuk unggul dan
terkenal di pasar dunia tidak hanya karena

218
JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

memiliki aroma yang khas dan rendemen minyak Desember 2012 – bulan Januari 2013.
yang tinggi tetapi juga produknya dapat diolah
menjadi produk yang bernilai tambah sehingga Data yang digunakan adalah data primer dan data
menghasilkan produk yang bernilai ekonomi sekunder. Data primer diperoleh melalui teknik
tinggi. Meskipun demikian pengembangan wawancara menggunakan kuesioner, sedangkan
usahatani pala ini masih memiliki banyak data sekunder diperoleh dari berbagai literatur,
kelemahan ditinjau dari beberapa aspek, di media cetak, dan beberapa instansi terkait.
antaranya aspek budidaya, aspek teknis, dan aspek
pasar. Umumnya petani pala di Kecamatan Gisting Analisis data yang digunakan adalah analisis
belum menjadikan tanaman pala sebagai tanaman kuantitatif dan analisis deskriptif kualitatif.
utama, melainkan masih sebagai tanaman Analisis kuantitatif menganalisis kelayakan
sampingan. Hal ini menyebabkan hasil yang finansial (B/C Ratio, NPV, IRR, PP) dan analisis
didapatkan dari budidaya tanaman pala masih laju kepekaan (sensitivitas) dengan suku bunga
menjadi hasil sampingan dan belum menjadi 15% yang digunakan sebagai discount factor (DF).
pendapatan utama di sektor usahatani yang petani Produksi pala terus meningkat, pada umur tanaman
lakukan. 25 tahun merupakan produksi tertinggi (Hatta
1993), penelitian ini ingin meneliti umur pala
Pala masih belum dibudidayakan secara luas oleh sampai 25 tahun. Analisis deskriptif kualitatif
petani. Hal ini karena untuk mengusahakan pala digunakan untuk mengetahui kelayakan aspek
secara intensif tidak hanya dibutuhkan investasi budidaya, aspek teknis, dan aspek pasar.
yang besar, tetapi juga masa tunggu tanaman
sampai menghasilkan relatif lama. Oleh karena itu Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), studi
perlu dihitung tingkat kelayakan usahatani pala kelayakan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan
intensif apakah dalam jangka panjang masih yang mempelajari secara mendalam tentang suatu
menguntungkan atau tidak khususnya di kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan
Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau
tidak usaha tersebut dijalankan.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini
bertujuan menganalisis kelayakan finansial Analisis kelayakan finansial bertujuan untuk
usahatani pala intensif, dan melihat pengaruh menilai apakah suatu kegiatan investasi (usaha)
kenaikan biaya produksi, penurunan produksi, yang dijalankan tersebut layak atau tidak untuk
penurunan harga output terhadap kelayakan dijalankan. Menurut Kadariah (2001), ada
finansial, serta menganalisis kelayakan aspek beberapa metode yang biasa dipertimbangkan
budidaya, aspek teknis, dan aspek pasar dari untuk dipakai dalam analisis finansial, yaitu B/C
budidaya intensif tanaman pala di Kecamatan Ratio, Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Gisting Kabupaten Tanggamus. Return (IRR), dan Payback Period (PP), Metode
analisis ini pernah digunakan juga oleh Sumantri
METODE PENELITIAN (2004) dan Ikhsan (2010).

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Gisting Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Ratio)
Kabupaten Tanggamus. Penentuan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) n

 Bt  Ct 1  i 
t
dengan pertimbangan bahwa Kabupaten
t 0
Tanggamus merupakan salah satu sentra produksi NetB / C  n
pala di Provinsi Lampung. Adapun, Kecamatan  Ct  Bt 1  i  t

Gisting merupakan sentra penghasil komoditas t 0 ..................(1)


pala di Kabupaten Tanggamus.
Keterangan :
Pengambilan sampel dengan cara sensus. Menurut t = tahun ke 1,2,3 dst
Arikunto (2002), apabila subjek penelitian kurang n = umur proyek (tahun)
dari 100 unit (orang), maka lebih baik diambil
semua sehingga penelitian ini merupakan Net Present Value (NPV)
penelitian populasi. Terdapat 10 petani yang telah
mengusahakan pala secara intensif di Kecamatan n
Bt  Ct
Gisting Kabupaten Tanggamus. Pengumpulan data NPV   1  t  t
dalam penelitian dilaksanakan pada bulan t 1
..........................(2)

219
JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

Keterangan : X 0 = NPV/IRR/Net B/C ratio sebelum terjadi


Bt = Manfaat dari proyek
perubahan
Ct = Biaya (cost) pada tahun ke-t
n = Umur proyek (tahun) X = Rata-rata perubahan NPV/IRR/Net B/C
i = Discount rate ratio
Y1 = Harga jual/biaya produksi/produksi setelah
Internal Rate of Return (IRR) terjadi perubahan
 NPV 1 
Y0 = Harga jual/biaya produksi/produksi
IRR  i1   (i 2  i1 ) sebelum terjadi perubahan
 NPV 1  NPV 2  ..............(3)
Y = Rata-rata perubahan harga jual/biaya
Keterangan : produksi/produksi
NPV1 = present value positif
NPV2 = present value negative Analisis laju kepekaan dihitung dengan
i1 = discount faktor, jika NPV > 0 memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang
i2 = discount faktor, jika NPV < 0 akan terjadi pada masa yang akan datang.
Kemungkinan kenaikan biaya dapat terjadi akibat
Payback Period (PP) inflasi, pada 3 tahun terakhir (2010-2012) tingkat
inflasi berfluktuatif kisaran 3-7% (Badan Pusat
Ko Statistik Indonesia 2013), tetapi pada penelitian ini
PP   1 tahun ingin menghitung sensitivitas dari kenaikan biaya
Ab ...............................(4) sampai 10%, sehingga diasumsikan biaya naik
Keterangan : sebesar 10%.
Pp = Payback period
K0 = Investasi awal Menurut petani pala beberapa daerah di Kecamatan
Ab = Manfaat (benefit) yang diperoleh setiap Gisting iklimnya tidak menentu, angin kencang
periode sering terjadi. Jika hal tersebut terjadi di kawasan
usahatani pala dapat merontokan bunga bahkan
Analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan yang buah pala yang belum siap dipanen sehingga
menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat menurunkan produksi kisaran hingga 20-25%,
apakah yang akan terjadi pada proyek tersebut bila sehingga diasumsikan pada penelitian ini ada
suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. kemungkinan penurunan produksi hingga 25%.
Analisis ini mencoba melihat realitas suatu proyek
yang didasarkan pada kenyataan bahwa proyeksi Penurunan harga output belum dialami oleh petani
suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur- pala selama ini. Harga sampai saat ini terus
unsur ketidakpastian mengenai apa yang terjadi di meningkat, tetapi kemungkinan penurunan harga
masa mendatang (Gittinger dan Hans Adler 1993). output dapat terjadi akibat sisi kelebihan
penawaran (supply) pada keadaan panen raya yang
Pada analisis kepekaan terdapat beberapa menyebabkan harga dapat menurun. Penelitian ini
kemungkinan harus dicoba. Hal ini perlu, karena ingin menghitung sensitivitas dari penurunan harga
analisis proyek biasanya didasarkan kepada output, sehingga diasumsikan harga output
proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak menurun hingga sebesar 10%.
ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi
masa mendatang. Analisis laju kepekaan dapat Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk
dirumuskan sebagai berikut : mengetahui beberapa aspek yang berperan dalam
usahatani pala secara intensif. Aspek-apek yang
X1  X 0 dinilai dalam penelitian ini adalah aspek budidaya,
x100% aspek teknis, dan aspek pasar. Analisis kelayakan
X budidaya pala meliputi tempat, iklim, dan prosedur
Sensitivitas 
Y1  Y0 pemeliharaan, aspek teknis mencakup jenis
x100%
Y ........(5) teknologi yang digunakan dan jumlah investasi
yang diperlukan serta membuat rencana produksi
Keterangan : selama umur ekonomis proyek, serta aspek pasar
X1 = NPV/IRR/Net B/C ratio setelah terjadi meliputi sisi permintaan (demand) dan penawaran
(supply), peluang pasar, perkembangan pasar, dan
perubahan
penetapan pangsa pasar, sehingga dapat ditentukan

220
JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam usahatani pala intensif rakyat di Kecamatan
mengambil kebijakan yang diperlukan. Gisting Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada
Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis yang tersaji pada Tabel
Analisis Kelayakan Finansial 1, diketahui bahwa keuntungan bersih (NPV)
diperoleh selama 25 tahun usaha yaitu sebesar
Berdasarkan hasil penelitian di Kecamatan Gisting Rp125.574.036, berarti dengan memperhitungkan
Kabupaten Tanggamus produk yang dihasilkan suku bunga yang berlaku (15%), petani pala
dari usahatani pala yaitu biji pala, bunga pala /fuli, intensif memperoleh pendapatan bersih rata-rata
dan daging buah pala. Tanaman pala mulai Rp5.022.961 per tahun (nilai uang sekarang).
berbuah pada usia 5 (lima) tahun. Produk pala Analisis Net B/C diperoleh nilai 2,23 yang berarti
biasanya dijual dalam bentuk kering dengan bahwa selama 25 tahun usaha, net benefit yang
produktivitas per hektar 15,40 kg daging buah, didapatkan sebesar 2,23 kali lipat dari biaya(cost)
10,78 kg biji, dan 1,54 kg fuli. Sedangkan mulai yang dikeluarkan.
tahun ke-11 produksi telah menguntungkan dengan
produksi rata-rata per hektar 615 kg daging buah, Usahatani pala intensif berdasarkan kriteria IRR
430 kg biji, dan 61,50 kg fuli. Harga jual untuk didapatkan nilai 20,98% artinya sampai pada
masing-masing bagian produk pala berbeda-beda, tingkat suku bunga di bawah 20,98% usahatani
daging buah dijual dengan harga Rp3.000/kg, biji pala intensif layak dan menguntungkan.
pala dijual dengan harga Rp70.000/kg, dan harga Sebaliknya jika suku bunga naik sampai di atas
bunga pala/fuli dijual dengan harga Rp160.000/kg. 20,80% usahatani tersebut tidak layak. Diketahui
waktu pengembalian modal pada investasi
Pendapatan kotor atau penerimaan adalah seluruh usahatani pala intensif rakyat dicapai pada tahun
pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama kesepuluh, ini berarti diketahui bahwa investasi
satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan yang dikeluarkan untuk usahatani pala akan
atau penaksiran kembali. Pendapatan bersih kembali pada tahun kesepuluh, sedangkan pada
adalah selisih dari pendapatan kotor atau tahun >10 merupakan keuntungan yang diperoleh
penerimaan dengan biaya mengusahakan selama penanganan usahatani pala intensif.
(Suratiyah 2009). Biaya yang dikeluarkan akan
mempengaruhi besar kecilnya suatu pendapatan Berdasarkan hasil analisis laju kepekaan yang
yang diusahakan dalam usahatani tersebut. disajikan pada Tabel 2, terlihat bahwa pada tingkat
suku bunga 15% dengan kenaikan biaya sebesar
Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani pala 10% masing-masing kriteria mengalami
antara lain biaya investasi dan biaya produksi. perubahan, namun tidak ada kriteria investasi yang
Biaya investasi yang dikeluarkan mencapai menunjukan laju kepekaan sensitif terhadap
Rp91.169.231/hektar, biaya meliputi biaya lahan, kenaikan biaya 10%. Penurunan produksi sebesar
pembukaan lahan, pembelian bibit dan peralatan, 25% dengan biaya tetap menyebabkan nilai Net
serta tenaga kerja yang digunakan untuk B/C, NPV, IRR dan PP mengalami perubahan,
pembuatan lubang tanam, pengajiran, dan tetapi hanya pada kriteria Net B/C dan NPV yang
penanaman. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh menunjukan laju kepekaan sensitif terhadap
petani terdiri dari biaya pupuk, biaya tenaga kerja perubahan akibat penurunan produksi sebesar 25%
untuk penyiangan, pemupukan, penyulaman, dengan nilai sebesar 1,04 dan 2,12.
pemanenan, dan penanganan pascapanen. Biaya
tersebut rutin dikeluarkan dengan tujuan untuk Tabel 1. Hasil analisis finansial usahatani pala
meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman intensif rakyat di Kecamatan Gisting
guna meningkatkan pendapatan yang diperoleh Kabupaten Tanggamus
petani.
Kriteria Hasil
Usahatani pala selain meningkatkan pendapatan
Kelayakan Analisis Finansial
petani pada sektor perkebunan, keunggulan lainnya
Net B/C 2,23
dari komoditas ini yaitu daging buahnya biasa NPV (Rp) 125.574.036,00
dijadikan berbagai jenis olahan yang memiliki nilai IRR 20,98%
tambah ekonomis yang tinggi, seperti manisan PP (thn) 10,01
pala, asinan pala, selai pala, sirup pala, kristal pala,
dan lain-lain. Hasil analisis kelayakan finansial

221
JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

Tabel 2. Hasil analisis laju kepekaan usahatani pala intensif rakyat di Kecamatan Gisting Kabupaten
Tanggamus

Kepekaan (Sensitivitas)
Kriteria Laju kepekaan Laju kepekaan Laju kepekaan
Kelayakan biaya naik 10% produksi turun 25% harga output turun 10%
Perubahan LK Ket Perubahan LK Ket Perubahan LK Ket
Net B/C 2,19 0,19 TS 1,65 1,04 S 2,00 1,03 S
NPV (Rp) 123.157.751,00 0,20 TS 67.114.225,00 2,12 S 102.288.935,00 1,94 S
IRR (%) 20,85% 0,07 TS 18,64% 0,41 TS 20,11% 0,40 TS
PP (thn) 10,04 0,03 TS 10,62 0,21 TS 10,21 0,19 TS
Keterangan : S (Sensitif terhadap perubahan)
TS (Tidak sensitif terhadap perubahan)
LK (Laju kepekaan)
Ket (Keterangan)

Penurunan harga output sebesar 10% dengan biaya menyemai dan memilih bibit yang berkualitas baik
tetap menyebabkan nilai Net B/C, NPV, IRR dan untuk dibudidayakan. Para petani biasanya
PP mengalami perubahan, tetapi hanya kriteria Net menggunakan bibit hasil budidaya sendiri dari
B/C dan NPV menunjukan laju kepekaan sensitif tanaman yang telah dewasa.
terhadap perubahan akibat adanya penurunan harga
output sebesar 10% dengan nilai 1,03 dan 1,94. Menurut petani, tanaman pala yang dibudidayakan
Usahatani pala intensif dengan terjadinya tidak memerlukan teknik khusus dan perawatan
kemungkinan naik biaya produksi sebesar 10%, yang tidak terlalu sulit karena tanaman ini
penurunan produksi sebesar 25%, atau merupakan tanaman hutan yang memiliki daya
kemungkinan terjadinya penurunan harga output adaptasi yang cepat pada kondisi lingkungannya,
sebesar 10%, usahatani pala intensif masih layak sehingga terlihat bahwa tanaman yang
diusahakan dan menguntungkan. dibudidayakan mereka dapat tumbuh subur dan
untuk serangan hama serta penyakit tanaman
Aspek Budidaya belum dirasakan merugikan bagi petani. Tanaman
mulai berbunga pada waktu yang sesuai yaitu
Aspek budidaya tanaman pala meliputi kelayakan antara bulan Januari dan Februari, kemudian panen
secara geografis (iklim), media tanam dan teknik raya dilakukan pada pertengahan bulan Agustus.
pemeliharaan tanaman. Berdasarkan data yang Lokasi ini potensial untuk dapat pengembangan
didapatkan diketahui bahwa daerah Kecamatan tanaman pala, pengembangan tidak hanya untuk
Gisting Kabupaten Tanggamus beriklim sejuk. skala tanaman naungan/sela saja, tetapi juga untuk
Suhu daerah Kecamatan Gisting berkisar antara pengembangan skala luas dan intensif masih
25-300 C dengan ketinggian antara 600-1100 meter potensial dilakukan, karena masih banyak lahan
dari permukaan laut. Daerah ini memiliki curah yang dapat dimanfaatkan.
hujan yang menyebar sepanjang tahun, biasanya di
antara bulan Desember sampai Februari (BPS Aspek Teknis
Kabupaten Tanggamus 2012). Kondisi tersebut
layak untuk budidaya tanaman pala. Aspek ini mencakup jenis teknologi yang
digunakan dan jumlah investasi yang diperlukan
Mayoritas petani pala membudidayakan tanaman serta membuat rencana produksi selama umur
tidak menggunakan teknik khusus, tanaman hanya ekonomis proyek. Berdasarkan penelitian petani
dipupuk setahun sekali. Pupuk yang biasa masih menggunakan teknologi yang sederhana dan
digunakan meliputi pupuk kandang dan pupuk belum menerapkan teknologi yang telah tersedia
kompos dari sisa-sisa daun pala yang rontok. Para dikarenakan petani belum mengetahui peranan dan
petani di Kecamatan Gisting Kabupaten penerapannya secara jelas. Teknologi yang telah
Tanggamus mengaku belum mendapatkan tersedia meliputi teknologi perbanyakan bibit
penyuluhan yang terkait budidaya tanaman pala. unggul klonal (vegetatif), pengolahan biji pala dan
Teknik budidaya (pengolahan tanah, penanaman, fuli menjadi minyak atsiri, teknologi pengolahan
pemeliharaan, pemanenan, dan penanganan minyak atsiri menjadi diversifikasi produk ikutan,
pascapanen) hanya dipelajari petani secara dan teknologi pengolahan daging buah pala
otodidak. Umumnya petani pala di Kecamatan menjadi berbagai macam makanan ringan.
Gisting Kabupaten Tanggamus sudah dapat

222
JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

Komoditas pala di Kabupaten Tanggamus merupakan komoditas unggulan karena banyak


khususnya Kecamatan Gisting memiliki peluang manfaat yang diperoleh dari minyak pala, sehingga
untuk dikembangkan dengan skala ekonomis yang beberapa produk menggunakannya sebagai bahan
intensif. Akan tetapi usaha tanaman pala intensif campuran di antaranya untuk bahan kosmetik,
membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan obat-obatan, obat tradisional, parfum, bumbu
masa tunggu yang relatif lama, sehingga para masak sepeti bumbu roti, bumbu masakan laut,
petani sekarang masih enggan menanam komoditas serta dapat digunakan untuk industri minuman.
tersebut dalam skala luas.
Permintaan produk minyak pala di pasar dunia
Petani melakukan usahatani pala secara intensif mencapai 40 ton/bulan atau 480 ton/tahun, namun
dengan teknik dan alat yang sederhana. penawaran yang diberikan hanya 32 ton/bulan atau
Pembibitan, pengolahan lahan, penanaman, sebesar 384 ton/tahun sehingga ada selisih
pemeliharaan, pemanenan, dan penanganan sebanyak 96 ton/tahun dari permintaan minyak
pascapanen masih dilakukan dengan sederhana. pala belum dapat dipenuhi oleh negara-negara
Permasalahan petani terletak pada saat penanganan yang membudidayakan pala. Oleh karena itu
pascapanen. Petani pada musim hujan usaha pembudidayaan pala dapat dikembangkan
mendapatkan kendala pengeringan, oleh karena itu melihat sisi penawaran yang memiliki selisih yang
diperlukan teknologi untuk memudahkan petani besar terhadap selisih permintaan yang belum
dalam menghadapi kendala tersebut. Teknologi dapat dipenuhi (Harian Analisa 2013).
yang sudah tersedia antara lain rumah pengeringan
dan oven, hanya saja petani masih belum Perkembangan pasar untuk produk pala ini sudah
menerapkannya. meluas, dari minyak hingga rempah yang dapat
digunakan untuk kebutuhan ekspor. Para
Pada saat musim hujan petani melakukan pedagang besar menjual hasil produk pala mereka
pengeringan di dapur masing-masing dengan melalui agen-agen eksportir. Produk tersebut
media pengasapan. Setelah hasil panen dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, seperti
dikeringkan, maka petani menjualnya ke industri pembuatan parfum, pembuatan minuman
pengumpul desa dengan harga daging buah Rp penyegar, industri obat-obatan, industri kosmetik,
3000/kg, biji Rp70.000/kg, dan fuli/sempra hingga ke rempah-rempah bumbu masakan
Rp160.000/kg. Seharusnya sebelum produk dijual mancanegara.
terdapat tahap lanjutan yaitu proses penyortiran
biji, namun pada tingkat petani biasanya tahapan Produk pala diketahui merupakan produk yang
ini tidak dilakukan. Petani belum memperoleh memiliki cakupan pasar yang luas dan sangat
teknologi dalam pengolahan produk menjadi menjanjikan. Menjadi tugas dari para pengambil
minyak atsiri, pengolahan minyak atsiri menjadi kebijakan untuk membantu petani agar dapat
diversifikasi produk ikutan, dan teknologi mengembangkan tanaman pala di dalam negeri
pengolahan daging buah pala menjadi berbagai agar dapat berkembang skala intensif. Selanjutnya
macam makanan ringan, sehingga disimpulkan dengan teknologi pengolahan pala menjadi produk
pada aspek teknis ini masih belum layak. yang bernilai tambah sehingga pendapatan petani
meningkat dan kesejahteraan pun akan didapatkan.
Aspek Pasar Petani biasanya menjual produk pala ini pada
pengumpul kecil (desa/kecamatan) lalu pengumpul
Pemasaran pala rakyat di seluruh Indonesia baik kecil menjual ke pedagang-pedagang besar
itu tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, bahkan (kabupaten/provinsi). Pada pedagang-pedagang
desa belum tertata dalam satu sistem pemasaran, inilah pala diolah menjadi minyak atsiri dan dijual
karena belum ada lembaga yang menangani ke eksportir. Para petani hingga pengumpul kecil
pemasaran pala secara khusus (Bustaman 2007). (desa/kecamatan) menjual seluruh hasil yang
Belum adanya lembaga/badan yang menangani didapatkannya ke pengumpul besar pertama.
pemasaran pala menyebabkan pemasaran belum Saluran pemasaran produk pala di Kecamatan
tertata dalam satu sistem yang jelas. Petani di Gisting dapat dilihat pada Gambar 1.
Kecamatan Gisting biasanya menjual hasil pala
pada pedagang pengumpul desa atau pengepul Pengumpul besar pertama hanya menjual 80%
kecamatan lalu dijual pada pedagang besar kepada pengumpul besar ke dua begitupun
kabupaten atau provinsi. pengumpul besar ke dua hanya menjual sebesar
15% kepada pihak eksportir dalam bentuk biji dan
Indonesia merupakan negara penyumbang terbesar fuli kering, sisanya diolah dan dijual dalam bentuk
produk pala ekspor ke pasar dunia. Produk pala minyak atsiri kepada pihak eksportir minyak.

223
JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

100% 100%
Pengumpul
Petani Pengumpul Kecil Besar 1

20% 80%
Pengumpul Penyulingan
Minyak 85%

65% Pengumpul
85% Besar 2

Eksportir 15%

Gambar 1. Saluran pemasaran usahatani pala intensif Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

Pengumpul pertama mengolah 20% dari hasil yang sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur
didapatkan, sedangkan pengumpul ke dua hanya saja pemeliharaan tanaman masih dilakukan
mengolah sebanyak 65% dari hasil yang diperoleh. dengan cara sederhana dan dipelajari petani secara
Hasil yang disuling menjadi minyak kemudian otodidak. Aspek teknis mayoritas petani masih
dijual kepada pengumpul minyak yang dikirim menggunakan teknologi yang tradisional, untuk
langsung kepada pihak eksportir dengan harga pengolahan biji pala dan fuli/sempra menjadi
yang telah disepakati. minyak atsiri, teknologi pengolahan minyak atsiri
menjadi suatu diversifikasi produk ikutan, dan
KESIMPULAN teknologi pengolahan daging buah pala menjadi
berbagai macam makanan ringan belum diperoleh
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di tingkat petani. Aspek pasar bagi produk pala ini
maka dapat disimpulkan bahwa usahatani pala sangat baik dari sisi permintaan lebih banyak dari
intensif untuk rata-rata lahan 1 hektar nilai Net B/C sisi penawaran sehingga peluang pasar untuk
Ratio 2,23, NPV sebesar Rp 123.574.036, Payback produk pala ini masih sangat menjanjikan.
Period (PP) 10 tahun, dan Internal Rate Of Return
(IRR) sebesar 20,98%, sehingga secara finansial DAFTAR PUSTAKA
usahatani pala intensif di Kecamatan Gisting
Kabupaten Tanggamus layak diusahakan. Selain Arikunto S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu
itu, disimpulkan pula bahwa analisis laju kepekaan Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
(sensitivitas) usahatani pala intensif dengan asumsi Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2011.
kemungkinan biaya naik 10% dengan penerimaan Lampung Dalam Angka 2011. Badan Pusat
tetap tidak ada kriteria investasi yang menunjukan Statistik Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
laju kepekaan sensitif terhadap perubahan akibat Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus.
kenaikan biaya sebesar 10%. Akibat penurunan 2012. Gisting Dalam Angka 2012. BPS
produksi sebesar 25% bahwa kriteria Net B/C dan Kabupaten Tanggamus. Tanggamus.
NPV menunjukan laju kepekaan sensitif terhadap Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Angka
perubahan dengan nilai 1,04 dan 2,12. Penurunan Inflasi Tahun 2010-2012. Jakarta. Diakses
harga output sebesar 10% dengan biaya tetap tanggal 20 Februari 2013
kriteria Net B/C dan NPV menunjukan laju Bustaman S. 2007. “Prospek dan Strategi
kepekaan sensitif terhadap perubahan akibat Pengembangan Pala di Maluku”. Jurnal
adanya penurunan harga output sebesar 10% Perspektif: 6(2).
dengan nilai 1,03 dan 1,94, tetapi usahatani pala Dinas Perkebunan Kabupaten Tanggamus. 2011.
intensif ini masih dalam keadaan layak untuk Luas Areal Tanaman dan Produksi
diusahakan dan menguntungkan. Perkebunan Rakyat (PR) Kabupaten
Tanggamus. Dinas Perkebunan dan
Pada aspek budidaya dalam usahatani pala intensif, Kehutanan Kabupaten Tanggamus. Kota
iklim dan curah hujan di Kecamatan Gisting Agung.
Kabupaten Tanggamus sesuai untuk tanaman pala

224
JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

Gittinger JP dan Adler HA. 1993. Evaluasi Proyek. Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan”.
Diterjemahkan oleh Soemarsono. Rineka Jurnal Chlorophyl: 6 (3): 201-207.
Cipta. Jakarta. Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis
Harian Analisa. 2013. “ Permintaan Minyak Pala Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta.
di Pasar Dunia Terus Meningkat”. www. Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis.
analisadaily.com. Diakses Tanggal 21 Januari
Prenada Media. Jakarta.
2013.
Hatta S. 1993. Budidaya Pala Komoditas Ekspor. Sumantri B. 2004. “Analisis Kelayakan Finansial
Yogyakarta. Usahatani Lada (Piper ningrum L) di Desa
Ikhsan S. 2010. “Analisis Kelayakan Ulu Musi Kabupaten Lahat Sumatera Selatan”.
Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat di Jurnal Ilmu-ilmu Indonesia: 6 (1).
Suratiyah K. 2009. Ilmu Usahatani. Penebar
Swadaya. Jakarta.

225

You might also like