You are on page 1of 10

Life Science 8 (1) (2019)

Life Science

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/LifeSci

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KADAR KLOROFIL KULTIVAR


SINGKONG DI DAERAH WONOSOBO
Restanti Solikhah, Eling Purwantoyo, dan Ely Rudyatmi
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstract


Diterima: 1 Maret 2019 Cassava leaves are the main barrier for oxidation reactions. This happens because of the chlorophyll content,
Disetujui: 30 Maret 2019 but chlorophyll levels will increase with age until the leaves develop fully and then chlorophyll levels decrease
Dipublikasikan: 25 April when the leaves get older. When the leaves are old it is indicated that there are other compounds that act as the
2019 main barrier for oxidation reactions, namely flavonoids. Falvonoid is seen from the antioxidant activity of the
Keywords: leaves. The purpose of this study was to determine the levels of chlorophyll, antioxidant activity and the
Aktivitas Antioksidan, Kadar relationship between chlorophyll levels and antioxidant activity. This study uses seven cassava cultivars in
Klorofil, Kultivar Singkong. Wonosobo. The leaves were extracted using the maceration method then the antioxidant activity was measured
using DPPH method besides chlorophyll content was measured using a spectrophotometer using the ARNON
method, then from the results of measurements of chlorophyll content and antioxidant activity in the Pearson
Correlation method correlation test. Cassava results from Wonosobo cultivars Marsinah had the highest
antioxidant activity of 71.13%. Furthermore Martapura (46.27%), Green Handle Vegetables (46.27%),
Palengka (46.13%), Rubber (39.64%), Red Handle Vegetables (39.36%) and the lowest one is Kastepe cultivars
that is 36.87%. While the highest chlorophyll content of Marsinah cultivars is 32.19 mg / l. Next Rubber
(29.44 mg / l), Green Vegetable Handle (28.04 mg / l), Kastepe (27.66 mg / l), Martapura (27.30 mg / l),
Palengka (22.82 mg / l l) and the lowest is the Red Handle Vegetable cultivar which is 22.01 mg / l. From
these results it can be concluded that ducks There is no correlation between chlorophyll levels and antioxidant
activity of cassava cultivars in Wonosobo district.

Abstrak

Daun singkong merupakan barrier utama untuk reaksi oksidasi. Hal ini terjadi karena adanya
kandungan klorofil, akan tetapi kadar klorofil akan meningkat seiring bertambahnya umur sampai
daun berkembang penuh dan kemudian kadar klorofil menurun ketika daun semakin tua. Pada
saat daun sudah tua diindikasikan bahwa ada senyawa lain yang berperan sebagai barrier utama
untuk reaksi oksidasi yaitu flavonoid. Falvonoid dilihat dari aktivitas antioksidan daun. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui kadar aklorofil, aktivitas antioksidan dan hubungan anatara
kadar klorofil dengan aktivitas antioksidan. Penelitian ini menggunakan tujuh kultivar singkong
yang ada di wonosobo. Daun diekstraksi menggunakan metode maserasi kemudian diukur
aktivitas antioksidannya menggunakan metode DPPH selain itu kadar klorofil diukur
menggunakan spektrofotometer menggunakan metode ARNON, kemudian dari hasil pengukuran
kadar klorofil dan aktivitas antioksidan di uji korelasi metode Pearson Correlation. Hasil
menunjukkan Singkong dari Wonosobo kultivar Marsinah memiliki aktivitas antioksidan yang
paling tinggi yaitu 71,13%. Selanjutnya Martapura (46,27%), Sayur Gagang Hijau (46,27%),
Palengka (46,13%), Karet (39,64%), Sayur Gagang Merah (39,36%) dan yang terendah adalah
kultivar Kastepe yaitu 36,87%. Sedangkan kadar klorofil yang paling tinggi kultivar Marsinah yaitu
32,19 mg/l. Selanjutnya Karet (29,44 mg/l), Sayur Gagang Hijau (28,04 mg/l), Kastepe (27,66
mg/l), Martapura (27,30 mg/l), Palengka (22,82 mg/l) dan yang terendah adalah kultivar Sayur
Gagang Merah yaitu 22,01 mg/l. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara kadar klorofil dengan aktivitas antioksidan kultivar singkong di kabupaten
wonosobo.

© 2019 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: p-ISSN 2252-6277
e-ISSN 2528-5009
Gedung D6 Lt.1 Jl Raya Sekaran Gunugpati, Semarang
E-mail: restanti.solikhah@gmail.com

86
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

PENDAHULUAN

Wonosobo merupakan pegunungan dengan ketinggian berkisar antara 275 meter sampai 2.250
meter di atas permuakaan laut. Suhu udara rata-rata berkisar 14,3-26,5°C dengan curah hujan pertahun
berkisar antara 1.713-4.255 mm/tahun. Ada tiga jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Wonosobo yaitu
Tanah Andosol (25%), Tanah Regosol (40%), dan Tanah Podsonik (35%), selain itu kemiringan tanah
antara 15-40% meliputi 54.641 ha atau 56,37% tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Wonosobo
(Bappeda, 2015). Dengan letak dan kondisi geografis tersebut, Kabupaten Wonosobo memiliki potensi
sumberdaya alam terutama di sektor pertanian.
Kecamatan Wadaslintang merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten wonosobo,
dengan ketinggian 200-1000 meter diatas permukaan laut, suhu 24-33℃ dan dibulan Juli-Agustus dengan
suhu 20℃. Curah hujan cukup tinggi dan tanah yang subur menjadikan pertanian sebagai sektor yang
dominan di daerah ini. Singkong tumbuh subur dan juga termasuk salah satu produk pertanian unggulan
setelah padi, kopi, dan kentang. Kultivar yang banyak dikembangkan adalah Marsinah, Martapura,
Kastepe, Klateng, Sayur gagang hijau, Sayur gagang merah, Bogor, Marsinah, Palengka, Gathutkaca,
Karet, Mentega, dan Mangi
Daun singkong banyak mengandung senyawa murni dari jenis flavonoid seperti rutin, kersetin,
dan sebagainya (Tsumbu et al., 2011). Batangnya mengandung senyawa fenol (Yi et al., 2010). Ekstrak
fenolik cortex umbi singkong juga meiliki aktivitas antioksidan (Gagola et al., 2014). Flavonoid merupakan
salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan
tanaman (Rajalakshmi & Narasimhan, 1985). Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah
dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiinflamasi, antialergi, antidiabetes,
dan antikanker. Efek antioksidan senyawa ini disebabkan oleh penangkapan radikal bebas melalui donor
atom hidrogen dari gugus hidroksil flavonoid (Neldawati et al., 2013).
Daun singkong merupakan barrier utama untuk reaksi oksidasi. Hal ini terjadi karena klorofil
yan banyak terkandung dalam daun memiliki kemampuan sebagai anti-oksidan, anti peradangan dan zat
yang bersifat menyembuhkan luka (Wigmore, 1985). Menurut penelitian Setiawati (2016) kadar klorofil
akan meningkat seiring bertambahnya umur sampai daun berkembang penuh dan kemudian kadar
klorofil menurun ketika daun semakin tua. Pada saat daun sudah tua diindikasikan bahwa ada senyawa
lain yang berperan sebagai barrier utama untuk reaksi oksidasi yaitu flavonoid. Hal ini sesuai dengan
penelitian Devy (2010) yang menyatakan bahwa pada daun muda, kandungan flavonoid masih rendah,
kemudian semakin meningkat dengan semakin tuanya daun, dimana fotosintesis terjadi secara optimal.
Berdasarkan beberapa hal diatas, maka penelitian korelasi kadar antioksidan dan kadar klorofil daun dari
berbagai kultivar singkong yang ada di Wonosobo perlu dilakukan.

METODE

Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi UNNES dan Laboratorium FTP UNIKA


Soegijapranata. Ekstraksi dan Uji aktifitas antioksidan dilakukan di Laboratorium Biokimi Jurusan
87
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

Biologi FMIPA Unnes, Uji kadar klorofil dilakukan di Laboratorium FTP UNIKA Soegijapranata.
Penelitian ini menggunakan daun singkong sebanyak 7 kultivar berdasarkan beda struktur morfologi daun
dimana masing-masing kultivar diambil 3 bagian sampel yaitu Daun ke-3, ke-5 dan ke-7 dari pucuk
tanaman. Penelitian ini merupakan penelitian korelatif. Daun diekstraksi menggunakan metode maserasi.
Hasil ekstraksi selanjutnya diuji aktifitas antioksidanya mengunakan metode DPPH. Sedangkan uji
klorofil menggunakan metode ARNON.
Preparasi Sampel
Sampel daun singkong yang akan digunakan dari kebun tanaman warga di daerah Wonosobo.
Sampel daun singkong yang digunakan yaitu daun singkong posisi 3-7 dari pucuk tanaman yang berumur
6 bulan.
Ekstraksi daun singkong
Daun Singkong segar dicuci bersih dengan air mengalir lalu dikeringkan dengan oven pada suhu
50°C. Selanjutnya daun dihancurkan dengan blender hingga menjadi serbuk (simplisia) dan diayak
dengan ayakan ukuran 100 mesh. Kemudian memasukan 150 gram simplisia kedalam gelas erlenmeyer
dan ditambahkan 750 ml pelarut metanol (1:5). Sampel dimaserasi selama 48 jam dengan menggunakan
shaker pada suhu kamar. Sampel disaring menggunakan kertas saring sehingga diperoleh filtrat sampel
sebagai ekstrak metanol. Ekstrak air dan metanol yang diperoleh kemudian dipekatkan dalam vacum
rotary evaporator pada suhu 50-60°C hingga diperoleh ekstrak kasar berupa pasta. Selanjutnya rendeman
masing masing ekstrak dihitung dengan membagi bobot ekstrak hasil ekstrak dengan botol sampel awal
Uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH
DPPH sebanyak 0,0039 gram ditimbangan menggunakan neraca timbang kemudian
dimasukkan dalam botol gelap, Menambahkan 10 mL etanol 96%, kemudian mengocok hingga
homogen. Kemudian larutan tersebut diukur absorbansi DPPH nya dengan spektrofotometer UV-Vis
untuk memperoleh panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang maksimum untuk larutan DPPH
adalah 517 nm. Kemudian Pembuatan Larutan Blanko yaitu dengan menyiapkan 4500 μL etanol
ditambah 500 μL larutan DPPH dan mengocok hingga homogeny. Larutan Uji dibuat dalam konsentrasi
100 ppm yaitu mengambil 50 μL dari larutan induk ditambahkan etanol sampai volumenya 4500 μL.
Tambahkan 500 μL larutan DPPH. Semua larutan Blanko, Larutan Uji dan Larutan Pembanding
diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit dalam keadaan gelap, kemudian diukur absorbansinya
dengan menggunakan spektrofotometer.
Kadar Klorofil
Daun singkong dipetik dari pohon sesuai tingkat perkembangan daun yaitu daun bagian pucuk
(daun ke-3), daun yang masih muda atau dalam tahap perkembangan (daun ke-5) dan daun dewasa (daun
ke-7). Helaian daun setiap sampel diambil 0,1 gram dan dirajang (ukuran sekitar 2 mm). Sampel
dimasukan kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan aseton 20 ml, kocok secukupnya dan diamkan
selama 2x24 jam di ruang gelap. Kadar klorofil diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 645 dan 663 nm.

88
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

Analisis Statistik
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Data tersebut adalah korelasi aktivitas
antioksidan dan kadar klorofil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kultivar Singkong
Pada penelitian ini, diketahui bahwa di wonosobo ditemukan tujuh kultivar singkong, yaitu
kultivar Singkong Marsinah, Palengka, Sayur Hijau, Martapura, Karet, Sayur Merah dan Kastepe.

Kadar Klorofil

Kadar Klorofil Total


35.00
30.00
Kadar Klorofil

25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
-
A B C D E F G
Daun Ke-3 18.15 17.75 20.48 22.49 17.23 21.12 19.16
Daun ke-5 26.39 19.86 23.75 22.54 24.88 24.79 21.32
Daun ke-7 27.31 22.02 32.19 29.44 27.66 28.05 22.83

Gambar 1. Kadar Klorofil Kultivar Singkong

Berdasarkan Gambar 1, Daun posisi ke 7 dari setiap kultivar memiliki kadar klorofil tertinggi.
Kadar klorofil total teringgi terdapat pada kultivar singkong marsianh yaitu 32, 20 mg/l dan kadar klorofil
terendah terdapat pada kultivar singkong sayur merah yaitu 22, 01 mg/l. Sedangkan untuk kadar klorofil
total dari kultivar martapura dan kastepe hampir sama yaitu 27, 30 dan 27,66 mg/l. Kadar klorofil total
dari kultivar sayur merah dan palengka juga hampir sam yaitu 22,01 dan 22,82 mg/l. Dan juga kadar
klorofil total kultivar karet dan sayur hijau hampir sama yaitu 29,44 dan 28,04 mg/l.

Aktivitas Antioksidan
Pengujian antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan metode DPPH. DPPH merupakan
radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan
beberapa senyawa dan ekstrak bahan alam. Panjang gelombang yang dipakai adalah 517 nm yang
merupakan panjang maksimum DPPH. Data aktivitas antioksidan dari tujuh kultivar singkong disajikan
pada Tabel 1.

89
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

Tabel 1. Aktivitas Antioksidan

No Bahan Absorbansi (nm) Aktivitas Hambatan (%)


1 S. Marsinah 0,209 71,13
2 S. Sayur merah 0,439 39,36
3 S. Kastepe 0,457 36,87
4 S. Karet 0,437 39,64
5 S. Sayur hijau 0,389 46,27
6 S. Palengka 0,390 46,13
7 S. Martapura 0,389 46,27

Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada kultivar
singkong marsinah yaitu 71,13% dan yang terendah terdapat pada kultivar singkong kastepe yaitu
36,87%.

Hubungan antara Aktivitas Antioksidan dan Kadar Klorofil


Daun singkong merupakan barrier utama untuk reaksi oksidasi. Hal ini disebabkan karena
adanya klorofil. Klorofil berfungsi untuk menjaga kestabilan dan menghalangi kemusnahan DNA dalam
sel, karena klorofil kaya dengan nutrisi dan penyumbang oksigen yang dapat menetralkan dan
menggagalkan aktivitas radikal bebas dalam merusak sel-sel tersebut (Ann Wigmore, 1985). Akan tetapi
klorofil. Menurut penelitian Setiawati (2016) kadar klorofil akan meningkat seiring bertambahnya umur
sampai daun berkembang penuh dan kemudian kadar klorofil menurun ketika daun semakin tua. Oleh
karena itu, pada saat daun sudah tua diindikasikan bahwa ada senyawa lain yang berperan sebagai barrier
utama untuk reaksi oksidasi yaitu flavonoid.

Tabel 2. Korelasi antara kadar klorofil dan aktivitas antioksidan pada ekstrak daun singkong
Kadar Klorofil Aktivitas Antioksidan
Kadar Klorofil Pearson Correlation 1 .561
Sig. (2-tailed) .190
N 7 7
Aktivitas Antioksidan Pearson Correlation .561 1
Sig. (2-tailed) .190
N 7 7
Daun singkong yang digunakan dalam penelitian ini merupakan daun dari tujuh kultivar
singkong yang biasa ditanam oleh masyarakat di wonosobo. Uji determinasi daun yang digunakan dalam
penelitian ini diperoleh dari wawancara petani yang ada wonosobo, di ketahui bahwa ada tujuh kultivar
Manhot esculenta Crantz yaitu Kultivar Singkong Marsinah, Singkong gagang merah, Singkong kastepe,
Singkong Karet, Singkong gagang ijo, Singkong Palengka dan Singkong Martapura.

90
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

Determinasi Tanaman
Dari tujuh kultivar singkong yang ada di wonosobo tersebut dikelompokan menjadi dua
kelompok yaitu kelompok gagang merah dan gagang hijau. Kultivar singkong gagang merah terdiri dari
kultivar marsinah, palengka, karet dan kultivar singkong sayur gagang merah. Sedangkan untuk
kelompok kultivar gagang hijau terdiri dari kutivar martapura, kastepe dan kultivar singkong sayur
gagang hijau.
Kekerabatan Keragaman genetik populasi ubi kayu dilihat dari genotip yang terdapat di dalam
ubi kayu dicirikan oleh warna, ukuran daun, batang maupun ubinya. Jumlah dan ukuran daun
dipengaruhi oleh faktor genetik (genotip) dan lingkungan. Pertumbuhan vegetatif, diantaranya
pertumbuhan jumlah daun dipengaruhi oleh besarnya hasil fotosintesis (Sitompul dan Guritno, 1995).
Jumlah daun akan bertambah pada masa pertumbuhan aktif. Jumlah daun yang lebih banyak
memungkinkan terjadinya fotosintesis yang lebih cepat, sehingga menghasilkan fotosintat yang lebih
banyak. Fotosintat akan diangkut dari daun ke bagian-bagian lain untuk pertumbuhannya (Khoiriyah,
1999).
Hal ini didukung Eathington (1997) pengamatan terhadap warna bagian tanaman ubi kayu
tergolong karakterisasi kualitatif yang dapat digunakan sebagai penciri, sebab karakter tersebut hanya
dikendalikan oleh satu atau sejumlah kecil gen sehingga pengaruh lingkungan sangat kecil dan mudah
diwariskan pada keturunannya. Apabila suatu populasi tanaman ditanam pada kondisi lingkungan yang
sama, maka keragaman tanaman yang muncul disebabkan perbedaan susunan genetik jika faktor lain
bersifat konstan.Keragaman jenis singkong yang ada di wonosobo di pengaruhi beberapa faktor yaitu
bahan organik tanah, kelengasan tanah, pH tanah, suhu, intensitas cahaya.
Pengelompokan kekerabatan berdasarkan ciri fenotif yang diwakili oleh karakter morfologi. Ciri
morfologi antara kultivar singkong Marsinah dan Palengka relatif berdekatan karena bangun dan warna
gagang hampir tidak bisa dibedakan. Pembedanya hanya warna gagangnya yaitu merah darah pada
kultivar jenis Marsinah dan warna merah tua pada singkong Palengka.
Singkong merupakan tanaman budi daya sehingga asal tumbuhan tersebut dapat ditelusuri
berdasarkan keterangan penduduk yang menanam. Diperkirakan tanaman Ubi Kayu di Wadaslintang
diambil atau dibawa dari berbagai daerah karena mobilitas masyarakatnya tinggi. Banyak petani singkong
yang membawa bibit dari luar untuk ditanam di daerahnya.

Kadar Klorofil
Klorofil merupakan pigmen yang berwarna hijau yang terdapat pada kloroplast. Pada tanaman
tingkat tinggi ada 2 macam klorofil yaitu yang berwarna hijau tua dan berwarna hijau muda. Klorofil-a
dan b paling kuat menyerap cahaya di bagian merah (600-700 nm), sedangkan yang paling sedikit cahaya
hijau (500-600nm). Perbedaan klorofil a dan b adalah pada atom C3 terdapat gugusan metil untuk klorofil-
a dan aldehid untuk klorofil b. karena itu keduanya mempunyai penyerapan gelombang cahaya yang
berbeda. Pengukuran kadar klorofil secara spektrofotometrik didasarkan pada hukum Lamber – Beer.
Beberapa metode untuk menghitung kadar klorofil total, klorofil a dan kolrofil b telah dirumuskan.
91
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

Diantaranya adalah Metode Arnon (1949), menggunakan palarut aceton 85 % dan mengukur nilai
absorbansi larutan klorofil pada panjang gelombang (λ) = 663 dan 645 nm.
Berdasarkan hasil pengujian kandungan klorofil a, klorofil b dan total klorofil total Manihot
esculenta Cranz, masing-masing kultivar berbeda. Kadar klorofil tertinggi yaitu kultivar singkong
Marsinah (32.1936 mg/l) dan kadar klorofil terendah yaitu kultivar singkong Kastepe (22.0177 mg/l).
Perbedaan kadar klorofil pada tanaman ini disebabkan karena kadar pigmen lain yang ada pada daun
tersebut lebih dominan atau disebabkan oleh adanya faktor adaptasi pada suatu tumbuhan. Hal ini dapat
dilihat pada morfologi daun Marsinah yang memiliki warna hijau tua sedangkan daun Kastepe berwarna
hijau muda, sehingga kandungan klorofil pada daun Marsinah lebih tinggi dibandingkan daun Kastepe.
Hal ini juga dikarenakan daun Marsinah lebih tebal dibandingkan Kastepe. Hal ini sesuai dengan
penelitian Dewi (2007), daun kemangi hanya tersusun dari selapis jaringan palisade, Mesofil, khususnya
jaringan palisade merupakan jaringan yang kaya akan klorofil.
Kandungan klorofil total pada daun yang berwarna hijau tua 50% lebih tinggi daripada daun
yang hijau muda. Hal ini dikarenakan pada daun yang berwarna hijau tua memiliki kandungan klorofil
yang lebih dominan daripada daun yang berwarna hijau muda. Pada tingkat perkembangan daun ini
terjadi sintesis klorofil b dari klorofil a dengan jumlah yang besar, yang diikuti dengan berkembangnya
daun tersebut. Sintesis klorofil b terus berlanjut bersamaan dengan perkembangan daun yang ditandai
dengan berubahnya warna daun hijau muda menjadi hijau tua. Kandungan klorofil pada daun warna
hijau tua 50% lebih besar daripada daun warna hijau muda. Klorofil a dan b merupakan pigmen utama
yang terdapat dalam membran tilakoid. Faktor- faktor yang berpengaruh terhadap pembentukan klorofil
antara lain gen, cahaya, dan unsur N, Mg, Fe sebagai pembentuk dan katalis dalam sintesis klorofil.
Semua tanaman hijau mengandung klorofil a dan klorofil b. Klorofil a menyusun 75 % dari total klorofil.
Kemampuan daun untuk berfotosintesis juga meningkat sampai daun berkembang penuh, dan kemudian
mulai menurun secara perlahan. Daun tua yang hampir mati, menjadi kuning dan tidak mampu
berfotosintesis karena rusaknya klorofil dan hilangnya fungsi kloroplas.
Selain itu morfologi daun kultivar singkong Kastepe yang tipis umumnya mudah layu ketika di
petik sehingga klorofilnya mudah terdegradasi. Selain itu Biber (2007) menyatakan bahwa umur daun
dan tahapan fisiologis suatu tanaman merupakan faktor yang menentukan kandungan klorofil. Tiap
spesies dengan umur yang sama memiliki kandungan kimia yang berlainan dengan jumlah genom yang
berlainan pula. Hal ini mengekibatkan metabolisme yang terjadi juga berlainan terkait dengan jumlah
substrat maupun enzim metabolismenya.

Aktivitas Antioksidan
Berdasarkan hasil Tabel 2, ekstrak daun singkong yang memiliki aktivitas antioksidan paling
tinggi adalah jenis Singkong Marsinah, perbedaan daya inhibisi yang nyata antara masing-masing kultivar
disebabkan oleh banyak faktor. Kultivar singkong marsinah memiliki daya inhibisi lebih tinggi daripada
sampel lainnya kemungkinan disebabkan karena kadar karotenoid dan flavonoid lebih tinggi dari sampel
lainnya.
92
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

Daun singkong (Manihot esculenta) juga memiliki kandungan gizi yang tinggi, diantaranya
flavonoid dan saponin yang dikenal sebagai sebagai anti inflamasi dan antibakteri. Flavonoid dapat pula
mencegah aktivitas radikal bebas yang memperlambat proses inflamasi dengan berbagai mekanisme,
antara lain dengan menstabilkan komponen dari radikal bebas tersebut. Reaktivitas yang tinggi dari
komponen hidroksil flavonoid mengakibatkan radikal bebas menjadi tidak aktif (Indraswary, 2011).
Menurut Widyawati et al. (2010), perbedaan aktivitas antioksidan dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, seperti perbedaan kemampuan dalam mentransfer atom hidrogen ke radikal bebas,
struktur kimia senyawa antioksidan, dan pH campuran reaksi. Aktivitas antioksidan juga dipengaruhi
oleh jumlah serta posisi gugus hidroksil dan metil pada cincin. Molekul yang lebih banyak memiliki gugus
hidroksil akan semakin kuat dalam menangkap radikal bebas karena kemampuannya dalam
mendonorkan atom hidrogen semakin besar. Tsumbu et al. (2011) berhasil mengidentifikasi senyawa rutin
dalam daun singkong yang diperkirakan merupakan senyawa yang berperan dalam penghambatan
aktivitas radikal bebas.
Pengujian antioksidan secara kuantitatif dilakukan dengan metode DPPH. DPPH merupakan
radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan
beberapa senyawa dan ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer
elektron atau radikal hidrogen pada DPPH akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Prinsip
uji DPPH adalah penghilangan warna untuk mengukur kapasitas antioksidan yang langsung menjangkau
radikal DPPH dengan pemantauan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm menggunakan
spektrofotometer. Radikal bebas stabil dengan warna gelap yang ketika direduksi menjadi bentuk
nonradikal oleh antioksidan menjadi warna kuning (Yu, 2008)

Hubungan Kadar Klorofil dengan Aktivitas Antioksidan


Dari hasil uji korelasi Pearson Correlation menunjukkan nilai signifikasi sebesar 0.190 (<0.50).
Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kadar klorofil dengan aktivitas antioksidan.
Kadar pigmen, baik klorofil a dan karotenoid, juga tidak menunjukkan nilai yang berbanding lurus
dengan aktivitas antioksidannya. Hasil perhitungan menunjukkan kadar pigmen tertinggi terdapat pada
ekstrak n-heksan. Hal ini sesuai Biranti et al. (2009). Penyebab terjadinya hal ini diduga terdapat zat
pengotor berupa komponen lain dalam pigmen yang menghambat kinerja antioksidan misal garam,
mineral atau nutrien lainnya (Wikanta et al., 2005).
Tidak adanya korelasi antara kadar fenolik dengan aktivitas antioksidan juga ditemui pada
berbagai kelompok tanaman, yaitu buah, sayur, sereal, herba, dan tanaman obat (Kahkonen et al., 1999).
Tidak adanya korelasi yang signifikan antara kadar fenolik dengan aktivitas antioksidan juga ditemukan
pada tanaman obat, misalnya pada ‘sea buckthorn’ yang kaya akan karotenoid, namun pada tanaman
berserat seperti ‘flaxseed’ ditemui korelasi yang signifikan (Velioglu, 1998)

93
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

SIMPULAN

Singkong dari Wonosobo kultivar Marsinah memiliki aktivitas antioksidan yang paling tinggi
yaitu 71,13%. Berdasarkan persentase hambatan inhibisi, maka urutan aktivitas antioksidan ekstrak daun
dari tinggi ke rendah selanjutnya secara berurutan adalah Martapura (46,27%), Sayur Gagang Hijau
(46,27%), Palengka (46,13%), Karet (39,64%), Sayur Gagang Merah (39,36%) dan yang terendah adalah
kultivar Kastepe yaitu 36,87%. Singkong dari Wonosobo kultivar Marsinah memiliki kadar klorofil yang
paling tinggi yaitu 32,19 mg/l. Berdasarkan persentase hambatan inhibisi, maka urutan aktivitas
antioksidan ekstrak daun dari tinggi ke rendah selanjutnya secara berurutan adalah Karet (29,44 mg/l),
Sayur Gagang Hijau (28,04 mg/l), Kastepe (27,66 mg/l), Martapura (27,30 mg/l), Palengka (22,82 mg/l)
dan yang terendah adalah kultivar Sayur Gagang Merah yaitu 22,01 mg/l. Tidak terdapat hubungan
antara kadar klorofil dengan aktivitas antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA

Arbain, D. (2004). Dua Dekade Penelitian Kimia Tumbuhan Sumatera, Bul. Soc. Nat. Prod. Chem, 4, 1-
12.
Ayu, C. (2002). Mempelajari Kadar Mineral dan Logam Berat pada Komoditi Sayuran Segar Beberapa
Pasar Di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Bahrudin. (1990). Pemeriksaan Kadar Rutin Pada Daun Singkong (Manihot esculenta) Muda dan Kuning.
Skripsi. Sekolah Farmasi ITB.
Biranti, F., Nursid, M., & Cahyono, B. (2009). Analisis Kuantitatif β-Karoten dan Uji Aktivitas
Karotenoid dalam Alga Coklat Turbinaria decurrens. Jurnal Sains dan Matematika (JSM), 17(2), 90-
96.
Burda, S., & Oleszek, W. (2001). Antioxidant and Antiradical Activities of Flavonoid. Jornal Agrik Food
Chemistry, 49, 2774-2779.
Campbell, Reece, & Mitchel. (2002). Biologi Edisi kelima Jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Eathington, S. R. (1997). Crop Breeding, Genetics and Cytology: Marker Effects Estimated from
Testcrosses of Early and Late Generation of Inbreeding in Maize. Crop Science, 37, 1679-1685.
Gagola, C., Suryanto, E., & Wewengkang, D. (2014). Aktivitas Antioksidan Dari Ekstrak Fenolik Cortex
Umbi Ubi Kayu (Manihot esculenta) Daging Putih Dan Daging Kepulauan Talaud. Jurnal Ilmiah
Farmasi–Unsrat.
Harborne, J. B. (2006). Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. ITB: Bandung.
Hess, D. (2012). Plant Physiology, Molecular, Biochemical, and Physiological Fundamentals of Metabolism and
Development. Toppan Company (S) Pte Ltd.: Singapore.
Hsu, C. Y., Chao, P. Y., Hu, S. P. & Yang, C. M. (2013). The Antioxidant and Free Radical Scavenging
Activities of Chlorophylls and Pheophytins. Food and Nutrition Science, 4, 1-8.
Kahkonen, M. P., Hopia, A. I., Vuorela, H. J., Rauha, J., Pihlaja, K., Kujala, T. S., & Heinonen, M.
(1999). Antioxidant activity of plant extracts containing phenolic compounds. Journal of
Agricultural and Food Chemistry, 47, 3954-3962.
Kochhar, S. & Rossel, J. B. (1990). Detection, Estimation and Evaluation of Antioxidant in Food
Systems. In: B.J.F. Hudson (Ed.), Food Antioxidant. Elservier Applied Science, London and New
York
Leong, L. P., & Shui, G. (2002). An Investigation of Antioxidant Capacity of Fruit in Singapore Markets.
Food Chemistry, 76, 69-76.
Markham, K. R. (1998). Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Terjemahan Kosasi Padmawinata. ITB Press:
Bandung.
Marquez, U. M. L., Barros, R. M. C., & Sinnecker, P. (2005). Antioxidant activity of chlorophylls and
their derivates. Food Research International, 38, 885-891.
Miller, A. (1996). Antioxidant Flavonoid Structure usage alternative. Medical review, 2, 103-111.
94
Restanti Solikhah dkk / Life Science 8 (1) 2019

Neldawanti, Ratnawulan & Gusnedi. (2013). Analisis Nilai Absorbansi dan Penentuan Kadar Flavonoid
untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat. Pillar of Physics, 2, 76-83.
Nugrahaningsih, W. H., Lisdiana & Purwantoyo, E. (2017). Mineral and electrolyte analysis of Manihot
uttilisima and Carica papaya leaves a prospect of Anti Hypotension Agent. Proceeding The 2nd
International Conference on Herbal and Traditional Medicine. Khan Kaen University:
Bangkok.
Rajalakshmi, D., & Narasimhan, S. (1996). Food Antioxidant: Source and Methods of Evaluation, In Food
Antioxidant. Central Food Technological Research Intitute: India.
Rudyatmi, E. (2015). Mikroteknik. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Semarang: Semarang.
Rukmana, R. (1997). Ubi Kayu Budi Daya dan Pasca Panen. Kanisius: Yogyakarta.
Setiawati, T., Saragih, I. A., Nurzaman, M. & Mutaqin, A. Z. (2016). Analisis Kadar Klorofil dan Luas
Daun Lampeni (Ardisia humilis Thunbergh) Pada Tingkat Perkembangan Yang Berbeda di Cagar
Alam Pengandaran. Prosiding Seminar MIPA Peran Penelitian Ilmu Dasar dalam Menunjang
Pembangunan Berkelanjutan. Universitas Padjajaran: Jatinangor.
Sies, H. (1997). Physiology Society Symposium: Impaired endhothelial and smooth mucle cell function
in oxidative strest. Experimental Physiology, 82, 291-295.
Steenis, C. G. G. J. (1975). Flora Untuk Sekolah Indonesia. PT Pradnya Paramita: Jakarta.
Syofyan, H., Lucida & Bakhtiar, A. (2008). Peningkatan kelarutan kuersetin melalui pembentukan
kompleks inklusi dengan β- siklodekstrin. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, 13, 8-43.
Taiz, L., & Zeiger, E. (2015). Plant Physiology. (6th Edition). Sinauer Assocaiated, Inc. Publisher.
Tjitrosoepomo, G. (2002). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta) Edisi ke 7. Gajah Mada Univercity Press:
Yogyakarta.
Tsumbu, C. N., Dupont, G. D., Tist, M., Angenot, L., Franck, T., Serteyn, D., & Mickalad, A. M. (2011).
Antioxidant and Antiradical Activities of Manihot esculenta Crantz (Euphorbiaceae) Leaves and
Other Selected Tropical Green Vegetables Investigated on Lipoperoxidation and Phorbol-12-
Myristate-13-Acetate (PMA) Activated Monocytes. Journal of Nutrients, 3, 818-838.
Velioglu, Y. S., Mazza, G., Gao, L., & Oomah, B. D. (1998). Antioxidant activity and total phenolics in
selected fruits, vegetables, dan grain products. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 46,
4113-4117.
Wikanta, T., Januar, H. D., & Nursed, M. (2005). Uji Aktivitas Antioksidan, Toksisitas dan Sitoksisitas
Ekstrak Alga Merah Rhodymenia palmate. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 11(4), 41-49.
Yi, B., Hu, L., Mei, W., Zhou, K., Wang, H., Luo, Y., Wei, X., & Dai, H. (2010). Antioxidant Phenolic
Compounds of Cassava (Manihot esculenta) from Hania. Journal Molecules, 16, 10157-10167.

95

You might also like