You are on page 1of 22

POLEMIK PENCALONAN DIRI EKS KORUPTOR

DALAM PEMILIHAN UMUM

Mochammad Mahendra Fattah, Rani Kartika, Tangguh Satriyo


Pamungkas, Dewi Sejati Kusumaningrum, dan Muhammad
Fachrizal Alfiandika

Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum


Jl. Ketintang No. I8, Ketintang, Gayungan, Kota Surabaya, Jawa Timur 60231
Email: ranikartika1793@gmail.com

Abstract

The focus of this journal research study comes from the ruling of the constitutional court
number 4 / PUU-VII / 2009 and number 14-17 / PUU-V / 2007 which legitimizes former
corruption inmates to run in general elections. One of the problems that arises due to the
enactment of a democratic system is the debate about whether or not ex-narapida (former
prisoners) can be members of the legislature and executive who stick out in the discussion of
the election law. Rationale (ratio decidendi) of the decision of the Constitutional Court
namely; the right to elect and be elected by a person can only be revoked based on a court
decision not based on the provisions of the law; someone who has been serving a sentence
and is out of prison is essentially a person who has repented and regretted his actions, so that
it is inappropriate for him to be given more punishment through the provisions of a law which
prohibits running in regional head elections. On that basis the Constitutional Court gave the
right to former inmates to run for regional head. The Constitutional Court ruling has legal
consequences for former inmates who were previously not allowed to run as candidates for
regional heads. After the decision of the constitutional court the right of prisoners has the
same right to run in the election. This study provides the conclusion that a former corruption
convict also has the right to run in elections and that right cannot be eliminated unless there
is a decision that is inclined.
Key words: comstitutions, constitutional court, corruption, elections

Abstrak

Fokus kajian penelitian jurnal ini berasal dari putusan mahkamah konstitusi nomor 4/PUU-
VII/2009 dan nomor 14-17/PUU-V/2007 yang melegitimasi mantan narapidana korupsi
mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Salah satu permasalahan yang timbul karena
berlakunya sistem demokrasi adalah perdebatan mengenai boleh tidaknya eks narapida (mantan
napi) bisa menjadi anggota legislatif dan eksekutif yang mencuat dalam pembahasan Undang-
Undang pemilu. Dasar pertimbangan (ratio decidendi) putusan Mahkamah Konstitusi yaitu;
hak memilih dan dipilih seseorang hanya bisa dicabut berdasarkan putusan pengadilan bukan
berdasarkan ketentuan undang-undang; seseorang yang telah menjalani hukuman dan keluar
dari penjara hakekatnya adalah orang yang sudah bertaubat dan menyesali perbuatanya,
sehingga tidak sepantasnya diberikan hukuman lagi melalui ketentuan undang-undang yang
melarang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Atas dasar itu Mahkamah
Konstitusi memberikan hak kepada mantan narapidana untuk mencalonkan diri menjadi kepala
daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mempunyai akibat hukum terhadap mantan
narapidana yang sebelumnya tidak diperkenankan untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala
daerah. Setelah adanya putusan mahkamah konstitusi hak narapidana mempunyai hak yang
sama untuk mencalonkan diri dalam pilkada.Kajian ini memberikan kesimpulan bahwa seorang
mantan narapidana korupsi juga memiliki hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum
dan hak tersebut tidak dapat dihilangkan kecuali apabila ada keputusan yang inkrah.

1
1

Kata kunci: korupsi, mahkamah konstitusi, pemilihan umum, undang-undang

Latar Belakang hukum. Pada konteks ini pemilihan kepala


daerah dan pemilihan umum berada pada
dimensi hukum sebagai wujud hak asasi
Indonesia adalah sebuah negara
manusia. Adanya prinsip persamaan di
dengan sistem demokrasi dan negara
muka hukum harus diartikan
berbasis hukum. Dalam sebuah negara
ketidakberpihakan terhadap setiap warga
demokrasi seperti Indonesia, cara untuk
masyarakat di mata hukum sehingga dapat
menentukan dan memilih wakil rakyat
dituntut dengan derajat yang sama tanpa
atau biasa disebut dengan anggota
membeda-bedakannya. Mengingat bahwa
legislatif diadakan yang Namanya
peraturan perundang-undangan yang
Pemilihan Umum atau yang dikenal
dibentuk oleh lembaga legislatif ini juga
dengan sebutan (Pemilu). Pemilihan
merupakan produk politik sehingga oleh
umum di Indonesia merupakan sarana
karenanya bisa saja peraturan tersebut
untuk membentuk pemerintahan yang
berisi hal-hal yang bertentangan dengan
demokratis melalui mekanisme yang jujur
UUD atau konstitusi.2 Dalam kaitan
dan adil.1 Eksistensi pemilihan umum
dengan kewenangannya untuk menguji
diakui oleh negara penganut asas
undang-undang terhadap Undang Undang
kedaulatan rakyat, dan diadakan di semua
Dasar atau sering disebut judicial review,
jenis tataran politik baik sistem
MK dilandasi oleh Pasal 24C ayat (1) UUD
demokrasi, otoriter maupun totaliter. Oleh
NRI Tahun 1945, kemudian diatur kembali
beberapa negara yang menganut sistem
dalam produk turunannya, yakni Pasal 10
demokrasi, pemilihan umum dipandang
ayat (1) Undang-Undang No. 24 Tahun
sebagai cara atau mekanisme dan juga
2003 tentang Mahkamah Konstitusi
tolak ukur dari sistem demokrasi.2
sebagaimana yang telah diubah dengan
Mahkamah Konstitusi (MK) yang
Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang
merupakan lembaga yang terbentuk
Perubahan Atas Undang-Undang No. 24
sebagai salah satu konsekuensi perubahan
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
dari supremasi Majelis Permusyawaratan
Pemilihan Umum (Pemilu) menjadi
Rakyat (MPR) menjadi supremasi
sebuah hal yang harus dilaksanakan bagi
konstitusi1 dan merupakan salah satu
negara yang menganut sistem demokrasi,
pelaku kekuasaan kehakiman, memiliki
karena pemilu merupakan sarana untuk
empat kewenangan yang salah satunya
menentukan pemimpin pemerintahan dan
adalah menguji undang-undang terhadap
orang- orang yang duduk dalam lembaga
Undang-Undang Dasar (UUD). Pasal 1
perwakilan rakyat guna menjalankan roda
ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa
pemerintahan di suatu negara. Pemilu ini
kedaulatan berada di tangan rakyat dan
tidak hanya sebagai media untuk kebutuhan
dilaksanakan menurut ketentuan Undang-
pemerintah terkait dengan keabsahan
Undang Dasar. Pasal 1 ayat (3) UUD
kekuasaannya saja, tetapi juga sebagai
1945 menyatakan bahwa negara Indonesia
sarana bagi warga negara Indonesia untuk
adalah negara hukum. Berdasarkan
menyalurkan aspirasi dan kepentingan
rumusan pasal tersebut jelas bahwa
yang dibutuhkan dalam kehidupan
negara Indonesia wajib menjamin
berbangsa dan bernegara . Di Indonesia,
terlaksananya sebuah pemilihan umum
pemilu oleh konstitusi dinyatakan secara
yang bebas tanpa terkecuali, sebagai bukti
tegas pada Pasal 22E UUD 1945 Ayat (1)
bahwa Indonesia merupakan negara
menyatakan, “Pemilihan umum
1
Ahmad Zazili, “Pengakuan Negara Terhadap Hak-hak dilaksanakan secara langsung, umum,
Politik (Rigth to Vote) bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima
Masyarakat Adat Dalam Pelaksanaan Pemilihan tahun sekali”.
Umum”, Jurnal Konstitusi, Vol .9 No. 1, 2012, h. Ari Darmastuti dan tabah maryanah1,
136.
mendefinisikan secara rinci kriteria pemilu
2
Mirriam Budiardjo, Op. Cit., h. 461. sesuai konstitusi sebagai berikut. Pertama
2

keadilan prinsip ini sangat diperlukan terpenuhi, barulah pemilu dapat dikatakan
agar seluruh rakyat memiliki hak yang berintegritas karena sesuai kriteria
sama untuk memilih dan dipilih. Selain konstitusi, penyelenggaraan pemilu yang
itu prinsip ini juga diperlukan agar berintegritas merupakan harapan bagi
seluruh peserta pemilihan umum, baik negara demokrasi seperti di Indonesia
yang berupa partai politik, perorangan, untuk menghadirkan pejabat yang juga
maupun independen mendapat perlakuan berintegritas. Untuk itu diperlukan
yang sama dari pelaksanaan pemilihan sinergitas oleh pihak terkait (stakeholder)
umum. Tanpa keadilan, maka tidak ada dalam penyelenggaraan pemilu, di
jaminan bahwa kedaulatan rakyat dapat Indonesia penyelenggara Pemilu meliputi
direalisasikan. Kedua, kejujuran bukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan
hanya perlu ditujukan kepada pelaksanaan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan
pemilihan umum sehingga hasil pemilihan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan
umum akan sah (legitimate) karena tidak Umum (DKPP). Dengan model tiga
terjadi kecurangan administrasi dan lembaga penyelenggara pemilu sebagai
perhitungan, tetapi juga perlu ditujukan satu kesatuan fungsi penyelenggara pemilu
juga oleh para peserta pemilu (baik partai, telah meningkatkan sistem check and
perorangan, maupun kelompok balances diantara penyelenggara pemilu.
independen) dan para pemilih. Pengujian undang-undang ini
Ketiga, umum prinsip ini mengandung dilakukan MK berdasarkan permohonan
pengertian bahwa seluruh rakyat tanpa yang diajukan oleh pemohon yang dalam
kecali memiliki hak untuk memilih. hal ini merupakan warga negara yang
Prinsip umum ini dikemukakan untuk menganggap hak dan/atau kewenangan
menjaminhilangnya berbagai faktor yang konstitusionalnya dirugikan oleh
pada masa lalu sering menjadi dasar berlakunya undang-undang. Hak
diskriminasi, antara lain karena faktor konstitusional adalah hak yang diatur
status sosial, warna kulit dan ras, jenis dalam UUD NRI Tahun 1945. Hak
kelamin, agama, pandangan politik dan konstitusional warga negara yang banyak
sebagainya. Keempat, bebas prinsip ini dirugikan dengan adanya undang-undang
sangat esensial untuk menjamin agar tertentu adalah terkait dengan hak politik.
pemilu tidak dilaksanakan dengan cara Indonesia adalah negara demokrasi,
intimidai. Rakyat harus memiliki konstitusional. Dalam sebuah negara
kebebasan mengekspresikan pilihan demokrasi, pemilihan umum, termasuk
politiknya karena prinsip ini akan pemilihan kepala daerah (pemilukada)
menjamin diperoehnya informasi tentang merupakan sarana untuk mewujudkan
kehendak rakyat yang sesungguhnya, kedaulatan rakyat untuk berperan aktif
berkenaan dengan siapa-siapa yang dalam penyelenggaraan negara. Pemilihan
dipercaya menjadi wakil atau menjadi umum di Indonesia merupakan sarana
pejabat politik oleh rakyat, sekaligus apa untuk membentuk pemerintahan yang
ideologi, program dan aktivitas politik demokratis melalui mekanisme yang jujur
yang dipilih oleh senbagian besar besr dan adil. Eksistensi pemilihan umum
rakyat. diakui oleh negara penganut asas
Kelima, kerahasiaan pilihan adalah kedaulatan rakyat, dan diadakan di semua
prinsip pemilu yang sangat penting karena jenis tataran politik baik sistem demokrasi,
prinsip ini menjamin pemilih tidak akan otoriter maupun totaliter. Oleh beberapa
mendapat intimidasi dan juga intervensi negara demokrasi, pemilihan umum
dari pihak luar karena pilihan politiknya. dianggap sebagai lambang dan juga tolok
Ketujuh, langsung rakyat harus langsung ukur dari sistem demokrasi Mahkamah
memilih pilihan politiknya. Karena itu Konstitusi (MK) yang merupakan lembaga
administrasi pemilu dirancang sedemikian yang terbentuk sebagai salah satu
rupa sehingga setiap orang termasuk konsekuensi perubahan dari supremasi
penyandang cacat, dapat langsung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
memilih tanpa perlu mewakilkannya menjadi supremasi konstitusi1 dan
kepada orang lain. Jika unsur diatas merupakan salah satu pelaku kekuasaan
3

kehakiman, memiliki empat kewenangan Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi


yang salah satunya adalah menguji sebagaimana yang telah diubah dengan
undang-undang terhadap Undang-Undang Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 tentang
Dasar (UUD). Mengingat bahwa Perubahan Atas Undang-Undang No. 24
peraturan perundang-undangan yang Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
dibentuk oleh lembaga legislatif ini juga Pengujian undang-undang ini dilakukan MK
merupakan produk politik sehingga oleh berdasarkan permohonan yang diajukan oleh
karenanya bisa saja peraturan tersebut pemohon yang dalam hal ini merupakan warga
berisi hal-hal yang bertentangan dengan negara yang menganggap hak dan/atau
UUD atau konstitusi.2 Dalam kaitan kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
dengan kewenangannya untuk menguji berlakunya undang-undang. Hak konstitusional
undang-undang terhadap Undang Undang adalah hak yang diatur dalam UUD NRI Tahun
Dasar atau sering disebut judicial review, 1945. Hak konstitusional warga negara yang
MK dilandasi oleh Pasal 24C ayat (1) banyak dirugikan dengan adanya undang-
UUD NRI Tahun 1945, kemudian diatur undang tertentu adalah terkait dengan hak
kembali dalam produk turunannya, yakni politik
Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang No. 24
.Dalam Pasal 28 huruf D Undang-Undang 2019. Salah satu poin di dalam PKPU
Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tersebut mengatur mengenai pelarangan
(UUD NRI Tahun 1945) menyebutkan mantan narapidana korupsi mendaftarkan
bahwa “setiap orang berhak memperoleh diri sebagai calon legislatif. Aturan itu
kesempatan yang sama dalam tertera pada Pasal 7 ayat (1) huruf h yaitu
pemerintahan”. Berdasarkan bunyi pasal bahwa bakal calon anggota DPR, DPRD
tersebut, dalam hal pemilu, hak politik Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota
warga negara dalam pemilihan umum adalah Warga Negara Indonesia dan harus
termasuk pemilihan kepala daerah , yakni memenuhi persyaratan: “Bukan mantan
hak untuk memilih dan dipilih merupakan terpidana bandar narkoba, kejahatan
suatu hak asasi yang dijamin dalam UUD seksual terhadap anak, atau korupsi”.
NRI Tahun 1945. Ditetapkannya PKPU tersebut,
Pemilihan umum merupakan maka ketentuan tentang pelarangan mantan
waktu yang tepat sebagai evaluasi kinerja narapidana korupsi mendaftarkan diri
parlemen. Dimana hal tersebut bisa sebagai calon legislatif sudah bisa
menjadi referensi untuk menggunakan diterapkan pada masa pendaftaran
hak pilih, yaitu bagi calon legislatif yang pemilihan calon legislatif (caleg)
mempunyai rekam jejak yang buruk mendatang. Hal ini menjadi sebuah
seharusnya dapat dicegah untuk terpilih perdebatan diberbagai kalangan.
kembali. Begitu sebaliknya, pemilihan Sebelumnya, langkah KPU melarang
umum juga bisa menjadi referensi untuk mantan narapidana korupsi untuk menjadi
tidak memilih calon legislatif yang calon legislatif ditentang oleh pemerintah,
mempunyai rekam jejak yang buruk yaitu Bawaslu, dan DPR.3 Penolakan tersebut
melakukan korupsi, kolusi, dan terjadi dikarenakan KPU dianggap
nepotisme. melanggar Undang-Undang Republik
Ketua Komisi Pemilihan Umum Indonesia Nomor 7 tahun 2017 tentang
(KPU) Republik Indonesia, Arief Pemilihan Umum.
Budiman telah menetapkan Peraturan Dalam undang-undang tersebut,
KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 mantan narapidana yang sudah menjalani
tentang Pencalonan Anggota DPR RI, masa hukuman 5 tahun atau lebih boleh
DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten mencalonkan diri sebagai anggota legislatif
atau kota pada Sabtu 30 Juni 2018. PKPU
ini akan menjadi pedoman KPU 3

melaksanakan tahapan pencalonan https://nasional.kompas.com/read/2018/05/26/135522


Anggota DPR, DPRD Provinsi dan 71/siap-digugat-kpu-sudah-bulat-larang-eks-napi-
DPRD Kabupaten/Kota dalam Pemilu korupsi-nyaleg, ditelusuri pada tanggal 3 September
2018 Pukul 21:02
3
4

selama yang bersangkutan sebagai hukum tertinggi bermakna bahwa


mengumumkan diri kepada publik negara pun dilarang melakukan
mengenai kasus hukum yang pernah pelanggaran HAM dan bahkan tugas utama
menjeratnya. Selain hal tersebut, perlindungan HAM adalah pada negara.
pelarangan oleh KPU di atas dianggap Oleh karena itu perkembangan paham
bertentangan dengan Pasal 28 huruf D konstitusionalisme mengandung dua esensi
UUD NRI Tahun 1945. Mantan utama. Pertama, konsep negara hukum
narapidana kasus korupsi dianggap yang berarti bahwa hukum mengatasi
mempunyai hak politik yang sama dengan kekuasaan negara dan politik. Kedua,
warga negara yang lain, yaitu suatu hak konsep hak warga negara, bahwa
yang dijamin oleh konstitusi. 4Dari sisi kebebasan warga negara dijamin oleh
paham bernegara, konstitusi tidak konstitusi.
dimaknai sebagai dokumen hukum Konstruksi di atas menunjukkan
semata. Konstitusi merupakan bahwa HAM merupakan substansi utama
perwujudan gagasan konstitusionalisme, di dalam konstitusi, baik dilihat dari
yaitu gagasan pembatasan kekuasaan proses pembentukan konstitusi sebagai
yang berkembang sebagai reaksi terhadap hasil kesepakatan bersama maupun dari
praktik penyalahgunaan kekuasaan di sisi gagasan konstitusionalisme. Negara
sepanjang sejarah umat manusia. dibentuk sebagai wujud keinginan untuk
Kekuasaan negara yang pada awalnya melindungi kemanusiaan dan HAM yang
dihajatkan untuk melindungi hak warga tidak dapat dilakukan oleh individu
negara telah sering disalahgunakan untuk sendiri atau oleh komunitas tanpa
kepentingan pemegang kekuasaan negara keberadaan organisasi negara. Oleh
sendiri dengan menindas rakyat karena karena itu tugas utama negara yang
tidak adanya batas terhadap kekuasaan memperoleh monopoli kekuasaan dari
itu. rakyat selaku pemegang kekuasaan
Dengan demikian diperlukan tertinggi adalah untuk memenuhi dan
adanya pembatasan kekuasaan, karena melindungi HAM.
tanpa pembatasan kekuasaan negara pasti HAM dan paham konstitusionalisme
akan disalahgunakan. Untuk melakukan melahirkan dokumen konstitusi modern
pembatasan kekuasaan negara inilah yang pada umumnya memuat jaminan
diperlukan konstitusi sebagai wujud perlindungan dan pemajuan HAM. Jaminan
paham konstitusionalisme, yaitu paham di dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi
bahwa kekuasaan harus dibatasi agar bermakna bahwa HAM tidak dapat
negara dapat dijalankan sesuai dengan dilanggar atau dikesampingkan oleh aturan
tujuan pembentukan negara itu sendiri. hukum yang lebih rendah maupun oleh
Dari sudut pandang ini, konstitusi tindakan negara yang harus tunduk pada
berfungsi sebagai pembatas kekuasaan. konstitusi. Di sinilah dapat dilihat fungsi
Oleh karena itu tanpa adanya pembatasan jaminan perlindungan dan pemajuan HAM
kekuasaan, suatu konstitusi kehilangan sebagai pembatas bagi kekuasaan negara.
ruh Bahkan, sesuai dengan hakikat HAM sebagai
konstitusionalisme dan hanya akan hak yang melekat pada keberadaan manusia
menjadi legitimasi bagi kekuasaan negara sebagai karunia Tuhan YME, maka HAM
yang tak terbatas. Hal ini dikemukakan bukan pemberian negara. Oleh karena itu,
oleh Erict Barent bahwa kalaupun di dalam hukum dan konstitusi suatu
“constitutionalism is a belief in negara tidak terdapat dijamin perlindungan dan
omposition of restrains on governance by pemajuan HAM, tidak dapat menjadi dasar
mean a constitution.” legitimasi adanya pelanggaran dan pengabaian
Salah satu bentuk dari pelaksanaan terhadap HAM. HAM tetap hidup dan harus
pembatasan kekuasaan dalam konstitusi dilindung karena keberadaannya bersumber dan
adalah adanya jaminan perlindungan Hak melekat pada keberadaan manusia bahkan
Asasi Manusia (HAM). Jaminan sebelum terbentuknya negara. Pada posisi
perlindungan HAM di dalam konstitusi seperti ini HAM menjadi prinsip-prinsip
4
Mirriam Budiardjo, Op. Cit., h. 461. universal yang menjadi landasan kritik dan
5

kontrol terhadap konstitusi dan praktik intimidasi, dan ketidakjujuran. Pemilu dan
bernegara. Pemilu belum dimaknai secara pemilukada adalah cara menjinakkan kekerasan
lebih komprehensif sebagai cara yang sekalipun untuk menang sebagai pemimpin. Hal
berbudaya untuk menumbuhkan nilai-nilai ini menggantikan cara-cara pertumpahan darah
kejujuran, ketertiban, dan keadilan, tetapi seperti yang dilakukan raja-raja terdahulu
lebih mengedepankan keinginan untuk dalam perebutan kekuasaan.Dalam situasi
menang dengan segala cara, sekalipun demikian, rakyat menjadi obyek sasaran yang
melanggar norma hukum yang telah memangkas kebebasan rakyat tidak kuasa lagi,
ditetapkan. Padahal, jika pemilu dan sehingga kontradiktif dengan makna demokrasi
pemilukada sebagai proses pembudayaan, itu sendiri yang dimaknai dari rakyat, oleh
maka ia tidak menghendaki kekerasan, rakyat, dan untuk rakyat
.Pembahasan memuat beberapa ketentuan tentang
penghormatan HAM warga negara. Sehingga
A. Analisis Perlindungan Hak Asasi pada praktek penyelenggaraan negara,
perlindungan atau penjaminan terhadap HAM
Manusia terhadap Calon Legislatif
dan hak-hak warga Negara (citizen’s rights)
Mantan Narapidana Korupsi atau hak-hak constitusional warga Negara (the
citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana.
Maraknya kepala daerah yang tersangkut Hak-hak warga negara (citizen’s rights) yang
kasus korupsi dan menjadi tersangka Komisi di atur negara meliputi (a) Hak untuk hidup; (b)
Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
satu alasan KPU mengeluarkan terobosan (c) Hak mengembangkan diri; (d) Hak
melarang napi kasus korupsi nyaleg. KPU memperoleh keadilan; (e) Hak atas kebebasan
menggunakan payung hukum Undang- pribadi; (f) Hak atas rasa aman; (g) Hak atas
Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang kesejahteraan; (h) Hak turut serta dalam
Pemilihan Umum (UU Pemilu) dalam pemerintahan; (i) Hak wanita; dan (j) Hak anak.
menerbitkan PKPU. Pada poin (h) secara nyata Negara memberikan
Dalam UU Pemilu, eks terpidana korupsi pengakuan kepada setiap warga Negara untuk
memang tidak dilarang maju sebagai caleg. ikut serta dalam pemerintahan yakni adanya hak
Namun, menurut KPU terpidana kasus politik, meliputi hak memilih dan dipilih.
korupsi bisa dikategorikan sebagai kejahatan Hak dipilih secara tersurat diatur dalam
luar biasa atau sebagaimana kejahatan UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2);
narkotika dan kejahatan seksual terhadap Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3).
anak. KPU menyiapkan dua opsi untuk Pengaturan ini menegaskan bahwa negara harus
melarang mantan napi kasus korupsi menjadi memenuhi hak asasi setiap warga negaranya,
caleg. Kedua opsi ini memiliki substansi yang khusunya dalam keterlibatan pemerintahan
sama, namun berbeda pada redaksional di untuk dipilih dalam event pesta demokrasi yang
PKPU. Pada opsi pertama, larangan akan meliputi Pemilu, Pilpres dan Pilkada.
dimasukkan dalam substansi pasal 8 ayat (1) International Covenant On Civil And Political
huruf J rancangan PKPU. Pada pasal itu, akan Rights (ICCPR 1966) berkaitan dengan hak
disebutkan secara tegas bahwa ‘bakal calon politik warga negara menegaskan dalam Pasal
anggota legislatif (caleg) bukan mantan 25 bahwa “Setiap warga negara harus
narapidana kasus korupsi’. Sedangkan opsi mempunyai hak dan kesempatan yang sama
kedua akan diberlakukan pada parpol. Di untuk tanpa pembedaan apapun dan tanpa
PKPU, setiap parpol diwajibkan untuk pembatasan yang tidak wajar untuk
menjalankan rekrutmen caleg secara berpartisipasi dalam menjalankan segala urusan
transparan dan bersih. Dalam hal ini, parpol umum baik secara langsung maupun melalui
tidak diperbolehkan mengusung caleg yang wakil-wakil yang dipilih secara bebas,
terbukti merupakan mantan napi kasus selanjutnya untuk memilih dan dipilih pada
korupsi. pemilihan berkala yang bebas dan dengan hak
Pada dasarnya Indonesia merupakan pilih yang sama dan universal serta diadakan
Negara menjunjung tinggi pelaksanaan Hak melalui pengeluaran suara tertulis dan rahasia
Asasi Manusia (HAM). Sikap tersebut yang menjamin para pemilih untuk menyatakan
nampak dari Pancasila dan UUD 1945, yang
5
6

kehendak mereka dengan bebas, dan untuk yang sama dalam pemerintahan. Oleh karena
mendapatkan pelayanan umum di negaranya itu, seharusnya mantan narapidana juga berhak
sendiri pada umumnya atas dasar persamaan. mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif.
Ketentuan di atas ditujukan untuk Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39
menegaskan bahwa hak politik, memilih dan Tahun 1999 pada bagian kedelapan mengatur
di pilih merupakan hak asasi. Pembatasan, tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan.
penyimpangan, peniadaan dan penghapusan Ketentuan tersebut merupakan landasan penting
hak tersebut merupakan bentuk pelanggaran bagi warga masyarakat yang memberikan
hak asasi warga negara. RechtsVinding Online kesempatan bagi warga
Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) untuk melaksanakan hak asasinya dalam
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM partisipasi publik pada proses penyelenggaraan
dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk pemerintah yang demokratis di Indonesia.
memilih dan mempunyai keyakinan Bahwa semua warga negara akan diperlakukan
politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan sama dalam penyelenggaraan negara.
Pasal 43 ayat (1) UU ini, dinyatakan bahwa Persamaan tersebut mengimplikasikan bahwa
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan semua lapisan masyarakat mempunyai hak yang
memilih dalam pemilihan umum berdasarkan sama untuk mendapatkan kesempatan dalam
persamaan hak melalui pemungutan suara penyelenggaraan pemerintahan tanpa adanya
yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur pembedaan. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
perundangundangan”. Kedua ketentuan pasal Manusia menyatakan bahwa setiap warga
di atas jelas menunjukkan adanya jaminan negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam
yuridis yang melekat bagi setiap warga Pemilu, berdasarkan persamaan hak melalui
Negara Indonesia itu sendiri untuk pemungutan suara yang langsung, umum,
melaksanakan hak memilihnya. bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan
Perbedaan HAM berdasarkan objek ketentuan peraturan perundang-undangan.
dan kepentingannya atau penggolongan hak- Selanjutnya, Pasal 43 ayat (3) menyebutkan
hak asasi yang terkait dengan hak mantan bahwa setiap warga negara dapat diangkat
narapidana, yaitu hak-hak asasi politik atau dalam setiap jabatan pemerintahan. Perumusan,
political rights, yakni hak untuk ikut serta pemuatan, serta pelaksanaan pasal-pasal
dalam pemerintahan, seperti hak pilih pembatasan terhadap mantan narapidana dapat
(memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), dikategorikan sebagai pelanggaran hak-hak
hak mendirikan partai politik, organisasi asasi manusia sebagaimana dinyatakan dalam
kemasyarakatan dan sebagainya. Perihal Ketentuan Umum angka 6, Undang-Undang
mantan narapidana yang mengajukan diri Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
sebagai calon legislatif merupakan hak politik Manusia, yakni setiap perbuatan seseorang atau
dari mantan narapidana tersebut untuk dipilih kelompok orang termasuk aparat negara baik
dalam pemilu, dan hak untuk mendapatkan disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian
perlakuan yang sama dalam hukum dan yang secara melawan hukum mengurangi,
pemerintahan. Ikut sertanya mantan menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
narapidana tersebut merupakan HAM hak asasi manusia seseorang atau kelompok
mendasar, bahwa manusia mempunyai hak orang yang dijamin oleh undang-undang ini,
dan kewajiban yang sama, dan dijamin dalam dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan
Deklarasi HAM, Konvensi Internasional, tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
UUD NRI 1945, dan berbagai peraturan yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
perundang-undangan nasional lainnya. Pada yang berlaku. 3
prinsipnya tiap hak yang dimiliki oleh kesempatan bagi warga untuk melaksanakan
seseorang sebagai subjek hukum di dalam hak asasinya dalam partisipasi publik pada
satu masyarakat dengan serta merta membawa proses penyelenggaraan pemerintah yang
kewajiban-kewajiban tertentu, baik terhadap demokratis di Indonesia. Bahwa semua warga
seluruh masyarakat atau negara yang negara akan diperlakukan sama dalam
melindunginya selaku warga negara maupun penyelenggaraan negara. Persamaan tersebut
terhadap sesama manusia. Setiap warga mengimplikasikan bahwa semua lapisan
negara juga berhak memperoleh kesempatan masyarakat mempunyai hak yang sama untuk
7

mendapatkan kesempatan dalam pembinaan narapidana yang dalam Konferensi


penyelenggaraan pemerintahan tanpa adanya yang pertama di Lembang Bandung pada
pembedaan. Pasal 43 ayat (1) Undang- tanggal 27 April 1964 dirumuskan lebih lanjut
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak dengan berisi, di antaranya: Orang yang tersesat
Asasi Manusia menyatakan bahwa setiap diayomi juga, dengan memberikan kepadanya
warga negara berhak untuk dipilih dan bekal hidup sebagai warga yang baik dan
memilih dalam Pemilu, berdasarkan berguna dalam masyarakat; negara tidak berhak
persamaan hak melalui pemungutan suara membuat seseorang lebih buruk/Iebih jahat
yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, daripada sebelum Ia masuk penjara; Selama
dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidana
perundang-undangan. Selanjutnya, Pasal 43 harus dikenalkan dengan masyarakat dan tidak
ayat (3) menyebutkan bahwa setiap warga boleh diasingkan dari padanya; Bimbingan dan
negara dapat diangkat dalam setiap jabatan didikan harus berdasarkan Pancasila; Tiap orang
pemerintahan. Perumusan, pemuatan, serta adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai
pelaksanaan pasal-pasal pembatasan terhadap manusia, meskipun telah tersesat, narapidana
mantan narapidana dapat dikategorikan hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan.
sebagai pelanggaran hak-hak asasi manusia PemuIihan kembali hak-hak dan
sebagaimana dinyatakan dalam Ketentuan kebebasan orang yang telah menjalani hukuman
Umum angka 6, Undang-Undang Nomor 39 juga menjadi tujuan sistem pemasyarakatan
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun
yakni setiap perbuatan seseorang atau 1995 tentang Pemasyarakatan. Pemulihan
kelompok orang termasuk aparat negara baik kembali hak
disengaja maupun tidak sengaja, atau Pelaksanaan HAM memang bukanlah
kelalaian yang secara melawan hukum sesuatu yang bersifat absolut dan mutlak, sangat
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan dimungkinkan adanya ruang pembatasan untuk
atau mencabut hak asasi manusia seseorang menjamin hak dan kebebasan orang lain serta
atau kelompok orang yang dijamin oleh memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
undang-undang ini, dan tidak mendapatkan, pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
penyelesaian hukum yang adil dan benar, masyarakat demokratis. Hal ini ditegaskan
berdasarkan mekanisme yang berlaku. dalam ketentuan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945,
Dalam sistem peradilan pidana terpadu dinyatakan bahwa “Dalam menjalankan hak dan
(integrated criminal justice system), batas- kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
batas hukum pidana berlaku terhadap kepada pembatasan yang ditetapkan dengan
seseorang ketika orang itu ditetapkan sebagai Undang-Undang (UU) dengan maksud semata-
tersangka, kemudian terdakwa, dan terpidana mata untuk menjamin pengakuan serta
sampai dengan selesainya menjalani sanksi- penghormatan atas hak dan kebebasan orang
sanksi pidana yang telah diputuskan oleh lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
hakim. Apabila terpidana telah menjalani sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
pidana sesuai sanksi yang diberikan agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam
kepadanya, maka terpidana kembali menjadi suatu masyarakat demokratis”.
orang biasa/subjek hukum yang harus Namun, larangan mantan napi kasus
dikembalikan segala hak dan kewajibannya. korupsi maju sebagai caleg ditolak dirasa akan
Tujuan dalam hukum pidana adalah menabrak substansi yang termaktub pada pasal
penjatuhan sanksi pidana penjara bagi 240 UU Pemilu. Disebutkan, mantan napi
pelanggaran hukum pidana agar kembali korupsi dibolehkan mencalonkan diri dengan
menjadi anggota masyarakat yang terhormat syarat telah lima tahun bebas dari penjara dan
dengan menjalankan pidana penjara dengan keharusan mengumumkan kepada publik
sistem pemasyarakatan yang diatur dalam sebagai mantan narapidana. Melihat Uji Materi
Undang-Undang Pemasyarakatan. Prinsip- pada 3 pasal di UU Pemilu dan UU Pemda pada
prinsip pokok dan konsepsi pemasyarakatan Uji materi diajukan Robertus, eks terpidana
bukan semata-mata sebagai tujuan dan pidana kasus pembunuhan di Pagar Alam, Sumatera
penjara, melainkan merupakan sistem Selatan. Dalam putusannya, MK
7
8

memperbolehkan mantan terpidana dengan Wakil Ketua Komnas HAM menyatakan


ancaman hukuman 5 tahun penjara atau lebih tidak ada indikasi pelanggaran hak asasi andai
dapat penjadi peserta pemilu. mantan narapidana korupsi dilarang menjadi
Sehingga Pelanggaran HAM mungkin calon anggota legislatif (caleg) untuk DPR atau
akan terjadi karena KPU menghilangkan hak DPRD . Sebab hak asasi untuk memilih dan
para pesakitan untuk dipilih sebagai legislator. dipilih itu bersifat derogable rights atau hak
Seseorang memang belum dianggap baik asasi yang dapat ditangguhkan atau dibatasi
hanya jika mantan narapidana itu belum dalam kondisi tertentu. Hak asasi dipilih atau
selesai masa hukumannya. Jika dia sudah memilih itu tidak sama dengan hak hidup yang
menjalani hukuman tetapi masih belum sifatnya mutlak, atau tidak memiliki
dianggap baik maka ada penghukuman pengecualian sama sekali. Contoh hak asasi
seumur hidup. Hal ini tak sesuai dengan yang sifatnya mutlak adalah bebas dari
intensi DPR selaku pembuat Undang-Undang perbudakan. Hak-hak asasi tersebut
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta digolongkan sebagai nonderogable rights.
Hak Politik setiap individu yang dijamin Dari sisi legalitas, kalau memang
Konstitusi. Sebab Hak Asasi yang melekat katakanlah mau dilarang maka bukan melalui
pada diri manusia yang dianugerahkan tuhan PKPU. Sifat PKPU adalah aturan pelaksana
di sepanjang hidupnyadan tidak dapat (untuk melaksanakan UU). Kalau UU Pemilu
terpisahkan. tidak melarang, maka PKPU sebagai aturan
Hukum positif di Indonesia pun hingga kini pelaksananya juga tidak dapat melarang. UU
tidak melarang mantan narapidana Pemilu saat ini masih bersifat umum, dan
mencalonkan diri dalam pemilihan legislatif memang tidak ada larangan terkait mantan napi
dan hanya pengadilanlah yang mempunyai dalam kasus apa yang boleh menjadi caleg. Dari
kewenangan untuk mencabut hak politik hal tersebut, solusi yang tepat adalah revisi UU
seseorang. Sinyal yang sama juga dikirim oleh Pemilu untuk mengatur secara khusus terkait
Presiden Joko Widodo pekan lalu yang larangan mantan napi kasus korupsi dengan
mengatakan bahwa mantan narapidana kasus pertimbangan bahwa korupsi merupakan
korupsi mempunya hak politik, sama dengan kejahatan yang luar biasa.
warga negara yang lain, suatu hak yang Larangan tersebut tidak akan menegasi prinsip
dijamin oleh konstitusi. HAM, karena pada dasarnya HAM sendiri
dapat dibatasi sesuai dengan Pasal 28J ayat (2)
B. Analisis Hak Masyarakat Sipil UUD 1945. Klausul larangan tersebut dapat
untuk Mendapatkan Calon dibandingkan dengan syarat menjadi capres dan
cawapres. Pasal 169 huruf d UU Pemilu
Legislatif yang Bersih
mengatur salah satu persyaratan menjadi
presiden dan wakil presiden ialah tidak pernah
Di pihak lain berpendapat bahwa hak
mengkhianati negara serta tidak pernah
seseorang memilih dan dipilih mestinya tidak
melakukan tindak pidana korupsi dan tindak
menjadi hambatan masyarakat mendapatkan
pidana berat lainnya. Jika menjadi presiden dan
pemilu yang berkualitas. Sebab integritas
wapres syaratnya tidak pernah korupsi,
Pemilu ditentukan berdasarkan tiga hal, yakni
seharusnya menjadi wakil rakyat juga harus
penyelenggara, pemilih, dan peserta.
yang tidak pernah korupsi. Apalagi keduanya
Sehingga, keputusan KPU melarang mantan
juga dipilih secara langsung oleh masyarakat.
narapidana korupsi menjadi caleg adalah
Dari prinsip pemilu yang demokratis,
tepat. Pasal 8 huruf (j) PKPU yang melarang
bahwa lahirnya wakil rakyat yang berkualitas,
mantan napi korupsi menjadi caleg
dan memiliki integritas moral merupakan
merupakan tafsiran progresif KPU terhadap
prasyarat penting. Hal tersebut tentu harus
UU Pemilu dengan tujuan mendapatkan hasil
diupayakan. Caranya mendesak parpol untuk
pemilu yang lebih baik. Disebutkan itu
menyediakan caleg yang berkualitas. Sebab, ini
sebagai bagian pertanggungjawaban publik,
menjadi Hak Sipil untuk mendapatkan
usul KPU boleh dan sah. Kemudian
Legislatif yang bersih meihat sekarang
mengatakan penerapan larangan mantan napi
Indonesia menghadapi krisis moral berkneaan
korupsi menjadi calon anggota DPR dan
dengan korupsi. Hal ini dapat diatur dalam
DPRD sepenuhnya kewenangan KPU selaku
aturan internal parpol untuk menggaransi caleg
penyelenggara Pemilu.
9

yang akan bersaing di Pemilu 2019. Ini artinya Negara menjamin setiap warga
Penggaransian ini dimaksudkan agar wakil- negaranya untuk mendapatkan hak untuk duduk
wakil rakyat yang kelak akan duduk di dalam pemerintahan baik sebagai Bupati,
parlemen benar-benar mempunyai kapabilitas Walikota, gubernur atau Presiden.
dan integritas. Tujuan pemilihan umum adalah untuk
Pengaturan semacam itu dapat menerapkan prinsip-prinsip
dirumuskan dalam anggaran dasar atau demokrasi dengan cara memilih wakil rakyat di
anggaran rumah tangga (AD/ART) partai. Hal badan legislative atau memilih
ini mendesak untuk dilakukan karena parpol kepala daerah di bidang eksekutif. Pelaksanaan
merupakan satu-satunya kendaraan bagi demokrasi melalui pemilu dan
masyarakat untuk memilih wakil rakyat di pemilukada diharapkan berlangsung secara
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota sehat jujur, adil dan demokratis sesiai
pada pesta demokrasi nasional. dengan semangat perundang-undangan yang
Dalam Undang-Undang Pemilu yang telah ditetapkan.
sudah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi Standar acuan untuk mewujudkan
menyebutkan persyaratan bakal calon anggota pemilu yang benar-benar demokratis,
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ yaitu dalam pelaksanaan pemilu:
Kota yang tertuang pada Pasal 50 ayat 1 a. Harus memberikan kesempatan kepada
menyebutkan sebagai berikut: semua partai politik untuk bersaing
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD secara bebas, jujur, dan adil.
Kabupaten/Kota harus memenuhi persyaratan: b. Benar dimaksudkan untuk memilih wakil
a. Warga Negara Indonesia yang telah rakyat yang berkualitas,
berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih. berintergritas moral dan mencerminkan
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. kehendak rakyat.
c. Bertempat tinggal di wilayah Negara c. Harus melibatkan semua warga Negara tanpa
Kesatuan Rebuplik Indonesia. terkecuali, sehingga rakyat
d. Cakap berbicara, membaca, dan menulis benar-benar mempunyai kepercayaan bahwa
dalam bahasa Indonesia. dirinya merupakan perwujudan
e. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah dari kedaulatan rakyat.
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah d. Dilaksanakan berdasarkan peraturan yang
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mendukung kebebasan dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau kejujuran, sehingga dengan adanya undang-
bentuk lain yang sederajat. undang yang memberi
f. Setia kepada Pancasila sebagai dasar kesempatan kebebasan pada warga Negara,
negara, Undang-Undang Dasar Negara peluang kearah pemilu yang
Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita demokratis dapat dicapai.
proklamasi 17 Agustus 1945. e. Mempertimbangkan instrumen
Salah satu perwujudan Negara penyelenggaranya, karena sangat mungkin
demokrasi adalah adanya system kepentingan-kepentingan penyelenggara akan
pemilu/pilkada yang memberikan hak kepada mengganggu kemurnian
rakyat untuk memilih dan dipilih secara pemilu.
demokratis. Pemilihan umum yang f. Pada persoalan yang lebih filosofis, pemilu
dilaksanakan di Indonesia merupakan sarana hendaknya lebih ditekankan pada
untuk membentuk pemerintahan yang manifestasi hak masyarakat untuk menciptakan
demokratis melalui mekanisme yang jujur dan partisipasi masyarakat dalam
adil.10 Kegiatan pemilihan umum (general pemerintahan.12
election) dan atau pilkada juga merupakan Sebagai bagian dari sistem pemilu,
salah satu cara penyaluran hak asasi manusia Pemilihan kepala daerah (pemilukada)
yang sangat prinsipil yaitu hak untuk memilih merupakan aktualisasi demokrasi di daerah.
dan dipilih. Sebagaimana yang dicantukan Dalam perpektif filosofis, munculnya ide
dalam Pasal 28 huruf D UUD NRI 1945 tentang pilkada secara langsung pada dasarnya
“Setiap warga negara berhak memperoleh merupakan proses lanjut dari keinginan kuat
kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. untuk memperbaiki kualitas demokrasi di
9
10

daerah. Pemilihan kepala daerah secara sebelumnya mengatur ketentuan terkait


langsung diharapkan dapat melahirkan penyelenggaraan pemilu sebagai landasan
pemimpin yang mampu dan didukung oleh hukum bagi pemilihan umum secara serentak,
rakyat. Pilkada secara langsung juga yaitu Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008
diharapkan dapat menjadi alat pergantian tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
politik, dimana orang terbaik di daerah bisa Presiden, Undang-undang Nomor 15 Tahun
menjadi pemimpin. 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum,
Proses pemilu di Indonesia dari tahun dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012
1999 pasca reformasi sampai tahun 2019 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
mendatang mengalami pasang surut baik Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
model, bentuk maupun regulasinya. Hal dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Seminar
tersebut menunjukkan keinginan peningkatan Nasional Hukum
proses demokratisasi pemilu di Indonesia penyelenggara pemilu maupun peserta
guna menemukan format ideal proses politik pemilu sepatutnya memiliki komitmen bersama
yang berkualitas. Bagi terwujudnya negara untuk mewujudkan pemilu yang adil dan
yang demokratis, sistem pemerintahan berintegritas. A .S. Hikam dalam buku
haruslah memiliki bentuk dari rakyat, oleh Hendarmin Ranadireksa.6 mengutip beberapa
takyat dan untuk rakyat. Dalam konteks ini, pakar ketatanegaraan untuk mendefinisikan
rakyatlah yang memiliki kedudukan strategis, pemilu, menurut Ginsberg (1982:
sebab kedaulatan berada di tangan rakyat. 160)“....memiliki kempampuan untuk sebuah
Untuk itu jalan berdemokrasi sebagai sistem kecenderungan politik massa yang bersifat
yang dipilih atas kesepakatan bersama sporadis menjadi sumber utama bagi otoritas
berkonsekuensi terhadap adanya keterbukaan dan kekuatan politik nasional,...” Disinilah letak
dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, kemampuan legitimatif pemilu sehingga
serta adanya pemilu yang dilakukan secara menjadi sasaran utama dalam upaya
langsung. pemantapan sebuah rezim politik. Legitimasi
Penyelenggaraan pemilu dengan sebagaimana dikonsepsikan oleh rodeney
mendasarkan pada penjaminan hak politik barker (1990;11)7“....suatu kepercayaan
bagi masyarakat membutuhkan penyelenggara terhadap kebenaran eksistensi negara termasuk
pemilu dan juga peserta pemilu yang wewenangnya untuk menyalurkan perintah
profesional serta memiliki integritas. Dalam sehingga dapat dipatuhi, bukan karena rasa
Undang-undang Pemilu5 menyatakan bahwa, takut, karena perintah itu memiliki otoritas
“ Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang moral dan karena warga merasa perlu
menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas mematuhinya....”Sedangkan menurut alagapa
Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas (1995),“....8jika pemilihan umum tidak berhasil
Pemilu, dan Dewan Kehormatan memunculkan suatu otoritas moral yang cukup
Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan tinggi, dapat diaumsikan bahwa negarapun
fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memiliki kapasitas rendah dalam memainkan
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, fungsi legitimasinya....”Lebih lanjut Hendarmin
anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden (2015) memberikan komentar bahwa, pemilu
dan Wakil Presiden, dan untuk mrmilih adalah sarana demokrasi yang daripadanya
anggota Dewan Perwakilan Rakyar Daerah dapat ditentukan siapa yang berhak menduduki
secara langsung oleh rakyat”. Selain itu dalam kursi dilembaga politik negara, legislatif
UU tersebut juga dijelaskan bahwa “ Peserta dan/atau eksekutif. Melalui pemilu, rakyat
Pemilu adalah partai politik untuk Pemilu memilih figur yang dipercaya yang akan
anggota DPR, anggota DPRD provinsi. mengisi jabatan legislatif dan/atau jabatan
Anggota DPRD kabupaten/kota, perseorangan eksekutif. Tujuan Pemilihan Umum tidak lain
untuk pemilu anggota DPD, dan pasangan adalah untuk mengimplementasikan prinsip-
calon yang diusulkan oleh partai politik atau prinsip demokrasi, dengan cara memilih wakil
gabungan partai politik untuk pemilu Presiden rakyat di badan perwakilan rakyat. Kesemuanya
dan Wakil Presiden. Kedua unsur diatas, baik itu dilakukan dalam rangka mengikutsertakan
5 Lihat dalam Undang-undang Nomor 7 rakyat dalam kehidupan ketatanegaraan.9
Tahun 2017. Penyatuan dan penyederhanaan Seiing dengan perkembangannya,
terhadap tiga Undang-undang yang penyelenggaraan pemilu diharapkan senantiasa
11

memunculkan pemimpin-pemimpin yang korup, dan kukuasaan yang mutlak /absolut


memiliki kompetensi dan integritas yang cenderung korup secara absolut). Faktanya saat
tinggi guna mengatur jalannya pemerintahan ini senantiasa, mempertontonkan bagaimana
ketika nanti terpilih. Untuk itu pengawalan kekuasaan politik bekerja dalam ranah
yang ketat dalam penyelenggaraan pemilu penumpukan harta kekayaan. Penjelasan ini
harus dilakukan, selain itu kualifikasi calon kemudian diformulasikan dengan baik oleh
peserta pemilu menjadi hal yang patut untuk Roby Arya Brata, yang mengatakan pemerintah
dikawal. yang berkuasa bisa memanipulasi proses
Di Indonesia, setiap orang atau warga demokrasi dan hukum untuk kepentingan
negara mempunyai hak untuk dapat menjadi politik dan ekonominya. Lebih jauh lagi para
peserta pemilu. hal itu merupakan hak mutlak penguasa yang korup akan menggunakan segala
yang melekat dalam diri seseorang atau warga akses politik illegal untuk mencapai tujuan
negara yang termasuk dalam kualifikasi hak politiknya.
asasi manusia dan tidak dapat diganggu gugat. Tidaklah salah kiranya muncul wacana
Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia untuk dilakukanya pencabutan hak politik bagi
(HAM) dalam UUD 1945 ditampung dalam terpidana kasus korupsi yang melalui proses
satu bab khusus Mengenai HAM, dengan 4 pemilihan umum karena melihat fakta dan data
(empat) klasifikasi yaitu, hak sipil dan politik, yang ada menunjukan bahwa begitu banyak
hak ekonomi, sosial, dan budaya, hak kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat
pembangunan, serta hak khusus lain. UUD publik. Maka dalam hal ini perlu dipahami akar
dalam perkembangannya setelah mengalami masalahnya sehingga kasus korupsi yang terjadi
amandemen tersebar dalam 17 Pasal, yakni pada para wakil rakyat ini tidak akan mejamuri
pasal 27, 28, 28A S/d 28I, 29, 31- 34. Dalam pihak lain,dan potensi mengulangi kesalahan
pasal tersebut diklasifikasikan menjadi dua tidak akan terjadi. Akar masalah ini bersumber
kelompok yakni Hak Sipil dan Politik, dan dari kekuasaan politik yang dimiliki oleh
Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. pejabat publik artinya sering kali pejabat publik,
Berbicara mengenai hak politik, menyalahgunakan kekuasaan politik yang
adalah hak yang bersumber dari martabat dan dimiliki untuk melakukan suatu tindakan yang
melekat pada setiap manusia yang dijamin merugikan negara. Terlebih kesempatan untuk
dan dihormati keberadaannya oleh negara melaukan korupsi tetap terbuka jika masih di
agar menusia bebas menikmati hak politik berikan hak untuk di pilih lagi dalam pemilihan
yang pemenuhannya menjadi tanggungjawab berikutnya.
negara10. Namun yang menjadi persoalan Menurut penulis fakta-fakta di atas menunjukan
saat ini adalah, pemilu hari ini belum dapat bahwa persoalan korupsi adalah persoalan
dikatakan berintegritas karena penyebab serius. Oleh karena itu sebelum bangsa ini di
utamanya malah datang dari peserta pemilu kuasai oleh para koruptor politik maka lewat
yang lebih banyak diisi oleh eks narapidana tulisan ini, penulis ingin memberikan suatu
korupsi yang dulunya pernah menduduki konstribusi pemikiran yang dapat dijadikan
jabatan publik. bisa dibayangkan, sebanyak 38 alternatif solusi untuk membasmi korupsi
bakal calon legislatif (bacaleg) DPRD dengan terobosan hukum dengan meneguhkan
provinsi dan Kabupate/kota eks napi korupsi pencabutan hak politik bagi terpidana tindak
diloloskan mengikuti kontes politik pada pidana korupsi yang melalui pemilihan umum.
pemilu 201911. padahal, badan legislatif Sebelumnya, KPU sebagai salah satu
merupakan pilar utama sistem integritas lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia
nasional. Jadi, kemudian bagaimana bila mengeluarkan peraturan yang bisa dibilang
lembaga yang dianggap sebagai pilar utama cukup berani, keluarnya Peraturan KPU No. 20
sistem integritas nasional diisi oleh orang tahun 2018 tentang pencalonan anggota DPR,
yang mempunyai rekam jejak yang buruk?. DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota
Bangsawan Inggris yang bernama yang melarang bekas koruptor, teroris, dan
Lord Acton begitu terkernal dengan narkotika mencalonkan diri, harusnya dimaknai
kalimatnya yang menyatakan “power tends to sebagai langkah serius dalam
corrupt, and absolute power corrupt menyelenggarakan pemilu yang berintegritas.
absolutety” (kekuasaan itu cenderung untuk Inisiasi yang diawali oleh KPU dengan
11
12

mengeluarkan Peraturan KPU tersebut aturan umum. Perbedaanya jika hak dipilih
merupakan salah satu langkah untuk sebagai kepala daerah yang dicabut berdasarkan
mengurangi korupsi pada tataran pejabat Pasal 7 huruf g UU No. 8 Tahun 2015 dilakukan
publik (legislatif/eksekutif). Alasan KPU oleh pembentuk undang-undang, sedangkan hak
mengeluarkan Peraturan KPU tersebut dipilih yang dicabut dari terpidana berdasarkan
merupakan semangat untuk menghadirkan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP
Pemilu yang berintegritas dengan mengacu dilakukan dengan putusan hakim. Dengan
pada Pasal 4 huruf b UU Pemilu yaitu demikian, pencabutan hak pilih seseorang
mewujdukan Pemilu yang adil dan hanya dapat dilakukan dengan putusan hakim
berintegritas. Namun menjadi persoalan sebagai hukuman tambahan. Undang-undang
bahwa Peraturan KPU itupun juga mendapat tidak dapat mencabut hak pilih seseorang,
pertentangan dari pemerintah, Bawaslu, dan melainkan hanya memberikan pembatasan-
DKPP. Dalam proses penyusunanya-pun pembatasan yang tidak bertentangan dengan
Peraturan KPU No. 20 tahun 2018 tersebut UUD 1945, Pasal 28 J ayat (2) menyebutkan
hampir tidak ingin di undangkan oleh “pembatasan dapat dilakukan dengan maksud
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
HAM), sebelum akhirnya tetap di undangkan penghormatan atas hak dan kebebasan orang
dengan melalui proses harmonisasi, meskipun lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
secara substansi pelarangan narapidana tetap sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
dilakukan. agama, kemanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis. Jika dikaitkan
C. Ratio Decidendi Putusan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang
Mahkamah Konstitusi No. Pemasyarakatan, dalam perspektif sosiologis
42/PUU-XIII/2015 dan filosofis penggantian penjara kepada
Ratio Decidendi atau dasar pertimbangan pemasyarakatan dimaksudkan bahwa
Mahkamah Konstitusi dalam memberikan pemidanaan selain untuk penjeraan juga
putusan terhadap pengujian Pasal 7 huruf g merupakan suatu usaha rehabilitasi dan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015, reintegrasi sosial. Secara sosiologis dan
sebagai berikut: filosofis sistem pemasyarakatan memandang
Pertama, Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun narapidana sebagai subyek hukum yang tidak
2015 yang menentukan “tidak pernah dijatuhi berbeda dengan manusia lainya yang sewaktu-
hukuman pidana penjara berdasarkan putusan waktu dapat melakukan kesalahan dan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan kekhilafan yang dapat dikenai pidana.
hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemidanaan adalah suatu upaya untuk
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) menyadarkan narapidana agar menyesali
tahun atau lebih”. Menurut Mahkamah perbuatanya, mengembalikan menjadi warga
ketentuan tersebut merupakan bentuk masyarakat yang baik, taat kepada hukum,
pengurangan hak atas kehormatan, yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral
dipersamakan dengan pencabutan hak-hak keamanan dan ketertiban, dan dapat aktif
tertentu. Ketika Pasal 7 huruf g UU No. 8 berperan kembali dalam pembangunan, serta
Tahun 2015 menentukan bahwa calon kepala dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara
daerah harus memenuhi persyaratan tidak yang baik dan bertanggungjawab sebagimana
dijatuhi pidana karena melakukan tindak juga dipertimbangkan dalam Putusan MK
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 Nomor 4/PUU-VII/2009, yang member syarat
(lima) tahun atau lebih maka sama artinya lima tahun setelah narapidana menjalani
seseorang yang pernah dijatuhi pidana karena hukuman, kecuali mantan narapidana tersebut
melakukan tindak pidana yang diancam dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau dengan memenuhi syarat tertentu antara lain
lebih dicabut haknya untuk dipilih dalam mengumumkan secara terbuka di hadapan
pemilihan kepala daerah. Hal ini sebangun umum bahwa yang bersangkutan pernah
dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 dijatuhi pidana penjara, hal ini diperlukan agar
KUHP bahwa hak memilih dan dipilih dalam rakyat atau para pemilih mengetahui keadaan
pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan- yang bersangkutan.
13

Apabila seseorang mantan narapidana Keempat, bahwa Mahkamah melalui putusan


telah memenuhi syarat tertentu tersebut, maka No. 4/PUU-VII/2009 telah memberikan ruang
seyogyanya orang tersebut tidak boleh lagi kepada mantan narapidana untuk proses
dihukum kecuali oleh hakim apabila adaptasi dengan masyarakat sekurang-
mengulangi perbuatannya. Apabila undang- kurangnya lima tahun setelah narapidana
undang membatasi hak seseorang mantan menjalani masa hukumanya. Waktu lima tahun
narapidana untuk tidak dapat mencalonkan tersebut adalah waktu yang wajar sebagai
dirinya menjadi kepala daerah maka sama saja pembuktian dari mantan narapidana tersebut
bermakna bahwa Undang-undang telah telah berkelakuan baik dan tidak mengulangi
memberikan hukuman tambahan kepada yang perbuatan pidana sebagaimana tujuan dari
bersangkutan sedangkan UUD 1945 malarang lembaga pemasyarakat yang diatur dalam UU
memberlakukan diskriminasi kepada seluruh Pemasyarakatan.Seseorang yang telah
warga masyarakatnya. menjalani hukuman dan keluar dari penjara atau
Mahkamah dalam Putusan Nomor lembaga pemasayarakatan pada dasarnya adalah
4/PUU-VII/2009, telah menentukan syarat orang yang telah menyesali perbuatanya, telah
bagi seseorang yang akan mengisi jabatan bertaubat, dan berjanji untuk tidak mengulangi
publik atau jabatan lagi perbuatanya. Dengan demikian, seorang
politik yang pengisiannya melalui pemilihan, mantan narapidana yang sudah bertaubat
yaitu: tersebut tidak tepat jika diberikan hukuman lagi
1. Tidak berlaku untuk jabatan publik yang oleh Undang-undang seperti yang ditentukan
dipilih (elected officials); dalam Pasal 7 huruf g Undang-undang Nomor 8
2. Berlaku terbatas jangka waktunya hanya Tahun 2015.
selama 5 (lima) tahun sejak terpidana selesai
menjalani hukumannya; D. Akibat Hukum Putusan MK No.
3. Dikecualikan bagi mantan terpidana yang 42/PUU-XIII/2015 Terhadap
secara terbuka dan jujur mengemukakan
Pelaksanaan Pemilukada
kepada public bahwa yang bersangkutan
Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan,
mantan terpidana;
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah
4. Bukan sebagai pelaku kejahatan yang
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berulang-ulang.
berada di bawahnya dalam lingkungan
Ketiga, Putusan Mahkamah Nomor 4/PUU-
peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
VII/2009 tersebut diperkuat
lingkungan peradilan militer, lingkungan
dengan Putusan Mahkamah Nomor 120/PUU-
peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
VII/2009 yang menyatakan: “bahwa
Mahkamah Konstitusi.” Wewenang MK diatur
persayaratan calon kepala daerah yang telah
dalam Pasal 24 C UUD 1945, yang
diberikan tafsir baru oleh Mahkamah dalam
menyebutkan:
Putusan Nomor 4/PUU-VII/2009 adalah
Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam
semata-mata persyaratan administratif. Oleh
Perlindungan Hak Asasi Manusia terkait
karena itu sejak tanggal 24 Maret 2009, rezim
Penyelenggaraan Pemilu
hukum Pasal 58 huruf f UU No. 32 Tahun
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang
2004 sebagimana telah diubah dengan UU
mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
Nomor 12
yang putusannya bersifat final untuk menguji
Tahun 2008 sebagaimana isi dan makna teks
undang-undang terhadap Undang-Undang
aslinya berakhir, dan sebagai gantinya maka
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga
sejak saat itu di seluruh wilayah
negara yang kewenangannya diberikan oleh
hukumRepublik Indonesia berlaku
Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran
tafsir baru atas Pasal 58 huruf f UU No. 32
partai politik, dan memutus perselisihan tentang
Tahun 2004 sebagaiman telah diubah dengan
hasil pemilihan umum.(2) Mahkamah
UU Nomor 12 tahun 2008 bahwa mantan
Konstitusi wajib memberikan putusan atas
narapidana boleh mencalonkan diri sebagai
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
kepala daerah. Norma baru yang lahir karena
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau
tafsir baru tersebut bersifat erga omnes.
Wakil Presiden menurut Undang-undang
Dasar.” Bila ditelusuri lebih jauh, pembentukan
13
14

MK merupakan konsekuensi dari negara satu kesatuan sistemik dalam rangka


hukum yang demokratis dan negara memperkuat hak dan kewajiban dalam hukum
demokrasi yang berdasarkan hukum. publik yang demokratis.15 Fungsi MK sebagai
Kenyataan menunjukkan bahwa suatu pelindung hak asasi manusia (the protector of
keputusan yang dicapai dengan demokrasi the human rights) merupakan konsekuensi dari
tidak selalu sesuai dengan ketentuan Undang- keberadaan HAM sebagai materi muatan
Undang Dasar yang berlaku sebagai hukum konstitusi. Adanya jaminan hak asasi dalam
tertinggi. Oleh karena itu diperlukan adanya konstitusi menjadikan negara memiliki
peradilan konstitusi untuk menjamin kewajiban hukum yang konstitusional untuk
supremasi konstitusi, termasuk prinsip-prinsip melindungi, menghormati, dan memajukan hak-
yang ada di dalam konstitusi. Hal itu hak tersebut. Wewenang Mahkamah Konstitusi
menunjukkan bahwa pembentukan MK menguji undang-undang dapat dilihat sebagai
merupakan implementasi dari gagasan negara upaya melindungi HAM yang dijamin UUD
hukum yang salah satu cirinya adalah 1945 agar tidak dilanggar oleh ketentuan
menempatkan konstitusi sebagai hukum undang-undang. Jika ketentuan suatu undang-
tertinggi. Kewenangan yang dimiliki MK undang telah melanggar hak konstitusional
merupakan sarana untuk menjadikan warga negara, maka dapat dipastikan tindakan
konstitusi sebagai dokumen hidup (a living penyelenggara negara atau pemerintahan yang
document) yang menentukan bentuk dan arah dilakukan berdasarkan ketentuan tersebut juga
kekuasaan negara sesuai dengan prinsip dasar akan melanggar hak konstitusional warga
dalam konstitusi berdasarkan demokrasi. negara. Oleh karena itu, kewenangan pengujian
Dengan demikian MK memberi kontribusi tersebut sekaligus mencegah agar tidak ada
bagi terciptanya kehidupan bernegara tindakan penyelenggara negara dan
berdasarkan hukum dan demokrasi.14 pemerintahan yang melanggar HAM.
Berdasarkan wewenang MK sebagaimana Mahkamah Konstitusi juga berwenang
diatur dalam UUD 1945 MK mengemban memutus perkara pembubaran partai politik
fungsi sebagai pengawal konstitusi (the yang dimaksudkan agar pemerintah tidak dapat
guardian of the constitution). Hal tersebut secara sewenang-wenang membubarkan partai
membawa konsekuensi MK sebagai penafsir politik yang melanggar hak berserikat dan
konstitusi (the sole interpreter of the mengeluarkan pendapat. MK berwenang
constitution). Konstitusi sebagai hukum memutus perselisihan hasil Pemilu yang sangat
tertinggi mengatur penyelenggaraan negara terkait erat dengan hak berpartisipasi dalam
berdasarkan prinsip demokrasi dan salah satu pemerintahan dan hak pilih. Sejak berdiri pada
fungsi konstitusi adalah melindungi HAM. tahun 2003, MK telah banyak menerima
Oleh karena itu MK juga berfungsi sebagai permohonan pengujian Undang-Undang terkait
pengawal demokrasi (the guardian of the dengan penyelenggaraan Pemilu, antara lain UU
democracy), pelindung hak konstitusional Pemilihan Umum, baik Pemilu anggota DPR, DPD,
DPRD; Pemilu Presiden dan Wakil Presiden;
warga negara (the protector of the citizen’s
maupun Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala
constitutional rights) dan pelindung HAM (the Daerah. Hingga saat ini pengujian terhadap
protector of human rights). Dalam konteks Undang-Undang Pemilu anggota DPR, DPD, dan
ketiga fungsi tersebut, David 14 I Dewa Gede DPRD telah dilakukan sebanyak 35 kali.
Palguna, Pengaduan Konstitusional: Upaya Pengujian terhadap Undang-Undang Pemilihan
Hukum Terhadap Pelanggaran Hak-Hak Presiden dan Wakil Presiden dilakukan sebanyak
Konstitusional Warga Negara (Studi 18 kali. Pengujian terhadap Undang-Undang
Kewenangan Mahkamah Konstitusi Indonesia Penyelenggara Pemilu sebanyak 6 kali. Pengujian
dalam Perspektif Perbandingan), Disertasi, terhadap Undang-Undang Pemerintahan Daerah
Program Doktor Ilmu Hukum Universitas sebanyak 43 kali. Selain itu juga terdapat
Indonesia, 2011, h. 157. Putusan-Putusan PHPU yang juga berperan
Peran Putusan Mahkamah Konstitusi dalam dalam melindungi HAM terkait dengan
Perlindungan Hak Asasi Manusia terkait penyelenggaraan Pemilu.
15 David Held, Democracy and the Global Order: From the Modern State to Cosmopolitan
Penyelenggaraan Pemilu Governance, Stanford, Stanford University Press, 1995, h. 157.Peran Putusan
Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan Hak Asasi Manusia terkait
Penyelenggaraan Pemilu Jurnal Konstitusi, Volume 10, Nomor 1, Maret 2013
Held memberikan konsepsi hubungan 15
antara demokrasi, negara dan kebutuhan
konstitusionalnya di mana ketiganya menjadi
15

Beberapa putusan MK yang berperan dalam


perlindungan HAM antara lain adalah sebagai
berikut.
Putusan Nomor 011 – 017/PUU-I/2003
terkait dengan pengujian Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan
Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.16
Ketentuan yang dinyatakan bertentang dengan
UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan
hukum mengikat adalah Pasal 60 huruf g
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 yang
menentukan salah satu syarat menjadi calon
anggota DPR, DPD, dan DPRD adalah bukan
bekas anggota organisasi terlarang PKI,
termasuk organisasi massanya, atau bukan
orang yang terlibat langsung ataupun tak
langsung dalam G30S/PKI, atau organisasi
terlarang lainnya.
MK menyatakan bahwa ketentuan
persyaratan tersebut bersifat diskriminatif. Di
sisi lain UUD 1945 melarang diskriminasi
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 27 ayat
(1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2). Hal
itu dijabarkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia yang tidak membenarkan
diskriminasi berdasarkan perbedaan agama,
suku, ras, etnik, kelompok, golongan status
sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik. Ketentuan dalam Pasal 60
huruf g Undang-undang Nomor 12 Tahun
2003 merupakan pembatasan hak pilih yang
bersifat diskriminatif berdasarkan keyakinan
politik yang pernah dianut.
Larangan terhadap kelompok tertentu
warga negara untuk mencalonkan diri sebagai
anggota DPR, DPD, dan DPRD, seperti diatur
dalam Pasal 60 huruf g Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2003 mengandung nuansa
hukuman politik kepada kelompok tertentu.
Sebagai konsekuensi dari prinsip negara
hukum yang dianut Indonesia, seharusnya
setiap pelarangan yang mempunyai kaitan
langsung dengan hak dan kebebasan warga
negara harus didasarkan atas putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum
yang tetap.

15
16

Mahkamah konstitusi sebagai negatif daerah bagi mantan narapidana yang


legislator mempunyai kewenangan untuk mandapatkan hukuman 5 tahun atau lebih.
membatalkan atau menghapus suatu aturan, Padahal suatu norma yang terdapat di dalam
sehingga setiap putusan MK mempunyai undang-undang tidak dapat berlaku langsung
akibat hukum dan mempengaruhi aturan memutus hak seseorang begitu saja. Namun
hukum yang berlaku maupun yang tidak norma tersebut hanya dapat berlaku dan
berlaku. Selain itu, putusan MK tidak hanya dijalankan melalui putusan pengadilan atau
berlaku terhadap pihak-pihak yang dikenai seseorang hanya bisa dihukum dengan putusan
perkara ktetapi juga berlaku untuk seluruh pengadilan yang telah berkekuatan hukum
warga negara negara yang tunduk dalam tetap. Wujud implikasi hukum juga terjadi
konstitusi. Hal ini karena sifat norma Undang- dengan adanya perubahan terhadap UU Nomor
Undang yang diujikan bersifat umum (erga 8 Tahun 2015 menjadi Undang-Undang Nomor
omnes), sehingga sejak putusan tersebut 10 Tahun 2016 tentang Pemilukada khususnya
dikeluarkan maka putusan tersebut bersifat Pasal 7 huruf g yang sebelumnya berbunyi:
mengikat kepada seluruh warga negara tidak pernah dijatuhi pidana penjara
Indonesia. Norma yang diatur dalam pasal 7 berdasarkan putusan pengadilan yang telah
huruf g UU nomor 8 tahun 2015 sebelum memperoleh kekuatan hukum tetap karena
putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015 melakukan tindak pidana yang diancam dengan
Tanggal 9 Juli 2015 bertujuan untuk pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih,
mendapatkan pemimpin dengan rekam jejak mengalami perubahan ketentuan hukum yang
yang baik, yaitu mempunyai integritas yang berbunyi: tidak pernah sebagai terpidana
memadai, jujur, berwibawa, dan mendapatkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
kepercayaan dari masyarakat.27 Sedangkan, memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi
putusan Mahkamah Konstitusi Nomor mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur
42/PUUXIII/ 2015 Tanggal 9 Juli 2015 mengemukakan kepada publik bahwa yang
menyatakan bahwa Pasal 7 huruf g UU bersangkutan adalah mantan terpidana. Putusan
Nomor 8 Tahun 2015 bertentangan dengan MK Nomor 42 Tahun 2015 mengabulkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik permohonan agar Pasal 7 huruf g dan Pasal 45
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai ayat (2) huruf k tidak memiliki kekuatan hukum
kekuatan hukum mengikat secara bersyarat mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945
sejauh tidak dimaknai dikecualikan bagi secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai
mantan terpidana yang secara terbuka dan dikecualikan bagi mantan terpindana yang
dengan jujur mengemukakan kepada publik secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada
bahwa yang bersangkutan adalah mantan publik bahawa yang bersangkutan mantan
terpidana. Selain itu, Pasal 45 ayat (2) huruf k terpidana. Namun di dalam implementasinya
UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42 Tahun
atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 2015 tersebut terdapat perbedaan tafsir terhadap
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah istilah mantan terpidana dan mantan narapidana
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun dikarenakan dalam pertimbangan pengambilan
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan keputusan oleh Mahkamah Konstitusi tersebut
Walikota menjadi Undang-Undang, dianggap banyak meninjau putusan Mahkamah Konstitusi
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar terdahulu Nomor 4/PUUVII/2009, yang dimana
1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum memberi ruang kepada mantan narapidana
mengikat. Undang-Undang Dasar terkait Pasal untuk proses adaptasi dengan masyarakat
7 huruf g dan Pasal 45 ayat (2) huruf k UU sekurang-kurangnya lima tahun setelah
Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas narapidana menjalani masa hukumannya. Waktu
Undang-Undang Nomor 1Tahun 2015 tentang lima tahuntersebut adalah waktu yang wajar
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti sebagai pembuktian dari mantan narapidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tersebut telah berkelakukan baik dan tidak
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan mengulang perbuatan pidana sebagaimana
Walikota, adalah kedua Pasal 7 huruf g dan tujuan dari pemasyarakatan yang diatur dalam
Pasal 45 ayat (2) huruf k tersebut telah UU Pemasyarakatan. Seseorang yang telah
menghukum dan membatasi hak seseorang menjalani hukuman dan keluar dari penjara atau
untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala lembaga pemasyarakatan pada dasarnya adalah
17

orang yang telah menyesali perbuatannya, tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
telah bertaubat, dan berjanji untuk tidak Kemudian hak-hak yang dapat dicabut dengan
mengulangi perbuatannya lagi. Dengan putusan hakim diatur dalam Pasal 35 ayat (1)
demikian, seseorang mantan narapidana KUHP
yanng sudah bertaubat tersebut tidak tepat jika Dalam hal pencabutan hak sebagaimana diuraikan
diberikan hukuman lagi oleh undang-undang diatas, keharusan adanya pembatasan jangka
seperti yang ditentukan dalam Pasal 7 huruf g waktu yang ditentukan dalam hal ini ditegaskan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Akan dalam Pasal 38 Ayat (1)dan (2) KUHP Dalam
tetapi apabila putusan pengadilan menyatakan kerangka ini, pencabutan hak politik di Indonesia
bahwa seseorang itu dihukum dengan mendapat tempat dalam hukum positif sepanjang
pencabutan hak tersebut disertai dengan jangka
pencabutan hak politiknya, maka dengan
waktu sampai kapan hak tersebut akan dicabut.
putusan pengadilan yang telah berkekuatan
Oleh hotma sibuea dalam Warih Anjari19, Dalam
hukum tetap. Dalam perspektif Negara hukum
perspektif hukum tata negara penerapan pidana
demokratis, maka akibat hukum dari putusan tambahan berupa pencabutan hak memilih dan
Mahkamah Konstitusi merupakan suatu dipilih (hak politik) sepanjang tidak bersifat
kewajiban hukum karena berkaitan dengan permanen tidak melanggar HAM. Apalagi
pemenuhan hak-hak konstitusional warga dijatuhkan terhadap terpidana korupsi yang sangat
negara yang dijamin dan dilindungi oleh UU merugikan masyarakat. HAM berbeda dengan hak
NRI 1945 sebagai hukum tertinggi Negara politik. HAM adalah hak seluruh umat manusia,
Indonesia. dipilih dan dipilih, merupakan jenis sedangkan hak politik adalah hak dalam
hukum pidana tambahan yang diatur dalam kedudukan warga negara dari suatu negara
KUHP. Selebihnya diterangkan dalam Pasal 10 tertentu. Hak tersebut berupa hak untuk memilih
menyatakan, Pidana Pokok, Yaitu: pidana mati, dan dipilih untuk menduduki jabatan publik. Hak
pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana politik dapat dibatasi dengan pencabutan yang
denda; Pidana tambahan, yaitu: pencabutan hak bersifat temporer
.
Simpulan
Larang mantan narapidana kasus pembuat Undang-Undang Nomor 7 Tahun
korupsi maju sebagai caleg ditolak dirasa 2017 tentang Pemilu serta Hak Politik setiap
akan menabrak substansi yang termaktub individu yang dijamin Konstitusi. Sebab
pada pasal 240 UU Pemilu. Disebutkan, Hak Asasi yang melekat pada diri manusia
mantan napi korupsi dibolehkan yang dianugerahkan tuhan di sepanjang
mencalonkan diri dengan syarat telah lima hidupnyadan tidak dapat terpisahkan. Ratio
tahun bebas dari penjara dan keharusan Decidendi atau dasar pertimbangan
mengumumkan kepada publik sebagai Mahkamah Konstitusi dalam memberikan
mantan narapidana. Melihat Uji Materi pada putusan terhadap pengujian Pasal 7 huruf g
3 pasal di UU Pemilu dan UU Pemda pada UU Nomor 8 Tahun 2015 yakni seseorang
Uji materi diajukan Robertus, eks terpidana yang telah menjalani hukuman dan keluar
kasus pembunuhan di Pagar Alam, Sumatera dari penjara atau lembaga pemasyarakatan
Selatan. Dalam putusannya, MK pada dasarnya adalah orang yang telahm
memperbolehkan mantan terpidana dengan menyesali perbuatannya, telah bertaubat,
ancaman hukuman 5 tahun penjara atau dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi
lebih dapat penjadi peserta pemilu. perbuatannya. Dengan demikian, seorang
Sehingga Pelanggaran HAM mantan narapidana yang sudah bertaubat
mungkin akan terjadi karena KPU tersebut tidak tepat jika diberikan hukuman
menghilangkan hak para pesakitan untuk lagi oleh Undangundang seperti yang
dipilih sebagai legislator. Seseorang ditentukan dalam Pasal 7 huruf g UU
memang belum dianggap baik hanya jika Nomor 8 Tahunm2015.
mantan narapidana itu belum selesai masa Akibat hukum Putusan MK No.
hukumannya. Jika dia sudah menjalani 42/PUU-XIII/2015 bahwa seseorang mantan
hukuman tetapi masih belum dianggap baik narapidana yang sudah bertaubat tersebut
maka ada penghukuman seumur hidup. Hal tidak tepat jika diberikan hukuman lagi.
ini tak sesuai dengan intensi DPR selaku Akibat hukum dari putusan Mahkamah

17
18

Konstitusi merupakan suatu kewajiban apabila putusan pengadilan yang


hukum karena berkaitan dengan pemenuhan mempunyai berkekuatan hukum tetap
hak-hak konstitusional warga negara yang memberikan putusan atas pencabutan hak
dijamin dan dilindungi oleh UU NRI 1945 politik.
sebagai hukum tertinggi Negara Indonesia.
Akibat hukum tersebut dapat dihapuskan

DAFTAR PUSTAKA Hukum Volume 43 Nomor 2, April 2014,


halaman 199.
JURNAL
Terre, E, Riyadi. 2013. Hak Asasi Manusia
dari Kewarganegaraan ke Humanisme
Aedi, Ahmad Ulil, “Rekonstruksi Asas Universal. Jurnal Ultima Humaniora. Vol 1
Kesamaan di Hadapan Hukum (Equality No 1 : 59-75
Before The Law) (Suatu Kajian Khusus
Putusan Mahkamah Konstitusi
Perkara 21-22/PUU-V/2007 Dalam
Perspektif Filsafat Hukum”, artikel PERATURAN PERUNDANG-
dalam Jurnal Law Reform, Vol. 8, No. 2, UNDANGAN
Tahun 2013.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Ahmad Zazili, “Pengakuan Negara Indonesia Tahun 1945.
Terhadap Hak-hak Politik (Rigth to Vote) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003
Masyarakat Adat dalam Pelaksanaan tentang Mahkamah Konstitusi.
Pemilihan Umum”, Jurnal Konstitusi, Vol .9
No. 1, 2012., hlm. 136. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas undang-Undang
Anwar Tanjung Muhammad, Saraswati Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Retno. “Demokrasi dan Legitimasi Mantan Konstitusi.
Narapidana dalam Pemilihan Kepala Daerah
dan Pemilihan Umum” Jurnal Hukum Ius Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
Quia Iustum No. 2 Vol. 25 (Mei 2018) tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan.
Gaffar, Janedjri M., “Peran Putusan
Mahkamah Konstitusi dalam Perlindungan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
Hak Asasi Manusia terkait Penyelenggaraan tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pemilu.” Jurnal Konstitusi, Volume 10 Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Nomor 1, Maret 2013, halaman 001-032. 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,
Dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Kapitan, Rian Van Frits, “Kekuatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015
Mengikat Putusan Constitutional Review tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Mahkamah Konstitusi Terhadap Mahkamah Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan
Agung.” Jurnal Masalah-Masalah Hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Volume 44 Nomor 4, 2015, halaman 513. Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota
Saraswati, Retno, “Calon Perseorangan: Menjadi Undang-Undang.
Pergeseran Paradigma Kekuasaan Dalam
Pemilukada.” Jurnal Masalah-Masalah Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
Hukum Volume 40 Nomor 2, 2011, halaman 15 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas
196-201. Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan
Satya J. A. P, Ganda Surya, “Membangun Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Politik Hukum Pemilu Yang Demokratis Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil
Dengan Membumikan Konsep Negara Walikota.
Hukum Pancasila.” Jurnal Masalah-Masalah
19

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14- Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor


17/PUU-V/2007 Perihal Pengujian Undang- 15/PUU-VI/2008 Perihal Pengujian
Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan
Presiden, Undang-Undang Nomor 24 Tahun Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah terhadap UUD NRI Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah 4/PUU-VII/2009 Perihal Pengujian Undang-
Agung, Undang-Undang Nomor 32 Tahun Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Pemilihan Umum Anggota Dewan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
tentang Badan Pemeriksa Keuangan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakya
terhadap UUD NRI Tahun 1945.
t

19
20
21

You might also like