Professional Documents
Culture Documents
Abstract
The focus of this journal research study comes from the ruling of the constitutional court
number 4 / PUU-VII / 2009 and number 14-17 / PUU-V / 2007 which legitimizes former
corruption inmates to run in general elections. One of the problems that arises due to the
enactment of a democratic system is the debate about whether or not ex-narapida (former
prisoners) can be members of the legislature and executive who stick out in the discussion of
the election law. Rationale (ratio decidendi) of the decision of the Constitutional Court
namely; the right to elect and be elected by a person can only be revoked based on a court
decision not based on the provisions of the law; someone who has been serving a sentence
and is out of prison is essentially a person who has repented and regretted his actions, so that
it is inappropriate for him to be given more punishment through the provisions of a law which
prohibits running in regional head elections. On that basis the Constitutional Court gave the
right to former inmates to run for regional head. The Constitutional Court ruling has legal
consequences for former inmates who were previously not allowed to run as candidates for
regional heads. After the decision of the constitutional court the right of prisoners has the
same right to run in the election. This study provides the conclusion that a former corruption
convict also has the right to run in elections and that right cannot be eliminated unless there
is a decision that is inclined.
Key words: comstitutions, constitutional court, corruption, elections
Abstrak
Fokus kajian penelitian jurnal ini berasal dari putusan mahkamah konstitusi nomor 4/PUU-
VII/2009 dan nomor 14-17/PUU-V/2007 yang melegitimasi mantan narapidana korupsi
mencalonkan diri dalam pemilihan umum. Salah satu permasalahan yang timbul karena
berlakunya sistem demokrasi adalah perdebatan mengenai boleh tidaknya eks narapida (mantan
napi) bisa menjadi anggota legislatif dan eksekutif yang mencuat dalam pembahasan Undang-
Undang pemilu. Dasar pertimbangan (ratio decidendi) putusan Mahkamah Konstitusi yaitu;
hak memilih dan dipilih seseorang hanya bisa dicabut berdasarkan putusan pengadilan bukan
berdasarkan ketentuan undang-undang; seseorang yang telah menjalani hukuman dan keluar
dari penjara hakekatnya adalah orang yang sudah bertaubat dan menyesali perbuatanya,
sehingga tidak sepantasnya diberikan hukuman lagi melalui ketentuan undang-undang yang
melarang mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah. Atas dasar itu Mahkamah
Konstitusi memberikan hak kepada mantan narapidana untuk mencalonkan diri menjadi kepala
daerah. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mempunyai akibat hukum terhadap mantan
narapidana yang sebelumnya tidak diperkenankan untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala
daerah. Setelah adanya putusan mahkamah konstitusi hak narapidana mempunyai hak yang
sama untuk mencalonkan diri dalam pilkada.Kajian ini memberikan kesimpulan bahwa seorang
mantan narapidana korupsi juga memiliki hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum
dan hak tersebut tidak dapat dihilangkan kecuali apabila ada keputusan yang inkrah.
1
1
keadilan prinsip ini sangat diperlukan terpenuhi, barulah pemilu dapat dikatakan
agar seluruh rakyat memiliki hak yang berintegritas karena sesuai kriteria
sama untuk memilih dan dipilih. Selain konstitusi, penyelenggaraan pemilu yang
itu prinsip ini juga diperlukan agar berintegritas merupakan harapan bagi
seluruh peserta pemilihan umum, baik negara demokrasi seperti di Indonesia
yang berupa partai politik, perorangan, untuk menghadirkan pejabat yang juga
maupun independen mendapat perlakuan berintegritas. Untuk itu diperlukan
yang sama dari pelaksanaan pemilihan sinergitas oleh pihak terkait (stakeholder)
umum. Tanpa keadilan, maka tidak ada dalam penyelenggaraan pemilu, di
jaminan bahwa kedaulatan rakyat dapat Indonesia penyelenggara Pemilu meliputi
direalisasikan. Kedua, kejujuran bukan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan
hanya perlu ditujukan kepada pelaksanaan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan
pemilihan umum sehingga hasil pemilihan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan
umum akan sah (legitimate) karena tidak Umum (DKPP). Dengan model tiga
terjadi kecurangan administrasi dan lembaga penyelenggara pemilu sebagai
perhitungan, tetapi juga perlu ditujukan satu kesatuan fungsi penyelenggara pemilu
juga oleh para peserta pemilu (baik partai, telah meningkatkan sistem check and
perorangan, maupun kelompok balances diantara penyelenggara pemilu.
independen) dan para pemilih. Pengujian undang-undang ini
Ketiga, umum prinsip ini mengandung dilakukan MK berdasarkan permohonan
pengertian bahwa seluruh rakyat tanpa yang diajukan oleh pemohon yang dalam
kecali memiliki hak untuk memilih. hal ini merupakan warga negara yang
Prinsip umum ini dikemukakan untuk menganggap hak dan/atau kewenangan
menjaminhilangnya berbagai faktor yang konstitusionalnya dirugikan oleh
pada masa lalu sering menjadi dasar berlakunya undang-undang. Hak
diskriminasi, antara lain karena faktor konstitusional adalah hak yang diatur
status sosial, warna kulit dan ras, jenis dalam UUD NRI Tahun 1945. Hak
kelamin, agama, pandangan politik dan konstitusional warga negara yang banyak
sebagainya. Keempat, bebas prinsip ini dirugikan dengan adanya undang-undang
sangat esensial untuk menjamin agar tertentu adalah terkait dengan hak politik.
pemilu tidak dilaksanakan dengan cara Indonesia adalah negara demokrasi,
intimidai. Rakyat harus memiliki konstitusional. Dalam sebuah negara
kebebasan mengekspresikan pilihan demokrasi, pemilihan umum, termasuk
politiknya karena prinsip ini akan pemilihan kepala daerah (pemilukada)
menjamin diperoehnya informasi tentang merupakan sarana untuk mewujudkan
kehendak rakyat yang sesungguhnya, kedaulatan rakyat untuk berperan aktif
berkenaan dengan siapa-siapa yang dalam penyelenggaraan negara. Pemilihan
dipercaya menjadi wakil atau menjadi umum di Indonesia merupakan sarana
pejabat politik oleh rakyat, sekaligus apa untuk membentuk pemerintahan yang
ideologi, program dan aktivitas politik demokratis melalui mekanisme yang jujur
yang dipilih oleh senbagian besar besr dan adil. Eksistensi pemilihan umum
rakyat. diakui oleh negara penganut asas
Kelima, kerahasiaan pilihan adalah kedaulatan rakyat, dan diadakan di semua
prinsip pemilu yang sangat penting karena jenis tataran politik baik sistem demokrasi,
prinsip ini menjamin pemilih tidak akan otoriter maupun totaliter. Oleh beberapa
mendapat intimidasi dan juga intervensi negara demokrasi, pemilihan umum
dari pihak luar karena pilihan politiknya. dianggap sebagai lambang dan juga tolok
Ketujuh, langsung rakyat harus langsung ukur dari sistem demokrasi Mahkamah
memilih pilihan politiknya. Karena itu Konstitusi (MK) yang merupakan lembaga
administrasi pemilu dirancang sedemikian yang terbentuk sebagai salah satu
rupa sehingga setiap orang termasuk konsekuensi perubahan dari supremasi
penyandang cacat, dapat langsung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
memilih tanpa perlu mewakilkannya menjadi supremasi konstitusi1 dan
kepada orang lain. Jika unsur diatas merupakan salah satu pelaku kekuasaan
3
kontrol terhadap konstitusi dan praktik intimidasi, dan ketidakjujuran. Pemilu dan
bernegara. Pemilu belum dimaknai secara pemilukada adalah cara menjinakkan kekerasan
lebih komprehensif sebagai cara yang sekalipun untuk menang sebagai pemimpin. Hal
berbudaya untuk menumbuhkan nilai-nilai ini menggantikan cara-cara pertumpahan darah
kejujuran, ketertiban, dan keadilan, tetapi seperti yang dilakukan raja-raja terdahulu
lebih mengedepankan keinginan untuk dalam perebutan kekuasaan.Dalam situasi
menang dengan segala cara, sekalipun demikian, rakyat menjadi obyek sasaran yang
melanggar norma hukum yang telah memangkas kebebasan rakyat tidak kuasa lagi,
ditetapkan. Padahal, jika pemilu dan sehingga kontradiktif dengan makna demokrasi
pemilukada sebagai proses pembudayaan, itu sendiri yang dimaknai dari rakyat, oleh
maka ia tidak menghendaki kekerasan, rakyat, dan untuk rakyat
.Pembahasan memuat beberapa ketentuan tentang
penghormatan HAM warga negara. Sehingga
A. Analisis Perlindungan Hak Asasi pada praktek penyelenggaraan negara,
perlindungan atau penjaminan terhadap HAM
Manusia terhadap Calon Legislatif
dan hak-hak warga Negara (citizen’s rights)
Mantan Narapidana Korupsi atau hak-hak constitusional warga Negara (the
citizen’s constitusional rights) dapat terlaksana.
Maraknya kepala daerah yang tersangkut Hak-hak warga negara (citizen’s rights) yang
kasus korupsi dan menjadi tersangka Komisi di atur negara meliputi (a) Hak untuk hidup; (b)
Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi salah Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
satu alasan KPU mengeluarkan terobosan (c) Hak mengembangkan diri; (d) Hak
melarang napi kasus korupsi nyaleg. KPU memperoleh keadilan; (e) Hak atas kebebasan
menggunakan payung hukum Undang- pribadi; (f) Hak atas rasa aman; (g) Hak atas
Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang kesejahteraan; (h) Hak turut serta dalam
Pemilihan Umum (UU Pemilu) dalam pemerintahan; (i) Hak wanita; dan (j) Hak anak.
menerbitkan PKPU. Pada poin (h) secara nyata Negara memberikan
Dalam UU Pemilu, eks terpidana korupsi pengakuan kepada setiap warga Negara untuk
memang tidak dilarang maju sebagai caleg. ikut serta dalam pemerintahan yakni adanya hak
Namun, menurut KPU terpidana kasus politik, meliputi hak memilih dan dipilih.
korupsi bisa dikategorikan sebagai kejahatan Hak dipilih secara tersurat diatur dalam
luar biasa atau sebagaimana kejahatan UUD 1945 mulai Pasal 27 ayat (1) dan (2);
narkotika dan kejahatan seksual terhadap Pasal 28, Pasal 28D ayat (3), Pasal 28E ayat (3).
anak. KPU menyiapkan dua opsi untuk Pengaturan ini menegaskan bahwa negara harus
melarang mantan napi kasus korupsi menjadi memenuhi hak asasi setiap warga negaranya,
caleg. Kedua opsi ini memiliki substansi yang khusunya dalam keterlibatan pemerintahan
sama, namun berbeda pada redaksional di untuk dipilih dalam event pesta demokrasi yang
PKPU. Pada opsi pertama, larangan akan meliputi Pemilu, Pilpres dan Pilkada.
dimasukkan dalam substansi pasal 8 ayat (1) International Covenant On Civil And Political
huruf J rancangan PKPU. Pada pasal itu, akan Rights (ICCPR 1966) berkaitan dengan hak
disebutkan secara tegas bahwa ‘bakal calon politik warga negara menegaskan dalam Pasal
anggota legislatif (caleg) bukan mantan 25 bahwa “Setiap warga negara harus
narapidana kasus korupsi’. Sedangkan opsi mempunyai hak dan kesempatan yang sama
kedua akan diberlakukan pada parpol. Di untuk tanpa pembedaan apapun dan tanpa
PKPU, setiap parpol diwajibkan untuk pembatasan yang tidak wajar untuk
menjalankan rekrutmen caleg secara berpartisipasi dalam menjalankan segala urusan
transparan dan bersih. Dalam hal ini, parpol umum baik secara langsung maupun melalui
tidak diperbolehkan mengusung caleg yang wakil-wakil yang dipilih secara bebas,
terbukti merupakan mantan napi kasus selanjutnya untuk memilih dan dipilih pada
korupsi. pemilihan berkala yang bebas dan dengan hak
Pada dasarnya Indonesia merupakan pilih yang sama dan universal serta diadakan
Negara menjunjung tinggi pelaksanaan Hak melalui pengeluaran suara tertulis dan rahasia
Asasi Manusia (HAM). Sikap tersebut yang menjamin para pemilih untuk menyatakan
nampak dari Pancasila dan UUD 1945, yang
5
6
kehendak mereka dengan bebas, dan untuk yang sama dalam pemerintahan. Oleh karena
mendapatkan pelayanan umum di negaranya itu, seharusnya mantan narapidana juga berhak
sendiri pada umumnya atas dasar persamaan. mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif.
Ketentuan di atas ditujukan untuk Pasal 43 Undang-Undang Nomor 39
menegaskan bahwa hak politik, memilih dan Tahun 1999 pada bagian kedelapan mengatur
di pilih merupakan hak asasi. Pembatasan, tentang Hak Turut Serta dalam Pemerintahan.
penyimpangan, peniadaan dan penghapusan Ketentuan tersebut merupakan landasan penting
hak tersebut merupakan bentuk pelanggaran bagi warga masyarakat yang memberikan
hak asasi warga negara. RechtsVinding Online kesempatan bagi warga
Menurut ketentuan Pasal 23 ayat (1) untuk melaksanakan hak asasinya dalam
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM partisipasi publik pada proses penyelenggaraan
dinyatakan bahwa “Setiap orang bebas untuk pemerintah yang demokratis di Indonesia.
memilih dan mempunyai keyakinan Bahwa semua warga negara akan diperlakukan
politiknya”. Lebih lanjut menurut ketentuan sama dalam penyelenggaraan negara.
Pasal 43 ayat (1) UU ini, dinyatakan bahwa Persamaan tersebut mengimplikasikan bahwa
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan semua lapisan masyarakat mempunyai hak yang
memilih dalam pemilihan umum berdasarkan sama untuk mendapatkan kesempatan dalam
persamaan hak melalui pemungutan suara penyelenggaraan pemerintahan tanpa adanya
yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur pembedaan. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang
dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
perundangundangan”. Kedua ketentuan pasal Manusia menyatakan bahwa setiap warga
di atas jelas menunjukkan adanya jaminan negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam
yuridis yang melekat bagi setiap warga Pemilu, berdasarkan persamaan hak melalui
Negara Indonesia itu sendiri untuk pemungutan suara yang langsung, umum,
melaksanakan hak memilihnya. bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan
Perbedaan HAM berdasarkan objek ketentuan peraturan perundang-undangan.
dan kepentingannya atau penggolongan hak- Selanjutnya, Pasal 43 ayat (3) menyebutkan
hak asasi yang terkait dengan hak mantan bahwa setiap warga negara dapat diangkat
narapidana, yaitu hak-hak asasi politik atau dalam setiap jabatan pemerintahan. Perumusan,
political rights, yakni hak untuk ikut serta pemuatan, serta pelaksanaan pasal-pasal
dalam pemerintahan, seperti hak pilih pembatasan terhadap mantan narapidana dapat
(memilih dan dipilih dalam pemilihan umum), dikategorikan sebagai pelanggaran hak-hak
hak mendirikan partai politik, organisasi asasi manusia sebagaimana dinyatakan dalam
kemasyarakatan dan sebagainya. Perihal Ketentuan Umum angka 6, Undang-Undang
mantan narapidana yang mengajukan diri Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
sebagai calon legislatif merupakan hak politik Manusia, yakni setiap perbuatan seseorang atau
dari mantan narapidana tersebut untuk dipilih kelompok orang termasuk aparat negara baik
dalam pemilu, dan hak untuk mendapatkan disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian
perlakuan yang sama dalam hukum dan yang secara melawan hukum mengurangi,
pemerintahan. Ikut sertanya mantan menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
narapidana tersebut merupakan HAM hak asasi manusia seseorang atau kelompok
mendasar, bahwa manusia mempunyai hak orang yang dijamin oleh undang-undang ini,
dan kewajiban yang sama, dan dijamin dalam dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan
Deklarasi HAM, Konvensi Internasional, tidak akan memperoleh penyelesaian hukum
UUD NRI 1945, dan berbagai peraturan yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme
perundang-undangan nasional lainnya. Pada yang berlaku. 3
prinsipnya tiap hak yang dimiliki oleh kesempatan bagi warga untuk melaksanakan
seseorang sebagai subjek hukum di dalam hak asasinya dalam partisipasi publik pada
satu masyarakat dengan serta merta membawa proses penyelenggaraan pemerintah yang
kewajiban-kewajiban tertentu, baik terhadap demokratis di Indonesia. Bahwa semua warga
seluruh masyarakat atau negara yang negara akan diperlakukan sama dalam
melindunginya selaku warga negara maupun penyelenggaraan negara. Persamaan tersebut
terhadap sesama manusia. Setiap warga mengimplikasikan bahwa semua lapisan
negara juga berhak memperoleh kesempatan masyarakat mempunyai hak yang sama untuk
7
yang akan bersaing di Pemilu 2019. Ini artinya Negara menjamin setiap warga
Penggaransian ini dimaksudkan agar wakil- negaranya untuk mendapatkan hak untuk duduk
wakil rakyat yang kelak akan duduk di dalam pemerintahan baik sebagai Bupati,
parlemen benar-benar mempunyai kapabilitas Walikota, gubernur atau Presiden.
dan integritas. Tujuan pemilihan umum adalah untuk
Pengaturan semacam itu dapat menerapkan prinsip-prinsip
dirumuskan dalam anggaran dasar atau demokrasi dengan cara memilih wakil rakyat di
anggaran rumah tangga (AD/ART) partai. Hal badan legislative atau memilih
ini mendesak untuk dilakukan karena parpol kepala daerah di bidang eksekutif. Pelaksanaan
merupakan satu-satunya kendaraan bagi demokrasi melalui pemilu dan
masyarakat untuk memilih wakil rakyat di pemilukada diharapkan berlangsung secara
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota sehat jujur, adil dan demokratis sesiai
pada pesta demokrasi nasional. dengan semangat perundang-undangan yang
Dalam Undang-Undang Pemilu yang telah ditetapkan.
sudah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi Standar acuan untuk mewujudkan
menyebutkan persyaratan bakal calon anggota pemilu yang benar-benar demokratis,
DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/ yaitu dalam pelaksanaan pemilu:
Kota yang tertuang pada Pasal 50 ayat 1 a. Harus memberikan kesempatan kepada
menyebutkan sebagai berikut: semua partai politik untuk bersaing
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD secara bebas, jujur, dan adil.
Kabupaten/Kota harus memenuhi persyaratan: b. Benar dimaksudkan untuk memilih wakil
a. Warga Negara Indonesia yang telah rakyat yang berkualitas,
berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih. berintergritas moral dan mencerminkan
b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. kehendak rakyat.
c. Bertempat tinggal di wilayah Negara c. Harus melibatkan semua warga Negara tanpa
Kesatuan Rebuplik Indonesia. terkecuali, sehingga rakyat
d. Cakap berbicara, membaca, dan menulis benar-benar mempunyai kepercayaan bahwa
dalam bahasa Indonesia. dirinya merupakan perwujudan
e. Berpendidikan paling rendah tamat Sekolah dari kedaulatan rakyat.
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah d. Dilaksanakan berdasarkan peraturan yang
(MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), mendukung kebebasan dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau kejujuran, sehingga dengan adanya undang-
bentuk lain yang sederajat. undang yang memberi
f. Setia kepada Pancasila sebagai dasar kesempatan kebebasan pada warga Negara,
negara, Undang-Undang Dasar Negara peluang kearah pemilu yang
Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita demokratis dapat dicapai.
proklamasi 17 Agustus 1945. e. Mempertimbangkan instrumen
Salah satu perwujudan Negara penyelenggaranya, karena sangat mungkin
demokrasi adalah adanya system kepentingan-kepentingan penyelenggara akan
pemilu/pilkada yang memberikan hak kepada mengganggu kemurnian
rakyat untuk memilih dan dipilih secara pemilu.
demokratis. Pemilihan umum yang f. Pada persoalan yang lebih filosofis, pemilu
dilaksanakan di Indonesia merupakan sarana hendaknya lebih ditekankan pada
untuk membentuk pemerintahan yang manifestasi hak masyarakat untuk menciptakan
demokratis melalui mekanisme yang jujur dan partisipasi masyarakat dalam
adil.10 Kegiatan pemilihan umum (general pemerintahan.12
election) dan atau pilkada juga merupakan Sebagai bagian dari sistem pemilu,
salah satu cara penyaluran hak asasi manusia Pemilihan kepala daerah (pemilukada)
yang sangat prinsipil yaitu hak untuk memilih merupakan aktualisasi demokrasi di daerah.
dan dipilih. Sebagaimana yang dicantukan Dalam perpektif filosofis, munculnya ide
dalam Pasal 28 huruf D UUD NRI 1945 tentang pilkada secara langsung pada dasarnya
“Setiap warga negara berhak memperoleh merupakan proses lanjut dari keinginan kuat
kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. untuk memperbaiki kualitas demokrasi di
9
10
mengeluarkan Peraturan KPU tersebut aturan umum. Perbedaanya jika hak dipilih
merupakan salah satu langkah untuk sebagai kepala daerah yang dicabut berdasarkan
mengurangi korupsi pada tataran pejabat Pasal 7 huruf g UU No. 8 Tahun 2015 dilakukan
publik (legislatif/eksekutif). Alasan KPU oleh pembentuk undang-undang, sedangkan hak
mengeluarkan Peraturan KPU tersebut dipilih yang dicabut dari terpidana berdasarkan
merupakan semangat untuk menghadirkan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 KUHP
Pemilu yang berintegritas dengan mengacu dilakukan dengan putusan hakim. Dengan
pada Pasal 4 huruf b UU Pemilu yaitu demikian, pencabutan hak pilih seseorang
mewujdukan Pemilu yang adil dan hanya dapat dilakukan dengan putusan hakim
berintegritas. Namun menjadi persoalan sebagai hukuman tambahan. Undang-undang
bahwa Peraturan KPU itupun juga mendapat tidak dapat mencabut hak pilih seseorang,
pertentangan dari pemerintah, Bawaslu, dan melainkan hanya memberikan pembatasan-
DKPP. Dalam proses penyusunanya-pun pembatasan yang tidak bertentangan dengan
Peraturan KPU No. 20 tahun 2018 tersebut UUD 1945, Pasal 28 J ayat (2) menyebutkan
hampir tidak ingin di undangkan oleh “pembatasan dapat dilakukan dengan maksud
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
HAM), sebelum akhirnya tetap di undangkan penghormatan atas hak dan kebebasan orang
dengan melalui proses harmonisasi, meskipun lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil
secara substansi pelarangan narapidana tetap sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
dilakukan. agama, kemanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis. Jika dikaitkan
C. Ratio Decidendi Putusan dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang
Mahkamah Konstitusi No. Pemasyarakatan, dalam perspektif sosiologis
42/PUU-XIII/2015 dan filosofis penggantian penjara kepada
Ratio Decidendi atau dasar pertimbangan pemasyarakatan dimaksudkan bahwa
Mahkamah Konstitusi dalam memberikan pemidanaan selain untuk penjeraan juga
putusan terhadap pengujian Pasal 7 huruf g merupakan suatu usaha rehabilitasi dan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015, reintegrasi sosial. Secara sosiologis dan
sebagai berikut: filosofis sistem pemasyarakatan memandang
Pertama, Pasal 7 huruf g UU Nomor 8 Tahun narapidana sebagai subyek hukum yang tidak
2015 yang menentukan “tidak pernah dijatuhi berbeda dengan manusia lainya yang sewaktu-
hukuman pidana penjara berdasarkan putusan waktu dapat melakukan kesalahan dan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan kekhilafan yang dapat dikenai pidana.
hukum tetap karena melakukan tindak pidana Pemidanaan adalah suatu upaya untuk
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) menyadarkan narapidana agar menyesali
tahun atau lebih”. Menurut Mahkamah perbuatanya, mengembalikan menjadi warga
ketentuan tersebut merupakan bentuk masyarakat yang baik, taat kepada hukum,
pengurangan hak atas kehormatan, yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai agama, moral
dipersamakan dengan pencabutan hak-hak keamanan dan ketertiban, dan dapat aktif
tertentu. Ketika Pasal 7 huruf g UU No. 8 berperan kembali dalam pembangunan, serta
Tahun 2015 menentukan bahwa calon kepala dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara
daerah harus memenuhi persyaratan tidak yang baik dan bertanggungjawab sebagimana
dijatuhi pidana karena melakukan tindak juga dipertimbangkan dalam Putusan MK
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 Nomor 4/PUU-VII/2009, yang member syarat
(lima) tahun atau lebih maka sama artinya lima tahun setelah narapidana menjalani
seseorang yang pernah dijatuhi pidana karena hukuman, kecuali mantan narapidana tersebut
melakukan tindak pidana yang diancam dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau dengan memenuhi syarat tertentu antara lain
lebih dicabut haknya untuk dipilih dalam mengumumkan secara terbuka di hadapan
pemilihan kepala daerah. Hal ini sebangun umum bahwa yang bersangkutan pernah
dengan ketentuan Pasal 35 ayat (1) angka 3 dijatuhi pidana penjara, hal ini diperlukan agar
KUHP bahwa hak memilih dan dipilih dalam rakyat atau para pemilih mengetahui keadaan
pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan- yang bersangkutan.
13
15
16
orang yang telah menyesali perbuatannya, tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
telah bertaubat, dan berjanji untuk tidak Kemudian hak-hak yang dapat dicabut dengan
mengulangi perbuatannya lagi. Dengan putusan hakim diatur dalam Pasal 35 ayat (1)
demikian, seseorang mantan narapidana KUHP
yanng sudah bertaubat tersebut tidak tepat jika Dalam hal pencabutan hak sebagaimana diuraikan
diberikan hukuman lagi oleh undang-undang diatas, keharusan adanya pembatasan jangka
seperti yang ditentukan dalam Pasal 7 huruf g waktu yang ditentukan dalam hal ini ditegaskan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015. Akan dalam Pasal 38 Ayat (1)dan (2) KUHP Dalam
tetapi apabila putusan pengadilan menyatakan kerangka ini, pencabutan hak politik di Indonesia
bahwa seseorang itu dihukum dengan mendapat tempat dalam hukum positif sepanjang
pencabutan hak tersebut disertai dengan jangka
pencabutan hak politiknya, maka dengan
waktu sampai kapan hak tersebut akan dicabut.
putusan pengadilan yang telah berkekuatan
Oleh hotma sibuea dalam Warih Anjari19, Dalam
hukum tetap. Dalam perspektif Negara hukum
perspektif hukum tata negara penerapan pidana
demokratis, maka akibat hukum dari putusan tambahan berupa pencabutan hak memilih dan
Mahkamah Konstitusi merupakan suatu dipilih (hak politik) sepanjang tidak bersifat
kewajiban hukum karena berkaitan dengan permanen tidak melanggar HAM. Apalagi
pemenuhan hak-hak konstitusional warga dijatuhkan terhadap terpidana korupsi yang sangat
negara yang dijamin dan dilindungi oleh UU merugikan masyarakat. HAM berbeda dengan hak
NRI 1945 sebagai hukum tertinggi Negara politik. HAM adalah hak seluruh umat manusia,
Indonesia. dipilih dan dipilih, merupakan jenis sedangkan hak politik adalah hak dalam
hukum pidana tambahan yang diatur dalam kedudukan warga negara dari suatu negara
KUHP. Selebihnya diterangkan dalam Pasal 10 tertentu. Hak tersebut berupa hak untuk memilih
menyatakan, Pidana Pokok, Yaitu: pidana mati, dan dipilih untuk menduduki jabatan publik. Hak
pidana penjara, pidana kurungan, dan pidana politik dapat dibatasi dengan pencabutan yang
denda; Pidana tambahan, yaitu: pencabutan hak bersifat temporer
.
Simpulan
Larang mantan narapidana kasus pembuat Undang-Undang Nomor 7 Tahun
korupsi maju sebagai caleg ditolak dirasa 2017 tentang Pemilu serta Hak Politik setiap
akan menabrak substansi yang termaktub individu yang dijamin Konstitusi. Sebab
pada pasal 240 UU Pemilu. Disebutkan, Hak Asasi yang melekat pada diri manusia
mantan napi korupsi dibolehkan yang dianugerahkan tuhan di sepanjang
mencalonkan diri dengan syarat telah lima hidupnyadan tidak dapat terpisahkan. Ratio
tahun bebas dari penjara dan keharusan Decidendi atau dasar pertimbangan
mengumumkan kepada publik sebagai Mahkamah Konstitusi dalam memberikan
mantan narapidana. Melihat Uji Materi pada putusan terhadap pengujian Pasal 7 huruf g
3 pasal di UU Pemilu dan UU Pemda pada UU Nomor 8 Tahun 2015 yakni seseorang
Uji materi diajukan Robertus, eks terpidana yang telah menjalani hukuman dan keluar
kasus pembunuhan di Pagar Alam, Sumatera dari penjara atau lembaga pemasyarakatan
Selatan. Dalam putusannya, MK pada dasarnya adalah orang yang telahm
memperbolehkan mantan terpidana dengan menyesali perbuatannya, telah bertaubat,
ancaman hukuman 5 tahun penjara atau dan berjanji untuk tidak mengulangi lagi
lebih dapat penjadi peserta pemilu. perbuatannya. Dengan demikian, seorang
Sehingga Pelanggaran HAM mantan narapidana yang sudah bertaubat
mungkin akan terjadi karena KPU tersebut tidak tepat jika diberikan hukuman
menghilangkan hak para pesakitan untuk lagi oleh Undangundang seperti yang
dipilih sebagai legislator. Seseorang ditentukan dalam Pasal 7 huruf g UU
memang belum dianggap baik hanya jika Nomor 8 Tahunm2015.
mantan narapidana itu belum selesai masa Akibat hukum Putusan MK No.
hukumannya. Jika dia sudah menjalani 42/PUU-XIII/2015 bahwa seseorang mantan
hukuman tetapi masih belum dianggap baik narapidana yang sudah bertaubat tersebut
maka ada penghukuman seumur hidup. Hal tidak tepat jika diberikan hukuman lagi.
ini tak sesuai dengan intensi DPR selaku Akibat hukum dari putusan Mahkamah
17
18
19
20
21