Professional Documents
Culture Documents
FAILIN
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Putri Maharaja Payakumbuh
Canduang Koto Laweh Kecamatan Canduang Kabupaten Agam Sumatera Barat
e-mail: failin.alin87@gmail.com
Abstract
Renewal of criminal law in the context of improving the punishment system is still
continuing. Of the many things to be updated, one important thing in the penal system is also crucial
provided in the reform of Indonesian criminal law is the structural punishment system. This is
something that should be included in the concept of reform of criminal law. Barda Nawawi termed
as an integral policy in the handling crime to mention the importance of structural punishment
system, which also means integral policy in the punishment system. The problems that arise are how
the criminal system and punishment in the current Penal Code and the Criminal System and
Penalties in the New Criminal Code Concept as Part of the Renewal of Indonesian Penal Law.
While the research method The type of research conducted is legal juridical Normative research
that is about what the concept of punishment system in the renewal of criminal law in Indonesia that
is by collecting data normatively and what is in the Act related to criminal law. In this paper we
discussed it can be simply described, so far in the criminal system in Indonesia the focus of criminal
offense and criminal responsibility is on the direct individuals involved in the criminal process.
Where is often the involvement of other parties besides the individual concerned who can also be
held accountable as the impact of the occurrence of a crime. A concrete example, if a child commits
a criminal offense, his / her "criminal" is not only granted to the child, but to his / her parents even
if the criminal sanction is for example a fine of fines. This is because using the logic that the child is
still the responsibility of parents, so that parents are also responsible for the actions of his son.
Keywords: criminal system, punishment, renewal of criminal law
Abstrak
Pembaharuan hukum pidana dalam rangka penyempurnaan sistem pemidanaan masih terus
dilakukan. Dari sekian banyak hal yang akan diperbarui, satu hal penting dalam sistem pemidanaan
yang juga krusial disediakan dalam pembaruan hukum pidana Indonesia adalah sistem pemidanaan
struktural. Ini merupakan hal yang sebetulnya patut dimasukkan dalam konsep pembaruan hukum
pidana. Barda Nawawi mengistilahkan sebagai kebijakan integral dalam penanggulangan
kejahatan untuk menyebut pentingnya sistem pemidanaan struktural, yang mengandung arti pula
kebijakan integral dalam sistem pemidanaan. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana sistem
pidana dan pemidanaan dalam KUHP Sekarang serta melihat Sistem Pidana Dan Pemidanaan
Dalam Konsep KUHP Baru Sebagai Bagian Dari Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia.
Sedangkan metode penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum Yuridis
Normatif yang bersifat tentang apa yang menjadi konsep sistem pemidanaan dalam pembaharuan
hukum pidana di Indonesia yakni dengan mengumpulkan data secara normatif dan apa yang ada
dalam Undang-undang terkait dengan hukum pidana. Dalam penulisan ini yang dibahas adalah
Secara sederhana bisa digambarkan, selama ini dalam sistem pemidanaan di Indonesia fokus tindak
pidana dan pertanggungjawaban pidana ada pada individu-individu langsung yang terlibat dalam
proses tindak pidana. Padahal sering ada keterlibatan pihak lain selain individu bersangkutan yang
juga dapat dimintai pertanggungjawaban sebagai dampak dari terjadinya suatu tindak pidana.
Contoh konkret, bila seorang anak melakukan tindak pidana, "pidana"-nya tidak hanya diberikan
pada anak tersebut, tetapi pada orang tuanya meskipun pidana yang dijatuhkan misalnya berupa
pidana denda. Ini karena menggunakan logika bahwa anak masih merupakan tanggung jawab
Naskah diterima: 31 Agustus 2017, direvisi: 07 Sebtember 2017, disetujui untuk terbit: 10 Sebtember 2017
14
Failin: Sistem Pidana dan Pemidanaan di dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
orang tua, sehingga orang tua juga bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan
anaknya.
Kata kunci: Sistem Pidana, pemidanaan, pembaharuan hukum pidana
bersentuhan langsung dengan hajat hidup
PENDAHULUAN
orang banyak dan berlaku secara umum.
Hukum merupakan suatu pedoman
yang mengatur pola hidup manusia yang Masalah pidana dan pemidanaan itu
memiliki peranan penting dalam sendiri merupakan obyek kajian dalam
mencapai tujuan ketentraman hidup bagi bidang hukum pidana yang disebut
masyarakat. Oleh karena itulah, hukum hukum penitensier (penitensier recht).
mengenal adanya adagium ibi societes ibi Oleh karena persoalan hukum pidana
yang dikupas atau dibahas dalam hukum
ius. Adagium ini muncul karena hukum
ada karena adanya masyarakat dan penitensier adalah menyangkut masalah
hubungan antar individu dalam pidana dan pemidanaan, maka hukum
bermasyarakat. Hubungan antar individu penitensier itu sendiri dalam arti sempit
dalam bermasyarakat merupakan suatu dapat diartikan sebagai segala peraturan-
hal yang hakiki sesuai kodrat manusia peraturan positif mengenai sistem pidana
yang tidak dapat hidup sendiri karena (strafstelsel). Sedangkan dalam arti luas,
manusia adalah makhluk polis, makhluk hukum penitensier dapat diartikan sebagai
yang bermasyarakat (zoon politicon).1 bagian hukum pidana yang menentukan
dan memberi aturan tentang sanksi
Semua hubungan tersebut diatur oleh (sistem sanksi) dalam hukum pidana,
hukum, semuanya adalah hubungan yang meliputi baik strafstelsel maupun
hukum (rechtsbetrekkingen).2 Maka untuk maatregelstelsel (sistem tindakan) serta
itulah dalam mengatur hubungan- kebijaksanaan. Jadi dalam usaha untuk
hubungan hukum pada masyarakat mempertahankan dan menyelenggarakan
diadakan suatu kodifikasi hukum yang ketertiban, serta melindunginya dari
mempunyai tujuan luhur yaitu perkosaan-perkosaan (pelanggaran-
menciptakan kepastian hukum dan pelanggaran) terhadap berbagai
mempertahankan nilai keadilan dari kepentingan hukum, maka negara diberi
subtansi hukum tersebut. Sekalipun telah hak dan kekuasaan untuk menjatuhkan
terkodifikasi, hukum tidaklah dapat statis pidana serta hak dan kekuasaan untuk.
karena hukum harus terus menyesuaikan menjatuhkan tindakan dan
diri dengan masyarakat, apalagi yang kebijaksanaan. 3
hukum yang harus ditegakkan oleh atas delik, dan ini berujud suatu stapa
negara.8 yang dengan sengaja ditimpakan negara
Sementara itu Prof Simon juga pada pembuat delik itu.12
mengartikan pidana (straf) sebagai suatu Dalam memberikan pemahaman
penderitaan yang ditimpakan kepada terhadap konsep pidana, maka setelah
seseorang, penderitaan tersebut oleh mengemukakan berbagai definisi,
undang-undang pidana dikaitkan dengan akhirnya Prof Muladi ampai kepada
telah terjadinya pelanggaran terhadap sebuah kesimpulan lentang unsur-unsur
suatu norma, yang dengan suatu putusan atau ciri-ciri yang terkandung di dalam
hakim telah dijatuhkan bagi seseorang pidana, yaitu:13
yang bersalah.9
a. Pidana itu pada hakikatnya
Kedua ahli hukum pidana Belanda ini merupakan suatu pengenaan
memiliki pandangan yang sama dalam penderitaan atau nestapa atau
memberikan batasan tentang pidana, yang akibat-akibat lain yang tidak
pada hakikatnya adalah suatu penderitaan. menyenangkan;
Namun harus dipahami, bahwa b. Pidana itu diberikan dengan
penderitaan tersebut bukanlah merupakan sengaja oleh orang atau badan
suatu tujuan; melainkan hanyalah semata- yang mempunyai kekuasaan (oleh
mala sebagai alat yang digunakan oleh yang berwenang);
negara untuk mengingatkan agar orang c. Pidana itu dikenakan kepada
tidak melakukan kejahatan.10 seseorang yang telah melakukan
Para ahli hukum pidana Indonesia tindak pidana menurut undang-
ternyata juga memiliki pandangan yang undang.
sama dengan dalam memahami dan Terdapat kesamaan pendapat dalam
memberikan alasan terhadap konsep memahami pengertian pidana, di mana
pidana. Menurul Prof Sudarto, secara salah satu karakteristiknya adalah adanya
tradisional pidana dapat didefinisikan pengenaan nestapa atau penderitaan
sebagai nestapa yang dikenakan oleh dengan sengaja. Ciri ini erat kaitannya
negara kepada seseorang yang melakukan dengan sifat hukum pidana yang dengan
pelanggaran terhadap ketentuan undang- sengaja mengenakan penderitaan dalam
undang, sengaja agar rasakan sebagai mempertahankan norma-norma yang
nestapa.11 Sementara itu, Prof Roeslan diakui di dalam hukum. Pemberian
Saleh mengartikan pidana sebagai reaksi nestapa atau penderitaan yang (sengaja
dikenakan kepada seorang pelaku yang
8
Lihat Lamintang, Op.Cit, Hlm.34 melanggar ketentuan-ketentuan hukum
9
Ibid, Hlm. 34-35. pidana adalah dimaksudkan untuk
10
Andi Hamzah, 1986, Sistem Pidana
danPemidanaan di Indonesia: dari rettribusi ke
12
reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 34 Roeslan Saleh, 1987, Stesel Pidana
11
Sudarto, 1996, Kapita Selekta Hukum Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, Hlm. 5
13
Pidana, Alumni, Bandung, Hlm. 109-110. Muladi, Op.Cit, Hlm. 6
hukum pidana ialah suatu usaha untuk Termasuk dalam masalah kebijakan
membuat peraturan (pidana) menuju yang dalam menetapkan sanksi pidana,
lebih baik, tidak hanya melakukan kebijakan menetapkan pidana dalam
pengaturan tingkah laku masyarakat, perundang-undangan. Kebijakan legislatif
namun juga menciptakan masyarakat merupakan tahap yang paling strategis
yang sejahtera. Hal ini berarti dilihat dari keseluruhan proses kebijakan,
pembaharuan hukum pidana merupakan untuk mengoperasionalkan hukum pidana.
bagian yang tak terpisahkan dari Pada tahap inilah dirumuskan garis-garis
kebijakan hukum pidana. kebijakan sistem pidana dan pemidanaan,
Usaha pembaharuan hukum di yang sekaligus merupakan landasan
Indonesia yang sudah dimulai sejak legalitas bagi tahap-tahap berikutnya,
proklamasi kemerdekaan tanggal 17 yaitu tahap penerapan pidana oleh badan
Agustus 1945, melalui Undang-Undang pengadilan dan tahap pelaksanaan pidana
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun oleh aparat pelaksana pidana.20
1945 (UUD NRI 1945) tidak dapat Latar belakang dan urgensi
dilepaskan dari landasan dan sekaligus diadakannya pembaharuan hukum pidana
tujuan nasional yang ingin dicapai seperti dapat ditinjau dari aspek sosiopolitik,
dirumuskan dalam Pembukaan UUD sosiofilosofis, sosiokultural, atau dari
1945, khususnya alinea ke empat. berbagai aspek kebijakan (khususnya
Dari perumusan tujuan nasional yang kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan
tertuang dalam alinea ke empat UUD kebijakan penegakan hukum). Dengan
1945 tersebut, dapat diketahui dua tujuan demikian, pembaharuan hukum pidana
nasional yang utama yaitu: (1) untuk pada hakikatnya mengandung makna,
melindungi segenap bangsa Indonesia, suatu upaya untuk melakukan reorientasi
dan (2) untuk memajukan kesejahteraan dan reformasi hukum pidana yang sesuai
umum berdasarkan Pancasila. Hal itu dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik,
berarti ada dua tujuan nasional, yaitu sosiofilosofis, dan sosiokultural
“perlindungan masyarakat” masyarakat Indonesia yang melandasi
(social defence) dan “kesejahteraan kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan
masyarakat” (social welfare) yang kebijakan penegakan hukum di
21
menunjukkan adanya asas keseimbangan Indonesia. Singkatnya pembaharuan
dalam tujuan pembangunan nasional.19 hukum pidana setidaknya harus
menggunakan dua pendekatan, yaitu
Pembaharuan hukum pidana pendekatan kebijakan (policy-oriented
menuntut adanya penelitian dan
pemikiran terhadap masalah sentral yang
sangat fundamental dan sangat strategis.
20
Syaiful Bakhri, 2009, Perkembangan
19
Barda Nawawi Arief, 2009, Tujuan dan Stelsel Pidana Indonesia, Total Media,
Pedoman Pemidanaan, Badan Penerbit Yogyakarta, Hlm. 87
21
Universitas Diponegoro, Semarang, Hlm. 43 Barda Nawawi Arief, Op.Cit., Hlm. 29.
approach) dan pendekatan nilai (value- untuk pendekatan yang demikian. Serta
oriented approach).22 masalah yang lain ialah proses
kriminalisasi ini yang berlangsung terus
Tujuan Pemidanaan (The Aim of
menerus tanpa diadakannya suatu evaluasi
Punishment). Tujuan pemidanaan bertolak
dari pemikiran bahwa sistem hukum mengenai pengaruhnya terhadap
pidana merupakan satu kesatuan sistem keseluruhan sistem. Hal ini
yang bertujuan (“purposive system”atau mengakibatkan timbulnya: a. krisis
“teleological system”) dan pidana hanya kelebihan kriminalsiasi; dan b. krisis
merupakan alat/sarana untuk mencapai kelampuan batas dari hukum pidana.24
tujuan, maka didalam konsep KUHP baru Kebijakan yang ditempuh oleh
merumuskan tujuan pemidanaan yang bangsa Indonesia dalam melaksanakan
bertolak pada keseimbangan dua sasaran pembaruan hukum pidana, melalui dua
pokok, yaitu “perlindungan masyarakat” jalur, yaitu:
(general prevention) dan 1. Pembuatan Konsep Rancangan
“perlindungan/pembinaan individu” Kitab Undang-Undang Hukum
23
(special prevention). Pidana Nasional, yang maksudnya
Perkembangan dari pendekatan yang untuk menggantikan KUHP yang
berorientasi terhadap kebijakan ialah berlaku sekarang.
lamban datangnya, hal ini dikarenakan 2. Pembaruan perundang-undangan
bila kita kembali ke awal pembahasan, pidana yang maksudnya
kebijakan ini dilakukan oleh DPR yang mengubah, menambah, dan
pada dasarnya harus melewati proses melengkapi KUHP yang berlaku
legislasi, dan proses legislatif belum siap sekarang.
22
Masalah utama dalam kebijakan
Pendekatan yang dilakukan terhadap
pembaharuan hukum pidana ini dilakukan kriminal ialah kriminalisasi, yakni proses
berdasarkan urgensi diadakannya pembaharuan diikatnya suatu perbuatan yang
hukum pidana. Singkatnya pendekatan kebijakan
terdiri dari; a. Kebijakan sosial yang bertujuan sebelumnya tidak diancam dengan sanksi
sebagai penyelesaian masalah-masalah sosial, dan pidana, menjadi perbuatan yang diancam
dalam rangka mensejahterakan masyarakat; b.
Kebijakan kriminal yang berarti melakukan dengan sanksi pidana. Kriminalisasi ini
perlindangan masyarakat (social defence) diakhiri dengan diundangkannya suatu
(khususnya sebagai upaya penanggulangan
kejahatan); c. Kebijakan penegakan hukum dalam perbuatan tersebut.
rangka mengefektifkan penegakan hukum. Serta
dalam hal pendekatan nilai pada dasarnya Jika tujuan pemidanaan bertolak dari
merupakan pembaharuan hukum pidana terhadap keseimbangan dua sasaran pokok, maka
muatan normatif dan substansif. Lihat Barda
Nawawi Arief, Ibid. Hlm. 29-30. syarat pemidanaan menurut didalam
23
http://www.legalitas.org/database/artikel/lai konsep KUHP baru juga bertolak dari
n/pokok-
pokok%20pikiran%20penyusunan%20kuhp.pdf , keseimbangan mono-dualistik antara
pokok-pokok pikiran penyusunan rancangan
undang-undang tentang kitab undang-undang
24
hukum pidana, dakses pada 20 Juli 2017, jam Lihat M. Cherif Bassiouni sebagaimana
12.00. dikutip dalam Barda Nawawi Arie, Hlm. 33-34.
26
Saleh, K. Wantjik, 1981, Pelengkap
25
Andi Hamzah, 1986, Sistem Pidana dan KUHP: Perubahan KUH Pidana dan UU Pidana
Pemidanaan di Indonesia: dari rettribusi ke sampai dengan Akhir, Ghalia Indonesia, Jakarta,
reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 45 Hlm. 19
2. Pidana kerja social; atau deter persons who might commit the
3. Pidana pengawasan. offense. But changes in criminal
sanctions can scarcely have a
c. Pidana denda; atau deterrent effect if the public is
d. Pidana pembatasan kebebasab; unaware of them. Hence, publicizing
1. Pidana pembinaan didalam a new sanction can be as critical as
lembaga; enacting it”.
2. Pidana penjara; atau Secara kronologis, pidana kerja sosial
3. Pidana tutupan. merupakan jenis sanksi pidana generasi
Semantara itu didalam Pasal 109 ayat ke empat yang muncul karena adanya
(2) Kosep KUHP baru dirumuskan jenis- anggapan bahwa pidana denda (sebagai
jenis pidana tambahan bagi anak, yang pidana genarasi ke tiga) kurang efektif
terdiri atas: jika diterapkan secara luas di masyarakat
a. Perampasan barang-barang (Hamzah, 1993:18-21). Pengertian pidana
tertentu dan atau tagihan; kerja sosial tidak dijelaskan dalam Pasal
b. Pembayaran ganti kerugian; atau 83 RUU KUHP. Penulis berpendapat,
c. Pemenuhan kewajiban adat. pengertian pidana kerja sosial adalah jenis
pidana berupa pelaksanaan pekerjaan
Dari sana dapat kita lihat bahwa anak
tertentu oleh terpidana di masyarakat
tidak dikenakan sanksi pidana mati dan
tanpa mendapatkan upah, berdasarkan
pidana penjara seumur hidup. Salah satu
persyaratan yang diatur oleh peraturan
dari hal yang baru dalam konsep KUHP
perundang-undangan dan Putusan
baru ini iyalah jenis pemidanaan yang
Pengadilan. Dalam konteks ini, putusan
sangat baru di indonesia yaitu pidana
pengadilan tersebut dianggap sebagai
kerja sosial disamping masih adalagi
perintah (orders) terhadap terpidana, yaitu
konsep baru mengenai pidana denda di
tentang jangka waktu pelaksanaan pidana
dalam pembaharuan hukum pidana ini.
dan tempat pelaksaaan pidana.
Hukum pidana Indonesia yang saat ini
berlaku belum mengatur tentang jenis Persyaratan-persyaratan pidana kerja
pidana kerja sosial, tetapi masih dirancang sosial diuraikan dalam Pasal 83 RUU
dalam Buku I RUU KUHP Tahun 2005. KUHP dan peraturan perundang-
Sosialisaisi rencana pemberlakuan pidana undangan lainnya. Pidana kerja sosial
jenis baru ini perlu dilakukan agar tersebut dapat digunakan sebagai
memperoleh dukungan dari masyarakat. alternatif pengganti penjatuhan pidana
Ini didasarkan pada pendapat Shelley jangka pendek. Uraian ini didasarkan
(1991:5), bahwa: pada ketentuan RUU KUHP Pasal 83 dan
penjelasannya, bahwa pidana kerja
“Public knowledge of criminal
sosial dapat diterapkan sebagai
sanctions is not a minor matter,
Legislatures often attempt to control altertnatif pidana penjara jangka pendek
crime through general deterrence, dan denda yang ringan. Secara eksplisit,
meaning that they increase or alter dalam Buku II RUU KUHP tidak ada
the penalty for an offense in order to
satu pun tindak pidana yang diancam mungkin disesuaikan dengan profesi
dengan pidana kerja sosial. Karena itu, terpidana.
ancaman pidana tersebut bersifat
Pidana Kerja Sosial dapat
alternatif, yaitu jika hakim menganggap
dijatuhkan jika musyawarah majelis
bahwa terdakwa layak dijatuhi pidana hakim yang memeriksa suatu perkara
kerja sosial. Salah satu pertimbangan memutuskan bahwa terdakwa akan
yang harus diperhatikan dalam dijatuhi pidana penjara yang lamanya
penjatuhan pidana kerja sosial adalah tidak lebih dari 6 (enam) bulan atau
harus ada persetujuan terdakwa sesuai pidana denda tidak lebih dari denda
dengan ketentuan dalam Forced Labour Kategori I. Hal ini didasarkan pada
Convention (Geneva Convention 1930), ketentuan Pasal 86 ayat (1) dan (2) RUU
ehe Convention for the Protection of KUHP. Selain itu, dalam penjatuhan
Human Rights and Fundamental pidana kerja sosial, hakim wajib
Freedom (Treaty of Rorne 1950), the dipertimbangkan hal-hal berikut:
Abolition of Forced Labour Convention pengakuan terdakwa terhadap tindak
(the Geneva Convention. 1957) dan the pidana yang dilakukan; usia layak kerja
International Covenant on Civil and dari terdakwa berdasarkan peraturan
Political Rights (the New York perundang-undangan yang berlaku;
Convention, 1966). 28 persetujuan terdakwa terhadap kerja
Pidana kerja sosial ini tidak dibayar sosial, yaitu sesudah dijelaskan
karena sifatnya sebagai pidana (work as mengenai tujuan dan segala hal yang
a penalty), oleh karena itu pealaksanaan berhubungan dengan pidana kerja sosial;
pidana ini tidak boleh mengandung hal- riwayat sosial terdakwa; perlindungan
hal yang bersifat komersial. 29 Riwayat keselamatan kerja terdakwa; keyakinan
sosial terdakwa diperlukan untuk agama dan politik terdakwa; dan
menilai latar belakang terdakwa serta kemampuan terdakwa membayar denda.
kesiapan yang bersangkutan baik secara Selanjutnya, berdasarkan ketentuan
fisik maupun mental dalam menjalani Pasal 86 ayat (3), (4), (5), (6), dan (7)
pidana kerja sosial. Pelaksanaan pidana RUU KUHP, diatur bahwa pelaksanaan
kerja sosial dapat dilakukan di rumah pidana kerja sosial tidak boleh
sakit, rumah panti asuhan, Panti Lanjut dikomersialkan. Kemudian, pidana kerja
Usia (Lansia), sekolah, atau lembaga sosial dilaksanakan paling singkat 7
sosial lainnya, dengan sebanyak (tujuh) jam dan paling lama: (a) Dua
28
http://syariah.uin- ratus empat puluh jam bagi terdakwa
suka.ac.id/file_ilmiah/Pembaharuan%20Hukum% yang telah berusia 18 (delapan belas)
20Pidana.pdf, Pembaharuan hukum pidana
Indonesia, Diakses tanggal 12 Juli 2017, jam tahun ke atas; dan (b) Seratus dua puluh
15.00 WIb. jam bagi terdakwa yang berusia di
29
Sudarto, 1986, Pembaharuan Hukum
Pidana di Indonesia, salah satu makalah dalam bawah 18 (delapan belas) tahun.
Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat
Nasional, Bina Cipta, Jakarta, Hlm. 7