You are on page 1of 8

Pengaruh In-Direct Upwelling Terhadap Jumlah

Tangkapan Lemuru Di Perairan


Selat Bali
Wingking E. Rintaka, Eko Susilo, Amandangi W. Hastuti
Balai Penelitian dan Observasi Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan
Jalan Baru Perancak, Jembrana, Bali, 82251
Email: era09.bpol@gmail.com

Abstract - In-direct upwelling in Bali Strait happened because of mewakili karaketistik perairan utara (Laut Bali), tengah (Selat
the influence of upwelling in southern Java-Bali especially during Bali) dan selatan (Samudera Hindia) dengan asumsi 3 lokasi
southeast monsoon and seen from the changes of temperature, tersebut mendapatkan pengaruh upwelling yang berdeda dari
chlorophyll-a, and nutrients. This study aims to determine the Samudera Hindia. Hasil penelitian menunjukkan terjadi
effect of in-direct upwelling on total catch of Sardinella in Bali peningkatan konsentrasi terutama peningkatan konsentrasi
Strait based on temperature, chlorophyll-a, and nutrients (nitrate, nitrat, fosfat, silikat dan klorofil-a serta penurunan suhu
phosphate, silica) observations during southeast monsoon (June- permukaan laut. Upwelling terlihat jelas di zona 3 yang
September 2012). Monthly average catches data (2002-2010) used berhubungan langsung dengan Samudera Hindia pada
to see the maximum catch time. This research is located in latitude kedalaman 70 m dengan
8,4S–8,85S and longitude 114,40E–115,5E and using field konsentrasi klorofil-a maksimum kedalaman 20 m dan
observation when upwelling happen. Temperature and peningkatan konsentrasi fosfat kedalaman 60 m, hal ini
chlorophyll-a were measured by Conductivity Temperature Depth memperkuat bahwa pada Juni-September perairan selat Bali
(CTD). Samples of nutrients were collected in every depth layers mendapatkan pengaruh upwelling kuat dari Samudera Hindia
from 0 – 100 meters and divided into 3 zones representing of yang diikuti peningkatan jumlah tangkapan lemuru pada
northern waters characteristic (Bali Sea), middle (The Bali Strait) November. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat time-lag ±
and southern (Indian Ocean). The result showed that nutrient 2-3 bulan antara terjadinya in-direct upwelling dengan jumlah
concentrations increase when concentration of nitrate, phosphate, maksimum tangkapan lemuru di perairan selat Bali.
silica and chlorophyll-a were increased, and sea surface
temperature was decrease. The concentration of chlorophyll-a in Kata kunci : in-direct upwelling, suhu, klorofil-a, nutrien,
20 m which is in the southern zone directly related to the Indian lemuru, time-lag
Ocean and cold water mass increased in 70 m and also phosphate
concentrate in 60 m. Its reinforces that on June-September in Bali I. PENDAHULUAN
Strait have been influenced by strong upwelling from Indoan Selat Bali merupakan perairan semi tertutup yang
Ocean followed by an increase in the number of Sardinella catched menghubungkan Laut Bali di bagian utara dan Samudera
in November. The conclusion of this research is the time-lag
around 2-3 months between in-direct upwelling with the maximum
Hindia di bagian selatan. Perairan ini juga memisahkan Pulau
catch of Sardinella in Bali Strait. Jawa di sisi barat dan Pulau Bali di sisi timur. Menurut [1]
menyatakan bahwa perairan Selat Bali dengan kondisi
Keywords: in-direct upwelling, suhu, klorofil-a, nutrien, lemuru, batimetri yang dangkal dan sempit di bagian utara berakibat
time-lag pada kecepatan arus permukaan menjadi tinggi, baik
dikarenakan adanya aliran air yang masuk ke Selat Bali
Abstrak - In-direct upwelling perairan selat Bali terjadi karena maupun yang keluar dari Selat Bali. Massa air yang masuk
pengaruh upwelling selatan Jawa-Bali terutama saat muson dan keluar perairan Selat Bali cenderung berasal dari massa
tenggara yang bisa dilihat dari perubahan suhu, klorofil-a dan
air permukaan. Adanya sungai yang bermuara di bagian timur
nutrien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
terjadinya in-direct upwelling terhadap jumlah tangkapan
selat Bali juga berpengaruh terhadap karakteristik perairan.
lemuru (Bali Sardenella) di Selat Bali berdasarkan hasil Hal inilah yang menyebabkan ketersediaan nutrien di kolom
observasi suhu, klorofil-a dan nutrien (nitrat, fosfat, silika) saat perairan yang lebih dalam tidak ikut keluar mengikuti
muson tenggara Juni-September 2012. Data tangkapan lemuru pergerakan massa air. [2] menyatakan bahwa sirkulasi massa
rerata bulanan (2002-2010) untuk melihat waktu tangkapan air di perairan Selat Bali masuk dari arah Samudera Hindia
maksimum. Lokasi penelitian dengan batas koordinat 8,4°LS– (selatan-tenggara) menuju ke Laut Bali (utara-barat laut).
8,85°LS dan 114,40°BT–115,5°BT. Metode yang digunakan Salah satu parameter oseanografi yang mencirikan massa air
adalah observasi lapangan saat terjadinya upwelling. di lautan adalah suhu perairan. Suhu permukaan laut
Pengukuran parameter suhu dan klorofil-a menggunakan
mempunyai hubungan erat dengan keadaan lapisan air laut
Conductivity Temperature Depth (CTD). Sampel nutrien diambil
tiap layer kedalaman dari 0-100 m dibagi menjadi 3 zona
yang terdapat di bawahnya, sehingga data suhu permukaan

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
312 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk
laut dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena-fenomena
yang terjadi di laut seperti front (pertemuan dua massa air
yang berbeda), arus, upwelling, sebaran suhu permukaan laut
secara horizontal, dan aktifitas biologi [3].
Upwelling merupakan pengangkatan massa air dari dasar
A B
perairan ke permukaan. Pengangkatan massa air ini akibat
dari kekosongan massa air permukaan. Secara fisis daerah
upwelling ditandai dengan massa air dengan suhu yang lebih
dingin, dan salinitas yang lebih tinggi dibanding daerah
sekitarnya. Secara kimiawi ditandai dengan tingginya
C
kandungan plankton dan klorofil-a. Penelitian sebelumnya
dilaporkan, bahwa produktifitas perairan tertinggi di selatan
Jawa dan selat Bali yang disebabkan oleh fenomena upwelling Gambar 1. Pembagian Zona Stasiun Pengambilan Data
di perairan Samudera Hindia selatan Jawa dan Bali [4]
[5]yang akan memicu indirect upwelling di selat Bali [6]. Pola
ini akan muncul ketika memasuki muson tenggara (Juni- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Oktober) yang ditandai dengan massa air permukaan di Sebaran Suhu
sepanjang selatan Jawa dan Bali menjadi lebih dingin dan Berdasarkan sebaran melintang terlihat bahwa suhu
salinitas yang lebih tinggi [7] [8] Upwelling di Selat Bali permukaan yang terdapat di perairan Selat Bali berkisar antara
berhubungannya erat dengan kandungan plankton serta 16-26 °C seperti terlihat pada gambar 2.a-c. Perairan bagian
perikanan lemuru (Sardinella longicep)[9]. utara (Laut Bali), suhu permukaan di kedalaman 0-20 meter
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh berkisar antara 25-26 °C, di perairan bagian tengan (Selat
terjadinya in-direct upwelling terhadap jumlah tangkapan bali) suhu permukaan di kedalaman 0-20 meter berkisar
lemuru di Selat Bali berdasarkan hasil observasi suhu, antara 24-26 °C, sedangkan di perairan bagian selatan
klorofil-a dan nutrien (nitrat, fosfat, silika) pada saat muson (Samudera Hindia) suhu permukaan di kedalaman 0-20 meter
tenggara bulan Juni-September 2012. Dengan 22-26 °C. Garis isotherm di masing-masing lokasi
teridentifikasinya distribusi suhu, klorofil dan nutrien pengambilan data polanya sangat berbeda. Di bagian utara,
diharapkan nantinya bisa untuk mengidentifikasi distribusi stratifikasi suhu permukaan terlihat sangat jelas di masing-
kelimpahan lemuru di perairan selat Bali dalam rangka masing lapisan kedalaman. Hal ini berbeda dengan pola
mendukung monitoring dan evaluasi pengelolaan sumber stratifikasi suhu permukaan di perairan bagian tengah (Selat
daya laut dan pesisir terutama perikanan lemuru yang lestari Bali) dan bagian selatan (Samudera Hindia), dikarenakan
dan berkelanjutan. pada saat muson tenggara, perairan di bagian selatan
(Samudera Hindia) mengalami upwelling sehingga terjadi
pengangkatan suhu yang lebih dingin ke lapisan permukaan.
II. METODE PENELITIAN Suhu permukaan laut mempunyai hubungan erat dengan
Penelitian ini dilakukan di perairan Selat Bali dengan keadaan lapisan air laut yang terdapat di bawahnya, sehingga
koordinat 8,4LS – 8,85LS dan 114,40BT – 115,5BT dan data suhu permukaan laut dapat digunakan untuk menafsirkan
terdiri dari 20 titik stasiun pengamatan dimana dibagi fenomena-fenomena yang terjadi di laut seperti front
menjadi 3 zona (Gambar 1), masing-masing zona tersebut (pertemuan dua massa air yang berbeda), arus, upwelling,
mewakili pengaruh perairan dari utara (Laut Bali dengan 3 sebaran suhu permukaan laut secara horizontal, dan aktifitas
stasiun pengukuran), tengah (Selat Bali dengan 7 stasiun biologi [3]. Fenomena-fenomena laut tersebut biasanya akan
pengukuran) dan selatan (Samudera Hindia dengan 10 stasiun terlihat dari perubahan suhu yang signifikan di perairan.
pengukuran). Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni -
September 2012 yang mewakili muson tenggara yang mana
diperkirakan terjadinya upwelling di perairan selatan Jawa
dimana berdampak pada indirect upwelling di selat Bali. Data
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain suhu, klorofil-
a dan nutrien terutama parameter nitrat, fosfat dan silika. Data
suhu dan kloforil-a didapatkan dengan cara pengukuran
langsung menggunakan Conductivity Temperature Depth
(CTD) dan sampel nutrien diambil tiap layer kedalaman dari
permukaan (0-5 m) sampai kedalaman 100 m dari 3 zona
tersebut kemudian sampel nutrien dianalisa di laboratorium
kualitas Perairan Balai Penelitian dan Observasi Laut.
Sebaran melintang dari data suhu, klorofil-a dan nutrien
divisualisasikan dengan menggunakan perangkat lunak Ocean
Data View 4 (ODV).

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
313 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk
upwelling di samudera India (terutama di selatan Jawa, Bali,
Nusa Tenggara) akan memicu indirect upwelling di selat Bali
[6]. Pada lapisan permukaan biasa disebut lapisan homogen
terjadi pengadukan massa air oleh angin, arus dan pasang
surut sehingga dapat mencapai suhu yang seragam atau
homogen. Pada daerah tropis pengadukan ini dapat mencapai
kedalaman 50 – 100 meter dengan suhu berkisar antara 26 –
30°C dan gradien tidak lebih dari 0,03°C/m. Lapisan ini
sangat dipengaruhi oleh musim dan letak geografis. Menurut
a) [10] selama bertiupnya angin muson tenggara pada bulan
April hingga Oktober, angin tenggara dari Australia
menggerakkan upwelling, membawa air yang lebih dingin dan
meningkatkan nutrien ke permukaan laut sepanjang pantai
Bali hingga Sumatera. Kondisi berbalik selama bertiupnya
angin muson barat (Oktober – Maret). Sebaran suhu masing-
masing zona seperti terlihat pada tabel 1.

TABEL 1. SEBARAN SUHU DI MASING-MASING ZONA

Zona Suhu (0C)


Minimum Maksimum Rerata
Utara 16,33 27,42 21.875
b) Tengah 15,63 26,77 21.20
Selatan 11,98 26,78 19.38

Sebaran Klorofil-a
Kesuburan suatu perairan sangat menentukan jumlah
biomass sumberdaya perikanan yang tumbuh di dalamnya.
Tingkat kesuburan perairan biasanya dihubungkan dengan
konsentrasi nutrien dalam badan perairan tersebut.
Fitoplankton merupakan tumbuhan laut mikroskopis yang
keberadaannya sangat tergantung pada kandungan nutrien di
suatu badan perairan, hal ini dikarenakan fitoplankton dapat
memanfaatkan secara langsung nutrien melalui proses
c) fotosintesis. Kemampuan fotosintesis tidak lepas dari
kandungan klorofil yang dimiliki oleh fitoplankton. Salah satu
jenis klorofil yang keberadaannya hampir terdapat di semua
jenis fitoplankton adalah klorofil-[11]. Konsentrasi klorofil-a
Gambar 2. Penampang Melintang Sebaran Suhu Permukaan di Lokasi
di selat Bali berfluktuatif dari musim kemusim namun secara
Penelitian, a) Zona Utara (Laut Bali); b) Zona Tengah (Selat Bali) dan c) umum konsentrasi klorofil-a di selat Bali cenderung lebih
Zona Selatan (Samudera India) tinggi pada muson tenggara. Kondisi klorofil-a yang relatif
tinggi di Selat Bali berdampak pada terpenuhinya kebutuhan
Secara umum suhu permukaan di zona utara dan tengah esensial dari mata rantai ekosistem biota di daerah ini,
memiliki kisaran suhu yang sama yaitu 26°C, sedangkan di terutama ikan pada tropik level rendah. Kondisi inilah yang
zona selatan relative lebih rendah, hal ini disebabkan pada memungkinkan kelimpahan ikan lemuru di Selat Bali cukup
saat muson tenggara angin muson bergerak dari arah tenggara tinggi [1].
(Samudera India) ke arah baratdaya (keluar selat Bali di Profil melintang kloril-a digunakan untuk melihat pola
bagian utara), dinginnya massa air di bagian selatan perairan pelapisan klorofil-a berdasarkan kedalaman dan perubahan
(26,78 – 26,77 0C) mengindikasikan fenomena pengangkatan konsentrasi klorofil-a dari perairan semi tertutup ke perairan
massa air dalam pada perairan tersebut. Secara musiman suhu terbuka maupun sebaliknya. Gambar 3 menunjukkan pola
permukaan laut perairan Indonesia selama muson tenggara sebaran melintang klorofil-a di 3 zona pengambilan data.
(Juni – Oktober) ditentukan oleh Ekman upwelling di Berdasarkan Gambar 3a, pola sebaran melintang konsentrasi
sepanjang perairan selatan Jawa, Bali, Nusa Tenggara hingga klorofil-a perairan bagian utara berkisar antara 0,2 – 3,5
Laut Banda. Upwelling tersebut menyebabkan suhu mg/m3, dan terlihat adanya pola klorofil-a yang terkonsentrasi
permukaan laut menjadi rendah. Pada saat terjadinya di kedalaman 20 meter dengan nilai konsentrasi klorofil-a 3,5

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
314 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk
mg/m3. Selain itu, terjadi stratifikasi pola sebaran klorofil-a di
masing-masing kedalaman dan menunjukkan konsentrasi
klorofil-a yang menurun seiring dengan peningkatan
kedalaman.
Di perairan bagian tengah (Selat Bali) stratifikasi
konsentrasi klorofil-a berdasarkan kedalaman terlihat lebih
beragam. Di perairan yang dekat dengan Pulau Jawa terdapat
konsentrasi klorofil-a maksimum dan minimum di kedalaman
20 meter, sedangkan di perairan dekat dengan Pulau Bali
hanya terdapat konsentrasi klorofil-a minimum. Konsentrasi
c)
klorofil-a maksimum dan minimum di perairan bagian selatan
tersebar luas dari perairan dekat dengan Pulau Jawa maupun
perairan dekat dengan Pulau Bali dan terdistribusi sampai
kedalaman 30 meter. Perairan bagian selatan yang mewakili
Samudera Hindia sebagai pintu masuk maupun keluar Gambar 3. Penampang Melintang Sebaran Klorofil-a di Lokasi Penelitian, a)
sirkulasi massa air dan percampuran massa air akan dapat Zona Utara (Laut Bali); b) Zona Tengah (Selat Bali) dan c) Zona Selatan
(Samudera India)
mempengaruhi produktivitas primer suatu perairan.
Konsentrasi klorofil-a di perairan Selat Bali dipengaruhi oleh
Konsentrasi klorofil-a di perairan bagian utara lebih tinggi
massa air yang masuk dan keluar selat, dimana massa air
dibandingkan dengan perairan bagian tengah dan selatan. Hal
tersebut berasal dari massa air permukaan, sehingga
ini disebabkan karena di perairan bagian utara dekat dengan
ketersediaan nutrien di kolom perairan yang lebih dalam tidak
daratan yang menyebabkan adanya masukan nutrien dalam
ikut keluar mengikuti pergerakan massa air [1].
jumlah besar melaui run-off dari daratan, sedangkan
rendahnya konsentrasi klorofil-a di perairan lepas pantai
(perairan bagian tengah dan selatan) dikarenakan tidak adanya
suplai nutrien dari daratan secara langsung. Selain faktor
daratan yang menjadi sumber masukan nutrien, tingginya
produktivitas di laut terbuka yang mengalami upwelling
karena adanya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan
melalui proses pengangkatan massa air dalam. Konsentrasi
klorofil-a maksimum di zona Selatan di temukan di
kedalaman 20 m, hal ini terkait dengan fenomena upwelling
a) yang terjadi di samudera Hindia. Menurut [5] dan [12],
peningkatan konsentrasi klorofil-a di Selatan Jawa dan Nusa
Tenggara karena adanya mekanisme upwelling yang makin
intensif. Meningkatnya kadar nutrien akan meningkatkan
produktivitas primer yang menghasilkan konsentrasi klorofil-
a tinggi. Kondisi upwelling di perairan selat Bali selain dilihat
dari suhu dan klorofil-a juga bisa dilihat dari konsentrasi
nutrien diperairan tersebut. Pada saat terjadi upwelling suhu
permukaan laut mengalami penurunan dan diikuti
peningkatan konsentrasi klorofil dan nutrien di lapisan
permukaan. Kondisi nutrien yang dikaji disini adalah
konsentrasi sebaran nitrat, fosfat, dan amoniak perairan selat
Bali hasil pengukuran bulan Juni dan September 2012.

b)
Sebaran Nitrat
Nitrat adalah salah satu nutrien yang terkandung di dalam
perairan dan merupakan bentuk nitrogen yang berperan
sebagai nutrien utama pada proses fotosintesis dan
pertumbuhan fitoplankton. Berdasarkan hasil analisis
laboratorium dan tampilan melintang konsentrasi nitrat
terilihat bahwa konsentrasi nitrat di perairan bagian utara
lebih rendah yaitu 0,05 mg/l dan nilai konsentrasi nitrat
semakin meningkat mendekati dasar perairan. Konsentrasi
nitrat di perairan bagian utara berkiasar antara 0,005 – 0,25

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
315 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk
mg/l. Berbeda dengan pola sebaran konsentrasi nitrat di
perairan bagian tengah, dimana nitrat yang dekat dengan
Pulau Jawa nilainya kecil yaitu berkisar antara 0 – 0,25 mg/l
dan mengalami peningkatan nilai konsentrasi nitrat di
perairan yang dekat dengan Pulau Bali. Kisaran konsentrasi
nitrat di perairan bagian tengan adalah 0 – 2,5 mg/l. Nilai
konsentrasi nitrat maksimal berada di dasar perairan yang
dekat dengan Pulau Bali.
Di perairan bagian selatan yang diperkirakan mengalami
upwelling, terjadi peningkatan konsentrasi nitrat baik di
permukaan maupun didasar perairan. Konsentrasi nitrat di c)
perairan bagian selatan berkisar antara 0,5 – 3,5 mg/l.
Fenomena upwelling menyebabkan pengangkatan nutrien
yang berada di dasar perairan ke bagian permukaan, hal ini
mengakibatkan adanya pencampuran (mixing) nutrien yang Gambar 4. Penampang Melintang Sebaran Nitrat di Lokasi Penelitian, a)
Zona Utara (Laut Bali); b) Zona Tengah (Selat Bali) dan c) Zona Selatan
ada di permukaan dan dasar perairan. Proses inilah yang (Samudera India)
menyebabkan sebaran konsentrasi nitrat yang ada di perairan
bagian selatan sangat beragam disetiap kedalaman. Selain
fenomena alam seperti upwelling, runoff daratan dan masukan Sebaran Fosfat
dari air sungai merupakan sumber utama nitrogen anorganik Fosfat merupakan unsur yang penting dalam pembentukan
untuk perairan pantai. Pada Gambar 4c terlihat bahwa protein dan membantu proses metabolisme sel [15]. Fosfat
konsentrasi nitrat yang berada dekat dengan pantai dibutuhkan pada proses fotosintesis fitoplankton yang biasa
konsentrasinya lebih tinggi dibandingkan yang berada di lepas digunakan sebagai indikator kesuburan perairan. Pada
pantai. Konsentrasi senyawa nitrat sangat dipengaruhi oleh permukaan perairan, konsentrasi fosfat cenderung sangat
faktor fisika dan kimia, diantaranya adalah oksigen terlarut, rendah dan bahkan tidak ada. Konsentrasi fosfat di perairan
salinitas dan pasang surut air laut [13]. Menurut [14], bagian utara memiliki pola yang nilainya semakin tinggi
konsentrasi nitrat diatur dalam proses nitrifikasi yaitu proses seiring dengan bertambahnya kedalaman, dimana nilainya
oksidasi senyawa amoniak dalam perombakan bahan organik berkisar antara 0 – 0,02 mg/l. Konsentrasi fosfat maksimum
menjadi anomiak kemudian menjadi nitrit serta nitrat dan di perairan bagian tengah terdapat di perairan yang dekat
membutuhkan oksigen yang cukup dengan Pulau Bali dan terdapat di dasar perairan dimana
nilainya mencapai 0,225 mg/l, sedangkan di perairan yang
dekat dengan Pulau Jawa tidak terdapat adanya fosfat.
Berbeda dengan perairan bagian utara dan tengah, di perairan
bagian selatan distribusi fosfat di tiap kedalaman sangat
beragam, dimana nilai konsentrasi fosfatnya berkisar antara
0,05 – 0,4 mg/l. Nilai konsentrasi fosfat di perairan bagian
selatan yang sangat beragam ini dipengaruhi oleh adanya
upwelling. Secara umum, konsentrasi fosfat akan meningkat
terhadap kedalaman perairan. Konsentrasi fosfat relatif
a) konstan pada perairan dalam biasanya terjadi
pengendapan sehingga nutrien meningkat seiring dengan
waktu karena proses oksidasi f dan bahan organik. Adanya
proses runoff yang berasal dari daratan akan mensuplai kadar
fosfat pada lapisan permukaan, tetapi ini tidak terlalu besar.
Penambahan terbesar dari lapisan dalam melalui proses
kenaikan massa air (upwelling). [16] menyatakan bahwa
kadar fosfat akan semakin tinggi dengan menurunnya
kedalaman. Konsentrasi fosfat relatif konstan pada perairan
dalam biasanya terjadi pengendapan sehingga nutrien
meningkat seiring dengan waktu karena proses oksidasi f dan
bahan organik. Adanya proses run off yang berasal dari
daratan akan mensuplai kadar fosfat pada lapisan permukaan,
tetapi ini tidak terlalu besar. Penambahan terbesar konsentrasi
b) fosfat dari lapisan dalam melalui proses kenaikan masa air,

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
316 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk
daerah yang berklorofil-a rendah. Hasil analisis diskriminan
menunjukkan bahwa kadar silikat dan ketebalan lapisan
tercampur sangat berperan besar dalam memisahkan tinggi
rendahnya kandungan klorofil-a di permukaan. Hal ini
disebabkan karena silika merupakan nutrien utama yang
dibutuhkan oleh fitoplankton terutama dari golongan diatom
untuk pembentukaan cangkangnya. Populasi fitoplankton
yang pada umumnya didominasi oleh diatom [17].
Berdasarkan data hasil analisis laboratorium sebaran
a) melintang konsentrasi silika terlarut di perairan bagian utara
berkisar antara 0,025 – 0,15 mg/l. Gambar 6a memperlihatkan
pola sebaran melintang konsentrasi silika di perairan bagian
utara, dimana konsentrasi silika tertinggi terdapat di perairan
sisi timur dengan kedalaman lebih dari 60 meter yang nilai
konsentrasi silikanya adalah 0,15 mg/l. Berbeda dengan pola
sebaran melintang konsentrasi silika di perairan bagian tengah
(Gambar 6b) dimana perairaan sisi timur konsentrasi silika
adalah 0 mg/l, sedangkan di sisi barat konsentrasi silika
berkisar anyara 0,02 – 0,008 mg/l. Di perairan bagian selatan,
konsentrasi silika adalah 0 mg/l. Hal ini dikarenakan pada saat
terjadi upwelling konsentrasi silika terlarut di permukaan
umumnya rendah, sedangkan di lapisan yang lebih dalam
akan terjadi peningkatan konsentrasi silika. Konsentrasi silika
yang tinggi diikuti oleh tingginya konsentrasi klorofil di.
Hasil pengukuran Juni dan September menunjukkan bahwa
b) konsentrasi silika perairan selat Bali semakin tinggi dengan
bertambahnya kedalaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
[16], rendahnya konsentrasi silika di permukaan perairan
disebabkan lebih banyak organisme-organisme yang
memanfaatkan silika di lapisan ini, seperti dari golongan
diatom (Bacillariophyceae) yang banyak membutuhkan silika
untuk membentuk dinding selnya.
Pola distribusi silika bergantung pada pola pergerakan
massa air dan suplai silika terlarut. Selain itu, absorpsi
organisme juga mempengaruhi konsentrasi dan distribusi
silika. Silika merupakan unsur yang sangat dibutuhkan oleh
c) organisme laut seperti diatom untuk pembentukan dinding sel.
Silika dihasilkan dari pelapukan bebatuan yang dibawa oleh
sungai dan angin ke laut, serta ditemukan dalam keadaan
mengendap di sedimen. Selain pelapukan batuan,
hydrothermal vents juga berkontribusi dalam jumlah
Gambar 5. Penampang Melintang Sebaran Fosfat di Lokasi Penelitian, a)
Perairan Bagian Utara (Laut Bali); b) Perairan Bagian Tengah (Selat Bali) konsentrasi silika di laut [14]. Distribusi silika di perairan
dan c) Perairan Bagian Selatan (Samudera India) pantai umumnya lebih tinggi dibandingkan di lautan lepas,
karena adanya runoff dari sungai. Konsentrasi silika di
permukaan perairan cenderung rendah, kecuali di lokasi yang
Sebaran Silika terjadi upwelling.
Kandungan silika dalam perairan seringkali dikaitkan
dengan kelimpahan fitoplankton karena silika berperan dalam
penyusunan dinding selnya. Kadar silika digunakan sebagai
penentu tinggi rendahnya populasi phytoplankton yang
berkorelasi kuat dengan khlorofil-a, sehingga bisa dikatakan
silikat berkorelasi positif dengan konsentrasi klorofil-a
dimana semakin tinggi kadar silikat maka kandungan klorofil
semakin tinggi. Meningkatnya tebal lapisan tercampur tidak
selamanya diikuti oleh peningkatan kandunganklorofil-a
meskipun di daerah yang memiliki klorofil kategori tinggi
relatif lebih tebal lapisan tercampurnya dibandingkan dengan

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
317 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk
terlihat maksimum pada bulan September-November, seperti
terlihat pada gambar 7.

a)

Gambar 7. Rata-rata bulanan (1992-2001) tangkapan Lemuru di Perairan


Selat Bali [5]

Kegiatan penangkapan ikan lemuru di perairan Selat Bali


hampir terjadi di sepanjang musim, baik pada saat muson
timur maupun muson barat meskipun berdasarkan penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa jumlah tangkapan ikan
lemuru maksimum terjadi pada saat muson timur terutama
pada bulan September – Desember, sedangkan puncak
penangkapan lemuru terjadi pada bulan Nopember. Terlihat
pula berdasarkan data penangkapan ikan lemuru di PPP
b) Muncar selama 2002 – 2010 puncak penangkapan lemuru
terjadi pada bulan November terlihat di Gambar 8a. Selama
muson timur (Juni – Agustus) terjadi peningkatan intensitas
upwelling di Selatan Jawa dan Selat Bali yang eksistensinya
ditunjukkan dengan perairan yang kaya akan nutrien dan
tingginya produktivitas primer, bila dikaitkan dengan puncak
penangkapan lemuru di perairan Selat Bali terjadi time lag
antara maksimum intensitas upwelling dengan maksimum
jumlah tangkapan. Hal ini kemungkinan disebabkan makanan
utama lemuru berupa zooplankton (diatom) bukan
phytoplankton, sehingga diperlukan tenggang waktu (time
lag) dalam rantai makanan dari khlorofil sampai ke
c) zooplankton. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ikan
lemuru di perairan Selat Bali tertangkap secara musiman
dimana ikan lemuru akan muncul pada saat musim-musim
tertentu saja. Pada saat awal musim timur hasil tangkapan
lemuru sangat rendah yang kemudian meningkat pada akhir
Gambar 6. Penampang Melintang Sebaran Silika di Lokasi Penelitian, a)
musim timur, dan terlihat semakin meningkat pada awal
Zona Utara (Laut Bali); b) Zona Tengah (Selat Bali) dan c) Zona Selatan musim barat dan menurun lagi pada akhir musim barat
(Samudera India)

Data tangkapan lemuru (Bali Sardenella)


Perairan Selat Bali dipengaruhi oleh terjadi proses
penaikan air pada musim timur, sehingga perairan ini menjadi
kaya akan bahan makanan yang sangat dibutuhkan oleh
lemuru. Jenis lemuru ini biasanya mendiami daerah-daerah
dimana terjadi proses kenaikan massa air, yang membawa
nutrient dan biomasa tinggi. [5] menyatakan bahwa jumlah
rata-rata bulanan (1992-2001) tangkapan lemuru di Selat Bali Gambar 8. Grafik rata-rata bulanan pendaratan Lemuru
(2002 – 2010) di PPP Muncar

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
318 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk
[5] N. Hendiarti, E. Suwarso, Aldrian, K. Amri, R. Andiastuti, S.
Sachoemar, & I.B. wahyono, “Seasonal Variation of Pelagis Fish
Catch Around Java”, Oceanography, 18(4):112-123, 2005.
[6] Burhanudin dan D. Praseno, “ Lingkungan perairan di Selat Bali,
Prosiding 2/Seminar Perikanan Lemuru 82, 27 – 38 hlm, 1982.
[7] R.D. Sutanto, A.L. Gordon, & Q.Zheng, “Upwelling Along The Coast
of Java and Sumatera and Its Relation to ENSO”, Geophys
Res.Lett,28(8): 1599-1902, 2001.
[8] T. Qu, Y. Du J.Strachan, G. Meyers, & J.Slingo, “Sea Surface
Temperure and Its variability In the Indonesian Region”,
Oceanography, 18 (4): 88-97, 2005.
[9] O.H. Arinardi, “Upwelling di Selat Bali dan Hubungannya Dengan
Kandungan Plakton serta Perikanan Lemuru (Sardinella longicep)”,
Penelitian Oseanologi Perairan Indonesia, Buku I, P3O-LIPI, Jakarta,
Gambar 9. Diagram hovmoller SST rata-rata bulanan perairan Selat Bali 1989.
[10] D. Susanto, and J. Marra, “Effect of The 1997/1998 El Nino on
Chlorophyll-a Variability along The Southern Coasts of Java and
Sumatra”, Journal of The Oceanography Society Vol. 18, No. 4,
IV. KESIMPULAN DAN SARAN December 2005 USA, 2003.
Hasil sebaran melintang suhu, klorofil-a dan nutrien [11] A. Nontji, “ Laut Nusantara”, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1986.
[12] S. Kunarso, N. Hadi, S. Ningsih., dan M. S. Baskoro, “Variabilitas
(fosfat, nitrat dan silika) di perairan Selat Bali pada muson Suhu dan Klorofil-a di Daerah Upwelling pada Variasi Kejadian
tenggara menunjukkan pola sebaran yang berbeda dimana ENSO dan IOD di Perairan Selatan Jawa sampai Timor”, Ilmu
terjadi peningkatan konsentrasi nutrien yang terlihat dari Kelautan, Vol. 16 (3). Hal 171-180, 2011.
peningkatan konsentrasi nitrat, fosfat, silikat dan klorofil-a [13] K. Mustiawan, S. Y. Wulandari., dan E. Indrayanti, “Distribusi
Konsentrasi Nitrogen Anorganik Terlarut Pada Saat Pasang dan Surut
serta penurunan suhu di zona selatan yang berhubungan di Muara Sungai Perancak dan Industri Pelabuhan Perikanan
langsung dengan Samudera Hindia. Pengambengan Bali”, Jurnal Oseanografi, Vol. 3 (3), Hal 438-447,
Di zona selatan juga ditemukan konsentrasi klorofil-a 2014
maksimum di kedalaman 20 m dan kenaikan massa air dingin [14] F.J Millero, “Chemical Oceanography”, 3 ed, CRC Taylor and
Francis, Ney York, 305 pp, 2006.
dikedalaman 70 m serta peningkatan konsentrasi fosfat di [15] H.P Hutagalung, D. Setiapermana, S.H. Riyono, “Metode Analisis Air
kedalaman 60 m, hal ini memperkuat bahwa pada bulan Juni- Laut, Sedimen dan Biota Buku 2”, Pusat Penelitian dan
September perairan selat Bali mendapatkan pengaruh Pengembangan Oseanologi, LIPI, 1997.
upwelling kuat dari Samudera Hindia. [16] H. Effendi, “Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan”. Penerbit Kanisius.
Peningkatan konsentrasi klorofil dan nutrien saat terjadi [17] N.S.R. Agawin, C.M. Duarte, S. Agustí, “Nutrien and temperature
in-direct upwelling tidak berpengaruh langsung terhadap control of picoplankton to phytoplankton biomass and production”,
peningkatan jumlah tangkapan ikan lemuru (Sardenella), Limnologi Oceanography 45(3):591–600, 2000.
tetapi terjadi time lag (jeda waktu) ± 2-3 bulan.
Diperlukan pengambilan data observasi yang time-series
yang bisa mewakili 4 musim yang berbeda sehingga bisa
dilihat trends kenaikan intensitas upwelling dari bulan ke
bulan selama 1 tahun berturut-turut, selain itu diperlukan
pengambilan data CTD sampai dengan kedalaman lapisan
termoklin.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
Kepada Balai Penelitian dan Observasi Laut, Balitbang
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan, atas dana DIPA Penelitian 2012.

DAFTAR PUSTAKA
[1] B. Priyono., A. Yunanto dan T. Arief, “Karakteristik Oseanografi
dalam Kaitannya dengan Kesuburan Perairan di Selat Bali”, Balai
Penelitian dan Observasi Laut, Bali, 15 hlm, 2008.
[2] Pranowo, W.S. dan B. Realino, “Sirkulasi Arus Vertikal di Selat Bali
Pda Monsun Tenggara 2004”, Balai Penelitian dan Observasi Laut,
Jembrana, 2006
[3] I.S Robinson, “Satellite Oceanography”, Jhon Wiley and Son, New
York, 455p, 1985
[4] K. Wyrtky,”The Upwelling in The Region Between Java and Australia
During The Southeast Monsoon, Australia, J. Mar Fresw Res, 13 (3):
217-225, 1962.

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
319 | T e k n o l o g i P e n a n g k a p a n I k a n ( T P I - 6 ) -
Wingking E Rintaka, Dkk

You might also like