You are on page 1of 9
HOTELRAMAHLINGKUNGAN ALTERNATIF HOTELMASADEPAN I Gede Wiyasa Tourism undoubtedly contributes significantly to a country's eco- nomic growth, but on the other hand tourism also gives pressures to the environment. Ecotourism is an alternative tourism in the future character- ized by its small scale activity, aiming at preserving the environment, ahd respecting the host community cultures. Ecotourism opens opportunity and challenges to ecohotel which try to capture the ecotourist market segment. The emergence of ISO 14000, will initiate the ecohotel to develop environmental and safety issues for its market. The ecohotel will be most probably owned and managed by host community since its small in size, simple product offered to its markets, and gives minimum pressured to the environment. Keywords: ecotourism; tourism; hotel; Indonesia, Pariwisata kini sudah merupakan suatt komoditas yang dibutuhkan oleh hampir setiap individu. Karena dengan melaksanakan aktivitas kepariwisataan se- seorang dapat meningkatkan dayakreativi- tas, mengurangi kejenuban kerja, mem- buka wawasan mengenai suatu budaya, relaksasi, mengetabui peninggalan yang berhubungan dari suatu bangsa, berbelan- ja di negara lain, serta melakukan bisnis (doing business). Kini dengan semakin meningkatnya waktu luang, akibat semakin singkatnya hari kerja yang didukung olch kenaikan penghasilan, maka aktivitas kepariwisataan punmengalami peningkatan. Mengutipda- ta World Tourism’ Organization (WTO), kunjungan wisatawan mancanegara (wis- man) yang berkunjung ke berbagai negara tujuan wisata di dunia pada 1994 secara keseluruhan mencapai 537 juta orang, de- ngan nilai devisa US$ 341 miliar. Sedang- kan untuk Indonesia sumbangan, sektor pariwisata berkembang pesat, dan kini te- lah muncul sebagai salah satu sumber penghasil devisa terbesar. Selama Pelita V, sumbangan sektor pariwisata terhadap laju pertumbuhan PDB telah mencapai rata-rata 6,8 persen per tahun (Direktorat Jenderal Pariwisata, 1995). Hotel sebagai salah satu sarana pari- wisata yang penting juga mengalami per- tumbuhan yang pesat, sejalan dengan per- tumbuhan kepariwisataan Indonesia. Bila pada 1992 terdapat 7.494 unit hotel de- ngan 160.369 kamar, maka pada Mei 1997 meningkat menjadi 8.689 unit dengan 196.983 kamar (Dirjen Pariwisata, 1997). Bila dikaji dari sisi lain, pertumbuhan. kepariwisataan memberikan tekanan pada lingkungan baik fisik maupun nonfisik. Karena itu, agar terjadi pembangunan ke- ISSN: 0853 - 7046 39 Wiyasa, Hotel Ramah Lingkuagan Alternat totel Masa Depan pada 1995 mengalami penurunan menjadi 23,73 persen, sedangkan FIT sebesar 63,41 persen. Ketiga, hotel merupakan akomodasi yang terbesar diguriakan oleh wisman yai- tu sebesar 81,19 persen pada 1991 dan pada 1995 menjadi 78,40 persen. Pada 1995 usia wisman antara 25-34 tahun merupakan kelompok usia yang terbanyak berkunjung ke Indonesia yaitu sebesar 28,94 persen, 27,92 persen dari kelompok usia 35-44 tahun, 18,86 persen dari kelompok usia 45-54 tahun. Xeempat, tujuan kunjungan wisman ke Indonesia pada 1991 untuk berbisnis sebesar 12,70 persen, berlibur sebesar 82,80 persen, dan untuk konvensi, pendidikan dan lain-lain sebesar 4,50 persen, Proporsi ini bergerak dan mengalami perubahan pada 1995 yaitu untuk tujuan bisnis menjadi 29,91 persen, berlibur menjadi 66,24 persen dan untuk konvensi, pendidikan dan lain menjadi 3,85 persen. Bila dikeratsilangkan dengan data pada Tabel 1, maka kenaikan kun- jengan wisman di satu sisi secara kese- luruhan disertai dengan pergeseran pro- porsi kunjungan wisman. Sedangkan bila dianalisis dari pekerjaan wisman yang ber- kunjung, maka kelampok profesional memberikan porsi yang terbesar yaitu 32,95 persen, lain-Iain 31,25 persen, buruh 23,64 persen, manager/pengusaha 8,85 persen, pegawai pemerintah 3,12 persen, militer dan organisasi internasional 0,19 persen. Perkembangan Usaha Akomodasi Sejalan dengan pertumbuhan kepari- wisataan Indonesia, hotel yang merupa- kan salah satu faktor penunjang yang pen- ting, juga mengalami pertumbuhan yang berarti. Bila pada 1991 terdapat 7.117 unit dengan jumlah kamar keseluruhan 150.234, maka pada 1997 (Mei) terdapat 8689 unit dengan 196.983 kamar. Kontribusi subsektor perhotelan un- tuk penyerapan tenaga kerja cukup berarti, yaitu bila rasio kamar berbanding tenaga kerja 1:1,7 (Brawan,1994), maka tenaga kerja yang diserap di subsektor perhotel- an sebanyak 334.872 orang. Sedangkan tingkat hunian kamar, yang merupakan rasio antara kamar dihuni oleh tamu de- ngan kamar tersedia, secara rerata untuk hotel berbintang sebesar 54,20 persen (1991), 51,39 persen (1992), 51,15 person (1993), 50,52 persen (1994), 47,98 persen (1995), 51,21 persen (1996), dan sebesar 46,28 persen pada 1997(sementara). Kinerja usaha perhote! berbintang cukup baik, karena itu jumlahnya semakin me- ningkat, yang mengindikasikan bahwa bisnis di subsektor ini masih cukup men- janjikan. Pariwisata dan Lingkungan Pariwisata memberikan kontribusi yang menjanjikan dalam sektor pereko- nomian Indonesia. Namun di sisi lain per- ludicermati dampak yang diakibatkan oleh aktivitas kepariwisataan tethadap ling- kungan. Lingkungan dimaksudadalah ling- kungan alam (natural), buatan manusia dan budaya (Hunter dan Green, 1995). Lingkungan alam meliputi semua yang berasal dari alam, seperti air, udara, tanah, flora, fauna, lanskap alami dan iklim. Lingkungan buatan manusia mencakup sarana dan prasana, bangunan, monumen, pertamanan dan elemen lain yang kasat mata dan konkret. Sedangkan lingkungan budaya meliputi nilai-nilai, perilaku, kesenian, adat istiadat masyarakat se- tempat. Tekanan yang diberikan pada ling- kungan alam seperti yang dilaporkan ha- a2 KELOLA No.16/¥1/1997 Wiyasa, Hotel Ramah Lingkcungan Altematif Hotel Masa Depan sil tenuan: Lal (1984), mengenai degra- dasi hutan bakau dan sistem koral di Fiji sebagai dampak dari kepariwisataan mas- sal (mass tourism). Dampak yang sama juga dilaporkan terjadi di Jamaika. Aktivitas kepariwisataan juga mem- berikan dampak pada kualitas air pantai, karena pembuangan limbah minyak dan aktivitas boating seperti yang disampai- kan hasil studi Stark (1990) untuk ling- kungan pantai Hawai, sertadeGroat(1983) untuk aktivitas boating di kepulauan Galapagos. Polusi udara semakin bertambah ka- rena adanya pertambahan permintaan lis- trik, pemakaian transportasj darat dan uda- rayang dialami, baik oleh masyarakat se- tempat dan wisatawan yang bersangkutan (Harris, 1991). Penggundulan hutan (defo- restration) meningkat terjadi di Taman Nasional Khumbu Nepal di daerah pegu- nungan Himalaya, karena perilaku wisa- tawan yang memerlukan bahan bakar kayu (Miine, 1990). Dampak kepariwisataan massal memberikan tekanan pada lingkungan bu- daya masyarakat setempat. Tekanan pada lingkungan budaya sangat tergantung dari intensitas interaksi antara wisman dengan penduduk setempat (Hunter dan Green, 1995}. Hasil studi mengenai dampak pa- riwisata massal pada perubahan budaya di Singapura menunjukkan perubahan yang tidak signifiken (Hassan, 1975). Studi mengenai kualitas terumbu ka- tang dilaksanakan di kawasan wisata Ta- man Laut Tujuh Belas Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, karena kawasan ini menerima kunjungan wisman dan wisnu Tabel 4. Rerata Limbah di hotel-hotel Kawasan Wisata Nusa Dua yang semakin meningkat. Hasil studi mengungkapkan, bahwa kondisi ling- kungan komunitas karang dalam keadaan baik (Depparpostel, 1997). Hotel sebagai salah satu sarana pari- wisata yang utama memberikan kontribusi dalam memberikan tekanan pada ling- kungan dengan produksi limbah cair dan limbah padat. Sebagai ilustrasi, di ka- wasan wisata Nusa Dua Bali, dari 8 hotel berbintang dengan 3.274 kamar yang di- observasi limbah cair yang dihasilkan pa- da 1995 sebanyak 1.439.182 m? dengan 346.317 orang tamu. Pada 1996, limbah cair yang dihasifkan oleh hotel-hotel yang sama di kawasan tersebut sebanyak 1.510.502 m’ dengan 467.476 orang tamu. Limbah cair yang dihasilkan oleh hotel- hotel tersebut berasal dari kamar tamu, restoran, dapur, kolam renang, tata graha dan semua outlet hotel yang ada. Jadi secara rerata per tamu menghasilkan lim- bah cair seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4. Dengan demikian, pada 1995 limbah cair yang berasal dari setiap tamu seba- nyak 4,15 m’, dan pada 1996 sebanyak. 3,23 m? per tamu. Hasil limbah di atas perlu dicermati lagi, mengingat hotel-ho- tel yang berada di kawasan wisata Nusa Dua adalah hotel-hotel berbintang 5 (ke- cuali Club Med), sebingge fasilitas tamu semakin banyak, dengan demikian akan- memperbesar kemungkinan terjadi . produksi limbah cair. Dari data tersebut diperoleh gam- baran, bahwa sumberdaya air yang diper- Jukan (dan kualitas menurun, menjadi lim- bah) untuk kawasan pada 1996 sebanyak Tabin |e Sua Tas 1995 1,439,182 m> 346,317 orang 4,15 m’ 1996 1.510.502 m> 467.476 orang 3,23 m* ISSN; 0853 - 7046 43 Wiyasa, Hotel Ramah Ungkungan Alternatif Hotel Masa Depan 2.157.860 m’, dengan catatan limbah cair yang dihasilkan sebesar 70 persen dari konsesi air secara keseluruhan. Hasil lim- bah tersebut tidak dapat dibandingkan begitu saja dengan kawasan wisata yang lain, mengingat setiap kawasan memiliki karakteristik masing-masing, Biaya yang diperlukan untuk mem- peroleh limbah cair tersebut per m? agar menjadi air irigasi adalah Rp 686,25 (Bali Tourism Development Corporation PT. BTDC). Jadi pada 1996 biaya limbah cair tersebut sebesar Rp 686,25 x 1.510.502 = Rp 1.036.204.375 lebih, Di samping limbah cair, hotel juga memberikan tekanan pada lingkungan karena produksi limbah padat (kamar ta- mu, dapur dan restauran serta bagian lainy dan konsumsi energi listrik yang me- merlukan BBM. Lingkungan Lestari Untuk Pariwisata Yang Berkelanjutan Untuk dapat melaksanakan pemba- ngunan kepariwisataan yang berke- lanjutan, maka prasyarat utama tentu lingkungan lestari yang berkelanjutan pula. Kepariwisataan sangat peka pada daya dukung (Manning dan Daughesty, 1995). Karena itu, kepariwisataan akan berke- lanjutan bila daya dukung lingkungan yang merupakan pemasok kebutuhan kepari- wisataan juga lestari.Namun karena tidak semata-mata untuk kepariwisataan, maka pengelolaannya harus dilaksanakan secara terpadu dengan sektor-sektor lain. Walaupun sulit untuk membuat ba- tasan daya dukung, karena adanya bebera- pa faktor terkait (Maming dan Doughety, 1995) namun ada yang membedakan daya dukung menjadi empat kategori (O’Reil- ly, 1986). * Daya dukung fisik: batas maksimum yang dapat diterima suatu kawasan wi- sata. Bila batas ini dilampaui, maka kerusakan fisik lingkungan akan terjad; Daya dukung psikologis : batas kenya, manan minimal yang dapat diterim, oleh wisatawan pada satu tujuan wisata, untuk kemudian menemukan altemnati¢ wisata lain. + Daya dukung sosial: batas tolerans) yang dapat diberikan oleh masyarakat penerima tujuan wisata, untuk jumlah dan perilaku wisatawan. * Daya dukung ekonomi: kemampuag untuk menyerap aktivitas kepariwisa. taan tanpa haus mengorbankan ak- tivitas masyarakat setempat. Keempat daya dukung tersebut tidak dapat berdiri sendiri, namun sa- ling terkait satu dengan yang lain. Daya dukung sangat vital untuk di- pertimbangkan dalam menentukan kebi- jakan kepariwisataan, terutama untuk mempertahankan lingkungan yang lestar sebagai dasar bagi kepariwisataan yang berkelanjutan. . Pariwisata Ramah Lingkungan - Ecotourism Prediksi WTO menyatakan, bahwa wisatawan pada abad mendatang akan le- bih peka terhadap masalah-masalah ling- kungan, karena itu lingkungan merupa- kan salah satu pertimbangan dalam me- nentukan suatu tujuan wisata. Dalam Kon- ferensi Bumi 1992 dikeluarkan pernyata- an mengenai sektor pariwisata yang ber- kelanjutan (sustainable tourism), dengan melestarikan lingkungan. Depparpostel telah merekomendasi- kan kebijakan pariwisata untuk mewujud- kan visi pariwisata tahun 2005, yaitu se- bagai penghasil devisa pertama dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan. Dengan demikian, pembangunan kepari- wisataan Indonesia yang berwawasan lingkungan seperti yang diamanatkan oleh 44 KELOIA No.16/¥1/1997 Wiyasa, Hotel Ramah Lingkungan Alternat Hotel Masa Depan GBHN 1993, harus mengacu pada pe- ningkatan kualitas dan ramah lingkungan, dengan melibatkan peranserta masyarakat dan menerapkan ketentuan daya dukung lingkungan dalam pembangunan satana kepariwisataan (Dirjen Pariwisata, 1995). Sejalan dengan visi Pariwisata Indo- nesia 2005 tersebut Manning dan Dou- gherty (1992) yang mengutip Scace dk. (1992) menyatakan bahwa ecotourism me- miliki karakteristik berikut : (1) Memberikan kontribusi pada konser- vasi ekosistem, dan sekaligus meng- hormati peranserta .masyarakat setempat. (2) Menghormati ‘daya dukung lingku- ngan alam setempat, tidak membe- tikan tekanan dan dampak negati£. (3) Menghormati dan bersifat tanggap ter- hadap aspirasi masyarakat setempat. (4) Memahami serta memberikan apre- siasi budaya lain, (5) Meraberikan manfaat jangka panjang bagi negara, daerah, dan masyarakat setempat. - Ecotourism merupakan alternatif un- tuk melestarikan lingkungan. Karena itu, diperlukan pengelolaan yang seksama, terutama yang berkenaan dengan daya dukung ekosistem yang diperlukan. Ecotourism sebagai salah satu seg- men kepariwisataan telah dikembangkan oleh beberapa negara. Brasil, telah me- ngembangkan ecotourism, sebagai salah satu diferensiasi produk kepariwisataan (Ayala, 1995). Bagi Brasil atau negara- negara lain yang memiliki lingkungan alam yang masih lestari, ecotourism merupakan strategi dalam mengem- bangkan kepariwisataan mendatang, karena lingkungan yang lestari sebagai pemasok dengan segala aspeknya akan mendukungkebutuhan wisatawan ditujuan wisata, Wisatawan akan merasaaman,nya- man, tidak khawatir bahwa kesehatannya terganggu, karena berada pada lingkung- an yang lestari dan tidak terpolusi. Sebagai, konsekuensi pelestarian lingkungan, ecotourism memiliki jumlah wisatawan dalam kelompok yang relatif lebih kecil, dengan biaya yang relatif lebih mahal. Hasil studi Shundich (1996) yang dikutip * Ayala (1996) menyatakan, bahwa 60 persen responden wisatawan mancane- gara yang Mengunjungi Nepal bersedia membayar 5 sampai dengan 10 persen Jebik mahal untuk perjalanan mereka, untuk kepentingan konservasi alam. Demikian pula halnya dengan warga Amerika Serikat yang bersedia memba- yar 8,5 persen lebih mahal untuk tujuan wisata dengan lingkungan yang asri (Iwanowski dan Rushmore, 1994). Ecotourism-Hotel Ramah Lingkungan-Ecohotel Ecotourism memberikan peluang se- kaligus tantangan bagi hotel yang ingin menangkap segmen pasar ini. Mengingat segmen pasar ini merupakan segmen yang memilih keasrian lingkungan, maka hotel harus menyesuaikan dengan memperha- tikan dan menerapkan program yang ra- mah lingkungan. Biaya yang relatif lebih mahal untuk menjaga kelestarian ling- kungan bersedia dibayar oleh wisatawan, merupakan peluang yang harus ditangkap oleh hotel. Menekan limbah padat dan cair se- maksimal mungkin sehingga memberikan tekanan yang minimum pada lingkungan, merupakan tantangan yang dihadapi Ecohotel. wanowskidan Rushmore(1996) mengemukakan, bahwa untuk mengu- rangi produk limbah padat, agar diguna- kan "reusable materials" pada bagian-ba- gian hotel (outlet) mengurangi pemakaian bahan-bahan kimia, memisahkan limbah padat tersendiri seperti kertas, plastik, ASSN: 0853 - 7046 Ss Wiyase, Hotel Ramah Lingkungan Alternatif Hotel Masa Depan metal, dan beling untuk tujuan daur ulang, serta efisiensi yang optimal untuk kon- sumsi air, listrik dan gas. Kualitas udara di kamar tamu, yang merupakan bagian dari lingkungan yang asti dapat merupakan pemnicu masalah ke- sehatan, "Building related illness " dapat diderita oleh tamu yang menghuni kamar, karena polutan yang bersumber dari ba- ngunan hotel ( Teeter, dkk., 1995; Jones dan Teeter, 1996). Diperlukan fungsi yang khusus untuk menangani masalah limbah yang merupakan produk hotel, sehingga Ecohotel tetap dapat menjalankan peran untuk kelestarian lingkungan . Staf dan karyawan hotel harus me- mahami tentang pelestarian lingkungan. Karena itu, diperlukan manajemen ling- kungan yang baik untuk mengelola ecohotel, sehingga tamu yang bermalam di hotel tidak sakitkarenalingkungan yang tidak asri. Manajemen lingkungan agar diberikan di kampus atau lembaga pendi- dikan perhotelan yang mempersiapkan lulusan menjadi pengelola hotel yang ramah lingkungan. Di Indonesia, Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali telah memasukkan suatu kuliah Manajemen Lingkungan dalam kurikulumnya. Kebutuhan fungsi khusus yang me- nangani lingkungan menjadi mendesak bagi ecohotel terutama karena ditetap- kannya ISO 14000 yang mencakup ber- bagai masalah sistem manajemen ling- kungan, auditing, evaluasi pengelolaan lingkungan, label lingkungan, penilaian rona lingkungan hidup, serta aspek ling- kungan pada produk yang standar (Stipanuk dan Ninemeir , 1996). Jadi ISO 14000 memberikan pengelola ecohotel pandangan mengenai masalah-masalah kualitas produk dan lingkungan. Segmen pasar yang ditangkap oleh Ecohotel adalah wisatawan yang mencari lingkungan yang asri, karena itu produk hotel yang ditawarkan adalah yang mem. berikan tekanan paling minimal bagi lingkungan, dalam skala kecil, dan me- libatkan masyarakat setempat dalam investasi sertapengelolaannya. Ecotourism memberikan peluang yang lebih besar dalam investasi dan pengelolaan ecohotel bagi masyarakat setempat. Simpulan Sektor pariwisata memberikan sum- bangan positif bagi perekonomian suatu negara, namun di sisi lain memberikan tekanan pada lingkungan yang digunakan untuk aktivitas kepariwisataan. Di Indo- nesia, sektor ini juga memberikan kon- tribusi yang positif bagi perekonomian yang dapat dilihat dari pendapatan devisa yang mengalami peningkatan. Sejalan de- ngan pertumbuhan sektor pariwisata, subscktor perhotelan sebagai salah satu sarana penunjang penting kepariwisataan mengalami peningkatan yang menjanji- kan, dilihat dari peningkatan jumlah ka- mar dan Pajak Pembangunan I yang di- hasitkan. Dimasa mendatang, tingkat kesadar- an masyarakat akan lingkungan yang asri akan semakin tinggi. Karena itu, kebutuh an akan pariwisata yang ramah lingkung- an akan semakin mendesak dan merupa- kan alternatif. Pariwisata yang ramah lingkungan memiliki karakteristik me- lestarikan lingkungan, dengan melibatkan peranserta masyarakat setempat, dalam skala relatif kecil, karena wisatawan bepergian secara individual dan produk yang dipcrlukan relatif sederhana. Dari segi biaya, berdasarkan pada studi yang pernah dilaksanakan, wisatawan bersedia membayar 5-10 persen lebih ma- hal, bila digunakan untuk pelestarian ling- kungan, Pariwisata yang ramah lingkung- an memberikan peluang dan tantangan 46 KELOLA No.16/VI/1997 Wiyasa, Hote! Ramah Lingkungan Alternatif Hotel Masa Depan bagi hotel yang ramah lingkungan. Hotel yang tamah lingkungan menghasilkan jimbah yang minimal, sehingga tekanan yang diberikan pada lingkungan kecil. Hotel yang ramah lingkungan menawar- kan produk yang relatif sederhana, ukuran hotel relatif kecil dilihat dari jumlah ka- mar yang ditawarkan, serta lebih me- mungkinkan untuk dimiliki dan dikelola oleh masyarakat setempat. Saran Dengan semakin meningkatnya ke- sadaran wisatawan akan lingkungan yang lestari di masa yang akan datang, maka beberapa hal yang kiranya dapat dilaku- kan.untuk mewujutkan pariwisata dan ho- tel ramah lingkungan adalah sebagai berikut: 1. Menggalakkan pariwisata ramah ling- kungan dengan scgmen pasar wisata- wan yang mencintai lingkungan lesta- ri, Segmen pasar ini cukup menjanji- kan mengingat wilayah Indonesia yang luas dan memiliki tujuan wisata ramah lingkungan yang belum tersentuh. 2. Instansi terkait Pemerintah dan sektor swasta yang bergerak di bidang kepa- riwisataan secara bersama-sama me- laksanakan pemantauan berkala untuk tekananlingkungan yang diberikanoleh aktivitas kepariwisataan. Tujuan pe- mantauan ini adalah untuk melestari- kan daya dukung lingkungan tethadap beban kepariwisataan 3. Agar setiap unit usaha di sektor kepari- wisataan memiliki fungsi yang menge- lola lingkungan (manajer lingkungan). Fungsi ini memantau mutu lingkungan serta bertanggungjawab atas penge- lolaan limbah padat yang dihasilkan, konsumsi air dan listrik, polusi udara di unit usaha yang bersangkutan 4, Disamping penerapan program diatas, subsektor perhotelan sejauh mungkin memberikan tekanan minimum pada lingkungan dengan menggunakan ba- han-bahan yang dapat didaur ulang (re- cycled items) Pengembangan pariwisata dan hotel yang ramah lingkungan memberikan im- plikasi berikut: 1. Pariwisata yang ramah lingkungan me- merlukan biaya yang relatif lebih ma- hal, karena diperlukan biaya ekstra untuk melestarikan lingkungan . Lingkungan yang kita terima saat ini untuk tujuan kepariwisataan, kelesta- riannya agar tetap dijaga sehingga ke- lak dapat diwariskan ke generasi Derikutnya dalam kondisi yang relatif dapat diterima untuk kepariwisataan yang akan datang . Di masa yang akan datang daerah tuju- an wisata yang lestari, ramah lingku- ngan akan lebih diminati oleh wisatawan karena memberikan kenyamanan yang lebih bagi wisatawan. Produk-produk wisata yang ditawarkan akan lebih sederhana karena mengacu pada program ramah lingkungan . Perhatian yang lebih besar akan diberi- kan oleh pemerintah untuk pengemba- * ngan pariwisata dan hotel ramah lingku- ngan, mengingat segmen ini sangat tanggap akan daya dukung lingkungan dan memberikan dampak negatif pada lingkungan seminimal mungkin Desain bangunan hotel ramah lingku- ngan akan lebih sederhana, didesain sedemikian rupa sehingga lebih efisien dalam konsumsi energi listrik, lebih banyak menggunakan sumberdaya matahari untuk memenuhi kebutuhan energi |. Hotel ramah lingkungan memilikijum- tah kamar yang relatif kecil, produk n w + w a x ISSN; 0853 - 7046 47 Wiyasa, Hotel Ramah Lingkungan Alternatif Hotel Masa Depan lebih sederhana, modal yang diserap lingkungan lebih memungkinkan untuk lebih kecil, dan pengelolaan relatif dimiliki dan dikelola oleh masyarakat sederhana, karena itu hotel ramah setempat. Referensi Ayala, H. (1996), "Resort Ecotourism: A Paradigma for the 21st Century," Cornell Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol. 37, No. 5, h. 46-53. (1996), "Resort Ecotourism: A Masterplan for Experience Management,” Corneil Hotel and Restaurant AdministrationQuartely, Vol. 37, No. 5, h. 54-61. Comprehensive Tourism Development Plan for Bali, INS/90/021(1990), “Annex 4: Environment, " Tidak dipublikasikan. Comprehensive Touris Development Plan for Bali, INS/90/021(1990),” Annex 11 : Solid Waste,” Tidak dipublikasikan. Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, "Pariwisata Pos dan Telekomunikasi dalam Angka," Berbagai terbitan, tidak dipublikasikan. Defrance, A.L., dan Weatherspoon, K.E. (1996), "Go Green : An Environmental Check List for the Loadging Industry," Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol. 37, No. 6, h. 74-83, Erawan, I Nyoman (1994), "Pariwisata dan Pembangunan Ekenomi (Bali Scbagai Kasus)," Upada Sastra, Denpasar. Hunter, C., Green, H. (1998), Tourism and The Environment: A Sustainable Relation- ship?, Routledge, London. Iwanowski, K., dan Rushmore, C. (1994), "Introducing the Eco Friendly Hotel," Cornell Hotel and Restaurant AdministrationQuartely, Vol. 35, No. 1, h. 34-38. Jones, T., dan Tecters K. (1996), "Occupational Illness in the Hospitality Industry: Sick Buildings and The Bottom Line,” Cornell Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol.37,No. 4,h. 66-71. Katri, N. (1996), "A “4R” Environmental Model for Andaman and Nicobar, "Cornell Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol. 37, No. 5, h. 62-66. Khan, H., S.Y. Phang, dan R.S. Toh (1995), "Singapore’s Hospitality Industry: The Multiplies Bffect, " Cornell Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol. 36, No. 1, h 64-69, Laws, Eric (1995), Tourist Destination Management: Issues, Analysis and Policies, Routledge, London. Manning, E.W., T.D, Doughesty (1995), "Sustainable Tourism: Preserving the Golden Goose," Corneil Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol. 36, No. 2, h. 29-42, 48 KELOLA No.16/VI/1997 Wiyasa, Hotel Racwah Ungkungan Alternatif Hotel Masa Depan Menparpostel (1994), “Pedoman Teknis Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Bidang Pariwisata," Keputusan Menparpostel No. KM.94/UM.001/ MPPT-94, Tanggal 22 November. Stipanuk, D.M. , J.D. Ninemeier (1996), “The Future of the U.S Loadging Industry and the Environment," Cornell Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol. 37, No. 6, h. 74-83. Stipanuk, D.M. (1996), "The U.S. Lodging Industry and Environment An Historical View," Cornel! Hotel and Restaurant Administration Quartely, Vol.37 No. 5, h. 39- 45. Teeters, K., TJones dan J.F. Boatman (1995), "The Future of Indoor Air Quality: Legal and Economic Implications," Cornel! Hotel and Restaurant Administration Quartely Vol. 36, No. 2, h. 43-49. Yd tb. \o/VI/ 94 ASSN: 0853 - 7046 49

You might also like