You are on page 1of 17

13

Implementasi Nilai-Nilai Tri Hita Karana dalam Atraksi Wisata di Pura Desa dan
Puseh Desa Adat Batuan

Dewa Ketut Wisnawa


1
Fakultas Dharma Duta IHDN Denpasar, Denpasar, Indonesia

The Implementation of Tri Hita Karana Values on Tourist Attraction in Pura Desa dan
Puseh Desa Adat Batuan

Abstract
Tourism plays an important role in supporting the economy while preserving cultural
values. To preserve culture from the influence of tourism globalization, it is necessary to
measure the implementation of the Tri Hita Karana concept. Desa and Puseh Temple of
Batuan Pakraman Village, aside from being a sacred place, also become a cultural
preservation and tourist attraction. To narrow the study and limit this research, the
researcher formulated the problem as follows: (1) How is the Implementation of Tri Hita
Karana Values in Tourist Visits at Desa and Puseh Temple, Batuan Pakraman Village,
Sukawati District, Gianyar Regency? (2) What Obstacles Faced in Implementing the Tri Hita
Karana Values in Desa and Puseh Temple of Batuan Pakraman Village Sukawati District
Gianyar Regency? (3) What is the Impact of Tourist Visits on the Tri Hita Karana Values in
Desa and Puseh , Batuan Pakraman Village, Sukawati District, Gianyar Regency? This study
was qualitative research. The data collection method used three techniques, namely:
observation, interview, and literature study. The findings of this study were the
implementation of Tri Hita Karana values in tourist visits in Desa and Puseh Temple, Batuan
Pakraman Village, Sukawati District, Gianyar Regency, covering Implementation in the Field
of Palemahan, Pawongan and Parahayangan. The implementation done by preserve the
sacred and cleaning activities.
Keywords : Implementation, Tri Hita Karana, Tourist Visit
Copyright ©2020. IHDN Denpasar. All Right Reserved

I.Pendahuluan kegiatan ini harus dijadikan momentum dalam


upaya menggalang semangat solidaritas dan
Pariwisata memegang peranan penting
kebersamaan untuk membangun industri
dalam menunjang perekonomian dengan tetap
pariwisata dalam membangun perekonomian
melestarikan nilai-nilai budaya. Ada beberapa
melalui kesadaran diri untuk senantiasa
hal yang perlu mendapat perhatian dalam
menggali menumbuhkan dan melestarikan
pengembangan pariwisata salah satunya adalah
nilai-nilai budaya sebagai aspek penting.
memunculkan dan menata destinasi-destinasi
Pulau Bali terkenal dengan sebutan
pariwisata harus ditunjang pembangunan sektor
pulau dewata dan island with a thousand
kepariwisataan yang berkelanjutan. Selain itu
temple. Karena di pulau Bali akan banyak

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
Doi: 10.36275/mws
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

menemukan Pura, baik yang kecil maupun orang tidak terkecuali harus mematuhi aturan
ukuran besar. Banyaknya jumlah Pura yang ada tersebut. Pura yang dijadikann objek wisata di
di Bali menjadi daya tarik tersendiri untuk Bali misalnya: Objek wisata Pura Tanah Lot,
pariwisata pulau Bali. Sebagian besar pura Objek wisata Pura Ulun Danu Beratan, Objek
Hindu di Bali tersebar merata hampir di semua wisata Pura Uluwatu, Objek wisata Pura
pelosok pulau Bali. Serta Pura tersebut dapat Besakih, Pura Penataran Agung Lempuyang,
ditemukan di daerah pegunungan terpencil, Objek wisata Pura Tirta Empul, Objek wisata
areal persawahan, areal perkebunan, di kota Pura Tirta Empul, Objek wisata Pura Taman
besar dan di pesisir pantai. Sejumlah objek AyunObjek wisata Pura Goa Lawah, Objek
wisata pura di Bali juga menjadi tempat atau wisata Pura Gunung Kawi
destinasi wisata bagi wisatawan, ini Masyarakat merupakan kesatuan hidup
membuktikan daya tarik pulau Dewata ini manusia yang berinteraksi menurut suatu adat
sangat beragam, Bali tidak hanya pada pantai, istiadat tertentu yang berkesinambungan, dan
sejuk dan hijaunya alam pegunungan ataupun terikat oleh rasa identitas bersama
indahnya sawah berundak saja, sehingga (Koentjaraningrat,1985:146). Kedudukkan
wisatawan tidak akan pernah bosan manusia di masyarakat menuntut manusia
menikmatinya, karena banyak bangunan pura untuk senantiasa melakuan interaksi dengan
kuno di Bali menjadi tempat wisata hits dan manusia lainnya mengingat manusia adalah
populer sebagai tujuan tour. makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri
Keberadaan pura di Bali selain sebagai dan memerlukan bantuan orang lain dalam
tempat ibadah bagi umat Hindu, juga mempertahankan hidupnya. Di dalam
dijadikannya sejumlah pura di Bali menjadi berinteraksi di masyarakat manusia sangat
destinasi wisata dan tujuan tour yang diminati. bergantung pada komunikasi yang
Tentu tidak mengherankan, karena tempat dilakukannya. Orang yang tidak pernah
ibadah bagi umat Hindu tersebut didesain berkomunikasi dengan orang lain, niscaya akan
dengan arsitektur Bali dengan ornamen- terisolasi dari masyarakat. Pengaruh
ornamen seni dalam bentuk ukiran dan hiasan keterisolasian ini akan menimbulkan depresi
yang indah dipandang mata, selain itu taman- mental yang pada akhirnya membawa orang
taman menghiasi kawasan pura tersebut tertata kehilangan keseimbangan jiwanya.
rapi, termasuk juga pemandangan alam Terjadinya perpaduan dan pengelolaan
sekitarnya asri dan menawan akan menjadi produk yang baik dan terjadinya fasilitas
daya tarik tersendiri, selain itu latar belakang penyebaran yang memenuhi tuntutan
sejarah pura yang merupakan peninggalan Bali permintaan wisatawan sebagai konsumen, bila
kuno, serta sejumlah keunikan yang diimbangi kegiatan komunikasi yang baik,
disuguhkan membuat pura tersebut menjadi tersedianya pelayanan yang bermutu, bagusnya
objek wisata pura di Bali yang wajib
fasilitas rekreasi dan hiburan yang tersedia
dikunjungi saat tour. Bagi wisatawan ataupun
perlu di promosikan sedemikian rupa sehingga
warga yang akan berkunjung dan masuk ke
areal pura, ada beberapa hal yang perlu dikenal oleh masyarakat luas. Bali salah satu
diperhatikan, walaupun merupakan objek pulau yang sudah terkenal di mancanegara
wisata, namun tempat tersebut sangat disucikan dengan segala keindahan alam dan
dan disakralkan. Setiap pengunjung harus kebudayaannya serta merupakan pintu gerbang
mematuhi aturan serta larangan atau pantangan pariwisata Indonesia bagian timur tetap
yang berlaku pada hampir seluruh objek wisata mempromosikan keberadaannya ke dunia.
pura di Bali, seperti; setiap memasuki areal
pura wajib memakai kamben (sarung) dan Keunikan budaya dan keunikan alam
selendang, bagi wanita yang sedang datang Bali merupakan potensi yang sangat penting
bulan dilarang memasuki areal pura, orang sebagai daya tarik wisata, sejak awal
dalam keadaan sebel (ada keluarga meninggal) kepariwisataan di daerah ini. Karena pariwisata
tidak diijinkan memasuki areal pura, setiap yang dikembangkan di Bali adalah pariwisata

14 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

budaya, maka diperlukan usaha untuk dalam pengembangan pariwisata. Untuk


mengelola, melestarikan, dan mengembangkan menjaga kelestarian kebudayaan dan alam Bali
asset yang dimiliki Bali terutama warisan dari pengaruh globalisasi pariwisata perlu
budaya yang menjadikan obyek dan daya tarik bertolak ukur pada penerapan Nilai-Nilai Tri
wisata. Untuk itu diperlukan manajemen Hita Karana yaitu, hubungan antar manusia
warisan budaya yang dapat melakukan (pawongan), hubungan manusia dengan
konservasi dan juga mempromosikan warisan lingkungan (palemahan) dan hubungan
budaya yang dapat melakukan konservasi dan manusia dengan Tuhan (parhyangan) menjadi
juga mempromosikan warisan budaya itu untuk sumber dinamika perubahan dan perkembangan
pariwisata, disamping itu warisan budaya perlu di dalam pariwisata Bali. Karena
dikelola dengan baik karena ia memiliki dasar perkembangan zaman sangat pesat dalam era
ideologi dalam bentuk identitas budaya, sekarang ini masyarakat Bali banyak
berkaitan dengan fungsi pendidikan formal dan mengalami perubahan dari masuknya budaya
informal, memiliki dasar ekonomi dalam asing yang tidak tersaring.
pariwisata fungsi akedemis. Melihat
Seiring dengan perkembangan
kecendrungan wisatawan yang ingin menikmati
pariwisata memang tidak dipungkiri, bahwa
suatu budaya yang masih asli, maka
pariwisata dan globalisai menimbulkan dampak
kepariwisataan menjadi salah satu cara paling
yang positif maupun negatif terhadap budaya
efektif untuk melestarikan dan memperkuat
masyarakat Bali. Wisatawan petualang dan
budaya. Dalam UU No.5 tahun 1992,
notabene jumlahnya sedikit akan menimbulkan
disebutkan bahwa benda cagar budaya dan situs
dampak yang kecil, sedangkan wisatawan
dilindungi dengan tujuan melestarikan dan
massa dan center yang biasanya dalam jumlah
manfaatnya untuk memajukan kebudayaan
besar akan menimbulkan dampak yang lebih
nasional, dalam hal ini situs dan peninggalan
besar pula terhadap aspek sosial budaya
purbakala yang memiliki daya tarik wisata di
masyarakat lokal yang dikunjunginya (Ardika,
Bali wajib dan harus dilestarikan.
2007:84).
Perkembangan kegiatan pariwisata di
Istilah Tri Hita Karana pertama kali
Bali, berdasarkan pada Agama yang dijiwai
muncul pada tanggal 11 Nopember 1966, pada
setiap aspek dalam kehidupan masyarakat.
waktu diselenggarakan Konferensi Daerah I
Kebudayaan Bali menjadi kunci utama dalam
Badan Perjuangan Umat Hindu Bali bertempat
perkembangan pariwisata di Bali, selain faktor
di Perguruan Dwijendra Denpasar (Ashrama,
alamnya. Kedatangan wisatawan ke Bali sudah
2006: 36). Konferensi tersebut diadakan
dipastikan akan memberi pengaruh terhadap
berlandaskan kesadaran umat Hindu akan
kehidupan masyarakat Bali.
dharmanya untuk berperan serta dalam
Pokok ajaran di dalam agama Hindu pembangunan bangsa menuju masyarakat
secara keseluruhan meliputi Tattwa, Etika dan sejahtera, adil dan makmur berdasarkan
Upacara. Ketiga bagian ajaran ini bersumber Pancasila. Kemudian istilah Tri Hita Karana ini
pada ajaran kitab suci Veda yang dijabarkan berkembang, meluas, dan memasyarakat.
atau dituangkan dalam bentuk upacara-upacara.
Sesuai dengan ajaran agama Hindu, masyarakat Dalam konsep kehidupan masyarakat
Hindu Bali mengenal suatu istilah yang disebut Hindu, Tri Hita Karana adalah konsep
“Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana merupakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian
tiga penyebab kesejahteraan, yaitu antara bhuana agung dan bhuana alit yang
Parahyangan, Pawongan dan Palemahan. porosnya terletak pada bakti manusia ke
Hubungan antar manusia atau relasi hadapan Ida Hyang Parama Kawi. Dalam
sosial sangat menentukan struktur masyarakat pembangunan arsitektur dan tata ruang Bali, Tri

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 15
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Hita Karana nampak pada konsep Tri Angga maupun wisatawan. Berkomunikasi sesama
(poros vertikal) dan Tri Mandala (poros anggota masyarakat dapat meningkatkan
horizontal) (Ashrama, 2006). kerjasama yang baik, sehingga dengan
kerjasama tersebut akan lebih mudah
Prinsip pelaksanaannya harus seimbang,
memajukan wisata Pura Desa dan Puseh Desa
selaras antara satu dan lainnya. Apabila
Pakraman Batuan. Berkomunikasi dan
keseimbangan tercapai, manusia akan hidup
berinteraksi dengan wisatawan akan
dengan mengekang dari pada segala tindakan
meningkatkan hubungan yang baik, dengan
berekses buruk. Hidupnya akan seimbang,
demikian wisatawan akan merasa nyaman
tenteram, dan damai. Hubungan antara manusia
berkunjung. Sedangkan melakukan kerjasama
dengan alam lingkungan perlu terjalin secara
dengan penyedia layanan wisata, akan lebih
harmonis, bilamana keharmonisan tersebut
mudah mengenalkan atau mempromosikan
dirusak oleh tangan-tangan jahil, bukan
keberadaan Pura Desa dan Puseh Desa
mustahil alam akan murka dan memusuhinya.
Pakraman Batuan sebagai objek kunjungan
Pengimplementasian konsep Tri Hita wisata di mancanegara.
Karana yang dimaksud sangat ditekankan
Masyarakat Desa Pakraman Batuan
bahwa ketiga unsurnya harus diaplikasikan
didalam mengelola Pura Desa dan Puseh Desa
secara utuh dan terpadu. Unsur Parahyangan,
Pakraman Batuan sebagai objek kunjungan
Pawongan, dan Palemahan tidak ada yang
wisatawan, keberadaannya belum begitu maju
menduduki porsi yang istimewa. Semua unsur
seperti sekarang. Selain itu secara aktif dalam
senantiasa seimbang dalam pemikiran,
mengelola objek kunjungan wisata Pura Desa
seimbang dalam ucapan dan seimbang pula
dan Puseh Desa Pakraman Batuan menciptakan
dalam segala tindakan. Sebagai konsep
kondisi agar pengembangan terhadap objek
keharmonisan Hindu, Tri Hita Karana telah
kunjungan Pura Desa dan Puseh Desa
memberikan apresiasi yang luar biasa dari
Pakraman Batuan yang dilaksanakan tidak
berbagai masyarakat dunia. Unsur Parahyangan
menimbulkan dampak negatif terhadap Pura
dalam menjaga keharmonisan dengan Ida Sang
Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan itu
Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Kuasa)
sendiri maupun masyarakat secara luas. Semua
diwujudkan dalam berbagai bentuk aktivitas
pihak segera mengadakan pendekatan pada
upakara (yadnya) sebagai persembahan yang
setiap gejala-gejala sebagai akibat dari
tulus kepada Tuhan Sang Pencipta. Mulai dari
pengembangan pariwisata sehingga tidak
pembangunan tempat suci, pelaksanaan upacara
terjadi hal-hal yang diinginkan.
keagamaan, pendalaman ajaran agama,
kreativitas berkesenian (tari, tabuh, lukis, dan Pengelolaan objek kunjungan wisata
pahat.). Dalam ranah Pawongan, masyarakat Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan,
Hindu dengan konsep manyama-braya, paras- masyarakat selalu menerapkan interaksi seperti
paros sarpanaya,salunglung sabayanta dan tema yang diangkat dalam karya tulis ilmiah ini
konsep Tat Twam Asi yang mendasarinya yang berjudul “Implementasi Nilai-Nilai Tri
mendasarinya semakin mempertegas eksistensi Hita Karana dalam Kunjungan Wisatawan di
Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan
masyarakat Hindu yang ramah- tamah.
Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar”.
Interaksi masyarakat Desa Pakraman
Batuan sangat penting di dalam mengelola II.Hasil dan Pembahasan
objek kunjungan wisata di Pura Desa dan Puseh A. Implementasi Nilai-Nilai Tri Hita
Desa Pakraman Batuan, karena dengan adanya Karana Dalam Kunjungan Wisatawan di Pura
interaksi baik sesama anggota masyarakat Desa Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan
Pakraman Batuan, penyedia layanan wisata Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar

16 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Keramah tamahan masyarakat Desa Tri Hita Karana menekankan tiga hubungan
Pakraman Batuan kepada wisatawan menjadi manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga
nilai plus dan membawa dampak positif akan hubungan itu meliputi hubungan dengan
senang merasa dihormati oleh masyarakat sesama manusia, hubungan dengan alam
setempat. Ketika mereka pulang ke negaranya, sekeliling, dan hubungan dengan ke Tuhanan
wisatawan tersebut akan menginformasikan yang saling terkait satu sama lain. Setiap
Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan hubungan memiliki pedoman hidup
kepada teman-temannya, saudara, ataupun menghargai sesama aspek sekelilingnya.
kerabatnya bahwa Pura Desa dan Puseh Desa Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras
Pakraman Batuan selain bagus juga antara satu dan lainnya. Apabila keseimbangan
penduduknya yang ramah dengan demikian tercapai, manusia akan hidup dengan
akan tertarik untuk berkunjung ke Pura Desa mengekang dari pada segala tindakan berekses
dan Puseh Desa Pakraman Batuan. buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan
damai. Hubungan antara manusia dengan alam
Kunjungan wisatawan ke Pura Desa dan
lingkungan perlu terjalin secara harmonis,
Puseh Desa Pakraman Batuan membawa
bilamana keharmonisan tersebut di rusak oleh
dampak positif bagi masyarakat Desa
tangan-tangan jahil, bukan mustahil alam akan
Pakraman Batuan dengan strategi masyarakat
murka dan memusuhinya. Jangan salahkan
untuk memperoleh keuntungan terhadap
bilamana terjadi musibah, kalau ulah manusia
perkembangan pariwisata di Desa Batuan,
suka merusak alam lingkungan. Tidak disadari
pengelola Pura Desa dan Puseh Desa
bahwa alam lingkungan telah memberikan
Pakraman Batuan menyediakan kotak dana
kebebasan kepada manusia untuk dimanfaatkan
punia khusus bagi para wisatawan. Adanya
sebesar-besarnya guna kesejahteraan
strategi pengelola Pura Desa dan Puseh Desa
hidupnya(Muninjaya dalam Ashrama, 2006).
Pakraman Batuan dapat meningkatkan
kunjungan wisatawan ke Pura Desa dan Puseh Masyarakat Desa Pakraman Batuan
Desa Pakraman Batuan. memegang teguh konsep Tri Hita Karana
(konsep ajaran dalam agama hindu), dan
Tiap wisatawan yang akan mengunjungi
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-
Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan
hari. Tri berarti tiga dan hita karana berarti
memang diwajibkan mengenakan kain yang
penyebab kebahagiaan untuk mencapai
telah disediakan oleh Desa Pakraman Batuan
keseimbangan dan keharmonisan. Tri Hita
sebagai pengelolanya. Akibat dari ramainya
Karana terdiri dari: Parhyangan yaitu
jumlah kunjungan wisatawan mancanegara
hubungan yang seimbang antara manusia
maupun domestik, pemasukan dana punia dari
dengan Tuhan yang Maha Esa, Pawongan
wisatawan yang berkunjung ke Pura Desa dan
artinya hubungan yang harmonis antara
Puseh Desa Pakraman Batuan juga cukup
manusia dengan manusia lainnya, dan
besar.
Palemahan artinya hubungan yang harmonis
a. Implementasi konsep Tri Hita Karana di antara manusia dengan lingkungan alam.
Bidang Palemahan
Tri Hita Karana harus selalu
Konsep kosmologi Tri Hita Karana diterapkan, karena konsep ini sudah dikenal
merupakan falsafah hidup tangguh. Falsafah dunia. Arus globalisasi membawa pengaruh
tersebut memiliki konsep yang dapat terhadap konsep Tri Hita Karana dalam
melestarikan keanekaragaman budaya dan perkembangan pariwisata khususnya di Desa
lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan Pakraman Batuan, karena Pura Desa dan Puseh
homogenisasi. Pada dasarnya hakekat ajaran Desa Pakraman Batuan dijadikan kunjungan
wisata, maka dari itu demi menjaga konsep Tri

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 17
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Hita Karana harus berlandaskan pada adat masyarakat secara umum. Menjaga ketertiban
istiadat seperti mengadakan upacara, sangkep juga merupakan tanggung jawab semua pihak
(rapat), dan ngayah ataupun gotong royong baik dari pihak Desa maupun pemerintah dalam
setiap banjar yang ada di lingkungan Desa menentukan kebijakan memujudkan
Pakraman Batuan. Dalam konsep Tri Hita pembangunan dan membina masyarakat
Karana sudah diaplikasikan dalam bentuk sehingga karakter disiplin dan tertib mendarah
mengadakan upacara dan ngayah. daging dalam kehidupan keseharian. Karakter
seperti itu akan sangat berpengaruh terhadap
Implementasi konsep Tri Hita Karana
wisatawan yang berkunjung ke Pura Desa dan
masyarakat Desa Pakraman Batuan di Pura
Pura Puseh Desa Pakraman Batuan.
Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan di
Pembangunan sarana prasarana sampai saat ini
bidang palemahan yaitu dengan cara mereresik
sudah dilakukan untuk penataan parkir,
di lingkungan pura yang dilakukan oleh salah
ketersediaan toilet, pintu masuk yang jelas,
satu masyarakat Desa Pakraman Batuan.
papan informasi, bangunan-bangunan
b. Implementasi Konsep Tri Hita Karana di penunjang lainnya. Demikian juga dibuatkan
Bidang Pawongan tata tertib pengurus dan anggota pengelola
Manusia dalam hidupnya harus objek wisata Pura Desa dan Pura Puseh Desa
berkomunikasi, artinya orang lain dan Pakraman Batuan. Tata tertib bagi pedagang,
membutuhkan masyarakat untuk saling tukang foto dan pengunjung juga dibuat agar
berinteraksi. Hal ini dalam konsep Tri Hita merasa nyaman saat melaksanakan kunjungan.
Karana yaitu pawongan yang merupakan suatu
hakekat bahwa sebagian pribadi manusia c. Implementasi konsep Tri Hita Karana di
bidang Parhyangan
terbentuk dari hasil integrasi dengan sesama
Dalam pembuatan sarana upakara yang
masyarakat. Masyarakat Desa Pakraman
akan dihaturkan kepada Tuhan atau Ida Sang
Batuan memegang teguh konsep Tri Hita
Hyang Widhi Wasa yaitu hubungan manusia
Karana (konsep ajaran dalam agama hindu),
dengan Tuhan yaitu pengaplikasiannya dalam
dan mengimplementasikan dalam kehidupan
bidang parhyangan(Wiana, 2007:79).
sehari-hari. Tri Hita Karana harus selalu
diterapkan, karena konsep ini sudah dikenal Dan Dalam Menjaga kesucian di Pura
dunia(Wiana, 2007:79). Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan seperti
pengumuman yang berada di depan pura sangat
Arus globalisasi membawa pengaruh membantu masyarakat dalam menyampaikan
terhadap konsep Tri Hita Karana dalam informasi kepada orang-orang yang ingin
perkembangan pariwisata khususnya di Desa masuk ke Pura Desa dan Puseh Desa
Pakraman Batuan, karena Pura Desa dan Puseh Pakraman Batuan khususnya bagi wisatawan
Desa Pakraman Batuan dijadikan kunjungan yang berkunjung. Pada pengumuman sudah
wisata, maka dari itu demi menjaga konsep Tri jelas tertulis larangan-larangan yang harus
Hita Karana harus berlandaskan pada adat dipatuhi seperti berpakian yang rapi dan sopan,
istiadat seperti mengadakan upacara, sangkep mentaati petunjuk yang ada, bagi wanita yang
(rapat), dan ngayah ataupun gotong royong haid dilarang memasuki pura demi menjaga
kesucian pura dan selalu menjaga kebersihan
setiap banjar yang ada di lingkungan Desa
lingkungan. Larangan ini dibuat oleh
Pakraman Batuan.
masyarakat demi menerapkan dan memegang
Kondisi yang tertib merupakan sesuatu teguh konsep Tri Hita Karana dalam
yang sangat di dambakan oleh setiap orang kehidupan, agar terciptanya suatu keadaan yang
termasuk wisatawan. Hal ini harus harmonis, tentram dan damai.
dilaksanakan oleh setiap orang mulai dari
dirinya sendiri, selanjutnya akan berimbas pada

18 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

B. Kendala Yang Dihadapi Dalam sembahyang pada Tuhan sesuai dengan agama
Mengimplementasikan Nilai-Nilai Tri Hita yang diyakininya. Banyak orang yang sangat
Karana di Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman rajin bersembahyang, sangat aktif merayakan
Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten hari raya keagamaan yang dianutnya. Demikian
Gianyar juga sangat giat mengikuti ceramah-ceramah
Kendala merupakan halangan atau keagamaan, banyak memiliki sarana-sarana
rintangan. Kendala memiliki arti yang sangat keagamaan dan setiap hari berbusana dengan
penting dalam setiap melaksanakan suatu tugas ciri keagamaan yang dianutnya.
atau pekerjaan. Suatu tugas atau pekerjaan Ada dua cara mengukur kegiatan
tidak akan terlaksana apabila ada suatu kendala berketuhanan itu sudah berhasil yaitu dalam
yang mengganggu pekerjaan tersebut. Kendala Sarasamuccaya 135 dinyatakan :
merupakan keadaan yang dapat menyebabkan “Matangnyan prihen tikang bhuta hita,
pelaksanaan terganggu dan tidak terlaksana haywa tan ma asih ring sarwa prani”
dengan baik. Setiap manusia selalu mempunyai (Kajeng,
kendala dalam kehidupan sehari-hari, baik dari 1991:111)
diri manusia itu sendiri ataupun dari luar Artinya :
manusia. Kendala cenderung bersifat negatif, “hendaknya diusahakan terus
yaitu memperlambat laju suatu hal yang kesejahteraan alam (Bhuta Hita) itu,
dikerjakan oleh seseorang. Dalam melakukan jangan tidak menaruh belas kasihan
kegiatan seringkali ada beberapa hal yang pada semua makhluk hidup”.
menjadi kendala tercapainya tujuan, baik itu
kendala dalam pelaksanaan program maupun Dalam Bhagawadgita V.25 juga dinyatakan :
dalam hal pengembangannya(Pitana, 1997 “labhante brahma-nirvanam rsayah
dalam Winarti, 1998). ksina-kalmasih
Hal itu merupakan rangkaian kendala Chinna-dvaidha yatatmanah sarva-
yang dialami dalam mengimplementasikan bhuta-hite ratah”.
ajaran Tri Hita Karana di Pura Desa dan Puseh
Desa Pakraman Batuan Kecamatan Sukawati (Mantra, 1967: 99)
Kabupaten Gianyar. Artinya :
a. Kendala Pengimplementasian Siapa pun yang senantiasa sibuk
Parahyangan menjaga kesejahteraan alam akan
Hakekat beragama adalah percaya dan
dijanjikan mencapai Brahma Nirvana
bhakti pada Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu
salah satu unsur terpenting Tri Hita Karana itu (Moksa).
adalah membangun hubungan yang harmonis Dari penjelasan di atas menyimpulkan
dengan Tuhan dengan cara percaya dan bhakti. bahwa tujuan tertinggi umat manusia yaitu
Agar berbhakti pada Tuhan itu dapat berdaya mencapai Moksa. Moksa dapat tercapai jika
guna bagi kehidupan hendaknya percaya dan
hubungan antara Tuhan dengan manusia
bhakti pada Tuhan sebagai ciri utama
kehidupan beragama diarahkan pada tiga harmonis. Keharmonisan ini diwujudkan
sasaran yaitu membenahi diri sendiri, ditujukan dengan melakukan kegiatan keagamaan dan
untuk mengabdi pada sesama, dan yang selalu menjaga kesejahteraan alam.
tertinggi ditujukan untuk konsistensi Hal ini juga menjadi salah satu kendala
memelihara kepercayaan dan bhakti pada
Dalam Mengimplementasikan Nilai-Nilai Tri
Tuhan itu sendiri (Wiana, 2007: 75).
Hita Karana di Pura Desa dan Puseh Desa
Kegiatan bhakti pada Tuhan tidak bisa
hanya diukur dengan mengukur sering atau Pakraman Batuan dalam mengimplementasikan
tidaknya umat beragama melakukan ajaran Parahyangan kepada masyarakat.

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 19
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Kondisi masyarakat yang Taraf kecerdasan kerimbunan pohon besar tampak lestari dan
masing-masing individu tidak sama, ada yang terpelihara dengan baik wikarman, 1993:7).
rendah, sedang, dan ada yang tergolong tinggi.
Pernyataan tersebut menjelaskan
Kondisi tingkat pendidikan yang berbeda-beda,
pariwisata di Pura Desa dan Puseh Desa
memunculkan pemikiran yang tidak sama.
Pakraman Batuan menjadi ajang
Berdasarkan pernyataan di atas maka memperkenalkan budaya kepada wisatawan
dengan perbedaan tingkat intelektualitas yang hadir. Wisatawan yang datang ingin
masyarakat, pengertian dan pemahaman melihat keunikan yang dimiliki oleh Desa
terhadap konsep Parahyangan ini sedikit Pakraman Batuan. Selain itu kehadiran
berbeda-beda. Sehingga hal ini menyulitkan wisatawan juga membuat masyarakat Batuan
dalam membimbing masyarakat agar harus melakukan pembangunan sarana
hubungannya dengan Tuhan menjadi harmonis. pariwisata.
Namun selama ini masyarakat berusaha Pembangunan sarana pariwisata tentu
terus berusaha untuk menjaga keharmonisan sangat mempengaruhi konsep Tri Hita Karana
masyarakat dengan Tuhan. Hal ini dilakukan yang dijunjung tinggi masyarakat Desa
dengan cara mewajibkan masyarakat untuk Pakraman Batuan. Pembangunan sarana wisata
selalu mengikuti kegiatan ritual keagamaan. dengan konsep modern cenderung tidak
Sehingga masyarakat menjadi lebih taat kepada memperhatikan dan mengabaikan lingkungan
Tuhan dan mempunyai nilai religius. sekitarnya.
b. Kendala Pengimplementasian Pawongan Berdasarkan hal tersebut kekhawatiran
terhadap generasi muda ini menjadi kendala ke
Seiring dengan perjalanan waktu, Pura depannya. Ditambah dengan perkembangan
Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan dalam pariwisata menjadikan generasi muda lupa akan
mengimplementasikan ajaran Parahyangan budaya, adat dan tradisi yang ada di Batuan.
kepada masyarakat.telah banyak mengalami Sehingga eksistensi Desa Pakraman Batuan
perubahan. Perubahan secara sosiologi tampak sebagai desa wisata tradisional akan hilang.
dalam sikap dan ideologi masyarakat. Selain
itu, ada juga perubahan dalam “Palemahan”. Namun mengenai hal tersebut namun
Perubahan-perubahan tersebut disebabkan oleh perbekel serta bendesa sudah memberikan
beberapa faktor, seperti keterbukaan pengarahan kepada generasi muda. Pengarahan
masyarakat Desa Pakraman Batuan dalam dilaksanakan melalui Dharma Wacana ketika
menerima masuknya budaya luar (asing), ada sangkepan Seka Truna. Ini menjadi langkah
teknologi, sosiologi yang dapat diartikan awal untuk tetap menjaga eksistensi wisata di
sebagai tanda telah masuknya budaya modern Pura desa dan Pura puseh Batuan.
ke ranah adat pakraman. Kawasan Desa c. Kendala Pengimplementasian
Pakraman Batuan tumbuh dan berkembang Palemahan
secara bertahap, relatif cepat dan aman. Ornamen bangunan pura sangat kental
Perkembangan kawasan wisata sangat teratur, dengan hiasan seni ukir Bali dengan bahan
sehingga penampakan destination ini cukup dasar terbuat dari batu bata merah baik itu pintu
tertata dan apik. Pengembangan dan gerbangnya dan candi bentar menuju bagian
pengelolaan kawasan wisata alam sangat dalam pura, bentuk fisik bangunan terlihat
mencerminkan konsep “Tri Hita Karana”. sudah berumur tapi masih kokoh dengan ciri
Misalnya, “pura” tempat persembahyangan kekunaannya sebagai saksi bisu sejarah. Pura
tampak terjaga dan terpelihara dengan baik, Puseh Batuan merupakan bagian dari
Kahyangan Tiga yang lazim dimiliki oleh

20 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

setiap desa pekraman di Bali, dibagian halaman C. Dampak yang ditimbulkan dalam dalam
tengah terdapat Bale Agung, Bale Kulkul dan mengimplementasikan ajaran Tri Hita
sebuah kori Agung yang memang terlihat Karana di Pura Desa dan Pura Pueh Desa
begitu agung berdiri sebagai tempat pintu Batuan Kecamatan Sukawati Kabupaten
keluar masuk paara dewa, seperti pretima yaitu Gianyar
benda sakral berupa patung kecil sebagai Menurut Nur Arifiana Lathifa dampak
simbol Dewa sesuhunan disini. Kori Agung ini secara sederhana bisa diartikan sebagai
diapit beberapa patung raksasa disimbolkan pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan
sebagai penjaga. Dan disamping kiri dan kanan yang diambil oleh seorang atasan biasanya
kori Agung diapit oleh 2 pintu kecil sebagai mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak
keluar masuknya umat untuk sembahyang di positif maupun dampak negatif. Dampak juga
halaman utama pura. Selain memiliki nuansa bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah
dan getaran spiritual yang tinggi, Pura Puseh pelaksanaan pengawasan internal. Seorang
Batuan ini juga memiliki catatan sejarah yang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa
cukup panjang, karena di dalam Pura Puseh memprediksi jenis dampak yang akan terjadi
Batuan ini terdapat peninggalan purbakala atas sebuah keputusan yang akan diambil.
berasal dari masa prasejarah. Peninggalan Berikut ini adalah pengertian dan definisi
purbakala dapat kita jumpai pada sebuah dampak :
bangunan yg terletak paling belakang pada 1. Dampak adalah pengaruh kuat yang
areal Pura. mendatangkan akibat, baik negatif maupun
Informasi Mengenai Kunjungan Wisata positif (KBBI).
di Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman 2. Dampak adalah pengaruh suatu kegiatan
Batuan, Dalam Kaitannya Dengan Konsep Tri (Otto Soemarwoto).
Hita Karana Sudah Jelas Pura Desa Dan Puseh 3. Dampak adalah sesuatu yang bersifat
Desa Pakraman Batuan Adalah Bagian Dari objektif Dampak merupakan sebuah
Parhyangan. Penataan Serta Pemanfaatan konsep pengawasan internal sangat
Lingkungan Situs Pura Dan Puseh Desa penting, yang dengan mudah dapat diubah
Pakraman Batuan Masih Terjaga Dengan Baik, menjadi sesuatu yang dipahami dan
Hal Ini Dikarenakan Konsep Leluhur ditanggapi secara serius oleh
Masyarakat Bali Sejak Dahulu Masih Dapat manajemen (Hiro Tugiman).
Dijaga Dengan Baik. Suatu Konsep Penataan 4. Dampak merupakan besarnya nilai yang
Tata Ruang Yang Selalu Memperhitungkan kita tambahkan pada hidup atau dunia
Keseimbangan (Palemahan). seseorang (Aresandi S).
5. Dampak merupakan pengaruh-pengaruh
Dengan Konsep Tri Hita Karana Sudah yang dimiliki pelayanan angkutan umum
Jelas Pura Desa Dan Puseh Desa Pakraman terhadap lingkungan sekitar dan keselurhan
Batuan Adalah Bagian Dari Parhyangan. kawasan yang dilayaninya. (C. Jotin Khisty
Penataan Serta Pemanfaatan Lingkungan Situs & B. Kent Lall).
Pura Dan Puseh Desa Pakraman Batuan Masih 6. Dampak adalah tingkat perusakan terhadap
Terjaga Dengan Baik, Hal Ini Dikarenakan tata-guna tanak lainnya yang ditimbulkan
Konsep Leluhur Masyarakat Bali Sejak Dahulu oleh suatu pemanfaatan lingkungan
Masih Dapat Dijaga Dengan Baik. Suatu tertentu (Schemel 1976).
Konsep Penataan Tata Ruang Yang Selalu 7. Dampak adalah sesuatu yang muncul
Memperhitungkan Keseimbangan setelah adanya suatu kejadian (Hari
(Palemahan). Sabari).

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 21
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Dalam dunia kepariwisataan seperti yang terhimpun dalam Perundang-


pengembangan suatu kawasan daya tarik wisata undangan Republik Indonesia yang
pasti memiliki pengaruh atau akibat. Pengaruh menyatakan, pengertian benda Cagar Budaya
atau akibat akan selalu ada dalam sebuah yaitu benda buatan manusia bergerak atau tidak
keputusan yang diambil seperti Pura Desa dan bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok
Puseh Desa Pakraman Batuan yang dijadikan atau bagian –bagian atau sisa-sisanya berumur
objek kunjungan pariwisata. Penelitian ini sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun.
dilakukan untuk mengetahui sekaligus Serta dianggap mempunyai nilai penting bagi
menjabarkan pengaruh atau akibat yang sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
dihadapi dalam kunjungan wisata di Pura Desa Selain benda buatan manusia juga yang dapat
dan Puseh Desa Pakraman Batuan. Adapun dinyatakan benda Cagar Budaya yakni benda
dampak-dampak yang ada terhadap kunjungan alam dan situs. Benda alam yang dimaksudkan
wisatawan di Pura Desa dan Puseh Desa disini adalah benda yang memiliki nilai penting
Pakraman Batuan diantaranya : bagi sejarah, pengetahuan dan kebudayaan,
sedangkan situs mengandung lokasi yang
a. Dampak Positif
Dampak adalah keinginan untuk memiliki atau mengandung Cagar Budaya
membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau termasuk lingkungannya (palemahan), maka
memberi kesan kepada orang lain, dengan dari itu masyarakat Desa Pakraman Batuan
tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung selalu menjaga lingkungannya khususnya
keinginannya. Sedangkan positif adalah pasti lingkungan di Pura Desa dan Puseh Desa
atau tegas dan nyata dari suatu pikiran terutama Pakraman Batuan agar warisan budaya yang
memperhatikan hal-hal yang baik. Positif dimiliki oleh Desa Pakraman Batuan selalu
adalah suasana jiwa yang mengutamakan terjaga dan tetap lestari dari masa ke masa.
kegiatan kreatif dari pada kegiatan yang Memiliki banyak peninggalan budaya yang
menjemukan, kegembiraan dari pada menjadi sumber ilmu pengetahuan dan saksi
kesedihan, optimisme dari pada pesimisme. keberadaan bangsa ini, misalnya prasasti,
Positif adalah keadaan jiwa seseorang yang naskah lama, candi, dan situs purbakala
dipertahankan melalui usaha-usaha yang sadar lainnya. Peninggalan-peninggalan itu
bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak merupakan sumber ilmu pengetahuan dan
membelokkan fokus mental seseorang pada sejarah bangsa yang tidak ternilai harganya.
yang negatif. Jadi dapat disimpulkan pengertian Kebudayaan di daerah Batuan yang
dampak positif adalah keinginan untuk dijiwai oleh Agama Hindu eksistensinya
membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau mewujudkan ciri yang unik, kaya akan variasi
memberi kesan kepada orang lain, dengan serta memiliki akar dan perjalanan sejarah yang
tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung amat panjang yang pada hakekatnya sangat
keinginannya yang baik(Koentjaningrat, potensial didalam peningkatan sektor
1997:53-54). pariwisata di daerah Batuan. Oleh karena itu
Dampak positif kunjungan wisatawan kepariwisataan yang dikembangkan di Desa
terhadap konsep Tri Hita Karana di Pura Desa Pakraman Batuan adalah jenis pariwisata
dan Puseh Desa Pakraman Batuan yaitu : budaya yang dijiwai oleh Agama Hindu itu
sendiri.
Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman
1. Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan dijadikan sebagai Cagar Budaya setelah
Batuan sebagai Cagar Budaya dikeluarkannya Undang-undang No. 5 tahun
Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman 1992 yakni Undang-undang Cagar Budaya,
Batuan dikatakan sebagai Cagar Budaya karena dimana jauh sebelumnya Pura Desa dan Puseh

22 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Desa Pakraman Batuan sudah memenuhi tersebut, hal ini menimbulkan peningkatan
persyaratan dijadikan sebagai Cagar Budaya. yadnya yang dilakukan oleh masyarakat.
Masyarakat Desa Pakraman Batuan semakin
Pura puseh Desa Batuan ini telah
sadar dan bergairah mengikuti setiap proses
mengalami beberapa kali pemugaran,
pembaharuan, dan perubahan mulai dari Abad ritual, kemeriahan dan kegairahan tersebut
X hingga Abad XIII – XVIII Masehi. memang bukan merupakan hal yang bersifat
Berdasarkan sejumlah arca yang ditemukan di hura-hura, namun sebagai wujud rasa bhakti
Pura Puseh, dapat dikelompokkan menjadi (sujud dengan hati yang suci) masyarakat Desa
beberapa jenis yaitu: arca dwarapala, arca Pakraman Batuan kepada Sang Hyang Widhi
perwujudan, arca binatang, arca memegang Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab
ayam, lingga, dan benda seperti kala, peripih itulah masyarakat Desa Pakraman Batuan
dan lain sebagainya. Berdasarkan periodenya, dapat dikatakan sangat memegang teguh
seni arca di Bali dapat diklasifikasikan sebagai konsep Tri Hita Karana terutama dalam aspek
berikut: parhyangan. Masyarakat Desa Pakraman
a. Seni arca periode Hindu Bali (abad Batuan mempunyai keyakinan bahwa jika
VII-X Masehi)
bhakti melaksanakan yadnya, maka Tuhan
b. Seni arca periode Bali Kuno (abad X –
berkenan melimpahkan keselamatan dan
XII Masehi)
c. Seni arca periode Bali Madya (abad kesejahteraan kepada masyarakat melalui
XIII-XIV Masehi) industri pariwisata. Dari persepsi bhakti itulah
2. Meningkatnya Pelaksanaan Ritual tumbuh kesadaran masyarakat Desa Pakraman
Untuk menciptakan lingkungan Batuan sebagai pengelola kunjungan wisata di
harmonis antara manusia dengan lingkungan, Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan,
sesama dan Tuhannya, maka dilakukan upacara untuk terus menjaga hubungan harmonis antara
keagamaan yang diharapkan dapat memberikan kegiatan religius dengan aktivitas kerja sehari-
efek positif pada kehidupan dunia. Agama hari yang secara langsung atau tidak langsung
Hindu di Bali memiliki banyak sekali upacara saling memberi kontribusi.
keagamaan, yang berkaitan dengan bentuk
persembahan ataupun ritul yang 3. Keberadaan Pura Desa dan Puseh Desa
dipersembahkan kepada Dewa (Tuhan), Rsi, Pakraman Batuan Sebagai Sumber
Pitra (leluhur), manusia dan Bhuta (makhluk Pendapatan Desa Pakraman
dari alam lain) semuanya disebut dengan Panca
Yadnya. Pelaksanaan upacara adat Agama Kepariwisataan yang ada di Desa
Hindu bisa diupayakan sesederhana mungkin Batuan merupakan salah satu sektor yang
sesuai kemampuan, perlu keikhlasan dan sampai saat ini masih memegang perekonomian
kejujuran dalam melaksanakan upacara khususnya Desa Pakraman Batuan,
tersebut, tidak memaksakan diri apalagi sampai perkembangan pariwisata telah menjadi
menjual tanah warisan leluhur, mencari hutang peluang bagi masyarakat untuk berperan dalam
yang akan menjadi beban, apalagi dengan hasil industri pariwisata. Hal ini menyebabkan
korupsi, kalau seperti itu, mending urungkan
pariwisata mempunyai peranan penting dalam
dulu niatnya, sampai muncul jalan terang di
pembangunan perekonomian masyarakat Desa
depan kita. alit (kecil), madya (menengah) dan
utama (paling utama) tetaplah utama, kalau Pakraman Batuan. Sebagai penghasil devisa
semua didasari dengan hati yang tulus suci dan negara, keuntungan ekonomis juga sangat
sesuai kemampuan. dirasakan oleh masyarakat Desa Pakraman
Dengan adanya kunjungan wisatawan Batuan.
yang datang ke Pura Desa dan Puseh Desa Sebagai desa yang mempunyai otonomi
Pakraman Batuan tentunya pasti ada saja yang mengatur dan mengurus rumah tangganya
dampak yang ditimbulkan dari kunjungan sendiri berlandaskan awig-awig yang

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 23
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

disepakati, maka perlu adanya usaha-usaha pada ingatan dan perasaan seseorang yang
untuk meningkatkan kemandirian dalam disebabkan oleh pengalaman yang
mengelola keuangan dan harta kekayaan milik diperolehnya. Ketenangan yang ingin
desa sehingga mampu menatap perkembangan diwujudkan oleh pengelola objek wisata Pura
dan kemajuan pembangunan. Masyarakat Desa Desa dan Pura Puseh Desa Pakraman Batuan
Pakraman Batuan mempunyai awig-awig yang terhadap wisatawan yang berkunjung adalah
indah dan menyenangkan seperti penampilan
telah disepakati bersama, di dalam awig-awig
phisik objek wisata yang sejuk dan nyaman
tersebut mengatur tentang tanah seperti tanah dengan kera-kera yang jinak, pelayanan
milik desa (duwen desa) berupa tanah pelaba pemandu wisata yang ramah dalam
pura dan tanah ayahan, yang status tanah memberikan informasi, suasana desa yang
tersebut milik desa. Hasil dari tanah tersebut masih asri dan berbagai jenis makanan yang
baik berupa uang dan lain-lainnya yang disuguhkan oleh warung makanan yang berada
merupakan harta kekayaan desa yang disepanjang jalan Desa Pura Desa dan Pura
dipergunakan untuk memenuhi kewajiban Puseh Desa Pakraman Batuan serta berbagai
dibidang keagamaan dan pembangunan. cendra mata lainnya. Dengan demikian akan
menimbulkan kesan yang hangat dan
Pariwisata telah menjadi roda ketenangan yang menarik dibenak wisatawan
penggerak perekonomian dan telah yang akan menjadi pemicu untuk kembali
memberikan kontribusi yang cukup besar bagi berkunjung.
masyarakat Desa Pakraman Batuan. Seiring
dengan sistem pengelolaan perekonomian yang b. Dampak Negatif
baik, merupakan salah satu bukti nyata Dalam kamus besar Bahasa Indonesia
keberhasilan masyarakat Desa Pakraman dampak negatif adalah pengaruh kuat yang
Batuan dalam memajukan eksistensi mendatangkan akibat negatif. Dampak adalah
masyarakatnya. Perkembangan masyarakat keinginan untuk membujuk, meyakinkan,
Desa Pakraman Batuan seperti sekarang ini mempengaruhi atau memberi kesan kepada
sangat ditunjang oleh masyarakat dengan orang lain, dengan tujuan agar mereka
wisatawan, untuk memperkenalkan kebudayaan mengikuti atau mendukung keinginannya.
yang dimiliki sehingga kunjungan wisatawan berdasarkan beberapa penelitian ilmiah
ke Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan disimpulkan bahwa negatif adalah pengaruh
akan dapat meningkatkan kunjungan buruk yang lebih besar dibandingkan dengan
wisatawan. dampak positifnya.

Kaitannya dalam konsep Tri Hita Jadi dapat disimpulkan pengertian


Karana pihak pengelola menjadikan dampak negatif adalah keinginan untuk
kemakmuran ekonomi menjadi boomerang membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau
untuk mendorong pengumbaran hawa nafsu memberi kesan kepada orang lain, dengan
kalau tidak dikendalikan oleh gagasan-gagasan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung
hidup di bidang spiritual. Kalau dua aspek keinginannya yang buruk dan menimbulkan
kehidupan tersebut di wujudkan secara akibat tertentu.
seimbang maka akan terbentuklah manusia dan
masyarakat yang seimbang lahir dan bathin. Dampak negatif kunjungan wisatawan
Kalau manusia dan masyarakat yang demikian terhadap konsep Tri Hita Karana di Pura Desa
itu menghuni bumi, maka bumi ini akan dan Puseh Desa Pakraman Batuan yaitu :
menjadi wadah kehidupan yang aman, damai
dan sejahtera. 1. Komersialisasi Pura Desa dan Puseh
Faktor ketenangan adalah pesona yang Desa Pakraman Batuan
paling ampuh untuk menarik minat wisatawan.
Ketenangan adalah kesan yang kuat melekat

24 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman 2. Banyaknya Pramuwisata Ilegal


Batuan pada awalnya bukan produk wisata
yang dijadikan kunjungan bagi para wisatawan Definisi pramuwisata yang lebih
tetapi sengaja diciptakan untuk tujuan lengkap dikemukakan oleh Prof. Hunziker dan
komersial. Kepentingan kapitalisme Kraft (1942) sebagai berikut : “Tourism is the
menjadikan Pura Desa dan Puseh Desa totality of relationships and phenomena arising
Pakraman Batuan sebagai alat komoditas yang from the travel and stay of strangers, provided
bernilai jual. Idelogi yang mendasari the stay does not imply the establishment of a
komodifikasi Pura Desa dan Puseh Desa permanent residence and is not connected with
Pakraman Batuan dalam konteks pariwisata a remunerated activity”. (Pariwisata adalah
global merujuk dan mengarah pada ideologi keseluruhan hubungan dan gejala-gejala atau
pasar. peristiwa-peristiwa yang timbul dari adanya
Hal ini terjadi karena ada kesempatan perjalanan dan tinggalnya orang asing, diamana
dan peluang, sehingga masyarakat Desa perjalanannya tidak untuk bertempat tinggal
Pakraman Batuan termotivasi melahirkan menetap dan tidak ada hubungan dengan
kreatifitas dalam menyambut pasar peradaban kegiatan untuk mencari nafkah).
masyarakat global, seperti kunjungan Secara umum pengertian Pramuwisata
pariwisata yang berciri kekuatan kapitalisme (Tour Guide) adalah seseorang yang dibayar
untuk menemani wisatawan dalam perjalanan,
dibidang ekonomi. Pura Desa dan Puseh Desa
mengunjungi, melihat serta menyaksikan objek
Pakraman Batuan yang semula merupakan dan atraksi wisata. Dari sudut pandangan
tempat suci, kemudian merambah, wisatawan, pramuwisata adalah seseorang yang
dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Kedua bekerja pada satu biro perjalanan atau pada
sisi itu tampak berlawanan, tetapi berjalan suatu kantor pariwisata (Tourist Office) yang
berdampingan saling melengkapi dan bertugas memberikan informasi petunjuk dan
memperkokoh eksistensi masing-masing. Sekat adsive secara langsung kepada wisatawan
yang menjadikan Pura Desa dan Puseh Desa sebelum dan sesudah perjalanan wisata
Pakraman Batuan sebagai tempat suci dan daya berlangsung.
tarik wisata dibangun oleh kebiasaan atau Adanya pramuwisata ilegal memang
pengalaman manusia yang sifatnya ritual dan tidak semuanya buruk, namun tidak bisa
kepentingan praktis untuk memperoleh dipungkiri diantara mereka ada memberikan
keuntungan ekonomi. informasi yang salah terhadap objek kunjungan
wisata atau sikap mereka sebagai pemandu
Dampak kunjungan wisatawan ke Pura wisata yang tidak berkenan di mata wisatawan.
Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan dalam Hakikat mendasar Tri Hita Karana
konteks pariwisata global terhadap sosial mengandung pengertian tiga penyebab
budaya masyarakat setempat tidak dapat secara kesejahteraan itu bersumber pada
cepat terlihat, karena perubahan yang terjadi keharmonisan hubungan antara manusia
dalam masyarakat tidak terjadi seketika, tetapi dengan Tuhan-nya, manusia dengan alam
melalui proses. Dampak kunjungan wisatawan lingkungannya, dan manusia dengan
ke Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman sesamanya. Dengan menerapkan falsafah
Batuan terhadap kehidupan sosial budaya tersebut diharapkan dapat menggantikan
masyarakat Desa Pakraman Batuan cenderung pandangan hidup modern yang lebih
bersifat negatif yang dapat mendatangkan mengedepankan individualisme dan
kerugian, seperti terjadinya komersialisasi materialisme. Membudayakan Tri Hita Karana
tempat suci, kaburnya identitas dan nilai akan dapat memupus pandangan yang
sejarah, dan tercemarnya tempat suci mendorong konsumerisme, pertikaian dan
(parhyangan) serta munculnya gejala gejolak.
hiperspiritualitas.

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 25
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

3. SDM Pramuwisata yang Kurang Paham harus bisa dalam penguasaan budaya dan
akan Budaya Agama dan Budaya sejarah, pembinaan etika juga menjadi variabel
Bali dalam proses sertifikasi.

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah III.Simpulan


manusia yang bekerja dilingkungan suatu
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya
organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja,
serta merujuk pada rumusan masalah yang
pekerja atau karyawan). Sumber Daya Manusia
adalah potensi manusiawi sebagai penggerak dipaparkan, maka dapat disimpulkan sebagai
organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. berikut:
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi 1. Implementasi Nilai-Nilai Tri Hita
yang merupakan asset dan berfungsi sebagai Karana Dalam Kunjungan Wisatawan di Pura
modal (non material/non finansial) didalam Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan
organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar
menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan Meliputi Implementasi Di Bidang Palemahan,
non fisik dalam mewujudkan eksistensi Pawongan Dan Parahayangan. Implementasi
organisasi. konsep Tri Hita Karana di Bidang Palemahan
Bali merupakan salah satu daerah yang yakni masyarakat Desa Pakraman Batuan di
mempunyai ciri khas Pariwisata Budaya. Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman Batuan
Seperti yang telah tertuang dalam peraturan di bidang palemahan yaitu dengan cara
Daerah TK I Bali No. 3 Tahun 1991 dalam mereresik di lingkungan pura yang dilakukan
perda tersebut dijelaskan bahwa pariwisata oleh salah satu masyarakat Desa Pakraman
budaya adalah jenis kepariwisataan yang dalam Batuan. . Implementasi konsep Tri Hita
perkembangan dan pengembangannya Karana di Bidang Pawongan seperti
menggunakan kebudayaan Daerah Bali yang mengadakan upacara, sangkep (rapat), dan
dijiwai oleh Agama Hindu yang merupakan ngayah ataupun gotong royong setiap banjar
bagian dari kebudayaan nasional sebagai yang ada di lingkungan Desa Pakraman
potensi dasar yang paling dominan yang Batuan. pengumuman yang berada di depan
didalamnya tersirat satu cita-cita akan adanya pura sangat membantu masyarakat dalam
hubungan timbal balik antara pariwisata dan menyampaikan informasi kepada orang-orang
budaya sehingga keduanya meningkat selaras yang ingin masuk ke Pura Desa dan Puseh
dan seimbang. Desa Pakraman Batuan khususnya bagi
Pariwisata budaya memiliki pengertian wisatawan yang berkunjung. Pada
yang sangat menonjol dan mempunyai daya pengumuman sudah jelas tertulis larangan-
tarik tersendiri dan merupakan karunia dari larangan yang harus dipatuhi seperti
Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai ciri berpakian yang rapi dan sopan, mentaati
khas budaya Bali, sehingga pariwisata budaya petunjuk yang ada, bagi wanita yang haid
mengandung pembatasan tegas bahwa segala dilarang memasuki pura demi menjaga
sesuatu yang bertentangan, merusak, dan kesucian pura dan selalu menjaga kebersihan
melunturkan nilai-nilai budi nurani budaya lingkungan merupakan bentuk Implementasi
yang luhur harus dilarang karena pariwisata konsep Tri Hita Karana di Bidang Pawongan
budaya adalah jenis kepariwisataan yang 2. Pemerintah membiarkan Pura Desa dan
memanfaatkan, menghormati, dan menerapkan Puseh Desa Pakraman Batuan dikelola oleh
konsep Tri Hita Karana sebagai akar budaya masyarakat Desa Pakraman Batuan karena
Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu. Pelaku masyarakat Desa Pakraman Batuan lebih
pariwisata khususnya pemandu wisata memahami seluk beluk Pura Desa dan Puseh
seharusnya lolos dalam sertifikasi sehingga Desa Pakraman Batuan demi terjaganya
mampu meningkatkan kualitas dan dapat lingkungan yang harmonis. Agen pariwisata
memberikan pelayanan yang lebih baik. Selain seperti biro perjalanan wisata sebagai
harus memiliki kompetensi, pemandu wisata pemandu sangat diperlukan untuk

26 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

meminimalisasi dampak-dampak yang kesopanan dan kesusilaan didalam kehidupan


ditimbulkan oleh wisatawan terhadap sehari-hari.
lingkungan dan kehidupan sosial- budaya
masyarakat. 4. Kepada Pemerintah Daerah agar lebih
Dampak kunjungan wisatawan terhadap meningkatkan sarana dan prasarana yang ada
konsep Tri Hita Karana di Pura Desa dan demi mendukung kunjungan pariwisata
Puseh Desa Pakraman Batuan yaitu Pura Desa khususnya di Pura Desa dan Puseh Desa
dan Puseh Desa Pakraman Batuan dijadikan Pakraman Batuan.
sebagai Cagar Budaya dan dengan adanya
kunjungan wisatawan dapat meningkatnya 5. Kepada Peneliti lain diharapkan dapat
pelaksanaan ritual masyarakat Desa Pakraman melanjutkan penelitian ini secara sepesifik dan
Batuan, serta dapat membantu masyarakat Desa mendalam untuk menemukan dampak-dampak
Pakraman Batuan dalam pembangunan desa kunjungan wisatawan di Pura Desa dan Puseh
secara fisik maupun non fisik yang meliputi Desa Pakraman Batuan serta implementasi
konsep Tri Hita Karana, yaitu pawongan, komunikasi terhadap konsep Tri Hita Karana.
palemahan dan parhyangan. Adanya
kunjungan pariwisata di Pura Desa dan Puseh Referensi
Desa Pakraman Batuan menimbulkan
komersialisasi Pura Desa dan Puseh Desa Afandi, Abdullah Khozin, Buku Penunjang
Pakraman Batuan, serta banyaknya Berpikir Teoretis Merancang Proposal.
pramuwisata ilegal dan SDM pramuwisata Surabaya: Pascasarjana IAIN Sunan
yang kurang paham akan budaya agama dan Ampel, 2006.
budaya Bali. Agung, Anak Agung Ngurah Gede. 1999.
Metodelogi Penelitian. Singaraja:
Saran STKIP Negeri Singaraja.
Adapaun saran yang diberikan oleh penulis: Ardika, I Wayan. 2007. Pusaka Budaya dan
1. Kepada para pengelola Pura Desa dan Pariwisata. Denpasar: Pusaka Larasan.
Puseh Desa Pakraman Batuan, tujuan wisata Ashrama, Berata. 2006. Wacana Pamungas Tri
ini perlu dipromosikan lebih gencar terutama Hita Karana Awards & Accreditations.
dalam hal makna religiusnya, sehingga Bali Travel News
masyarakat terutama umat Hindu lebih
mengenal situs ini, bukan saja sebagai produk Bugin, Burhand. 2001. Metodelogi Penelitian
budaya, tapi juga religius, sehingga akan Sosial Format-format Kuantitatif dan
menambah sradha bhakti kepada Tuhan Yang Kualitatif. Surabaya :
Maha Esa. AirlanggaYuniversity Press.
2. Kepada agen pariwisata, kualitas
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi. 2001.
sumber daya manusia (SDM) yang terlibat
Metode Penelitian. Jakarta : Bumi
dalam tujuan wisata Pura Desa dan Puseh Desa
Aksara
Pakraman Batuan perlu ditingkatkan lagi
melalui pendidikan tentang kepariwisataan dan
Darmayasa.2013. Bhagawad Gita (Nyanyian
sejarah Pura Desa dan Puseh Desa Pakraman
Tuhan). Denpasar. Yayasan Dharma
Batuan dalam kaitannya dengan Agama Hindu.
Sthapanam.
3. Kepada generasi muda agar tetap
melestarikan budaya yang dimiliki. Generasi Djazifah, Nur. 2012. Modul Pembelajaran
muda diharapkan mampu menjaga tradisi dan Sosiologi Proses Perubahan Sosial di
selektif terhadap masuknya budaya-budaya Masyarakat. Yogyakarta : LPPM UNY
asing, serta tetap menjaga norma-norma

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 27
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Dwijendra, Ngakan Ketut. 2009. Arsitektur Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode


Bangunan Suci Hindu. Denpasar : Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Udayana University Press Kerjasama PT.Gramedia Pustaka Utama.
CV. Bali Media Adhiksara.
Masyuri dan Zainudin, M. 2008. Metodelogi
E.Kast, Freemant. E.Rozenswing James. 1996. Penelitian Pendekatan Praktis dan
Organisasi dan Manajemen 2. Jakarta : Aplikatif. Bandung : PT Rafika
Bumi Aksara. Aditama.

Edward III, Merilee S. 1980. Implementing Moleong, Lexi J. 2004. Metodelogi Penelitian
Public Policy. Congressional Quarterly Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Press, Washington. Rosdakarya.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi penelitian
Gramedia Widiasarana Indonesia. Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya
Hasan, Iqbal. M. 2002. Pokok-Pokok
Metodelogi Penelitian dan Aplikasinya. Nasution, S. 1987. Metode Research. Bandung
Jakarta : Ghalia Indonesia. : Jemmars.

Iqbal, Hasan. 2002. Metodologi Penelitian dan Pitana, I Gede. 1997. Pengantar Ilmu
Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-pokok dan Poerwadarminta, W.J.S, 1976. Kamus Umum
Metodelogi dan Aplikasinya. Jakarta : Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
PT Raja Gofindo Persada. Pustaka.
Irawan, Koko. 2010. Potensi Objek Wisata Air
Terjun Serdang sebagai Daya Tarik Sirtha, 2008. Subak (Konsep Pertanian Religius
Wisata di Kabupaten Labuhan Batu Perspektif Hukum, Budaya dan Agama
Utara. Kertas Karya. Program Hindu). Surabaya : Paramita.
Pendidikan Non Gelar Pariwisata.
Universitas Sumatera Utara. Sugiyono, 2007. Metodelogi Penelitian
Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
J. Maleong, Lexy. 2000. Metode Penelitian Kualitatif dan RD. Bandung : Alfabeta.
Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D. Bandung:
Kadjeng, I Nyoman.2004. Sarasamuscaya. Alfabeta.
Jakarta: Hanuman Sakti.
Sumadi, Ketut. 2011. Teknik Penulisan
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa
Proposal Penelitian dan Skripsi. Institut
Indonesia. Surabaya : Kartika Margono,
Hindu Dharma Negeri Denpasar.
S. 2003. Metodelogi Penelitian
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Surada, I Made. 2007. Kamus Sansekerta-
Indonesia. Surabaya : Paramita.

28 http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index
ISSN 2527-9734 Pariwisata Budaya: Jurnal Ilmiah Pariwisata Agama dan Budaya EISSN 2614-5340

Suryabrata, Sumadi. 2003. Metode Penelitian.


Jakarta : PT Raja Grafindo Penada.

Sutawijaya, I Made. 2010. Implementasi


Falsafah Tri Hita Karana Dalam
Pembangunan Pariwisata di Desa
Pakraman Tulamben. Tesis: IHDN
Denpasar.

Suyanto, Bagong dan Sutinah, 2005. Metode


Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta: Prenada.

Tim Penyusun, 2004. Bali Menuju Jagadhita.


Denpasar : Pustaka Bali Post.

Tim Penyusun. 1991. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Balai Pustaka : Dep.
Pendidikan dan Kebudayaan.

Tim Penyusun. 1991. Kamus Besar Bahasa


Indonesia. Edisi Kedua.

Tim Penyusun. 2001. Kamus Besar Bahasa


Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta : Balai
Pustaka.

Wardhani, Diah. 2008. Media Relations:


Sarana Membangun Reputasi
Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wiguna. 2009. Persepsi Wisatawan terhadap


Implementasi Tri Hita Karana dalam
Pengembangan Pariwisata Budaya Bali
di Obyek Wisata Uluwatu. Tesis IHDN
Denpasar.

Wiryohandoyo, Sudarno. 2002. Perubahan


Sosial : Sketsa Teori dan Refleksi
Metodologi Kasus Indonesia. Yogyakarta
: Tiara Wacana

http://ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PB/index 29

You might also like