Professional Documents
Culture Documents
3, 2015: 236-241
Abstract
Xerostomia is a subjective sensation of dry mouth which can cause oral problems and affects one’s quality of life. It is
often seen as a side effect of medications and one of those medications that can cause xerostomia is bronchodilator which
is used to treat chronic obstructive pulmonary disease patients. The study aimed to know the relationship between the
usage of bronchodilator depending on types and duration of medication towards xerostomia in chronic obstructive
pulmonary disease patient at Dr. Pirngadi Medan Hospital. The design of research was a cross sectional analytic survey
which included 97 copd patients (75 men and 22 women). Subjects were interviewed and questionnaires was used to
collect data. Data progress was done computerized and analysis using Chi square. The results showed that 64.95%
subjects had xerostomia and the highest prevalence of xerostomia was found rest on subjects who used combination types
of bronchodilator (beta 2 agonists and anticholinergic) and duration use of drugs was 1-5 years. In conclusion, there are
significant relationship (p< 0,05) between types and duration use of bronchodilator in treating copd patients toward
xerostomia. The combination and the longer duration use of medication will increase the risk of xerostomia.
Abstrak
Xerostomia merupakan sensasi subjektif mulut kering yang dapat menyebabkan berbagai masalah di rongga mulut dan
mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Xerostomia sering terjadi sebagai efek samping penggunaan obat dan salah satu
obat yang dapat menyebabkan xerostomia adalah obat bronkodilator yang digunakan pasien penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan penggunaan obat bronkodilator terhadap terjadinya
xerostomia pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) berdasarkan jenis dan lama pemberian obat. Jenis
penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional melibatkan 97 subjek (75 orang laki-laki dan 22
orang perempuan) yang merupakan pasien PPOK di RSU Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini dilakukan dengan
mewawancarai subjek menggunakan alat bantu kuesioner. Data diproses secara komputerisasi dan analisis menggunakan
uji Chi square. Hasil penelitian menunjukkan pasien PPOK yang mengalami xerostomia sebanyak 63 orang (64,95%).
Persentase xerostomia paling tinggi terdapat pada pengguna kombinasi obat (agonis beta 2 dan antikolinergik) dan
berdasarkan lama pemberian obat paling tinggi terdapat pada pengguna obat selama 1-5 tahun. Sebagai kesimpulan,
ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara jenis obat dan lama pemberian obat bronkodilator yang digunakan
pasien PPOK terhadap terjadinya xerostomia. Penggunaan kombinasi obat dan dengan durasi yang semakin lama akan
semakin meningkatkan resiko terjadinya xerostomia.
pada rongga mulut yang tidak selalu berkaitan de- menyatakan xerostomia (9,3%) sebagai efek sam-
ngan hipofungsi kelenjar saliva dan hiposalivasi (pe- ping yang sering terjadi akibat penggunaan tiotro-
nurunan sekresi saliva).1 Xerostomia paling sering pium (antikolinergik) pada penderita PPOK.11 Bebe-
terjadi sebagai bentuk efek samping obat-obatan di rapa kelompok percobaan klinis dilakukan terhadap
rongga mulut. Lebih dari 500 jenis obat-obatan telah penggunaan Spiriva Handihaler (antikolinergik je-
dikaitkan dengan terjadinya xerostomia.2 Penelitian nis tiotropium) pada penderita PPOK dalam bebe-
yang dilakukan oleh Nagler dan Hershkovich pada rapa macam waktu, yaitu pada penggunaannya se-
kelompok usia lanjut menunjukkan penurunan sek- lama enam bulan, satu tahun dan empat tahun. Hasil
resi saliva total tanpa stimulasi sebagai akibat dari percobaan klinis menunjukkan terjadinya efek sam-
penggunaan obat-obatan.3 Obat-obatan yang me- ping obat di rongga mulut berupa xerostomia de-
nyebabkan xerostomia adalah obat yang dalam me- ngan prevalensi sebesar 16% pada penggunaan se-
kanisme kerjanya mengganggu transimisi signal di lama enam bulan dan satu tahun, sementara peng-
saraf efektor parasimpatis, obat yang mengganggu gunaan selama empat tahun menunjukkan xeros-
akitivitas saraf efektor adrenergik dan obat yang tomia sebesar 5,1%.12
menyebabkan depresi sistem saraf pusat.2 Secara teoritis, penggunaan obat bronkodilator da-
Xerostomia dapat menyebabkan berbagai masalah pat menyebabkan xerostomia, termasuk pengguna-
di rongga mulut dan juga dapat mempengaruhi kua- annya pada pasien PPOK. Namun penelitian se-
litas hidup seseorang. Fungsi pengunyahan, pe- belumnya belum menjelaskan hubungan pengguna-
nelanan dan fungsi bicara akan terganggu. Xeros- an obat bronkodilator pada pasien PPOK dilihat dari
tomia juga dapat menyebabkan mukosa menjadi ke- jenis obat dan lama pemberian obat terhadap ter-
ring, sensitif dan rentan terhadap trauma, infeksi jadinya xerostomia. Oleh karena itu, peneliti ingin
kandida, inflamasi, perubahan pengecapan, sindro- melakukan penelitian tentang hubungan obat bron-
ma mulut terbakar dan halitosis.4 kodilator terhadap xerostomia yang akan dilakukan
Salah satu obat yang menyebabkan xerostomia pada pasien PPOK di RSU Dr. Pirngadi Medan.
adalah obat bronkodilator yang digunakan pasien Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preva-
penyakit paru obstruktif kronik.3 Penyakit paru ob- lensi xerostomia pada pasien PPOK yang meng-
struktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru gunakan obat bronkodilator, mengetahui hubungan
yang ditandai dengan adanya hambatan aliran udara, antara penggunaan obat bronkodilator terhadap ter-
yang bersifat kronik progresif dan tidak sepenuhnya jadinya xerostomia pada pasien PPOK berdasarkan
reversibel. PPOK terdiri atas bronkitis kronik dan jenis obat dan lama pemberian obat.
emfisema. PPOK telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat Indonesia akibat semakin tingginya pa- BAHAN DAN METODE
janan faktor risiko seperti kebiasaan merokok, pen-
cemaran udara dan akibat meningkatnya usia ha- Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan
rapan hidup.5,6 Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ada-
prevalensi PPOK di Indonesia sebesar 3,7% dan di lah pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK)
Sumatera Utara sebesar 3,6%. Prevalensi PPOK di RSU Dr. Pirngadi Medan. Pemilihan sampel di-
meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih ting- lakukan dengan teknik consecutive sampling, yaitu
gi pada laki-laki.7 Saat ini PPOK menjadi penyebab semua subjek yang datang secara berurutan dan me-
kematian kelima di seluruh dunia dan WHO mem- menuhi kriteria pemilihan diikutsertakan dalam pe-
prediksi pada tahun 2020 PPOK akan menjadi pe- nelitian untuk kurun waktu tertentu sampai jumlah
nyebab kematian ketiga di seluruh dunia.6 sampel yang diperlukan terpenuhi.13 Sampel pe-
Pasien yang menderita PPOK biasanya diberikan nelitian ini berjumlah 97 orang yang memenuhi kri-
obat bronkodilator. Jenis obat bronkodilator yang teria inklusi yaitu pasien PPOK yang berusia 30-60
umumnya diberikan adalah agonis beta 2 dan anti- tahun dan setuju menjadi sampel penelitian. Se-
kolinergik (antimuskarinik).8 Kedua jenis obat ter- mentara pasien yang juga menderita penyakit siste-
sebut mempunyai efek samping sistemik seperti tre- mik lain yang dapat menyebabkan xerostomia se-
mor, takikardia, hipokalemia, nausea, konstipasi, sa- perti sindrom Sjogren’s, penyakit diabetes mellitus,
kit kepala dan efek samping di rongga mulut.8.9 Sa- infeksi HIV, penyakit ginjal kronik, penyakit siste-
lah satu efek samping yang ditimbulkan di rongga mik lupus eritematosus, maupun pasien yang juga
mulut yaitu xerostomia.9 menggunakan obat-obatan lain yang dapat me-
Penelitan yang dilakukan Najafizadeh dkk. ter- nyebabkan xerostomia seperti obat antihipertensi,
238 dentika Dental Journal, Vol 18, No. 3, 2015: 236-241
obat diuretik, obat antihistamin, obat antidepresan kan 73,2% pasien PPOK berada dalam rentang usia
dieksklusi dari penelitian. 51-60 tahun dan pada rentang usia tersebut, xerosto-
Pengumpulan data ditujukan kepada pasien PPOK mia paling banyak terjadi, yaitu sebesar 47,4%.
Edisi Cetak Dentika Dental Journal, Juli 2015 (ISSN: 1693-671X)
yang diperoleh dari rekam medik pasien dan datang Sebanyak 97 (59%) mengonsumsi kedua jenis obat
ke poli paru RSU Dr. Pirngadi Medan yang dila- bronkodilator, yang mana 42% mengalami xerosto-
kukan mulai pukul 09.00-13.00 dan pasien diberi mia dan 17% lainnya tidak mengalami xerostomia.
informasi tentang tujuan penelitian ini. Setelah pa- Hasil uji statistik menggunakan Pearson chi-square
sien setuju menjadi subjek penelitian, pasien diminta memperlihatkan bahwa nilai signifikansi p= 0,045
menandatangani informed consent. Kemudian pada atau p< sig α (0,05). Dengan demikian, dapat disimpul-
rekam medik dicatat data pribadi pasien (nama, kan bahwa terdapat hubungan yang signifikan an-
umur, jenis kelamin), jenis obat bronkodilator dan tara jenis obat bronkodilator yang digunakan pasien
lama pemberian obat bronkodilator. Selanjutnya PPOK terhadap terjadinya xerostomia (Tabel 1).
pertanyaan diajukan sesuai dengan kuesioner kepa-
da pasien untuk membuktikan ada atau tidaknya xe- Tabel 1. Tabulasi silang antara jenis obat bronkodilator
rostomia. Xerostomia dinilai berdasarkan kuesioner terhadap terjadinya xerostomia pada pasien
dengan skor xerostomia lebih besar atau sama de- PPOK
ngan lima.15 Analisis data pada penelitian ini meng-
Jenis obat Xerostomia
gunakan uji Pearson chi-square (X2). Jumlah
bronkodilator Ya Tidak Nilai P
(%)
(Golongan) n % n %
Kuesioner untuk mendiagnosis xerostomia14 Agonis beta 2 13 13,40 15 15,46 28 (28,87)
1 Apakah mulut anda terasa kering saat ini? Antikolinergik 8 8,25 2 2,06 10 (10,31)
2 Apakah saat mengkonsumsi makanan mulut Agonis beta 2 dan
42 43,30 17 17,53 59 (60,82)
0,045
anda juga terasa kering? antikolinergik
Jumlah 63 64,95 34 35,05 97 (100)
3 Apakah anda mengalami kesulitan dalam me-
ngonsumsi makanan yang kering?
4 Apakah anda mengalami kesulitan saat me- Hasil penelitian menunjukkan 48,45% pasien meng-
nelan makanan? gunakan obat bronkodilator selama 1-5 tahun, 34,02%
5 Apakah mulut anda membutuhkan air minum menggunakan obat bronkodilator <1 tahun dan ha-
nya 17,53% menggunakan obat bronkodilator >5 ta-
saat menelan makanan?
6 Apakah anda mengisap permen untuk me- hun. Berdasarkan lama pemberian obat, hasil uji sta-
ringankan mulut kering? tistik menggunakan Pearson chi-square memperlihat-
7 Apakah pada malam hari anda bangun untuk kan bahwa nilai signifikansi p= 0,035 atau p< sig α
minum? (0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara lama pem-
berian obat bronkodilator pada pasien PPOK ter-
HASIL
hadap terjadinya xerostomia (Tabel 2).
Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 97
Tabel 2. Tabulasi silang antara lama pemberian obat
orang pasien PPOK di RSU Dr. Pirngadi Medan. bronkodilator terhadap terjadinya xerostomia pa-
Berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini ter- da pasien PPOK
dapat subjek laki-laki sebanyak 75 orang (77,3%),
sedangkan subjek perempuan sebanyak 22 orang Xerostomia
Lama pemberian Jumlah
(22,7%). Berdasarkan usia subjek penelitian, kelom- obat PPOK
Ya Tidak
(%)
Nilai P
n % n %
pok usia 30-40 tahun sebanyak 3 orang (3,1%), kelom- <1 tahun 17 17,53 16 16,49 33 (34,02)
pok usia 41-50 tahun sebanyak 23 orang (23,7%) 1-5 tahun 31 31,96 16 16,49 47 (48,45)
0,035
serta kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 71 orang >5 tahun 15 15,46 2 2,06 17 (17,53)
Jumlah 63 64,95 34 35,05 97 (100)
(73,2%).
Subjek penelitian yang mengalami xerostomia se-
banyak 63 orang (64,9%) sedangkan yang tidak me- PEMBAHASAN
ngalami xerostomia sebanyak 34 orang (35,1%). Pe-
nelitian menunjukkan dari 63 orang yang menga- Xerostomia merupakan sensasi subjektif mulut ke-
lami xerostomia, sebanyak 49% adalah laki-laki, ha- ring yang sering terjadi sebagai efek samping peng-
nya 14% perempuan yang mengalami xerostomia. gunaan obat-obatan.15 Salah satu obat yang me-
Pasien yang tidak mengalami xerostomia sebanyak nyebabkan xerostomia adalah obat bronkodilator
34%, terdiri dari 26% laki-laki dan 8% perempuan. yang digunakan pasien PPOK, yaitu obat agonis be-
Berdasarkan kelompok usia. penelitian menunjuk- ta 2 dan antikolinergik.3,9,16 Beberapa penelitian ter-
Hasibuan: Hubungan penggunaan obat bronkodilator dengan terjadinya xerostomia pada pasien penyakit paru obstruktif kronik 239
hadap penggunaan obat bronkodilator, seperti pe- rata-rata adalah 53,85 ± 5,72. Hasil penelitian Sidabutar
nelitian Najafizadeh dkk. terhadap penggunaan ago- dkk. juga menunjukkan prevalensi PPOK yang ting-
nis beta 2 dan penelitian Casaburi dkk. terhadap gi pada usia tua, yaitu sebesar 64,5% pasien PPOK
Edisi Cetak Dentika Dental Journal, Juli 2015 (ISSN: 1693-671X)
penggunaan antikolinergik menunjukkan xerosto- berada pada kelompok usia ≥60 tahun.17 Dengan
mia sebagai efek samping yang paling sering ter- bertambahnya usia, kekuatan otot dan fungsi paru
jadi.10,11 akan menurun. Proses aging mengakibatkan kalsifi-
Penelitian yang dilakukan di poli paru RSU Dr. kasi pada tulang kartilago yang dapat mempe-
Pirngadi Medan menunjukkan jumlah responden ngaruhi kerja diafragma. Kekuatan diafragma pada
laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, yaitu manula yang sehat menurun sebesar 25%. Selain itu,
75 orang laki-laki dan 22 orang perempuan. Ke- proses aging juga menyebabkan degenerasi serabut
adaan ini sesuai dengan hasil penelitian Sidabutar elastik duktus alveolar, mengakibatkan udara ter-
dkk. pada tahun 2012 di RSUP H. Adam Malik perangkap. Keadaan tersebut yang disertai adanya
yang menunjukkan mayoritas pasien PPOK adalah faktor-faktor risiko lainnya akan meningkatkan po-
laki-laki (86,5%).17 Tingginya persentase PPOK pa- tensi terjadinya PPOK.22
da laki-laki berkaitan dengan kebiasaan merokok se- Sebagian besar pasien PPOK yang mengalami xe-
bagai faktor risiko utama yang lebih tinggi pada rostomia adalah laki-laki, hal ini karena mayoritas
laki-laki.5,6 Menurut Riskesdas 2013, proporsi pe- pasien PPOK adalah laki-laki. Berdasarkan kelom-
rokok laki-laki berusia ≥15 tahun sebesar 64,9%, se- pok usia, prevalensi xerostomia paling tinggi di-
mentara proporsi perokok perempuan hanya sebesar jumpai pada kelompok usia 51-60 tahun, yaitu se-
2,1%.7 Merokok dapat menyebabkan penyempitan besar 47,4% (46 orang). Keadaan ini dikarenakan
pada bronkiolus, inflamasi dan fibrosis, yang ke- mayoritas subjek pada penelitian ini berada pada
mudian mengakibatkan obstruksi aliran udara.18 kelompok usia tersebut (73,2%).
Asap rokok dapat melemahkan mekanisme per- Penelitian yang dilakukan terhadap 97 pasien
tahanan saluran pernapasan antara lain mengakibat- PPOK yang menggunakan obat bronkodilator me-
kan penurunan produksi komponen sekretori IgA nunjukkan terjadinya xerostomia sebesar 64,9% (63
yang berfungsi mencegah penetrasi antigen ke da- orang). Jenis obat bronkodilator yang paling banyak
lam mukosa saluran napas dan juga menyebabkan diberikan adalah kombinasi obat agonis beta 2 dan
paralise silia saluran pernapasan, mengakibatkan hi- antikolinergik, yaitu pada 59 orang. Penggunaan kombi-
langnya kemampuan menyingkirkan debris dan mu- nasi kedua golongan obat menunjukkan terjadi-
kus dari paru-paru, sehingga dapat meningkatkan re- nya xerostomia paling banyak, yaitu sebesar 43,3%
siko infeksi. Hilangnya kemampuan silia akan me- (42 orang). Hal ini dapat terjadi karena efek dari
nimbulkan batuk sebagai usaha untuk menyingkir- masing-masing obat tersebut adalah xerostomia, se-
kan mukus dan batuk yang kronis dapat berkem- hingga keadaan xerostomia semakin jelas terlihat
bang menjadi bronkitis kronik.19,20 Meningkatnya pada yang menggunakan kedua obat bonkodilator ter-
resiko infeksi akan memudahkan kolonisasi bakteri, sebut. Penggunaan obat bronkodilator secara tung-
memicu respon inflamasi pada saluran pernapasan gal menunjukkan penggunaan antikolinergik lebih
dan alveoli paru. Enzim proteolitik yang dikeluarkan dapat menyebabkan xerostomia dibanding pengguna-
oleh sel inflamatori alveoli pada akhirnya dapat me- an agonis beta 2. Efek xerostomia yang disebabkan
nyebabkan kerusakan jaringan alveolar paru, yaitu obat anti-kolinergik lebih jelas terlihat dibanding
hilangnya elastisitas alveolar paru. Keadaan ini di- efek obat agonis beta 2. Keadaan ini dikarenakan
sebut emfisema, yang merupakan efek akhir me- obat antikolinergik memblokir saraf parasimpatis dan
rokok akibat penyempitan saluran napas yang pro- menyebabkan penurunan volume saliva, sedangkan
gresif.18-21 Walaupun demikian, kebiasaan merokok obat agonis beta 2 tidak menghambat rangsangan
bukan merupakan satu-satunya faktor yang me- saraf, tetapi menyebabkan xerostomia dengan mem-
nyebabkan terjadinya PPOK. Beberapa faktor risiko pengaruhi saraf simpatis, menyebabkan perubahan
lain ikut mendukung perkembangan PPOK, di- komposisi saliva.21.22 Selain itu, adrenergik simpa-
antaranya faktor genetik, polusi lingkungan, infeksi tetik juga menyebabkan vasokonstriksi mengakibat-
dan adanya peningkatan usia harapan hidup, dimana kan penurunan aliran darah pada kelenjar saliva
terjadi peningkatan penyakit degeneratif.6,18 sehingga terjadi penurunan aliran saliva.22
PPOK merupakan suatu penyakit kronis yang Analisis hubungan jenis obat bronkodilator yang
membutuhkan waktu tahunan untuk berkembang.21 digunakan pasien PPOK terhadap terjadinya xeros-
Prevalensi terjadinya PPOK meningkat seiring ber- tomia dengan uji statistik chi-square menunjukkan
tambahnya usia.7 Berdasarkan kelompok usia, jum- nilai p= 0,045 (p< 0,05) yang berarti adanya hubungan
lah responden terbanyak berada pada rentang usia yang signifikan antara jenis obat terhadap terjadinya
51-60 tahun, yaitu sebanyak 71 orang dengan umur xerostomia. Jenis obat yang paling menyebabkan
240 dentika Dental Journal, Vol 18, No. 3, 2015: 236-241
22. Tayde P, Kumar S. Chronic obstructive pulmonary effects in the mouth. In: Virdi M, ed. Oral health
disease in the elderly: evaluation and management. care - pediatric, research, epidemiology and clinical
Asian J Gerontol Geriatr 2013; 8(2): 92. practices. Croatia: Intech, 2012: 113-23.
23. Haveles E. Applied pharmacology for dental hy-