You are on page 1of 15

IMPLEMENTASI CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF

DISCRIMINATION AGAINST WOMEN (CEDAW) DI INDONESIA

Oleh: Anita Putri Rukayah Siregar


anitaprsrg@gmail.com
Pembimbing: Dr. Yusnarida Eka Nizmi M. Si
Bibliografi: 39 Jurnal, 23 Buku, 12 Artikel dan 14 Situs Web
Jurusan Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau
Kampus Bina Widya Jl. HR. Soebrantas Km. 12,5 Simp. Baru Pekanbaru 28294
Telp/Fax. 0761-63277

Abstract

Violence against women is already being world issue, where women’s rights are
not fulfilled and discrimination against women happened on some aspects of life. To
reduce the number of violence against women and eliminate any forms of
discrimination against women, UN created a convention called Convention on The
Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW). Indonesia
ratified this convention in 1984, but in the following years after ratification, the number
of violence against women keeps increasing especially on domestic violence case. In
1998, Indonesia’s President BJ Habibie founded National Commission of Women
(Komnas Perempuan) as National Human Rights Institute (NHRI) in Indonesia that
works as the national correctional system, and monitoring enforcement of women’s
right, with CEDAW as its work foundation. The sources of this research were obtained
through literature reviews, journals, books, articles, websites, and others. This research
used qualitative methods and generating descriptive data. In terms to solve the problem,
this research is using the Socialist Feminism perspective with assume that socialist
feminism is the most appropriate perspective to describe women’s issue especially in
domestic violence case where patriarchy and capitalism are the main problem that
caused domestic violence against. This research is using Constructivism theory where
CEDAW is the main convention that constructed in Indonesia and Komnas Perempuan)
that implementing CEDAW in Indonesia as the level of analysis. Human’s Rights is
used as the concept where feminism is created by those issues. This research shows that
implementation forms of CEDAW by Komnas Perempuan to raise and increase
women’s awareness, especially in domestic violence that being the main issue, are;
formulating laws on the elimination of domestic violence, releasing annual report of
violence against, supporting Indonesia’s women movements and releasing journals and
books about domestic violence.

Key Words: CEDAW, Discrimination, Domestic Violence, Women’s Rights, Komnas


Perempuan.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 1


PENDAHULUAN 1963 Majelis Umum PBB mencatat
Hak Asasi Manusia (selanjutnya bahwa diskriminasi terhadap perempuan
akan disingkat sebagai HAM) adalah dalam berbagai bentuk dengan korban
salah satu gejala global yang menjadi perempuan beragam usia dan dari
perhatian hubungan internasional sejak berbagai lapisan sosial masih terus
berakhirnya perang dingin pada akhir berlanjut, dan meminta agar dapat
dekade 1980-an.1 HAM begitu penting dibuat suatu rancangan Deklarasi
bagi setiap individu sehingga Penghapusan Diskriminasi terhadap
masyarakat internasional membuat Perempuan.3 Sehingga, pada tahun 1979
beberapa instrumen hukum yang dibentuklah sebuah instrument standar
berhubungan dengan hak dasar sebagai internasional penghapusan segala
manusia. Di dalam berbagai instrumen bentuk diskriminasi terhadap
hukum tersebut dapat dijadikan sebagai perempuan oleh PBB, yaitu Convention
dasar pelaksanaan perlindungan dan on The Elimination of All Forms of
pemenuhan hak asasi manusia. Dicrimintaion Againts Woman
HAM lahir sebagai sebuah (selanjutnya disingkat sebagai
konsep yang menjadi isu penting karena CEDAW). Konvensi ini merupakan
munculnya kesadaran manusia akan instrumen internasional yang berisi
pentingnya mengakui, menghormati dan pengakuan secara universal dan hukum
mewujudkan eksistensi kemanusiaan serta standar-standar tentang persamaan
manusia secara utuh. Berbicara hak laki-laki dan perempuan.4
mengenai Hak Asasi Manusia tidak CEDAW adalah salah satu
lepas dari perbincangan mengenai hak konvensi utama tingkat internasional
asasi setiap individu, salah satunya yang membela hak-hak perempuan
perempuan. Hak Asasi Perempuan sebagaimana tercantum dalam resolusi
dimaknai sebagai hak yang dimiliki Mahkamah Umum No. 34/180 tanggal
oleh seorang perempuan, baik karena ia 18 Desember 1979. Disetujuinya
seorang manusia maupun sebagai CEDAW merupakan puncak dari upaya
seorang perempuan.2 Definisi tersebut Internasional yang ditujukan untuk
mengindikasikan bahwa Hak Asasi melindungi dan mempromosikan hak-
Perempuan merupakan bagian dari Hak hak perempuan di seluruh dunia. 5
Asasi Manusia. CEDAW memuat 30 pasal untuk
Pengakuan hak perempuan di diadopsi dan diratifikasi oleh negara-
tingkat internasional sebagai hak asasi negara anggota PBB, dan secara legal
manusia berakar pada Deklarasi Umum
Hak Asasi Manusia (selanjutkan akan 3
Achie Sudiarti Luhulima, CEDAW Menegakkan
disingkat sebagai DUHAM) tahun Hak Asasi Perempuan (Yayasan Pustaka Obor
1947. Kodifikasi tentang standar Indonesia, 2000).
4
pengakuan hak manusia diatur dalam Sri Wiyanti Eddyono, Hak Asasi Perempuan
DUHAM, dan di dalamnya termasuk dan Konvensi CEDAW (Jakarta: Lembaga Studi
hak perempuan. DUHAM secara tegas dan Advokasi Masyarakat, 2005).
5
sudah menuliskan hak atas persamaan Assessing the Status of Women, A Guide to
Reporting Under the Convention on the
terhadap perempuan, namun pada tahun Elimination of All Forms of Discrimination
Against Women, Update by the Division for the
1
Haris Azhar, Tantangan Kebijakan Luar Negri Advancement of Women Department of
Indonesia dalam Mempromosikan Hak Asasi Economic and Social Affairs, United Nations
Manusia (Jakarta Pusat: Kontras, 2014), 2. 2000. Diakses di
2
Nuraida Jamil, Hak Asasi Perempuan dalam http://www.un.org/womenwatch/daw/cedaw/
Konstitusi dan Konvensi CEDAW. . Diakses pada 14 September 2018.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 2


dinyatakan sebagai dokumen perkawinan, sebagai buruh di tempat
internasional (entry into force) tanggal 3 kerja, dan eksploitasi perempuan
September 1981. sebagai objek seksual. Pada saat Orde
CEDAW menetapkan prinsip- Baru, mereka mencatat aktifnya
prinsip serta ketentuan-ketentuan untuk beberapa lembaga swadaya masyarakat
menghapus kesenjangan, subordinasi memberikan pendampingan bagi
serta tindakan yang merugikan perempuan korban kekerasan.7 Meski
kedudukan perempuan dalam hukum, demikian, selama bertahun-tahun fakta
keluarga dan masyarakat. Prinsip- kekerasan terhadap perempuan masih
prinsip tersebut diantaranya: menjadi perhatian kelompok-kelompok
a. Kesetaraan substantif; kecil. Artinya, belum menjadi perhatian
b. Non-diskriminasi; dan publik.
c. Kewajiban Negara. Masyarakat baru menyadari
Indonesia meratifikasi CEDAW keseriusan masalah kekerasan terhadap
pada tahun 1984 dengan Undang- perempuan, setelah berlangsung
undang nomor 7 tahun 1984 tentang kerusuhan Mei 1998, dimana Indonesia
pengesahan Konvensi Penghapusan dikejutkan dengan kasus kerusuhan Mei
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap 1998 di Jakarta, dan beberapa daerah
Perempuan. Hal tersebut mengikat lain, yang juga mengungkapkan bentuk-
Indonesia untuk melaksanakan bentuk kekerasan seksual massal
perlakuan untuk tidak membeda- terhadap perempuan, khususnya etnis
bedakan hak-hak perempuan dan laki- Tionghoa.8
laki di segala bidang kehidupan. Setelah Dengan dilatarbelakangi oleh
CEDAW diratifikasi oleh Indonesia, peristiwa tersebut, isu kekerasan
maka Indonesia berkewajiban untuk terhadap perempuan mulai menjadi
melaporkan secara periodik pelaksanaan perhatian publik, yang disusul dengan;
CEDAW yang berupa National Report (1. dibentuknya Komisi Nasonal Anti
ke Komisi Status Wanita. 6 Kekerasan Terhadap Perempuan
Aktivis perempuan di masa (Komnas Perempuan), pada bulan
sebelum kemerdekaan, telah mencatat Oktober 1998; dan (2. bertambahnya
kasus-kasus perkawinan paksa, jumlah perempuan, khususnya dari
poligami, perceraian secara sepihak daerah-daerah operasi militer (Aceh,
tanpa mempertimbangkan keadilan bagi Timor Timur/Timor Loro Sae, dan Irian
istri dan anak, dan bentuk-bentuk Jaya/Papua), yang bersaksi mengenai
kesewenangan lain terhadap perempuan. kekerasan terhadap perempuan, yang
Di masa Orde Lama, juga tercatat dilakukan aparat. Bersamaan dengan
masalah-masalah perempuan dalam itu, mulai disadari keseriusan masalah
dari berbagai bentuk kekerasan terhadap
perempuan, yang selama ini banyak
6
Khusus untuk CEDAW, laporan dilaksanakan terjadi dalam masyarakat, tetapi kurang
ke Division for the Advancement of Women in
New York, lihat United Nation High
Commissioner for Human Rights-Introduction to
7
the conventional mechanisms (treaty Kristi Poerwandari, dkk., Peta Kekerasan
monitoring bodies) yang dikeluarkan oleh the Pengalaman Perempuan Indonesia dalam
Sweaish International Development Co- Publikasi Komnas Perempuan (Ameepro:
operation Agency (Sida) tahun 2001. Diakses di Jakarta, 2002), 22.
8
https://www.ohchr.org/Documents/Publication Tragedi 1998 dalam Perjalanan Bangsa
s/HRhandbooken.pdf. Diakses pada 14 Disangkal! dalam Publikasi Komnas Perempuan
September 2018. (Jakarta, 2013), 10.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 3


memperoleh perhatian, terutama penyadaran pada kelompok tertindas
9
kekerasan dalam rumah tangga. agar perempuan sadar bahwa mereka
Data dan analisis kekerasan merupakan kelas yang dirugikan. Proses
terhadap perempuan menunjukkan penyadarannya adalah dengan cara
situasi darurat kekerasan terhadap membangkitkan emosi para perempuan
perempuan, terutama dalam ranah agar mereka mengubah keadaannya.10
Rumah Tangga. Peningkatan pengaduan Proses penyadaran ini menjadi inti
kekerasan dalam rumah tangga kepada feminisme sosialis. Menurut mereka,
Komnas Perempuan dapat menjadi banyak para perempuan yang tidak
suatu bukti bahwasanya kesadaran sadar bahwa mereka adalah kelompok
perempuan terutama istri dalam yang tertindas.
menyikapi kekerasan dalam rumah Feminisme sosialis
tangga, yang sebelumnya dianggap menggunakan analisis kelas dan gender
sebagai isu privat, juga mengalami untuk memahami penindasan
peningkatan. Hal tersebut mendorong perempuan. Ia sepaham dengan
penegakan Hak Asasi Perempuan di feminisme Marxis bahwa kapitalisme
Indonesia yang dilaksanakan oleh merupakan sumber penindasan
Komnas Perempuan sebagai Lembaga perempuan. Akan tetapi, aliran feminis
Nasional HAM dalam rangka sosialis ini juga setuju dengan
mengimplementasikan CEDAW di feminisme radikal yang menganggap
Indonesia. patriarkilah sumber penindasan itu.
Penelitian ini diangkat untuk Kapitalisme dan patriarki adalah dua
mengetahui implementasi CEDAW di kekuatan yang saling mendukung.
Indonesia dalam mengatasi kekerasan Asumsi yang digunakan oleh feminisme
dalam rumah tangga melalui Komnas sosialis adalah bahwa dalam
Perempuan sebagai salah satu lembaga masyarakat, kapitalis bukan satu-
yang menerapkan Konvensi ini di satunya penyebab utama
Indonesia. Peneliti membatasi keterbelakangan wanita sebagai wanita.
penelitian pada kekerasan dalam rumah Mereka mengatakan faktor gender,
tangga terhadap perempuan tahun 2001- kelas, ras, individu atau kelompok dapat
2010. juga berkontribusi bagi keterbelakangan
wanita. 11 Sehingga perempuan kerap
KERANGKA TEORI menjadi korban diskriminasi bahkan
a. Perspektif: Feminisme Sosialis dalam ranah personal, yaitu rumah
Feminis sosialis mulai dikenal tangga.
sejak tahun 1970-an sebagai kritik
terhadap feminisme Marxis. Secara b. Tingkat Analisa: Kelompok
garis besar konsep-konsep dasar Penelitian ini menggunakan
pemikiran feminis sosialis yaitu tingkat analisis kelompok. Yang mana
berdasarkan konsep patriarki, kelas, asumsi dari level analisis ini
gender, dan reproduksi. Bagi feminis bahwasannya hubungan internasional
sosialis, kapitalisme dan patriarki sebetulnya adalah hubungan antar
merupakan ideologi yang menyebabkan berbagai kelompok kecil diberbagai
terjadinya penindasan terhadap kaum
wanita. Feminisme sosialis mengadopsi
teori praksis Marxisme, yaitu teori 10
Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda?
Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender.
(Bandung: Mizan Pustaka, 1999), 133 .
9 11
Kristi Poerwandari, loc. cit. Rosemary Putnam Tong, op. cit, 21.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 4


negara. Artinya, peristiwa internasional menekankan pada kepentingan yang ada
sebenarnya ditentukan bukan oleh dalam ideologi maupun kepercayaan
individu, tetapi oleh kelompok kecil aktor (yang dalam hal ini dicontohkan
(seperti kabinet, dewan penasehat negara), konstruktivisme juga melihat
keamanan, politbiro dan sebagainya) aktor non-negara seperti aktor
dan oleh organisasi, birokrasi, transnasional atau Non-Government
Organzations (NGOs), institusi maupun
departmen, badan-badan pemerintahan
birokrasi internasional.
dan sebagainya. Dengan demikian
untuk memahami hubungan d. Konsep Hak Asasi Manusia
internasional kita harus mempelajari Lahirnya konsep HAM sebagai
perilaku kelompok-kelompok kecil dan sebuah isu penting karena munculnya
organisasi-organisasi yang terlibat kesadaran manusia akan pentingnya
dalam hubungan internasional. mengakui, menghormati dan
mewujudkan eksistensi kemanusiaan
c. Teori Konstruktivisme manusia secara utuh. Karena itu semua
"Identities are the basic of umat bangsa dan negara di muka bumi
interest." Kalimat singkat yang ini harusnya berkomitmen untuk
diungkapkan oleh Alexander Wendt ini mengimplementasikannya untuk dapat
dapat menjelaskan konstruktivisme mencapai hal tersebut diatas. Namun
secara mendalam. Setidaknya terdapat dalam praktiknya isu ras, kelas, gender
dua gagasan kunci Konstruktivisme dan lain-lain telah memporak-
yang relevan bagi studi HI: pertama, porandakan hakikat HAM itu sendiri.
keyakinan bahwa struktur-struktur yang Dalam kehidupan sehari-hari
menyatukan umat manusia lebih masyarakat memandang bahwa
ditentukan oleh shared ideas (gagasan- kedudukan perempuan itu rendah. Isu
gagasan yang diyakini bersama) dari HAM semakin terangkat kepermukaan
pada kekuatan material. Keyakinian karena dinilai hak-hak asasi manusia
tersebut merepresentasikan perspektif yang telah disepakati tanpa pembedaan
idealis yang pernah mendominasi gender ternyata belum dinikmati oleh
disiplin HI terutama sebelum perang banyak perempuan dan dinilai hak-hak
dunia ke II; dan kedua, kepercayaan asasi perempuan
bahwa identitas dan kepentingan aktor- masih belum terlindungi. Sejak dulu
aktor lebih ditentukan oleh shared ideas hingga sekarang diskriminasi terhadap
dari pada faktor-faktor alam. Artinya perempuan masih terjadi, seperti
tindakan setiap aktor tidak semata-mata penganiayaan, pemerkosaan, penjualan
ditentukan oleh motif, alasan dan perempuan, perlakuan tidak adil dan
kepentingan mereka akan tetapi lebih sebagainya. 12 Melihat banyak sekali
dibentuk oleh interaksi antar individu kasus pelanggaran HAM terhadap
dalam lingkungan di sekitarnya perempuan maka dalam konferensi
(struktur sosial, politik, ekonomi, HAM di Wina pada tahun 1993 secara
budaya dan lain sebagainya). tegas dideklarasikan bahwa hak asasi
Secara sederhana, konstruktivis
menaruh perhatian pada kesadaran
manusia dan tempat yang diambilnya 12
Maman Arahman, dkk, Modul Pelatihan
dalam sistem internasional yang mana Promosi CEDAW: untuk Tokoh Agama Melalui
disusun oleh ide-ide, bukan sekedar Interpretasi Ajaran Agama (Islam) yang Setara
material. Meski konstruktivisme dan Adil Gender (Jakarta Selatan: Solidaritas
Perempuan, 2016).

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 5


perempuan bagian dari Hak Asasi Pada tahun 1967 PBB
Manusia. 13 mengeluarkan Declaration on The
Elimination of Discrimination Against
HASIL DAN PEMBAHASAN Women atau Deklarasi mengenai
Tinjauan Umum Convention on The Penghapusan Diskriminasi terhadap
Elimination of All Forms of perempuan. Deklarasi tersebut memuat
Discriminations against Women pasal-pasal mengenai hak dan
(CEDAW) kewajiban perempuan berdasarkan
Agenda utama PBB sejak berdiri persamaan hak dengan laki-laki dan
pada tahun 1945 adalah penegakan menyatakan agar diambil langkah-
HAM, sebagaimana Piagam PBB tahun langkah seperlunya untuk menjamin
1945 menetapkan tiga tujuan utama pelaksanaannya. Namun, deklarasi ini
yaitu:14 belum memberikan pengertian menegai
a) Mendorong terwujudnya diskriminasi. Sehingga, enam tahun
perdamaian dan keamanan kemudian, Dewan Ekonomi dan Sosial
internasional PBB membentuk tim khusus untuk
b) Memajukan serta merumuskan menyusun rancangan sebuah
pertumbuhan sosial ekonomi konvensi. 16 Sejalan dengan Konferensi
c) Melindungi hak-hak dan Perempuan Sedunia, pada pertemuan
kebebasan setiap individu yang kedua di Copenhagen dengan
apapun ras, jenis kelamin, menghasilkan World Plan of Action
bahasa, atau agamanya. yang menghimbau mengenai persiapan
Pada tahun 1946, PBB dan pengadopsian Convention on the
membentuk sub-komisi dari Komisi Elimination of All Forms of
Hak Asasi Manusia, yaitu Komisi Discrimination Against Woman
mengenai Kedudukan Perempuan atau (CEDAW) dengan prosedur-prosedur
Commission on the Status of Women efektif untuk implementasinya.
(CSW), yang bertugas untuk membuat CEDAW terdiri dari Mukadimah
rekomendasi dan laporan kepada Dewan dan 30 pasal. Mukadimah memuat dasar
Ekonomi dan Sosial PBB seputar pikiran tentang penghapusan
promosi Hak Asasi Perempuan di diskriminasi, Pasal 1 mendefinisikan
Bidang Politik, Ekonomi, Sosial, dan istilah diskriminasi dan Pasal 2-4 berisi
Pendidikan, serta membuat kewajiban umum yang diemban Negara
rekomendasi mengenai masalah- Pihak. Pasal 5-16 merupakan ketentuan
masalah mendesak yang menuntut substantif, menjelaskan berbagai bidang
perhatian segera di bidang hak-hak yang secara khusus berpengaruh
perempuan. 15 terhadap perempuan serta kewajiban
negara yang berkaitan dengan bidang
tersebut. Tindak diskriminasi yang
13
Arimbi Heroepoetri, dkk, Pedoman disebutkan dalam pasal tersebut pada
Pemantauan Terhadap Perempuan dalam umumnya terjadi pada bidang
Kerangka Hak Asasi Manusia (Komnas
Perempuan: 2011).
14
The Three Pillars of The United States. http://www.unwomen.org/en/csw/brief-
Diakses di history diakses pada 8 Febrari 2019
16
http://www.un.org/un70/en/content/videos/t Declaration on The Elimination of
hree-pillars/index.html diakses pada 8 Februari Discrimination Against Women dalam publikasi
2019. UN General Assembly. Diakses di
15
A brief history of the Commission on the https://www.refworld.org/docid/3b00f05938.h
Status of Women. Diakses di tml, diakses pada 12 Februari 2019.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 6


pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, bagi buruh perempuan). 19 Hal ini
dan partisipasi politik. Selanjutnya, mengakibatkan kebijakan terhadap
pasal 17-30 menjelaskan secara rinci perempuan cenderung bersifat
dasar dan fungsi Komite CEDAW, proteksionis dan mengutamakan
proses pengkajian dan prosedur konsep sameness (perlakuan yang
pelaporan kepada Komite dan sama kepada perempuan dan laki-
komunikasi dengan badan-badan PBB laki dengan standar laki-laki). 20
lainnya. 17 Untuk memantau kemajuan c. UDHR dan kedua konvensi
yang dicapai dalam pelaksanaan turunannya, tidak mengatur aksi
Konvensi tersebut, maka dibentuklah afirmatif (affirmative action) kepada
Committee on the Elimination of kelompok rentan dan dalam posisi
Discrimination Against Woman, yang lebih lemah, salah satunya adalah
selanjutnya disebut Komite CEDAW. perempuan.
CEDAW akan terus diperbarui sesuai
dengan perkembangan dan isu-isu baru Prinsip-prinsip CEDAW
yang menjadi perhatian Komite CEDAW menetapkan prinsip-
CEDAW, melalui Rekomendasi Umum prinsip serta ketentuan-ketentuan untuk
(General Recommendation) dan menghapus kesenjangan, subordinasi
Komentar Akhir (Concluding serta tindakan yang merugikan
Comments). kedudukan perempuan dalam hukum,
Beberapa dasar pertimbangan keluarga dan masyarakat. Bagian I dari
perlunya sebuah peraturan tersendiri konvensi memuat tentang prinsip-
tentang Hak Asasi Perempuan, adalah: 18 prinsip yang dianut oleh Konvensi, dan
a. Universal Declaration of Human penekanan tentang kewajiban negara
Rights (UDHR) serta kedua konvensi terhadap pelaksanaan Konvensi.
turunannya yaitu International Prinsip-prinsip tersebut merupakan
Covenant on Civil and Political kerangka untuk merumuskan strategi
Rights (ICCPR) dan International pemajuan dan perlindungan hak-hak
Covenant on Economic, Social and asasi perempuan, dan dapat digunakan
Cultural Rights (ICESCR) belum sebagai alat untuk mengkaji apakah
cukup efektif dalam mengakomodir suatu kebijakan, aturan atau ketentuan
hak dasar perempuan. mempunyai dampak jangka pendek atau
b. UDHR dan kedua konvensi jangka panjang yang merugikan
turunannya, belum mengakui adanya perempuan. Prinsip-prinsip tersebut
perbedaan perempuan dengan laki- diantaranya:
laki. Perbedaan tersebut mencakup a. Kesetaraan substantif, menyadari
perbedaan fisik antara laki-laki dan bahwa perbedaan antara laki-laki dan
perempuan yang mengakibatkan perempuan akibat dari konstruksi
perempuan memerlukan perlakuan budaya yang diskriminatif sejak lama
khusus (misalnya kebijakan cuti haid dan berdampak pada tidak
dihargainya peran reproduksi

19
R. Valentina Sagala dan Ellin Rozana,
17
Achie Sudiarti Luluhima, CEDAW: Pergulatan Feminisme dan HAM (Bandung:
Mengembalikan Hak-hak Perempuan, (New Institut Perempuan, 2007), 11.
20
Delhi: Partners for Law in Development, 2004), Arskal Salim, dkk., Memotret Kesadaran
hlm 18. Gender Penegak Hukum di Aceh Utara dalam
18
Women’s Rights are Human Rights dalam UN Serambi Mekah yang Berubah (Pustaka
Publication (New York and Geneva, 2014). Alvabet: Tangerang, 2010), 192.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 7


perempuan. Peletakan prinsip dan penerapan CEDAW yang tidak
kesetaraan untuk setiap pasal dapat diselesaikan melalui perundang-
dinyatakan dalam mukadimah, pasal undangan.
2, 3, 4, dan 5. Berbagai peraturan perundang-
b. Non-diskriminasi, menekankan undangan sejak ratifikasi konvensi
bahwa aksi atau penghilangan yang tersebut telah diterbitkan, baik
bersifat diskriminatif jika hal itu pengaturannya dalam UUD 1945
memiliki “pengaruh atau tujuan” maupun perundangan lain yang terkait
mendiskirimasikan perempuan.21 dengan ketentuan-ketentuan pengaturan
Oleh karenanya, peraturan yang dari tiap-tiap pasal CEDAW tersebut
dianggap netral dan tujuannya tidak melalui reformasi hukum, yakni,
mendiskriminasi perempuan, namun pembaharuan sistem hukum secara
dalam pelaksanaannya mendasar dengan memperbaiki apa
mendiskriminasi perempuan, juga yang dipandang tidak sesuai atau salah
harus dihapuskan. Peletakan prinsip dari sistem hukum tersebut agar
non-diskriminasi terdapat pada pasal menjadi benar dan lebih baik dalam
1 dan 4. rangka mewujudkan cita-cita kehidupan
c. Kewajiban Negara, menekankan bermasyarakat, berbangsa, dan
22
bahwa penanggung jawab tugas bernegara. Salah satu peraturan
adalah Negara. Hal ini berarti bahwa perundang-undangan tersebut adalah
meskipun tanggung jawab untuk Keppres 181/1998 tentang
memastikan kesetaraan dan Pembentukan Komnas Anti Kekerasan
menghapus diskriminasi harus terhadap Perempuan (Komnas
dilakukan oleh negara dan pelaku Perempuan) yang kemudian
non-negara, hanya Negara yang ditingkatkan menjadi Peraturan
secara langsung bertanggung jawab Presiden No. 65 tahun 2005.
untuk melaksanakan CEDAW. Ada
sekitar 37 kewajiban negara yang
dicantumkan di dalam CEDAW agar Inisiasi Pembentukan Komnas
hak-hak perempuan dapat dinikmati Perempuan di Indonesia
oleh kaum perempuan meliputi Lahirnya Komnas Perempuan
kewajiban didalam bidang hukum, sebagai salah satu bentuk dari
politik, sosial, ekonomi, dan budaya. implementasi CEDAW, tidak terlepas
dari rangkaian sejarah gerakan
Pelaksanaan CEDAW di Indonesia perempuan Indonesia. Terdapat empat
Indonesia meratifikasi CEDAW pembabakan gerakan perempuan
menjadi Undang-undang Nomor 7 Indonesia, yakni:
tahun 1984 tentang Pengesahan 1) Masa kolonial Belanda dan
Konvensi mengenai Penghapusan Jepang, lebih fokus pada pendidikan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap perempuan dengan mendirikan lebih
Perempuan pada tanggal 24 Juli 1984 banyak lembaga pendidikan di
disertai dengan reservasi ketentuan berbagai daerah dan
Pasal 29 ayat (1) mengenai pengorganisasian perempuan
penyelesaian perselisihan antara dua
atau lebih negara mengenai penafsiran 22
A. A. Oka Mahendra, Reformasi
Pembangunan Hukum dalam Perspektif
21
Apakah Hukum Kita Meningkatkan Peraturan Perundang-undangan (Jakarta:
Kesetaraan Gender? Buku Pegangan untuk Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Tinjauan Hukum Berbasis CEDAW,op. cit, 9. 2006), 74.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 8


bercorak moderen, namun pada masa terhadap isteri atau sebaliknya, baik
penjajahan Jepang semua itu secara fisik (patah tulang, memar, kulit
dibubarkan. tersayat) maupun emosional/psikologis
2) Masa Pemerintahan Demokrasi (rasa cemas, depresi dan perasaan
Liberal dan Demokrasi rendah diri). Dalam rumusan lain,
Terpimpin, konsentrasi terbesar Kekerasan Dalam Rumah Tangga
gerakan perempuan adalah pada hak (KDRT) didefinisikan sebagai setiap
pilih perempuan untuk legislatif dan perbuatan yang dilakukan oleh
keterwakilan perempuan di seseorang secara sendiri, atau bersama-
parlemen. sama, terhadap seorang perempuan atau
3) Masa pemerintahan Orde Baru, terhadap pihak yang tersubordinasi
keanggotaan organisasi-organisasi lainnya dalam lingkup rumah tangga
perempuan terdiri dari unsur yang mengakibatkan kesengsaraan
pemerintah, organisasi gerakan secara fisik, seksual, ekonomi, ancaman
perempuan dan individu yang ahli psikologis termasuk perampasan
dalam bidangnya. kemerdekaan secara sewenang-
24
4) Gerakan perempuan di Era wenang. Dari kedua definisi tersebut
Reformasi, pembentukan Komnas dapat disimpulkan bahwa KDRT tidak
Perempuan. hanya terjadi antara suami dengan
isterinya saja, tetapi juga terjadi antara
Kekerasan terhadap Perempuan: orang tua dengan anak atau antara
Kekerasan dalam Rumah Tangga majikan dengan pembantunya dan
Kekerasan terhadap Perempuan pihak-pihak yang tersubordinasi dalam
disebut juga sebagai Kekerasan berbasis lingkup rumah tangga atau keluarga.
Gender (gender based violence) seperti
tercantum dalam Rekomendasi Umum Pengaruh CEDAW terhadap Hukum
Nomor 19 Komite Penghapusan Segala Nasional Indonesia Terkait
Bentuk Diskriminasi terhadap Penghapusan Kekerasan dalam
Perempuan dan Deklarasi Umum Rumah Tangga
Majelis PBB no. 48/104 tahun 1993 CEDAW tidak memberikan
tentang Penghapusan Kekerasan definisi yang jelas mengenai KDRT,
terhadap Perempuan, merujuk pada: namun PBB memberikan definisi
“Setiap tindakan berdasarkan KDRT dalam bingkai jender sebagai
perbedaan jenis kelamin yang berakibat kekerasan yang dilakukan di dalam
atau mungkin berakibat kesengsaraan lingkup rumah tangga dengan
atau penderitaan perempuan secara perempuan sebagai target utama
fisik, seksual atau psikologis, termasuk dikarenakan peranannya dalam lingkup
ancaman tindakan tertentu, pemaksaan tersebut atau kekerasan yang
atau perampasan kemerdekaan secara dimaksudkan untuk memberikan akibat
sewenang-wenang, baik yang terjadi di langsung dan negatif pada perempuan
ranah publik atau dalam kehidupan dalam lingkup rumah tangga. Yang
pribadi.”23 mana dari definisi tersebut kemudian
Kekerasan dalam rumah tangga diadopsi dalam Rekomendasi Umum
(domestic violence) adalah bentuk no. 19 tentang Kekerasan terhadap
penganiayaan (abuse) oleh suami Perempuan, sehingga Indonesia
23
Deklarasi Anti Kekerasan Terhadap
24
Perempuan, Resolusi Majelis Umum PBB Ridwan, Kekerasan Berbasis Gender
48/104, 20 Desember 1993. (Purwokerto: Fajar Pustaka, 2006), 2.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 9


mengatur definisi kekerasan dalam paksaan dan perampasan kebebasan
rumah tangga sebagai: lainnya. Kekerasan berbasis gender
“Setiap perbuatan terhadap bisa melanggar ketentuan tertentu dari
seseorang terutama perempuan, yang Konvensi, walaupun ketentuan itu tidak
berakibat timbulnya kesengsaraan atau secara spesifik tentang kekerasan”.
penderitaan secara fisik, seksual, Korelasi lain bahwa KDRT
psikologis, dan/atau penelantaran merupakan bentuk kekerasan berbasis
rumah tangga termasuk ancaman untuk gender dan juga sebagai bentuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau diskriminasi, adalah sebagaimana
perampasan kemerdekaan secara dinyatakan dalam Alinea keempat
melawan hukum dalam lingkup rumah Penjelasan Umum UU-PKDRT, yang
tangga.”25 menegaskan:
Pengertian “kekerasan dalam ”...Negara berpandangan
rumah tangga”, yang dalam perumusan bahwa segala bentuk kekerasan
UU P-KDRT mempertimbangkan terutama kekerasan dalam rumah
ketentuan-ketentuan sebagaimana tangga, adalah pelanggaran hak asasi
dimuat dalam CEDAW beserta manusia dan kejahatan terhadap
rekomendasinya (Rekomendasi Umum martabat kemanusiaan serta bentuk
Nomor 19 Tahun 1993 tentang diskriminasi.”
Kekerasan terhadap Perempuan) yang Pernyataan atas pandangan
berbunyi: negara tersebut sebagaimana
“Kekerasan berbasis gender diamanatkan dalam ketentuan Pasal 28
adalah sebuah bentuk diskriminasi yang Undang-Undang Dasar Negara
secara serius menghalangi kesempatan Republik Indonesia Tahun 1945 beserta
wanita untuk menikmati hak-hak dan perubahannya, dan amanat Pasal 28G
kebebasannya atas dasar persamaan ayat (1).
hak dengan laki-laki”. Ketentuan mengenai definisi
Selanjutnya, Butir ke-6 Ulasan “diskriminasi” dalam Pasal 1
Umum Rekomendasi Umum Nomor 19 CEDAW/Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1993 tentang Kekerasan terhadap Tahun 1984, dan pada Butir ke-6
Perempuan juga menegaskan bahwa: Rekomendasi Umum Nomor 19 Tahun
“Konvensi dalam Pasal 1, 1993 serta Pasal 1 mengenai pengertian
menetapkan definisi tentang KDRT dalam Undang-Undang Nomor
diskriminasi terhadap perempuan. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Definisi diskriminasi itu termasuk juga Kekerasan Dalam Rumah Tangga
kekerasan berbasis gender, yaitu (PKDRT), dengan jelas menunjukkan
kekerasan yang langsung ditujukan hubungan satu dengan yang lain saling
kepada seorang perempuan, karena dia berkaitan dalam menjabarkan bentuk
adalah perempuan atau hal-hal yang kekerasan terhadap perempuan atau
memberi akibat pada perempuan secara kekerasan berbasis gender adalah
tidak proporsional. Hal tersebut tindakan diskriminasi. Hal yang lebih
termasuk tindakan-tindakan yang memperkuat bahwa kekerasan dalam
mengakibatkan kerugian atau rumah tangga merupakan suatu bentuk
penderitaan fisik, mental dan seksual diskriminasi adalah sebagaimana
atau ancaman-ancaman seperti itu, dilandaskan pada ketentuan Pasal 28G
ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) Undang-
25
Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Undang Dasar Negara Republik
Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Indonesia Tahun 1945, sehingga
Dalam Rumah Tangga

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 10


bentuk-bentuk kekerasan berbasis d) Kekerasan Ekonomi: Pasal 9,
gender juga telah dijamin berupa bentuk kekerasan yang
perlindungannya dalam Konstitusi dialami perempuan, khususnya yang
Indonesia. berstatus sebagai istri atau ibu rumah
tangga, adalah tidak diberi nafkah
Jenis-jenis KDRT secara rutin atau dalam jumlah yang
Indonesia mengadopsi jenis- cukup untuk kebutuhan wajar sehari-
jenis KDRT berdasarkan CEDAW yang hari.
tercatat dalam pasal 5 UU-PKDRT:
“Setiap orang dilarang Identifikasi KDRT Berbasis CEDAW
melakukan kekerasan dalam rumah Mengidentifikasi KDRT atau
tangga terhadap orang dalam lingkup bentuk diskriminasi perempuan lainnya
rumah tangganya, dengan cara : a. yang dituntut oleh CEDAW, dilakukan
kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. dengan menelusuri dua dokumen
kekerasan seksual; atau d. penelantaran utama:
rumah tangga.” 1. CEDAW, Pasal 1 (menjelaskan
a) Kekerasan Fisik: pasal 6, adalah pengertian diskriminasi yang
perbuatan yang mengakibatkan rasa kemudian diperjelas kembali dalam
sakit, jatuh sakit, atau luka berat Butir ke-6 Ulasan Umum
dalam lingkup rumah tangga. Rekomendasi Umum Nomor 19
Bentuk-bentuk kekerasan fisik yang Tahun 1993 tentang Kekerasan
dialami perempuan dapat berupa, terhadap Perempuan juga
tamparan, pemukulan, penjambakan, menegaskan bahwa diskriminasi
pendorongan secara kasar, terhadap perempuan merupakan
penginjak-injakan, penendangan, kekerasan berbasis gender yang
pencekikan, lemparan benda keras, dapat menghambat perempuan untuk
penyiksaan menggunakan benda mendapatkan hak dan kebebasannya
tajam, seperti pisau, seterikaan, serta secara adil), Pasal 2 (menekankan
pembakaran kewajiban negara dalam segi hukum
b) Kekerasan Psikis: Pasal 7, terkait KDRT), Pasal 5 (menegaskan
mencakup makian dan penghinaan kewajiban negara adalah untuk
yang berkelanjutan untuk mengambil semua langkah yang
mengecilkan harga diri korban, tepat untuk mengubah pola sosial,
bentakan dan ancaman yang diberi budaya dan prakteknya yang
untuk memunculkan rasa takut, subordinat terhadap perempuan dan
larangan ke luar rumah atau bentuk- mengandung nilai steriotip terhadap
bentuk pembatasan kebebasan peran tradisional perempuan dan
bergerak lainnya laki-laki), dan Pasal 16 (membuat
c) Kekerasan Seksual: Pasal 8, berupa peraturan yang tepat untuk
pemaksaan hubungan seksual menghapus diskriminasi terhadap
terhadap orang yang menetap dalam perempuan dalam semua urusan
lingkup rumah tangga dan yang berhubungan dengan
pemaksaan hubungan seksual perkawinan, kekeluargaan atas dasar
terhadap salah seorang dalam persamaan antara laki-laki dan
lingkup rumah tangganya dengan perempuan dan menjamin agar hak-
orang lain untuk tujuan komersial hak tersebut dipenuhi).
dan/ atau tujuan tertentu 2. Rekomendasi Umum 19, nomor 1
(pengertian kekerasan berbasis

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 11


gender), nomor 6 (pengertian bisa memantau dirinya sendiri secara
diskriminasi terhadap perempuan), objektif. Dalam hal ini, bagaimana
nomor 7 (jenis kekerasan berbasis Negara dapat memberikan penilaian
gender), nomor 11 (peran stereotip pada pelanggaran-pelanggaran atau
terhadap perempuan), nomor 23 pengabaian pemenuhan HAM yang
(pengetian kekerasan dalam dilakukan oleh personil/aparatnya baik
keluarga), dan nomor 24 secara individu maupun sebagai
(rekomendasi komite CEDAW b, c, f, lembaga. Maka dibutuhkan pilar
i, k, o, q, r, s, t, u and v). keempat, yakni LNHAM. 28
Urgensi atas independensi dan
Peran Komnas Perempuan sebagai daya dukung operasional Komnas
Lembaga Nasional HAM Perempuan telah dirumuskan dalam
Keberadaan Komnas Perempuan Paris Principles 1993, yang menjadi
didasarkan pada Peraturan Presiden pedoman untuk menilai kinerja sebuah
Nomor 181 tahun 1998 tentang Komisi Komisi Nasional Penegakan HAM di
Nasional Anti Kekerasan terhadap seluruh dunia. Dalam dokumen ini
Perempuan dan didirikan sebagai dikenal setidaknya dua prinsip utama,
sebuah National Human Rights yakni pluralisme dan independensi. 29
Institution (NHRI) atau bisa juga Kedua prinsip tersebut menjadi alat
disebut Lembaga Nasional Hak Asasi utama untuk melihat apakah Komisi
Manusia (LNHAM) khusus yang Nasional Penegakan HAM akan bisa
independen dengan mandat membangun berfungsi secara efektif atau tidak.
kondisi yang kondusif bagi Pluralisme merupakan usaha untuk
penghapusan segala bentuk kekerasan mencegah adanya kelompok tertentu
terhadap perempuan dan bagi yang bisa menimbulkan dominasi di
pemenuhan hak-hak asasi manusia dalam tubuh lembaga, sementara
perempuan. 26 LNHAM merupakan independensi ingin menegaskan bahwa
mekanisme nasional yang didorong oleh Komisi Nasional Penegakan HAM
PBB untuk memantau persoalan HAM bekerja semata-mata untuk penegakan
di sebuah negara, memberikan koreksi, HAM tanpa ada unsur politik
mendorong HAM dijunjung oleh suatu didalamnya. 30 Dalam proses kerjanya,
negara dan bangsa. Juga menjadi Komnas Perempuan mendasarkan
katalisator antara korban, komunitas, kerangka kerjanya pada sejumlah
dan negara.27 LNHAM merupakan instrumen HAM diantaranya adalah UU
sebuah lembaga Negara yang RI No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan
independen di luar lembaga legislatif, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk
eksekutif, dan yudikatif, sebagai Diskriminasi terhadap Perempuan
lembaga pemantau dan sistem
koreksional. LNHAM diperlukan secara
28
permanen, karena tidak mungkin negara Ibid, 15.
29
Principles relating to the Status of National
Institutions (The Paris Principles) Adopted by
26
Saur Tumiur Situmorang, dkk., Mengulas General Assembly resolution 48/134 of 20
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap December 1993.
30
Perempuan (Komnas Perempuan) sebagai Melihat Kembali Prinsip-Prinsip Paris Untuk
Lembaga HAM Nasional di Indonesia atau NHRI Penguatan Kelembagaan Komisi Nasional HAM.
(National Human Rights Institution) dengan Diakses di http://elsam.or.id/2015/08/melihat-
Mandat Spesifik (Jakarta: Publikasi Komnas kembali-prinsip-prinsip-paris-untuk-penguatan-
Perempuan, 2013) kelembagaan-komisi-nasional-ham/. Diakses
27
Ibid, 3. pada 18 Maret 2019.

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 12


(CEDAW) dan Deklarasi Penghapusan 7. Membentuk penggalangan dan
Kekerasan terhadap Perempuan. pengelolaan dana masyarakat untuk
mendukung lembaga-lembaga
Implementasi CEDAW dalam Layanan di seluruh Indonesia.
Mengatasi KDRT melalui Komnas Komnas Perempuan bekerjasama
Perempuan dengan Indonesia untuk
Berikut adalah bentuk Kemanusiaan (IKa) dalam
implementasi CEDAW dalam mengatasi melakukan penggalangan dana
KDRT melalui Komnas Perempuan: publik serta pengelolaannya. Metode
1. Menerbitkan Catatan Tahunan penyaluran dana dibagi menjadi dua
Kekerasan Terhadap Perempuan jenis yaitu pemberian dana hibah
setiap tahunnya; untuk bantuan operasional organisasi
2. Meningkatkan mitra pengadalayanan pengadalayanan dan dana bergulir
seperti Pengadilan Negri, Pengadilan yag ditujukan sebagai modal awal
Agama, Lembaga Advokasi dalam bagi organisasi atau individu untuk
penanganan dan perlindungan korban membangun kemandirian secara
KDRT; ekonomi.
3. Memberikan Laporan Independen 8. Komnas Perempuan menerbitkan
kepada Komite CEDAW terkait berbagai penelitian, jurnal dan buku
pelaksanaan CEDAW di Indonesia. yang berkaitan dengan kekerasan
Komite CEDAW dapat memberikan terhadap perempuan yang dapat
rekomendasi terkait pelaksanaan diakses secara bebas di internet,
CEDAW apabila diperlukan; sebagai media untuk meningkatkan
4. Memiliki peran yang besar dalam kesadaran akan diskriminasi dan
perumusan Undang-undang No. 23 kekerasan berbasis gender.
Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga; KESIMPULAN
5. Mendukung gerakan perempuan CEDAW adalah suatu bentuk
Indonesia dalam menghapuskan konvensi internasional tentang
diskriminasi terhadap perempuan. perempuan dalam upaya penghapusan
Terkhusus penanganan kasus segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan sebagai pekerja migran perempuan, dan merupakan dokumen
dengan menghasilkan MoU antara internasional pertama yang mengakui
Indonesia dengan Malaysia terkait Hak Asasi Perempuan (International
perlindungan pekerja perempuan bill of rights of women) yang bersifat
sebagai pembantu rumah tangga mengikat negara peratifikasi. CEDAW
pada tahun 2002; terdiri dari Mukadimah dan 30 pasal.
6. Pembentukan Program Mukadimah memuat dasar pikiran
Pengembangan Kurikulum HAM tentang penghapusan diskriminasi,
Berbasis Gender di pusat-pusat Pasal 1 mendefinisikan istilah
pendidikan, terkhusus diskriminasi dan Pasal 2-4 berisi
penyelenggaraan moot court di kewajiban umum yang diemban Negara
Fakultas Hukum untuk mendorong Pihak. Pasal 5-16 merupakan ketentuan
pembangunan Sistem Peradilan substantif, menjelaskan berbagai bidang
Pidana Terpadu Penanganan Kasus- yang secara khusus berpengaruh
kasus Kekerasan terhadap terhadap perempuan serta kewajiban
Perempuan, khususnya kasus KDRT; negara yang berkaitan dengan bidang
tersebut. Selanjutnya, pasal 17-30

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 13


menjelaskan secara rinci dasar dan dalam Catatan Tahunan yang
fungsi Komite CEDAW, proses diterbitkan oleh Komnas Perempuan.
pengkajian dan prosedur pelaporan Kekerasan dalam rumah tangga
kepada Komite dan komunikasi dengan didefinisikan sebagai setiap perbuatan
badan-badan PBB lainnya. yang dilakukan oleh seseorang secara
Indonesia meratifikasi CEDAW sendiri, atau bersama-sama, terhadap
pada tahun 1984 yang diperkuat melalui seorang perempuan atau terhadap pihak
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 yang tersubordinasi lainnya dalam
tentang Pengesahan Konvensi mengenai lingkup rumah tangga yang
Penghapusan Segala Bentuk mengakibatkan kesengsaraan secara
Diskriminasi terhadap Perempuan. fisik, seksual, ekonomi, ancaman
Ratifikasi tersebut berakibat pada psikologis termasuk perampasan
terikatnya Indonesia terhadap kewajiban kemerdekaan secara sewenang-wenang.
sebagaimana diamanatkan oleh CEDAW Kekerasan dalam rumah tangga tidak
yaitu mengadopsi seluruh strategi hanya terjadi antara suami dengan
Konvensi, melaksanakan Rekomendasi isterinya saja, tetapi juga terjadi antara
Komite, dan terlibat secara terus orang tua dengan anak atau antara
menerus terhadap berbagai majikan dengan pembantunya dan
perkembangan dan keputusan pihak-pihak yang tersubordinasi dalam
internasional yang berhubungan dengan lingkup rumah tangga atau keluarga.
perempuan. Namun, sejak peratifikasian Dalam mengatasi kekerasan
CEDAW pelaksanaannya belum dalam rumah tangga, CEDAW
diimplementasikan secara utuh. Hal ini memberikan pengaruh pada
dibuktikan dengan mengakarnya budaya pembentukan hukum nasional di
patriarki di Indonesia dan banyaknya Indonesia, yaitu perumusan Undang-
kasus kekerasan terhadap perempuan undang No. 23 Tahun 2004 tentang
yang cenderung dianggap sebagai hal Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
yang biasa. Artinya, kekerasan terhadap Tangga (UU P-KDRT). Dalam
belum menjadi perhatian publik. pengaturan UU P-KDRT pasal 1,
Komnas Perempuan adalah terdapat pengertian “kekerasan dalam
lembaga negara yang independen untuk rumah tangga”, yang dalam
penegakan hak asasi manusia perumusannya juga telah
perempuan Indonesia. Komnas mempertimbangkan ketentuan-
Perempuan dibentuk melalui Keputusan ketentuan sebagaimana dimuat dalam
Presiden No. 181 Tahun 1998 yang Pasal 1 CEDAW tentang “diskriminasi”,
diperkuat dengan Peraturan Presiden beserta rekomendasinya (Butir ke-6
No. 65 Tahun 2005. Komnas Rekomendasi Umum Nomor 19 Tahun
Perempuan lahir dari tuntutan 1993 tentang Kekerasan terhadap
masyarakat sipil dengan Undang- Perempuan), dengan jelas menunjukkan
Undang No. 7 Tahun 1984 tentang hubungan satu dengan yang lain saling
Pengesahan Konvensi Penghapusan berkaitan dalam menjabarkan bentuk
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap kekerasan terhadap perempuan atau
Perempuan sebagai landasan kerjanya kekerasan berbasis gender adalah
dalam mengawasi dan mengatasi tindakan diskriminasi. Hal yang lebih
kekerasan terhadap perempuan. memperkuat bahwa kekerasan dalam
Terkhusus kekerasan dalam rumah rumah tangga merupakan suatu bentuk
tangga yang selalu menjadi bentuk diskriminasi adalah sebagaimana
kekerasan terhadap perempuan tertinggi dilandaskan pada ketentuan Pasal 28G

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 14


ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) Undang- Afifah, Neng Dara, dkk. 2014. “Rekam
Undang Dasar Negara Republik Juang Komnas Perempuan 16
Indonesia Tahun 1945, sehingga Tahun Menghapus Kekerasan
bentuk-bentuk kekerasan berbasis Terhadap Perempuan”. Jakarta:
gender juga telah dijamin Publikasi Komnas Perempuan.
perlindungannya dalam Konstitusi Luhulima, Achie Sudiarti. 2000.
Indonesia. “CEDAW Menegakkan Hak
Perumusan UU P-KDRT Asasi Perempuan”. Yayasan
merupakan salah satu bentuk dari Pustaka Obor Indonesia.
implementasi CEDAW melalui Komnas Soeroso, Moerti Hadiati. 2010.
Perempuan. Komnas Perempuan “Kekerasan Dalam Rumah
mengembangkan metode kerja dan Tangga Dalam Perspektif
programnya dengan organisasi- Yuridis-Viktimologis”. Jakarta:
organisasi perempuan dan sesama Sinar Grafika.
lembaga HAM berdasarkan prinsip Artikel
kemitraan. Perannya adalah sebagai Handayani, Yeni. 2016. “Perempuan
correctional system dan jembatan untuk dan Hak Asasi Manusia”. Media
mendorong sinergi yang optimal antara Pembina Hukum Nasional.
inisiatif dan kekuatan gerakan di tingkat Huriyani, Yeni. “Kekerasan Dalam
masyarakat dan kinerja dengan aparat Rumah Tangga (KDRT):
pemerintah penentu kebijakan. Tujuan Persoalan Privat Yang Jadi
akhirnya adalah memajukan perjuangan Persoalan Publik”. Artikel
melawan segala bentuk kekerasan Hukum Pidana dalam Media
terhadap perempuan serta pemenuhan Publikasi Peraturan dan
hak-hak perempuan korban atas Perundang-undangan dan
kebenaran, keadilan dan pemulihan. Informasi Hukum, Kementrian
Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Referensi Tambahan Salim, Zafrullah. “Putusan Badan
Jurnal Peradilan Tentang Tidak Pidana
Harkrisnowo, Harkristuti. 2004. KDRT”. Artikkel Hukum Pidana
“Domestic Viloence (Kekerasan dalam Media Publikasi
Dalam Rumah Tangga) dalam Peraturan Perundang-undangan
Perspektif Kriminologi dan dan Infromasi Hukum
Yuridis”. Jurnal Hukum Kementrian Hukum dan HAM
Internasional Universitas Republik Indonesia
Indonesia. Website
Munti, Ratna Batara. 2005. “Lahirnya Catatan Tahunan Komnas Perempuan.
UU Penghapusan Kekerasan https://www.komnasperempuan.
Dalam Rumah Tangga go.id/publikasi-catatan-tahunan
(PKDRT): Sebuah Bentuk “Overview of The Convention on The
Terobosan Hukum Dan Elimination of All Forms of
Implikasinya Terhadap Hukum Discriminations Against
Nasional” Vol. 28. Jakarta: LBH Women”. Diakses di
APIK Jakarta. http://www.un.org/womenwatch
Rosidin. “KDRT dalam Konstitusi dan /daw/cedaw/
Implementasi Hukum” (Jurnal “Principles relating to the Status of
Islam Indonesia Vol. 2). National Institutions (The Paris
Buku Principles) Adopted by General

JOM FISIP Vol . 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 15

You might also like