Professional Documents
Culture Documents
Astri Nurwidayati a,1, Putri Ayu Sulastri b,2, Destya Ardiyati b,3, Agus Aktawan b,4*
a
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jln Grafika No. 2 Kampus UGM, Yogyakarta,55281, Indonesia
b
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Ahmad Dahlan, Jl. Ring Road Selatan, Tamanan, Banguntapan, Bantul Yogyakarta
55166, Indonesia
1
astrinurwidayati@gmail.com; 2 putrieayusulastri24@gmail.com; 3 destyard31@gmail.com; 4 agus.aktawan@che.uad.ac.id
* corresponding author
1. Pendahuluan
Menipisnya cadangan bahan bakar fosil dan meningkatnya populasi manusia sangat kontradiktif
dengan kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup manusia. Saat ini kebutuhan bahan bakar untuk
energi di Indonesia tiap tahunnya tercatat semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah
penduduk dan kemajuan industri. Di sisi lain, cadangan minyak nasional semakin lama semakin
menurun. Untuk mengatasi krisis energi yang terjadi diperlukan suatu usaha untuk mencari sumber-
sumber energi alternatif baru yang lebih murah, berlimpah dan dapat diperbaharui. Energi alternatif
yang saat ini banyak dikembangkan adalah biomassa (Haryadi, 2009) [1].
Negara kita merupakan Negara dengan wilayah pertanian dan perkebunan yang luas sehingga
menghasilkan biomassa yang melimpah, beberapa diantaranya sekam padi, tempurung kelapa,
tongkol jagung, dan limbah kayu. Limbah kayu sendiri memiliki jumlah yang sangat banyak
jenisnya, contohnya limbah kayu Sengon, kayu Jati, kayu Mahoni, kayu Lamtoro dan sebagainya.
Kayu-kayu tersebut biasanya digunakan sebagai bahan pengrajin maupun furniture. Kayu Sengon
sendiri banyak terdapat di daerah Jawa Tengah terutama di Kabupaten Wonosobo (Kecamatan Kepil
dan Kecamatan Sapuran) dan Temanggung (Kecamatan Pringsurat). Dewasa ini masyarakat hanya
menggunakan limbah dari produksi kayu sengon tersebut untuk pembuatan pupuk kompos, namun
dengan teknologi yang sudah maju dapat dilakukan pemanfaatan limbah kayu sengon tersebut untuk
menghasilkan syngas dengan proses gasifikasi. Komposisi limbah pada kegiatan pemanenan kayu
berupa serbuk gergaji sekitar 10,6% dan pada industri kayu lapis sekitar 0,7% [2].
Biomassa merupakan keseluruhan materi yang berasal dari makhluk hidup, termasuk bahan
organik yang hidup maupun yang mati, baik di atas permukaan tanah maupun yang ada di bawah
permukaan tanah. Potensi limbah biomassa terbesar adalah dari limbah kayu hutan, kemudian diikuti
oleh limbah padi, jagung, ubi kayu, kelapa, kelapa sawit dan tebu. Secara umum bahan baku
biomassa dibedakan menjadi dua jenis utama, yaitu pohon berkayu (woddy) dan rumput-rumputan
(herbaceous). Saat ini material berkayu diperkirakan merupakan 50% dari total potensial bioenergi
sedangkan 20% lainnya adalah jerami yang diperoleh dari hasil samping pertanian (Rochman,
2009)[3].
Salah satu biomassa yang dapat menggantikan energi alternatif yaitu serbuk gergaji kayu
Mahoni. Komponen struktural serbuk gergaji kayu mahoni yaitu selulosa 47,26%, hemiselulosa
27,37%, holoselulosa 74,63% dan lignin 25,82% (Santoso, 2016)[4]. Kayu mahoni merupakan kayu
asli Indonesia yang memiliki nama botani Swietenia sp. atau Swietenia Mahagoni dan memiliki
nama dagang Mahoni. Kayu ini tersebar di Pulau Jawa. Kayu mahoni memiliki ciri-ciri yaitu keras
berwarna cokelat muda kemerah-merahan atau kekuning-kuningan sampai coklat tua kemerah-
merahan, dan lambat laun menjadi lebih tua, tekstur kayu sedikit halus dan permukaan kayunya
sedikit licin. Kandungan selulosa pada kayu mahoni sebesar 46,8%, lignin sebesar 26,9%, abu 0,6%
dan silika sebesar 0,1%. Jumlah zat selulosa mayoritas lebih dari 40%, dan lignin kurang dari 34%.
Perkembangan sumber energi biomassa sudah jauh berbeda dan mengalami banyak perubahan.
Pembakaran adalah metode utama untuk mengubah biomassa menjadi energi, tetapi seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi telah mengubah aplikasi biomassa menjadi lebih modern. Proses
gasifikasi merubah biomassa menjadi gas, pirolisis (merubah biomassa menjadi arang), penguraian
anaerobik dan pembriketan adalah proses yang mampu mengubah wujud biomassa menjadi energi
[5].
Prinsip gasifikasi biomassa dengan cara melakukan pembakaran secara tidak sempurna di dalam
sebuah ruangan yang mampu menahan temperatur tinggi yang disebut gasifier. Agar pembakaran
tidak sempurna dapat terjadi, maka udara dengan jumlah yang sedikit dari kebutuhan stokiometrik
pembakaran dialirkan ke dalam reaktor untuk mensuplai kebutuhan oksigen menggunakan
fan/blower. Proses pembakaran yang terjadi menyebabkan reaksi termo-kimia yang menghasilkan
CO, H2, dan gas metana (CH4) (Tokan, Albertus M.A.E., 2011)[6]. Salah satu jenis gasifier yaitu
Downdraft gasifier dimana gas hasil pembakaran dilewatkan pada bagian oksidasi dari pembakaran
dengan cara ditarik mengalir ke bawah sehingga gas yang dihasilkan akan lebih bersih karena tar
dan minyak akan terbakar sewaktu melewati bagian oksidasi dari pembakaran. (Anil Kr. Jain dan
John R. Goss, 2003)[7]. Gasifikasi jenis downdraft bisa menggunakan berbagai jenis biomassa [8]
[9]. Dari uraian pendahuluan diatas, penelitian yang dilakukan yaitu gasifikasi biomassa serbuk
gergaji kayu mahoni.
2. Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan peralatan untuk proses gasifikasi berupa unit gasifikasi yang
dilengkapi dengan thermocouple untuk mengukur suhu selama proses gasifikasi. Unit gasifikasi
yang digunakan pada penelitian ini terdapat pada gambar 1.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah batch feed system yaitu metode dengan
memasukkan sejumlah biomassa ke dalam reaktor kemudian disulut api. Bahan baku yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan serbuk gergaji kayu mahoni yang berasal dari salah satu
pengrajin furnitur di daerah Bantul. Pada proses awal serbuk kayu mahoni dijemur di bawah terik
sinar matahari selama ±4 jam untuk mengurangi kadar air. Percobaan dilakukan setelah seluruh
peralatan gasifikasi dan alat ukur yang digunakan telah dipastikan berfungsi dengan baik. Adapun
diagram alir penelitian terdapat pada gambar 2. berikut:
Memasukkan serbuk gergaji kayu mahoni yang sudah ditimbang ke dalam gasifier
Mengambil sampel gas hasil gasifikasi dan disimpan di dalam vacuum tube
Dari Gambar 3 tentang pengaruh berat serbuk kayu mahoni terhadap yield syngas dengan
variabel berat 1,500 gram; 2,000 gram; 2,500 gram; 3,000 gram; dan 3,500 gram menghasilkan berat
syngas berturut-turut, yaitu 64,04%; 65,15%; 68,40% ; 68,70% ; dan 70,71%. Grafik tersebut
menunjukkan bahwa semakin banyak serbuk kayu mahoni yang diumpankan, maka semakin banyak
syngas yang dihasilkan.
Gambar 4. Grafik berat serbuk kayu mahoni terhadap waktu pengeluaran syngas
Dari gambar 4 tentang pengaruh berat serbuk kayu mahoni terhadap waktu pengeluaran syngas
dengan variabel berat 1,500 gram; 2,000 gram; 2,500 gram; 3,000 gram; dan 3,500 gram
menghasilkan syngas dengan lama pengeluaran berturut-turut, yaitu 1.800 s; 5.400 s; 6.000 s; 10.800
s; dan 18.000 s. Grafik tersebut menunjukkan bahwa dengan berat serbuk kayu mahoni 3.500 gram
menghasilkan syngas dengan pengeluaran terlama yaitu selama 18.000 s. Sedangkan untuk waktu
pengeluaran syngas tercepat dengan berat 1.500 gram yaitu selama 1.800 s.
Gambar 5. Grafik berat serbuk kayu mahoni terhadap konsentrasi CH4 pada hasil analisis
Dari gambar 5. Didapatkan hasil analisis CH4 pada massa bahan 1,5 kg, 2,5 kg, dan 3,5 kg. Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa pada sampel 1,5 kg memiliki konsentrasi terkecil sebesar
0,666%, sedangkan pada sampel 3,5 kg memiliki konsentrasi tertinggi dalam analisis CH4 sebesar
1,868%.
Gambar 6. Grafik berat serbuk kayu mahoni terhadap konsentrasi CO pada hasil analisis
Dari Gambar 6. Didapatkan hasil analisis CO pada massa bahan 1,5 kg, 2,5 kg, dan 3,5 kg. CO
memiliki peran terbesar dalam menghasilkan gas mampu bakar atau syngas. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa pada sampel 3,5 kg memiliki konsentrasi terbesar sebesar 15,902%, sedangkan
pada sampel 2,5 kg yang memiliki konsentrasi terkecil dalam analisis CO sebesar 8,090%.
Gambar 7. Grafik berat serbuk kayu mahoni terhadap konsentrasi H 2 pada hasil analisis
Dari gambar 7. Didapatkan hasil analisis H2 pada massa bahan 1,5 kg, 2,5 kg, dan 3,5 kg. Dari
data tersebut dapat diketahui bahwa pada sampel 2,5 kg memiliki konsentrasi terbesar sebesar
20,965%, sedangkan pada sampel 3,5 kg memiliki konsentrasi terendah dalam analisis H2 sebesar
3,948%. Hal ini menandakan bahan yang digunakan pada sampel 3,5 kg memiliki kandungan air
yang relatif lebih rendah dibandingkan sampel 1,5 kg dan 2,5 kg.
4. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa gasifikasi
serbuk gergaji kayu mahoni dapat menghasilkan bahan bakar gas. Dimana semakin banyak
biomassa yang digasifikasi akan meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan untuk menjadi bahan
bakar. Rata-rata kandungan gas hasil gasifikasi 1,41% CH4, 10,72% CO dan 12,68% H2.
Ucapan Terimakasih
Terimakasih saya ucapkan kepada putri ayu sulastri dan destya ardiyati yang telah membantu
dalam pengambilan data penelitian. Serta bapak agus aktawan yang sudah bersedia menyediakan
alat penelitian untuk menunjang penelitian gasifikasi biomassa ini.
Daftar Pustaka
[1] Haryadi, H. 2009. Pengenalan Bahan Biomass. Makalah Pelatihan Biomass Energi. Baristand Industri
Surabaya. Surabaya.
[2] Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman, 1994. ”Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk
Papan Partikel Buatan secara Laminasi”, DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri, Badan
Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian, Banjar Baru.
[3] Rochman, R. 2009. “Biomass To Liquid (kayu dan rerumputan)”.
[4] Karlinasari, L., Rahmawati, M. and Mardikanto, T.R., 2010. Pengaruh pengawetan kayu terhadap
kecepatan gelombang ultrasonik dan sifat mekanis lentur serta tekan sejajar serat kayu Acacia mangium
Willd. Journal of Civil Engineering, 17(3), pp.163-170.
[5] Saputro, D. D. and Widayat, W., 2007. a, Biomassa sebagai sumber energi alternatif terbarukan di
Indonesia. Jurnal Profesional, 5(2), pp.705-716.
[6] Tokan, A., 2011. “Uji efisiensi gasifier UB-03-01”. Laporan Penelitian, Jurusan Fisika, FMIPA.
Universitas Brawijaya, Malang.
[7] Anil Kr. Jain dan John R. Goss. 2003.“Determination Of Reactor Scalling Factor for Throatless Risk
Husk Gasifier,” International Journal Biomass & Bioenergy. Vol. 18, No. 3:249-256.
[8] Aktawan, A., Prasetya, A. and Wilopo, W., 2015. Study of characteristics of gasification process of
various biomass in a downdraft gasifier. ASEAN Journal of Systems Engineering, 3(1).
[9] Maryudi, M., Aktawan, A. and Salamah, S., 2018. Conversion of Biomass of Bagasse to Syngas
Through Downdraft Gasification. Jurnal Bahan Alam Terbarukan, 7(1), pp.28-33.
[10] Kitani, O., & Hall, C. W. (1989). “Biomass handbook”. New York: Gordon and Breach Science
Publishers.