You are on page 1of 9

Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, Vol.

12 (1) Juni (2020)


ISSN: 2085-6601 (Print), ISSN: 2502-4590 (Online)
DOI: http://dx.doi.org/analitika.v11i1.3401

ANALITIKA
Jurnal Magister Psikologi UMA
Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/analitika
Pengaruh Stres Kerja terhadap Cyberloafing dengan Kepuasan Kerja
Sebagai Variabel Moderator pada Karyawan di Surabaya

The Effect of Work Stress toward Cyberloafing with Job Satisfaction as


Moderator Variable on Employees in Surabaya

Mazzanov Dhira Brata Moffan & Seger Handoyo*


Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Indonesia

Diterima: 23 Januari 2020, disetujui: 27 Juni 2020, dipublish: 30 Juni 2020

*Coresponding author: Email: seger.handoyo@psikologi.unair.ac.id


Abstrak
Menghabiskan waktu kerja menggunakan internet yang tidak ada kaitanya dengan pekerjaan merupakan perhatian
utama bagi perusahaan. Penggunaan internet yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan saat jam kerja berlangsung
disebut dengan cyberloafing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kepuasan kerja dapat memoderasi
pengaruh stres kerja terhadap cyberloafing pada karyawan di Surabaya. Penelitian ini bertipe penelitian kuantitatif
dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 174 responden yang tersebar di Surabaya. Alat pengumpulan data berupa
general work stress scale, job satisfaction survey, dan skala cyberloafing. Analisis data dilakukan dengan teknik
Moderated Regression Analysis. Hasil penelitian menunjukan bahwa stres kerja berpengaruh langsung terhadap
cyberloafing. Sedangkan kepuasan kerja tidak memoderasi pengaruh stres kerja terhadap cyberloafing.
Kata kunci: Cyberloafing; Kepuasan Kerja; Stres Kerja

Abstract
Spending work time using the internet that has nothing to do with work is a major concern for companies. Employees
are often negligent in their work or forget because of the internet during work hours. Using the internet that has nothing
to do with work during work hours is called Cyberloafing. This study aims to determine whether job satisfaction can
moderate the effect of work stress on cyberloafing in Surabaya employees. This research type is quantitative with
number of research subjects was 174 respondents spread in Surabaya. Data collection tools in the form of general work
stress scale, job satisfaction survey, and cyberloafing scale. Data analysis was performed with Moderated Regression
Analysis technique. Results showed that work stress has a direct effect on cyberloafing. Meanwhile job satisfaction does
not moderated effect of work stress on cyberloafing.
Keywords: Cyberloafing; Job Satisfaction; Work Stress

How to Cite: Moffan, M.D.B., & Seger, H. (2020). Pengaruh Stres Kerja terhadap Cyberloafing dengan
Kepuasan Kerja sebagai Variabel Moderator pada Karyawan di Surabaya. Analitika: Jurnal Magister
Psikologi UMA, 12 (1): 64 - 72

64
Mazzanov Dhira Brata Moffan & Seger Handoyo, Pengaruh Stres Kerja terhadap Cyberloafing dengan

PENDAHULUAN hubungannya dengan pekerjaan sekitar


Menghabiskan waktu kerja satu jam sampai tiga jam per hari saat
menggunakan internet yang tidak ada bekerja (Henle, C. A., & Blanchard, 2008).
kaitanya dengan pekerjaan merupakan Di Indonesia menunjukan karyawan rata-
perhatian utama bagi perusahaan. rata menghabiskan waktu satu jam per
Penggunaan internet di perusahaan hari untuk mengakses internet untuk
memiliki fungsi awal untuk kepentingan pribadi (Aldilasari, N., &
mempermudah kinerja karyawan dan Firmanto, 2017). Aktivitas yang dilakukan
dapat mempersingkat waktu karyawan seperti browsing, facebook atau kaskus
dalam mengerjakan tugas. Fasilitas yang (Aldilasari, N., & Firmanto, 2017).
diberikan oleh perusahaan yang ditujukan Cyberloafing mungkin konstruktif
untuk mempermudah pekerjaan dapat ketika membantu untuk karyawan dan
juga memberikan dampak buruk bagi organisasi. Namun, itu bisa merusak
perusahaan. Adanya fasilitas perusahaan ketika aktivitas cyberloafing tersebut
yang memudahkan dalam penggunaan mencegah karyawan menjadi produktif
internet mengakibatkan karyawan (Ozler, D., & Polat, 2012). Banyak peneliti
cenderung tidak bijak dalam penggunaan yang berpendapat bahwa perilaku
internet (Henle, C. A., & Blanchard, 2008). cyberloafing adalah kegiatan pemborosan
Karyawan kerap kali lalai dalam dan dapat membuka rahasia perusahaan.
pekerjaannya atau melupakan Cyberloafing dapat menyebabkan
pekerjaannya karena adanya internet saat pengurangan produktivitas dan
jam kerja. Penggunaan internet yang tidak penggunaan sumber daya jaringan yang
ada kaitannya dengan pekerjaan saat jam tidak efisien, sehingga menghasilkan
kerja berlangsung disebut dengan perusahaan yang tidak kompetitif (Ozler,
Cyberloafing. D., & Polat, 2012). Menurut Lara dan Mesa
(Van Doorn, 2011) menyatakan (2011) menambahkan cyberloafing dapat
bahwa cyberloafing merupakan istilah memberikan masalah pada keamanan
untuk menyebutkan perilaku karyawan sistem informasi dan fungsi umum seperti
yang menggunakan fasilitas internet lambatnya bandwidth, terkena spyware
melalui perangkat pribadi atau (virus komputer), dan penundaan tugas
perusahaan untuk kepentingan pribadi (dalam Ozler, D., & Polat, 2012).
selama jam kerja. Banyak sebutan yang Cyberloafing bisa disebut juga
digunakan peneliti untuk menyebut cyberslacking termasuk salah satu bentuk
fenomena ini sebagai cyberslacking, dari deviant workplace behavior yaitu,
cyberslouching, junk computing, dimana cyberloafing dianggap sebagai
cyberloafing, dan non-work related perilaku kontraproduktif yang membuat
computing (Ozler, D., & Polat, 2012). tingkat kinerja karyawan menurun (Lim,
Penelitian terdahulu yang menjelaskan 2002).
fenomena cyberloafing di suatu Disisi lain, beberapa peneliti
perusahaan melaporkan bahwa rata-rata lainnya melaporkan hasil yang
karyawan menghabiskan waktunya untuk bertentangan bahwa mereka tidak
menggunakan internet yang tidak ada percaya cyberloafing itu berdampak buruk
65
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 12 (1) (2020): 65 - 72

dan bahkan tidak pantas. Dalam penelitian dari stres kerja untuk mengurangi emosi
yang dilakukan oleh Vitak, dkk., (2011) negatif karyawan seperti depresi,
terdapat efek positif cyberloafing seperti, keresahan, susah konsentrasi, dan lain-
penghilang rasa bosan, kelelahan, atau lain. Penelitian yang pernah dilakukan
stres, kepuasan kerja atau kreativitas, oleh Oravec yang berjudul “Constructive
meningkatkan kesejahteraan, pemulihan approaches to Internet recreation in the
dan rekreasi, dan yang membuat workplace” menjelaskan bahwa karyawan
karyawan senang. Dalam penelitian melakukan perilaku cyberloafing untuk
lainnya, (Stanton, 2002) menemukan menurunkan beban stres kerja mereka
bahwa karyawan yang sering (Oravec, 2002). Walaupun cyberloafing
menggunakan internet lebih puas digunakan oleh karyawan untuk
terhadap pekerjaannya daripada yang mengurangi stres kerja mereka, tetap saja
jarang menggunakan internet. Terdapat hal itu tidak dibenarkan. Perusahaan
juga hubungan yang positif antara membayar mahal karyawan untuk
manfaat produktivitas internet dengan meningkatkan produktivitas yang didapat.
aktivitas cyberloafing (Blanchard & Henle, Karyawan yang melakukan cyberloafing
2008). Cyberloafing berfungsi sebagai bisa dikatakan pergi dari tugas yang
“mainan dikantor” untuk menghilangkan seharusnya mereka kerjakan.
stres kerja dan menginspirasi kreativitas Ozler dan Polat (2012),
karyawan (Ozler, D., & Polat, 2012). mengatakan bahwa kepuasan kerja
Terdapat banyak faktor yang termasuk pemicu muncul cyberloafing.
menjadi pemicu munculnya cyberloafing Kepuasan kerja merupakan salah satu hal
salah satunya adalah stres kerja. Stres yang sangat penting untuk individu yang
merupakan hal yang sering muncul dan bekerja di setiap tingkatan organisasi.
berhubungan dengan pekerjaan. Stres Kepuasan kerja adalah perasaaan
kerja adalah keadaan tidak nyaman secara seseorang terhadap pekerjaannya dan
psikologis yang dihasilkan atas penilaian terhadap berbagai macam aspek dari
subjektif individu mengenai tuntutan yang pekerjaan tersebut, sehingga kepuasan
dirasakan dari tempat kerja melebihi kerja berkaitan dengan sejauh mana
kemampuan individu untuk berhasil seseorang menyukai (puas) atau tidak
memenuhi tuntutan tersebut (De Bruin, menyukai (tidak puas) dengan
2006). Menurut Lazarus dan Folkman pekerjaannya (Spector, 1997). Menurut
(dalam De Bruin, 2006), ketika banyak Spector (1997), Karyawan yang puas
karyawan mengalami stres saat bekerja, dengan pekerjaannya ketika gaji yang ia
mereka cenderung mencari beragam cara dapatkan sesuai dengan hasil kerja,
untuk mengatasi atau mengurangi stres kesempatan untuk naik jabatan, atasan
ditempat kerja, hal itu disebut dengan yang memusatkan perhatian kepada
coping. Cyberloafing ini merupakan salah karyawan, mendapatkan tunjangan
satu varian perilaku coping stres tambahan yang adil dan sebanding,
karyawan ditempat kerja (Henle, C. A., & penghargaan terhadap hasil kerja, alur
Blanchard, 2008). Perilaku tersebut birokrasi yang jelas dan beban kerja yang
merupakan salah satu pelarian karyawan tidak berlebihan, hubungan rekan kerja
66
Mazzanov Dhira Brata Moffan & Seger Handoyo, Pengaruh Stres Kerja terhadap Cyberloafing dengan

yang menyenangkan dan rukun, pekerjaan merupakan variabel independen karena


itu sendiri, dan kelancaran komunikasi hubungan kepuasan kerja dengan
dalam perusahaan terkait tugas dan lain- cyberloafing dianggap belum konsisten
lain. dikarenakan banyaknya variasi hasil
Penelitian yang dilakukan oleh hubungan sehingga perlu dilakukan
Woon dan Pee (2004) menjelaskan bahwa penelitian terkait hal tersebut.
tingkat kepuasan kerja karyawan yang Kepuasan kerja diprediksi dapat
tinggi akan berpotensi untuk mempengaruhi pengaruh stres kerja
memunculkan penyalahgunaan internet terhadap cyberloafing, dimana dengan
pada karyawan tersebut. Stanton (2002) kepuasan kerja mampu untuk melemah
menemukan bahwa pelaku atau menguatkan pengaruh stres kerja
penyalahgunaan internet lebih mungkin terhadap perilaku cyberloafing yang
pada karyawan yang memiliki kepuasan muncul pada karyawan. Ketika karyawan
yang tinggi. Penelitian yang dilakukan memiliki tingkat kepuasan tinggi,
oleh Celik (2015), menemukan bahwa karyawan akan bercerita kepada
terdapat hubungan yang positif yang kuat atasannya untuk mengekspresikan stres
antara kepuasan kerja dengan kerja yang mereka rasakan kepada atasan
cyberloafing. mereka ketimbang melakukan
Terdapat juga penelitian yang cyberloafing. Hal ini dapat dijelaskan dari
menemukan hasil yang berbeda dengan aspek kepuasan kerja Spector (1997)
penelitian lainnya, menurut Vitak, dkk. karyawan yang merasa puas dengan
(2011), kepuasan yang menurun pekerjaannya karena atasan bersikap
kemungkinan terlibat dalam kegiatan mendukung, penuh perhatian, hangat dan
cyberloafing meningkat. Studi yang bersahabat, memberi pujian atas kinerja
dilakukan Mahatankoon, Anandarajan, & yang baik dari bawahan, mendengar
Igbaria (2004), menjelaskan karyawan pendapat dari bawahan, dan memusatkan
yang merasa tidak puas dengan pekerjaan perhatian kepada karyawan. Menurut
mereka, akan lebih sering melakukan Robbins & Judge (2013), karyawan yang
aktivitas yang tidak berhubungan dengan tidak merasa puas akan lingkungan kerja
pekerjaan salah satunya cyberloafing mereka akan melalukan hal lain, salah
sehingga menimbulkan efek negatif pada satunya cyberloafing. Studi yang dilakukan
kinerja kerja mereka. Lim & Teo (2005), Mahatankoon, dkk. (2004) menjelaskan
menemukan hubungan negatif antara karyawan yang yang merasa tidak puas
kepuasan kerja dengan cyberloafing, hal dengan pekerjaan mereka, akan lebih
ini dikarenakan karyawan merasa upah sering melakukan aktivitas yang tidak
yang diberikan tidak sesuai dengan tugas berhubungan dengan pekerjaan. Sehingga
yang dikerjakan dan tidak adanya ketika karyawan merasa stres dan tidak
apresiasi serta perhatian dari atasan puas dengan pekerjaannya, justru akan
sehingga mereka melakukan cyberloafing. meningkatkan perilaku cyberloafing itu
Dengan adanya hasil-hasil yang berbeda semakin muncul. Hipotesis yang
dari beberapa penelitian sebelumnya, bisa dihasilkan dari penjelasan diatas tersebut
jadi bahwa kepuasan kerja bukan sebagai berikut:
67
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 12 (1) (2020): 65 - 72

H0: Kepuasan kerja tidak memoderasi berharap memiliki pekerjaan lain”;


pengaruh stres kerja terhadap “Sedikit kesempatan bagi saya, untuk
cyberloafing pada karyawan di Surabaya. dipromosikan pada pekerjaan saya”; dan
Ha: Kepuasan kerja memoderasi “Saya menggunakan internet untuk
pengaruh stres kerja terhadap keperluan pribadi pada saat jam kerja
cyberloafing pada karyawan di Surabaya. dengan maksud menjaga jejaring sosial”.
Kuisioner berisi pertanyaan-
METODE PENELITIAN pertanyaan yang tertulis yang merupakan
Penelitian ini menggunakan alat pengumpul data mengenai konsep
pendekatan kuantitatif. Terdapat tiga dari atribut psikologis atau variabel
variabel yaitu variabel dependen, variabel penelitian (Neuman, 2013). Alat ukur yang
independen, dan variabel moderator digunakan peneliti untuk mengukur stres
(Neuman, 2013). Variabel yang digunakan kerja adalah general work stress scale
dalam penelitian ini sebagai berikut; (GWSS) yang disusun oleh Bruin & Taylor
Variabel dependen merupakan suatu (2005). Skala ini terdiri dari 9 aitem dan
variabel yang variasinya dapat merupakan unidimensi yang berlandasan
mempengaruhi variabel lain. Variabel dari sembilan faktor penyebab stres kerja
dependen dalam penelitian ini adalah serta memiliki lima pilihan jawaban dari
stres kerja; Variabel independen (1) tidak pernah; (2) jarang; (3) kadang-
merupakan variabel yang diukur untuk kadang; (4) sering; dan (5) selalu.
mengetahui besarnya efek atau hubungan Selanjutnya, alat ukur dalam penelitian ini
variabel lain. Akibat atau konsekuensi untuk mengukur kepuasan kerja adalah
tersebut bervariasi mengikuti perubahan job satisfaction survey yang disusun oleh
variabel dependen. Dalam penelitian ini, Spector (1997). Alat ukur ini terdiri dari
variabel independen yang diuji adalah 36 aitem yang berlandasan dari aspek
cyberloafing; Variabel moderator adalah kerja yang dikemukakan oleh Spector
sebuah variabel yang dapat (1997) dan memiliki empat pilihan
mempengaruhi kuat atau lemah hubungan jawaban dari (1) sangat tidak setuju; (2)
antara satu variabel dengan variabel yang tidak setuju; (3) setuju; dan (4) sangat
lain. Dalam penelitian ini, variabel setuju. Terakhir, alat ukur yang digunakan
moderator penulis adalah kepuasan kerja. untuk mengukur cyberloafing dalam
Populasi dalam penelitian ini penelitian ini adalah skala cyberloafing
adalah karyawan kantor yang sudah yang disusun oleh Doorn (2011). Alat ukur
bekerja selama enam bulan lebih di kota ini terdiri dari 24 aitem dan memiliki dua
Surabaya. Teknik sampling yang dimensi utama. Skala cyberloafing
digunakan adalah nonprobability sampling memiliki lima pilihan jawaban dari (1)
dan jenisnya purposive sampling. Teknik tidak pernah; (2) jarang; (3) kadang-
pengumpulan data yang digunakan dalam kadang; (4) sering; dan (5) selalu.
penelitian ini adalah dengan Teknik analisis yang digunakan
menggunakan kuisioner berupa dalam penelitian ini dilakukan dengan
pernyataan seperti “Pekerjaan membuat menggunakan bantuan perangkat lunak
saya sangat tertekan sehingga saya IBM SPSS Statistics 22. Untuk melakukan
68
Mazzanov Dhira Brata Moffan & Seger Handoyo, Pengaruh Stres Kerja terhadap Cyberloafing dengan

analisis data, sesuai dengan tujuannya, kerja 0.904; dan koefisien reliabilitas
peneliti menggunakan uji analisis Regresi cyberloafing 0.908 dimana nilai semakin
MRA (Moderated Regression Analysis). mendekati 1.00 maka akan semakin baik
Sebelum melakukan analisis data, peneliti reliabilitas alat ukur tersebut.
melakukan uji analisis statistik deskriptif, Uji asumsi yang pertama yaitu uji
uji asumsi yang termasuk di dalamnya uji normalitas residual menunjukan
normalitas, uji linieritas, uji persebaran data normal yang dilihat dari
heterokedesitas, uji multikolinearitas, dan nilai sig. Kolmogrov-Smirnov dan sig.
juga dilakukan uji korelasi untuk Shapiro-Wilk yaitu 0.2 dan 0.068 (sig.
memperkuat bahwa terdapat hubungan, Kolmogrov-Smirnov > 0.05; sig. Shapiro-
dan juga menjadi syarat untuk melakukan Wilk > 0.05), serta dilihat dari p-plot yang
analisis dengan metode regresi. mengikuti garis lurus. Selanjutnya, uji
linearitas yang dihasilkan dilihat dari nilai
HASIL DAN PEMBAHASAN deviation from linearity menunjukan nilai
Jumlah responden 174 orang sig. > 0.05 yang berarti data bersifat linear.
dengan rentang usia 18-55 tahun dan Ketiga, uji heterokedastisitas dilakukan
diantaranya terdapat 114 responden laki- dan scatterplot tidak menunjukan pola
laki (65,5%) dan sisanya 60 responden tertentu sehingga dapat diasumsikan
perempuan (34,5%). Mayoritas subjek bahwa tidak terjadi gejala
merupakan lulusan dari S1, yaitu heterokedastisitas. Keempat, uji
sebanyak 94 responden (54%). multikoleniaritas menunjukan nilai
Selanjutnya, lulusan SMA merupakan tolerance = 0.976 dan VIF = 1.024 yang
lulusan terbanyak kedua berjumlah 55 berarti tidak terjadi interkorelasi antara
responden (31,6%). Lulusan S2 variabel independen (tolerance > 0.1; VIF
menempati urutan ketiga dengan jumlah < 10). Terakhir, uji korelasi pearson
14 responden (8%) dan lulusan diploma menunjukan variabel stres kerja
berjumlah 11 responden (6,3%). berhubungan positif signifikan dengan
Sebaran skor yang diperoleh variabel cyberlaofing (pearson correlation
dengan menggunakan norma stanfive = 0,277; sig. = 0.000).
diketahui bahwa dalam penelitan ini Setelah uji asumsi terpenuhi, uji
mayoritas karyawan bekerja di Surabaya regresi dilakukan untuk menjawab
memiliki tingkat stres kerja rendah- hipotesis penelitian. Tahapan analisis
sedang. Selanjutnya, mayoritas karyawan dalam penelitian adalah uji regresi
di Surabaya dalam penelitian ini memiliki sederhana antara stres kerja terhadap
tingkat kepuasan kerja sedang. Terakhir, cyberloafing dan uji regresi interaksi
mayoritas karyawan di Surabaya dalam (moderated regression analysis). Hasil uji
penelitian ini memiliki tingkat melakukan regresi yang pertama menunjukan bahwa
cyberloafing sedang-tinggi. Ketiga variabel stres kerja berpengaruh positif signifikan
memiliki reliabilitas alat ukur dengan terhadap cyberloafing dengan besar
koefisen reliabilitas alpha cronbach > 0.9 pengaruh 7.7% (sig. 0.000 < 0.05; R =
yaitu koefisien reliabilitas stres kerja 0.277; R square = 0.077; β = 0,648).
0.911; koefisien reliabilitas kepuasan Selanjutnya, Uji moderated regression
69
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 12 (1) (2020): 65 - 72

analysis menghasilkan temuan bahwa terjadi. Sen, dkk. (2016), juga dalam
kepuasan kerja tidak signifikan penelitiannya, karyawan yang merasa
memoderasi pengaruh stres kerja lelah, terganggu, dan ambiguitas peran
terhadap cyberloafing (sig. 0.291 > 0.05; β dalam pekerjaan mengakibatkan stres
= 0.018). pada karyawan sehingga cyberloafing
Penelitian ini memiliki hipotesis menjadi pilihan mereka untuk mengatasi
alternatif yaitu adanya peran moderasi stres. Blanchard & Henle (2008), dalam
kepuasan kerja pada pengaruh stres kerja penelitian menemukan pengaruh positif
terhadap cyberloafing karyawan di dan signifikan stres kerja terhadap
Surabaya. Variabel moderator ini yang cyberloafing, adanya konflik peran dan
memprediksi keduanya menjadi berubah ambiguitas peran yang merupakan
arah berdasarkan tingkat kepuasan kerja pemicu stres kerja dapat meyebabkan
yang dimiliki seseorang, dengan kata lain cyberloafing terjadi pada karyawan.
jika stres kerja terhadap cyberloafing Lazarus & Folkman yang menjelaskan
memiliki arah pengaruh yang positif ketika karyawan mengalami stres saat
ketika kepuasan kerja rendah atau tidak bekerja, mereka cenderung mencari
ada, maka akan berubah menjadi negatif beragam cara untuk mengatasi atau
ketika tingkat kepuasan kerja tinggi. mengurangi stres ditempat kerja. Salah
Analisis pertama dalam pengujian satu cara untuk mengatasi stres kerja
hipotesis menunjukan bukti empiris stres tersebut ialah cyberloafing Blanchard &
kerja secara signifikan mempengaruhi Henle (2008).
cyberloafing pada karyawan dengan arah Analisis selanjutnya menghasilkan
pengaruh yang positif. Arah positif temuan bahwa kepuasan kerja tidak
menjelaskan bahwa semakin tinggi stres signifikan memoderasi pengaruh stres
kerja akan semakin tinggi juga kerja terhadap cyberloafing pada
cyberloafing pada karyawan dan karyawan. Tidak adanya pengaruh
sebaliknya ketika semakin rendah stres tersebut membuat peneliti beranggapan
kerja akan semakin rendah juga bahwa hasil dari variabel kepuasan kerja
cyberloafing pada karyawan. Sesuai mayoritas subjek memiliki kepuasan kerja
dengan penelitian yang dilakukan oleh yang sedang, sehingga hal tersebut dirasa
Civilidag (2017), bahwa stres kerja belum kuat untuk memoderasi pengaruh
merupakan salah satu faktor yang stres kerja terhadap cyberloafing.
mempengaruhi perilaku penyalahgunaan Menurut Spector (1997), karyawan yang
internet pada karyawan, karena dinilai memiliki kepuasan yang sedang merasa
efektif untuk melepaskan diri dari stres keraguan diantara puas dan tidak puas
kerja. Penelitian lain juga dilakukan oleh dengan pekerjaan mereka (ambivalen).
Sen, dkk. (2016), dimana terdapat Sehingga peluang untuk membuktikan
hubungan positif yang signifikan antara moderasi cenderung rendah. Dari rentang
stres kerja dengan cyberloafing, hasil usia dalam penelitian ini, mayoritas yang
analisis tersebut menunjukan semakin mengisi penelitian ini adalah dari rentang
tinggi stres kerja karyawan maka semakin umur 18-35 tahun, yang dimana dari
tinggi pula cyberloafing pada karyawan rentang umur tersebut merupakan
70
Mazzanov Dhira Brata Moffan & Seger Handoyo, Pengaruh Stres Kerja terhadap Cyberloafing dengan

generasi Y menurut Kolnhofer-Derecskei, Saran untuk peneliti selanjutnya


dkk. (2017). Bencsik & Machova (2016), dapat mempertimbangkan kriteria lama
menjelaskan bagi generasi Y yang hidup bekerja subjek, karena dalam penelitian
dengan perkembangan akses teknologi ini dirasa masih kurang lama untuk
dan informasi, terutama internet yang melihat tingkat kepuasan kerja
dimana sudah menjadi budaya global, seseorang terhadap pekerjaannya. Saran
sehingga hal tersebut berpengaruh untuk karyawan diharapkan memiliki
terhadap nilai, pandangan, dan tujuan kontrol diri yang baik sehingga dapat
hidup. Karyawan generasi Y juga dinilai membatasi diri dalam penggunaan
mampu mengaplikasikan semua kegiatan internet agar tidak terjadi penundaan
dalam satu waktu (multi tasking), seperti tugas yang diamanatkan perusahaan
bekerja sambil mendengarkan musik, atau instansi. Saran kepada pimpinan
membuka media sosial, browsing untuk menerapkan program manajemen
menggunakan PC dalam kehidupan stres bagi karyawan dan memberikan
bekerja maupun sosial mereka (Bencsik, pelatihan untuk meningkatkan
dkk., 2016). Dalam hal kepuasan kerja, keterampilan manajerial karyawan
generasi Y akan membutuhkan waktu seperti manajemen waktu, penetapan
yang lama untuk merasa puas dengan tujuan, komunikasi dan lain-lain untuk
pekerjaan mereka, hal ini dikarenakan mengurangi stres kerja karyawan.
mereka memiliki beberapa pertimbangan
terhadap faktor apa saja yang membuat DAFTAR PUSTAKA
mereka merasa puas dengan pekerjaan Aldilasari, N., & Firmanto, A. (2017). Hubungan
(Oktariani, dkk. 2017). Menurut Brown self control dan perilaku cyberloafing pada
pegawai negri sipil. Jurnal Ilmiah Prikologi
dkk. (2009), mereka malah tidak terlalu Terapan, 19–39.
mementingkan mereka merasa puas atau Bencsik, A., & Machova, R. (2016). Knowledge
sharing problems from the viewpoint of
tidak dengan pekerjaannya (dalam intergeneration management. 4th
Oktariani dkk. 2017). International Conferenceon Management,
Leadership and Governance: ICMLG2016,
42.
SIMPULAN Celik, N. (2015). Job satisfaction’s impact on
Berdasarkan analisis yang telah cyberloafing: an University example. 10th
International Academic Conference, 171–
dilakukan pada penelitian ini, dihasilkan
181.
bahwa terdapat pengaruh positif yang Civilidag, A. (2017). A research of cyberloafing
signifikan antara stres kerja terhadap relations on job stress and job satisfaction
at business life. International Refereed E-
cyberloafing pada karyawan, yang berarti Journal of Social Sciences, 355–373.
semakin tinggi stres kerja akan semakin De Bruin, G. P., & Taylor, N. (2005). Development
tinggi juga cyberloafing pada karyawan of the sources of work stress inventory.
35(4), 748–765.
dan begitupun sebaliknya semakin https://doi.org/https://doi.org/10.1177/
rendah stres kerja akan semakin rendah 008124630503500408
De Bruin, G. P. (2006). The dimensionality of the
juga cyberloafing pada karyawan.
general work stress scale: A hierarchical
Sedangkan variabel kepuasan kerja tidak exploratory factor analysis. SA Journal of
dapat memoderasi pengaruh stres kerja Industrial Psychology, 32(4), 68–75.
https://doi.org/https://doi.org/10.4102/
terhadap cyberloafing pada karyawan. sajip.v32i4.250
71
Analitika: Jurnal Magister Psikologi UMA, 12 (1) (2020): 65 - 72

Henle, C. A., & Blanchard, A. L. (2008). The Van Doorn, O. N. (2011). Cyberloafing : A multi-
interaction of work stressors and dimensional construct placed in a
organizational sanctions on cyberloafing. theoretical framework. In Van Doorn, O. N.
Journal of Managerial Issues, 20(3), 383– Eindhoven University of Technology The
400. Netherlands.
Kolnhofer-Derecskei, A., Reicher, R. Z., & Vitak, J., Crouse, J., & LaRose, R. (2011). Personal
Szeghegyi, A. (2017). The X and Y internet use at work: Understanding
generations’ characteristics comparison. cyberslacking. Computers in Human
14(8), 107–125. Behavior, 24(6), 2475–2476.
Lim, V. K. G., & Teo, T. S. H. (2005). Prevalence, https://doi.org/https://doi.org/10.1016/
perceived seriousness, justification and j.chb.2008.03.008
regulation of cyberloafing in Singapore: An Woon, I. & Pee, L. (2004). Behavioral Factors
exploratory study. Information and Affecting Internet Abuse in the Workplace
Management, 42(8), 1081–1093. – An Empirical Investigation Behavioral
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/ Factors Affecting Internet Abuse in the
j.im.2004.12.002 Workplace – An Empirical Investigation.
Lim, V. K. G. (2002). The IT way of loafing on the Proceedings of the Third Annual Workshop
job. Journal of Organizational Behavior, on HCI Research in MIS, Washington, D.C.,
23(5), 675–694. 80–84.
https://doi.org/https://doi.org/10.1002/
job.161
Mahatankoon, P. Anandarajan, M. & Igbaria, M.
(2004). Deveopment of a measure of
personal web usage in the workplace.
Cyberpsychology and Behavior, 93–104.
Neuman, W. L. (2013). Metode penelitian sosial
pendekatan kualitatif dan kuantitatif edisi
ketujuh. PT. Indeks.
Oktariani, C. D., Hubeis, A. V. S., & Sukandar, D.
(2017). Kepuasan Kerja Generasi X Dan
Generasi Y Terhadap Komitmen Kerja Di
Bank Mandiri Palembang. Jurnal Aplikasi
Bisnis Dan Manajemen, 3(1), 12–22.
https://doi.org/https://doi.org/10.17358
/jabm.3.1.12
Oravec, J. A. (2002). Constructive approaches to
Internet recreation in the workplace.
Communications of the ACM, 60–63.
Ozler, D., & Polat, G. (2012). Cyberloafing
Phenomenon in Organizations:
Determinants and Impacts. International
Journal of EBusiness and EGovernment
Studies, 4(2), 1–15.
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013).
Organisational Behavior (15th ed.).
Pearson.
Sen, E., Tozlu, E., Atesoglu, H., & Ozdemir, A.
(2016). The effect of work stress on
cyberloafing behaviour in hIgher
education institusion. Social Science
Journal, 523–535.
Spector, P. E. (1997). Job satisfaction: Application,
assessment, causes, consequance. Sage.
Stanton, J. M. (2002). Web addict or happy
employee? Company Profile of the
Frequent Internet User. Communications of
the ACM, 45(1), 55–59.

72

You might also like