You are on page 1of 164

PENGANTAR PSIKOLOGI

SOSIAL

Social Psychology, ninth


ed. (2015)
Eliot Aronson

Maizar Saputra
What’s Social Psychology?
 The scientific study of the way in
which people’s thoughts, feelings,
and behaviors are influenced by the
real or imagined presence of other
people (Aronson, 2015)
 Social influence is the effect that
words, actions, of mere presence of
other people have on our thoughts,
feelings, attitudes, or behaviour
How do other people affect
your values?

Coba bayangkan dan kemudian tuliskan


3 hal terpenting dalam hidupmu
How do other people affect
your values?
How social psychology differs
from its closest cousins?
Sociology Social Psy Personality Psy

The study of groups, The study of the The study of the


organizations, and psychological characteristics
societies, processes people have that make individuals
rather than in unique and
individuals. common that make different from one
them another.
susceptible to social
influence.

In a level of analysist
For the social psychologist, the level of analysis
is the individual in the context of a social
situation.
The Power of the Situation

Lagi di kafe, kelamaan milih menu, mbaknya


bilang “lama amat sih, bikin bosen aja..”

What should you think about her?

Most of us focus on the fish, and not the


water the fish swims in.
The Importance of Explanation
 Bagi kebanyakan psikolog sosial, sering
mengalami kesulitan ketika berhadapan
dengan “barrier” yang sering digunakan
seseorang ketika menghadapi sesuatu yang
biasa dikenal dengan istilah fundamental
attribution error
Fundamental Attribution Error
The tendency to overestimate the
extent to which people’s behavior
is due to internal, dispositional
factors and to underestimate the
role of situational factors
So, how about personality?

They do exist, but that’s not


our domain
The Importance of Interpretation
 To understanding more about human behavior, we must use
behaviorism approach. It’s a school of psychology maintaining
that to understand human behaviour, one need only to
consider the reinforcement properties of the environment
 Skinner (1938) believed that all behaviour could be
understood by examining the reward and punishment in the
organism’s environment.
 For social psychologists, the relationship between the social
environment and the individual is a two-way street. Not only
does the situation influence people’s behavior; people’s
behavior also depends on their interpretation, or construal,
of their social environment
The Importance of Interpretation

Construal is the way in which people perceive, comprehend, and


interpret the social world

Kalo kasusnya kayak diatas gimana hayooooo….


The Importance of Interpretation
 The emphasis on construal has its roots in an
approach called Gestalt psychology.

Gestalt Psychology
A school of psychology stressing
the importance of studying the
subjective way in which an object
appears in people’s minds rather
than the objective, physical
attributes of the object
Where Contrual Come From:
Basic Human Motives

Darimana penafsiran kita terhadap


stimulus muncul….. ?
PENGANTAR PSIKOLOGI
SOSIAL Part 2

Social Psychology, ninth


ed. (2015)
Eliot Aronson

Maizar Saputra
Where Contrual Come From:
Basic Human Motives

Darimana penafsiran kita terhadap


stimulus muncul….. ?
Where Contrual Come From:
Basic Human Motives

“What happen when people’s need to feel


good about themselves conflicts with
their need to be accurate”
The self esteem motive: The need
to feel good about ourselves

Self Esteem
People’s evaluation of their
own self worth – that is, the
extent to which they view
themselves as good,
competent, and decent
The self esteem motive: The need
to feel good about ourselves
Suffering and self-justification
After suffering from
hazing, why people
still doing the same in
the next opportunity?
The social cognition motive: The
need to be accurate
Social Cognition
How people think about themselves and the
social world; more specifically, how people
select, interpret, remember, and use social
information to make judgemental and
decision
The social cognition motive: The
need to be accurate
Expectations about the social world
Self-fullfilling prophecy
The case wherein people
have an expectation about
what another person is
like, which influences how
they act toward that
person to behave
consitently with people’s
original expectation.
Making the expectation
come true
Social Psychology Today…
Belakangan ini, minat
psikologi sosial tentang
bagaimana orang berpikir,
merasa, dan berperilaku
didalam lingkungan
sosialnya mulai merujuk
kepada kecenderungan
perilaku ketika
menggunakan media sosial
dan aplikasi lainnya
METODE RISET
Dalam Psikologi Sosial

Maizar Saputra
Berbagai teori dalam psi sosial
DIKEMBANGKAN BERDASARKAN IDE
yang kemudian diuji secara ilmiah.

BAGAIMANA MENERJEMAHKAN IDE


KE DALAM PENELITIAN ILMIAH ??
MENEMUKAN
& MENGEMBANGKAN IDE
 IDE berasal dari rasa ingin tahu (curiosity)
dan pengamatan (observation) terhadap
masalah.
 Psikolog sosial berfokus pada rasa ingin tahu
terhadap perilaku manusia, dan mengamatinya
melalui orang-orang dan interaksi sosial.
 Untuk memuaskan rasa ingin tahunya, para
ilmuwan melakukan penelitian, dan biasanya
dimulai dengan mengembangkan HIPOTESIS
yang kemudian diuji.
LATAR BELAKANG MASALAH PNLTN:

 Teoritis Vs Non-teoritis
 TEORITIS: menggunakan hipotesis untuk
mengembangkan teori
 NON-TEORITIS: mengumpulkan informasi
tentang fenomena yang dipermasalahkan
 Masalah Dasar Vs Masalah Penerapan
 MASALAH DASAR: demi kepentingan ilmu
pengetahuan
 MASALAH PENERAPAN: untuk
memecahkan masalah praktis
 Cara mengembangkan hipotesis yang
dapat diuji (William McGuire (1973):
 Berdasarkan hasil-hasil penelitian
sebelumnya: Peneliti mengembangkan
berdasarkan teori lama, dikembangkan
menjadi hipotesis yang lebih kompleks.
 Melalui pengamatan langsung terhadap
perilaku manusia: peneliti mencoba
menjelaskan proses psikologis yang mungkin
mendasari peristiwa yang diamati.
 Menganalisa petunjuk praktis (rule of
thumb) dari para praktisi.
 Bibb Latane mengajukan KRITERIA IDE
YANG BAIK (yang menghasilkan
hipotesis yang baik):
 Ide harus menarik secara teoritik.
 Ide harus menyarankan suatu kemajuan
metodologi.
 Dapat dilanjutkan dengan membuat
rancangan eksperimen yang baik
(Catatan: dalam kenyataan, eksperimen
hanya merupakan salah satu metode dari
berbagai metode penelitian yang dapat
dipilih sesuai dengan tujuan penelitian).
 Ide harus memiliki relevansi sosial.
MENGUJI HIPOTESIS
 Pengujian hipotesis memerlukan penerjemahan
konsep teoritis ke dalam variabel kongkrit yang
merepresentasikan konsep secara valid dan reliabel.
 VALIDITAS VARIABEL: sejauh mana sebuah
variabel merepresentasikan apa yang harus
direpresentasikan.
 RELIABILITAS VARIABEL: konsistensi variabel
kongkrit dalam merepresentasikan variabel
teoritis.
 Variabel Bebas (IV) dan Variabel tergantung(DV)
 IV (INDEPENDENT VARIABLE): serangkaian
kondisi yang berbeda yang diduga memiliki efek
terhadap respon subjek.
 DV (DEPENDENT VARIABLE): respon subjek yang
diukur dalam situasi penelitian.
MENGUJI HIPOTESIS (lanjutan)

 Prosedur tertentu dapat mengurangi


validitas dan reliabilitas variabel:
 DEMAND CARACTERISTIC: isyarat apapun yang
dapat mengindikasikan tingkah laku yang
diharapkan dalam penelitian, dapat menghasilkan
respon yang dibuat-buat untuk menyenangkan
peneliti.
 EVALUATION APPREHENSION: kesadaran diri
subjek bahwa sedang dievaluasi dan diobservasi
orang lain, menghasilkan respon yang normative,
tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
 EXPERIMENTER EXPECTANCIES: keyakinan
tentang hasil penelitian yang seharusnya diperoleh,
dapat mengurangi objektivitas peneliti.
RANCANGAN PENELITIAN KORELASIONAL
Vs EKSPERI-MENTAL

 Korelasional:
 Untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel atau lebih secara pasif.
 Eksperimental:
 Kita mengatur dua atau lebih kondisi yang
berbeda, kemudian secara acak menugaskan
orang (subjek) untuk merasakan kondisi
yang berlainan ini, lalu mengukur perilaku
yang menjadi permasalahan penelitian dalam
kondisi yang berbeda tersebut.
KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN RISET
KORELASIONAL & EKSPERIMENTAL
 Korelasional
 KELEMAHAN:
 Hubungan sebab-akibat diragukan karena:
 Arah hubungan sebab-akibat diragukan (padahal
sebagian besar telaah korelasional dan
eksperimental bertujuan utama menetapkan
hubungan kausalitas antara variabel bebas (IV)
dan variabel terikat (DV)
 Kemungkinan tidak satupun variabel yang secara
langsung mempengaruhi variabel yang lain.
KELEMAHAN DAN KEUNGGULAN RISET
KORELASIONAL & EKSPERIMENTAL...

 Korelasional
 KEUNTUNGAN:
 Memungkinkan untuk menelaah masalah yang
tidak dapat diteliti dengan metode
eksperimental.
 Memungkinkan untuk mengumpulkan lebih banyak
informasi serta menguji banyak hubungan.
 Eksperimental:
 Kelemahan dan keuntungannya merupakan
kebalikan dari riset korelasional.
KERANGKA PENELITIAN LAPANGAN Vs
LABORATORIUM

 K. Lapangan:
 Mempelajari jenis perilaku subjek ketika
berada di tempat tinggal alamiahnya
 K. Laboratorium:
 Dilaksanakan dalam situasi buatan.
Tabel 1. Keuntungan & Karakteristik Riset Lapangan & Lab.

Lapangan Laboratorium
Keuntungan Lab:
Kendali atas
RENDAH TINGGI
variabel
JARANG HAMPIR SLL
Penugasan secara
acak (random)
Kemudahan dan RENDAH TINGGI
ekonomis
Keuntungan Lapng:
Realisme TINGGI RENDAH
Dampak variabel CENDR. TINGG. CEND. REND.
bebas
Memperkecil YA TIDAK
prasangka dan
keraguan
Keabsahan
(validitas) eksternal TINGGI RENDAH
PENGUMPULAN DATA
 PENGAMATAN
(OBSERVATION)
 MELAPORKAN DIRI
SENDIRI (SELF
REPORT):
wawancara,
kuesioner, dsb.
 DENGAN ARSIP
ETIKA PENELITIAN
 MEMINIMALKAN LEVEL NYERI ATAU STRES
YANG DIALAMI SUBJEK (bila penelitian dapat
menimbulkan nyeri atau ketegangan)
 Solusi: memberi informasi kepada subjek dan
meminta ijin sebelumnya.
 TIDAK MERUSAK LINGKUNGAN
 MELAKUKAN DEBRIEFING (penjelasan pada
akhir eksperimen mengenai prosedur yang sudah
ditempuh dan tujuan penelitian yang sebenarnya).
 Ctt: Biasanya peneliti menyembunyikan tujuan
penelitian (maksud prosedur yang ditempuh dalam
penelitian, agar respon subjek murni). Bila tidak
dilakukan debriefing, subjek dapat merasa tertipu.
 MERAHASIAKAN DATA DAN IDENTITAS
SUBJEK
 Sumber:
Sears, David, O., Freedman, J.L., Peplau, L.A.
1994. Psikologi Sosial.Edisi bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Deaux K., Dane F.C., Wrightsman L.S. 1993.
Social Psychology in the ‘90s. Pacivic
Grove, CA : Brooks/Cole Publ.Co
Kognisi Sosial

Maizar Saputra
Kognisi sosial adalah bagaimana orang
berpikir mengenai dirinya sendiri dan
dunia sosial, atau secara spesifik,
bagaimana orang memilih,
menginterpretasi, mengingat, dan
menggunakan informasi sosial untuk
membuat penilaian dan mengambil
keputusan.
A. KOGNISI SOSIAL OTOMATIS
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
Berpikir otomatis membantu kita untuk
memahami situasi yang kita hadapi dengan
cara menghubungkan situasi tersebut dengan
pengalaman kita sebelumnya

Skema
Struktur mental yang digunakan orang untuk
mengorganisasikan pengetahuannya mengenai
subjek-subjek atau dunia sosial disekitarnya,
dan memengaruhi bagaimana informasi
dicatat, dipikirkan, dan diingat.
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
a. Stereotipe mengenai ras dan senjata
Selain skema mengenai kelompok orang (ras,
gender, dsb), terdapat jenis-jenis skema yang
lain, antara lain:
1) Skema mengenai individu tertentu
Misalnya, apa yang disukai oleh si A
2) Peran sosial
Perilaku yang diharapkan sebagai ibu, sahabat,
dll
3) Bagaimana orang bertindak dalam situasi
tertentu
Misalnya di restoran, di tempat pesta, dsb
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
b. Fungsi Skema
Skema bermanfaat, khususnya untuk mengurangi
kekaburan (ambiguity) bila kita menghadapi
informasi yang memiliki banyak kemungkinan
interpretasi.
Pada penderita gangguan neurologis Korsakov’s
syndrome, mereka kehilangan kemampuan untuk
membangun memori baru dan harus menghadapi
berbagai situasi seolah mereka baru mengalami
pertama kali
Namun demikian skema dapat berbahaya bila kita
menerapkannya seperti dalam eksperimen
mengenai stereotip terhadap ras kulit hitam
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
c. Skema sebagai panduan mengingat
Skema juga berfungsi untuk mengisi
kekosongan informasi bila kita sedang
mencoba mengingat sesuatu. Rekonstruksi
(penyusunan) memori cenderung konsisten
dengan skema.
Kenyataannya bahwa orang mengisi
kekosongan di dalam memori dengan detail-
detail yang sesuai dengan skema, dapat
berbahaya (menghasilkan pemahaman yang
salah) dan cenderung sulit berubah.
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
d. Jenis skema: accessibility & priming
Skema yang muncul di benak kita dan memandu
kesan mengenai orang tertentu, dapat dipengaruhi
oleh accessibility, yaitu sejauhmana skema dan
konsep-konsep yang tersedia di baris depan (paling
mudah diakses) cenderung kita gunakan bila kita
menilai suatu lingkungan sosial.
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
d. Jenis skema: accessibility & priming
Skema tertentu mudah sekali diakses karena 3
alasan:
1) Karena merupakan hasil pengalaman masa lalu,
sehingga skema ini tetap aktif dan siap
digunakan untuk menginterpretasi situasi yang
ambigu.
2) Berkaitan dengan tujuan kita saat ini. Misalnya,
karena sedang belajar psikologi sosial mengenai
stereotip, kita cenderung menyadari stereotip
yang terjadi di lingkungan sosial kita.
3) Skema dapat diakses sewaktu-waktu karena
merupakan hasil pengalaman yang baru saja
dialami. Skema ini dapat diakses dengan adanya
informasi yang memicu
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
d. Jenis skema: accessibility & priming
Situasi terakhir (poin c) ini merupakan contoh apa
yang disebut priming, yaitu proses di mana
pengalaman yang baru dialami meningkatkan
kemudahan mengakses (accessibility) suatu skema,
ciri-ciri, atau konsep.
Priming merupakan contoh yang jelas mengenai pikiran
otomatis, karena terjadinya secara cepat, tidak
diniatkan, dan tidak disadari. Ketika menilai orang
lain, orang-orang biasanya tidak sadar bahwa mereka
menggunakan konsep atau skema yang mereka
hasilkan dari pengalaman sebelumnya.
Dalam kenyataan priming dapat terjadi dari kata-kata
yang hanya sekilas, terlalu cepat untuk dimengti
secara sadar. Tentu saja hal ini berbahaya, terutama
bila menghasilkan kesan yang negatif.
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
e. Keajekan skema
Kadang-kadang kita mendengar isu mengenai
seseorang yang kemudian diketahui bahwa isu itu
tidak benar.
Berkaitan dengan hal di atas, berkembang istilah
yang disebut preseferance effect.
preseferance effect
Menunjuk pada penemuan bahwa
keyakinan orang-orang
mengenai dirinya sendiri dan
lingkungan sosialnya cenderung
bertahan, bahkan setelah
terdapat bukti yang
mendeskredit keyakinan itu.
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
f. Membuat skema kita menjadi
kenyataan:The Self-Fulfilling Prophecy

SELF-FULFILLING
PROPHECY: keadaan di mana
orang memiliki harapan orang
lain itu seperti apa, yang
mempengaruhi bagaimana ia
bertindak terhadap orang itu,
dan akhirnya menyebabkan
orang lain itu berperilaku
sesuai dengan harapannya,
membuat harapan itu menjadi
kenyataan.
1. Berpikir Otomatis dengan Skema
g. Budaya sebagai penentu skema
Sumber utama penentu skema kita adalah faktor
budaya di mana kita dibesarkan. Skema
merupakan hal penting di mana budaya
menjalankan pengaruhnya, yaitu melalui
penanaman budaya pada struktur mental, yang
sangat mempengaruhi cara kita memahami dan
menginterpretasi dunia kita.
A. KOGNISI SOSIAL OTOMATIS
2. Strategi mental dan jalan pintas
Dalam kehidupan sehari-hari kita dihadapkan pada
keadaan di mana kita menghadapai berbagai pilihan
yang mengharuskan kita membuat penilaian dan
mengambil keputusan
Membutuhkan sebuah jalan pintas (shortcut) untuk
membantu pemecahan masalah
Dalam situasi demikian orang sering menggunakan
jalan pintas yang disebut judgmental heuristic.
Kata heuristic berasal dari bahasa Yunani yang
artinya ’menemukan’ (’discover’).
Terdapat dua jenis judgmental heuristic, yaitu
availability heuristic dan representativeness
heuristic.
A. KOGNISI SOSIAL OTOMATIS
2. Strategi mental dan jalan pintas
a. Availability heuristic
Adalah pertimbangan praktis mental di
mana orang mendasarkan penilaiannya pada
sesuatu yang mudah muncul dalam pikiran.
A. KOGNISI SOSIAL OTOMATIS
2. Strategi mental dan jalan pintas
b) Representativeness heuristic
Adalah jalan pintas mental di mana orang
mengklasifikasikan sesuatu berdasarkan
kesamaan sesuatu itu dengan hal lain yang
sejenis.
A. KOGNISI SOSIAL TERKENDALI
Kognisi sosial terkendali atau CONTROLLED
THINKING didefinisikan sebagai pikiran yang
disadari, diniatkan, dengan sengaja, dan penuh
usaha. Jenis pikiran yang penuh usaha ini tentu
saja lebih memerlukan energi mental

Orang memiliki kapasitas untuk berpikir secara


sadar/terkendali ini hanya mengenai satu hal
dalam suatu waktu.
A. KOGNISI SOSIAL TERKENDALI
1. Contrafactual thingking
Adalah mengubah secara mental beberapa aspek
masa lalu dengan cara mengimajinasikan hal yang
telah lalu.
Countrafactual thinking/ reasoning dapat
mengakibatkan efek yang paradoks terhadap
emosi individu. Semakin tinggi harapannya (hal
yang dibayangkan semakin positif), semakin
mungkin untuk merasa bersalah.
Sungguh tidak menguntungkan bila
countrafactual thinking sering dilakukan, di mana
secara berulang individu berfokus pada peristiwa
negative dalam hidupnya. Hal ini dapat
menyebabkan depresi.
A. KOGNISI SOSIAL TERKENDALI
2. Menekan pikiran dan Pemrosesan otomatis
Menekan pikiran atau thought suppression
adalah usaha untuk menghindari berpikir
mengenai sesuatu hal yang ingin kita lupakan.
A. KOGNISI SOSIAL TERKENDALI
3. Meningkatkan pemikiran manusia
Salah satu tujuan berpikir terkendali adalah
untuk mengoreksi dan menyeimbangkan (check
and balances) pikiran otomatis.
Pendekatan pertama, mengajarkan kepada
individu untuk lebih rendah hati mengenai
kemampuan penalarannya
Pendekatan yang lain adalah mengajarkan prinsip
dasar statistik dan metodologi untuk bernalar
secara benar.
The Self

Maizar Saputra
The Origin and Nature of the Self
Concept

Self Concept
The Overall set of
belief that people
have about their
personal
attributes
The Origin and Nature of the Self
Concept

Function of self
 Self knowledge: The way we understand who we are
and formulate and organize this information
 Self control: The way we make plans and execute
decisions
 Impression management: The way we present
ourselves to other people and get them to see us the
way we want to be seen
 Self esteem: The way in which we try to maintain
positive views of ourselves
Budaya mempengaruhi konsep diri

• Masako Odawa adalah puteri mahkota jepang yang


menikah pada usia 29 tahun
• Memiliki karir yang cemerlang di kementrian luar
negeri
• Lulusan Harvard dan Oxford, menguasai 5 bahasa
asing
Budaya mempengaruhi konsep diri

Independent view of self Interdependent view of


A way of defining oneself in self
terms of one’s own internal A way of defining oneself in
thoughts, feelings, and terms of one’s relationships
actions and not in terms to other people,
the toughts, feelings, and recognizing that one
actions of other people behaviour is often
determined by the
thoughts, feelings, and
actions of other
Budaya mempengaruhi konsep diri

Laki Laki Perempuan


Konsep diri laki laki lebih Konsep diri perempuan lebih
kepada collective kepada relational
interdependence, yang interpendence, yang berarti
berarti mereka lebih bahwa mereka lebih
berfokus pada berfokus pada hubungan
keanggotannya dalam erat
kelompok besar Misalnya bagaimana
Misal: fansklub perasaannya terhadap
pasangan, anak, sahabat
Knowing ourselves through
introspection

Introspection Self awareness


theory
The process
The idea that when
whereby people people focus their
look inward and Berkaitan attention on
examine their themselves, they
evaluate and compare
own thoughts, their behaviour to
feelings, and their internal standart
motives and value
Telling more than we can know

Pernah ga berpikir secara lebih


mendalam (introspeksi), alasan
kamu mencintai, benci, rindu
dengan seseorang?
Telling more than we can know

• Pada kenyataannya hanya dengan introspeksi mungkin tidak


membuat kita menemukan penyebab pikiran atau perasaan kita
• Fenomena ini didalam psi.sosial dikenal dengan istilah “telling
more than we know”, karena penjelasan orang lain mengenai
perilaku dan perasaannya sering jauh dari apa yang dapat
mereka ketahui secara rasional
• Salah satu hal yang mendasari itu adalah teori-teori kausal
(causal theories) dari individu itu sendiri
• Causal theori adalah teori-teori mengenai penyebab perasaan
dan perilaku kita sendiri, dimana teori-teori tersebut sering
kita pelajari dari budaya
Contoh: Mood dipengaruhi oleh lama kita tidur dalam satu malam
The Consequences of
introspecting about reason
• Terkadang menganalisa mengenai alasan/penyebab dari
perasaan kita bukan selalu pilihan terbaik dan dapat
menyebabkan terjadi kesalahan
• Karena alasan-alasan yang nampaknya masuk akal dan mudah
dikatakan, seringkali mengakibatkan perubahan sikap
• Perubahan tersebut dinamakan dengan reason-generated
attitude change
Reason-generated attitude change
Perubahan sikap yang terjadi akibat seseorang
berpikir mengenai alasan sikapnya; individu
beranggapan bahwa sikapnya sesuai dengan
alasan alasan yang masuk akal dan mudah
dikatakan
Knowing ourselves by observing
our own behaviour

Self perception theory


menyatakan bahwa bila
sikap dan perasaan kita
tidak menentu atau
kabur, kita mencoba
menarik kesimpulan
dengan mengamati
perilaku kita sendiri
Knowing ourselves by observing
our own behaviour

Teori Motivasi Intrinsik Teori Motivasi Ekstrinsik


Kebutuhan melakukan Kebutuhan melakukan
aktivitas karena mereka aktivitas karena adanya
menikmatinya atau ganjaran eksternal atau
menemukan bahwa adanya tekanan, bukan
aktifitas itu menarik, karena menikmatinya atau
bukan karena ganjaran menemukan bahwa
ataupun tekanan aktifitas itu menarik
Knowing ourselves by observing
our own behaviour

Apabila kita terlalu sering melakukan sesuatu


yang disebabkan karena motivasi ekstrinsik,
maka akan menimbulkan overjustification atau
efek pembenaran yang berlebihan
Overjustification
Kecenderungan orang-orang untuk melihat
perilakunya disebabkan oleh alasan ekstrinsik
(diluar dirinya) yang menarik, membuat mereka
meremehkan kemungkinan perilakunya
disebabkan alasan intrinsik (dirinya)
Knowing ourselves by observing
our own behaviour

Memahami emosi kita: teori emosi dua faktor


Teori emosi dua faktor adalah gagasan bahwa
pengalaman emosi adalah hasil dari dua langkah
proses persepsi diri, dimana individu pertama-
tama mengalami gejolak fisiologis (arousal) dan
kemudian mencari penjelasan yang tepat untuk
gejolak fisiologis tersebut
Knowing ourselves by observing
our own behaviour

Kesalahan mengatribusi arousal


Proses dimana orang-orang membuat kesalahan
dalam menyimpulkan penyebab dari apa yang
mereka rasakan
Contoh: Eksperimen Dutton & Aron (1974) mengenai pengisian
kuesioner di atas jembatan layang
Using other people to know
about ourselves
The Self Part 2

Maizar Saputra
USING OTHER PEOPLE TO
KNOW ABOUT OURSELVES

Pada dasarnya, konsep diri kita


berkembang bukan hanya oleh diri kita
sendiri, melainkan juga dibentuk oleh
orang-orang disekitar kita.
Lalu bagaimana kita menggunakan orang
lain untuk menilai diri sendiri?
Using other people to know about
ourselves

Knowin ourselves by comparing ourselves to


others
Bagaimana cara kita untuk melakukan hal tersebut
adalah dengan melakukan teori perbandingan sosial
Teori perbandingan social (social comparison theory)
adalah gagasan bahwa kita belajar mengenai
kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap kita sendiri
dengan cara membandingkan diri sendiri dengan
orang lain
Knowin ourselves by comparing
ourselves to others
• Kapan kita melakukan perbandingan sosial?
Bila tidak ada standar objektif yang bisa
digunakan dan ketika mengalami
ketidakpastian mengenai dirinya sendiri dalam
bidang tertentu
• Dengan siapa kita membandingkan diri?
Dengan siapa saja di sekitar diri
Strategi melakukan perbandingan
sosial
• Perbandingan sosial kebawah (downward)
Membandingkan diri dengan orang lain yang
memiliki kemampuan tertentu lebih buruk
yang merupakan strategi untuk
meningkatkan diri (self enhancing),
perlindungan bagi diri sendiri, mendorong
ego sendiri
Strategi melakukan perbandingan
sosial
• Perbandingan sosial keatas (upward)
Membandingkan diri dengan orang lain yang
memiliki kemampuan tertentu lebih baik
dan sering digunakan sebagai aspirasi
pengembangan diri serta mengetahui siapa
yang terbaik
Knowing ourselves by adopting
other people’s view
• Orang orang, yang memiliki pandangan yang
sama saling tertarik satu sama lain, dan
yang lebih sering membentuk ikatan sosial
bila dibanding orang yang berbeda
pandangan
• Charles Cooley (1902) menyebut fenomena
ini sebagai “looking glass self”, yaitu kita
melihat diri sendiri dan dunia sosial kita
melalui pandangan orang-orang lain dan
sering mengadopsi pandangan itu
Knowing ourselves by adopting
other people’s view

Social Tuning
Proses dimana orang-orang
mengadopsi sikap orang lain,
sepanjang kita ingin bergaul dengan
orang itu
Knowing ourselves future feelings
by consulting other people

Affective forecast
People’s predictions about how they
will feel in response to a future
emotional event
SELF CONTROL: THE EXECUTIVE
FUNCTION OF THE SELF

• Salah satu peran penting dari self kontrol adalah


pengambilan keputusan mengenai apa yang harus
dilakukan, baik sekarang maupun dimasa yang
akan datang
• Individu yang memiliki self control yang baik
memiliki manfaat yang banyak didalam diri
karena perilaku yang dihasilkan akan lebih baik
dibandingkan dengan individu yang tidak memiliki
IMPRESSION MANAGEMENT: ALL
WORLD’S A A STAGE

Manajemen Kesan
adalah usaha orang untuk mendapati
orang lain melihat dirinya
sebagaimana ia ingin dilihat
IMPRESSION MANAGEMENT: ALL
WORLD’S A STAGE

Terdapat beberapa strategi manajemen kesan


a. Ingratiation
Proses dimana orang merayu, memberikan pujianm dan
secara umum membuat dirinya menyenangkan bagi orang
lain, biasanya orang lain yang statusnya lebih tinggi
b. Self Handicaping
Strategi dimana orang menciptakan hambatan dan
alasan-alasan bagi diri sendiri sedemikan rupa sehingga
jika dirinya melakukan tugas dengan buruk, dapat
menghindar dari kesalahan diri sendiri
Culture, impression management,
and self enhancement
• Budaya sangat mempengarui manajemen kesan seseorang.
Sebagai contoh orang asia memiliki interdependent
terhadap dirinya sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan
orang barat. Konsekuensinya, menyelamtkan muka (safing
face) merupakan hal yang penting
• Kebutuhan manajemen kesan bagi orang barat juga kuat,
mereka menginginkan orang lain memandang dirinya
sebagai orang yang baik yang bertindak dengan cara yang
tepat
• Ada kecenderungan untuk melakukan self enhancement
atau kecenderungan untuk berfokus pada informasi
positif dan menampilkan informasi positif mengenai diri
sendiri, dan meminimalkan informasi negatif
SELF ESTEEM: HOW WE FEEL
ABOUT OURSELVES

• Dengan memiliki self esteem yang baik mampu


menghindari diri dari depresi, berani menghadapi
kegagalan, dan mengindari ketakutan akan
kematian
• Namun ada bentuk dari self esteem yang tinggi
yang berbahaya, yaitu narsisme
• Narsisme merupakan bentuk kecintaan terhadap
diri sendiri yang berlebihan dan kurangnya rasa
empati terhadap orang lain
PERSEPSI SOSIAL
Maizar Saputra
Bagaimana pembentukan kesan dan
kesimpulan mengenai orang lain
A. Perilaku non-verbal
Cara orang berkomunikasi, baik disengaja
maupun tak disengaja, tanpa kata-kata.
Petunjuk nonverbal meliputi ekspresi wajah,
nada suara, gerak-gerik (gesture), posisi
tubuh, penggunaan sentuhan, dan tatapan
mata.
Cara mempelajari komunikasi non verbal
a. Ekspresi emosi dan wajah
 Emosi-emosi utama disampaikan melalui
wajah berlaku secara universal
 Semua orang dapat melakukan encode
(ekpresi) dan decode (menginterpretasikan)
emosi emosi tersebut
 Enam emosi dasar (marah, bahagia, heran,
takut, jijik, sedih) bersifat universal
 Hal diatas dibuktikan oleh riset Paul Ekman
& Walker Friesen (1971)
Cara mempelajari komunikasi non verbal lanjt..
a. Ekspresi emosi dan wajah
 Mengapa decode terkadang tidak akurat?
• Seseorang dapat
menunjukkan campuran
perasaan
• Mencoba tidak
seemosional dari
sesungguhnya
• Seseorang mungkin
menekan (surpres)
emosi negatif
Cara mempelajari komunikasi non verbal lanjt..
b. Budaya dan saluran komunikasi non-verbal
 Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat
aturan penampilan (display rule) khusus
untuk tiap-tiap budaya, dan mendikte apa
saja ekspresi emosi yang boleh ditunjukkan
orang-orang.
 DISPLAY RULES: Aturan-aturan yang
ditentukan oleh budaya mengenai perilaku
nonverbal yang tepat untuk ditampilkan.
Cara mempelajari komunikasi non verbal lanjt..
b. Budaya dan saluran komunikasi non-verbal
 Bentuk-bentuk dari display rules:
• Ekpresi emosi pada wajah
• Kontak mata dan tatapan budaya
• Wilayah pribadi (personal space)
• Gerak gerik (gesture)
 Didalam gesture ada istilah EMBLEM, yaitu
Gerak-gerik nonverbal yang sudah dipahami
dengan baik definisinya dalam suatu budaya
tertentu; biasanya memiliki terjemahan
langsung secara verbal, misalnya tanda
“OK”.
B. Implicit Personality Theories
Merupakan suatu jenis skema yang
digunakan orang untuk
mengelompokkan berbagai jenis
ciri-ciri kepribadian secara
bersama-sama (sekaligus); misalnya
banyak orang yang meyakini bahwa
seseorang yang ramah sekaligus
murah hati
B. Implicit Personality Theories lant
 Meskipun setiap orang memiliki teori
kepribadian implisit yang khusus, namun juga
terdapat teori kepribadian implisit yang
berlaku secara umum
 Hal ini terkait terjadi karena teori kepribadian
implisit terkait dengan budaya (budaya dan
bahasa)
 Orang akan cenderung membentuk kesan atas
orang lain secara konsisten dengan teori
kepribadian implisit yang termuat kedalam
bahasa mereka
C. Atribusi
 Kita sering mencoba memahami seseorang
berdasarkan kesan-kesan yang kita peroleh,
berdasarkan ekspresi nonverbal orang itu,
maupun menggunakan teori kepribadian
implisit
 Bagaimana kemudian kita menjawab
permasalah tersebut disebut dengan
ATRIBUSI
 Jadi, atribusi merupakan deskripsi mengenai
bagaimana cara orang menjelaskan penyebab
perilakunya sendiri ataupun perilaku orang
lain.
1. Sifat-sifat (ciri-ciri) proses atribusi
Fritz Heider (bapak teori atribusi) mencoba membahas
apa yang disebut dengan “common sense”, yaitu orang
yang sering bertindak seolah ilmuwan amatir dalam
memahami perilaku seseorang, mencoba menyimpulkan
alasan/penyebab perilakunya
Menurut Heider, ada dua pilihan atribusi:
a. Atribusi internal:
Kesimpulan bahwa seseorang berperilaku dengan
cara tertentu disebabkan sesuatu dari dalam diri
orang itu, seperti sikap, karakter, atau kepribadian.
a. Atribusi eksternal:
Kesimpulan bahwa seseorang berperilaku dengan
cara tertentu disebabkan oleh suatu situasi; dengan
asumsi bahwa hampir semua orang merespon situasi
itu dengan cara yang sama.
Contoh kasus
Pasangan yang bahagia dan yang tidak
bahagia

Mana yang lebih sering dilakukan?


Atribusi Internal atau Eksternal?
2. Model Kovariasi: Atribusi internal VS
eksternal
Dikembangkan oleh Harold Kelly (1973),
yang menyatakan bahwa untuk
menyimpulkan “mengapa” seseorang
bertindak tertentu, kita dapat menguji
beberapa contoh perilakunya, yang terjadi
dalam waktu dan situasi yang berbeda.
Kovariasi perilaku merupakan perubahan
perilakunya lintas waktu, beda tempat,
beda aktor (orang yang berperan), dan
beda target.
Terdapat tiga jenis informasi yang digunakan
untuk menguji kovariasi penyebab perilaku,
yaitu
1. Informasi konsensus:
Informasi mengenai sejauh mana orang-orang lain
berperilaku sama dengan yang dilakukan oleh si
aktor terhadap suatu stimulus yang sama.
2. Informasi kekhususan:
Informasi mengenai sejauhmana orang tertentu
berperilaku sama terhadap stimulus yang berbeda.
3. Informasi konsistensi:
Informasi mengenai sejauhmana kesamaan perilaku
seseorang terhadap stimulus yang sama, dalam
waktu yang berbeda dan lingkungan yang berbeda.
3. Bias korespondensi
 Kita cenderung melihat penyebab perilaku
seseorang ada pada diri orang itu, dan
mengabaikan faktor situasi
 Kecenderungan tersebut disebut dengan bias
korespondensi, yaitu kecenderungan untuk
menyimpulkan bahwa perilaku seseorang adalah
sesuai dengan disposisi/ kepribadiannya.
 Peran perceptual salience
Fokus utama pada “orang”
 Proses atribusi dua langkah
1) Melakukan atribusi internal
2) Melakukan atribusi eksternal
4. Budaya dan bias korespondensi
Barat = Indivualistis Timur = Kolektivis
5. Perbedaan antara aktor dan
pengamat
ACTOR/ OBSERVER DIFFERENCE: Kecenderungan
untuk menyimpulkan bahwa perilaku orang lain
disebabkan disposisi/ kepribadiannya, namun bila
menjelaskan perilakunya sendiri lebih berfokus pada
faktor situasi.

Perceptual Salience Peran informasi yang


Aktor = situasi tersedia
Observer = disposisi Aktor memiliki informasi yang
lebih banyak dibanding
observer
6. Self serving attribution
Penjelasan atas kesuksesan diri sendiri
yang menunjuk faktor-faktor internal
(disposisional), dan penjelasan atas
kegagalan diri sendiri yang menyalahkan
faktor-faktor eksternal (situasional).
6. Self serving attribution lanj...
• Orang akan mengubah atribusinya ketika
mengalami ancaman
• Defensive attributions: Penjelasan-penjelasan
atas perilaku yang menghindarkan diri dari
perasaan-perasaan rentan dan kematian.
• Bentuk dari defensive attribution adalah
belief in a just world, yaitu suatu bentuk
atribusi defensif di mana individu
mengasumsikan bahwa hal buruk terjadi pada
orang yang tidak baik, dan bahwa hal yang baik
terjadi pada orang yang baik.
Keuntungan dan Kerugian
Mengurangi Disonansi

Maizar Saputra
Para ahli psikologi sosial telah
menemukan bahwa salah satu faktor
yang berpengaruh penting terhadap
perilaku manusia adalah kebutuhan
kita untuk mempertahankan citra diri
yang positif dan stabil.
Diperkenalkan oleh Leon Festinger (1957)
Definisi awal: Suatu dorongan atau
perasaan tidak nyaman, yang disebabkan
seseorang memiliki dua atau lebih kognisi
yang tidak konsisten.
Definisi baru: Suatu dorongan atau
perasaan tidak nyaman yang disebabkan
oleh adanya tindakan seseorang yang tidak
sesuai dengan kebiasaan, yang secara
tipikal mencerminkan konsep diri positif.
Disonansi kognitif selalu menghasilkan rasa tidak
nyaman, dan sebagai respon kita mencoba
mengurangi disonansi tsb. Bagaimana cara kita
mengurangi disonansi? Terdapat tiga cara dasar:
(a) Dengan mengubah perilaku kita, membuatnya
selaras dengan kognisi yang tidak selaras (dengan
perilaku sebelumnya).
(b) Mencoba membenarkan perilaku kita dengan
cara mengubah salah satu kognisi yang tidak
selaras.
(c) Mencoba membenarkan perilaku kita dengan cara
menambahkan kognisi baru.
 Kebutuhan untuk mengelola harga diri membuat kita
tidak selalu berpikir rasional, melainkan lebih sering
melakukan rasionalisasi.
 Hasil penelitian Jones & Kohler (1959) menemukan
bahwa dalam memroses informasi manusia cenderung
mengalami bias. Kita mendistorsi informasi itu sesuai
dengan pemikiran awal kita
 Penelitian yg dilakukan dengan pemerikasaan MRI
(Magnetic Resonance Imaging) menyatakan bahwa
area otak penalaran tidak aktif ketika individu
dihadapkan pada informasi yang tidak selaras
a. Mendistorsi kesukaan dan ketidaksukaan
Setelah mengambil keputusan, kognisi kita
yang menyatakan bahwa kita adalah pribadi
yang cerdas/ bijaksana tidak selaras dengan
semua hal negatif mengenai apa yang kita
pilih, dan juga tidak selaras dengan semua hal
positif mengenai apa yang kita tolak.
Hal Tersebut dinamakan dengan ‘disonansi
setelah pengambilan keputusan’
(postdecission dissonance)
a. Mendistorsi kesukaan dan ketidaksukaan

POSTDECISION DISSONANCE:
disonansi yang muncul setelah membuat
suatu keputusan, yang biasanya dikurangi
dengan cara meningkatkan daya tarik
alternatif yang dipilih dan mendevaluasi
alternatif yang tidak dipilih.

Contoh: Setelah selesai membeli barang


b. Permanennya keputusan
Semakin penting suatu keputusan, maka
semakin kuat disonansi kognitif. Semakin
permanen (tak dapat diubah) suatu
keputusan, semakin besar pula kebutuhan
untuk mengurangi disonansi!
Contoh: Eksperimen yang dilakukan oleh Knox
dan Inkster (1968) terhadap orang-orang
yang bertaruh pada pacuan kuda, semuanya
yakin bahwa kuda pilihan mereka yang akan
menjadi juara
c. Menciptakan ilusi irrevocality
Pilihan yang irrevocality (tak dapat
dibatalkan) selalu meningkatkan disonansi
kognitif dan memotivasi orang untuk
mengurangi disonansi tsb.
Oleh sebab itu para penjual yang jahat
telah menciptakan ilusi bahwa terjadi
kondisi irrevocality. Salah satu teknik
menjual semacam ini disebut lowballing
(Cialdini dkk, 1978; Weyant, 1996).
c. Menciptakan ilusi irrevocality
LOWBALLING:
suatu strategi jahat di mana seorang
penjual mengarahkan pelanggan agar
setuju membeli suatu produk dengan biaya
yang sangat murah, namun (setelah
pelanggan menyatakan setuju membeli)
disusul dengan pernyataan bahwa ada
kesalahan, dan kemudian menaikkan harga;
dan seringkali
d. Keputusan untuk berperilaku immoral
Kita sering juga dihadapkan pada pengambilan
keputusan yang melibatkan masalah etika
perilaku atau dilema moral . Langkah untuk
mengurangi disonansi yang mengikuti suatu
keputusan moral yang sulit, dapat berakibat
seseorang berperilaku lebih etis atau
sebaliknya lebih tidak etis pada masa yang
akan datang
Misal: Perilaku Menyontek
Kita cenderung meningkatkan kesukaan
kita terhadap sesuatu yang telah kita
capai dengan susah-payah. Hal ini disebut
pembenaran atas usaha (justification of
effort).
Contoh: Eksperimen Aronson dan Mills
(1959) thd partisipan yang dibagi menjadi
3 kelompok diskusi yang dipilih melalui
proses yang berbeda (a) tanpa seleksi; (b)
seleksi ringan; (c) seleki berat
Mana yang melakukan diskusi lebih baik?
Ketika kita melakukan sesuatu yang menyebabkan
disonansi kognitif dan tidak nyaman, kita akan
memiliki kecenderungan lebih besar untuk
membenarkan itu dengan membuat atribusi
eksternal, menyalahkan atau mencari pembenaran
pada sesuatu di luar kita. Hal tersebut disebut
justifikasi eksternal.
JUSTIFIKASI EKSTERNAL: adalah alasan atau
penjelasan yang dibuat individu atas ketidakselarasan
perilaku pribadi, dengan menunjuk pada faktor di luar
individu (misalnya untuk mendapatkan hadiah besar atau
menghindari hukuman yang menyakitkan).
Suatu saat, ketika kita tidak medapatkan
justifikasi eksternal untuk perilaku, kita akan
cenderung mencari pembenaran dari dalam diri
sendiri (internal) untuk mengurangi disonansi
kognitif. Dalam justifikasi internal, kita
melakukan atribusi ke karakter kita atau
beberapa sifat pribadi atau kepercayaan.

JUSTIFIKASI INTERNAL: adalah pengurangan disonansi


dengan cara mengubah sesuatu dalam diri sendiri
(misalnya mengubah sikap atau perilaku).
Kadang-kadang orang akan menyatakan pendapat
atau mendukung sudut pandang yang sebenarnya
melawan keyakinan mereka sendiri dan pada
akhirnya keyakinan mereka berubah sesuai
dengan apa yang mereka katakan. Hal inilah yang
disebut sebagai Counterattitudinal Advocacy.

COUNTERATTITUDINAL ADVOCACY: menyatakan suatu


pendapat atau sikap yang sebenarnya berlawanan dengan
sikap atau keyakinan pribadi.
 Pengaruh Ben Franklin
Bila kita menyukai seseorang, kita
menunjukkannya dengan memperlakukan orang
itu secara baik. Sebaliknya, kita cenderung
menghindari bahkan bertindak sesuatu yang
menghina kepada orang yang tidak kita sukai.
Namun, bagaimana bila kita memberikan suatu
bantuan kepada orang yang tidak kita sukai?
Teori disonansi memprediksi bahwa kita akan
lebih menyukai orang yang tidak kita sukai
setelah kita memberikan bantuan kepadanya.
 Membenci korban
Bagaimana bila kita telah melakukan hal yang
tidak baik kepada orang lain? Nampaknya kita
cenderung lebih membenci korban daripada
sebelumnya. Mengapa? Karena setelah
tindakan itu kita mengalami disonansi, dan
selanjutnya kita mengurangi disonansi dengan
membenarkan tindakan kita, dengan membuat
anggapan negatif terhadap korban.
Hong (1992) memberikan penjelasan, yaitu
bahwa kebutuhan untuk mengurangi
disonansi pada masyarakat Jepang (budaya
kolektivis) tidak sekuat pada masyarakat
Barat (budaya individualis) karena
masyarakat Jepang lebih dapat menerima
inkonsistensi sebagai tanda kematangan
dan luasnya pikiran.
SIKAP
&
PERUBAHAN SIKAP

Maizar Saputra
Sifat dan Asal-mula
SIKAP:
1. Definisi sikap
2. Komponen sikap
3. Dari mana datangnya sikap?
4. Sikap eksplisit dan implisit
Definisi

Sikap adalah penilaian (evaluasi)


terhadap objek sikap: orang,
objek-objek, dan ide-ide
(gagasan)
Komponen Sikap
Sikap terdiri dari 3 komponen yang secara
bersama-sama membentuk penilaian
terhadap objek sikap:
1. AFEKTIF (AFFECTIVE): terdiri dari reaksi
emosi terhadap objek sikap;
2. KOGNITIF (COGNITIVE): terdiri dari
pikiran-pikiran dan keyakinan-keyakinan
terhadap objek sikap;
3. PERILAKU (BEHAVIORAL): terdiri dari
tindakan atau perilaku yang nampak
terhadap objek sikap.
Dari mana datangnya sikap?
Meskipun sikap terdiri dari 3 komponen,
namun suatu sikap mungkin lebih didasari
oleh salah satu komponen. Jadi, terdapat
3 jenis sikap berdasarkan komponen
utamanya:
 COGNITIVELY BASED ATTITUDES
 AFFECTIVELY BASED ATTITUDES
 BEHAVIORALLY BASED
ATTITUDES
Dari mana datangnya sikap?

COGNITIVELY BASED ATTITUDES :


 Sikap yg terutama didasari keyakinan
seseorang mengenai properti-properti
(fakta-fakta yang relevan) yg ada pada
objek sikap
 Bertujuan mengklasifikasikan plus/minus
objek sikap sedemikian rupa sehingga sso
dapat dengan cepat menyatakan apakah
dirinya ingin melakukan sesuatu terhadap
objek sikap itu.
Dari mana datangnya sikap?
AFFECTIVELY BASED ATTITUDES:
• Sikap yg lebih didasari perasaan dan nilai-
nilai seseorang daripada keyakinannya
mengenai sifat-sifat objek sikap
• Terbentuknya melalui 3 kemungkinan:
a. Nilai-nilai (misal: keyakinan moral atau
agama)
b. Reaksi atas penginderaan (misal: merasakan
enaknya rasa cokelat sehingga senang coklat)
c. Hasil pengkondisian (clasical conditioning &
operant conditioning)
Dari mana datangnya sikap?
BEHAVIORALLY BASED ATTITUDES:
• Sikap yang terutama didasari
pengamatan terhadap perilaku
seseorang thd objek sikap
• Hal ini jarang terjadi, namun dapat
terjadi seseorang kurang mengetahui
bagaimana sikapnya dan baru terbentuk
sikap setelah mengamati perilakunya
sendiri terhadap suatu objek sikap
(self-perception theory dari Daryl Bem
th1972)
Sikap Eksplisit dan Implisit
• Sekali sikap berkembang, dapat berada
pada dua level: implisit maupun eksplisit.
– SIKAP EKSPLISIT: sikap yang dimiliki secara
sadar, dapat diungkapkan dengan mudah
– SIKAP IMPLISIT: sikap yang tidak disengaja,
tak terkendali, dan tidak disadari.  Mendasari
stereotip dan prasangka yang otomatis.
• Sikap seseorang pada level eksplisit
dapat berbeda dengan sikapnya pada
level implisit. Misal: secara eksplisit
bersikap positif terhadap ras lain,
namun secara implisit bersikap negatif.
Bagaimana Mengubah
Sikap?:
1.Cognitive dissonance
2. Komunikasi persuasif
3. Emosi dan perubahan sikap
Mengubah Sikap Dengan Cara
Mengubah Perilaku: Cognitive
Dissonance Theory
 Bila perilaku seseorang tidak konsisten
(sesuai) dg sikapnya dan tidak menemukan
suatu pembenaran (alasan) eksternal atas
perilakunya, maka terjadi disonansi kognitif.
 Disonansi kognitif terjadi karena seseorang
melakukan sesuatu yang mengancam citra
(image) dirinya sebagai orang yang layak, baik
hati, dan jujur, khususnya bila tidak ada
faktor situasi yang dapat dijadikan alasan.
Mengubah Sikap Dengan Cara Mengubah
Perilaku: Cognitive Dissonance Theory (ljtn)...

• Bila dalam kondisi disonansi kognitif kita


tidak menemukan situasi eksternal yang
dapat menjadi pembenaran (external
justification) atas tindakan kita, lalu kita
berusaha menemukan pembenaran dari
dalam diri sendiri (internal justification).
• Caranya, kita berusaha menyatukan sikap
dan perilaku: mulai meyakini apa yang kita
katakan.  Terjadi perubahan sikap.
• Proses spt itu disebut Counterattitudinal
advocacy.
Counterattitudinal advocacy,
yaitu proses seseorang menyatakan
pendapat pada publik dan selanjutnya
meng-counter sikap pribadinya sendiri
(mengubah sesuai dg yg dinyatakan).
Komunikasi Persuasif
• Untuk mengubah sikap banyak orang
sekaligus, dapat digunakan komunikasi
persuasif, yaitu komunikasi (misal pidato
atau iklan TV) yang memihak/membela
salah satu sisi dari suatu isu.
• Misalnya, kampanye memberantas
HIV/AIDS dengan menyajikan data-
data dan gambar-gambar.
Efektivitas komunikasi persuasif tergantung “Who
say what to whom” (Riset dari Yale University):
Who (sumber komunikasi): Pembicara yg kredibel lebih
efektif drpd yang kurang kredibel.
What (ciri-ciri komunikasi):
(1) Pesan yang tidak dirancang untuk mempengaruhi
lebih efektif unt mempersuasi;
(2) Pesan dua arah (argumen yang mendukung posisi
kita maupun yang berseberangan dg posisi kita)
lebih efektif dibanding pesan satu arah (hanya
agumen yg mendukung posisi kita); (
(3) Pesan yg disampaikan sebelum atau sesudah
disampaikan st agumentasi yg berbeda (sisi lain)
akan lebih efektif.
Efektivitas komunikasi persuasif tergantung
“Who say what to whom” (ljtn) ....
– Primacy effect: pesan lbh efektif krn
disampaikan sebelum penyampaian pesan yg
berbeda.
– Recency effect: pesan lebih efektif krn
disampaikan sesudah penyampaian pesan yg
berbeda.
• To Whom (ciri-ciri audience): (1) Audience yang
diganggu selama persuasi akan lbh terpersuasi; (2)
Orang yang inteligensinya rendah lebih efektif
unt dipersuasi drpd yg inteligensinya tinggi; orang
yang harga dirinya sedang lbh efektif unt
dipersuasi drpd yang harga dirinya rendah atau
tingi; (3) Usia 18-25 sikapnya lebih stabil dan
menolak perubahan sikap.
Komunikasi persuasif menyebabkan perubahan
sikap dalam 2 cara (Elaboration Likelihood
Model ):
1. Jalur utama (centrally): kondisi di mana
orang-orang mengelaborasi, mendengarkan
secara cermat, dan memikirkan argumen dari
st pesan persuasif; terjadi bila sso memiliki
kemampuan dan termotivasi unt mendengar
suatu komunikasi.
2. Jalur pinggiran (pheripherally): kondisi di
mana orang-orang tidak mengelaborasi
argumen suatu komunikasi persuasif, tetapi
malah terpengaruh oleh isyarat pheripheral
(lamanya komunikasi, atribut komunikator,
dsb).
Emosi dan Perubahan Sikap

Emosi mempengaruhi perubahan sikap


dalam beberapa cara:
• Komunikasi yang menakut-nakuti.
• Emosi sebagai jalan pintas mental.
• Affectively based attitudes yg
mengubah sikap melalui emosi
Emosi dan Perubahan Sikap (ljtn)...
• Komunikasi yang menakut-nakuti
– Hal ini efektif bila ketakutan timbul dalam
tingkat sedang, dan individu meyakini bahwa
menyimak pesan itu dapat mengajarkan cara
mengurangi ketakutannya.
– Eksperimen Leventhal dkk (1967) menunjukkan
bahwa subjek perokok mengurangi jml
konsumsi rokoknya paling banyak setelah
menonton film yg menakut-nakuti (ancaman
kangker, dsb) dan disusul dg petunjuk
mengurangi konsumsi rokok. Bila hanya
menonton film atau hanya mendapat petunjuk
mengurangi konsumsi rokok, kurang efektif.
Emosi dan Perubahan Sikap (ljtn) ...
Emosi sebagai jalan pintas mental. Emosi
berperan sebagai sinyal bagaimana kita
merasakan sesuatu, shg emosi dapat
menyebabkan perubahan sikap melalui jalan
pintas mental.
Menurut “Heuristic-Systematic Model of
Persuation” (Chaiken, 1987), bila orang menanggapi
persuasi dengan proses peripheral, maka cenderung
menggunakan jalan pintas (heuristic) mental.
“Heuristic-Systematic Model of Persuation” :
Perubahan sikap yang terjadi melalui proses
sistematis mengolah argumen atau menggunakan
jalan pintas mental. Misalnya berpikir: “Seorang
ahli selalu benar”.
Emosi dan Perubahan Sikap (ljtn) ...
• Emosi dan tipe-tipe sikap. Tipe-tipe
sikap
(cognitively/affectively/behaviorally
based) juga menentukan efektivitas
perubahan sikap.
– Berbagai penelitian menunjukkan bahwa
untuk sikap yg berbasis kognitif,
perubahan sikap dapat terjadi melalui
argumen (menjelaskan manfaat, dsb); bila
sikap berbasis affective, perubahan sikap
terjadi melalui daya tarik emosional
(menyinggung identitas sosial, dsb).
Menolak Pesan Persuasif:
1. Inokulasi sikap
2. Waspada thd penempatan produk
3. Menolak tekanan teman sebaya
4. Persuasi mjd bumerang
Inokulasi Sikap (Attitude Inoculation)
Inokulasi sikap, yaitu pengebalan sikap yang terjadi
setelah sebelumnya orang diberi sedikit argumen yang
melawan sikapnya, sehingga ketika menghadapi
argumen yg melawan sikapnya dengan dosis lebih
banyak mereka sudah kebal.  Seperti terbentuknya
daya imun setelah seseorang disuntik vaksin (virus yang
lemah).
Penelitian William McGuire (1964) menunjukkan
bahwa orang yang telah mengalami inokulasi sikap
lebih kecil kemungkinannya mengalami perubahan
sikap bila dibanding klp kontrol (yang tidak mengalami
inokulasi sikap). Mengapa? Karena mereka
berkesempatan menilai argumen yg datang belakangan
berdasarkan responnya terhadap argumen lemah
sebelumnya.
Waspada thd Penempatan Produk
Pesan persuasi, misalnya iklan, yang ditempatkan
disela-sela acara televisi yang sedang berlangsung,
membuat orang cenderung mengganti saluran televisi
atau tidak menyimak iklan tsb.
Lain halnya bila pesan persuasi menjadi bagian dari
skrip acara televisi yang sedang berlangsung, akan
lebih diperhatikan oleh penonton.
Anak-anak rentan mengalami perubahan sikap sesuai
dengan tayangan TV. Misal, melihat orang dewasa
merokok dalam suatu film yg ditonton membuat anak
menyukai rokok.  Anak perlu diberitahu supaya lebih
waspada dg upaya mempengaruhi sikap mereka
melalui tontonan.
Menolak Tekanan Teman
Sebaya
• Remaja, rentan mengalami tekanan
teman sebaya.
Penelitian Allen dkk (2003) dan Yamaguchi & Kandel (1984)
menunjukkan bhw prediktor terbaik seorang remaja
menghisap marijuana adalah apakah ia memiliki teman yg
juga menghisap marijuana.
• Mengapa? Bukan karena argumen,
melainkan krn nilai-nilai dan kebutuhan
emosi. Remaja mengalami ketakutan akan
penolakan dan kebutuhan akan kebebasan
dan otonomi. Teman sebaya merupakan
sumber penerimaan sosial yg penting.
Menolak Tekanan Teman Sebaya
(ljtn)...
 Bagaimana agar remaja dapat menolak tekanan
teman sebaya dalam perilaku yg negatif?
 Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah
mengajarkan pada anak untuk menolak tekanan
teman sebaya, menggunakan teknik inokulasi sikap
(McGuire) namun diperluas dengan persuasi yang
lebih afektif.
 Misalnya, James (13 th) mengisi waktu luang dg
teman sebaya, banyak diantaranya merokok.
Beberapa org merokok dihadapan James dan
menantang James untuk merokok dengan
menyebutnya sebagai “pengecut”kalau tidak mau
merokok. Bagaimana menghadapi tekanan seperti
ini?
Menolak Tekanan Teman Sebaya
(ljtn)...
Beberapa program yang dirancang untuk
mencegah remaja menjadi perokok
menggunakan role-play menunjukkan hasil:
hingga tiga tahun setelah program tsb remaja
yg mengikuti program scr signifikan lebih kecil
kemungkinannya merokok dibanding dengan
kelompok kontrol (klp yg tdk mengikuti program
role play tsb.
Program role play:
Ketika seorang teman memanggil “ayam” karena
subjek tidak merokok, ia diajari menjawab “Aku
lebih dari ayam kalau merokok hanya
untuk mengesankan Anda”.
Persuasi Menjadi Bumerang
 Reactance Theory
• Untuk memastikan perilaku tertentu
tidak dilakukan, orangtua atau pihak
yang berwenang (dlm lembaga) seringkali
membuat larangan sedemikian kuatnya
dengan mengancam atau menakut-nakuti.
Padahal, semakin keras larangan
semakin besar kemungkinannya menjadi
bumerang, karena meningkatnya
keteratrikan pada aktivitas yang
dilarang.
Teori Reaktansi (Reactance Theory)
Menurut reactance theory (Brehm, 1966), orang
tidak senang jika kebebasannya untuk berpikir
atau berperilaku terancam (mengalami
reaktansi), dan dapat mengurangi reaktansi tsb
dg melakukan hal yang dilarang.
Eksperimen Pennebaker & Sanders (1976) ttg
larangan membuat grafiti pd dinding kamarmandi
kampus: Pengumuman yg lbh keras berbunyi “Do
not write on these walls under any
circumstance” dua minggu kemudian justru
dilanggar dg grafiti yg lebih banyak dibanding
pengumuman yg lebih lunak “Please don’t write on
these wall”
Penelitian lain yg sejenis untuk larangan
merokok, mengonsumsi obat terlarang, dsb, juga
memberikan hasil yg sama.
Reactance Theory:
Gagasan bahwa ketika orang merasa
terancam kebebasannya untuk berperilaku
tertentu, muncul perasaan tidak senang
yang dapat membuat mereka mengurangi
rasa tidak senang tsb justru dengan
melakukan perilaku yang dilarang.
Kapan Sikap dapat
Memprediksi Perilaku?
1. Memprediksi perilaku spontan
2. Memprediksi perilaku konsultatif
Kapan Sikap dapat Memprediksi Perilaku?

Sangat umum bhw para pengusaha


mengeluarkan biaya besar untuk iklan
produk/jasa. Mengapa? Karena iklan
mempengaruhi sikap dan mereka berasumsi
bahwa sikap positif thd produk akan
langsung mempengaruhi perilaku membeli
(sikap dpt unt meramalkan perilaku).
Kenyataannya, sikap memang dapat
meramalkan perilaku, namun hanya dalam
kondisi tertentu. Faktor kuncinya adalah
mengetahui apakah perilaku yg diprediksi
berupa perilaku spontan ataukah
terencana.
Memprediksi Perilaku Spontan

• Bila seseorang bertindak spontan, ia


tidak banyak berpikir tentang apa yang
dilakukan. Sikap akan memprediksi
perilaku spontan hanya bila sikap tsb
memiliki asesibilitas yg tinggi bagi
individu (Fazio, 1990, 2000; Fazio dkk,
2005; Kallgren & Wood, 1986).
Memprediksi Perilaku Spontan
(ljtn)...
ASESIBILITAS SIKAP:
Kekuatan asosiasi antara objek sikap dengan
evaluasi individu thd objek tsb, diukur
berdasarkan kecepatan individu untuk
melaporkan bagaimana perasaannya thd objek
tsb.
Asesibilitas sikap yang tinggi lebih
memungkinkan untuk memprediksi perilaku
spontan, karena lebih memungkinkan orang
berpikir mengenai sikapnya ketika mereka
diminta bertindak.
Memprediksi Perilaku yg Konsultatif/
Deliberatif

• Dalam berbagai kondisi, perilaku tidaklah


spontan melainkan konsultatif dan
direncanakan. Misalnya, berpikir serius untuk
memilih sekolah, memilih pekerjaan, tujuan
wisata. Dalam kondisi tsb asesibilitas sikap
tidak penting.
• Teori perilaku yang direncanakan (theory of
planned behavior) dari Ajzen & Fishbein
(1980, 2005) menjelaskan bagaimana sikap
memprediksi perilaku yang konsultatif
(direncanakan).
Memprediksi Perilaku yg
Konsultatif/ Deliberatif (ljtn)...
Menurut teori perilaku yang direncanakan,
jika seseorang memiliki waktu untuk
merenungkan bagaimana dirinya akan
bertindak/berperilaku, maka prediktor
perilakunya adalah niatnya, dan niat tsb
ditentukan oleh tiga hal:
(a) Sikapnya terhadap perilaku tertentu
(b) Norma subjektifnya
(c) Keyakinan dirinya untuk menampilkan st
perilaku
Teori Perilaku yang
SIKAP Direncanakan
THD PERILAKU
TERTENTU

NORMA
SUBJEKTIF NIAT PERILAKU

KEYAKINAN
UNTUK
MENGENDALIKA
N PERILAKU
(a) Sikap Spesifik (thd perilaku
tertentu)
Sikap yang spesifik merupakan prediktor perilaku yang lebih
baik

 Dua klp wanita dimintai penilaian/sikapnya mengenai KB.


Pertanyaan yg semakin spesifik semakin baik dlm
memprediksi perilaku KB secara aktual (Davidson & Jaccard,
1979).
Sikap yg Diukur Korelasi sikap-perilaku
Sikap thd KB 0.08
Sikap thd pil KB 0.32
Sikap thd penggunaan pil KB 0.53
Sikap thd penggunaan pil KB selama 0.57
2 tahun yad.
(b) Norma subjektif
Selain sikap, norma subjektif juga
mempengaruhi niat seseorang untuk
berperilaku tertentu.
 Norma subjektif, adalah keyakinan seseorang
tentang bagaimana orang-orang yang mereka
sayangi menilai perilakunya (yang dipersoalkan).
 Contoh: Meskipun Ana tidak menyukai musik
klasik, namun karena pacarnya, Tony ingin
menonton konser musik klasik, maka besar
kemungkinan Ana mau menonton juga.
(c) Keyakin diri untuk dapat menampilkan
suatu perilaku (Perceived behavioral control)

Niat seseorang untuk berperilaku


tertentu juga dipengaruhi oleh
keyakinan dirinya bahwa ia dapat
dengan mudah menampilkan perilaku
tsb.
• Contoh: Seseorang yang merasa mudah
untuk melakukan checkup kesehatan,
berhenti merokok, atau mengerjakan
suatu tugas, akan lebih tinggi niatnya
untuk mewujudkan perilaku tsb.
Sumber:
• Aronson E, Wilson T.D., & Akert, R.M.
(2007). Social Psychology. Singapore:
Pearson Prentice Hall.

You might also like