Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Full
Skripsi Full
(Skripsi)
Oleh
Yoseph Valentino
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
By
Yoseph Valentino
Call Session Control Function (CSCF) on IMS networks is used to handle signaling
process. The characteristics of CSCF can be determined, by this research, by observing
and analyzing the effect of Transmission Control Protocol (TCP) and User Datagram
Protocol (UDP) on the signaling process and Quality of Service (QoS) when service is
running. The measured QoS parameters are delay, jitter, packet loss and throughput.
Testing scenarios included registration process, session establishment, instant
messaging, voice call and audio call. The testbed for these scenario is the IMS network
using Open IMS Core based on cloud computing system in a LAN network. There are
two conditions for testing the network, normal and fully loaded conditions. The results
shows that delay for registration process using TCP is faster than UDP in normal
condition (TCP = 31.4 ms and UDP = 33.26 ms). On the other hand, registration process
using UDP is faster than TCP in fully loaded condition (TCP = 90.346 ms and UDP =
85.1 ms). On session establishment and instant messaging scenario, TCP can nott
execute the process due to the blocking TCP protocol by IMS Core. As the result, TCP
can nott be used to handle voice and video calls. When UDP is used to handle the
process, all of the services can be executed very well and the measured QoS value are
already meet the standard ITU-T G.1010 (normal and fully loaded conditions). Jitter is
the only parameter that is not meet the ITU-T G.1010 standard requirements. In which,
it has the measurement value of 13.53 ms, 13.81 ms, 3.1 ms, and 6.4 ms for normal and
fully loaded voice call, normal and fully loaded video call conditions respectively.
Oleh
Yoseph Valentino
Call Session Control Function (CSCF) dalam jaringan IMS berfungsi dalam proses
pensinyalan. Sifat dari CSCF dapat diketahui, melalui penelitian ini, dengan
mengobservasi dan menganalisa pengaruh protokol Transmission Control Protocol
(TCP) dan User Datagram Protocol (UDP) terhadap proses pensinyalan dan Quality of
Service (QoS) dalam mengakses layanan. Parameter QoS yang diukur adalah delay,
jitter, packet loss, dan throughput. Skenario pengujian yang dilakukan meliputi proses
registrasi, pembangunan sesi, pesan cepat, panggilan suara, dan panggilan video.
Pengujian dilakukan dalam sebuah testbed IMS berbasis Open IMS Core dengan sistem
cloud dalam jaringan LAN. Pengujian dilakukan dalam dua kondisi jaringan, tanpa
beban dan dengan beban. Berdasarkan hasil pengujian, dapat diketahui bahwa dalam
proses registrasi TCP lebih cepat pada saat tanpa beban (TCP = 31.4 ms dan UDP =
33.26 ms) dan sebaliknya lebih lambat dari UDP pada saat jaringan dibebani (TCP =
90.346 ms dan 85.1 ms). Pada proses pembangunan sesi dan pesan cepat, protokol TCP
tidak dapat digunakan dikarenakan IMS Core memblok protokol TCP sehingga tidak
dapat digunakan. Sebaliknya dengan menggunakan protokol UDP, layanan IMS dapat
diakses dan nilai QoS yang didapat sudah memenuhi standar ITU-T G.1010 baik pada
kondisi tanpa beban maupun dengan beban. Hanya jitter yang belum memenuhi standar
ITU-T G.1010 (suara tanpa beban = 13.53 ms dan beban = 13.81 ms, video tanpa beban
= 3.1 ms dan beban = 6.4 ms)
Oleh
Yoseph Valentino
Skripsi
SARJANA TEKNIK
pada
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
1. Papa dan mama tercinta, yang telah memberikan dukungan moril dan
2. Cici dan koko tersayang, Ci Mila, Ci Nyoman, Ci Tina, dan Ko Thomas yang
dan perkuliahanku
(Matius 6:33)
SANWACANA
Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Jurusan
ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik itu ilmu, materiil, petunjuk,
bimbingan dan juga saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis
2. Bapak Dr. Ing. Ardian Ulvan, S.T., M.Sc selaku Ketua Jurusan Teknik
Lampung.
4. Ibu Dr, Ing. Melvi, S.T, M.T selaku Pembimbing Utama, yang telah
5. Bapak Ing. Heri Dian Septama, S.T selaku Pembimbing Kedua, yang telah
Elektro
7. Bapak Edfresson Ekatama dan Ibu Pin Nio Orang Tuaku tercinta,
8. Cici Mila, Cici Nyoman, Cici Tina dan Koko Thomas yang selalu
Universitas Lampung
10. Keluarga Teknik Elektro angkatan 2013 yang sangat luar biasa kompak
mendoakan.
12. Teman – teman asisten sekaligus rekan seperjuanan skripsi Lab. Teknik
Telekomunikasi, Kak Fiki, Kak Angga, Kak Taufik, Hanif, Adit, Fasyin,
Penulis,
Yoseph Valentino
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK.............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................... v
RIWAYAT HIDUP.................................................................................... vi
PERSEMBAHAN....................................................................................... viii
SANWACANA........................................................................................... x
BAB 1 PENDAHULUAN
4.7 Analisa Pengaruh Pembebanan Terhadap QoS Pada Layanan Audio Call
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Standar ITU –T G.1010 untuk VoIP dan Video Call ....................... 24
Tabel 3.5 Format tabel data hasil pengukuran delay registrasi ........................ 35
Tabel 3.6 Format tabel data hasil pengukuran delay pembangunan sesi ......... 37
Tabel 3.7 Format tabel data hasil pengukuran delay instant messagging ........ 39
Tabel 3.8 Format tabel data hasil pengukuran QoS panggilan suara ............... 40
Tabel 3.9 Format tabel data hasil pengukuran QoS panggilan video .............. 40
Tabel 4.1 Perbandingan Nilai Delay dengan Standar ITU-T G.1010 .............. 62
Tabel 4.2 Perbandingan Nilai Jitter dengan Standar ITU-T G.1010 ............... 63
Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Packet Loss dengan Standar ITU-T G.1010 .... 63
DAFTAR SINGKATAN
AS : Application Server
CS : Circuit Switch
Standardization Sector
IP : Internet Protocol
PS : Packet Switch
Advanced Networks
UA : User Agent
UE : User Equipment
VM : Virtual Machine
PENDAHULUAN
pengguna. IMS merupakan bagian dari Next Generation Network (NGN) yang
IMS memiliki dua komponen penting yakni Call Session Control Function
(CSCF) dan Home Subscriber Server (HSS). CSCF berfungsi untuk mengatur
Protocol (SIP). CSCF terbagi menjadi tiga yakni, Proxy Call Session Control
Serving Call Session Control Function (I-CSCF). HSS merupakan database yang
Proses komunikasi yang terjadi saat ini menggunakan model Open System
Interconnection (OSI) Layer. OSI Layer terdiri dari tujuh lapisan yakni, Physical
transportasi dari tiap data yang keluar masuk dalam sistem. Transport layer
Pengukuran terhadap CSCF penting karena CSCF adalah elemen kunci untuk
pembangunan sesi dan sebagai proxy server yang mengatur registrasi dan
otorisasi. Dengan mengetahui karakter dari CSCF, maka dapat dibuat sebuah
Pada Tugas Akhir ini akan dibahas mengenai analisa pengaruh protokol transport
terhadap karakteristik CSCF dan Quality of Service (QoS) pada jaringan IMS.
Pengaruh itu akan dilihat dimulai dari proses registrasi sampai penggunaan
layanan. Untuk menganalisis hal tersebut maka dibangun sebuah simulasi yang
terdiri dari IMS core network, application server (AS) serta user equipment (UE).
3. Menunjukkan QoS yang terbaik pada layanan IMS saat diakses dengan
yang berbeda
3. Mengetahui kualitas layanan yang terbaik pada IMS saat diakses dengan
protokol.
3. Bagaimana QoS pada IMS apabila diakses dengan transport protokol yang
berbeda.
mengakses layanan.
6. Layanan IMS yang diujikan adalah audio call, video call, dan instant
messaging.
7. Quality of Service (QOS) yang akan diuji dari skenario layanan sistem adalah
BAB I PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, tujuan, manfaat, perumusan masalah, batasan masalah dan
sistematika penulisan.
Memuat tinjauan dari beberapa literatur atau hasil penelitian sebelumnya yang
berhubungan dengan IMS, protokol transport, QoS, serta software untuk proses
pembangunan simulasi.
Memuat waktu dan tempat penelitian, alat dan bahan yang digunakan, dan proses
pengerjaan sistem.
5
Memuat hasil dari penelitian yang telah dilakukan, analisa dari hasil simulasi yang
Memuat kesimpulan dari hasil penelitian serta saran yang diberikan terkait dengan
hasil penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Parameter QoS yang dianalisa adalah jitter, max delta, delay, throughput, dan
packet loss. Layanan yang diujikan pada penelitian ini adalah Audio Call, Video
Call, dan Instant Messaging. Akses jaringan yang digunakan adalah LAN dab
sesuai dengan standard dan QoS menggunakan LAN dan WiFi sudah sesuai dengan
standar ITU-T.
dalam arsitektur IMS. Pengujian yang dilakukan adalah mengakses VoIP dan
Video Call. Performa dari Kamailio IMS dilihat dari CPU usage, memory usage,
emulate call, Mean Opinion Score (MOS), serta beberapa parameter QoS seperti
TCP, UDP, dan SCTP menggunakan simulasi lalu lintas data multimedia. Adapun
layanan multimedia yang diujikan adalah VoIP dan IPTV. Adapun QoS yang
dianalis adalah latency, jitter, packet loss, dan queue. Dari hasil penelitian diketahui
7
bahwa protokol UDP memiliki latency dan jitter terendah. Adapun untuk protokol
Inovasi telekomunikasi yang distimulasi oleh proses digitalisasi telah membawa era
baru dunia telekomunikasi. Transformasi teknologi dari circuit switch (CS) menjadi
packet switch (PS) yang menggunakan Internet Protocol (IP) telah membawa era
konvergensi jaringan.
yang ada saat ini. Struktur telekomunikasi yang ada saat ini bersifat vertikal. Setiap
layanan (mobile, fixed dan lain – lain) memiliki jaringan masing –masing.
horizontal dimana layanan komunikasi dapat diakses dan digunkan oleh jaringan
Konvergensi jaringan ini berperan pada beberapa level yang berbeda seperti [4] :
a. Network convergence
IP. Konvergensi ini meliputi konvergensi jaringan fixed dan mobile serta ‘three-
b. Service convergence
aplikasi yang berbasis web, layanan tradisional dan baru dari devais yang beraneka
macam.
c. Device convergence
Devais yang ada saat ini memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai macam
Gambar 2.1. IMS merupakan session control multimedia pada domain PS dan pada
saat yang sama mengadopsi fungsi CS pada domain PS. Sebagai session control,
IMS memiliki beberapa fungsi seperti security, mekanisme charging dan alokasi
multimedia.
berikut [6] :
10
4. Mendukung roaming
Pada 3GPP release 6 ditambahkan syarat baru untuk mendukung akses dari jaringan
selain GPRS.
Pada dasarnya 3GPP tidak menstandarisasikan nodes, melainkan fungsi. Hal ini
berarti bahwa arsitektur IMS adalah kumpulan fungsi yang terhubung dengan
interface yang terstandarisasi. Kondisi ini membuat penyedia layanan bebas untuk
Arsitektur IMS yang distandarisasikan oleh 3GPP dapat dilihat seperti pada
Gambar 2.2 Pada gambar diperlihatkan interface pensinyalan IMS, biasanya berupa
Pada sisi kiri Gambar 2.2 dapat dilihat peralatan yang digunakan oleh user yang
switching baik secara kabel maupun nirkabel, seperti ponsel dan computer.
Semua node selain UE merupakan jaringan inti IMS yang biasa disebut IP
semua data pengguna yang dibutuhkan untuk mengatur sesi multimedia. Data ini
CSCF merupakan Session Initiation Protocol (SIP) server. CSCF yang memproses
pensinyal SIP pada IMS. CSCF dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan fungsinya,
yakni :
a. Proxy-CSCF (P-CSCF)
P-CSCF adalah titik pertama proses pensinyalan antara UE dengan jaringan IMS.
Hal ini berarti semua permintaan dari UE atau ke UE harus melintasi P-CSCF. P-
b. Interrogating-CSCF (I-CSCF)
I-CSCF adalah titik kontak antara operator untuk semua koneksi yang ditujukan ke
1. Mencari nama node selanjutnya (baik S-CSCF ataupun application server) dari
HSS
c. Serving-CSCF (S-CSCF)
S-CSCF adalah titik fokus IMS yang bertanggung jawab untuk mengatur proses
yang mana S-CSCF akan mengunduh data otentifikasi dari HSS. Berdasarkan data
dapat menginisiasi dan menerima layanan IMS. Selain itu S-CSCF mengunduh
Application Server (AS) adalah sebuah SIP entity yang menyediakan dan
proxy mode, SIP User Agent (UA), atau SIP Back-to-Back User Agent (SIP
2.4.5 BCGF
BCGF merupakan SIP server yang memiliki fungsi perutean berdasarkan nomor
telepon. BCGF digunakan saat ada sesi yang ditujukan ke pengguna pada jaringan
yang melalui jaringan IP. Sebuah sesi dapat berupa telepon IP, sebuah konferensi
yang meliputi suara, video, dan data, layanan instant messaging atau game online.
SIP dapat digunakan untuk mengundang partisipan ke sebuah sesi yang terjadwal
atau yang sedang berlangsung. Partisipan dapat berupa orang, layanan otomatis atau
sebuah devais. SIP juga dapat digunakan untuk menambahkan atau menghilangkan
yang digunakan untuk pensinyalan berbeda dengan jalur yang digunakan untuk
pengiriman data. Pemisahan jalur ini membuat manajemen sesi lebih efisien, dan
a. User location
b. User availability
c. User capabilities
Menentukan media dan parameter media yang digunakan dalam sesi komunikasi.
d. Session setup
e. Session management
Memungkinkan untuk transfer dan penghentian sesi, dan modifikasi parameter sesi.
Sebuah SIP UA adalah devais yang dapat mengirim dan menerima panggilan SIP.
UA dapat berupa ponsel atau mesin penjawab. SIP mendukung arsitektur baik peer-
Pada model client server, ketika mengirimkan permintaan dan menerima respon,
UA berperan sebagai klien, yang dapat disebut sebagai User Agent Client (UAC).
SIP UA yang menerima permintaan berperan sebagai server dan disebut sebagai
c. Back-to-Back UA (B2BUA)
Ketika komponen SIP berperan sebagai UAC dan UAS, maka dapat disebut sebagai
d. Proxy Server
SIP proxy server adalah komponen kunci pada SIP. SIP memiliki kemampuan
kemanan. SIP proxy server menerima semua permintaan dari SIP UA dan kemudian
e. Registrar
f. Redirect Server
Redirect server merespon permintaan SIP dengan sebuah alamat dimana pesan SIP
Pesan pada SIP dibedakan menjadi dua yakni permintaan dan respon. Permintaan
dikirimkan untuk menginisiasi aksi dan respon dikirimkan sebagai balasan terhadap
permintaan
17
Pesan SIP request memiliki enam tipe yang mengindikasikan metode pelaksanaan
yakni :
a. Register
lokasi UA.
b. Invite
Metode ini dipakai untuk menginisiasi sesi komunikasi antara dua buah peer.
c. ACK
d. Cancel
e. Options
f. BYE
akan dikirimkan oleh pesan SIP respone. SIP respone yang dikirimkan terdiri dari
18
beberapa jenis yang direpresentasikan dalam bentuk tiga digit kode dimana digit
Pesan ini mengindikasikan bahwa permintaan telah diterima dan sedang diproses.
b. 2xx (sukses)
Pesan ini mengindikasikan bahwa permintaan telah diterima, dipahami dan telah
diproses.
c. 3xx (pengalihan)
Ketika aksi lebih lanjut seperti lokasi lain diperlukan untuk menyelesaikan
Respon server eror dikirimkan ketika permintaan sudah benar, namun server tidak
Respon kegagalan global dikirimkan ketika permintaan tidak dapat diproses oleh
server manapun.
19
3rd Generation Partnership Project (3GPP) merilis sebuah standar untuk mengukur
IMS. Standar ini adalah 3GPP TS 32.409 V10.3.0 Release 10 dimana dalam standar
ini dijelaskan semua jenis pengukuran yang berkaitan dengan jaringan IMS. Salah
satu pengukuran yang dijelaskan dalam standar tersebut adalah pengukuran yang
berkaitan dengan CSCF. Pengukuran tersebut dapat dilihat dari berbagai macam
aspek, salah satunya adalah proses registrasi dan proses pembangunan sesi.
Pada proses registrasi, pengukuran dilakukan dengan cara menghitung waktu rata –
rata untuk registrasi. Adapun proses registrasi adalah dimulai dari UE mengirimkan
pesan Register ke P-CSCF dan diakhiri dengan pesan 200 OK dari P-CSCF ke UE.
Akumulasi waktu untuk registrasi akan dibagi dengan jumlah proses registrasi yang
berhasil.
watu rata – rata pembangunan sesi. Adapun proses registrasi adalah dimulai dari
pesan SIP_INVITE dan diakhiri ke pesan 200 OK. Akumulasi waktu untuk
pembangunan sesi akan dibagi dengan jumlah proses pembangunan sesi yang
berhasil [9].
dan HSS yang membentuk sebuah jaringan IMS sebagaimana didefinisikan oleh
awalnya dimulai tahun 2004 oleh Fraunhofer FOKUS research institute untuk
mengevaluasi tingkah laku dan performa arsitektur NGN. Pada tahun 2006, Open
IMS Core dipublis sebagai software open-source dan dengan cepat menjadi
Transport layer adalah layer ke empat dari model jaringan OSI layer. Model
koneksi logical pada transport layer adalah end-to-end. Transport layer menerima
pesan dari application layer yang kemudian dienkapsulasi ke dalam transport layer
paket dan dikirimkan melalui koneksi logical menuju transport layer pada tujuan
akhir. Dengan kata lain, transport layer bertanggung jawab untuk memberikan
layanan kepada application layer dalam hal menerima pesan dari aplikasi yang
Terdapat beberapa transport layer protokol yang masing – masing memiliki fungsi
spesifik :
antara pengirim dan penerima harus terbentuk terlebih dahulu sebelum pengiriman
data. TCP membuat pipa logical terlebih dahulu sebelum aliran data dikirimkan.
TCP memiliki fitur flow control, error control, dan congestion control.
Three way handshake adalah prosedur yang digunakan untuk membangun sebuah
koneksi. Prosedur ini diinisiasi oleh sebuah TCP dan direspon oleh TCP lainnya.
Proses three way handshake paling sederhana dapat dilihat pada gambar 2.3.
21
Pada baris 2 gambar 2.3, TCP A mengirimkan segmen SYN yang mengindikasikan
bahwa TCP A akan menggunakan urutan segmen dimulai dari nomor 100. Baris 3,
TCP B mengirim sebuah SYN dan ACK dari SYN yang diterima dari TCP A. ACK
ini mengindikasikan bahwa TCP B akan menunggu segmen 101 karena SYN dari
Pada baris 4, TCP A merespon dengan sebuah segmen kosong yang berisi ACK
untuk SYN dari TCP B. Pada baris ke 5, TCP A mengirim data. Perlu diperhatikan
bahwa nomor segment pada segmen baris ke 5 sama dengan baris 4 karena ACK
UDP adalah protokol yang bersifat connection-less yang tidak memerlukan koneksi
logical untuk pengiriman data. UDP adalah protokol sederhana yang tidak memiliki
fitur flow control, error control, dan congestion control. Protokol UDP cocok untuk
pengiriman ulang paket apabila paket tersebut rusak atau hilang [12].
22
jaringan sehingga aplikasi dapat beroperasi sesuai dengan yang diharapkan [13].
Ada beberapa parameter yang dapat dipakai untuk mengukur kualitas layanan
2.9.1 Delay
Delay adalah waktu yang dibutuhkan untuk mentransmisikan data dari satu titik
ke titik tujuan. Waktu delay dapat meningkat apabila paket mengalami antrian
total dari pengirim sampai ke penerima) atau round-trip (waktu pengiriman paket
dari pengirim ke penerima dan dikirim kembali dari penerima ke pengirim) [14].
2.9.2 Throughput
Throughput adalah bandwidth dalam kondisi yang terukur dalam waktu tertentu
dan dalam kondisi jaringan tertentu yang digunakan untuk mentransfer file dengan
ukuran tertentu. Sistem throughput adalah jumlah kecepatan daya yang dikirim
2.9.3 Jitter
Jitter dalah variasi delay. Jitter dipengaruhi oleh variasi beban trafik dan kongesti
pada jaringan. Semakin besar beban trafik pada jaringan akan menyebabkan nilai
23
jitter akan semakin besar. Apabila nilai jitter semakin besar maka nilai QoS akan
∑ 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑑𝑒𝑙𝑎𝑦
Jitter = ∑ second (2.3)
𝑝𝑎𝑐𝑘𝑒𝑡 𝑟𝑒𝑐𝑎𝑖𝑣𝑒𝑑
Packet Loss adalah kegagalan dalam pentransmisian paket ke tujuan. Packet loss
dapat disebabkan oleh berbagai factor seperti kongesti, kegagalan hardware, atau
trafik pada jaringan secara langsung dan dapat dianalisa secara offline, memiliki
Graphical User Interface (GUI), dapat membaca dari berbagai adaptor jaringan
seperti Ethernet, IEEE 802.11, Bluetooth, USB dan lain – lain [15].
24
Tabel 2.1 Standar ITU-T G.1010 untuk VoIP dan Video Call [16]
25
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dibahas mengenai perancangan Open IMS Core dan implementasi
Pembahasan diawali dengan penentuan waktu dan tempat penelitian, diagram alir
Server dan IMS Client dan diakhiri dengan menguji karakteristik dari Call Session
Control Function (CSCF) pada saat diakses dengan protokol Transmission Control
Protocol (TCP) dan User Datagram Protokol (UDP). Pengujian dilakukan pada
saat registrasi, pembangunan sesi dan saat layanan IMS sedang digunakan. Data
hasil pengujian dari masing – masing protokol akan dibandingkan sehingga dapat
Universitas Lampung
27
Diagram alir penelitian pada sub bab ini akan menunjukan langkah – langkah dalam
Langkah pertama yang harus dikerjakan adalah studi litelatur. Langkah kedua
adalah menginstal perangkat yang digunakan seperti IMS, Domain Name Server
(DNS) server, Client IMS, dan Network Analyzer. Setelah semua perangkat
sudah ditentukan, dilakukan proses pengamatan dan pengambilan data berupa paket
data yang dikirimkan selama proses skenario dijalankan. Apabila data telah
Perangkat yang dibutuhkan pada penelitian ini terdiri dari perangkat lunak dan
perangkat keras.
perangkat lunak yang akan dipakai dalam proses penelitian, yakni Open IMS Core,
Clearwater, dan Kamailio IMS. Ketiga software tersebut masing – masing memiliki
Open IMS Core merupakan perangkat lunak IMS Core Network yang paling
sederhana. Semua elemen CSCF dan HSS dapat diinstall hanya dalam sebuah
yang besar.
2. Clearwater
Clearwater.
3. Kamailio
Kamailio IMS merupakan hasil dari pengembangan Open IMS Core yang proyek
nya berhenti. Elemen – elemen IMS dalam Kamailio memiliki sistem yang hampir
sama dengan Open IMS Core. Akan tetapi, untuk membangun IMS dengan
30
Kamailio dibutuhkan minimal empat virtual machine. Kondisi ini membuat peneliti
Kebutuhan perangkat keras dari masing – masing perangkat lunak IMS dapat
6 virtual machine
untuk setiap
6 Virtual Machine dengan
elemen pada
spesifikasi : 1 CPU dan 2
1 Project Clearwater Clearwater : Ellis,
GB RAM
Bono, Sprout,
6 IP Public Address
Homer,
Dime,Vellum
4 virtual machine
untuk elemen
4 Virtual Machine
2 Kamailio CSCF (P-CSCF,
4 IP Public Address
I-CSCF, S-CSCF)
dan HSS
Kebutuhan perangkat lunak yang digunakan adalah seperti pada Tabel 3.3:
No Perangkat Fungsi
1. Ubuntu 12.04 Sistem operasi pada server IMS
2. Windows Sistem operasi pada client IMS
3. Proxmox Sistem yang digunakan untuk kontrol Virtual Machine
4. Open IMS Perangkat untuk membangun server IMS
Core
5. BIND Server Perangkat DNS Server pada server IMS
6. Boghe Perangkat yang berfungsi sebagai IMS Client
7. Wireshark Aplikasi untuk mengamati paket data yang dikirimkan
8. Iperf Aplikasi untuk membangkitkan background trafik
pada jaringan
9. Sipp Aplikasi call generator untuk membangkitkan
permintaan panggilan
10. Stress Aplikasi Benchmarking kinerja processor
32
Kebutuhan perangkat keras yang digunakan adalah seperti pada Tabel 3.4
Pada pelaksanaan penelitian ini, dibangun sebuah testbed jaringan IMS yang dapat
Pada penelitian ini, IMS Core Network dibangunan berbasis cloud computing
dimana server IMS merupakan virtual machine yang dibangun diatas server
Proxmox. Dalam virtual machine tersebut, elemen P-CSCF, S-CSCF, I-CSCF dan
HSS, DNS Server, Sipp (call generator) berada dalam sebuah virtual machine yang
sama.
Server dan client terhubung menggunakan switch dengan media kabel, dimana
berkomunikasi dengan IMS Core Network, maka client harus melalui jaringan
Pada penelitian ini, terdapat tiga skenario penelitian. Pertama adalah menguji
karakteristik CSCF pada saat registrasi. Kedua adalah menguji karakteristik pada
34
saat pembangunan sesi. Ketiga adalah menguji Quality of Service (QoS) pada saat
Pada pengujiannya, dilakukan dalam dua kondisi. Kondisi pertama adalah kondisi
jaringan tanpa beban. Kondisi kedua adalah kondisi jaringan dengan beban trafik,
dimana beban trafik tersebut berupa background trafik menggunakan iperf yang
diarahkan ke IMS Core Network sebesar 100 Mbps, emulate call menggunakan
pembangunan sesi, dan instant messaging), dan beban pada processor IMS dengan
Terdapat tiga skenario penelitian yang akan dilakukan, yakni sebagai berikut :
UDP seperti pada Gambar 3.3. Saat proses registrasi akan terjadi pertukaran pesan
SIP dimulai dari SIP-REGISTER sampai 200 OK. Durasi proses registrasi client
dengan protokol TCP dan UDP akan diukur menggunakan aplikasi wireshark.
35
(kondisi jaringan normal dan padat) dan akan dicatat dalam tabel seperti pada
Tabel 3.5
TCP UDP
Percobaan Ke
Delay (ms) Delay (ms)
Rata – rata
36
Skenario kedua adalah menguji karakteristik CSCF pada saat pengguna akan
menggunakan protokol TCP dan UDP seperti pada gambar 3.4. Saat proses
pembangunan sesi akan terjadi pertukaran pesan SIP dimulai dari SIP_INVITE
sampai ACK. Durasi proses pembangunan sesi dengan protokol TCP dan UDP
Proses pengambilan data dilakukan sebanyak sepuluh kali dengan dua kondisi
(kondisi jaringan normal dan padat) dan akan dicatat dalam tabel seperti Tabel 3.6
37
Tabel 3.6 Format tabel data hasil pengukuran Delay pembangunan sesi
TCP UDP
Percobaan Ke
Delay (ms) Delay (s)
Rata – rata
3.5.3 Quality of Service (QoS) layanan dengan protokol TCP dan UDP
Pada skenario ke tiga akan menguji Quality of Service (QoS) IMS dalam
memberikan layanan pada saat client menggunakan protokol TCP atau UDP seperti
pada gambar 3.5 dan gambar 3.6. Adapun parameter QoS yang akan dibahas adalah
Voice Over IP (VoIP), Video Call dan Instant Messaging. QoS tersebut akan diukur
per masing – masing protokol dan akan dibandingkan kualitasnya. Pengukuran QoS
Proses pengambilan data dilakukan sebanyak sepuluh kali dalam dua kondisi
(kondisi jaringan normal dan padat) dan akan dicatat dalam tabel seperti pada
Tabel 3.7 Format tabel data hasil pengukuran Delay instant messaging
TCP UDP
Percobaan Ke
Delay (s) Delay (s)
Rata – rata
40
Tabel 3.8 Format tabel data hasil pengukuran QoS panggilan suara
TCP UDP
Percobaan
Throughput Packet Jitter Throughput Packet Jitter
Ke
(Kbps) loss (%) (ms) (Kbps) loss (%) (ms)
Rata - rata
Tabel 3.9 Format tabel data hasil pengukuran QoS panggilan video
TCP UDP
Percobaan
Throughput Packet Jitter Throughput Packet Jitter
Ke
(Kbps) loss (%) (ms) (Kbps) loss (%) (ms)
Rata - rata
BAB IV
pertukaran informasi antara client dengan IMS Core Network maupun antara client
dengan client. Proses pertukaran informasi tersebut diamati dan kemudian akan
dianalisa untuk mengetahui kualitas layanan dari IMS. Hasil dari analisa tersebut
akan diketahui perbandingan karakter Call Session Control Function (CSCF) dan
Pada penelitian ini, client mengakses IMS Core Network menggunakan media
transmisi kabel. Adapun protokol transport yang digunakan adalah UDP dan TCP.
4.1 Registrasi
Skenario pertama adalah membandingkan pengaruh protokol UDP dan TCP pada
saat proses registrasi. Pada Gambar 4.1 menunjukkan proses registrasi yang diamati
Address 10.10.13.244.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat proses registrasi antara client (IP
dikirimkan adalah SIP Request : Register dari client ke IMS Core Network.
Kemudian IMS Core Network memberi balasan pesan 401 Unauthorized yang
Kemudian client memberi balasan pesan SIP Register yang menunjukkan bahwa
client sudah terdaftar dalam jaringan IMS Core Network. Apabila sukses, maka
IMS akan membalas dengan pesan SIP 200 OK yang menunjukkan bahwa client
Pengukuran delay registrasi client dilakukan dengan pengambilan data pada masing
– masing protokol TCP dan UDP. Pengukuran delay registrasi user dilakukan
dimuali dari client mengirimkan pesan SIP: Register sampai dengan pesan 200 OK.
Adapun dari hasil pengamatan, didapat perbandingan delay registrasi TCP dan UDP
dalam tampilan grafik seperti pada gambar 4.2. Untuk data keseluruhan dapat dilihat
di bagian LAMPIRAN
Registrasi (ms)
100 90.346
85.1053
80
60
40 31.4004 33.2601
20
0
Tanpa Beban Beban
TCP UDP
TCP dan UDP pada dua kondisi. Grafik berwarna biru menunjukkan delay
kondisi, pertama kondisi tanpa background trafik dan emulate call, kedua adalah
kondisi dengan background trafik 100 Mbps dan emulate call 60 call/detik serta
Berdasarkan grafik pada Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa kondisi pertama memiliki
nilai delay terendah baik menggukan protokol TCP (31.4004 ms) dan UDP
(33.2601 ms). Pada kondisi kedua, nilai delay registrasi protokol TCP adalah
Adapun proses registrasi dengan menggunakan protokol TCP lebih baik saat
sebaliknya pada saat kondisi jaringan padat protokol UDP memiliki nilai delay
registrasi yang lebih baik daripada TCP sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Meningkatnya besar delay TCP sehingga lebih besar dari UDP disebabkan oleh
harus melakukan proses three-way handshake terlebih dahulu. Pada saat jaringan
sedang padat, maka proses three-way handshake akan terganggu dan membutuhkan
delay pada TCP. Karakter TCP yang lain yang mempengaruhi adalah congestion
control. Salah satu parameter yang dijalankan dalam congestion control adalah
slow-start dimana paket data diinjeksikan secara perlahan kedalam jaringan. Hal ini
Skenario pertama adalah membandingkan pengaruh protokol UDP dan TCP pada
Berdasarkan hasil pengamatan wireshark didapat hasil seperti Gambar 4.3 dan
Gambar 4.4
Pada Gambar 4.3 dan Gambar 4.4, dapat dilihat bahwa proses pembanguan sesi
berhenti sampai pada proses 100 trying. Setelah beberapa saat, ada pesan balasan
dari IMS Core Network pada client yang berisi 408 request timeout. Berdasarkan
standard RFC3261, di jelaskan bahwa pesan 408 request timeout memiliki arti
bahwa server tidak dapat merespon sebuah perminataan dalam rentang waktu
tertentu.[17] Akibatnya, client tidak dapat mengakses layanan dari IMS yang
45
panggilan suara dan video menggunakan protokol TCP tidak dapat dilakukan
Berdasarkan log file IMS Core Network, dapat diketahui proses yang terjadi pada
IMS pada saat diakses dengan protokol TCP seperti pada Gambar 4.5. Pada
Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa IMS memblok proses koneksi dari protokol TCP
sehingga proses pensinyalan berhenti dan rentang waktu tertentu terjadi proses
request timeout.
Kondisi ini menyebabkan TCP hanya bisa berfungsi pada registrasi saja dan tidak
dapat berfungsi pada akses layanan. Ada beberapa faktor yang menjadi
kemungkinan mengapa IMS Core Network memblok proses dari protokol TCP. Hal
ini didasari karakter TCP yang tidak cocok dengan RTP dibanding UDP. TCP
46
didesain untuk mengirimkan data dalam jumlah besar dan bersifat connection-
oriented dengan fitur flow control dan error control. Hal ini tidak sesuai dengan
protokol SIP dimana data yang dikirimkan pada proses pensinyalan hanya sedikit.
Faktor kedua adalah kemampuan retransmisi paket pada TCP. Ketika data dalam
yang menunjukkan bahwa paket telah diterima. Apabila ada paket yang hilang,
maka penerima akan mengirim pesan duplikat ACK sehingga pengirim akan
mengirim ulang paket yang hilang tanpa menunggu timeout. Alur pengiriman
Pengirim Penerima
Paket 1-3
Ack 3
Paket 3-6
Paket 6-9
Ack 3
Paket 3-6
Akan tetapi, pesan SIP berukuran kecil sehingga tidak perlu membutuhkan banyak
paket, sebuah pesan SIP dapat masuk kedalam sebuah paket TCP. Apabila paket
TCP tersebut menghilang (diblok oleh IMS Core Network), pengirim tidak akan
menerima pesan duplikat ACK karena paket sudah terkirim semua. Akibatnya,
47
pengirim harus menunggu sampai waku timeout untuk bisa mengirim pesan SIP
kembali. Ilustrasi dari proses terjadinya timeout dapat dilihat pada Gambar 4.7
Pengirim Penerima
Paket 3-6
Timeout duration
Paket 3-6
Faktor yang terakhir adalah karakteristik dari protokol TCP yang bersifat
terlebih dahulu sebelum pengguna dapat mengirimkan data. Hal ini tidak cocok
untuk proses pembangunan sesi dengan pensinyalan SIP. Pesan SIP : Invite tidak
Alasan lain yang membuat TCP diblok oleh IMS adalah kurang cocoknya TCP
untuk menjadi protokol transport bagi Real Time Protocol (RTP). Sifat dari
protokol RTP adalah real-time yang artinya penerima akan memainkan data media
begitu data sampai, tidak menunggu sampai semua data terkumpul dan disimpan.
waktu pengirimannya. Oleh sebab itu, protokol TCP tidak cocok menjadi protokol
transport untuk RTP karena karakteristiknya yang handal. Protokol UDP lebih
Sifat dari protokol UDP yang berbanding terbalik dengan TCP dapat
three-way handshake seperti TCP. Sehingga, pesan SIP: INVITE dapat dikirimkan
Berdasarkan Gambar 4.8, dapat dilihat proses pembangunan sesi yang terjadi di
pesan SIP Request : INVITE ke IMS Core Network. Kemudian IMS akan
mengirimkan pesan 100 trying yang artinya adalah IMS telah menerima pesan dan
meneruskannya ke client tujuan. Apabila pesan SIP Request : INVITE telah diterima
maka client tujuan akan berdering yang mana akan ditunjukkan dengan pesan 180
trying yang diteruskan ke IMS Core Network kemudian client. Kemudian client
dengan PRACK yang dikirimkan ke IMS Core Network kemudian ke client lalu
dibalas dengan pesan 200 OK. Apabila client tujuan mengangkat panggilan tersebut
maka client akan mengirimkan pesan 200 OK yang diteruskan ke IMS kemudian ke
client. Client akan merespon dengan mengirimkan pesan ACK yang menunjukkan
49
bahwa permintaan panggilan telah diterima dan kemudian protokol RTP akan mulai
berjalan.
Berdasarkan hasil pengujian didapat data delay pembanguan sesi sebagai berikut :
200
150
108.2599
100
50
0
Tanpa beban beban
kondisi tanpa background trafik dan emulate call, kedua adalah kondisi dengan
background trafik 100 Mbps dan emulate call 60 call/detik serta beban cpu 100%
pada IMS Server. Pada kondisi pertama, rata – rata delay pembangunan sesi adalah
sebesar 108.2599 ms. Pada kondisi kedua, rata – rata delay pembanguan sesi adalah
220.196 ms.
50
Skenario ketiga adalah membandingkan pengaruh protokol UDP dan TCP pada saat
protokol TCP tidak dapat dilaksanakan. Sama seperti pada saat proses
pembangunan sesi, IMS memblok pesan SIP yang berisikan instant messaging pada
saat menggunakan protokol TCP sehingga menyebabkan terjadinya time out seperti
Gambar 4.10.
dengan menggunakan protokol UDP saja. Pada Gambar 4.11 menunjukkan proses
Pada proses instant messaging terdapat dua bagian proses. Pada saat user sedang
mengetikkan pesan, client akan mengirim pesan request: message kepada IMS
client yang diteruskan ke client tujuan yang menandakan bahwa client sedang
mengetik pesan. Apabila pesan tersebut sampai ke client tujuan, maka pada client
tujuan akan terdapat notifikasi bahwa client pengirim sedang mengetikkan pesan,
lalu akan dibalas dengan pesan 200 OK. Apabila pesan tersebut dikirimkan, maka
51
client akan mengirimkan pesan request: message (text | plain) yang berisikan pesan
teks. Apabila pesan sudah diterima oleh client tujuan, maka client tujuan akan
Adapun dari hasil pengamatan, didapat nilai rata – rata delay instant messaging
12 11.498
10
4 3.368
0
Tanpa Beban Beban
menggunakan protokol TCP dan UDP pada dua kondisi. Pengukuran dilakukan
dalam dua kondisi, pertama kondisi tanpa background trafik dan emulate call,
kedua adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps dan emulate call 60
call/detik serta beban cpu 100% pada IMS Server. Pada kondisi pertama, rata – rata
delay instant messagging adalah sebesar 3.368 ms. Pada kondisi kedua, rata – rata
Instant Messagging
pada saat registrasi, pembangunan sesi, dan instant messaging. Pembebanan yang
yang tersedia pada saluran transimisi menjadi semakin kecil. Kapasitas hub yang
digunakan adalah 100 Mbps (fast Ethernet), hal ini berarti background trafik yang
dibangkitkan akan menggunakan seluruh kapasitas yang tersedia pada hub. Hal ini
akan menyebabkan proses pengiriman pesan SIP menuju IMS Core Network jadi
lebih lambat.
Emulate call yang dibangkitkan juga mempengaruhi besar delay disisi kinerja IMS.
Adanya permintaan panggilan secara terus – menerus membuat IMS harus bekerja
ekstra untuk mengakomodir semua pesan SIP yang masuk. Untuk setiap permintaan
panggilan yang masuk, SIP akan merespon dengan pesan “you are not registered,
tidak dapat mengolah pesan SIP dari client dengan cepat, pesan SIP akan masuk ke
dalam antrian pesan SIP dari emulate call. Selain itu, beban cpu usage juga akan
Pada Subbab ini akan dibahas mengenai hasil pengukuran dan analisis Quality of
antaranya adalah delay, jitter, packet loss, dan throughput. Adapun pada
pengukuran QoS dilakukan dalam dua kondisi yakni tanpa background trafik,
background trafik 100 Mbps dan beban cpu usage 100%. Codec yang digunakan
dalam voice call ini adalah codec G.711 yang memiliki bit rate 64 Kbps.
per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data mengenai hasil
pengukuran delay voice call secara keseluruhan dapat dilihat pada LAMPIRAN.
Delay (ms)
19.995
19.9925
19.99
19.985
19.98 19.9792
19.975
19.97
Tanpa Beban Beban
Gambar 4.13 diatas menunjukkan hasil pengukuran delay voice call dengan
adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps. Besar delay voice call tanpa
beban trafik adalah 19.9792 ms, besar delay voice call dengan background trafik
per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data mengenai hasil
pengukuran delay voice call secara keseluruhan dapat dilihat pada LAMPIRAN.
Jitter (ms)
13.85 13.813
13.8
13.75
13.7
13.65
13.6
13.55 13.531
13.5
13.45
13.4
13.35
Tanpa Beban Beban
Gambar 4.14 diatas menunjukkan hasil pengukuran jitter voice call dengan
adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps. Besar jitter voice call tanpa
55
beban trafik adalah 13.53 ms, besar jitter voice call dengan background trafik 30
Pengukuran packet loss yang dilakukan adalah mengukur packet loss dengan
dilakukan 10 kali per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data
mengenai hasil pengukuran delay voice call secara keseluruhan dapat dilihat pada
LAMPIRAN.
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
Tanpa Beban Beban
Gambar 4.15 diatas menunjukkan hasil pengukuran packet loss voice call dengan
adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps. Besar packet loss pada kondisi
tanpa beban trafik mencapai nilai 0% yang artinya tidak ada packet yang hilang
selama proses pengiriman data sehingga semua data dapat mencapai tujuan. Pada
dilakukan 10 kali per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data
mengenai hasil pengukuran throughput voice call secara keseluruhan dapat dilihat
pada LAMPIRAN.
Throughput (Kbps)
85.7 85.6894
85.68
85.66
85.64
85.62
85.6 85.59316
85.58
85.56
85.54
Tanpa Beban Beban
Gambar 4.16 diatas menunjukkan hasil pengukuran throughput voice call dengan
adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps. Besar throughput voice call
tanpa beban trafik adalah 85.6894 Kbps, besar throughput voice call dengan
Pada Subbab ini akan dibahas mengenai hasil pengukuran dan analisis Quality of
antaranya adalah delay, jitter, packet loss, dan throughput. Adapun pada
pengukuran QoS dilakukan dalam dua kondisi yakni tanpa background trafik,
Untuk mengirimkan data suara atau video secara real-time, data tersebut harus
melalui proses codec sebelum ditransmisikan. Codec adalah metode untuk encoding
dan decoding data. Secara spesifik, fungsi dari codec adalah mengkompress data.
Saat ini, codec h.264 merupakan codec paling utama pada web. Apabila data yang
sudah diproses oleh codec dikelompokkan menjadi satu, kumpulan data tersebut
Untuk mengirimkan data video call, diperlukan dua buah codec, codec suara dan
video. Penggunaan dua buah codec disebabkan adanya dua buah jenis data yang
dikirimkan secara real-time, yakni data suara dan data citra dinamis. Pada
penelitian ini, digunakan codec suara G.711 dengan bit-rate 64 Kbps dan codec
video H.264 yang memiliki bit-rate 128 Kbps. Penggunaan codec lain seperti
MPEG-4, GSM dapat digunakan pada jaringan IMS dimana codec dapat diatur
per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data mengenai hasil
pengukuran delay video call secara keseluruhan dapat dilihat pada LAMPIRAN.
Delay (ms)
25
19.9777 19.9891
20
16.7400
15 13.2656
10
0
Codec G.7111 Codec H.264
Gambar 4.17 diatas menunjukkan hasil pengukuran delay video call dengan
beberapa kondisi. Grafik berwarna biru adalah kondisi tanpa background trafik,
grafik berwarna merah adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps.
Adapun grafik bagian 1 adalah delay untuk codec suara G.711 dan grafik bagian 2
Pada codec G.711, besar delay pada kondisi normal adalah sebesar 19.9777 ms dan
pada saat kondisi background trafik adalah 19.9891 ms. Pada codec H.264, besar
delay pada kondisi normal adalah 13.2656 ms dan pada kondisi background trafik
per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data mengenai hasil
pengukuran delay video call secara keseluruhan dapat dilihat pada LAMPIRAN.
Jitter (ms)
16
13.423 13.751
14
12
10
8 6.457
6
4 3.1
2
0
Codec G.7111 Codec H.264
Gambar 4.18 diatas menunjukkan hasil pengukuran jitter video call dengan
beberapa kondisi. Grafik berwarna biru adalah kondisi tanpa background trafik,
grafik berwarna merah adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps.
Adapun grafik bagian 1 adalah jitter untuk codec suara G.711 dan grafik bagian 2
nilai jitter dimana semakin besar background trafik maka semakin besar nilai jitter.
Pada codec G.711, besar jitter pada kondisi normal adalah 13.423 ms dan pada
kondisi background trafik 100 Mbps adalah 13.751. Pada codec H.264, besar jitter
60
pada kondisi normal adalah 3.1 ms dan pada kondisi background trafik adalah
6.457 ms.
Pengukuran packet loss yang dilakukan adalah mengukur packet loss dengan
dilakukan 10 kali per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data
mengenai hasil pengukuran packet loss video call secara keseluruhan dapat dilihat
pada LAMPIRAN.
Gambar 4.19 diatas menunjukkan hasil pengukuran packet loss video call dengan
adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps. Besar packet loss pada kondisi
1 adalah 0% yang artinya tidak ada packet yang hilang selama proses pengiriman
61
data sehingga semua data dapat mencapai tujuan dan pada kondisi 2 diketahui
dilakukan 10 kali per masing – masing kondisi dan diambil nilai rata-ratanya. Data
mengenai hasil pengukuran throughput voice call secara keseluruhan dapat dilihat
pada LAMPIRAN.
Throughput (Kbps)
900
805.8819
800
700 660.2512
600
500
400
300
200
100
0
Tanpa Beban Beban
Gambar 4.20 diatas menunjukkan hasil pengukuran throughput video call dengan
adalah kondisi dengan background trafik 100 Mbps. Besar throughput video call
62
tanpa beban trafik adalah 805.8819 Kbps, besar throughput video call dengan
4.7 Analisa Pengaruh Pembebanan Terhadao QoS Pada Layanan Audio Call
Berdasarkan sub bab sebelumnya, telah didapat data mengenai QoS pada layanan
audio call dan video call baik pada keadaan normal maupun pada keadaan jaringan
padat. Parameter QoS yang didapat adalah delay, jitter, packet loss, dan throughput.
Kualitas dari sebuah jaringan dapat diketahui dengan cara membandingkan nilai
QoS dengan sebuah standar yang berlaku. Pada penelitian ini, nilai QoS yang
didapat akan dibandingkan dengan standar ITU-T G.1010, baik QoS pada jaringan
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat perbandingan nilai delay dengan standar ITU-T
G.1010. Nilai delay yang diperoleh pada saat voice call tanpa beban dan dengan
beban tidak melebihi standar sehingga dapat dikatakan QoS termasuk dalam
kualitas baik. Kemudian nilai delay yang diperoleh saat pengujian video call tanpa
63
beban dan dengan beban tidak melebihi standar dan dapat dikatakan pula bahwa
Berdasarkan tabel 4.2 merupakan perbandingan jitter yang terjadi saat komunikasi
voice call dan video call. Standar ITU-T G.1010 menetapkan standar untuk jitter
pada voice sebesar < 1 ms dan standar untuk jitter pada video adalah 0 ms. Nilai
jitter yang terjadi pada voice call berada dalam nilai > 1 ms sehingga untuk nilai
jitter melebihi standar yang ditetapkan. Demikian halnya dengan nilai jitter pada
video call > 0 ms sehingga melebihi dari standar yang ditetapkan. Namun kualitas
dari layanan tersebut tetap dikatakan baik karena nilai jitter tidak terlalu jauh dari
Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Packet Loss dengan Standar ITU-T G 1010
Tabel 4.3 merupakan perbandingan nilai packet loss pada voice call dan video call
dengan ITU-T G 1010. Dapat dilihat untuk standar nilai packet loss yang ditetapkan
sebesar < 3% untuk voice call dan nilai packet loss voice call yang terjadi berada
pada nilai < 3%. Sehingga kualitas layanan baik karena tidak banyak terjadi loss
pada saat sesi komunikasi voice call. Demikian halnya pada video call dimana
ditetapkan standar untuk packet loss adalah sebesar < 1% dan nilai packet loss video
64
call yang terjadi berada pada nilai < 1 %. Sehingga kualitas layanan baik karena
Tabel 4.4 merupakan perbandingan nilai throughput dengan laju bit-rate codec
yang digunakan pada saat mengakses layanan. Laju bit-rate yang ditetapkan oleh
codec G.711 adalah 64 Kbps dan besar throughput yang terjadi pada saat
mengakses layanan adalah 85 Kbps. Hal ini menunjukkan bahwa besar throughput
tergolong bagus. Pada layanan video call, besar bit-rate codec H.264 adalah 128
Kbps dan besar throughput yang terjadi pada saat mengakses layanan adalah 805
Kbps pada saat tanpa beban dan 660 Kbps pada saat dengan beban. Hal ini
Berdasarkan hasil penilitian yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa adanya
beban mempengaruhi nilai QoS layanan. Pada sisi delay dan jitter, adanya beban
menyebabkan besar nilai delay dan jitter meningkat dari saat kondisi tanpa beban.
Pada sisi packet loss, adanya beban menyebabkan munculnya nilai packet loss.
yang tersedia pada saluran transimisi menjadi semakin kecil. Kapasitas hub yang
digunakan adalah 100 Mbps (fast Ethernet), hal ini berarti background trafik yang
65
Akibatnya, jalur untuk mengirimkan data audio maupun video menjadi lebih
sempit. Hal ini akan berdampak pada waktu untuk mengirmkan paket menjadi lebih
lama (nilai delay dan jitter menjadi lebih besar). Sempitnya jalur untuk
mengirmkan paket juga akan berdampak pada kecepatan untuk mengirmkan data
menjadi tidak maksimal (nilai throughput menjadi lebih kecil). Selain itu,
kemacetan yang terjadi akan menyebabkan adanya paket yang tidak sampai ke
5.1 KESIMPULAN
Berikut ini merupakan kesimpulan dari hasil penelitian tugas akhir ini
1. Pada proses registrasi, delay registrasi protokol TCP saat jaringan tanpa beban
lebih baik dibandingkan protokol UDP (TCP = 31.4 ms dan UDP = 33.26 ms)
dan sebaliknya pada saat jaringan padat, protokol UDP memiliki delay registrasi
lebih baik daripada protokol TCP (TCP = 90.356 ms dan UDP = 85.1053 ms).
Hal ini menunjukkan bahwa protokol UDP lebih baik daripada TCP pada saat
jaringan padat.
protokol TCP dikarenakan karakteristik TCP tidak cocok dengan protokol RTP
3. Layanan yang disediakan oleh IMS Core Network dapat dieksekusi dengan baik
menggunakan protokol UDP dilihat dari nilai parameter QoS (voice call dan
video call) yang sudah dikategorikan baik menurut standar ITU-T G.1010 baik
pada saat kondisi jaringan normal maupun kondisi jaringan padat trafik
4. Pada proses pembangunan sesi, besar delay dengan protokol UDP adalah
108.2599 ms pada saat tanpa background trafik dan meningkat menjadi 220.196
5. Besar delay instant messaging pada saat jaringan normal adalah 3.368 ms dan
meningkat menjadi 11.498 ms pada saat diberi background trafik dan emulate call.
6. Besar throughput pada panggilan suara pada saat jaringan normal adalah 85.689
Kbps dan pada saat jaringan padat adalah sebesar 85.593 Kbps. Nilai throughput
ini sudah sesuai dengan standar codec G.711 yang memiliki standar bit-rate 64
trafik adalah sebesar 805.88 Kbps dan pada saat padat sebesar 660.2511 Kbps.
Nilai throughput video call sudah sesuai standar codec H.264 yang memiliki bit-
7. Besar delay panggilan suara pada saat jaringan normal adalah 19.979 ms dan
pada saat jaringan padat adalah 19.992 ms. Besar delay panggilan video pada
saat jaringan normal adalah 13.265 ms dan pada saat jaringan padat adalah 16.74
ms. Besar delay tersebut sudah memenuhi standar ITU-T G.1010 dimana besar
8. Besar jitter panggilan suara pada saat jaringan normal adalah 13.53 ms dan pada
saat jaringan padat adalah 13.81 ms. Besar jitter panggilan video pada saat
jaringan normal adalah 3.1 ms dan pada saat jaringan padat adalah 6.457 ms.
Besar jitter tersebut belum memenuhi standar ITU-T G.1010 dimana besar jitter
adalah kurang dari 1 ms. Besar nilai jitter dapat dianggap baik karena tidak
9. Besar packet loss panggilan suara pada saat jaringan normal adalah 0% dan pada
saat jaringan padat adalah 0.266%. Besar packet loss panggilan video pada saat
jaringan normal adalah 0% dan pada saat jaringan padat adalah 0.452% ms.
68
Besar packet loss tersebut sudah memenuhi standar ITU-T G.1010 dimana besar
5.2 SARAN
18. C. Perkings, “RTP: Audio and Video for the Internet”, USA. Addison
Wesley, ISBN:0-672-32249-8, 2003.