You are on page 1of 11

HUBUNGAN PENDIDIKAN, KEBIASAAN OLAHRAGA, DAN POLA

MAKAN DENGAN KUALITAS HIDUP LANSIA DI PUSKESMAS


WONOKROMO SURABAYA

CORRELATIONS OF EDUCATIONS, EXERCISE HABITS AND DIET WITH


QUALITY OF LIFE IN ELDERLY AT PUSKESMAS WONOKROMO SURABAYA

Aviana Gita Lara, Atik Choirul Hidajah


1.2Departemen Epidemiologi,

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga


Email : avianagitalara@gmail.com

Abstract:Diabetes mellitus (DM) type 2 is one of the Non Comunicable Disease (NCDs) whose
prevalence continue to increase. Riskesdas 2013 indicate an increasing in the prevalence of type 2
diabetes in the elderly, namely from the year 2007 increased by 3,7% to 4,8% in 2013. SUSENAS 2014
showed morbidity rate in the elderly in 2014 reached 25,05%. The increasing age of elderly make elderly
suffered a setback in many ways, which affects the quality of life of the elderly. Type 2 diabetes in the
elderly if not keep glucose levels either by exercise will cause complications. One of the complications of
type 2 diabetes mellitus is a microvascular complications. This study aimed to analyze the relationship
between exercise habits and symptoms of microvascular complications with quality of life of elderly
patients with type 2 DM in Puskesmas Wonokromo. This type of research is observational analytic study
with sample of elderly patients with DM 2 who was treated at the Puskesmas Wonokromo as many as
96 samples. The technique sampling was Simple Random Sampling. The data analysis used Chi Square
Test. The results showed no corrrelations between education and diet with quality of life, theres was a
corrrelations exercise habits and quality of life (p = 0.005). Expected that elderly patients with type 2
diabetes were can improve the quality of life with regular exercise.

Keywords: T2 Diabetes mellitus, Quality of life, Elderly

Abstrak :Diabetes mellitus (DM) tipe 2 merupakan salah satu Non Comunicable Diseases (NCDs) yang
prevalensinya terus meningkat. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan peningkatan angka prevalensi
DM tipe 2 pada lansia meningkat dari tahun 2007 sekitar 3,7% meningkat menjadi 4,8% pada tahun
2013. Hasil SUSENAS tahun 2014 menunjukkan angka kesakitan (morbidity rate) pada lansia tahun
2014 mencapai 25,05%. Pertambahan usia lansia membuat lansia mengalami kemunduran dalam
berbagai hal, yang berpengaruh pada kualitas hidup lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan pendidikan, kebiasaan olahraga dan pola makan dengan kualitas hidup lansia penderita
DM tipe 2 di Puskesmas Wonokromo. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan sampel
penelitian lansia penderita DM 2 yang berobat di Puskesmas Wonokromo sebanyak 96 sampel dengan
pengambilan sampel secara Simple Random Sampling. Analisis data menggunakan uji Chi Square Test.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan pendidikan dan pola makan dengan kualitas hidup,
terdapat hubungan kebiasaan olahraga dengan kualitas hidup (p = 0,005). Diharapkan lansia penderita
DM tipe 2 mampu meningkatkan kualitas hidup dengan rutin berolahraga.

Kata kunci: Diabetes Mellitus tipe 2, Kualitas hidup, Lansia

PENDAHULUAN penyakit dengan biaya penangannya


Non Comunicable Diseases yang mahal. Suatu negara tidak dapat
(NCDs) merupakan satu dari sekian mengabaikan adanya peningkatan penyakit
masalah kesehatan dan tantangan dalam seperti Diabetes Mellitus tipe 2. Bustan
pembangunan di abad 21. Masalah (2007) menyebutkan penyakit Diabetes
tersebut berdampak pada beban negara Mellitus (DM) merupakan salah satu
yang meningkat pada negara yang sedang penyakit kronis dengan prevalensi yang
berkembang. Penyakit tidak menular atau meningkat.
Non Comunicable Disease merupakan Klasifikasi DM terbagi menjadi 3
bentuk yaitu, DM tipe 1 (Insulin-dependent-

59
60 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 59–69

diabetes mellitus/IDDM), DM tipe 2 tahun 2007. Tahun 2013, DM tipe 2 masuk


(Non-Insulin-dependent diabetes mellitus/ kedalam 10 penyakit terbanyak pada
NIDDM), DM Gestational (Sutanto, 2010). lansia.
Penyakit DM tipe 2 merupakan penyakit Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
metabolik yang disebabkan oleh naiknya 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya
kadar glukosa darah akibat penurunan Peningkatan Kesejahteraan Sosial Usia
kualitas insulin pada pankreas, hormon Lanjut bahwa lansia adalah seseorang
insulin yang dihasilkan tidak berfungsi yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.
dengan baik sehingga kadar glukosa Berdasarkan hasil SUSENAS (2014),
dalam darah meningkat (Tjandra, 2014). jumlah lansia mencapai 20,24 juta jiwa,
Penegakkan diagnosis DM pada seseorang setara dengan 8,03% dari seluruh penduduk
yaitu dengan pemeriksaan kadar glukosa Indonesia tahun 2014. Pada aspek pendidikan
darah bukan dengan glukosuria (glukosa lansia pada umumnya mempunyai tingkat
dalam urin). Penegakkan diagnosis DM pendidikan yang rendah. Terdapat 21,03%
selanjutnya dianjurkan menggunakan lansia tidak bisa baca dan tulis. Lebih dari
metode pemeriksaan glukosa secara 56,86% penduduk lansia tidak mempunyai
enzimatik dengan bahan darah plasma vena ijazah pendidikan. Pada aspek kesehatan,
(Suyono, 2011). semakin bertambah usia umumnya lansia
Menurut Tjandra (2014), kriteria dari banyak mengalami keluhan kesehatan.
International Diabetes Federation (IDF), Keluhan kesehatan yang dialami lansia
American Diabetes Assciation (ADA), dalam sebulan terakhir menurut SUSENAS
dan Perkeni, seseorang terdiagnosa tahun 2014 sebanyak 37,11% pada penduduk
menderita diabetes apabila kadar glukosa pra lansia (45–59 tahun), 48,39% pada
dalam darah saat puasa diatas 126mg/ penduduk lansia (60-69tahun), sebanyak
dL dan kadar glukosa darah setelah dua 57,65% pada penduduk lansia madya
jam sesudah makan >200mg/dL. Gejala (70-79tahun), dan sebesar 64,04% pada
khas dari penyakit DM tipe 2 terdiri dari lansia tua(80-89tahun). Angka kesakitan
banyak makan (polyphagia), banyak (morbidity rate) merupakan terganggunya
kencing (poliuria), dan banyak minum kegiatan sehari-hari lansia sebagai akibat
(polidipsia). Gejala lain dari penyakit dari keluhan kesehatan yang dialami. Angka
DM tipe 2 antara lain kesemutan, luka kesakitan lansia tahun 2014 sebesar 25,05%,
sulit sembuh, rasa menyerupai flu, capek, berarti bahwa sekitar satu dari empat lansia
lemah, dan nafsu makan menurun. Kadang pernah mengalami sakit dalam satu bulan
dijumpai dengan mata kabur, kulit kering terakhir. Menurut International Diabetes
dan gatal pada kemaluan. Terdapat Federation, kasus DM tipe 2 tahun 2015 di
faktor risiko DM antara lain yaitu usia, Indonesia mencapai 10 juta kasus. Indonesia
keturunan, ras atau etnis, obesitas, badan menduduki peringkat ke-7 dalam 10 besar
kurang gerak, kehamilan, infeksi virus, negara terbanyak orang dewasa usia 20–79
stres, dan obat-obatan. Seseorang dengan tahun yang menderita DM tipe 2.
DM yang terlambat mengunjungi dokter Pengendalian kadar glukosa darah
untuk mendapatkan diagnosis dokter dan pada penderita DM tipe 2 meliputi olahraga
pengobatan rentan terhadap timbulnya teratur, pola makan, farmakologi dan kontrol
komplikasi. Pengendalian kadar glukosa kadar glukosa rutin. Penderita usia lanjut
darah meliputi olahraga teratur, pola makan, diketahui sulit mengatur pola makannya,
farmakologi dan kontrol kadar glukosa apabila terkena stroke, penderita cenderung
rutin. Menurut National Diabetes Statistic mengurangi aktivitas fisik. Pola makan bagi
Report tahun 2014 menunjukkan terdapat penderita DM tipe 2 yang benar adalah
29,1 juta penduduk Amerika menderita DM dengan menerapkan 3 hal yaitu : waktu
dengan persentase usia terbanyak pada usia makan, jenis makanan yang dikonsumsi, dan
65 tahun keatas sebesar 25,9%. Riskesdas jumlah porsi dalam setiap kali makan harus
(2013) menunjukkan angka prevalensi DM sesuai. Waktu makan adalah jarak antara jam
tipe 2 pada usia lanjut menurut diagnosis makan utama dengan jam menikmati snack.
dan gejala mengalami peningkatan dari Mengatur jenis makanan, sesuai dengan
Aviana Gita L. dan Atik Choirul H., Hubungan Pendidikan, Kebiasaan… 61

menu seimbang yaitu 50–60% karbohidrat, didefinisikan sebagai sebuah persepsi yang
15–20% protein, dan 25–30% adalah lemak. menggambarkan keadaan dirinya saat ini.
Saat mengatur jumlah makan setiap hari Persepsi merupakan pengalaman tentang
dengan porsi yang sama karena makan juga suatu objek, peristiwa, atau hubungan yang
akan memenuhi kebutuhan kalori. Pada diperoleh dengan menyimpulkan informasi
aspek olahraga, lansia tidak dianjurkan dan menafsirkannya. Persepsi tersebut
untuk olahraga secara berlebihan. Olahraga dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
pada lansia terutama penderita DM tipe 2 eksternal diri seseorang dalam berprilaku
adalah olahraga tingan namun tetatur. (Notoatmojo, 2010). Berdasarkan Toha
Menurut WHO (2004) Kualitas hidup (2003), faktor internal meliputi perasaan,
(Quality of Life) merupakan persepsi sikap dan kepribadian individu, keadaan
individu dalam hidupnya yang ditinjau dari fisik, proses belajar, keadaan fisik, gangguan
konsteks budaya, perilaku dan sistem nilai kejiwaan, nilai dan kebutuhan minat, serta
dimana mereka tinggal dan berhubungan motivasi. Sedangkan faktor eksternal
dengan standar hidup, harapan, kesenangan, meliputi latar belakang keluarga, informasi
dan penilaian individu terhadap posisi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan
mereka dalam kehidupan. Menurut WHO, sekitar, ukuran dan intensitas, hal-hal baru
pengukuran kualitas hidup mencakup yang familiar atau ketidakasingan sesuatu.
kesehatan fisik, kesehatan psikologis, Kualitas hidup lansia sendiri merupakan
tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hal yang kompleks, multidimensi, dan
hubungan dengan lingkungan mereka. holistik yang meliputi kehidupan sosial,
WHO mempunyai instrumen dalam lingkungan, dan aspek yang terkait pada
mengukur kualitas hidup seseorang, yaitu kesehatan lansia.
WHOQOL-100 dan WHOQOL-BREF. Beberapa alasan perlu dilakukan
Instrumen WHOQOL-BREF telah banyak pengukuran kualitas hidup bagi penderita
diterjemahkan kedalam berbagai bahasa DM tipe 2. Menurut Mandagi (2010),
termasuk dalam bahasa Indonesia. Instrumen menyebutkan bahwa Diabetes mellitus
WHOQOL-BREF merupakan ringkasan dari merupakan penyakit kronis yang
WHOQOL-100 yang lebih praktis terdiri mempunyai prognosis yang buruk atau tidak
dari 4 domain yaitu aspek kesehatan fisik, dapat disembuhkan, namun apabila kadar
aspek kesehatan psikologis, aspek hubungan glukosa dalam darah dapat dikendalikan
sosial, dan aspek kondisi lingkungan. maka komplikasi dapat dicegah. Kedua,
Dikemas kedalam 26 pertanyaan yang apabila kualitas hidup seseorang buruk
mewakili keempat domain tersebut, sehingga maka akan menyebabkan gangguan
menjadi ringkas dibandingakan dengan metabolisme tubuh semakin buruk baik
WHOQOL-100. Instrumen WHOQOL- secara langsung atau tidak melalui sistim
BREF tersebut mampu menjelaskan variasi hormon yang menyebabkan stes dan
dari data yang dikumpulkan sebesar 52,9%- berdampak pada timbulnya komplikasi.
61,4%. Menurut Wulandari (2004) dalam Ketiga, biaya pengobatan diabetes akan
Bestari (2015), instrumen WHOQOL- membebani suatu negara terutama negara
BREF memiliki tingkat sensitivitas 74%, yang sedang berkembang seperti Indonesia
spesifitas 96% dan akurasi 78%. WHOQOL- dimana negara tidak dapat mengabaikan
BREF merupakan alat pengukuran kualitas biaya yang dibutuhkan dalam pengobatan
hidup yang sesuai untuk digunakan dalam diabetes mellitus. Berdasarkan data Dinas
mengukur kualitas hidup seseorang yang Kesehatan Kota Surabaya Diabetes Mellitus
menderita penyakit kronis pada lansia, tipe 2 merupakan salah satu penyakit tidak
salah satunya adalah lansia dengan diabetes menular yang terbanyak di Surabaya.
mellitus tipe 2 (Salim dkk, 2010). Puskesmas Wonokromo adalah
Pertambahan usia pada seseorang salah satu puskesmas dengan kunjungan
terutama pada lansia akan membuat lansia penderita DM tipe 2 usia lansia tertinggi
mengalami kemunduran dalam berbagai dibandingkan dengan Puskesmas Jagir
hal, baik fisik dan mental yang berpengaruh dan Ngagelrejo tahun 2015 di Surabaya.
pada kualitas hidup lansia. Kualitas hidup Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
62 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 59–69

Wonokromo Surabaya sebanyak 195 orang.


Jumlah Penderita Diabetes Sampel penelitian merupakan lansia dengan
Mellitus usia 60 tahun keatas dan pengambilan
150 sampel menggunakan teknik pendekatan
128.19 115.43
100 2
Simple Random Sampling dengan
94.423
metode pengambilan menggunakan lotre
50 technique. Besar sampel yang digunakan
0 pada penelitian ini sebanyak 96 orang.
2013 2014 2015 Variabel dependent dalam penelitian ini
adalah kualitas hidup lansia, sedangkan
Sumber data : Laporan PTM Puskesmas Kota variabel independent penelitian ini adalah
Surabaya Tahun 2013-2015 pendidikan, kebiasaan olahraga, dan pola
makan.
Gambar 1. Jumlah Penderita Diabetes Teknik pengumpulan data menggunakan
Mellitus Dinas Kesehatan metode wawancara dan studi dokumentasi.
Kota Surabaya Tahun 2013- Wawancara langsung menggunakan 2 jenis
2014 kuesioner yaitu kuesioner responden untuk
mengetahui karakteristik, pendidikan,
kebiasaan olahraga, dan pola makan
hubungan antara pendidikan, kebiasaan responden serta kuesioner baku WHOQOL-
olahraga, dan pola makan dengan kualitas BREF yang telah disederhanakan bahasa
hidup pada lansia penderita DM tipe untuk mengetahui kualitas hidup lansia.
2. Tujuan khusus penelitian ini adalah Wawancara dilakukan dengan mendatangi
mengidentifikasi karakteristik lansia rumah responden. Sedangkan studi
penderita DM tipe 2 (usia, jenis kelamin, dokumentasi pada data Dinas Kesehatan
pendidikan, lama menderita DM tipe 2, Kota Surabaya dan Laporan Bulanan
kebiasaan olahraga, pola makan, waktu Puskesmas Wonokromo, hal ini dilakukan
tidur, penggunaan farmakologi, gejala untuk mengetahui data sekunder dari
komplikasi mikrovaskuler, dukungan jumlah penderita DM tipe 2 di Puskesmas
keluarga, kualitas hidup lansia penderita DM Wonokromo. Data yang diperoleh akan
tipe 2) di Puskesmas Wonokromo Surabaya. dilakukan proses editing selanjutnya diolah
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan dan dianalisis. Data hasil analisis deskriptif
oleh pemegang program khususnya DM akan disajikan pada bentuk tabel distribusi
tipe 2 sebagai bahan pertimbangan dan dan diinterpretasikan dalam bentuk narasi.
masukan mengenai masalah pada penderita Analisis analitik menggunakan uji statistik
DM tipe 2 khusunya lansia sehingga dapat Chi-Square.
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
lansia yang akan berhubungan dengan HASIL PENELITIAN
meningkatnya kualitas hidup lansia di
Puskesmas Wonokromo Surabaya. Karakteristik responden penelitian ini
meliputi usia, jenis kelamin, lama menderita
DM tipe 2, waktu tidur, gejala komplikasi
METODE mikrovaskuler, penggunaan farmakologi,
Penelitian ini merupakan penelitian dukungan keluarga, dan kualitas hidup
observasional analitik dengan menggunakan lansia. Karakteristik usia responden yang ada
desain cross sectional study. Lokasi di Puskesmas Wonokromo Surabaya terbagi
penelitian dilakukan di wilayah kerja dalam lima interval kelopok usia yaitu 60–
Puskesmas Wonokromo Jalan Karang 64 tahun, 65–69 tahun, 70–74 tahun, 75–79
Rejo VI/4 Surabaya selama kurun 6 bulan tahun , dan ≥80 tahun. Terbanyak responden
yaitu bulan Januari-Juni 2016. Populasi pada kelompok usia 60–64 tahun dan 65–
dalam penelitian ini adalah lansia penderita 69 tahun sedangkan yang terendah adalah
DM tipe 2 yang berobat pada periode kelompok usia ≥ 80 tahun. Pada penelitian
bulan Januari-Maret 2015 di Puskesmas ini kelompok usia akan dikategorikan
Aviana Gita L. dan Atik Choirul H., Hubungan Pendidikan, Kebiasaan… 63

menjadi dua yaitu pada kelompok usia Tabel 1. Karakteristik Responden


60-69 tahun dan >70 tahun. Menurut jenis
Karakteristik
kelamin responden, lansia penderita DM n %
Responden
tipe 2 berjenis kelamin perempuan lebih Usia
banyak dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 60-64 tahun 28 29,2
sebesar 71,9% sebanyak 69 orang. 65-69 tahun 28 29,2
Berdasarkan lama menderita DM tipe 70-74 tahun 26 27,1
2, sebagian besar lansia menderita DM tipe 75-79 tahun 9 9,4
2 selama ≤ 10 tahun yaitu sebesar 58,3% ≥80 tahun 5 5,2
dengan rerata menderita selama 9 tahun. Jenis Kelamin
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik Laki-laki 27 28,1
menurut waktu tidur lansia penderita DM Perempuan 69 71,8
tipe 2 lebih banyak memiliki waktu tidur Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah 12 12,5
yang buruk (< 7jam atau > 8jam) sebesar
SD 28 29,2
77,1% dibandingkan dengan lansia yang
SMP 28 29,2
memiliki waktu tidur baik (7–8 jam) hanya SMA 20 20,8
sebesar 22,9% setiap malam. Perguruan Tinggi 8 8,3
Berikut ini merupakan tabel ringkasan Lama Menderita DM tipe 2
distribusi karakteristik responden lansia > 10 tahun 40 41,7
penderita DM tipe 2 di Puskesmas ≤ 10 tahun 56 58,3
Wonokromo. Kebiasaan Olahraga
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Tidak Teratur 36 37,5
lansia penderita DM tipe 2 yang mengalami Teratur 60 62,5
gejala komplikasi lebih besar yaitu 71,9% Pola makan
sedangkan yang tidak mengalami gejala Tidak Patuh 46 47,9
komplikasi hanya sebesar 28,1 atau 27 Patuh 50 52,1
orang. Gejala komplikasi mikrovaskuler Waktu Tidur
Buruk (<7 jam atau >8jam) 74 77,1
diantaranya adalah Neuropati, Retinopati,
Baik (7-8jam) 22 22,9
dan Neuropati.
Gejala Komplikasi
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Mikrovaskuler
lansia penderita DM tipe 2 yang mengalami Mengalami 69 71,9
gejala komplikasi lebih besar yaitu 71,9% Tidak Mengalami 27 28,1
sedangkan yang tidak mengalami gejala Dukungan Keluarga
komplikasi hanya sebesar 28,1 atau 27 Kurang (total skor < 3) 60 62,5
orang. Gejala komplikasi mikrovaskuler Baik (total skor ≥ 3) 36 37,5
diantaranya adalah Neuropati, Retinopati, Penggunaan Farmakologi
dan Neuropati. Gejala komplikasi Tidak teratur 70 72,9
mikrovaskuler terbanyak yaitu responden Teratur 26 27,1
banyak mengeluhkan gejala komplikasi Kualitas Hidup
neurpati dengan keluhan badan sakit Buruk (<75% skor maksimal) 47 49,0
Baik (≥75% skor maksimal) 49 51,0
semua atau badan cekot-cekot. Hal ini
berdampak pada waktu tidur responden, Sumber: Lara (2016)
berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian besar lansia mengalami gejala
mikrovaskuler dan sebagian besar memiliki yaitu sebesar 72,9% dalam mengkonsumsi
waktu tidur yang buruk. Hasil penelitian obat dibandingkan dengan yang tidak
diketahui bahwa lansia penderita DM tipe 2 teratur yaitu sebesar 27,9%. Berdasarkan
sebagian besar kurang mendapat dukungan hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia
keluarga yaitu sebesar 62,5% dibandingkan penderita DM tipe 2 lebih besar memiliki
dengan lansia penderita DM tipe 2 yang kualitas hidup buruk sesebas 51,0%
mendapatkan dukungan keluarga yang baik. sedangkan yang memiliki kualitas hidup
Dalam penggunaan farmakologi, lansia baik sebesar 49,0%.
penderita DM tipe 2 lebih banyak teratur
64 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 59–69

Pendidikan merupakan tingkatan Tabel 2. Distribusi Jenis Aktivitas,


pendidikan formal yang diterima dalam Intensitas, dan Durasi Olahraga
bangku sekolah. Tingkatan pendidikan Responden
dalam penelitian ini adalah Tidak Sekolah,
Jenis Aktivitas, Intensitas,
SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. dan Durasi Olahraga
n %
Seseorang yang mempunyai kategori Jenis Aktivitas
pendidikan rendah adalah seseorang yang Senam 48 50,0
termasuk Tidak sekolah, SD, dan SMP. Jalan Kaki 23 23,9
Sedangkan seseorang yang masuk dalam Senam dan Jalan Kaki 24 25,0
kelopok kategori pendidikan tinggi adalah Senam dan Bersepeda 1 1,0
yang termasuk SMA dan Perguruan Tinggi. Intensitas Olahraga
Menurut tingkat pendidikan, sebagian besar 1-2 kali dalam Seminggu 6 6,3
lansia penderita DM tipe 2 memiliki tingkat Kadang-kadang 28 29,2
pendidikan rendah (Tidak sekolah, SD, dan 3-5 kali dalam Seminggu 50 52,3
SMP) yaitu sebesar 70,8% sedangkan lansia Setiap hari 12 12,5
pendetira DM tipe 2 yang memiliki tingkat Durasi Olahraga
pendidikan tinggi (SMA dan Perguruan < 30 menit 17 17,7
Tinggi) hanya sebesar 29,2%. >30 menit 7 7,3
Berdasarkan Tabel 1 diketahui dari ± 30 menit 72 75,0
96 responden, jumlah lansia dengan
pendidikan SD dan SMP yang terbanyak
yaitu 29,17% serta diketahui hanya sekitar Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan
8,33% lansia yang menempuh jenjang bahwa jenis olahraga yang terbanyak
pendidikan Perguruan Tinggi. Hasil dilakukan oleh lansia penderita DM tipe
dari uji statistik penelitian pada Tabel 2 2 di Puskesmas Wonokromo Surabaya
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan adalah adalah senam. Hal ini dikarenakan
antara pendidikan dengan kualitas hidup hampir semua responden dalam penelitian
lansia penderita DM tipe 2. Tidak terdapat ini adalah anggota dari senam lansia yang
hubungan variabel pendidikan pada lansia dilakukan pada setiap Rukun Warga (RW)
penderita DM tipe 2 dibuktikan dengan di Kelurahan Wonokromo. Kelurahan
hasil nilai p-value sebesar 0,986 (p<0,05). Wonokromo memiliki delapan rukun warga
Hal ini berarti bahwa pendidikan tidak (RW) yang aktif dalam menggerakkan
berhubungan dengan kualitas hidup lansia masyarakat terutama pada kelompok
penderita DM tipe 2. Lansia penderita DM lansia sehingga lansia menjadi sehat dan
tipe 2 yang memiliki pendidikan rendah mempunyai kondisi yang baik.
tidak mempunyai resiko 0,9 kali memiliki Berikut adalah distribusi jenis aktivitas,
kualitas hidup yang buruk. intensitas, durasi olahraga responden
Kebiasaan olahraga adalah aktivitas di Puskesmas Wonokromo Surabaya :
fisik yang dilakukan oleh penderita DM tipe Menunjukkan bahwa intensitas olahraga
2 secara berulang-ulang untuk meningkatkan responden terbanyak adalah 3–5 kali dalam
kesegaran jasmani dengan keteraturan 3–5 seminggu.
kali dalam seminggu atau setiap hari kurang Tabel 4 menunjukkan hasil uji statistik
lebih selama 30 menit. Lansia penderita DM bahwa kebiasaan olahraga berhubungan
tipe 2 yang mempunyai kebiasaan olahraga dengan kualitas hidup lansia penderita
teratur adalah lansia yang berolahraga 3–5 DM tipe 2. Hubungan variabel kebiasaan
kali dalam seminggu atau setiap hari tidak olahraga pada lansia DM tipe 2 dibuktikan
kurang dan lebih selama 30 menit. berdasarkan dengan nilai p-value sebesar
Diketahui bahwa lansia penderita 0,005 (p < 0,05). Hal ini berarti bahwa
DM tipe 2 lebih besar memiliki kebiasaan kebiasaan olahraga berhubungan dengan
olahraga yang teratur sebesar 62,5% kualitas hidup lansia penderita DM tipe
sedangkan yang tidak teratur sebesar 2. Lansia penderita DM tipe 2 yang tidak
37,5%. Diketahui jenis olahraga yang teratur dalam olahraga mempunyai resiko
sering dilakukan oleh para lansia antara lain, 0,2 kali memiliki kualitas hidup yang
senam, jalan kaki, bersepeda santai. buruk.
Aviana Gita L. dan Atik Choirul H., Hubungan Pendidikan, Kebiasaan… 65

Pola makan pada lansia penderita dan Jadwal). Lansia yang tidak patuh dalam
DM tipe 2 adalah pola makan dengan pola makan adalah lansia mengkonsumsi
menerapkan pembatasan 3J (Jumlah, Jenis, yang melebihi pola yang dianjurkan dan
dan Jadwal). Pola makan jumlah nasi dalam tidak peduli dengan jenis makanan yang
setiap satu kali makan tidak boleh >10 dipantang serta tidak memperhatikan waktu
sendok makan. Terdapat jenis makanan makan.
yang harus dibatasi seperti roti manis, Hasil uji statistik pada Tabel 5
sayur bersantan. Serta makanan yang harus menunjukkan bahwa tidak terdapat
dipantang antara lain mangga, duku dan hubungan antara pola makan dengan kualitas
makanan yang menggandung gula. Serta hidup lansia penderita DM tipe 2. Hubungan
jadwal makan yaitu rentang waktu saat variabel pola makan dibuktikan berdasarkan
makan utama dengan waktu ngemil. uji statistik dengan nilai p-value sebesar
Diantara 96 responden menurut pola 0,303 (p>0,05). Hal ini berarti bahwa
makan, menunjukkan hasil bahwa lansia pola makan tidak berhubungan dengan
penderita DM tipe 2 yang patuh dalam kualitas hidup lansia penderita DM tipe
pola makan lebih banyak yaitu 52,1% 2. Lansia penderita DM tipe 2 yang tidak
atau sebanyak 50 orang sedangkan yang patuh dalam pola makan tidak mempunyai
tidak patuh pola makan sebesar 47,9% resiko memiliki kualitas hidup yang
atau sebanyak 46 orang. Responden yang buruk sehingga menghambat lansia dalam
dinyatakan patuh adalah lansia yang melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
menerapkan pola makan 3J (Jumlah, Jenis, Hal tersebut, baik lansia yang tidak patuh

Tabel 3. Hubungan antara Pendidikan Dengan Kualitas Hidup Lansia Penderita DM tipe 2 di
Puskesmas Wonokromo Surabaya
Kualitas Hidup
Total
Pendidikan Buruk Baik
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Rendah 33 48,5 35 51,5 69 100
Tinggi 14 50,0 14 50,0 28 100
p=0,896 OR=0,9 CI= 0,391-0,274

Tabel 4. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga Dengan Kualitas Hidup Lansia Penderita DM
tipe 2 di Puskesmas Wonokromo Surabaya
Kualitas Hidup
Total
Olahraga Buruk Baik
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Tidak Teratur 11 30,6 25 69,4 36 100
Teratur 36 60,0 24 40,0 60 100
p=0,005 OR=0,2 CI= 0,122-0,705

Tabel 5. Hubungan antara Pola Makan Dengan Kualitas Hidup Lansia Penderita DM tipe 2 di
Puskesmas Wonokromo Surabaya
Kualitas Hidup Total
Pola Makan Buruk Baik
Jumlah % n % n %
Tidak Patuh 20 43,5 40 58,0 69 100
Patuh 27 54,0 9 33,7 27 100
p=0,303 OR=0,6 CI=0,293-1,467
66 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 59–69

pola makan yang tidak melakukan pola tidur menunjukkan lansia penderita DM
makan pembatasan 3J (Jumlah, Jenis, dan tipe 2 lebih banyak memiliki waktu tidur
Jadwal) dalam kehidupan sehari-hari. yang buruk dibandingkan dengan memiliki
waktu tidur yang baik. Penelitian ini rerata
waktu tidur responden selama 5 jam, hal ini
PEMBAHASAN
sesuai dengan penelitian Luyter dan Dunbar-
Karakteristik responden berdasarkan Jacob (2011), yang menyebutkan lebih dari
hasil penelitian menurut usia sebagian setengah jumlah pasien DM tipe 2 memiliki
besar lansia penderita DM tipe 2 sebagian waktu tidur yang buruk yang disebabkan
besar pada kelompok usia 60–69 tahun. oleh nyeri akibat neuropati.
Hal ini sejalan dengan Kurniawan (2010), Hasil penelitian menunjukkan
yang menyebutkan bahwa 50% lansia bahwa responden yang mengalami gejala
berusia 65 tahun dan sesuai dengan data komplikasi mikrovaskuler lebih besar
jumlah penderita DM tipe 2 di Puskesmas dibandingkan responden yang tidak
Wonokromo tahun 2015 dimana jumlah mengalami gejala komplikasi mikrovaskuler
lansia terbanyak adalah pada usia 60-69 dengan terbanyak mengeluhkan adanya
tahun. Menurut jenis kelamin, responden keluhan gejala mikrovaskuler neuropati. Hal
lebih banyak pada jenis kelamin perempuan. ini berbeda dengan hasil penelitian Prazeres
Hal ini sesuai dengan Prazeres dan dan Figueiredo (2014), bahwa penderita DM
Figueiredo (2014), yang menunjukkan tipe 2 lebih banyak tidak mengalami gejala
perempuan lebih banyak daripada laki- komplikasi namun komplikasi mikrovaskuler
laki. Hasil penelitian ini tidak sesuai lebih besar dibandingkan dengan komplikasi
dengan data jumlah penderita DM tipe 2 di mikrovaskuler. Penelitian ini menunjukkan
Puskesmas Wonokromo tahun 2015 yang bahwa responden lebih besar mengalami
menyebutkan lansia perempuan dengan gejala komplikasi terbanyak adalah
kelompok usia yang sama yaitu (60- neuropati dengan menunjukkan gejala yaitu
69tahun) dan (>70 tahun) lebih banyak pada badan cekot-cekot.
laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Menurut hasil penelitian, responden
Berdasarkan Tjokroprawiro (2004), pada yang memiliki dukungan keluarga kurang
penderita pnyakit kronis angka insidens lebih besar dibandingkan yang memiliki
antara laki-laki meskipun demikian, dukungan keluarga yang baik. Penelitian ini
berdasarkan Tjokroprawiro (2004), pada berbeda dengan Mandagi (2010) dan Yusra
penderita penyakit kronis seperti diabetes (2010), yang menyebutkan rerata responden
mellitus tipe 2 angka insidens antara laki- lebih besar yang mendapat dukungan
laki dan perempuan masa lansia kurang keluarga baik. Diketahui bahwa responden
lebih sama dalam penelitian ini, rerata telah menderita
Karakteristik menurut lama menderita DM tipe 2 selama 6 tahun sehingga
DM tipe 2 terbanyak adalah pada kelompok responden cukup mengerti dan mandiri
≤10 tahun dengan rerata menderita selama dalam menjaga kondisinya. Fisher (2005)
9 tahun dan terbanyak menderita selama dalam Yusra (2010) menyebutkan bahwa
6 tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian responden yang baru menderita DM tipe 2
Yusra (2010), yang menyebutkan bahwa hanya selama 4 bulan telah menunjukkan
lama menderita DM tipe 2 terbanyak adalah efikasi diri yang baik terhadap dirinya.
pada rentang 5–7 tahun, disebabkan oleh Dukungan keluarga menurut Sarafino (2004)
penelitian menggunakan responden dengan dan Hensarling (2009) dalam Yusra (2010),
karakteristik usia yang sama. Seseorang yang menyebutkan bahwa dukungan keluarga
menderita DM tipe 2 ≥11 tahun memiliki memiliki 4 dimensi yaitu dimensi emosional,
efikasi diri yang baik daripada seseorang dimensi penghargaan, dimensi instrumental,
yang < 10 tahun. Hal ini disebabkan oleh dan dimensi informasi. Keluarga berperan
penderita telah perpengalaman dan mandiri dalam mendorong penderita DM tipe 2 untuk
dalam pengelola kondisi penyakitnya. menjaga kondisinya dengan memberikan
Berdasarkan hasil penelitian di atas, dukungan baik berupa informasi, langsung
karakteristik responden menurut waktu menemani penderita dalam beraktivitas,
Aviana Gita L. dan Atik Choirul H., Hubungan Pendidikan, Kebiasaan… 67

dan mendudung dengan memberikan biaya setiap pembaharuan informasi serta


pengobatan DM tipe 2. pengaplikasikan sebuah informasi yang
Responden yang menggunakan baru. Pendidikan seseorang merupakan
farmakologi secara teratur lebih banyak faktor yang berpengaruh pada seseorang
dibandingkan dengan yang tidak teratur. penderita DM tipe 2 untuk dapat mengatur
Hal ini sejalan dengan penelitian Annisa dan memahami dirinya dalam mengobati
(2008), yang menunjukkan penggunaan diabetes mellitus yang dialami.
farmakologi yang teratur lebih besar Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dibandingkan yang tidak teratur. Empat responden yang berolahraga secara teratur
pilar pengendalian DM tipe 2 salah satunya lebih besar dibandingkan dengan responden
adalah penggunaan farmakologi, hal ini yang tidak teratur dalam berolahraga.
dilakukan apabila pengelolaan diabetes Diketahui bahwa responden terbanyak
mellitus non farmakologi (pola makan melakukan olahraga senam. Sebagian besar
dan olahraga) belum tercapai, (Waspadji, responden dalam penelitian ini merupakan
2011). Hasil penelitian menunjukkan anggota dari program senam lansia yang
bahwa responden yang memiliki kualitas rutin dilakukan di setiap RW di Kelurahan
hidup buruk lebih besar dibandingkan Wonokromo sehingga jadwal untuk
dengan yang memiliki kualitas hidup berolahrga sudah teratur. Hasil penelitian
baik. Hal ini berbeda dengan Mandagi pada Tabel 3 menunjukkan bahwa terdapat
(2010) dimana responden lebih banyak hubungan antara kebiasaan olahraga dengan
memiliki kualitas hidup yang baik. Hal ini kualitas hidup lansia penderita DM tipe
disebabkan oleh penggunaan instrumen 2. Hal ini berarti bahwa faktor kebiasaan
untuk menghitung. Pada penelitian Mandagi olahraga merupakan faktor risiko dari baik
(2010) menggunakan SF-36 sedangkan buruknya kualitas hidup lansia penderita
pada penelitian menggunakan WHOQOL- DM tipe 2. Penelitian ini sejalan dengan
BREF. Keduanya merupakan instrumen dari penelitian Mandagi (2010), yaitu penderita
WHO. DM tipe 2 harus tetap sehat, sehingga
Karakteristik responden menururt aktivitas sehari-hari akan lancar. Olahraga
tingkat pendidikan labih besar responden pada lansia penderita DM tipe 2 bermanfaat
memiliki pendidikan rendah. Sejalan untuk menjaga kadar glukosa tetap normal,
dengan penelitian Martinez, et al (2008), mencegah kegemukan dan mengatasi
bahwa lansia dengan DM tipe 2 menempuh melekatnya lipid pada dinding pembuluh
pendidikan terbanyak hanya tingkat dasar. darah. Olahraga pada lansia harus sesuai
Berdasarkan SUSENAS (2014), lansia di anjuran agar tidak menimbulkan risiko
Indonesia pada umumnya hanya memiliki akibat berlebihan olahraga (Kurniawan,
pendidikan rendah dan rata-rata lansia 2010).
putus sekolah dikelas 5 SD. Hasil penelitian Olahraga pada lansia penderita
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan DM tipe 2 adalah olahraga yang bersifat
antara pendidikan dengan kualitas hidup isotonis yang kontraksi ototnya konstans
lansia penderita DM tipe 2. Sejalan dengan atau bersifat aerobik dimana aktivitas
penelitian yang dilakukan oleh Mandagi olahraganya ringan dan berulang seperti
(2010), yang dilakukan di Surabaya yang jalan kaki atau jogging. Olahraga pada
menujukkan tidak ada hubungan pendidikan lansia tdak perlu dilakukan berjam-jam dan
dengan kualitas hidup lansia penderita DM berat yang menyebabkan Hipoglikemia
tipe 2. Berbeda dengan penelitian Martinez, (Kurniawan, 2010). Karakteristik responden
et al, (2008), yang dilakukan di Mexico, menurut pola makan, menunjukkan bahwa
hasil menunjukkan bahwa pendidikan lansia dengan pola makan yang patuh
merupakan faktor prediktor dari kualitas lebih banyak dibandingkan dengan yang
hidup seseorang, semakin tinggi jenjang tidak patuh dalam menjaga pola makan.
pendidikan seseorang maka semakin Hasil tersebut berbeda dengan Mandagi
taat seseorang dengan DM tipe 2 dalam (2010), yang menyebutkan sebagian
melakukan pengobatan diabetes. besar responden tidak patuh pola makan.
Pendidikan seseorang menentukan Penelitian ini sejalan dengan penelitian
kemudahan seseorang dalam mengelola
68 Jurnal Promkes, Vol. 4, No. 1 Juli 2016: 59–69

Papazafiropoulou, et al. (2015), yang dan kualitas hidup lansia dengan aktif
menyebutkan responden lebih banyak tidak memberikan kegiatan promotif dan preventif
menjaga pola makan dikarenakan penderita baik dalam penyuluhan ataupun mengikuti
menjadi terbatas dalam mengkonsumsi jenis kegiatan Posyandu Lansia. Masyarakat,
makanan tertentu. Hasil dari penelitian ini khususnya masyarakat lansia penderita DM
diketahui bahwa responden telah mengerti tipe 2 lebih aktif mengikuti senam lansia
jenis makanan yang dipantang untuk secara teratur dan melakukan olahraga
dikonsumsi. Tabel. 5 menunjukkan bahwa ringan untuk menjaga kadar glukosa dan
tidak terdapat hubungan antara pola makan berat badan serta menerapkan pola pola
dengan kualitas hidup lansia. Hal ini makan kalori secara teratur dengan selalu
berbeda dengan penelitian yang dilakukan memperhatikan jenis makanan yang
oleh Papazafiropoulou, et al. (2015), yang dikonsumsi. Mendatangi layanan kesehatan
dilakukan di Yunani menunjukkan bahwa kesehatan untuk mendapatkan informasi
terdapat hubungan antara pola makan mengenai kondisi kesehatannya terutama
dengan kualitas hidup lansia. Hal tersebut pada kadar glukosa dalam darah.
disebabkan karena DM tipe 2 membuat
lansia penderita tidak bebas dalam
DAFTAR PUSTAKA
menikmati makanan sehingga kualitas hidup
akan menjadi terganggu. Pola makan bagi Annisa, N.S, 2008. Faktor yang Berhubungan
penderita DM tipe 2 harus memperhatikan dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes
makanan Makanan serta waktu makan Mellitus. Skripsi. Universitas Airlangga
antara makan utama dengan snack. Pola Bestari, A.W. 2015. Faktor yang Berhubungan
makan bagi penderita DM tipe 2, bertujuan dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit
untuk menjaga kadar glukosa dalam darah Ginjal Kronis (PGK) Hemodialisi
agar tetap normal disertai dengan olahraga Berdasarkan WHOQOL-BREF. Skripsi.
yang teratur. Diketahui bahwa dalam Universitas Airlangga
penelitian ini tidak terdapat hubungan antara BPS, 2014. Statistik Usia Lanjut (Hasil
pola makan dengan kualitas hidup lansia, SUSENAS 2014). Jakarta. BPS
dimana sebagian besar responden dalam Bustan, M.N. 2007. Epidemiologi Penyakit
penelitian ini lebih besar yang memiliki Tidak Menular. Jakarta: Rineke Cipta
pola makan yang patuh dibandingkan yang Departemen Kesehatan Kota Surabaya.
tidak patuh serta diketahui bahwa sebagian 2015. Laporan PTM Puskesmas Kota
responden telah mengetahui jenis makanan Surabaya Tahun 2013-2015. Depkes
yang harus dibatasi dan jenis makanan yang Kota Surabaya
harus dipantang. Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Badan Litbangkes. Jakarta: Depkes RI
SIMPULAN
Kurniawan, I. 2010. Diabetes Mellitus Tipe
Simpulan dari penelitian ini adalah 2 pada Usia Lanjut. Majalah Kedokteran
faktor pendidikan tidak berhubungan Indonesia. Volum 60(12)
dengan kualitas hidup lansia penderita DM Lara, A.G. 2016. Faktor yang Berhubungan
tipe 2, sedangkan faktor kebiasaan olahraga dengan Kualitas Hidup Lansia Penderita
berhubungan dengan kualitas hidup lansia DM tipe 2 (Studi di Puskesmas Wonokromo
penderita DM tipe 2, dan faktor pola makan Surabaya). Skripsi. Surabaya: Universitas
tidak berhubungan dengan kualitas hidup Ailangga
lansia penderita DM tipe 2 di Puskesmas Luyster, F.S., Dunbar, J.J. 2011. Sleep quality
Wonokromo Surabaya. and quality of life in adults with type 2
diabetes. (e-journal) Diabetes Educ. 2011
: 37(3): 347–355
SARAN
Mandagi, A.M., 2010. Faktor yang
Instansi terkait perlu meningkatkan Berhubungan dengan Status Kualitas
program untuk lansia penderita DM tipe Hidup Penderita Diabetes Mellitus (Studi
2 untuk lebih meningkatan kesejahteraan Puskesmas Pakis Kecamatan sawahan
Aviana Gita L. dan Atik Choirul H., Hubungan Pendidikan, Kebiasaan… 69

Kota Surabaya). Skripsi. Surabaya: Universa Medicina, 26(1): pp.27-38.


Universitas Airlangga Tersedia di: http://www.univmed.org/
Martinez, Y.V., Prado-Aguilar, Carlos., ejurnal/index.php/medicina/article/
Rascon-Pacheco, Ramon., Valdivia- download/293/246 [diakses tanggal 30
Martinez, Jose J. 2008. Quality of life Juni 2016]
associated with treatment adherence in Sutanto. 2010. Cekal (Cegah dan Tangka)
patients with type 2 diabetes: a cross Penyakit Modern. Yogyakarta: Penerbit
sectional study. (articel research) BMC Andi.
Health Service Research 8:164. Suyono, S. 2011. Patofisiologi Diabetes
Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Melitus. Dalam Penatalaksanaan
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Diabetes Melitus Terpadu. Edisi Kedua.
Papazafiropoulou, K., Bakomitrou, Florentia., Jakarta : Balai Pernebit FKUI.
Trikallinou, Aikaterini., Ganotopoulou, Tjandra, H. 2014. Stategi Mengalahkan
Asimina., Verras, Chris., Christofilidis, Komplikasi Diabetes dari Kepala Sampai
George., Bousboulas, Stavros., and Kaki. 1st ed. Jakarta: PT. Gramedia
Melidonis, Andreas. 2015. Diabetes- Pustaka Utama.
dependent quality of life (ADDQOL) an Tjokroprawiro, A. 2007. Hidup Sehat dan
affecting factor in patients with diabetes Bahagia Bersama Diabetes. 10th ed.
mellitus type 2 in Greece. (research Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
article). BMC Research Note 8:786. Toha, M. 2003. Kepemimpinan Dalam
Pemerintah RI. 2004. Peraturan Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 Persada.
tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Waspadji, S. 2011. Diabetes Melitus:
Kesejahteraan Sosial Usia Lanjut. Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya
Jakarta. yang Rasional Dalam Penatalaksanaan
Prazeres, F., Figuiredo. 2014. Measuring Diabetes Melitus Terpadu. Edisi Kedua.
quality of life of old type 2 diabetic Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
patients in primary care in Portugal:a WHO. 2004. Programme on Mental Health
cross-sectional study. (research article). WHOQOL Measuring Quality of Life.
Journal of Diabetes & Metabolic Division of mental Health and Prevention
Disorders 13:68 of Subtance Abuse.
Puskesmas Wonokromo. 2015. Profil Yusra, A. 2010. Hubungan antara Dukungan
Puskesmas Wonokromo Tahun 2015. Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien
Surabaya: Puskesmas Wonokromo. Diabetes Mellitus tipe 2 di Poliklinik
Salim, O., Sudharma, N., Kusumaratna, Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
R., dan Hidayat, A. 2007. Validitas dan Pusat Fatmawati Jakarta. Tesis. Depok.
reliabilitas World Health Organization.

You might also like