You are on page 1of 9

Table of Contents

No. Title Page


1 The Influence of Bacteriocin as a Preservation of Beef to Extend Storage at 4°C- 83 - 86
2 Influence Of Infusa Mangosteen Peel (Gracinia mangostana L) For Blood Glucose 87 - 92
Levels of Hyperglycemic Rats
3 The Potential of Red Roses Extract (Rosa damascena Mill) as An Antiseptic 93 - 96
Stomatitis In Snakes (Python reticulatus) on The Total Number Leukocyte and
Defferential Counting of Leukocytes
4 The Effect of Green Bitter Melon Fruit Flesh (Momordica charantia L.) Extract on 97 - 102
Mice (Mus musculus) Estrous Cycle which Superovulated with PMSG and HCG
5 The Antibiotica Susceptibility of Escherichia coli Isolated from Etawa Goat Milk 103 - 106
6 Reproductive’s Efficiency of Madura Cattle Artificial Insemination Result at 107 - 110
Sumenep Regency in 2012
7 Digestibility Value of Proteinin Formula Feed for The Cats (Felis silvestris catus) 111 - 114
8 Effect of Sambiloto (Andrographis paniculata) Extract Based on Histopathological 115 - 120
Changes of Gouramy (Osphronemus gouramy) Villi Intestine Infected Aeromonas
hydrophila
9 Comparison of Hemocytometer Thoma And Spectrophotometer Method on Sperm 121 - 126
Concentration Examination of Merino Sheep Semen
10 Profil Protein Hemaglutinin (Ha) Berdasarkan Berat Molekul Virus Avian Influenza 127 - 132
Isolat Lokal
11 The Effect of Borax to Duodenal Histopathological Changes in Rats (Rattus 133 - 138
norvegicus)
12 Giving Probiotics to Increase Milk Production and Milk Proteins of Dairy Cattle in 139 - 144
Gresik Randu Padangan Village
13 Differential Time of Artificial Insemination on The Presentage Regnancy of Fat 145 - 150
Tailed Sheep
14 Pengaruh Vaksinasi Dengue Multivalen terhadap Ekspresi Toll-Like Receptor dan 151 - 156
Sel T Cd4+ Pada Kelinci ( White New Zealand )
15 Quality Test of Frozen Semen of Etawa Goat-Breed’s in Three Different Kinds 157 - 160
of Extender With Water Incubator Examination
Vol. 6 - No. 2 / 2013-07
TOC : 11, and page : 133 - 138

The Effect of Borax to Duodenal Histopathological Changes in Rats (Rattus norvegicus)

Pengaruh Boraks terhadap Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Author :
Purnama, M.T.E | .
PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Widjaja, N.M.R | .
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Plumeriastuti, Hany | .
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Abstract

The purpose of this study was to evaluate the histopathological changes in duodenum of wistar rats after giving borax
using different subchronic toxicity doses. The research has been done on April, 2 2012-May, 29th 2012 at Department of
Veterinary Pathology , Faculty of Veterinary Medicine, University of Airlangga. Twenty male rats (Rattus norvegicus strain
Wistar) aged 45 days with BW 100 g were used.These animals were divided into four groups (P0, P1, P2, and P3). P0
were treated with sterile aquadest0,5 ml/rats/day, P1 were treated with borax 19 mg/rats/day, P2 were treated with borax
26 mg/rats/day,and P3 were treated with borax 37 mg/rats/day. This research has been conducted for 14 days to
determine the toxic effects of borax on the duodenum. The data were compared using Kruskal-Wallis testand
Mann-Whitney test. Statistical comparisons were performed using SPSS v20.0 for windows. The result showed that borax
significantly caused cloudy swelling, congestion, necrosis and erosion of the villi on duodenal histopathology (p<0,05).

Keyword : Disodium, tetraborate, decahydrate, Duodenal, histopathology, Borax,

Daftar Pustaka :
1. Dieter, M.P., (1994). Toxicity and carcinogenicity studies of boric acid in male and female B6C3F1 mice.. . : Environ.
Health Persp. 102(Suppl 7):93-97.
2. Sugiyatmi, S. , (2006). nalisis Faktor-Faktor Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks dan Pewarna pada Makanan
Jajanan Tradisional yang Dijual Di Pasar-Pasar Kota Semarang Tahun 2006 . Semarang : [Tesis]. Program Pasca
Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. 3-21.

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)


Veterinaria Vol 6, No. 2, Juli 2013

Pengaruh Boraks terhadap Gambaran Histopatologi Duodenum Tikus Putih (Rattus norvegicus)

The Effect of Borax to Duodenal Histopathological Changes in Rats (Rattus norvegicus)


1
Muhammad Thohawi Elziyad P, 2Ngakan Made Rai Widjaja, 2Hani Plumeriastuti
1
PPDH Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
2
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Kampuc C Unair, Jl. Mulyorejo Surabaya – 60115


Telp. 031-5992785, Fax. 031-5993014
Email : vetunair@telkom.net

Abstract

The purpose of this study was to evaluate the histopathological changes in duodenum of wistar
rats after giving borax using different subchronic toxicity doses. The research has been done on April, 2 th
2012-May, 29th 2012 at Department of Pathology Veterinary, Faculty of Veterinary Medicine, University
Airlangga. Twenty male rats (Rattus norvegicus strain Wistar) aged 45 days with BW 100 g were used.
These animals were divided into four groups (P0, P1, P2, and P3). P0 were treated with sterile aquadest
0,5 ml/rats/day, P1 were treated with borax 19 mg/rats/day, P2 were treated with borax 26 mg/rats/day,
and P3 were treated with borax 37 mg/rats/day. This research has been conducted for 14 days to
determine the toxic effects of borax on the duodenum. The data were compared using Kruskal-Wallis test
and Mann-Whitney test. Statistical comparisons were performed using SPSS v20.0 for windows. The
result showed that borax significantly caused cloudy swelling, congestion, necrosis and erosion of the
villi on duodenal histopathology (p<0,05).

Keywords : borax, disodium tetraborate decahydrate, duodenal histopathology.

–––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––

Pendahuluan boraks secara langsung maupun residu yang


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan ditinggalkannya dapat berdampak sistemik pada
RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 bahan makanan tubuh. Efek boraks yang lebih berbahaya
tambahan atau bahan pengawet adalah zat yang mengakibatkan kerusakan hati, lambung, usus
digunakan dan dicampurkan sewaktu halus, usus besar, mengakibatkan infertilitas
pengolahan makanan untuk meningkatkan organ testis maupun ovarium, dan memacu
kualitas makanan tersebut. Ada beberapa jenis pertumbuhan sel kanker.
bahan pengawet yang diizinkan dan diatur Bahan aktif boraks yakni asam borat
dalam penggunaannya antara lain : asam yang masuk kedalam sistem pencernaan dapat
benzoat, kalium benzoat, asam sorbat, kalium terabsorbsi oleh vili usus, akan mengakibatkan
sorbat, natrium benzoat, natrium nitrat, dan ulserasi gastrointestinal yang dapat berdampak
natrium nitrit. Fakta yang terjadi di lapangan pada pemendekan bahkan kehilangan vili
menunjukkan telah ditemukan beberapa jenis duodenum, jejunum, maupun ileum (Dieter,
bahan pengawet makanan berbahaya di pasaran 1994).
di antaranya dinatrium tetraborat dekahidrat Menurut Cunningham and Klein
atau boraks (Departemen Kesehatan RI, 1988). (2007), usus halus berfungsi sebagai organ
Menurut Sugiyatmi (2006), absorbsi nutrisi dan air. Vili merupakan bagian
penggunaan boraks sebagai bahan tambahan yang paling bertanggung jawab pada absorbsi
pangan selain bertujuan untuk mengawetkan nutrisi karena mempunyai sel absorbtif berupa
makanan dan memperkenyal tekstur juga untuk epitel selapis silindris dengan striated border di
mempertahankan derajat keasaman sehingga mukosa vili. Salah satu segmen usus halus
tidak cepat tengik. tempat berlangsungnya absorbsi paling besar
Menurut Dourson et al., (2003), adalah duodenum. Berdasarkan latar belakang
bahaya yang ditimbulkan akibat pengaruh masalah tersebut di atas, maka dilakukan

133
Muhammad Thohawi Elziyad P, dkk. Pengaruh Boraks Terhadap...

penelitian pengaruh boraks terhadap gambaran menggunakan uji toksisitas dosis subkronis
histopatologi duodenum tikus putih (Rattus selama 14 hari perlakuan. Dosis berulang
norvegicus). menggunakan acuan dosis pada manusia, yaitu
2,901 gram. Setelah dikonversikan pada dosis
Materi dan Metode Penelitian tikus putih (Rattus norvegicus) dan dicampur ke
Penelitian ini telah dilaksanakan di dalam larutan aquadest steril 0,5 ml/ekor/hari
Kandang Hewan Coba Fakultas Kedokteran kemudian dikocok sampai larut sempurna.
Hewan Universitas Airlangga dan dilakukan Rincian perlakuan dosis atas dan dosis bawah
pada bulan April 2012 sampai dengan bulan untuk uji toksisitas subkronis, yaitu :
Mei 2012. Pembuatan sediaan histopatologi 1) P0 : Tikus putih mendapat aquadest
duodenum dilakukan di Laboratorium steril 0,5 ml/ekor/hari
Departemen Patologi Anatomi Fakultas 2) P1 : Tikus putih mendapat larutan
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. boraks 19 mg/ekor/hari
Hewan coba yang digunakan pada 3) P2 : Tikus putih mendapat larutan
penelitian ini adalah 20 ekor tikus putih (Rattus boraks 26 mg/ekor/hari
norvegicus) galur Wistar jantan, berumur 1,5 4) P3 : Tikus putih mendapat larutan
bulan berat badan kurang lebih 100 gram dan boraks 37 mg/ekor/hari
sehat. Tikus putih diperoleh dari Fakultas Pada hari ke-15, tikus putih diambil
Farmasi Universitas Airlangga Surabaya. dari kandang dan dilakukan anestesi secara
Bahan yang digunakan adalah boraks inhalasi dengan menggunakan chloroform.
(Na2B4O7.10H2O) yang didapatkan dari toko Setelah itu, tikus putih difiksasi dan diseksi
bahan kimia Jalan Tidar Surabaya, aquadest untuk memisahkan organ duodenum dari
steril sebagai pelarut boraks, pakan yang saluran sistem pencernaan selanjutnya
diberikan berupa pakan ayam 511 berbentuk dilakukan pengamatan patologi anatomi dan
pellet (PT.Charoen Pokphand Surabaya), air pembuatan sediaan histopatologi duodenum.
minum, sekam sebagai alas kandang individual,
dan bahan untuk pembuatan sediaan Pengumpulan dan Teknik Pengambilan Data
histopatologi. Menurut Kundoro (1991), kriteria
Alat yang digunakan meliputi kandang penilaian tingkat bengkak keruh (cloudy
percobaan lengkap dengan tempat pakan dan swelling), kongesti, nekrosis dan erosi vili
minum, timbangan digital, jarum sonde, duodenum dalam satu lapang pandang dapat
peralatan lengkap yang digunakan untuk insisi dilihat di bawah ini :
dan pembuatan sediaan histopatologi serta Skor 0 : Apabila dalam satu lapang pandang
kamera, dan mikroskop Olympus® CX-41 tidak dijumpai kerusakan yang diamati.
untuk pengamatan. Skor 1 : Apabila dalam satu lapang pandang
dijumpai kerusakan kurang dari
Perlakuan sepertiga bagian yang diamati
Tikus putih (Rattus norvegicus) jantan (kerusakan ringan).
20 ekor yang digunakan dalam penelitian ini Skor 2 : Apabila dalam satu lapang pandang
dibagi menjadi empat kelompok perlakuan dijumpai kerusakan lebih dari
dengan lima ulangan pada masing-masing sepertiga sampai dengan dua pertiga
perlakuan. Sebelum mendapat perlakuan, tikus bagian yang diamati (kerusakan
putih tersebut dibagi dan dimasukkan secara sedang).
acak ke dalam empat buah kandang dengan Skor 3 : Apabila dalam satu lapang pandang
masing-masing kandang berisi lima ekor tikus dijumpai kerusakan lebih dari dua
putih. Tikus putih diadaptasikan selama tujuh pertiga sampai dengan seluruh bagian
hari dan diberi pakan dan minum secara ad yang diamati hilang (kerusakan berat).
libitum.
Dasar pemberian dosis boraks adalah Rancangan Penelitian
kandungan boraks yang terdapat dalam mie Data yang diperoleh berupa skor nilai
basah siap konsumsi sebesar 2,901 gram/100 tingkat perubahan gambaran histopatologi
gram makanan (Happy, 1994). duodenum tikus putih disusun dalam bentuk
Menurut Wagner and Wolff (1977), tabel untuk kemudian dianalisis statistik dengan
pada penelitian pengaruh boraks untuk menggunakan uji Kruskal-Wallis. Apabila
mengetahui efek toksiknya dianjurkan terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan

134
Veterinaria Vol 6, No. 2, Juli 2013

dengan uji Mann-Whitney. Seluruh proses Keterangan : Superskrip yang berbeda pada
analisis dikerjakan dengan program SPSS 20 for kolom yang sama menunjukkan adanya
Windows (Mehotcheva, 2008). perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05).

Hasil dan Pembahasan Variabel bengkak keruh (cloudy


Hasil median pengamatan dan skoring swelling), nekrosis dan erosi vili menunjukkan
bengkak keruh (cloudy swelling), kongesti, terdapat perbedaan yang nyata (p<0,05) antara
nekrosis dan erosi vili disajikan seperti pada P0 dengan P2 dan P3, sedangkan antara P0
Tabel 1. dengan P1 tidak berbeda nyata (p>0,05).
Variable kongesti menunjukkan terdapat
Tabel 1. Efek Pemberian Boraks terhadap perbedaan yang nyata (p<0,05) pada setiap
Gambaran Histopatologi Tingkat Bengkak perlakuan. Berdasarkan hasil uji statistik
Keruh (Cloudy Swelling), Kongesti, Nekrosis menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata
dan Erosi Vili Duodenum pada setiap (p<0,05) pada setiap variabel perlakuan yang
Perlakuan Tikus Putih (Rattus norvegicus) menunjukkan bahwa boraks dapat
Median mengakibatkan bengkak keruh (cloudy
Bengkak swelling), kongesti, nekrosis dan erosi vili
Perlakuan Keruh Erosi
(Cloudy
Kongesti Nekrosis
Vili duodenum tikus putih (Rattus norvegicus).
Swelling) Gambaran histopatologi duodenum
P0 0,00ab 0,20a 0,20ab 0,00ab tikus putih (Rattus norvegicus) setelah
P1 0,50b 1,00b 0,50b 0,20b dilakukan pengamatan dengan mikroskop
P2 1,60c 1,20c 1,30c 2,00c
Olympus® CX-41 disajikan pada Gambar 1-4.
P3 2,80d 1,80d 2,90d 3,00d

Gambar 1. Gambaran Histopatologi Tingkat Bengkak Keruh (Cloudy Swelling)


Vili Duodenum Tikus Putih (Rattus norvegicus).
(a) Sel Epitel Normal, (b) Bengkak Keruh (Cloudy Swelling).
(Pewarnaan H.E; Perbesaran 1000x; Mikroskop Olympus® CX-41).

135
Muhammad Thohawi Elziyad P, dkk. Pengaruh Boraks Terhadap...

Gambar 2. Gambaran Histopatologi Tingkat Kongesti Duodenum Tikus Putih (Rattus norvegicus).
(a) Kapiler Normal, (b) Kongesti.
(Pewarnaan H.E; Perbesaran 400x; Mikroskop Olympus® CX-41).

Gambar 3. Gambaran Histopatologi Tingkat Nekrosis Vili Duodenum


Tikus Putih (Rattus norvegicus).
(a) Sel Epitel Normal, (b) Inti Sel Piknotis.
(Pewarnaan H.E; Perbesaran 1000x; Mikroskop Olympus® CX-41).

136
Veterinaria Vol 6, No. 2, Juli 2013

Gambar 4. Gambaran Histopatologi Tingkat Erosi Vili Duodenum Putih (Rattus norvegicus).
(a) Panjang Vili, (b) Sel Epitel, (c) Sel Goblet.
(Pewarnaan H.E; Perbesaran 400x; Mikroskop Olympus® CX-41).

Bengkak keruh (cloudy swelling) kapiler yang terjadi secara aktif kedalam
terjadi karena kegagalan pembentukan ATP mikrosirkuler jaringan. Darah yang tidak dapat
sebagai implikasi fungsi mitokondria yang mengalir dengan lancar akan terakumulasi
terganggu sintesis energinya. Kegagalan sintesis sehingga menyebabkan bendung darah yang
energi disebabkan oleh ikatan asam borat biasa disebut kongesti.
dengan koenzim NAD+, yaitu ion H+ sehingga Kongesti yang terjadi di tunika
menghambat sodium potassium pump untuk muskularis mukosa akan mengakibatkan
menjaga kestabilan intrasel (Nielsen, 1994). Sel nekrosis. Kongesti pada kapiler menyebabkan
yang seharusnya mengeluarkan energi darah akan terbendung dan apabila pecah akan
metabolik untuk memompa ion sodium keluar keluar dari pembuluh darah dan terjadilah
dari sel tidak dapat berfungsi dengan baik. hemoragi pada permukaan jaringan sehingga
Akibat yang terjadi adalah kenaikan konsentrasi suplai darah ke sel-sel epitel terganggu.
ion sodium didalam sel dan diikuti dengan Timbulnya masalah pada sistem sirkulasi darah
masuknya air kedalam sel yang menyebabkan ditandai adanya edema. Edema menyebabkan
sel mengalami pembengkakan dan sitoplasma epitel vili terangkat dan pada kondisi parah
tampak keruh. Jika pengaruh zat toksik dapat dapat berlanjut menjadi deskuamasi dan erosi
dihilangkan, maka sel dapat kembali normal vili (Arimbi, 2010).
(Rippey, 1994).
Bezabeh et al., (2004), menyebutkan Kesimpulan
bahwa peningkatan aliran darah dikarenakan Berdasarkan penelitian yang telah
pembengkakan sel yang terjadi di sekitar kapiler dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
sehingga menekan dan mempersempit lumen boraks dapat menyebabkan bengkak keruh
kapiler. Ketidaklancaran aliran darah yang (cloudy swelling), kongesti, nekrosis dan erosi
disebabkan oleh penyempitan lumen akan vili duodenum tikus putih (Rattus norvegicus).
menstimulasi jantung untuk memacu darah
lebih besar yang juga disertai vasodilatasi

137
Muhammad Thohawi Elziyad P, dkk. Pengaruh Boraks Terhadap...

Daftar Pustaka Happy, L. 1994. Perhitungan Kadar Boraks


Arimbi. 2010. Buku Ajar Patologi Veteriner : Dengan Metode Spektrofotometri
Respon Sel dan Jaringan Terhadap Jejas Terhadap Mie Basah yang Beredar di
serta Gangguan Hemodinamik. Fakultas Surabaya [Skripsi]. Fakultas Farmasi
Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Universitas Airlangga Surabaya. 15-30.
Surabaya. 13-83 Kundoro.1991. Hubungan Infeksi Ancylostoma
Bezabeh, M., A. Tesfaye, B. Ergicho, M. Erke, sp. Dengan Gambaran Histopatologi Usus
S. Mengistu, A. Bedane, A. Desta. 2004. Halus Kucing [Skripsi]. Fakultas
General Pathology : Lecture Notes For Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga.
Health Science Students. Jimma Surabaya. 20-21
University, Gondar University, Haramaya Mehotcheva, T.H. 2008. The Kruskall-Wallis
University, Dedub University. Ethiopia. Test. Seminar In Methodology And
68-69 Statistics.
Cunningham, J.G. and B.G. Klein. 2007. Nielsen, FH. 1994. Biochemical and
Textbook of Veterinary Physiology. physiologic consequences of boron
Michigan State University, Virginia deprivation in humans. Environ Health
Polytechnic Institute and State University. Perspect 102(Suppl. 7):59-63.
USA. 300-409 Rippey, J. J. 1994. General Pathologi.
Departemen Kesehatan RI. 1988. Peraturan Witwatersrand University Press. Perth
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Western. Australia. 22-40
No.722/Menkes/Per/IX/1988 Tentang Sugiyatmi, S. 2006. Analisis Faktor-Faktor
Bahan Makanan Tambahan Direktorat Risiko Pencemaran Bahan Toksik Boraks
Pengawasan Makanan danMinuman. dan Pewarna pada Makanan Jajanan
Dirjen POM Departemen Keseharan RI. Tradisional yang Dijual Di Pasar-Pasar
Dieter, M.P. 1994. Toxicity and carcinogenicity Kota Semarang Tahun 2006 [Tesis].
studies of boric acid in male and female Program Pasca Sarjana Universitas
B6C3F1 mice. Environ. Health Persp. Diponegoro. Semarang. 3-21.
102(Suppl 7):93-97. Wagner, H., And P. Wolff. 1977. New Natural
Dourson, M., A. Maier, B. Meek, F., Bareille, Products And Plants Drugs With
R., Baquey. 2003. Boron tolerable intake Pharmacologycal Biologycal or
re-evaluation of toxicokinetics for data Therapeutical Activity. Springer-Verlag.
derived uncertainty factors. Biol. Trace Berlin. Heiderberg. New York. 37-38
Elem. Res. 66(1-3):453-463.

138

You might also like