You are on page 1of 69

ANALISIS PERKEMBANGAN KEGIATAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI PADA

PERMAINAN TRADISIONAL, PAUD PELANGI KEC.LAMBUYA KAB.KONAWE.

OLEH :

NAMA : SUHARTIN.M

NIM : 838274233

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ-UT UNAAHA

2021
ABSTRACK

This study aims to determine the emotional social development of early childhood through traditional
games. The core indicators of social-emotional learning from Collaborative for Academic Social and
Emotional Learning (CASEL) are used to analyze social-emotional development, namely self- awareness,
self-management, social recognition, building relationship skills and decision making that is responsible
decision-making. A single instrumental case study (qualitative case study) approach was chosen by the
researcher to answer the research question. The study was conducted in a natural setting at KB/RA
Syihabuddin Malang. Data mining is done without providing intervention using three main methods,
namely in-depth observation, interviews, and documentation. The results showed that the five core of
social-emotional learning indicators were seen in the activities of the five traditional games that were
applied at the study site, meong-meongan, dolip, cina buta, ular naga and balap karung. Supervision and
commitment before the game is a release key that reflects aspects of social-emotional learning in early
childhood.

Keywoard: Emotional-Social Development; Traditional Games; Case Studies; Early Childhood.


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan sosial emosional anak usia dini melalui
permainan tradisional. Indikator inti pembelajaran sosial emosional dari Collaborative for Academic
Social and Emotional Learning (CASEL) digunakan untuk menganalisis perkembangan sosial emosional,
yaitu pengenalan diri (self-awareness), manajemen diri (self-management), pengenalan sosial (self-
awareness), keterampilan membangun hubungan (relationship skill) dan pengambilan keputusan yang
bertanggungjawab (responsible decition-making). Pendekatan kualitatif jenis studi kasus (case study)
tunggal instrumental dipilih peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Penelitian dilakukan dalam
setting alamiah di KB/RA Syihabuddin Malang. Penggalian data dilakukan tanpa memberikan intervensi
menggunakan tiga metode utama, yaitu observasi mendalam, wawancara dan dokumentasi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelima indikator inti peembelajaran sosial emosional terlihat dalam
aktivitas kelima permainan tradisional yang diterapkan di lokasi penelitian, yaitu permainan meong-
meongan, dolip, cina buta, ular naga dan balap karung. Pemberian supervisi dan pembangunan komitmen
sebelum permainan merupakan kata kunci munculnya perilaku yang mencerminkan aspek pembelajaran
sosial emosional pada anak usia dini.

Kata kunci: Perkembangan Sosial Emosional; Permainan Tradisional; Studi Kasus; Anak Usia
Dini
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas yang berjudul ANALISIS PERKEMBANGAN KEGIATAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK
USIA DINI PADA PERMAINAN TRADISIONAL, PAUD PELANGI KEC.LAMBUYA KAB.KONAWE. ini tepat pada
waktunya.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan tugas ini.
A. PENDAHULUAN

Bermain merupakan karakteristik penting dari perilaku anak-anak (Fromberg &

Bergen, 2006; Mayall, 2002) sekaligus sebagai alat pembelajaran alami bagi mereka (Anning & Edwards,
2006). Bermain dapat memberikan konteks dimana anak-anak mencapai pembelajaran yang mendalam
melalui integrasi nilai-nilai intelektual, fisik, moral, dan spiritual dan dapat memberi mereka kesempatan
untuk berkomitmen pada pembelajaran, pengembangan, dan pertumbuhan . karakteristik utama dari
permainan adalah hiburan dan bersenang-senang (Smith & Pellegrini, 2013). Interaksi yang menghibur
merupakan salah satu kata kunci pentingnya bermain untuk menstimulasi berbagai bidang perkembangan
mereka.

Di tahun-tahun masa kanak-kanak, khususnya dalam proses bermain, anak-anak bersiap untuk
melakukan segala jenis pembelajaran. Ini karena anak-anak yang mengaktifkan saluran pembelajaran
mereka dengan mengembangkan keterampilan adaptasi krusial seperti berpikir kreatif, pemecahan
masalah, mengatasi, dan perilaku sosial. Hal tersebut sangat penting untuk adaptasi proses kognitif,
afektif, dan interpersonal dalam permainan (Russ, 2004). Baik Piaget (1962) maupun Vygotsky (1966)
keduanya bersepakat bahwa permainan dapat memacu perkembangan kognitif anak. Senada dengan
Erikson (1950), Elkind (2007) menegaskan bahwa bermain juga mengasah perkembangan psikososial
anak. Bermain juga dianggap sangat penting untuk perkembangan dan kualitas hidup anak-anak (Foley,
2008). Bermain telah dianggap sebagai fitur penentu utama ekspresi semangat di masa kanak-kanak
(Fromberg & Bergen, 2006). Itulah mengapa bentuk dan jenis permainan terdapat hampir setiap aspek
perkembangan anak (Moyles, 1989).

Singer, Golinkoff, dan Hirsh-Pasek (2006) secara tegas menyebut aktivitas bermain pada anak-
anak adalah proses belajar. Karena hampir semua aspek permainan adalah hiburan, maka permainan
merupakan alat yang sangat penting untuk memungkinkan pembelajaran dengan cara yang menarik
(novel). DeVries (2006) menyebut bahwa pada saat bermain, anak-anak belajar berbagai keterampilan
sosial seperti berbagi (sharing), memahami perspektif orang lain (understanding perspective other), dan
bergiliran (taking turn). Selain itu, permainan juga mengantarkan anak-anak untuk memahami
kebudayaan mereka. Dengan kata lain, permainan dapat menjadi alat yang efektif dan penting untuk
pembelajaran budaya anak-anak. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar interaksi manusia sangat
dipengaruhi oleh konteks budaya dimana mereka tinggal (Neuliep, 2012).

Konteks budaya sangat berkaitan dengan pemikiran individu, perasaan, berperilaku, dan
bagaimana manusia membentuk realitasnya melalui budaya mereka sendiri (Shweder, 1991). Selain
memberikan simbol untuk saling berkomunikasi dan mengenali lingkungan sosialnya, budaya juga
memberi individu informasi tentang identitas mereka, tentang apa yang dianggap bermakna dan memiliki
nilai. Pada dasarnya, manusia menggunakan budaya untuk memahami dunia mereka (Kim & Park, 2006).
Itulah sebabnya manusia yang dengan akar budaya yang sama cenderung memiliki lebih banyak sikap,
nilai, pemikiran, dan perilaku yang serupa dibandingkan dengan mereka yang memiliki budaya berbeda.

Budaya juga disebut sebagai alat komunikasi antar generasi pada setiap masyarakat. Apa yang
dibagikan saat ini sangat dibutuhkan untuk menyampaikan masa lalu dan membimbing masa depan
(Neuliep, 2002). Jenis komuniakasi budaya sangat bergantung pada pemahaman nilai antar masa. Hal
tersebut karena nilai budaya membentuk ekspektasi sosial dan aturan yang memungkinkan kita untuk
melakukan perilaku yang sesuai dengan budaya tempat kita hidup (Neuliep, 2012). Selain itu, nilai
budaya juga berfungsi sebagai panduan yang membantu manusia memahami kehidupan (Westwood &
Posner, 1997). Nilai budaya juga memiliki fungsi sebagai pembeda antara budaya satu dengan yang lain,
meskipun terdapat juga nilai-nilai budaya yang memiliki cakupan universal dan diterima oleh seluruh
budaya (Vygotsky, 1992). Schwartz (1992) menyebutkan sepuluh nilai yang dibagi dan dimiliki
masyarakat secara universal, yaitu prestasi (achievement), kebajikan (benevolence), konformitas
(conformity), hedonisme (hedonism), kekuasaan (power), keamanan (security), pengarahan diri sendiri
(self– direction), stimulasi (stimulation), tradisi (tradition), dan universalisme (universalism).

Tahun awal masa kanak-kanak adalah ketika individu memperoleh sebagian besar pengetahuan
yang berkaitan dengan kehidupan, ini adalah tahun-tahun di mana mereka mulai belajar tentang nilai-
nilai. Interaksi dengan anak-anak membantu mereka membentuk pandangan tentang apa yang diharapkan
oleh budaya kepadanya (Gutchess & Indeck, 2009; Wang & Fivush, 2005). Dengan cara ini, berbagai
nilai yang dibangun pada masa kanak-kanak dalam budaya disimpan dalam memori otobiografi (Wang,
2008).

Setiap budaya memberikan cara tersendiri untuk mengenalkan nili-nilai yang mereka anut. Pada
masa anak-anak, budaya mengenalkan nilai melalui berbagai permainan. Sekarang disebut sebagai
permainan tradisional, mengingat banyaknya permainan yang diciptakan dengan teknologi modern serta
diproduksi secara global. Seperti mainan robot tokoh kartun sampai game di gawai. Ini merupakan
perbedaan pertama dan paling mendasar antara permainan tradisional dengan permainan modern, konteks
dan keunikan. Ini karena permainan berfungsi sebagai mediator dalam mempelajari nilai-nilai budaya,
serta membantu mempelajari standar budaya dan praktik perilaku yang diharapkan masyarakat (Maccoby,
1998). Hal tersebut tidak dimiliki oleh
permainan modern, karena standar yang mereka miliki adalah standar fabrikasi (produksi masal) tanpa
menganut nilai budaya masyarakat tertentu. Yang ada hanyalah stnadar konsumen dan produsen.

Tak diragukan lagi bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan warisan budaya
beragam. Catatan Mugnisjah, dkk. (2016) menyebutkan terdapat 250 jenis permainan tradisional di
daerah Sunda, 212 jenis di daerah Jawa, 50 jenis di Lampung, dan lebih dari 300 jenis permainan
tradisional lainnya di berbagai daerah Indonesia lainnya.

Penelitian ini akan memfokuskan kajiannya terhadap nilai-nilai dalam permainan tradisional yang
berkontribusi terhadap pekembangan sosio-emosional anak. Perkembangan sosial emosional merupakan
suatu proses yang mencakup perubahan dalam hubungan individu dengan orang lain, perubahan emosi
dan perubahan kepribadiannya (Santrok, 2011). Berbagai gerakan di negara barat mengarahkan proses
pembelajaran untuk memenuhi kompetensi perkembangan sosial emosional, salah satunya adalah gerakan
pembelajaran di Amerika Serikat Collaborative for Academic Social and Emotional Learning (CASEL).
CASEL (2019) menyebut pembelajaran sosial emosional (social emotional learning) sebagai sebuah
proses dimana anak-anak dan orang dewasa memahami dan mengelola emosi, menetapkan dan mencapai
tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati untuk orang lain, membangun dan memelihara
hubungan positif, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab.

CASEL telah mengidentifikasi lima perangkat utama dalam pembelajaran sosial emosional, yaitu
pengenalan diri (self-awareness), manajemen diri (self-management), penegnalan sosial (self-awareness),
keterampilan membangun hubungan (relationship skill) dan pengambilan keputusan yaang
bertanggungjawab (responsible decition- making).

Kesadaran diri merupakan kemampuan untuk secara akurat mengenali emosi, pikiran, dan nilai-
nilai seseorang. Kemampuan ini juga berbicara terkait bagaimana emosi, pikiran dan nilai-nilai tersebut
mereka memengaruhi perilaku. Secara lebih luas, kesadaran diri disebut sebagai kemampuan seseorang
untuk secara akurat menilai kekuatan dan keterbatasan dirinya. Oleh CASEL, kompetensi kesadaran diri
dicirikan dengan identifikasi emosi, akurasi persepsi diri, kemampuan mengenali kekuatan diri,
kepercayaandirian juga efikasi diri.

Perangkat kedua CASEL dalam pembelajaran sosial emosional adalah manajemen diri. CASEl
menyebut manajemen diri sebagai kemampuan untuk mengatur emosi, pikiran, dan perilaku seseorang
secara efektif dalam situasi yang berbeda. ini termasuk mengelola stres, mengendalikan impuls,
memotivasi diri sendiri, dan pengaturan dan bekerja menuju pencapaian tujuan pribadi dan akademik.
Indikator kemampuan manajemen diri menurut CASEL adalah kontrol impuls, manajemen stress, disiplin
diri, motivasi diri, penetapan tuuan dan kemampuan berorganisasi.

Perangkat ketiga adalah Kesadaran sosial yang merupakan kemampuan untuk mengambil
perspektif dan berempati dengan orang lain dari berbagai latar belakang dan budaya, untuk memahami
norma-norma sosial dan etika untuk perilaku, dan untuk mengenali keluarga, sekolah, dan masyarakat
sumber daya dan dukungan. Indikator perangkat ini adalah pengambilan perspektif, epmpati, menghargai
perbedaan danmenghormati orang lain.

Perangkat keempat CASEL adalah keterampilan untuk hubungan yang merupakan kemampuan
untuk membangun dan mempertahankan hubungan yang sehat dan bermanfaat dengan beragam individu
dan kelompok. Kemampuan ini digambarkan dengan berkomunikasi dengan jelas, mendengarkan secara
aktif, bekerja sama, menolak yang tidak pantas tekanan sosial, negosiasi konflik secara konstruktif, dan
mencari dan menawarkan bantuan ketika dibutuhkan. CASEL mengidentifikasi indikator kemampuan
membangun hubungan melalui kemampuan komuniasi, melibatkan diri dalam kegiatan sosial,
membangun hubungan dengan orang lain dan juga mampu bekerja dalam tim.

Perangkat terakhir CASEL adalah pengambilan keputusan yang bertanggung jawab yang
merupakan kemampuan untuk membuat pilihan yang konstruktif dan hormat tentang perilaku pribadi dan
interaksi sosial berdasarkan pertimbangan standar etika, masalah keselamatan, norma sosial, realistis
evaluasi konsekuensi dari berbagai tindakan, dan kesejahteraan diri dan orang lain. Inikator perangkat ini
adalah kemampuan mengidentifikasi masalah, menganalisis situasi, menyelesaikan masalah,
mengevaluasi, melakukan refleksi, dan bertanggung jawab secara etis.

Berikut adalah tabel yang merangkum indikator utama dari lima inti kompetensi pembelajaran
sosial emosional menurut CASEL.

Tabel 1. Indikator Kompetensi Inti CASEL :

1. Kesadaran Diri

2. Manajemen Diri

3. Kesadaran Sosial

4. Kemampuan Membangun Hubungan

5. Pengambilan Keputusan Yang Bertanggung jawab


6. Mengidentifi kasi emosi

7. Kontrol impuls

8. Pengambilan perspektif

9. Mendengarkan dengan baik

10.Identifikasi diri

11. Persepsi yang akurat

12. Manajemen stres

13. Empati

14. Komuniasi

15. Menganalisis situasi

16. Mengenali kekuatan

17. Disiplin diri

18. Menghargai perbedaan

19. Bekerjasama dengan orang lain

20. Menyelesaikan masalah

21. Percaya diri

22. Motivasi diri

23. Menghormati orang lain

24. Mencari bantuan

25.Mengevaluasi

26. Efikasi diri

27. Penetapan tujuan


28. Menawarkan bantuan

29 Melakukan refleksi

30. Kemampuan organisasi

31. Negosiasi

32. Berani bertanggung jawab.

Penelitian ini akan mengeksplorasi nilai-nilai kompetensi sosial emosional dalam permainan
tradisional. Peneliti akan mengkaji beberapa permainan tradisional yang digunakan dalam sebuah
lembaga PAUD dalam perspektif pembelajaran sosial emosional CASEL. Perangkat metode ilmiah akan
digunakan untuk mendapatkan dan mengolah data secara ilmiah mengenai nilai-nilai dalam permainan
tradisional yang memenuhi aspek indikator dalam pembelajaran sosial emosional CASEL.

B. METODE PENELITIAN

Pendekatan kualitatif jenis studi kasus (case study) akan digunakan untuk menjawab pertanyaan dalam
penelitian ini. Jenis studi kasus tunggal instrumental dipilih peneliti untuk lebih memfokuskan kajian
penelitian pada kasus di KB/RA Syihabuddin Malang. Penerapan permainan tradisional pada peserta
didik TK kelas B akan menjadi objek kajian yang diperdalam. Lima jenis permainan tradisional yaitu,
meong-meongan, ular naga, dolip, cina buta dan balap karung akan didekati dengan metode obeservasi
mendalam, dokumen, dokumentasi dan juga wawancara. Instrumen penelitian seperti panduan observasi,
wawancara dan dokumentasi telah diverifikasi sebelumnya oleh mitra ahli.

Penggalian data dilakukan secara bertahap mengikuti jadwal permainan setiap hari di lokasi
penelitian. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga situasi alamiah dalam penelitian (Poerwandari, 1998).
Selain itu sebagai instrumen kunci, peneliti memilih untuk berada dalam lokasi penelitian mulai sebelum
penggalian data. Tujuannya untuk mereduksi jarak sosial dengan subjek penelitian, sehingga kehadiran
peneliti tidak mempengaruhi subjek penelitian.

Data penelitian akan dianalisis dengan menggunakan analisis melekat, yaitu model analisis
mendalam pada salah satu aspek kasus (Creswell, 2012). Kasus implementasi permainan tradisional pada
lokasi penelitian akan dianalisis dari perspektif pembelajaran sosial emosional menurut CASEL. Lima
indikator utama pembelajaran sosial emosional menurut CASEL telah dijelaskan sebagaimana pada tabel
1.
Pada akhirnya, penelitian studi kasus tunggal instrumental ini akan menyajikan makna pemberian
permainan tradisional pada KB/RA Syihabuddin bagi perkembangan sosial emosional peserta didik ditilik
dari indikator perkembangan menurut CASEL. Peneliti akan menyajikan hal-hal yang dapat saja bersifat
positif ataupun hal-hal yang lainnya sesuai data yang didapatkan dalam lapangan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Olahan data penelitian ini menunjukan bahwa kelima permainan tradisional yang diterapkan pada lokasi
penelitian memberikan kontribusi bagi perkembangan ssial emosional peserta didik pada beberapa aspek
perkembangan sosial emosional. Berikut adalah rincian analisis data yang kami temukan:

1. Permainan Tradisional Meong-Meongan

a. Pemahaman diri anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah anak dengan
percaya diri mengangkat tangannya untuk menjadi pemain yang pertama ketika akan bermain dan ketika
bermain anak tidak mudah menyerah mengejar teman-temannya hingga semuanya tertangkap.

b. Perkembangan kemampuan mengatur diri sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan
tradisional ini adalah sebelum giliran bermain biasanya anak akan menunggu giliran bermainnya dengan
sabar, ketika bermain anak akan berusaha berlari menjauhi lawannya agar tidak tertangkap, tidak marah-
marah dengan temannya, tidak menangis ketika ditangkap paling awal, dan menerima keadaan dengan
tidak bermian lagi.

c. Perkembangan perilaku sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah
sebelum bermain biasanya anak akan mengajak teman- temannya yang lain untuk bermain bersama,
berkerja sama mencari jalan keluar untuk bagaimana caranya menangkap lawan bermainnya, saling
membantu temannya mengejar, dan menerima ajakan teman ketika akan berkerja sama menangkap tikus
dengan cepat.

d. Perkembangan hubungan sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah
ketika akan bermain biasanya anak akan mengikuti aturan permainan yang berlaku seperti tidak
mengganggu teman ketika bermain dan memberikan dukungan dengan memanggil teman-temannya yang
akan bermain.

e. Pada sapek pengambilan keputusan yang bertanggungjawab, permainan meong- meongan memiliki
kontribusi pada aktivitas perilaku menolong, ajakan bekerjasama dan juga pemberian dukungan (berupa
teriakan dan tepukan) pada teman-teman mereka saat bermaian.
2. Permainan Tradisional Ular Naga

a. Pemahaman diri anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini

adalah ketika akan memulai permainan biasanya ada anak yang akan menawarkan dirinya ingin menjadi
ketua kelompok pada permainan ular naga ini dan ketika permainan dimulai anak akan berusaha keras
dengan tidak mudah menyerah memegang ekor lawanya hingga permainan dinyatakan selesai.

b. Perkembangan kemampuan mengatur diri anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini
adalah sebelum giliran bermain biasanya anak akan menunggu giliran bermainnya dengan sabar, ketika
permainan di mulai anak sangat menikmati permainan yang dimainkannya dengan tidak menggunakan
kekerasan ketika bermain seperti memukul temannya dan hasil terakhir dari permainan ini biasanya ada
sebagian kelompok yang dapat memenangkan permainan.

c. Perkembangan perilaku sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah ketika
akan memulai permainan, biasanya anak akan fokus mendengarkan dan melihat peneliti mencontohnya
cara bermain dan aturan yang berlaku dalam permainan, anak akan berkomunikasi dengan baik kepada
teman- temannya seperti mengingatkan temannya untuk tidak melepaskan pegangan dari pinggul teman
yang lain dan mengarahkan ketika akan berpindah posisi, berkerja sama mencoba menangkap ekor lawan
dengan menyruh anggota yang lain untuk terus maju dan mengejar lawannya, menjalin hubungan yang
baik dengan teman- temannya dan membantu teman yang terjatuh untuk berdiri.

d. Perkembangan hubungan sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah
sebelum bermain anak akan mengikuti semua aturan yang berlaku dengan tidak mengganggu teman
ketika bermain dan tidak menyakiti teman seperti memukul, setelah itu anak akan mulai mengajak
berkomunikasi dengan baik kepada teman-temannya seperti mengajak temannya untuk bergabung ke
kelompoknya ketika bermian, dan memberikan semangat dengan cara memanggil nama temannya.

e. Aspek pengambilan keputusan yang bertanggungjawab terliha dalam permainan ini berupa usaha-usaha
anak untuk memenangkan permainan namun tetap memegang teguh aturan permainan. Setiapkali terdapat
kecurangan, mereka akan selalu berteriak untuk saling mengingatkan.

3. Permainan Tradisional Cina Buta

a. Pemahaman diri anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini
adalah ketika bermain anak tidak mudah menyerah menyelesaikan permainan hingga akhir, mencoba
menebak nama temannya dengan meraba wajah dengan benar, dan tidak mudah menyerah mencari teman
yang akan ditebak.

b. Perkembangan kemmapuan mengatur diri anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini
adalah anak sabar menunggu giliran bermain dengan cara melihat temannya yang lainnya bermain, tidak
memilih-milih teman ketika bermain, tidak marah-marah, dan tidak merasa sedih ketika belum
mendapatkan teman yang akan ditebaknya.

c. Perkembangan perilaku sosial anak tidak terlihat pada permainan tradisional ini karena pada permainan
ini ada aturannya, dimana anak-anak tidak boleh membantu temannya ketika akan menebak teman yang
ditebak.

d. Perkembangan hubungan sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah
menaati semu aturan bermain dengan tidak mengganggu teman, anak dapat menebak nama temannya
dengan benar, dan sangat semangat memberikan dukungan kepada temannya sebelum bermai.

e. Pengambilan keputusan yang bertanggungjawab terlihat dalam permainan ini berupa aktivitas untuk
mengakui jika tepakan lawan benar. Hal tersebut menunjukkan kejujuran dan penghormatan terhadap
usaha yang dilakukan lawan bermain.

4. Permainan Tradisional Dolip

a. Pemahaman diri anak anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini

adalah anak tidak mudah menyerah mengejar lawannya yang lainnya hingga

tertangkap semuanya.

b. Perkembangan kemampuan mengatur diri anak yang terlihat ketika bermain

permainan tradisional ini adalah anak dengan sabar menunggu giliran

bermainnya.

c. Perkembangan perilaku sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan

tradisional ini adalah ketika bermain anak-anak akan saling membantu temannya ketika mengejar lawan
bermain, berkerja sama mencari strategi agar dengan cepat dapat menangkap lawan bermainnya, dan
saling tolong menolong jika temannya menjadi patung, teman yang lain akan menyebutkan password agar
temannya bisa bermain kembali.

d. Perkembangan hubungan sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah anak
sangat mentaati aturan yang berlaku ketika bermain dengan menyebutkan password bila ingin
menghidupkan temannya yang semulanya menjadi patung, tidak mengganggu temannya yang sedang
bermain, memberikan semangat kepada teman-temannya dan dapat menyelesaikan permainan hingga
akhir.

e. Perilaku untuk mau mengakui jika lawan bermain dengan baik. Hal tersebut merupakan salah satu
aspek pengambilan keputusan yang bertanggungjawab. Tetap berada pada aturan permainan adalah satu
hal lain yang menunjukkan perkembangan pada bidang pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.

5. Permainan Tradisional Balap Karung

a. Pemahaman diri anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini

adalah antusiasme anak untuk segera memulai permainan, dengan berlari memperebutkan karung yang
akan dipakai. Pada sisi lain, anak juga mampu mengetahui bahwa dirinya harus berusaha lebih baik untuk
tidak terjatuh ketika melompat menggunakan karung dan tidak mudah menyerah melompat hingga sampai
ke garis finis.

b. Perkembangan kemmapuan mengatur diri anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini
adalah anak mengikuti semua aturan yang berlaku ketika bermain, sabar menunggu giliran dengan tetap
berada dibarisan tampa harus menggangu temannya yang lain bermain, dapat melompat sendiri dari awal
permainan hingga akhir tanpa adanya bantuan dari orang lain, tidak menangis karena tidak memenangkan
permain, tidak marah-marah ketika bermain, dan mengucapkan terimakasih kepada teman yang
menolongnya ketika terjatuh.

c. Perkembangan perilaku sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah anak
sangat fokus mendengarkan perintah dengan baik, memberikan ucapan selamat kepada teman yang
memenangkan pertandingan balap karung, dan membantu teman melepaskan karungnya karena
kesusahan.

d. Perkembangan hubungan sosial anak yang terlihat ketika bermain permainan tradisional ini adalah anak
dapat melepaskan karungnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, tidak mengganggu temannya ketika
bermain dan memberikan semangat ketika temannya yang lain bermain.
e. Perkembangan kemampuan anak mengambil keputusan yang bertanggung jawab terlihat pada usaha
menyelesaikan permainan meskipun teman-teman yang lain telah menyelesaikan permainan. Selain itu,
memberikan dkungan untuk teman yang belum menyelesaikan permaian juga satu aktivitas terkait
pengambilan keputusan yang bertanggungjawab.

Berikut adalah tabel hasil koding aktivitas kelima permainan tradisional yang

sesuai dengan indikator inti pembelaaran sosial emosional menurut CASEL.

Tabel 2. Aktivitas Permainan Tradisional Menurut Indikator Inti Perkembangan Sosial Emosional
CASEL

1 Permainan

meong- meongan

Permainan

Kesadaran Diri

Indikator Perkembangan Sosial Emosional

Manajemen Diri

Kesadaran Sosial

Kemampuan Membangun Hubungan

Pengambilan Keputusan Yang Bertanggungjawab

Mengacungkan tangan saat ditanya siapa yang mau ikut

Antri menunggu giliran bermain

Menaati semua aturan bermain

Mendengarkan aturan permainan

Memberi dukungan kepada teman Terus mengejar temannya hingga tertangkap

Menahan emosi marah

Menerima ajakan teman bermain bersama


Mengajak teman bermain bersama

Membantu teman

Terus berlari menghindari kompetitor

Menyelesaikan permainan

Mentaati aturan permainan

Memberi dukungan kepada teman

Mengajak teman berkerjasama

Permainan

Permainan ular naga

Kesadaran Diri

Indikator Perkembangan Sosial Emosional

Manajemen Diri

Kesadaran Sosial

Kemampuan Membangun Hubungan

Pengambilan Keputusan Yang Bertanggungjawab

Tidak menangis saat terjatuh

Ingin menjadi ketua kelompok

Berkomunikasi dengan baik

Menikmati permainan dengan tidak mengganggu teman

Mendengarkan aturan main

Berkerja sama dengan teman- temannya


Tidak mudah menyerah

Mengikuti semua aturan permainan

Semangat ketika bermain

Mengajukan pertanyaan

Menjalin hubungan yang baik dengan teman-temannya

Percaya diri akan menang

Sabar menunggu giliran

Membantu teman ketika terjatuh

Menyemangati/ memberi dukungan teman-teman

Permainan cina buta

Antusias saat akan bermain

Tidak marah ketika tebakannya keliru

Berusaha mengenali teman

Mendengarkan aturan main

Tidak memilih- milih teman ketika bermain

Menebak teman dengan percaya diri

Tidak takut menjadi yang kalah/jadi

Mentaati aturan main

Mengajukan pertanyaan saat dijelaskan aturan main

Memberi dukungan kepada teman

Menahan diri untuk tidak membocorkan nama teman saat bermain

Mentaati aturan permainan


Permainan dolip

Antusias untuk memulai permainan

Tidak mengganggu teman ketika bermain

Menyelesaikan permainan hingga akhir

Memahami aturan

Berkerjasama dengan teman- temannya

Mengikuti semua aturan permainan

Bergembira ketika berhasil menebak lawan

Memberi dukungan/ menyemangati teman

Memahami posisi kawan dan lawan

Membantu teman

Meminta bantuan

Antusias memulai permainan

Memakai dan melepaskan karungya sendiri

Melompat sendiri dari garis awal hingga garis finis

Mendengarkan perintah dengan baik

Memberikan ucpan selamat ke teman

Rebutan memilih karung

Tidak menangis ketika terjatuh

Tidak menangis ketika bermain

Membantu teman saat terjatuh

Membantu teman melepaskan karung


5 Permainan balap kaung

Indikator Perkembangan Sosial Emosional

Kesadaran Diri

Manajemen Diri

Kesadaran Sosial

Kemampuan Membangun Hubungan

Pengambilan Keputusan Yang Bertanggungjawab

Meloncat girang ketika mencapai garis finis

Tidak mengganggu teman

Menghormati giliran bermain

Memberikan dukungan/ menyemangati teman ketika bermain

Mengikuti aturan permainan

Tidak marah ketika kalah

Memberikan ucapan terimakasih

Pihak sekolah secara terbuka mengakui bahwa penyisipan permainan tradisional dalam kurikulum
sekolah disengaja untuk membangkitkan gairah peserta didik untuk mengembangkan ranah sosialnya,
terutama karakter saling menolong, menghormati dan memaafkan. Selain itu, sekolah percaya bahwa
permainan tradisional juga mampu menstimulasi anak untuk beraktivitas fisik, sehingga perkembangan
motorik halus maupun kasar anak dapat terus dimonitoring.

Pemilihan lima permainan tradisional oleh pihak sekolah disebut karena alasan teknis, yaitu
kemudahan operasional dan juga kesederhanaan perangkat yang dibutuhkan permainan. Hanya balap
karung yang relatif membutuhkan perlatan, yaitu karung. Kemudahan operasional menjadi alasan utama
juga karena tidak membutuhkan training atau pelatihan kompetensi khusus bagi guru untuk membimbing
permainan tersebut. Secara keseluruhan, pihak sekolah mengaku telah mendapatkan banyak masukan dari
stakeholder terkait permainan tradisional, diantaranya:

1. Menambah jumlah permainan;


2. Menambah durasi permainan tradisional saat pembelajaran;

3. Memberikan laporan terkait aktivitas permainan tradisional seperti laporan

aktivitas formal pembelajaran;

4. Mengevaluasi proses permainan agar sesuai dengan tahapan perkembangan anak;

5. Bekerjasama dengan pihak-pihak lain untuk mengembangkan pendekatan

permainan tradisional (W.KS.05.21-134).

Masukan-masukan di atas mencerminkan banyak hal, salah satu yang paling

menarik adalah minimnya alat evaluasi pembelajaran dengan menggunakan media permainan tradisional.
Sekolah mengaku tidak cukup memiliki kompetensi untuk

mengevaluasi media permainan tradisional jika dihubungkan dengan berbagai bidang perkembangan
peserta didik.

PEMBAHASAN

Data penelitian menunjukkan semua permainan tradisional yang dikondisikan menjadi alat pembelajran di
KB/TK Syihabuddin memiliki aspek-aspek pembelajaran perkembangan sosial emosional menurut
CASEL. Semua permainan disambut dengan sangat antusias oleh peserta didik. Semua permainan
dimainkan untuk membangkitkan kesenangan dan memiliki karakteristik menghabiskan waktu dengan
cara yang menyenangkan. TK/KB Syihabuddin menyiapkan permainan sebagai salah satu cara untuk
membangkitkan minat peserta didik (W.KS.03.21). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara terbuka
permainan tradisional yang memang diondisikan pihak lembaga PAUD untuk menstimulasi emosi positif
peserta didik.

Temuan lain yang patut dicatat adalah bahwa permainan cenderung menampilkan nilai prestasi
melalui karakteristik seperti tingkat kompetisi yang tinggi, menang atas yang lain, dan mengungguli
pemain lain. Hampir semua permainan memiliki pemenang (pemain yang berhasil) dan pecundang
(pemain yang gagal). Ketika dievaluasi dalam literatur psikologi, penekanan pada prestasi dengan cara ini
menunjukkan bahwa nilai ini didasarkan pada bukti kompetensi. Dalam literatur, motivasi berprestasi
dapat bekerja menuju tujuan kinerja dan tujuan penguasaan. Sasaran kinerja mencakup keinginan untuk
mencapai fokus pada bukti kompetensi seperti yang juga terlihat dalam permainan. Tujuan penguasaan
meliputi keinginan untuk mengembangkan kompetensi dan penguasaan (Cury, Elliot, Da Fonseca &
Moller, 2006; Dweck, 1986; Dweck & Leggett, 1988). Ketika tujuan kinerja mengarahkan individu ke
hasil perilaku maladaptif dan metode koping, tujuan penguasaan mengarahkan mereka ke hasil perilaku
adaptif (Cury, Elliot, Da Fonseca & Moller, 2006; Dweck, 1986; Dweck & Leggett, 1988).

Pada titik ini peneliti menemukan pentingnya pendampingan orang dewasa (guru) untuk tetap
mengarahkan anak agar berusaha untuk menyelesaikan permainan, bukan hanya memenangkannya. Data
menunjukkan bahwa perilaku respek ditekankan oleh guru-guru KB/RA Syihabuddin untuk memberikan
contoh (coping) kepada peserta didik bahwa kemenangan bukan satu-satunya dalam bermain, namun
lebih pada kerjasama dan menyelesaikan permainan. Dalam kehidupan sehari-hari, adegan di mana anak-
anak menangis di akhir permainan, menolak kekalahan, merengek, dan meninggalkan permainan lebih
awal dengan marah pada teman-teman mereka sering ditemui. Namun dalam lokasi penelitian, kontrol
pihak sekolah melalui guru meminimalisir hal tersebut. Hal tersebut karena komitmen awal permainan
telah dibangun dan disepakati oleh seluruh peserta permaianan dengan dipimpin langsung oleh
guru/fasilitator permainan. Selain itu, arahan tentang aturan oleh guru juga meminimalisir kecelakaan
fisik yang berpotensi terjadi.

D. KESIMPULAN

Permainan tradisional yang dirancang sebagai media pembelajaran memungkinkan anak-anak untuk terus
berkembang. Penelitian ini membuktikan bahwa berbagai aspek indikator perkembangan sosial emosional
anak terfasilitasi melalui permainan tradisional. Dengan begitu, permainan tradisional dapat menjadi
media pembelajaran sosial emosional. Kelima indikator inti perkembangan sosial emosional anak
menurut Collaborative for Academic Social and Emotional Learning (CASEL) terlihat melalui aktivitas-
aktivitas anak ketika bermain permainan tradisional.

Anak mampu mengembangkan perkembangan sosial emosional terkait pengenalan diri (self-
awareness), manajemen diri (self-management), penegnalan sosial (self-awareness), keterampilan
membangun hubungan (relationship skill) dan pengambilan keputusan yaang bertanggungjawab
(responsible decition-making) melalui permaian tradisional yang diterapkan pada lokasi penelitian. Selain
itu permainan yang dirancang secara sengaja dalam konteks pembelajaran memungkinkan anak-anak
untuk menjadi individu yang mandiri dengan mengembangkan perasaan privasi, memahami pentingnya
bertindak secara mandiri dan bebas, dan mengembangkan pengambilan keputusan dan keterampilan
berpikir kreatif. Dengan permainan yang dirancang dengan baik, anak-anak dapat memahami pentingnya
menjadi terbuka terhadap inovasi dan bersikap tegas. Permainan dapat dirancang sedemikian rupa
sehingga anak-anak dibimbing untuk menjadi lebih bermanfaat dan murah hati daripada ke kompetisi.
Permainan yang dirancang dengan bijak dapat mengajarkan anak-anak nilai kebaikan, mematuhi
permintaan yang masuk akal, dan disiplin diri dengan meninggalkan perilaku ekstremis dan membantu
melatih individu yang dapat beradaptasi.

Budaya disampaikan dari satu generasi ke generasi lainnya. Permainan termasuk praktik budaya
dapat diubah menjadi alat yang efektif di mana anak-anak belajar tentang budaya dan tradisi budaya
mereka sendiri saat bermain. Akhirnya, anak-anak dapat didorong untuk memiliki perilaku, perasaan, dan
gagasan yang inklusif t erhadap kemanusiaan, lingkungannya, dan sifatnya, dan menampilkan
pemahaman tentang kesetaraan dan keadilan.

Dari olahan data penelitian, peneliti belum menemukan evaluasi yang sistematis dilakukan oleh
pihak sekolah terkait permainan tradisional yang mereka aplikasikan. Sehingga hal tersebut menjadi dasar
bagi kami untuk memberikan saran agar dikembangkan perangkat evaluasi perkembangan anak melalui
media pembelajaran permainan tradisional. Selain itu, peneliti sangat menyadari bahwa konteks
pembelajan resmi (sekolah) jelas berbeda dengan konteks bermain anak-anak pada lingkungan bebas
(tanpa pengawaan khusus). Sehingga peneliti menyarankan untuk memberikan supervisi pada saat
aktivitas bermain, sehingga aspek-aspek perilaku positif yang muncul dalam penelitian dapat diduplikasi.
Supervisi yang paling penting adalah terkait penekanan pada komitmen aturan permainan dan dukungan
untuk menyelesaikan permainan, alih-alih hanya memenangkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Anning, A., & Edwards, A. (2006). Promoting children’s learning from birth to five: Developing the new
early years professional. Maidenhead: Open University Press.

DeVries, R. (2006). Games with rules. In D.P. Fromberg and D. Bergen (Eds) Play from birth to twelve,
2nd Ed. Abingdon, Oxon: Routledge.

Elkind, D. (2007). The Power of play: How spontaneous, imaginative activities lead to happier, healthier
children. Cambridge, MA: Da Capo Press.

Erikson, E. H. (1950). Childhood and society. New York: Norton & Company.


Foley, P. (2008). Introduction. In J. Collins and P. Foley (Eds) Promoting children’s

wellbeing: Policy and practice. Bristol: Policy Press.

Fromberg, D.P,. & Bergen, D. (2006). Introduction. In D.P. Fromberg and D. Bergen (Eds) Play from
birth to twelve: Contexts, perspectives and meanings. New York: Routledge.
Gutchess, A. H. & Indeck, A. (2009). Cultural influences on memory. Progress in Brain Research, 178,
137–150.

Kim, U., & Park, Y. S. (2006). The scientific foundation of indigenous and cultural psychology: The
transactional approach. In U. Kim, K.-S. Yang, & K.-K. Hwang (Eds.), Indigenous and cultural
psychology: Understanding people in context (pp. 27–48). New York: Springer.

Kolb, A. Y., & Kolb, D. A. (2010). Learning to play, playing to learn: A case study of a ludic learning
space. Journal of Organizational Change Management, 23(1), 26- 50.

Mayall, B. (2002). Towards a sociology for childhood. Buckingham: Open University Press.

Moyles, J. (1989). Just playing? The role and status of play in early childhood education. Milton Keynes:
Open University Press.

Neuliep, J.W. (2012). Intercultural communication: A contextual approach (5thEd.). Thousand Oaks, CA:
Sage Publications.

Piaget, J. (1962). Play, dreams and imitation in childhood. New York: Norton & Company.

Santrok, J. W. (2011). Perkembangan Masa Hidup (Jilid 1). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Smith, P. K., & Pellegrini, A. (2013). Learning through play. Encyclopedia on Early Childhood
Development, June, 1-6. Retrieved February 5, 2016 from http://Www.Child-
Encyclopedia.Com/Pages/Pdf/Smith- Pellegriniangxp2.Pdf

Shweder, R.A. (1991). Thinking through cultures - expeditions in cultural psychology. Cambridge:
Harvard University Press.


Schwartz, S. H. (1992). Universals in the content and structure of values: Theory and empirical tests in 20
countries. In M. Zanna (Ed.), Advances in experimental social psychology (Vol. 25) (pp. 1-65). New
York: Academic Press.


Vygotsky, L. S. (1966). Play and its role in the mental development of the child. Voprosy Psikhologii, 12,
62-76.


Wang, Q., & Fivush, R. (2005). Mother-child conversations of emotionally salient events: Exploring the
functions of emotional reminiscing in European American and Chinese families. Social Development, 14,
3, 473-495.
Wang, Q. (2008). On the cultural constitution of collective memory. Memory, Special issue 16(3), 305-
317.

Westwood, R. I., & Posner, B. Z. (1997). Managerial values across cultures: Australia, Hong Kong and
the United States. Asia Pacific Journal of Management, 14, 31- 66.
ANALISIS PELAKSANAAN TEMPAT PENITIPAN ANAK BERBASIS HOLISTIK
INTEGRATIF DI KOTA KENDARI

OLEH :

NAMA : SUHARTIN.M

NIM : 838274233

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ-UT UNAAHA

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas yang berjudul ANALISIS PELAKSANAAN TEMPAT PENITIPAN ANAK BERBASIS
HOLISTIK INTEGRATIF DI KOTA KENDARI. . ini tepat pada waktunya

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan tugas ini.
ABSTRAK

Kata Kunci: Tempat Penitipan Anak, Holistik Integratif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tempat penitipan anak berbasis holistik
integratif di Kabupaten Banyumas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey. Pada penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik Saturation Sampling yaitu seluruh lembaga tempat penitipan anak di
Kabupten Banyumas yang termasuk dalam data pokok pendidikan Jawa Tengah. Berdasarkan hasil
angket dan wawancara 14 tempat penitipan anak masuk dalam kriteria tinggi dan 1 tempat penitipan anak
masuk dalam kriteria sedang. Nilai rata-rata skor angket dari 14 Tempat Penitipan Anak adalah 80,8%
dimana masuk dalam interval kelas kriteria tinggi. Sedangkan 1 lembaga Tempat Penitipan Anak masuk
dalam kriteria sedang. TPA Sekar Kemuning masuk dalam kriteria sedang hanya melaksanakan layanan
pengasuhan saja, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kegiatan pembelajaran yang terstruktur, laporan
perkembangan anak, dan tidak adanya kerjasama yang dijalin dengan lembaga kemitraan. Sedangkan
pada kriteria tinggi 14 lembaga sudah menyatakan bahwa telah menerapkan Holistik Integratif pada
lembaganya dengan melaksanakan layanan pendidikan, layanan kesehatan, gizi dan perawatan, layanan
perlindungan, layanan pengasuhan, dan layanan kesejahteraan.Kualitas pelaksanaan Tempat Penitipan
Anak berbasis Holistik Integratif di Kabupaten Banyumas dapat dilihat dari layanan-layanan yang
diberikan kepada peserta didik. Hubungan kerjasama antara Tempat Penitipan Anak dengan lembaga
kemitraan menjadi indikator dalam mengetahui kualitas pelaksanaan Tempat Penitipan Anak berbasis
Holistik Integartif di Kabupaten Banyumas. Pada umumnya lembaga kemitraan yang menjadi lembaga
kerjasama dengan tempat penitipan anak di Kabupaten Banyumas antara lain Puskesmas, Dokter gigi,
Himpaudi, Posyandu, Dinas Pendidikan, sanggar tari, Polsek/Polres, tokoh masyarakat, Dinas
Kependudukan, Psikolog, spa bayi, Bidan, dan Dompet Du’afa dan LSM.ix.
ABSTRACT

Keywords: A daycare, Integrative Holistic.

This research is aimed to acknowledge the implementation of a daycare based on integrative


holistic in Banyumas Regency. This research used a mix method approachment with sequehtial
explanatory design. On this research, the researcher used Saturation Sampling method which is the entire
daycare institutions in Banyumas Regency that are included in the main education data of Central Java.
Based on the questionnaire result and also several interviews, found out that 14 daycares are at the state of
high criteria and 1 daycare is at the state of middle criteria. The average score from 14 daycares is 80,8%
which is outomatically included into high criteria. Sekar Kemuning Daycare is included into meddle class
because there are no structured teaching learning process, children’s development result, and no parenting
with anyeducational institution. Meanwhile for the 14 daycares that are included into high criteria have
been using Integrative Holistic apporoachment for their educational service, health care, nutrients and
service, protection service, taking care service. The quality of the daycares that have been using Integratif
Holistic approachment in Banyumas Regency could be seen from the serrices to the children. The relation
between the daycare and the educational institution has become the main indicator. In acknowlegging the
quality of daycares with Integrative Holistic approachment in Banyumas Regency. Other institution that
are Puskesmas, dental clinic, Posyandu, Himpaudi, and also educational department. Aside from the
institution partnership above, it also cooperated with dance academy, police department, public figure,
citizenship department, psychologist, baby spa, Du’afa wallet, and Society’s Self-supporting Institution.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sesuai Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Negara
memberikan layanan pendidikan kepada setiap warga Negara sejak usia dini. Dengan pendidikan, kita
dapat menyiapkan generasi emas yang tangguh, hebat, dan tentu berkomitmen meneruskan budaya
Indonesia dan cita-cita luhur bangsa. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya berupa ilmu pengetahuan
dan keterampilan, tetapi juga berupa karakter untuk membentuk perilaku positif.

Program pendidikan anak usia dini adalah program yang memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara optimal dan menyeluruh sesuai dengan norma–norma dan nilai kehidupan
yang dianut. Melalui program pendidikan yang dirancang dengan baik, anak akan mampu
mengembangkan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa
dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Program pendidikan anak usia dini terdapat banyak macam atau jenisnya. Seperti yang telah diketahui ada
pendidikan anak usia dini melalui pendidikan formal, dan pendidikan nonformal. Salah satu contoh
pendidikan formal untuk anak usia dini adalah Taman Kanak–kanak. Pendidikan nonformal pada 2 anak
usia dini adalah Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA) dan kelompok–kelompok
PAUD di suatu kelurahan atau kecamatan.

Selain pendidikan pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi hal yang harus diperhatikan
oleh keluarga. Akan tetapi seiring berkembangnya zaman pemenuhan kebutuhan keluarga semakin tinggi.
Kebutuhan dalam keluarga menuntut orangtua untuk bekerja. Bahkan ibu yang memiliki anak usia dini
tidak sedikit yang bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Kondisi ini menyebabkan orangtua
tidak bisa mengasuh anak–anaknya selama jam kerja, sehingga anak–anak tinggal di rumah bersama
pengasuh atau dengan sanak saudara. Anak–anak yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya untuk
bekerja, pada saat usia balita cenderung bermain sendiri serta kurang terarah. Bagi orangtua yang sibuk
bekerja lebih memilih untuk menitipkan anak–anaknya pada nenek, sanak saudara, atau bantuan baby
sitter. Akan tetapi permasalahan yang ditemukan dilapangan pola asuh yang diterapkan oleh nenek, sanak
saudara, ataupun baby sitter memiliki pengasuhan yang berbeda dengan yang diharapkan. Pola asuh yang
diterapkan cenderung hanya untuk membuat anak tidak menangis, sehingga anak–anak lebih sering diberi
gadget dan menonton televisi daripada melakukan kegiatan yang dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan anak–anak. Bagi orangtua yang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak–
anaknya lebih memilih tempat penitipan anak sebagai sarana untuk membantu dalam kegiatan
pengasuhan dan penddidikan anak.

Salah satu jenis layanan pendidikan anak usia dini adalah Taman Penitipan Anak (TPA) bagi
anak usia 0-6 tahun. Layanan ini merupakan salah satu bentuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
nonformal yang diarahkan pada kegiatan pengasuhan anak bagi orang tua yang mempunyai kesibukan
kerja, sehingga memerlukan sebuah layanan pengasuhan anak yang selain berfungsi untuk menjaga anak-
anak mereka juga memberikan pendidikan yang sesuai dengan usia anak-anak mereka. Kajian yang lebih
mendalam terhadap berbagai aspek dalam program PAUD terutama TPA harus terus dilakukan.

Tempat Penitipan Anak adalah tempat anak untuk memperoleh pendidikan serta pengasuhan
yang baik bagi anak–anak selama orang tua sibuk bekerja. TPA bukanlah sekedar tempat menitipkan anak
dimana kebutuhan makan dan mandi adalah prioritas utama mereka tetapi fungsi TPA yang diperluas
yaitu dengan memberikan nilai–nilai edukatif bagi anak sebagai bekal pengetahuan dan perkembangan
maupun pembentukan perilaku. TPA diharapkan menjadi lembaga yang dapat membantu mendidik anak
dengan baik, yang dapat menghidari kemungkinan anak terlantar dan ibu dapat bekerja dengan tenang.
Tempat penitipan anak atau TPA yang ada di Indonesia saat ini secara umum memiliki materi
pembimbingan yang akan diajarkan pada anak–anak. Oleh karena itu anak anak tidak sekedar mengisi
waktu luang dengan bermain, tetapi juga mendapatkan pelajaran sesuai dengan periode perkembangan
anak–anak. Materi–materi pembimbingan 4 melalui pengasuh–pengasuh yang ada di tempat penitipan
anak, dengan harapan akan menunjukan hasil berupa perubahan positif pada perilaku anak.

Idealnya, TPA tidak boleh hanya memperhatikan aspek pengasuhannya, melainkan secara
simultan juga harus memperhatikan semua aspek yang diperlukan dalam keseluruhan tumbuh kembang
anak seperti gizi, kesehatan, dan perlindungannya. Pemenuhan tumbuh kembang anak usia dini sebagai
upaya peningkatan kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan, kesejahteraan, dan rangsangan
pendidikan yang dilakukan secara simultan, sistematis, menyeluruh, terintegrasi, dan berkesinambungan
disebut dengan Holistik Integratif. Tujuan pemenuhan kebutuhan tumbuh kembang anak usia dini
dilakukan secara holistik integratif dengan harapan anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
sesuai dengan tahapan perkembangan dan potensi yang dimilikinya untuk menjadi manusia yang
berkualitas. Selain itu, pemenuhan kebutuhan tumbuh dan kembang secara holistik integratif diharapkan
dapat meningkatkan kesadaran orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak di dalam
keluarga, serta bertambahnya pengetahuan, sikap, keterampilan orang tua dalam melakukan perawatan,
perlindungan, pengasuhan, dan pendidikan anak usia dini.
Dari penjelasan di atas Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini secara holistik Integratif
penting untuk di kaji karena akan memunculkan komunikasi yang baik antara orangtua dan pihak
lembaga sekolah atau orang tua dengan yang lainnya, dan dapat menambah pengetahuan dan
keterampilan orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak. Tetapi bagi orang tua yang tidak dapat
mengasuh dan mendidik anak selama jam kerja memilih untuk menyewa pengasuh atau perawat untuk
mengasuh anaknya, tidak sedikit pula yang menitipkan anaknya di Tempat Penitipan Anak. Akan tetapi
kualitas dan kuantitas tempat penitipan anak belum berkembang sesuai dengan standar yang berlaku.
Maka dari itu perlu adanya analisis mengenai pelaksanaan tempat penitipan anak berbasis Holistik
Integratif agar dapat mengetahui pelaksanaan program pendidikan anak usia dini khususnya tempat
penitipan anak.

Berdasarkan Lumbung Data Pokok Pendidikan Jawa Tengah tahun 2018 di Kota Kendari
terdapat 27 kecamatan dengan 1.343 lembaga pendidikan anak usia dini seperti TK, KB, TPA, dan SPS.
Berkaitan dengan pelaksanaan tempat penitipan anak di Kota Kendari terdapat 16 lembaga dengan besar
presentase 1,19% dari jumlah lembaga pendidikan anak usia dini di Kota Kendari. Tempat penitipan anak
di Kabupaten Banyumas menjadi lembaga dengan jumlah terkecil dari jumlah lembaga pendidikan anak
usia dini di Kota Kendari

Hal ini menujukan perkembangan lembaga tempat penitipan anak masih sangat minim. Masih
rendahnya layanan Tempat Penitipan Anak saat ini disebabkan masih minimnya lembaga yang
memberikan layanan yang sesuai dengan standarisasi perkembangan dan pertumbuhan anak, yang
bekerjasama dengan lembaga ahli dibidangnya. Berbagai program yang ada, yaitu program bina keluarga
balita dan posyandu yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh,
belum adanya sinergitas 6 dan belum terintegrasi dengan aspek pendidikan, kesehatan, dan gizi. Padahal
seharusnya pelayanan yang diberikan harus saling mengisi dan mampu memenuhi kebutuhan dasar anak,
agar tingkat perkembangan anak mengalami tumbuh kembang secara optimal. Berdasarkan hasil
observasi yang dilakukan ditemukan beberapa masalah terkait pelaksanaan PAUD Holistik Integratif
khususnya Tempat penitipan Anak di Kota Kendari yaitu adanya perbedaan pelaksanaan layanan di suatu
lembaga yang hanya melaksanakan layanan pengasuhan. Idealnya Tempat Penitipan Anak harus berbasis
Holistik Integratif agar dapat melaksanakan seluruh layanan yang dapat membantu anak dalam
mengoptimalkan masa pertumbuhan dan perkembangannya.

Berdasarkan fenomena permasalahan diatas, maka untuk mengatasi masalah tersebut perlu
dilakukan analisis pelaksanaan tempat penitipan anak berbasis Holistik Integratif. Oleh karena itu
penelitian ini yang difokuskan pada bagaimana pelaksaan Tempat Penitipan Anak berbasis Holistik
Integratif di Kota Kendari.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan di teliti yaitu :

1. Bagaimana pelaksanaan Tempat Penitipan Anak berbasis Holistik Integratif di Kota Kendari?

2. Seberapa kualitas pelaksanaan Tempat penitipan Anak berbasis Holistik Integratif di Kota Kendari.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Tempat Penitipan Anak berbasis Holistik Integratif di Kota Kendari.

2. Untuk mengetahui kualitas pelaksanaan Tempat Penitipan Anak berbasis Holistik Integratif di Kota
Kendari.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memeberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi berbagai
kalangan berikut :

1. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan sumbangan pengatahuan baru mengenai pelaksanaan tempat penitipan anak
berbasis Holistik Integratif.

2. Manfaat Praktis

A). Bagi Lembaga Sebagai bahan masukan bagi para pengelola pendidikan anak usia dini, dalam
merencanakan, melaksanakan, menempatkan dan mengevaluasi pembelajaran Holistik Integratif

b) Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengalaman dan sebagai sarana untuk menyalurkan ilmu
pengetahuan yang di dapatkan di perkuliahan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tempat Penitipan Anak

2.1.1 Pengertian Tempat penitipan Anak (TPA)

Pendidikan Anak Usia Dini dapat dikelompokan menjadi formal dan nonformal. Pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan formal yaitu Taman Kanak – kanak (TK). Jalur pendidikan nonformal
berbentuk Kelomok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA), Satuan Paud Sejenis (SPS). Dalam
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Tempat Penitipan Anak (TPA) Tahun 2015 di sebutkan Undang–
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa “Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) suatu upaya yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lanjut”.

Layanan pendidikan nonformal bagi anak usia dini salah satunya adalah Tempat Penitipan Anak
(TPA) atau disebut dengan istilah “daycare”. Menurut Patmonodewo (2003:77) daycare adalah sarana
pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. Daycare merupakan upaya
yang terorganisasi untuk mengasuh anak–anak di luar rumah selama beberapa jam dalam satu hari bila
asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dengan kata lain jika orang tua tidak bisa
mengasuh, mendidik anak selama jam kerja maka anak dititipkan di TPA. Seperti yang dijelaskan Setiadi
Susilo (2016) Tempat Penitipan Anak (TPA) merupakan salah satu bentuk layanan Pendidikan Anak Usia
Dini yang menyelenggarakan program kesejahteraan sosial yang mencangkup perawatan, pengasuhan,
dan pendidikan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.

Sedangkan menurut Jill Ceder (2018) mengatakan bahwa Tempat Penitipan Anak adalah pilihan
tempat untuk menitipkan anak pada saat siang hari untuk perawatan, pengawasan, dan pembelajaran.
Sejalan dengan Listia Natadjaja (2011) mengatakan bahwa Tempat Penitipan Anak adalah suatu tempat
yang diolah oleh lembaga atau yayasan tertentu baik swasta maupun Pemerintah yang digunakan untuk
melayani penitipan anak–anak dengan batasan waktu sesuai perjanjian. Sedangkan menurut Nur Ita
Kusumastuti (2013) mengatakan bahwa Tempat Penitipan Anak menggantikan peran pengasuhan dan
peran sosialisasi serta peran pendidikan pada anak saat ditinggal ibu bekerja. Hal ini memberikan dampak
ketenangan dan kenyamanan bagi ibu bekerja saat melakukan pekerjaan di luar rumah.
Selanjutnya menurut Soedjiningsih (2008:5) Tempat Penitipan Anak merupakan tempat yang
telah dipilih oleh banyak orang tua yang bekerja untuk menitipkan anaknya saat bekerja, karena orang tua
percaya anak akan diberikan pengasuhan yang baik. Bila ditinjau dari pengertian tiap kata, maka arti
tempat menurut KBBI adalah sesuatu untuk menaruh (menyimpan, meletakkan, dan sebagainya).
Sedangkan arti kata penitipan menurut KBBI 10 berasal dari kata “titip” yang berarti menumpang atau
meletakkan. Penitipan itu sendiri memiliki arti yaitu proses menaruh barang sesuatu untuk dijaga atau
dirawat. Kemudian dari hasil arti kata–kata tersebut, dapat disimpulkan bahwa Tempat Penitipan Anak
merupakan sesuatu untuk menitipkan anak oleh orang tua untuk dijaga dan dirawat. Hal ini dikuatkan
dengan pendapat Ratna Wijayanti (2015) yang menyatakan bahwa Tempat Penitipan Anak adalah suatu
wadah pembinaan kesejahteraan anak yang memberikan ibu-ibu bekerja atau orang tua bekerja, yang
memiliki anak balita sampai anak usia prasekolah yang mencangkup pertumbuhan dan kesejahteraan anak
baik jasmani maupun rohani serta sosialnya.

Sedangkan menurut Selly Aprilia (2015) mengatakan bahwa Tempat Penitipan Anak merupakan
wahana kesejahteraan sosial yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk waktu tertentu bagi anak
yang orang tuanya berhalangan (bekerja, sakit, atau berhalangan lain) sehingga tidak berkesempatan
untuk memberikan pemenuhan kebutuhan kepada anaknya, melalui penyelenggaraan pengasuhan dan
pendidikan prasekolah bagi anak usia nol sampai enam tahun. Sejalan dengan pendapat Mursid (2015:78)
yang mengatakan bahwa TPA merupakan bentuk PAUD pada jalur pendidikan nonformal yang
menyelenggarakan program pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan sosial terhadap anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Tempat Penitipan Anak adalah wahana
atau lembaga yang termasuk dalam pendidikan Nonformal Pendidikan Anak Usia Dini yang
menyelenggarakan pendidikan sekaligus pengasuhan anak usia nol sampai enam tahun bagi orang tua
yang tidak bisa mendidik, mengasuh dan merawat selama jam kerja. Adapun Tempat Penitipan Anak
yang akan diteliti merupakan Tempat Penitipan Anak di Kabupaten Banyumas untuk mengetahui
pelaksanaan TPA berbasis Holistik Integratif.

2.1.2 Fungsi Tempat Penitipan Anak (TPA)

Menurut Setiadi Susilo (2015:60) Taman Penitipan Anak (TPA) memiliki fungsi, antara lain :

1.) Pengganti orangtua sementara waktu untuk memberikan manfaat pendidikan, asuhan,
perawatan, dan pemeliharaan sosial.
2.) Sebagai sumber informasi, komunikasi dan konsultasi di bidang kesejahteraan pra sekolah.
3.) Sebagai lembaga rujukan dari lembaga lain untuk memperoleh layanan anak usia pra sekolah.
Pendidikan dan penelitian serta sarana untuk magang bagi mereka yang belajar tentang anak balita. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi Tempat Penitipan Anak adalah sebagai lembaga yang
menyediakan jasa untuk memberikan pengasuhan, pendidikan, dan kesejahteraan anak usia dini. Adapun
fungsi Tempat Penitipan Anak yang akan diteliti dalam penelitian ini memiliki fungsi sebagai berikut:
pengganti fungsi orangtua sementara waktu; sebagai sumber informasi, komunikasi, dan konsultasi
dibidang kesejahteraan pra sekolah; sebagai rujukan dari lembaga lain dalam perolehan layanan bagi
anak usia pra sekolah; sebagai layanan pendidikan.

2.1.3 Prinsip–prinsip Penyelenggaraan Tempat Penitipan Anak

Menurut Setiadi Susilo (2015: 60) menyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan Tempat Penitipan
Anak untuk mendukung mewujudkan anak usia dini yang berkualitas, maju, mandiri, demokratis, dan
berprestasi, maka prinsip filsafat pendidikan di TPA dapat dirumuskan menjadi :

1) Tempa

Tempa dimaksudkan untuk mewujudkan kualitas fisik anak usia dini melalui upaya pemeliharaan
kesehatan, peningkatan mutu gizi, olahraga yang teratur dan terukur, serta aktifitas jasmani sehingga anak
memiliki fisik kuat, lincah, daya tahan dan disiplin yang tinggi.

2) Asah

Asah berati memberi dukungan kepada anak untuk dapat belajar melalui bermain agar memiliki
pengalaman yang berguna dalam mengembangkan seluruh potensinya. Kegiatan yang bermakna,
menarik, imajinatif, inovatif, mengeksplorasi, dan dapat mengembangkan kreatifitas anak.

3) Asih

Asih pada dasarnya merupakan penjaminan pemenuhan kebutuhan anak untuk mendapatkan
perlindungan dari perlakuan kasar, penganiayaan fisik maupun mental.

4) Asuh

Melalui pembiasaan yang dilakukan secara konsisiten untuk membentuk perilaku dan kualitas
kepribadian dan jati diri anak dalam hal:

a) Integritas, iman, dan taqwa


b) Patriotism, nasionalisme, dan kepeloporan

c) Rasa tanggung jawab, jiwa kesatria, dan sportifitas

d) Jiwa kebersamaan, demokratis, dan tahan uji

e) Jiwa tanggap (penguasaan ilmu pengetahun, dan teknologi) daya kritis dan idealisme.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan melakukan penelitian tentang pelaksanaan Tempat
Penitipan Anak dilihat dari sudut pandang prinsip penyelenggaraan Tempat penitipan Anak. Tempa
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas fisik anak, sedangkan Asah merupakan kegiatan belajar yang
dilakukan dengan bermain agar anak memiliki pengalaman. Asih merupakan pemberian perlindungan
oleh pengasuh, sedangkan Asuh adalah pembiasaan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas jati diri
anak. Dari beberapa pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa prinsip Tempat Penitipan Anak terdiri dari
Tempa, Asih, Asah, dan Asuh yang berarti secara luas adalah pemberian stimulus atau rangsangan untuk
mengoptimalkan perkembangan fisik, pemberian perlindungan, pemberian pengalaman, dan pembiasan
untuk meningkatkan kualitas diri anak.

2.1.4 Jenis–jenis Layanan Tempat Penitipan Anak (TPA)

Dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Tempat Penitipan Anak (TPA) Tahun 2015 secara
umum TPA dibagi menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan waktu layanan dan tempat penyelenggaraan.
2.1.4.1 Berdasarkan Waktu Layanan

a) Sehari penuh (full day) TPA Full day diselenggarakan selama satu hari penuh dari jam 07.00
sampai dengan 17.00 (disesuaikan dengan kondisi daerah/lingkungan setempat), untuk melayani peserta
didik yang dititipkan baik yang dititipkan sewaktu-waktu maupun dititipkan secara rutin/setiap hari.

b) Setengah hari (half day) TPA setengah hari (half day) diselenggarakan selama setengah hari
dari jam 7.00 s/d 12.00 atau 12.00 s/d 17.00. TPA tersebut melayani peserta didik yang telah selesai
mengikuti pembelajaran di Kelompok Bermain atau Taman Kanak-Kanak, dan yang akan mengikuti
program TPQ pada siang hari.

c) Temporer TPA yang diselenggarakan hanya pada waktuwaktu tertentu saat di butuhkan oleh
masyarakat. Penyelenggara TPA Temporer bisa menginduk pada lembaga yang telah mempunyai izin
operasional.

Sedangkan menurut Setiadi Susilo (2015:61) Tempat Penitipan Anak dikelompokan berdasarkan
waktu layanan, yaitu :
a) Full day

TPA full day diselenggarakan selama satu hari penuh dari pukul 07.00 sampai dengan 16.00,
untuk melayani anakanak yang dititipkan baik yang dititipkan sewaktu-waktu maupun dititipkan secara
rutin / setiap hari.

b) Semi day / Half day

TPA semi day / half day diselenggarakan selama setengah hari dari pukul 07.00 sampai dengan
12.00 atau 12.00 sampai dengan 16.00. TPA tersebut melayani anak yang telah selesai mengikuti
pembelajaran di Kelompok Bermain atau Taman Kanak–kanak pada pagi hari.

c) Temporer

TPA yang diselenggarakan hanya pada waktu–waktu tertentu saat dibutuhkan oleh masyarakat.
Penyelenggaraan TPA Temporer bisa menginduk pada lembaga yang telah mempunyai izin operasional.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Tempat penitipan Anak (TPA)
diselenggarakan berdarkan waktu yaitu Fullday, Halfday, dan Temporer. Setiap jenis memiliki waktu
yang berbeda–beda mulai dari satu hari, setengah hari, dan hanya waktu tertentu. Adapun penelitian yang
akan dilakukan adalah Tempat Penitipan Anak dengan jenis Fullday (sehari penuh) dan Semi day/ half
day (setengah hari) yang ada di Kabupaten Banyumas.

2.1.4.2 Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan

Dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Tempat Penitipan Anak (TPA) Tahun 2015, jenis
Tempat Penitipan Anak (TPA) berdasarkan tempat penyelenggaraan adalah sebagai berikut:

a) TPA Perumahan TPA yang diselenggarakan di komplek perumahan untuk melayani anak-anak di
sekitar perumahan yang ditinggal bekerja oleh orangtua.

b) TPA Pasar TPA yang melayani peserta didik dari para pekerja pasar dan anak - anak yang orangtuanya
berbelanja di pasar.

c) TPA Pusat Pertokoan Layanan TPA yang diselenggarakan di pusat pertokoan. Tujuan utamanya untuk
melayani peserta didik yang orangtuanya bekerja di pertokoan

d) TPA Rumah sakit Layanan TPA yang diselenggarakan selain untuk karyawan rumah sakit juga
melayani masyarakat di lingkungan Rumah Sakit.
e) TPA Perkebunan Taman Penitipan Anak (TPA) Berbasis Perkebunan adalah layanan yang
dilaksanakan di daerah perkebunan.

f) TPA Perkantoran Layanan TPA yang diselenggarakan di pusat perkantoran. Tujuan utamanya untuk
melayani peserta didik yang orangtuanya bekerja dikantor Pemerintahan/Swasta.

g) TPA Pantai Layanan TPA Pantai bertujuan untuk mengasuh peserta didik para nelayan dan pekerja
pantai

h) TPA Pabrik Layanan TPA Pabrik adalah penyelenggaraan layanan TPA yang berada di lingkungan
pabrik yang bertujuan untuk melayani anak dari para pekerja pabrik. Layanan TPA Pabrik dapat
disesuaikan dengan jam kerja pegawai pabrik, yang berdasarkan jadwal waktu kerja pegawai pabrik.

i) TPA Mall Layanan TPA yang diselenggarakan di mall atau pusat perbelanjaan. Tujuan utama
diselenggarakanya TPA mall adalah untuk dapat melayani pengunjung mall yang membutuhkan layanan
TPA pada saat mereka melakukan aktivitas di mall tersebut. Layanan TPA mall dapat bersifat temporer
untuk para pengunjung/pengguna jasa mall, dapat pula bersifat tetap untuk memberikan layanan bagi
anakanak pegawai di mall.

Sedangkan menurut Setiadi Susilo (2015:62) menyatakan Tempat Penitipan Anak berdasarkan
tempat penyelenggaraanya, yaitu sebagai berikut

: a) TPA Perumahan TPA yang diselenggarakan di kompleks perumahan untuk melayani anak–anak di
sekitar perumahan yang ditinggal bekerja oleh orangtua.

b) TPA Pasar TPA yang melayani anak–anak dari para pekerja pasar dan anak–anak yang orangtuanya
berbelanja di pasar.

c) TPA Pusat Pertokoan Layanan TPA yang diselenggarakan di pusat pertokoan. Tujuan utamanya untuk
melayani anak–anak yang orangtuanya bekerja atau berbelanja di pusat pertokoan.

d) TPA Rumah Sakit Layanan yang diberikan selain untuk karyawan rumah sakit juga melayani
masyarakat di lingkungan rumah sakit.

e) TPA Perkebunan Taman Penitipan Anak berbasis perkebunan adalah layanan yang dilaksanakan di
daerah perkebunan. Layanan ini bertujuan untuk melayani anak–anak pekerja perkebunan selama mereka
ditinggal bekerja oleh orangtua.
f) TPA Perkantoran Layanan TPA yang diselenggarakan di pusat perkantoran. Tujuan utamanya untuk
melayani anak–anak yang orangtuanya bekerja di kantor pemerintahan / swasta tertentu.

g) TPA Pantai Layanan TPA Pantai bertujuan untuk mengasuh anak–anak para nelayan dan pekerja
pantai.

h) TPA Pabrik Layanan TPA pabrik bertujuan untuk melayani anak–anak para pekerja pabrik. Namun,
tidak menutup kemungkinan melayani anak–anak di sekitar daerah tersebut.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Tempat Penitipan Anak (TPA)
berdasarkan tempat penyelenggaraanya dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Hal tersebut di
dasarkan pada tempat berdirinya Tempat Penitipan Anak (TPA) tersebut. Adapun Tempat Penitipan Anak
yang akan diteliti merupakan TPA jenis perumahan yang ada di Kota Kendari.

2.1.5 Kelebihan dan Kekurangan Tempat Penitipan Anak

Orang tua sangat perlu mempertimbangkan menitipkan anak mereka di TPA karena tentu ada kelebihan
dan kekurangan tersendiri yang terjadi selama pengasuhan anak di TPA. Berikut kelebihan dan
kekurangan menitipkan anak di TPA :

2.1.5.1 Kelebihan TPA

Menurut Newman&Newman dalam Patmonodewo (2003:77) kelebihan TPA adalah:

a) Lingkungan sekitar harus memberikan rangsangan bagi panca indera

b) Lingkungan main yang lebih luas bagi anak sehingga lebih memudahkan anak untuk
beraktifitas.

c) Dapat mengembangkan perkembangan bahasa karena lebih sering berinteraksi dengan orang
lain

d) Orangtua akan memperoleh informasi dan keterampilan dalam pengasuhan anak dari staf
tempat penitipan anak tentang cara merawat anak

e) Anak akan selalu di awasi oleh pengasuh

f) Pengasuh pada lembaga sudah ahli mengurus anak

g) Tempat penitipan anak sebagai sarana untuk melatih kemandirian anak


h) Terdapat bermacam–macam perlengakapan yang dapat menunjang kegiatan anak.

2.1.5.2 Kekurangan TPA

Menurut Papousek dan Newman&Newman dalam Patmonodwo (2003:78) kekurangan TPA adalah:

a) Waktu yang terbatas untuk memperhatikan dan memenuhi kebutuhan anak secara menyeluruh.
b) Kurangnya kesempatan bagi anak–anak untuk mandiri.

c) Orangtua cenderung melimpahkan seluruh tugas kepada pengasuh di tempat penitipan anak.

d) Kebutuhan anak kurang terpenuhi secara maksimal.

e) Penyesuaian diri anak terhadap pengasuh yang selalu berganti–ganti.

f) Penularan penyakit sangat cepat.

Sedangkan menurut Aulia Estykusuma (2015) menyebutkan Kelebihan Tempat Penitipan Anak,
yaitu:

a) Pengasuh sudah dibekali dengan dasar pendidikan dan kesehatan anak, sehingga mereka sudah
mengetahui hal yang harus dilakukan pada anak.

b) Tempat penitipan anak telah merancang program yang disesuaikan dengan perkembangan dan
kebutuhan anak.

c) Dibeberapa TPA yang berbasis Islam, lebih menekankan penanaman nilai agama dan moral
dnegan kegiatan seperti sholat, mengaji, menghafal doa dan surat pendek.

d) Dapat menumbuhkan jiwa sosial anak.

e) Jenis permainan yang beragam dan jumlah yang banyak dan tempat bermain yang cukup,
membuat anak lebih bisa mengembangkan imajinasinya sehingga anak menjadi lebih kreatif.

f) Melatih kemandirian anak sejak dini. Selain itu terdapat kekurangan tempat penitipan anak,
yaitu:

a) Jumlah anak dan pengasuh yang tidak sesuai mengakibatkan pengawasan terhadap anak
menjadi kurang fokus.

b) Mudah tertular penyakit


c) Aturan yang diterapkan di Tempat penitipan Anak akan berbeda dengan aturan yang
diterapkan di rumah.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa setiap Tempat Penitipan Anak memiliki
kekurangan dan kelebihannya masing–masing. Adapun peneliti akan melakukan penelitian untuk
mengetahui alasan Tempat Penitipan Anak yang belum menerapkan Holistik Integratif di Kabupaten
Banyumas.

2.2 Holistik Integratif

2.2.1 Pengertian Holistik Integratif

Berdasarkan direktorat pembinaan pendidikan anak usia dini direktorat jendral paud dan
pendidikan masyarakat kementrian pendidikan dan kebudayaan 2015 tentang petunjuk teknis PAUD
Holistik Integratif adalah upaya pengembangan anak usia dini yang dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling terkait secara simultan, sistematis, dan terintgrasi.
Pengembangan PAUD holistik integratif adalah pengembangan anak usia dini yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan esensial anak yang beragam, meliputi berbagai aspek fisik dan non-fisik, termasuk
mental, emosional, dan sosial.

PAUD Holistik Integratif adalah penanganan anak usia dini secara utuh (menyeluruh) yang
mencangkup layanan gizi dan kesehatan, pendidikan dan 23 pengasuhan, dan perlindungan untuk
mengoptimalkan semua aspek perkembangan anak yang dilakukan secara terpadu oleh berbagai
pemangku kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat. Menurut Sujiono (2009:89)
perkembangan anak usia dini harus dilakukan secara menyeluruh (holistik) yang mencangkup aspek
kesehatan, gizi, pendidikan, perkembangan emosi serta intelektual harus dlakukan dengan baik karena
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak di kemudian hari. Sejalan dengan pendapat
Riley (2009); Zhai, Gunn, & Waldfogel (2011) bahwa guru dan pembuat kebijakan perlu memperdalam
dan memperluas pemahaman tentang teori perkembangan anak secara holistik.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa PAUD Holistik Integratif adalah cara
penanganan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini secara utuh dan
menyeluruh yang mencangkup layanan gizi, kesehatan, pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak
harus dilakukan dengan baik karena dapat mempengaruhi perjalan hidupnya dikemudian hari. Adapun
Layanan Pendidikan Anak Usia Dini berbasis Holistik Integratif mencangkup semua lembaga baik Taman
Kanak–kanak, Kelompok Bermain, Playgroup maupun Tempat Penitipan Anak. Dalam penelitian ini akan
lebih fokus membahas tentang pelaksanaan Tempat Penitipan Anak berbasis Holistik Integratif di
Kabupaten Banyumas.

24 2.2.2 Prinsip PAUD Holistik Integratif

Menurut Perpres RI No. 60 Th. 2013 Tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif
dijelaskan bahwa prinsip pendidikan PAUD Holistik Integratif adalah sebagai berikut:

1) Layanan yang menyeluruh dan terintegrasi

2) Pelayanan yang berkesinambungan

3) Pelayanan yang non diskriminasi

4) Pelayanan yang tersedia, dapat dijangkau dan terjangkau, serta diterima oleh kelompok
masyarakat

5) Partisipasi masyarakat

6) Berbasis budaya yang konstruktif

7) Tata kelola pemerintahan yang baik

Dari beberapa penjelasan di atas di simpulkan bahwa prinsip penyelenggaraan PAUD Holistik
Integratif merupakan pemberian layanan secara terus menerus tanpa membeda–bedakan pemberian
layanan kepada anak. Adapun prinsip Holistik Integratif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
layanan yang menyeluruh dan terintegrasi artinya pemberian layanan berupa layanan pendidikan,
pengasuhan, perlindungan, dan kesejahteraan dalam perkembangan anak.

2.2.3 Tujuan PAUD Holistik Integratif

Menurut Perpres RI No. 60 Th. 2013 Tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif
dijelaskan bahwa secara umum adalah terselenggaranya layanan perkembangan anak usia dini Holistik
Integratif menuju terwujudnya anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia. Sedangkan
secara khusus Tujuan PAUD holistik Integratif, yaitu:

1) Terpenuhinya kebutuhan anak usia dini secara utuh seperti kesehatan dan gizi, rangsangan
pendidikan, pembinaan moral-emosional dan pengasuhan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang
secara optimal sesuai kelompok usia.
2) Terlindunginya anak dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, perlakuan yang salah, dan
eksploitasi dimanapun anak berada.

3) Terselenggaranya pelayanan anak usia dini secara terintegrasi dan selaras antar lembaga
layanan terkait.

4) Teruwujudnya komitmen seluruh unsur terkait yaitu orang tua, keluarga, masyarakat,
Pemerintah dalam upaya pengembangan anak usia dini holistik-integratif.

Dapat ditegaskan bahwa tujuan penyelenggaraan PAUD Holistik Integratif adalah untuk
meningkatkan kualitas anak–anak yang dimulai sejak dini. Adapun penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tujuan pelaksanaan PAUD Holistik Integratif melalui penyelenggaraan Tempat Penitipan
Anak di Kabupaten Banyumas sesuai dengan tujuan yang diterapkan.

2.2.4 Arah Kebijakan PAUD Holistik Integratif

Menurut Perpres RI No. 60 Th. 2013 Tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif
dijelaskan bahwa arah kebijakan PAUD Holistik Integratif, yaitu:

1) Peningkatan akses, pemerataan dan berkesinambungan serta kelengkapan jenis pelayanan


PAUD Holistik Integratif.

2) Peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan PAUD Holistik Integratif.

3) Peningkatan koordinasi dan kerjasama lintas sektor serta kemitraan antar institusi pemerintah,
lembaga penyelenggaraan layanan, dan organisasi terkait, baik lokal, nasional, maupun internasional.

4) Penguatan kelembagaan dan dasar hukum, serta pelibatan masyarakat dan media massa dalam
penyelenggaraan pelayanan PAUD Holistik Integratif.

Dapat ditegaskan bahwa arah kebijakan PAUD Holistik Integratif adalah peningkatan layanan
untuk penyelenggaraan PAUD Holistik Integratif yang lebih berkualitas. Adapun dalam penelitian ini
akan membahas tentang arah kebijakan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan PAUD Holistik
Integratif melalui lembaga Tempat Penitipan Anak di Kota Kendari. Selain itu arah kebijakan PAUD
Holistik Integratif pada penilitian ini adalah peningkatan koordinasi dan kerjasama lintas sektor serta
kemitraan antar lembaga, untuk mengetahui kemintraan yang dilaksanakan di Tempat Penitipan Anak di
Kota Kendari.
2.2.5 Penerapan Layanan PAUD Holistik Integratif di Satuan PAUD

Menurut petunjuk pelaksanaan PAUD Holistik Integratif di Satuan PAUD tahun 2015
menjelaskan bahwa layanan PAUD Holistik Integratif dilaksanakan secara terpusat, artinya semua
layanan pendidikan; kesehatan, gizi, perawatan; pengasuhan dan perlindungan anak dilakukan dalam satu
tempat yaitu satuan PAUD. Dalam penelitian ini satuan yang dimaksud adalah Tempat Penitipan Anak di
Kabupaten Banyumas. Penerapan layanan PAUD Holistik Integratif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Layanan Pendidikan Layanan pendidikan sebagai layanan dasar yang diselenggarakan di


satuan PAUD untuk mengembangkan berbagai potensi anak yang mencakup nilai-nilai agama dan moral,
fisikmotorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni. Prinsip yang digunakan dalam proses
pembelajaran anak usia dini sebagai berikut:

a) Belajar melalui bermain

b) Berorientasi pada perkembangan anak

c) Berorientasi pada kebutuhan anak

d) Berpusat pada anak

e) Pembelajaran aktif

f) Berorientasi pada pengembangan nilai-nilai karakter28

g) Berorientasi pada pengembangan kecakapan hidup

h) Didukung lingkungan yang kondusif

i) Berorientasi pada pembelajaran yang demokratis

2) Layanan Kesehatan, Gizi, dan Perawatan

a) Layanan kesehatan, gizi dan perawatan di satuan PAUD menjadikan bagian dari kurikulum
yang diwujudkan dalam kegiatan rutin.

b) Memberikan fasilitas untuk melakukan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK)

c) Berkoordinasi atau meminta bantuan kepada tokoh masyarakat / Penilik apabila memerlukan
bantuan untuk perluasan jaringan kemitraan.

3) Layanan Pengasuhan
Pengasuhan pada satuan PAUD dilakukan bekerjasama dengan orang tua melalui program
Parenting. Program parenting diisi dengan kegiatan:

a) KPO (Kelompok Pertemuan Orangtua) seperti penyuluhan, diskusi, simulasi, seminar tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak, pengenalan makanan lokal yang sehat, pembiasaan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), penanggulangan kecacingan, penggunaan garam beryodium, pencegahan
penyakit menular, dan lain-lain.

b) Konsultasi antara guru dan orangtua berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak.
c) Keterlibatan orangtua di dalam kelas misalnya membantu menata lingkungan main, membuat
media pembelajaran, menjadi model profesi sesuai dengan tema pembelajaran.

d) Keterlibatan orangtua dalam menyediakan program makan bersama secara bergilir sesuai
rekomendasi ahli gizi tentang penyediaan menu makanan dengan pemenuhan gizi seimbang.

e) Keterlibatan orangtua di luar kelas misalnya menjadi panitia kegiatan lapangan, dan
menyediakan PMT.

f) Kegiatan bersama keluarga.

4) Layanan Perlindungan

Perlindungan anak harus menjadi bagian dari Misi lembaga, artinya semua anak yang ada di Satuan
PAUD harus terlindung dari kekerasan fisik dan kekerasan non fisik, antara lain:

a) Memastikan lingkungan, alat, dan bahan main yang digunakan anak dalam kondisi aman,
nyaman dan menyenangkan.

b) Memastikan tidak ada anak yang terkena bully atau kekerasan fisik ataupun ucapan oleh
teman, guru, atau orang dewasa lainnya di lingkungan.

c) Mengenalkan kepada anak bagian tubuh yang boleh disentuh dan yang tidak boleh disentuh.

d) Mengajarkan anak untuk dapat menolong dirinya apabila mendapat perlakuan tidak nyaman.

e) Semua anak mendapat perhatian yang sama sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya.

f) Memastikan semua guru terbiasa ramah, menghormati, menyayangi, serta peduli kepada
semua anak dengan tidak mecap atau melabelkan sesuatu pada anak.

g) Menumbuhkan situasi di area Satuan PAUD penuh keramahan.


h) Memastikan saat anak pulang sekolah dalam posisi aman.

5) Layanan Kesejahteraan

Layanan kesejahteraan diartikan bahwa Satuan PAUD memperhatikan setiap anak terpenuhi
kebutuhan dasarnya yakni kepastian identitas, kebutuhan fisik dan kebutuhan rohani. Untuk
melaksanakan layanan kesejahteraan bagi anak, Satuan Pendidikan melakukan hal-hal berikut:

a) Membantu keluarga yang anaknya belum memiliki Akta Kelahiran dengan cara melaporkan
ke kelurahan

b) Menyisihkan dana bantuan operasional dan dana dari sumber lainnya untuk program makanan
tambahan.

c) Membantu keluarga yang belum memiliki akses layanan kesehatan dengan mendaftarkan
keluarga tersebut sebagai penerima jaminan kesehatan.

d) Memperlakukan semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus sesuai dengan potensi yang
dimiliki.

e) Membiasakan untuk memberi penghargaan kepada anak atas usaha yang telah dilakukannya.
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan layanan di satuan PAUD
meliputi Layanan Pendidikan; Layanan Kesehatan, Gizi, dan Perawatan; Layanan Pengasuhan; Layanan
Perlindungan; dan Layanan Kesejahteraan. Dengan demikian layanan di satuan PAUD Holistik Integratif
harus memiliki komponen yang dijelaskan tersebut. Dari kajian teori di atas mengenai indikator
pelaksanaan Holistik Integratif di satuan PAUD selanjutnya akan dijadikan instrument dalam penelitian
ini. Adapun dalam penelitian ini peneliti akan melakukan penelitian di satuan PAUD Tempat Penitipan
Anak berbasis Holistik Integratif yang ada di Kota Kendari

2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat

Kerangka Berfikir Tempat Penitipan Anak berbasis Holistik Integratif Tempat Penitipan Anak
mulai menerapkan Holistik Integratif di Kota Kendari dengan tujuan agar terwujudnya keterpaduan dari
berbagai aspek yang akan membentuk anak usia dini yang utuh, yaitu aspek pendidikan, kesehatan dan
gizi, pengasuhan, deteksi dini, dan tumbuh kembang, serta aspek perlindungan. harapan Teori harapan
Fakta Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di salah satu TPA di Kota Kendari nbahwa belum
menerapkan TPA Holistik Integratif di lembaga tersebut. Selain itu masih minimnya pengetahuan
mengenai PAUD HI dan hambatan–hambatan lain yang dialami. Landasan yuridis Peraturan Presiden
Nomor 60 tahun 2013 tentang Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Integratif (PAUD HI) sebagai bentuk
komitmen pemerintah dalam menjamin terpenuhinya hak tumbuh kembang anak usia dini dalam hal
pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, serta perlindungan dan kesejahteraan anak. Banyak
kegiatan yang dilaksankaan untuk membagikan pengetahun tentang PAUD Holistik Integratif di Kota
Kendari. Termasuk sosialisasi tentang Tempat Penitipan Anak berbasis Holistik Integratif. Landasan
empiris Penyelengaraan pendidikan anak usia dini secara holistik integratif penting untuk dikaji karena
akan memunculkan komunikasi yang baik antara orang tua dengan lembaga dan dapat menambah
pengetahuan dan keteramilan orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak.
BAB 3

PENUTUP

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa pelaksanaan
Tempat Penitipan Anak berbais Holistik Integratif di Kabupaten Banyumas dikategorikan dalam kriteria
tinggi dan kriteria sedang. Hasil skor angket kriteria tinggi apabila berada pada interval kelas 66,5%
sampai dengan 100%. Nilai rata-rata skor angket dari 14 Tempat Penitipan Anak adalah 80,8% dimana
masuk dalam interval kelas kriteria tinggi. Dikategorikan kriteria tinggi apabila lembaga tersebut sudah
menerapkan Holistik Integratif berdasarkan layanan – layanan yang telah diberikan seperti layanan
pendidikan, layanan pengasuhan, layanan kesehatan, gizi dan perawatan, layanan perlindungan, dan
layanan kesejahteraan. Sedangkan 1 lembaga Tempat Penitipan Anak masuk dalam kriteria sedang karena
hasil skor menunjukan 57% yang artinya masuk dalam interval kelas kriteria sedang. Dikategorikan
kriteria sedang karena lembaga tersebut hanya melaksanakan salah satu layanan yaitu layanan penasuhan.
TPA Sekar Kemuning masuk dalam kriteria sedang hanya melaksanakan layanan pengasuhan saja, hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya kegiatan pembelajaran yang terstruktur, laporan perkembangan anak, dan
tidak adanya kerjasama yang dijalin dengan lembaga kemitraan. Kualitas pelaksanaan Tempat Penitipan
Anak berbasis Holistik Integratif di Kabupaten Banyumas dapat dilihat dari layanan-layanan yang
diberikan kepada peserta didik. Hubungan kerjasama antara Tempat Penitipan Anak dengan lembaga
kemitraan menjadi indikator dalam mengetahui kualitas pelaksanaan Tempat Penitipan Anak berbasis
Holistik Integartif di Kabupaten Banyumas. Pada umumnya lembaga kemitraan yang menjadi lembaga
kerjasama dengan tempat penitipan anak di Kabupaten Banyumas antara lain Puskesmas, Dokter gigi,
Himpaudi, Posyandu, Dinas Pendidikan, sanggar tari, Polsek/Polres, tokoh masyarakat, Dinas
Kependudukan, Psikolog, spa bayi, Bidan, dan Dompet Du’afa dan LSM.

5.2 Saran

Saran yang dapat peneliti sampaikan untuk menindak lanjuti penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Lembaga

Lembaga tempat penitipan anak yang sudah berbasis Holistik Integratif sebaiknya bisa
meningkatkan kualitas lembaga agar lebih baik dan sesuai dengan aturan yang diterapkan. Bagi lembaga
yang belum berbasis Holistik Integratif sebaiknya mulai mempelajari dan mengaplikasikan Holistik
Integratif di lembaganya.
2. Bagi peneliti berikutnya Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian sejenis hendaknya
dapat menindaklanjuti penelitian ini dengan variasi dan perbaikan. Variasi tersebut misalnya dengan
pelaksanaan pembelajaran Holistik Integratif di lembaga PAUD.
DAFTAR PUSTAKA

________. 2014. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed (3th ed.). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Amali, R. Siti Hajar.2013. Analisis Kesalahan Penggunaan –bekidanakerebanaranai dalam kalimat


bahasa Jepang. Skripsi Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan.

Anik. Dema. Hanggara. (2016) Analisis Pembelajaran Holistik Integratif Pada Anak di Taman Kanak –
kanak Negeri Pembina Grogol Kabupaten Kediri. Jurnal Ilmiah PG-PAUD. Volume 10(2)

Anita. Dian. Sri. (2013) Desain Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif PAUD Non Formal.
Jurnal Ilmiah. Volume 2(1)

Cahyaningsih, S , Dewi. 2011 Pertumbuhan, perkembangan anak dan remaja. CV. Trans Info Media.
Jakarta Timur

Creswell, J. 2015. Riset Pendidikan Perencanaan, Pelaksanaan, dan Evaluasi Riset Kualitatif &
Kuantitatif (5th ed.). Translated by Soetjipto, H.P., Soetjipto, S.M. 2015. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Depdiknas Jateng, Pedoman Pengembangan Pembelajaran (Kurikulum dan Perangkat Bahan Ajar PAUD
Holistik Integratif) Semarang : Depdiknas Jateng, 2013

Direktorat Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal. (2013) Petunjuk Teknik
Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak. Jakarta : Depdikbud.

Farihah dan Masitowarni. (2013) Pengelolaan Kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB) Secara Holistik
Integratif. Jurnal Ilmiah. Volume 2(2)

Fatimah. Leny. (2014) Pola Asuh dan Perkembangan Anak Di Tempat Penitipan Anak. Jurnal Ilmiah
Keperawatan Anak.Volume 1(1)

Gatot. (2016) Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif mewujudkan anak yang sehat, cerdas,
ceria, dan Berakhlak Mulia. Jurnal Ilmiah Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Volume 1(1)

Imam. Yuli. (2017) Pembelajaran Holistik Integratif Anak Usia Dini dengan Pendekatan Cashflow
Quadrant di RA Al Muttaqin Tasikmalaya. Jurnal Ilmiah PG-RA. Volume 3(2)65
Lara. (2014) School Readiness and Transition to Primary School: A Study of Teachers, Parents and
Educational Policy makers’ Perspectives and Practices in the Capital City of Indonesia. Skripsi.
Psikologi.

Listia. (2007) Tempat Penitipan Anak Mewah, Menengah, dan Sederhana (Studi Perbandingan
Perkembangan Anak Balita Secara Kognitif Motorik Afektif). Jurnal Ilmiah. Desain Komunikasi Visual.

Morisson, George S. Dasar – dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta : Indeks, 2012

Mulyana. 2012. Manajemen PAUD. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Offset

Mursid.2016. Pengembangan Pembelajaran PAUD. Bandung : Remaja Rosdakarya.

National Asssociation for the Education of Young Children. (2009). Developmentally Appropriate
Practice in Early Childhood Program Serving Children from Birth Though Age 8. Di akses dari
http://www.naeyc.org/files/naeyc/file/positions/PSDAP.pdf.

Padmonodewo. 2003. Pendiidkan Anak Prasekolah (2th ed.). Jakarta : Rineka Cipta

Ratna. (2015) Analisis Perilaku Konsumen Pindah Pelayanan Pada Penitipan Anak. Jurnal Ilmiah
Manajemen. Volume 1(1) Republik Indonesia. 2003. Salinan Undang – Undang nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Republik Indonesia. 2013. Salinan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2013 tentang
Pengemabngan Anak Usia Dini Holistik Integratif

Soetjiningsih, C.H. (2008). Perkembangan Anak Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-kanak Akhir.
Jakarta: Prenada Media Group.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta. Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods).
Bandung: Alfabeta.

Sujiono, Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : Indeks

Susilo, Setiadi. 2016. Pedoman Penyelenggaraan PAUD. Jakarta : Bee Media Pustaka 66

Suyanto, Slamet. 2015. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Yogyakarta : Hikayat Publishing

Ulfa, Maulidya dan Suyadi. 2015. Konsep Dasar PAUD. Bandung : Rosdakarya
Umul. (2017) Pendidikan Holistik Integratif di Raudlatul Athfal (RA). Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama
dan Keagamaan. Volume 15(2)

Wahyuti, Tuti. 2003. Posisi Strategis Taman Penitipan Anak UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasiona
ANALISIS PENGEMBANGAN ASPEK SOSIAL EMOSIONAL PADA ANAK USIA DINI
MELALUI KEGIATAN PEMBIASAAN BERBAGI DI TK ITTIHADUL WATAREMA

OLEH :

NAMA : SUHARTIN.M

NIM : 838274233

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TERBUKA

UPBJJ-UT UNAAHA

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas yang berjudul ANALISIS PENGEMBANGAN ASPEK SOSIAL EMOSIONAL
PADA ANAK USIA DINI MELALUI KEGIATAN PEMBIASAAN BERBAGI DI TK ITTIHADUL
WATAREMA. Ini tepat pada waktunya.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.

Saya menyadari, tugas yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan tugas ini.
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

adalah individu kecil yang memiliki potensi yang masih harus dikembangkan. Anak memiliki
karakteristik tertentu yang khas dan tidak sama dengan orang dewasa, mereka selalu, aktif, dinamis,
antusias dan ingin tahu terhadap apa yang dilihat, didengar, dirasakan, mereka seolah-olah tidak pernah
bereksplorasi dan belajar. Anak bersifat egosentris, memiliki rasa ingin tahu secara ilmiah, merupakan
makhluk sosial, unik, kaya dengan fantasi, memiliki daya perhatian pendek, dan merupakan masa yang
paling potensial untuk belajar.

Pendidikan taman kanak-kanak adalah suatu pendidikan yang membantu anak untuk
mengembangkan segala bidang aspek pengembangan terutama sosial emosionalnya, karena pada
kenyataannya sering dijumpai permasalahan di bidang sosial emosional. Pentingnya pengembangan sosial
emosional pada anak usia dini dikarenakan makin kompleksnya permasalahan kehidupan disekitar anak.
Termasuk didalamnya perkembangan emosi dan sosial anak tidak selamanya stabil. Suatu saat seorang
anak mampu menyesuaikan diri secara tepat dan baik dalam lingkungan yang dimasukinya, tetapi saat
lainnya mereka mengalami kesulitan bahkan kegagalan dalam berinteraksi dan beraktivitas dalam
lingkungan sosialnya.

Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 dijelaskan:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

1 Slamet Suyanto, Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta : Hikayat Publishing,
2005), hlm. 33-34.

2 Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati, Metode Pengembangan Sosial Emosional, (Tangerang :
Universitas Terbuka, 2013), spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam diri setiap anak perlu dikembangkan nilai-nilai dasar yang dapat digunakan secara
fungsional dalam kehidupannya kelak. Diantara aspek mendasar adalah pengembangan sosial emosional
yang memadai. Sejak dini anak harus sudah dikenalkan pada kemampuan mengenali, mengolah, dan
mengontrol emosi, serta perilaku sosialnya agar dapat merespons dengan baik setiap kondisi emosi dan
sosial yang muncul dihadapannya.4
Perkembangan sosial emosional anak adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain
ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari- hari. Tingkat interaksi antara anak dengan orang lain, dimulai
dari orangtua, saudara, teman bermain hingga masyarakat luas. Dapat dipahami bahwa perkembangan
sosial emosional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan kata lain membahas perkembangan emosi
harus bersinggungan dengan perkembangan sosial, begitu pula sebaliknya membahas perkembangan
sosial harus melibatkan emosional, sebab keduanya terintegrasi dalam bingkai kejiwaan yang utuh.

Menurut Hurlock, perkembangan sosial emosional adalah perkembangan perilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial, dimana perkembangan emosional adalah suatu proses dimana anak melatih
rangsangan-rangsangan sosial terutama yang didapat dari tuntutan kelompok serta belajar bergaul dan
bertingkah laku.

Berdasarkan hasil pengamatan terdahulu peneliti di Tk ittihadul watarema, pada saat belajar
mengajar dimulai peneliti menemukan beberapa anak yang mau berbagi dengan temannya seperti :
berbagi pensil, penghapus, penggaris untuk menggambar. Dan pada saat istirahat peneliti menemukan

3 Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

4 Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati, Metode Pengembangan Sosial..., hlm.5.8.

5 Suryadi, Psikologi Belajar PAUD, (Yogyakarta : Bintang Pustaka Abadi, 2010), hlm

6 Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta : Erlangga, 1978), hlm.26. beberapa anak yang
belum mau berbagi dengan temannya seperti : anak-anak saat istirahat makan. Ada yang membawa
makanan banyak, tetapi belum mau berbagi dengan temannya.

Menanamkan sosial emosional yang baik untuk anak sangat penting. Terutama dengan cara
mengajarkan anak untuk pembiasaan berbagi. Sehingga anak memahami tentang empati pada orang lain
dan mampu memiliki watak yang baik terhadap sesamanya. Dengan berbagi maka anak akan lebih mudah
bersosialisasi dan diterima oleh lingkungan sekitarnya. Selain itu hal ini akan terbawa hingga anak
dewasa dan membuat anak di masa depan tumbuh dengan karakter yang bijaksana dalam menyikapi suatu
keadaan. Terutama saat melihat orang yang kurang mampu. Biasakan berbagi, biasakan anak untuk rajin
berbagi pada sesamanya sehingga dengan demikian anak akan terdorong untuk mau berbagi kepada
sesamanya. Inilah pentingnya berbagi untuk anak, supaya saat dewasa nanti maka anak akan memiliki
sosial emosional yang baik dan suka berbagi kepada sesamanya. Terutama pada mereka yang benar-benar
membutuhkan pertolongan.
Dalam memilih setting Penelitian saya memilih Tk ittihadul watarema karena tingkat
pencapaian perkembangan anak usia 4-6 tahun tersebut sesuai dengan topik penelitian saya yang
didalamnya mencakup 6 aspek perilaku prososial berbagi dengan orang lain seperti adanya kegiatan
pembiasaan berbagi setiap harinya atau anak yang belum mau berbagi, dan rata-rata pekerjaan orangtua
wali murid dari kalangan menengah keatas, yang menjadi Fokus Tema dalam penelitian ini yaitu Anak
dengan kegiatan pembiasaan berbagi sehingga memunculkan rasa keingin tahuan peneleliti akan sosial
emosional dengan pembiasaan berbagi tersebut.

Dalam wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada salah satu guru di TK ittihadul
watarema IV pada tanggal 10 februari 2018, mengatakan bahwa pelaksanaan kegiatan pembiasaan
berbagi dimulai pada semester 2 dan ternyata hasilnya lebih baik daripada semester lalu yang kesadaran
berbagi belum ada karena anak-anak masih baru, masih egois dan masih belum mengenal teman-
temannya. Di sekolah sana banyak kegiatan pembiasaan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
aspek sosial dan emosi anak usia dini antara lain : pembiasaan rutin melalui makan bersama, pembiasaan
spontan membantu orang lain, dan sosial emosional dengan pembiasaan keteladanan. Di samping anak-
anak merasa senang mengikuti kegiatan pembiasaan berbagi, berbagi mainan, berbagi makanan dan
berbagi cerita mereka juga lebih baik dan bagus daripada semester lalu.

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan sosial emosional maupun pembiasaan menemukan


bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain faktor pengaruh keadaan individu sendiri,
konflik-konflik dalam proses perkembangan, sebab-sebab lingkungan.

Data sosial emosional anak usia dini yang menunjukan bahwa sosial emosional tingkatannya
optimal di TK ittihadul watarema. Hal ini dibuktikan dengan penilaian dari guru berupa catatan anekdot
yang menganalisis kejadian yang luar biasa yaitu kejadian yang tidak semestinya, misalnya anak tidak
mau berbagi.

Ada lima kejadian yang menunjukkan bahwa perkembangan sosial emosional anak di TK
ittihadul watarema optimal Pertama, kejadian pada Dewa tanggal 1 November 2017, Dewa menangis
karena pensilnya dipinjam Rio, kemudian guru memberikan nasehat pada Dewa untuk saling
meminjamkan dan tidak menangis ketika barangnya dipinjam. Selain itu, guru juga memberikan masukan
pada Dewa bahwa barang yang dipinjamkan Rio akan dikembalikan lagi.

Kedua, kejadian pada Azka tanggal 3 November 2017, Azka membawa makanan banyak seperti
kue, permen, dan coklat. Tetapi, Azka belum mau berbagi makanan dengan temannya. Kemudian guru
memberikan pemahaman dan pengertian yang lebih jelas supaya Azka bisa membiasakan berbagi setiap
harinya.

Ketiga, kejadian pada tanggal 11 November 2017, Ziya dan murid- murid lainnya TK ittihadul
watarema pergi ke Panti Asuhan dalam rangka Bakti Sosial, Ziya marah pada saat temannya berbagi nasi
bungkus untuk anak Panti Asuhan. Ziya tidak membiarkan temannya berbagi nasi bungkus untuk anak
Panti Asuhan. Kemudian guru memberikan pengetahuan tentang perilaku baik kepada Ziya secara
langsung, dengan cara berbagi cerita.

Keempat, kejadian pada tanggal 11 November 2017, Kiran dan murid- murid lainnya TK
ittihadul watarema pergi ke Panti Asuhan dalam rangka Bakti Sosial, Kiran emosi mengambil dan
berebut nasi bungkus dengan temannya untuk membagikan nasi bungkus tersebut. Kemudian guru
mengajarkan Kiran untuk bersabar, dengan cara berbagi cerita dengan tujuan anak bisa sabar, dari hal ini
maka dalam kegiatan pembiasaan perlu dilakukan kegiatan pengkondisian.

Kelima, kejadian pada tanggal 11 November 2017, Khansa dan murid- murid lainnya TK
ittihadul watarema pergi ke Panti Asuhan dalam rangka Bakti Sosial, Khansa anak yang sangat ceria,
Khansa semangat berbagi nasi bungkus untuk anak Panti Asuhan karena Khansa terbiasa berbagi setiap
harinya dikelas. Kemudian guru, memberikan Khansa hadiah seperti memberikan pujian pada Khansa
atas keberhasilan berperilaku baik.

Atas dasar pemaparan di atas maka peneliti tertarik dan mengkaji lebih mendalam dengan judul :
“Pengembangan Aspek Sosial Emosional Pada Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Pembiasaan berbagi di
TK ittihadul watarema.

B. DefinisiOperasional

1. Pengembangan Sosial Emosional Anak Usia Dini

Pengembangan sosial emosional anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang,
contohnya pada anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh yang mencakup aspek fisik dan
non fisik, dengan memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani, motorik, akal pikir,
emosional, dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan
tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi, dan bekerja sama.10 Sosialisasi
merupakan suatu proses dimana individu (terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-
rangsangan sosial terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar bergaul
dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungan sosialnya.

Emosi adalah perasaan yang ada dalam diri individu. Emosi dapat berupa perasaan senang atau
tidak senang, perasaan baik atau buruk. Dalam World Book Dictionary, emosi didefinisikan sebagai
“berbagai perasaan yang kuat”. Perasaan benci, takut, marah, cinta, senang, dan kesedihan. Macam-
macam tersebut adalah gambaran dari emosi. Goleman menyatakan bahwa “emosi merujuk pada suatu
perasaan atau pikiran- pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta serangkaian
kecenderungan untuk bertindak”.

Perkembangan emosi anak usia dini berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sosial
anak usia dini. Bahkan banyak yang berasumsi bahwa perkembangan emosi pada anak usia dini sangat
dipengaruhi oleh perkembangan sosial mereka meskipun kemudian perkembangan emosi tersebut
kemudian memberi pengaruh pula terhadap perkembangan sosial mereka. Hal itu dikarenakan emosi yang
ditampilkan anak usia dini sebenarnya merupakan respons dan hubungan sosial yang ia 10 Ahmad
Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini. jalani dengan orang lain, dan emosi tersebut juga akan
mempengaruhi keberlanjutan hubungan sosial tersebut. Jadi, pada dasarnya ada semacam siklus antara
perkembangan sosial dan perkembangan emosi pada anak usia dini.

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun yang sedang berada dalam tahap
perkembangan dan pertumbuhan, baik fisik maupun mental. Pada usia ini sering disebut sebagai masa-
masa keemasan atau “golden age” yang membutuhkan rangsangan dan stimulasi dari orang tua, pendidik
dan pendamping anak. Masa ini merupakan masa kritis dalam rentang perkembangan, yang telah
dipahami oleh banyak orang tua dan masyarakat, masa ini juga sangat berperan aktif dalam proses
pertumbuhan maupun perkembangan keenam aspek yaitu fisik, bahasa, intelektual atau kognitif, emosi,
sosial, moral, dan agama.

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan sosial emosional
anak usia dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak dalam pencapaian kematangan
hubungan sosial baik secara fisik dan non fisik melalui pemberian rangsangan agar anak dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal.

2. Pembiasaan Berbagi

Pembiasaan berasal dari kata biasa. Pada kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa biasa memiliki
makna umum, seperti sedia kala, sesuatu yang sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dari
kehidupan sehari-hari, dan sudah seringkali dilakukan. Kata kerjanya adalah membiasakan yang berarti
menjadikan lazim dan menjadikan terbiasa. Kata bendanya adalah kebiasaan yang berarti sesuatu yang
sudah biasa dilakukan. Sedangkan kata sifatnya adalah terbiasa yang berarti sudah biasa. Imbuhan “pem-
“ dan “-an” pada kata biasa mengarah pada suatu proses, yaitu proses untuk membuat seseorang terbiasa
untuk melakukan sesuatu. Jadi secara istilah kegiatan pembiasaan dapat diartikan sebagai upaya yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk membiasakan seseorang maupun sekelompok
orang untuk melakukan suatu aktivitas.

Belajar berbagi (sharing) merupakan keterampilan sosial yang sangat dibutuhkan oleh anak.
Melalui berbagi anak akan terlatih untuk membaca situasi lingkungan, belajar berempati terhadap
kebutuhan anak lain, belajar bermurah hati, melatih bersikap lebih sosial, serta bertahap meninggalkan
perilaku egosentrismenya. Anak-anak dapat dilatih untuk berbagi makanan, berbagi mainan, berbagi
cerita hingga akhirnya berbagi tenaga maupun materi kepada orang lain yang membutuhkan
(menyumbang).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan penulis angkat adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pembiasaan berbagi pada anak usia dini di TK ittihadul watarema
dapat mengembangkan aspek sosial emosional pada tahun 2017/2018?

2. Bagaimana pengembangan aspek sosial emosional pada anak usia dini melalui kegiatan pembiasaan
berbagi di TK ittihadul watarema pada tahun 2017/2018?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti adalah sebagai berikut :

a. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan pengembangan aspek sosial

emosional pada anak usia dini melalui kegiatan pembiasaan berbagi di

TK ittihadul watarema pada tahun ajaran 2017/2018.

b. Untuk mengetahui pengembangan aspek sosial emosional pada anak usia dini melalui kegiatan
pembiasaan berbagi di TK ittihadul watarema pada tahun ajaran 2017/2018.
2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

a. Secara teoritis

Dapat memberikan masukan dan informasi mengenai pembiasaan

berbagi TK ittihadul watarema

b. Secara praktis

1) Bagisekolah

Sebagai bahan dan masukan serta informasi bagi sekolah dalam mengembangkan pesera didiknya
terutama dalam hal proses pengembangan aspek sosial emosional, khususnya pembiasaan berbagi pada
anak usia dini di TK ittihadul watarema .

2) Bagipesertadidik

Diharapkan para peserta didik dapat terjadi pengembangan aspek sosial emosional setelah menerapkan
pembiasaan berbagi.

3) Bagipeneliti

Dapat menambah pengalaman dan pengetahuan baru khususnya proses pembiasaan berbagi

E. KajianPustaka

Agar penelitian lebih lengkap sebagaimana telah dikemukakan pada latar belakang masalah, maka penulis
melakukan penelitian lebih awal terhadap pustaka atau karya-karya ilmiah yang mempunyai relevansi
permasalahan yang akan diteliti. Kajian Pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kerangka Teoritik

Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua hal yang berbeda, pertumbuhan merupakan perubahan
ukuran dari bentuk atau anggota tubuh (bertambahnya materi tubuh) yang diamati melalui penimbangan
berat badan atau pengukuran tinggi anak, sedangkan perkembangan adalah perubahan mental yang
berlangsung secara bertahap dan dalam waktu tertentu dari kemampuan yang sederhana menjadi
kemampuan yang lebih sulit misalnya, kecerdasan, sikap, tingkah laku dan sebagainya.
Aristoteles membagi masa perkembangan sebagai berikut 0-7 tahun disebut sebagai masa anak awal, yang
dimana masa bermain, 7-14 tahun masa anak-anak dan masa belajar atau masa sekolah rendah, 14-21
tahun masa remaja atau pubertas, masa peralihan diri menjadi dewasa.18

Menurut Hurlock pertumbuhan menjelaskan perubahan anak secara kuantitatif yaitu yang ditinjau dari
segi peningkatan ukuran fisik seperti struktur organ dalam dan otak, sebaliknya. Perkembangan
menjelaskan perubahan anak secara kualitatif dan kuantitatif. Maksudnya adalah perubahan ditinjau dari
segi kompleksitas kemampuan serta fungsi fisik dan psikis yang diharapkan ada peningkatan, kemajuan
serta berkesinambungan.19

Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian anak, karena kepribadian membentuk satu
kesatuan yang terintegrasi. Secara umum dapat dibedakan beberapa aspek utama kepribadian anak, yaitu
aspek intelektual, fisik, motorik, sosial, emosional, bahasa, moral, dan keagamaan.

Perkembangan aspek sosial menunjukkan perhatian kepada orang lain yang kesusahan atau menceritakan
perasaan orang lain yang mengalami konflik dan mampu berbagi dengan teman atau dengan orang lain.
Aspek emosional perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai intensitas yang relative tinggi dan
menimbulkan rasa gejolak suasana batin sepeti takut, cemburu, ingin tahu, iri hati gembira, sedih, kasih
sayang, malu, rasa bersalah dan bangga.

Suryadi menyatakan bahwa perkembangan sosial adalah peroleh kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial menjadi orang yang mampu bermasyarakat, dan ini memerlukan proses
yaitu belajar berperilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar
bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial
mempunyai standar bagi para anggotanya tentang perilaku yang dapat diterima. Untuk dapat
bermasyarakat anak tidak hanya harus mengetahui perilaku yang diterima, tapi mereka harus
menyesuaikan perilaku dengan patokan diterima.20

Santrock mengemukakan bahwa perkembangan emosional dibagi emosi primer yang muncul
terkejut (surprise), teriak (interest), senang (joy), marah (anger), sedih (sadness), takut (fear), dan jijik
(disgust) semua emosional muncul pada usia 6 bulan pertama. 21

2. Penelitian terdahulu yang relevan

Untuk menambah referensi penulis juga mengambil rujukan dari

hasil penelitian sebelumnya. Penulis mengambil referensi skripsi yang diteliti oleh Ngafif Majid Abdullah
(2016) yang berjudul “Metode Pengembangan Sosial Emosional Anak di Madrasah Ibtidaiyah
Wathoniyah Islamiyah Kebarongan Kemranjen Banyumas Tahun Pelajaran 2015-2016”memberikan
gambaran berupa hasil penelitian yang dilakukannya dalam pengembangan sosial emosional, yaitu
melalui bernyanyi, diskusi kelompok, bermain kooperatif, keteladanan, tadabur alam, program peduli
orang lain, peduli lingkungan, disiplin, kegiatan rutin atau pembiasaan-pembiasaan.22 Penelitian di atas
mempunyai beberapa kesamaan dengan penelitian skripsi peneliti, yaitu tentang pengembangan sosial
emosional melalui pembiasaan berbagi/memberi seperti pertama, semakin banyaknya permasalahan
kehidupan disekitar anak, termasuk didalamnya mengembangkan aspek sosial maupun emosi anak.
Kedua, adalah tahap persiapan meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan rencana
kegiatan harian yang sudah terjadwal. Ketiga, kegiatan pelaksanaan mengembangkan pembiasaan
berbagi/ memberi. Keempat, membandingkan hasil kegiatan berbagi ataupun memberi sebelum dan
sesudah dikembangkan. Selain itu penelitian diatas tidak hanya mempunyai persamaan, tetapi penelitian
juga memiliki perbedaan dengan skripsi peneliti, perbedaan dalam menurut Ngafif Majid Abdullah yaitu
subjek penelitian adalah siswa MI sedangkan subjek penelitian skripsi peneliti adalah siswa TK.

Penelitian oleh Hanik Maslikah tahun 2015 yang berjudul “Mengembangkan Kemampuan Sosial
Emosional dalam Berbagi Melalui Kegiatan Makan Bersama Pada Anak Kelompok A TK Al-Madinah
Sukoanyar Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri Tahun Pelajaran 2014/2015” memberikan gambaran
melalui kegiatan makan bersama dapat mengembangkan kemampuan sosial emosional dalam berbagi.23
Persamaan penelitian diatas dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah mengembangkan aspek sosial
emosional melalui kegiatan pembiasaan makan bersama. Adapun perbedaan skripsi Hanik Maslikah
dengan peneliti yaitu metode penelitian yang digunakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Penelitian Dyah Fachriyyati pada tahun 2015 “Perkembangan Sosial Emosional Anak Ditinjau
Dari Pemberian Syair Lagu Di TK Tarbiyatul Athfal Krapyak Jepara Tahun Pelajaran 2014/2015”.
Memberikan gambaran kemampuan sosial emosional anak usia dini di TK Tarbiyatul athfal Krapyak
Jepara antara kelompok eksperimen anak usia dini dan kelompok kontrol yang diberi treatment syair lagu
anak memiliki kemampuan sosial emosional yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diberikan treatment syair lagu.24 Penelitian diatas mempunyai persamaan yaitu aspek perkembangan
sosial emosional serta perbedaan dalam mengembangkan kegiatan menurut Dyah Fachriyyati
memberikan treatment syair lagu anak dapat mengembangkan sosial emosi anak, sedangkan menurut
peneliti kegiatan pembiasaan berbagi makanan, mainan, cerita, bakti sosial dan infaq dapat
mengembangkan sosial emosional anak.

Sedangkan menurut Ali Nugraha dan Yeni Rachmawati, Pengembangan aspek sosial emosional
melalui pembiasaan berbagi dapat dilakukan dengan menggunakan Metode melalui penjadwalan terus-
menerus hingga perilaku yang diharapkan melekat pada anak secara kuat dan menjadi bagian dari
perilaku positif yang dimilkinya. Penjadwalan yang terus-menerus itu sering disebut sebagai kegiatan
rutin. Kegiatan ini juga seringkali disebut sebagai kegiatan pembiasaan karena memang sasaran dari
kegiatan ini adalah untuk membiasakan perilaku tertentu yang dianggap mendasar dan penting bagi pola
kehidupan anak saat ini maupun ketika anak itu dewasa.

F. Sistematika Laporan

Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, untuk memperoleh hasil yang sistematik dan konsisten.
Adapun sistematika penulisan penelitian ini. Pada bagian awal terdapat beberapa halaman, yaitu Halaman
Judul, Halaman Motto, Halaman Pembahasan, Kata Pengantar, Ucapan Terimakasih, Daftar Isi dan
Daftar Lampiran.

Pada bagian inti terdiri dari bab-bab, yaitu :

Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, batasan masalah, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori yang meliputi teori anak usia dini, pengembangan aspek sosial emosional

Bab III Metode Penelitian menjelaskan tentang lokasi penelitian, sumber data, teknik pengambilan data
serta teknik analisis data.

Bab IV Analisis Pengembangan aspek sosial emosional pada anak usia dini melalui kegiatan pembiasaan
berbagi di TK itihadul watarema Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.
BAB V PENUTUP

Data yang berkaitan dengan fokus penelitian yang diperoleh dari TK Aisyiyah IV Purwokerto yang telah
dianalisis, dipaparkan, serta dibahas dalam bab 4. Selanjutnya pada bab 5 ini dikemukakan kesimpulan-
kesimpulan, implikasi, dan juga beberapa saran.

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan pengembangan aspek sosial emosional anak di TK
ittihadul watarema, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengembangan aspek sosial emosional pada
anak usia dini melalui kegiatan pembiasaan berbagi di TK ittihadul watarema yaitu meliputi
penyusunan rencana pelaksanaan dan pembelajaran kegiatan harian yang sudah terjadwal. Sementara itu
pada pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan sosial emosional yaitu berupa kegiatan
berbagi makanan, kegiatan berbagi mainan, kegiatan berbagi cerita, kegiatan bakti sosial dan kegiatan
infaq.

Pelaksanaan kegiatan tersebut juga membentuk pembiasaan rutin, pembiasaan spontan dan pembiasaan
keteladanan di TK ittihadul watarema. Pengembangan sosial emosional yang muncul yaitu meliputi a)
rasa empati; b) kemurahan hati; c) kerjasama; d) kepedulian.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan merujuk pada urgensi penelitian, maka dapat diuraikan beberapa saran
untuk pihak yang terkait sebagai berikut:

1. Bagi orang tua

Peneliti menyarankan orang tua untuk: a) Lebih memperhatikan perkembangan sosial anaknya; b)
Mulailah mengajarkan berbagi anak dengan cara berbagi kepada saudaranya; c) Mendorong anak untuk
mencoba hal baru seperti berkenalan dengan orang baru dan saling berbagi cerita.

Memberikan kesempatan anak untuk saling bersosialisasi dengan teman sebaya; dan e) Sering
mengulang kembali kegiatan yang sudah diajarkan disekolah.

2. Bagi pendidik

Peneliti memberikan saran untuk:

a) Pendidik melakukan pendekatan


dan memahami permasalahan sosial emosional anak agar dapat menangani secara tepat; b) Pendidik
menanyakan kepada orang tua anak mengenai perkembangan sosialnya dirumah dengan kakak, adiknya
atau teman sebayanya; c) Menciptakan kegiatan yang menarik di kelas untuk mengoptimalkan sosial
emosional anak dalam berbagi d) Mengajarkan anak didik untuk mengerti pentingnya saling berbagi
tanpa memandang perbedaan

3. Bagi peneliti

Peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan metode penelitian

lain seperti metode penelitian kuantitatif atapun jenis pendekatan penelitian kualitatif lainnya, penelitian
eksploratif, eksplanatif, evaluatif sehingga diperoleh data yang akurat, tepat dan maksimal bagi
keberhasilan penelitian lebih lanjut mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan aspek sosial
dan emosional pada anak usia dini, serta hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif untuk pengembangan bagi penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta..

Beaty, Janice J. 2013. Observasi Perkembangan Anak Usia Dini Edisi ke-7. Jakarta : Kencana.

Dyah Fachriyyati. Perkembangan Sosial Emosional Anak Ditinjau Dari Pemberian Syair Lagu Di TK
Tarbiyatul Athfal Krapyak Jepara. 2015. Semarang : Universitas Negeri Semarang. Dalam lib.unnes.ac.id
diakses pada tanggal 5 februari 2018

Fadillah Muhammad. 2012. Desain Pembelajaran PAUD. Jogjakarta : AR-RUZZ MEDIA.

Hanik, Maslikah. Mengembangkan Kemampuan Sosial Emosional Dalam Berbagai Melalui Kegiatan
Makan Bersama Pada Anak Kelompok A TK-AL-Madinah Sukoanyar. 2015. Kediri : Universitas
Nusantara PGRI Kediri. Dalam simki.unpkediri.ac.id diakses pada tanggal 5 februari 2018

Hasan, Alwi. dkk. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Herdiansyah, Haris. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Salemba Humanika.

Hildayani, Rini dkk. 2013. Psikologi Perkembangan Anak. Tangerang : Universitas Terbuka.

Hurlock B, Elizabeth. 1978. Perkembangan Anak. .Jakarta : Erlangga.

Kartono. 2007. Psikologi Anak. Bandung : Mandar Maju

Kertamuda. 2015. Golden Age Strategi Sukses Membentuk Karakter Emas Pada Anak Sejak Usia Dini.
Jakarta : PT Gramedia.

17

Moleong J Lexy. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Ngafif Majid Abdullah. 2016. Metode Pengembangan Sosial Emosional Anak Di Madrasah Ibtidaiyah
Wathoniyah Islamiyah Kebarongan Kemranjen Banyumas. Purwokerto : Institut Agama Islam Negeri
Purwokerto. Dalam repository.iainpurwokerto.ac.id diakses pada tanggal 5 februari 2018

Nugraha, Ali dan Yeni Rachmawati. 2013. Metode Pengembangan Sosial Emosional, Cet.1. Tangerang :
Universitas Terbuka.
Putra Nusa, dan Dwilestari Ninin. 2012. Penelitian Kualitatif PAUD. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

Santrock. 2007. Perkembangan Anak. Jakarta : Erlangga

Soetjiningsih, Hari Christiana. 2012. Perkembangan Anak sejak pembuahan dengan kanak-

kanak akhir. Jakarta : Prenada media Group.

Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Pendidikan (pendekatan kuantitatif, kualitatif,

dan R&D). Bandung : Alfabeta.

Suryadi, 2010. Psikologi Belajar PAUD. Yogyakarta : Bintang Pustaka Abadi

Suryadi. 2008. PKN dan Masyarakat Multikultural. Bandung : Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan Universitas Pendidikan Indonesia

Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Suyanto Slamet. 2005. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Hikayat Publishing

Tadkiroatun Musfiroh, Mbak Itadz. 2008 Cerita Untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta : Tiara Wacana

18

Tirtayani, Luh Ayu. 2014. Perkembangan Sosial Emosional Pada Anak Usia Dini. Yogyakarta : Graha
Ilmu.

Ulwan, Abdullah Nashih. 2012. Pendidikan Anak dalam Islam. Solo : Insan Kamil Undang-Undang No.
20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Diakses

pada tanggal 30 Maret 2018 pukul 11.03

Wiyani, Novan Ardy. 2014. Mengelola & Mengembangkan Kecerdasan Sosial &

Emosi Anak Usia Dini. .Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Yus, Anita. 2011. Model Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
PAUD Anak Cerdas “Pengembangan Anak Usia Dini” dalam
https://paudanakcerdas.blogspot.co.id/2015/02/pengembangan-anak-usia dini.html?m=1 Diakses pada
tanggal 10 April 2018

19

Friska Krismariani “6 Cara Mengajarkan Anak Untuk Berbagi Kepada Sesama” dalam
https://dokteranak.org/cara-mengajarkan-anak-untuk-berbagi diakses pada tanggal 10 April 201

You might also like