You are on page 1of 25

DOI: http://dx.doi.org/10.30641/ham.2020.11.

1-25
Tulisan Diterima: 29-01-2020; Direvisi: 01-04-2020; Disetujui Diterbitkan: 02-04-2020

HAK ATAS KEBEBASAN BERPENDAPAT DAN BEREKSPRESI


DALAM KORIDOR PENERAPAN PASAL 310 DAN 311 KUHP
(The Rights to Freedom of Opinion and Expression in The Corridors of Article 310 and
311 of KUHP)

Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution


Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM
Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta
marwandianto6@gmail.com

Abstract
Freedom of opinion and expression are fundamental rights that must be given to all people in a democratic
state. Its development the freedom of opinion and expression seemed to encounter a steep road with the
implementation of Articles 310 and 311 of the Criminal Code which threatened the people's independence in
expressing their opinion. This paper aims to explore the right to freedom of opinion and expression in the
corridors of national law, especially Article 310 and 311 of the Criminal Code, thus finding the right
formulation of the freedom of opinion and expression in Indonesian national law. This research is normative-
empirical legal research by analyzing the laws and regulations relating to the topic and also carrying out field
data collection from law enforcers, academics to find out the application of penalties related to Articles 310
and 311 of the Criminal Code. This study obtained the proper formulation regarding the implementation of
law related to freedom of opinion and expression, namely the implementation must be carried out
proportionally and not excessively. The Siracusa Principle permits restrictions on derogable rights, and
freedom of opinion and expression are categorized as derogable rights. However, the implementation other
than punishment needs to be encouraged by law enforcers to prevent the disruption of the right to freedom of
opinion and expression in Indonesia.
Keywords: freedom of opinion; freedom of expression; fundamental right.

Abstrak
Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak dasar yang harus diberikan kepada seluruh masyarakat
dalam negara demokratis. Dalam perkembangannya kebebasan berpendapat dan berekspresi menemui jalan
terjal dengan penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP yang mengancam kemerdekaan masyarakat dalam
menyatakan pendapatnya. Tulisan ini bertujuan menelusuri hak kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam
koridor hukum nasional, terutama Pasal 310 dan 311 KUHP, dengan begitu ditemukan formulasi yang tepat
mengenai kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam hukum nasional Indonesia. Penelitian ini merupakan
penelitian hukum normatif-empiris dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan topik dan juga melaksanakan pengumpulan data lapangan dari para penegak hukum, akademisi untuk
mengetahui penerapan hukuman terkait Pasal 310 dan 311 KUHP. Penelitian ini mendapatkan formulasi yang
tepat mengenai penerapan hukuman berkaitan dengan kebebasan berpendapat dan berekspresi, yaitu penerapan
tetap harus dilakukan secara proporsional dan tidak berlebihan. Prinsip Siracusa mengizinkan pembatasan
terhadap hak-hak yang bersifat derograble, dan kebebasan berpendapat dan berekspresi memang hak yang
dapat dibatasi. Namun, penerapan selain dengan cara pemidanaan perlu didorong oleh para penegak hukum
untuk mencegah terganggunya hak kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia.
Kata kunci: kebebasan berpendapat; kebebasan berekspresi; hak dasar.

PENDAHULUAN menganut paham demokrasi seperti Indonesia,


jurnalisme (yang dilandasi hak kebebasan
Kebebasan berpendapat dan berekspresi berpendapat dan berekspresi) dianggap sebagai
mendukung terciptanya masyarakat dan negara pilar keempat negara. Bagi individu, kebutuhan
yang maju dan berkembang. Di negara yang untuk berpendapat dan mengekspresikan diri

1
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

merupakan kondisi kemanusiaan yang universal. untuk tidak mengganggu hak asasi manusia
Kebebasan berpendapat dan berekspresi dinilai individu lainnya.3
penting karena empat hal, yaitu: 1 (1) kebebasan
Kebebasan berekspresi merupakan salah
berekspresi “penting sebagai cara untuk menjamin
satu elemen penting dalam demokrasi. Bahkan
pemenuhan diri seseorang” dan juga untuk
dalam sidang pertama PBB pada tahun 1946,
mencapai potensi maksimal seseorang; (2) untuk
sebelum disahkannya Universal Declaration on
pencarian kebenaran dan kemajuan pengetahuan
Human Right atau traktat-traktat diadopsi, Majelis
atau dengan kata lain, “seseorang yang mencari
Umum PBB melalui resolusi nomor 59 (I) terlebih
pengetahuan dan kebenaran harus mendengar
dahulu menyatakan bahwa “Hak atas informasi
semua sisi pertanyaan, mempertimbangkan seluruh
merupakan Hak Asasi Manusia Fundamental dan
alternatif, menguji penilaiannya dengan
…. standar dan semua kebebasan yang dinyatakan
menghadapkan penilaian tersebut kepada
“suci’ oleh PBB. Kebebasan berekspresi
pandangan yang berlawanan, serta memanfaatkan
merupakan salah satu syarat penting yang
berbagai pemikiran yang berbeda seoptimal
memungkinkan berlangsungnya demokrasi dan
mungkin; (3) kebebasan berekspresi penting agar
partisipasi publik dalam setiap pembuatan
orang dapat berpartisipasi dalam proses
kebijakan. Warga negara tidak dapat melaksanakan
pengambilan keputusan, khususnya di arena
haknya secara efektif dalam pemungutan suara
politik; dan (4) kebebasan berekspresi
atau berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan
memungkinkan masyarakat (dan negara) untuk
publik apabila mereka tidak memiliki kebebasan
mencapai stabilitas dan adaptasi/kemampuan
untuk mendapatkan informasi dan mengeluarkan
beradaptasi.
pendapatnya serta tidak mampu untuk menyatakan
Hak asasi manusia merupakan hak dasar pandangannya secara bebas. 4
yang secara kodrati melekat pada diri manusia hak
Persoalan kebebasan berpendapat dan
asasi manusia bersifat universal dan langgeng,
berekspresi pernah dibahas di Mahkamah
sehingga harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi
Konstitusi. dalam pengujian Pasal 134 dan 136 bis
serta tidak boleh diabaikan, dikurangi atau
dan 137 KUHP mengenai Penghinaan Kepada
dirampas oleh siapa pun. Tugas penghormatan,
Presiden/ Wakil Presiden. Mahkamah Konstitusi
perlindungan dan pemenuhan HAM selain
memutuskan menghapus pasal tersebut.
kewajiban dan tanggung jawab dan tanggung
Mahkamah berpendapat bahwa Penghinaan
jawab pemerintah, dibutuhkan juga peran dan
Presiden/Wakil Presiden di KUHP bisa
partisipasi dari masyarakat. 2 Kehidupan peradaban
menimbulkan ketidakpastian hukum karena amat
manusia mengalami banyak perkembangan dan
rentan pada multitafsir, apakah sebuah tindakan itu
salah satu hal yang lahir dari proses peradaban
berupa kritik atau penghinaan terhadap
manusia itu hak asasi manusia. Dalam konteks hak
Presiden/Wakil Presiden. Penerapan hukum pidana
asasi manusia, negara menjadi subjek hukum
berpeluang pula menghambat hak atas kebebasan
utama, sebab negara merupakan entitas utama yang
menyatakan pikiran dengan lisan, tulisan dan
bertanggung jawab melindungi, menegakkan, dan
ekspresi sikap tatkala pasal penghinaan presiden
memajukan hak asasi manusia. Dalam hukum
digunakan aparat hukum terhadap momentum-
HAM, pemangku hak (rights holder) adalah
momentum unjuk rasa di lapangan. Pasal tersebut
individu, sedangkan pemangku kewajiban (duty
dinyatakan secara konstitusional bertentangan
bearer) adalah negara. Negara memiliki tiga
dengan Pasal 28, 28D Ayat (1), 28E Ayat (2), dan
kewajiban generik terkait hak asasi manusia, yaitu
Ayat (3) UUD 1945 dan pada suatu saat dapat
menghormati (obligation to respect), melindungi
menghambat upaya komunikasi dan perolehan
(obligation to protect), dan memenuhi (obligation
informasi, yang dijamin Pasal 28F UUD 1945. 5
to fulfil). Individu di sisi lain diikat oleh kewajiban

1
UNESCO, Toolkit Kebebasan Berpendapat Dan Perspektif Hak Asai Manusia : Perlindungan,
Berekspresi Bagi Aktivis Informasi (Paris: Permasalahan Dan Implementasinya Di Provinsi
UNESCO, 2003), hlm.17. Jawa Barat,” hlm.48.
2 5
Tonny Yuri Rahmanto, “Kebebasan Berekspresi Mahkamah Konstitusi RI, Risalah Sidang Perkara
Dalam Perspektif Hak Asai Manusia : Perlindungan, No. 013/PUU-IV/2006 Perkara 022/PUU-IV/2006,
Permasalahan Dan Implementasinya Di Provinsi Perihal Pengujian Pasal 134 Dan 136 Bis Dan 137
Jawa Barat,” Jurnal HAM 7, no. 1 (2016): hlm.1. KUHP Mengenai Penghinaan Kepada Presiden
3
Victorio H. Situmorang, “Kebebasan Beragama Dan Wakil Presiden R.I Terhadap UUD 1945,
Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia,” Jurnal Jakarta 06 Desember 2006. (Republik Indonesia,
HAM 10, no. 1 (2019): hlm.59. 2006).
4
Rahmanto, “Kebebasan Berekspresi Dalam
2
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

Selain itu akhir-akhir ini muncul juga Bagi negara demokrasi, isu kebebasan
fenomena pelaporan terkait kebebasan berpendapat berpendapat dan berekspresi sangat penting dan
dan berekspresi. Pelaporan delik pencemaran nama signifikan bagi pembangunan negara. Mengingat
baik semakin populer dengan berkembangnya pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang
media sosial dan makin bertambah juga pengguna Hukum Pidana (RKUHP) masih bergulir, penting
media sosial. Direktorat Siber Bareskrim POLRI kiranya menyuntikkan nilai-nilai HAM yang pro
dalam datanya menyebutkan bahwa pidana demokrasi dalam aturan hukum pidana yang baru
pencemaran nama baik melalui media sosial adalah di Indonesia. Pada penelitian ini khususnya, nilai-
yang paling banyak ditangani kepolisian, kasus nilai HAM yang dimaksud adalah hak atas
pencemaran nama baik mendominasi dibanding kebebasan berpendapat dan berekspresi. Hak atas
kasus-kasus kejahatan dunia maya lainnya. Pada kebebasan berpendapat dan berekspresi penting
tahun 2017 terdapat 1.451 laporan, dan tiga bulan dikedepankan dalam konteks menjalankan fungsi
pertama di tahun 2018 terdapat 338 laporan terkait kontrol untuk penyelenggara negara. Salah satu
pencemaran nama baik. Terkadang persoalan- upaya untuk menjamin hak atas kebebasan
persoalan sepele seperti saling ejek, kritik yang berpendapat dan berekspresi adalah
dianggap menghina, sampai-sampai penagih utang menghilangkan sifat pidana sebagai bentuk
yang dilaporkan ke Polisi karena dianggap pembatasan hak atas kebebasan berpendapat dan
mencemarkan nama baik. Muncul juga pelaporan berekspresi. Berlatar belakang dari persoalan yang
dengan nada yang sama terkait merebaknya diuraikan di atas, tim peneliti bermaksud
informasi-informasi yang tidak benar (hoax) di melakukan penelitian tentang koridor kebebasan
masyarakat. 6 berpendapat dan berekspresi dalam Pasal 310 dan
Pasal 311 KUHP.
Mengacu pada tataran aturan internasional,
jaminan hak atas kebebasan berpendapat dan Berdasarkan uraian mengenai kebebasan
berekspresi dimuat dalam beberapa instrumen berpendapat dan berekspresi dipandang dalam
hukum internasional. Pertama, Universal perspektif hukum nasional di Indonesia, terdapat
Declaration of Human Rights (UDHR) atau permasalahan yang perlu dikaji dan ditemukan
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia formula yang tepat untuk memberi koridor pada
(DUHAM) 1948 dalam Pasal 19. Pasal 19 kebebasan berpendapat dan berekspresi yang
DUHAM menyebutkan “setiap orang berhak merupakan hak dasar manusia dalam konteks
memiliki pendapat dan juga dapat hukum pidana Indonesia khususnya terkait
mengekspresikannya.” “Setiap orang harus mampu penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP, maka
membagikan pendapatnya dengan pihak lain rumusan masalah dalam tulisan ini adalah:
melalui cara atau format apa pun, termasuk dengan 1. Apakah Penerapan Pasal 310 dan 311 sudah
orang-orang dari negara lain”. 7 Kedua, jaminan sesuai dengan DUHAM dan Politik (ICCPR)
hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi tentang kebebasan berpendapat dan
diatur dalam Pasal 19 ICCPR, yang diratifikasi berekspresi?
pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang 2. Bagaimana solusi untuk menyelaraskan
Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan kebebasan berpendapat dan berekspresi dengan
International Covenant on Civil and Political penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP di
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Indonesia dan penerapan idealnya?
Sipil dan Politik). Pada intinya hak atas kebebasan
berpendapat dan berekspresi merupakan hak asasi METODE PENELITIAN
manusia yang diakui dalam prinsip-prinsip
internasional dan juga dalam Undang-Undang Penelitian ini merupakan penelitian hukum
Dasar 1945. Namun di sisi lain, berdasarkan contoh normatif-empiris. Penelitian hukum empiris berarti
kasus di atas, kebebasan berpendapat dan penelitian yang dilakukan secara langsung di
berekspresi berpotensi menimbulkan pencemaran masyarakat, berbeda dengan penelitian hukum
reputasi orang lain sehingga perlu diatur pula normatif yang menggunakan data sekunder berupa
pembatasannya. data hasil penelusuran kepustakaan. 8 Pada
penelitian ini akan digabungkan antara pendekatan

6
Ambaranie Nadia Kemala, “Pencemaran Nama paling-banyak-ditangani-polisi.
7
Baik, Kejahatan Siber Yang Paling Banyak UNESCO, Toolkit Kebebasan Berpendapat Dan
Ditangani Polisi,” Kompas.Com, last modified 2018, Berekspresi Bagi Aktivis Informasi.
8
accessed March 31, 2020, Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/12/0735 (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.6.
3601/pencemaran-nama-baik-kejahatan-siber-yang-
3
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

hukum normatif dan empiris. Penelitian hukum mengakui adanya pembatasan terhadap kebebasan
empiris biasa disebut sebagai penelitian hukum yang dijamin oleh DUHAM sendiri dengan
sosiologis atau penelitian lapangan. Penelusuran sejumlah persyaratan yang harus diakomodir.
data-data di lapangan dapat dilakukan secara Menurut Pasal 29 DUHAM, pembatasan
observasi (pengamatan), wawancara atau kebebasan “yang ditetapkan undang-undang yang
penyebaran kuesioner. Alasan lain yang mendasari tujuannya semata-mata untuk menjamin
dipilihnya metode penelitian hukum empiris adalah pengakuan serta penghormatan yang tepat terhadap
bahwa dalam penelitian ini tidak hanya murni hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dan
mengkaji persoalan hukum, tetapi juga persoalan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal
hak asasi manusia. Penelitian hukum yang kesusilaan, ketertiban, dan kesejahteraan umum
dilakukan berinteraksi dengan disiplin ilmu lain, dalam suatu masyarakat yang demokratis”.
yaitu sosiologi dan antropologi. Penelitian hukum
Tidak berbeda jauh dengan DUHAM,
normatif dilakukan pada kajian terhadap peraturan
Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik
perundang-undangan yang masih berlaku sampai
(ICCPR) juga menyebutkan tentang kebebasan
saat ini, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum
berpendapat dan berekspresi dalam pasal 19, yaitu:
Pidana (KUHP). Kajian data-data sekunder juga
1. Setiap orang berhak untuk berpendapat
dilakukan dengan studi kepustakaan mengenai isu-
tanpa campur tangan.
isu terkait. Efektivitas implementasi peraturan
2. Setiap orang berhak atas kebebasan untuk
perundang-undangan tersebut akan dilihat dalam
menyatakan pendapat, hak ini termasuk
masyarakat.
kebebasan untuk mencari, menerima dan
memberikan informasi dan pemikiran apa
PEMBAHASAN pun, terlepas dari pembatasan-
A. Instrumen Hukum Internasional Mengenai pembatasan secara lisan, tertulis, atau
Pengakuan Hak Atas Kebebasan dalam bentuk cetakan, karya seni atau
Berpendapat dan Berekspresi. melalui media lain sesuai dengan
pilihannya.
Kebebasan berpendapat dan berekspresi 3. Pelaksanaan hak-hak yang dicantumkan
diakui oleh dunia sebagai salah satu hak yang terus dalam Ayat 2 pasal ini menimbulkan
berkembang. Berkembangnya kebebasan kewajiban dan tanggung jawab khusus.
berekspresi membutuhkan ruang dan sebuah Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan
instrumen internasional untuk mengatur tertentu, tetapi hal ini hanya dapat
perkembangannya. Pengakuan terhadap hak dilakukan sesuai dengan hukum dan
tersebut tertuang dalam beberapa instrumen hukum sepanjang diperlukan untuk:
internasional, beberapa di antaranya adalah a. Menghormati hak atau nama baik
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) orang lain;
dan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan b. Melindungi keamanan nasional atau
Politik (ICCPR). Dua instrumen telah diratifikasi ketertiban umum atau kesehatan atau
oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa- moral umum.
Bangsa (PBB), dan PBB secara formal
mengakuinya sebagai salah satu instrumen Hak ICCPR pasal 19 merupakan penjabaran lebih lanjut
Asasi Manusia internasional. Deklarasi Umum dari Pasal 19 di DUHAM dan mengikat secara
Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebutkan hukum bagi negara-negara yang meratifikasinya.
kebebasan berpendapat dan berekspresi sebagai Melihat pengaturan dalam DUHAM dan
panduan HAM di dunia. Pasal 19 yang ICCPR, kebebasan berpendapat merupakan
menyebutkan: kebebasan yang bersifat tanpa paksaan dan absolut,
“Setiap orang berhak atas kebebasan sedangkan kebebasan berekspresi masih bisa
mempunyai dan mengeluarkan pendapat dan dibatasi dengan ketentuan tertentu. Kebebasan
berekspresi; dalam hal ini termasuk kebebasan berekspresi mencakup kebebasan untuk mencari,
menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, menerima dan meneruskan informasi dan ide-ide.
dan untuk mencari, menerima dan
menyampaikan keterangan-keterangan dan Hak atas kebebasan berpendapat dan
pendapat dengan cara apa pun dan dengan berekspresi diartikan dalam DUHAM dan ICCPR
tidak memandang batas-batas”. bukan hanya kebebasan menyampaikan sebuah
pendapat dan ekspresi tetapi juga hak kebebasan
Ketentuan DUHAM mengenai kebebasan untuk mencari, menerima dan informasi dan
berpendapat dan berekspresi di atas dibatasi oleh pemikiran apa pun, terlepas dari pembatasan-
ketentuan Pasal 29 DUHAM. Pasal 29 DUHAM pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam

4
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain perdamaian.


sesuai dengan pilihannya. Kebebasan juga
Adapun pembatasan memang diatur tetapi
termasuk dalam menganut pendapat tanpa
bukan untuk mengekang kebebasan berekspresi
mendapat gangguan, dan mencari, menerima dan
dan berpendapat, namun tujuannya untuk mengatur
menyampaikan keterangan-keterangan dan
agar kebebasan tersebut berjalan dengan tanggung
pendapat dengan cara apa pun.
jawab. Pembatasan yang dibolehkan dalam
1. Pengaturan Hukum Internasional Mengenai instrumen hukum internasional harus diuji dalam
Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. metode yang disebut dengan uji tiga rangkai (three
part test) yaitu (1) pembatasan harus dilakukan
Kebebasan berpendapat dan berekspresi
hanya melalui undang-undang; (2) pembatasan
bukan berarti memberikan ruang sebebas-
hanya diperkenankan terhadap tujuan yang sah
bebasnya, ada batasan yang sudah ditentukan.
yang telah disebutkan dalam Pasal 19 Ayat (3)
Instrumen internasional memberikan beberapa
ICCPR; dan (3) pembatasan tersebut benar-benar
ketentuan tentang bentuk kebebasan berpendapat
diperlakukan untuk menjamin dan melindungi
dan berekspresi yang bisa dibatasi. Pembatasan ini
tujuan yang sah tersebut. 9
berlaku, karena kebebasan berpendapat dan
berekspresi adalah tidak termasuk ke dalam hak Mengemukakan pendapat memang
yang bersifat bisa dibatasi atau dalam istilah merupakan kebebasan, namun perlu penyesuaian
instrumen internasional “derogable”. dengan ketentuan-ketentuan yang ada di negara
dan tempat tertentu. Batasan tersebut muncul
Batasan tersebut tertuang di DUHAM Pasal
dipengaruhi oleh moralitas masyarakat, ketertiban
29 disebutkan batasan kebebasan itu “Prescribed
sosial dan politik masyarakat yang demokratis.
by law” yang berarti ditetapkan undang-undang
Moralitas yang hidup di masyarakat juga selain
yang bertujuan menghormati hak orang lain,
membatasi kebebasan berpendapat dan berekspresi
memenuhi syarat-syarat yang adil dalam hal
juga ikut menghidupinya, dan peraturan yang ada
kesusilaan, ketertiban dan kesejahteraan umum,
merupakan norma sebagai bagian menjaga
dan juga tidak boleh bertentangan dengan tujuan
ketertiban sosial dan politik. 10 Pengaturan
dan prinsip PBB.
mengenai pembatasan hak terkait kebebasan
ICCPR Pasal 19, poin 3 menyebutkan bahwa berpendapat dan berekspresi bisa dilihat dalam
kebebasan berpendapat dan berekspresi itu harus prinsip Siracusa. Prinsip Siracusa menjabarkan
menghormati hak atau nama baik orang lain dan dengan detail mengenai sampai batas mana
tidak memberikan ancaman terhadap keamanan pembatasan terhadap suatu hak bisa dikatakan
nasional, ketertiban, kesehatan, dan moral umum. proporsional. Prinsip Siracusa, yaitu;
Ketentuan dari instrumen-instrumen internasional a) Prescribed by Law, pembatasan hak harus
tersebut tegas menetapkan bahwa kebebasan diatur dalam hukum yang mengacu pada
berpendapat dan berekspresi itu sebagai ICCPR agar pembatasan itu tidak berlaku
”derogable rights” yaitu hak yang bisa dibatasi semena-mena dan tidak beralasan. Hukum
atau dikurangi. Lebih lanjut ICCPR pasal 20 yang membatasi juga harus jelas dan diketahui
menyatakan; oleh semua orang, dan penegakan hukumnya
1. Segala propaganda untuk perang harus juga harus berjalan efektif dengan
dilarang oleh hukum perlindungan hukum;
2. Segala tindakan yang menganjurkan b) In a democratic society, pembatasan terhadap
kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau hak-hak kebebasan harus diterapkan dalam
agama yang merupakan hasutan untuk secara demokratis yang berarti sesuai dengan
melakukan diskriminasi, permusuhan atau nilai-nilai demokrasi;
kekerasan harus dilarang oleh hukum. c) Public order, pembatasan bisa diberlakukan
Pada Pasal 20 inilah kebebasan berpendapat dan semata-mata untuk mewujudkan ketertiban
berekspresi sangat jelas bisa dibatasi untuk tetap umum;
menjaga situasi tetap kondusif, terlihat dari pasal d) Public health, negara bisa melakukan
ini memberikan keharusan bagi hukum untuk pembatasan terhadap sebuah hak jika tindakan
melarang tindakan-tindakan yang bisa mengancam tersebut termasuk ke dalam tindakan yang

9
ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Berpendapat Dalam Menyampaikan Argumentasi
Pidana Penghinaan Adalah Pembatasan Ilmiah Di Media Sosial Perspektif Hukum Islam,” Al
Kemerdekaan Berpendapat Yang Inkonstitusional Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam 4, no. 248–
(Jakarta: ELSAM, 2010), hlm.24. 267 (2018): hlm.253.
10
Siti Tatmainul Qulub, “Batasan Kebebasan
5
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

dapat membahayakan kesehatan masyarakat Komentar Umum (General Comment)


atau individu; adalah sebuah hasil penafsiran untuk memandu dan
e) Public morals, pembatasan hak berdasarkan membantu dalam memahami konvensi
nilai-nilai yang ada di masyarakat; internasional, misalnya ICCPR. Perserikatan
f) National Security, pembatasan hak Bangsa-Bangsa merancang Komentar Umum agar
berdasarkan pada keamanan nasional, setiap negara bisa maksimal dalam memenuhi
pembatasan yang dilakukan dengan alasan kewajiban berdasarkan ICCPR. Negara yang
untuk menjaga eksistensi sebuah negara; meratifikasi ICCPR harus merujuk Komentar
g) Public Safety, pembatasan dengan alasan Umum dalam implementasinya untuk
keamanan fisik maupun properti seseorang. keseragaman dan menghindari perbedaan
h) Rights and freedoms of others" or the "rights penafsiran.
or reputations of others, pembatasan hak Terkait kebebasan berpendapat dan
untuk melindungi hak dan kebebasan orang berekspresi Komentar Umum No. 34 menjabarkan
lain dan hak atau reputasi seseorang. Namun penjelasan-penjelasan lebih mendetail mengenai
pembatasan ini tidak bisa digunakan untuk kebebasan berekspresi dan berpendapat yang
melindungi negara dan pejabat publik; mendasar pada Pasal 19 ICCPR. Sejatinya
i) Restriction on public trial, Proses peradilan kebebasan berekspresi dan berpendapat harus
harus dijalankan sesuai hukum yang berlaku dihormati dan dilindungi dari segala campur
tanpa campur tangan publik dan wartawan tangan, setiap orang mempunyai hak
untuk mencegah penghakiman oleh publik menyampaikan apa yang ada dalam alam
yang mengancam keadilan sebuah pemikirannya. Segala bentuk pendapat harusnya
peradilan. 11 dilindungi, apakah itu pendapat yang bersifat
Prinsip-prinsip Siracusa mengedepankan asas politis, keilmuan, moral maupun agama.
kejelasan rumusan, prosedural, dan tidak Kriminalisasi, stigmatisasi, gangguan, intimidasi
menimbulkan multiinterpretasi. Prinsip Siracusa terhadap seseorang dengan alasan pendapat yang
mengharuskan rumusan pembatasan yang jelas dia sampaikan, tindakan pemaksaan terhadap
untuk kepentingan hak yang dilindungi dan seseorang untuk berpendapat atau untuk tidak
konsisten dengan tujuan ketentuan ICCPR. mengeluarkan pendapat adalah termasuk dalam
Pembatasan tidak bisa sewenang-wenang dan hal-hal yang tidak diperbolehkan dalam Pasal 19.
tanpa alasan yang sah, dan kompensasi harus Paragraf 3 Pasal 19 ICCPR diterangkan
diberikan terhadap penerapan pembatasan yang dalam Komentar Umum sebagai batasan terhadap
salah. 12 kebebasan berekspresi dan berpendapat. Batasan
Berdasarkan pembatasan kebebasan yang dimaksud tertera pada kata “special duties
berpendapat dan berekspresi dalam instrumen and responsibilities” yaitu kewajiban khusus dan
internasional di atas, bisa disimpulkan bahwa tanggung jawab, oleh karenanya pembatasan-
pembatasan diperbolehkan jika memenuhi 3 syarat pembatasan tertentu terhadap hak ini
utama, yaitu: diperbolehkan berdasar pada dua ketentuan itu
1. Diatur dalam undang-undang yang berlaku; yang berkaitan dengan nama baik seseorang,
2. Memiliki tujuan yang sah sesuai ICCPR; keamanan nasional, dan ketertiban umum. Namun,
3. Pembatasan untuk menjamin dan melindungi ketika suatu Negara Pihak menerapkan
tujuan yang sah tersebut. pembatasan-pembatasan tertentu terhadap
pelaksanaan kebebasan berekspresi, maka hal
Pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan tersebut tidak boleh membahayakan hak ini.
berekspresi harus mengacu tiga ketentuan di atas, Penerapan pembatasan dalam paragraf 3
untuk menghindari penyalahgunaan pemerintah mempunyai ketentuan khusus, yaitu harus ada
dalam menjalankan pembatasan terhadap hak. hukum yang telah mengatur dan juga
2. Komentar Umum Resolusi Majelis Umum penerapannya harus tepat guna dan proporsional.
PBB Terhadap Pasal 19 Kovenan Komentar Umum mendorong negara-negara
Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik peserta untuk melakukan dekriminalisasi terkait
(ICCPR) kasus yang berhubungan dengan hak atas

11
Diego Steven Silva and Maxwell J Smith, “Limiting Journal 17, no. 1 (2015): hlm.52.
12
Rights and Freedoms in the Context of Ebola and ICJR and TIFA, Analisis Situasi Penerapan Hukum
Other Public Health Emergencies: How the Principle Penghinaan Di Indonesia, ICJR, TIFA, Jakarta 2012
of Reciprocity Can Enrich the Application of the (Jakarta: ICJR-TIFA, 2012), 19–20.
Siracusa Principles,” Health and Human Rights
6
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

kebebasan berpendapat dan berekspresi. berbagai negara, dan prinsip-prinsip hukum umum
Dekriminalisasi bukan berarti memberikan sebagaimana diakui oleh komunitas bangsa-
kebebasan absolut, tetapi merumuskan formula bangsa.
baru untuk mengatur agar kebebasan berekspresi
Beberapa prinsip dasar yang harus dipatuhi
dan berpendapat itu bisa masuk dalam kriteria
dapat dijadikan pedoman penegakan hak atas
bertanggung jawab.
kebebasan berpendapat dan berekspresi. Prinsip-
Formulasi untuk membatasi kebebasan prinsip ini penting sebagai tolak ukur bagi
berekspresi dan berpendapat seharusnya dibuat dan keberlangsungan kebebasan berpendapat dan
dijalankan dengan hati-hati sesuai dengan prinsip- berekspresi yang bebas dari pengekangan dan juga
prinsip dalam Pasal 19 paragraf 3 ICCPR. Selain bertanggung jawab. Prinsip-prinsip kebebasan
pemenuhan hak dan kewajiban, hukuman yang dalam Pasal 19 ICCPR itu adalah:
berlebihan harus dihindari dalam kasus terkait a. Prinsip 1: Kebebasan Berpendapat, Berekspresi
kebebasan berekspresi dan berpendapat. dan Informasi.
Kompensasi yang tidak masuk akal dan (1) Semua orang mempunyai hak untuk
pemenjaraan tidak seharusnya dilakukan, karena memiliki pendapat tanpa diganggu;
tidak sesuai dengan prinsip tepat guna dan (2) Semua orang mempunyai hak kebebasan
proporsional. berekspresi yang mencakup kebebasan
mencari, menerima, menyebarluaskan
3. Prinsip-Prinsip Hak atas Kebebasan
informasi dan gagasan dalam bentuk apa
Berpendapat dan Berekspresi dalam Pasal
pun, tanpa memandang batas-batas, baik
19 ICCPR
secara lisan, tertulis maupun cetak, dalam
Prinsip-prinsip yang dideklarasikan dalam bentuk seni, atau melalui media apa pun
Piagam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), yang dipilih;
sebagaimana dijabarkan dalam Deklarasi (3) Apabila diperlukan, pelaksanaan hak yang
Universal Hak-Hak Asasi Manusia (DUHAM), tercantum dalam paragraf (b) dapat tunduk
bahwa pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia pada pembatasan-pembatasan yang
adalah setara dan tidak dapat dipisahkan dari spesifik, sebagaimana ditentukan oleh
landasan penting bagi kebebasan, keadilan, dan hukum internasional, termasuk
perdamaian. Kegunaan prinsip-prinsip yang perlindungan atas reputasi orang lain;
terkandung dalam pasal 19 ICCPR adalah sebagai (4) Siapa pun yang terkena dampak langsung
ukuran keseimbangan yang tepat antara hak asasi maupun tidak langsung dari pembatasan
manusia atas kebebasan berekspresi dan kebebasan berekspresi harus dapat
pentingnya perlindungan bagi reputasi individu. menyanggah kesahihan pembatasan
Selain menjamin kebebasan berpendapat dan tersebut secara konstitusional atau dengan
berekspresi, terkandung pula elemen lain hak asasi menggunakan undang-undang hak asasi
manusia, yaitu hak atas reputasi individu yang manusia di depan pengadilan yang
bersinggungan dengan hak atas kebebasan independen;
berpendapat dan berekspresi. (5) Dalam menerapkan pembatasan kebebasan
Konvensi internasional mengakui hak atas berekspresi, harus terdapat perlindungan
terhadap penyalahgunaan. Perlindungan
reputasi individu. Tidak hanya sampai di situ,
tersebut termasuk di antaranya hak untuk
beberapa negara juga menunjukkan penghormatan
mengakses pengadilan yang independen,
terhadap reputasi individu dalam peraturan
perundang-undangannya. Prinsip dalam Pasal 19 sebagai aspek dari penegakan hukum.
Prinsip 1.1: Tercantum dalam Undang-
ICCPR dibangun atas kesadaran bahwa dalam
Undang
masyarakat yang demokratis kebebasan
Pembatasan apa pun atas ekspresi maupun
berpendapat dan berekspresi harus mendapat
jaminan. Kebebasan berpendapat dan berekspresi informasi harus tercantum dalam undang-
undang. Undang-undang tersebut harus
hanya bisa tunduk terhadap batasan-batasan yang
dapat diakses oleh semua orang, tidak
amat terbatas yang diperlukan guna melindungi
ambigu dan diperinci secara sempit dan
kepentingan-kepentingan yang sah termasuk
reputasi individu. Organisasi bernama Article 19 tepat sehingga memungkinkan individu
untuk dapat membuat perkiraan yang
merumuskan prinsip-prinsip yang penting untuk
cukup pasti tentang sah atau tidak sahnya
dijadikan standar dalam penegakan kebebasan
suatu tindakan tertentu.
berpendapat dan berekspresi. Prinsip-prinsip
Prinsip 1.2: Perlindungan atas
tersebut disusun berdasarkan hukum dan standar
internasional, praktik-praktik yang berlaku di Kepentingan Reputasi yang Sah

7
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

Pembatasan apa pun atas ekspresi maupun undang-undang pencemaran nama


informasi yang dilakukan dengan alasan baik tidak sah apabila tujuan atau
bahwa pembatasan tersebut demi dampak dari undang-undang tersebut
melindungi reputasi orang lain, harus adalah untuk: (i) melindungi pejabat
memiliki tujuan jelas dalam melindungi publik dari kritik yang sah atau
kepentingan reputasi yang sah dan menutup-nutupi tindak korupsi atau
menunjukkan dampak yang memenuhi kesalahan yang dilakukan oleh
tujuan tersebut. pejabat; (ii) melindungi reputasi objek
Prinsip 1.3: Diperlukan dalam Masyarakat seperti simbol Negara atau simbol
Demokratis keagamaan, bendera atau lambang
Pembatasan apa pun atas kebebasan kebangsaan; (iii) melindungi reputasi
berekspresi atau kebebasan informasi, negara atau bangsa; (iv)
termasuk demi melindungi reputasi orang memungkinkan individu untuk
lain, hanya dibenarkan apabila pembatasan mengajukan tuntutan hukum atas
tersebut benar-benar diperlukan dalam nama seseorang yang sudah meninggal
masyarakat demokratis. Secara khusus, dunia; dan (v) memungkinkan
pemberlakuan pembatasan tidak dapat individu untuk mengajukan tuntutan
dibenarkan apabila: (i) masih ada cara-cara hukum atas nama kelompok yang
lain yang dapat diambil dan tidak terlalu tidak memiliki status hukum untuk
mengekang yang dapat digunakan untuk dapat mengajukan tuntutan hukum.
melindungi kepentingan yang sah atas (3) Undang-undang pencemaran nama
reputasi; atau (ii) apabila diperhitungkan baik ini tidak sah apabila melindungi
secara keseluruhan, pembatasan ini tidak kepentingan lain selain reputasi.
lolos uji proporsionalitas karena Untuk kepentingan selain reputasi
keuntungan melindungi reputasi tidak tersebut, boleh jadi kebebasan
secara signifikan lebih besar dibandingkan berekspresi layak dikenai batasan.
dengan kerugian yang terjadi atas Akan tetapi lebih baik apabila
kebebasan berekspresi. kepentingan tersebut mendapatkan
b. Prinsip 2: Tujuan Sah Undang-Undang perlindungan di bawah undang-
Pencemaran Nama Baik undang yang khusus dibuat untuk
(1) Undang-undang pencemaran nama kepentingan tersebut. Secara khusus,
baik hanya sah apabila murni undang-undang pencemaran nama
bertujuan melindungi reputasi baik tidak bisa dibenarkan apabila
individu dan mampu menunjukkan digunakan demi kepentingan menjaga
dampak yang memenuhi tujuan ketertiban umum, keamanan nasional
tersebut. Selain individu, perlindungan atau memelihara hubungan
dapat diberikan pada entitas yang persahabatan dengan negara atau
punya hak untuk menuntut dan dapat pemerintah lain.
dituntut secara hukum. Perlindungan c. Prinsip 4: Tindak Pidana Pencemaran
ini diberikan terhadap risiko Nama Baik
pencemaran nama baik, termasuk (a) Semua undang-undang tindak pidana
kemungkinan seseorang direndahkan pencemaran nama baik harus dihapus
harga dirinya di depan suatu dan diganti, jika perlu, dengan
komunitas, kemungkinan seseorang undang-undang perdata yang tepat. Di
menjadi bahan olok-olok atau caci negara-negara yang masih
maki publik, atau kemungkinan yang memberlakukan undang-undang
dapat mengakibatkan seseorang tindak pidana semacam, harus diambil
dihindari atau dijauhi oleh orang lain; langkah-langkah untuk menerapkan
(2) Undang-undang pencemaran nama prinsip ini secara progresif.
baik tidak sah apabila tujuan atau (b) Pada praktiknya, harus diakui bahwa
dampak undang-undang tersebut banyak negara masih menggunakan
adalah untuk melindungi reputasi yang undang-undang tindak pidana
tidak dimiliki atau bukan hak dari pencemaran nama baik sebagai cara
individu tersebut, atau demi utama untuk menangani serangan yang
melindungi “reputasi” entitas yang tidak diinginkan terhadap reputasi.
tidak berhak menuntut atau dapat Negara-negara tersebut sebaiknya
dituntut secara hukum. Secara khusus, segera mengambil langkah-langkah
8
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

yang diperlukan guna memastikan d. Prinsip 8. Pejabat Publik, undang-undang


agar undang-undang tindak pidana pencemaran nama baik tidak dalam posisi
pencemaran nama baik yang masih memberikan perlindungan khusus kepada
berlaku tunduk sepenuhnya pada hal- pejabat-pejabat publik, apa pun peringkat
hal berikut: (i) tidak seorang pun dapat maupun jabatan mereka. Prinsip ini
dijatuhi hukuman pidana tindak berlaku untuk tata cara pengaduan
pencemaran nama baik kecuali apabila diajukan dan diproses, standar yang
pihak yang mengaku tercemar nama digunakan untuk menentukan apakah
baiknya dapat membuktikan, tanpa pihak terdakwa dipandang bertanggung
keragu-raguan sedikit pun, adanya jawab, dan kemungkinan hukuman yang
semua elemen pencemaran nama baik dapat dikenakan.13
sebagaimana tercantum di bawah ini;
B. Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik
(ii) gugatan pidana pencemaran nama
dalam Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-
baik hanya dapat diajukan apabila
Undang Hukum Pidana (KUHP)
pernyataan yang dinilai mencemarkan
nama baik tersebut terbukti keliru, 1. Penerapan Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab
bahwa pernyataan tersebut Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di
disampaikan sekalipun diketahui Indonesia
mengandung kesalahan, atau terjadi Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab Undang-
keteledoran dalam Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah pasal yang
mempertimbangkan apakah mendasari pengaturan penghinaan pada BAB XVI
pernyataan tersebut mengandung Buku II KUHP. Berdasarkan kedua pasal tersebut,
kesalahan atau tidak, dan pernyataan terdapat pengaturan mengenai penghinaan lainnya
tersebut dibuat dengan tujuan khusus yang ditujukan kepada objek yang lebih spesifik.
untuk merugikan pihak yang Misalnya pada Pasal 315 mengatur mengenai
dicemarkan nama baiknya; (iii) penghinaan ringan, Pasal 316 KUHP mengatur
pejabat berwenang, termasuk polisi mengenai penghinaan terhadap pegawai negeri,
dan jaksa penuntut umum, tidak boleh Pasal 317 mengatur pengaduan fitnah, Pasal 318
terlibat dalam upaya membuka atau mengatur mengenai persangkaan palsu dan Pasal
mengajukan gugatan hukum terhadap 320 dan Pasal 321 mengatur mengenai penistaan
kasus pencemaran nama baik. terhadap orang mati. Ke semua pasal tersebut
Larangan ini berlaku tanpa memuat elemen penghinaan yang diatur dalam
memandang status dari pihak yang Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Sementara itu
mengaku tercemar nama baiknya, hasil wawancara dengan aktivis Lembaga Swadaya
bahkan apabila pihak tersebut adalah Masyarakat (LSM) menunjukkan bahwa terjadi
pejabat publik senior sekalipun; (iv) kebingungan di kalangan penegak hukum dalam
hukuman penjara, penundaan menerjemahkan rumusan objektif unsur Pasal 310
hukuman penjara, pembekuan hak KUHP. 14 Unsur yang dimaksud adalah unsur
mengekspresikan diri melalui media menyerang kehormatan dalam Pasal 310 KUHP
dalam bentuk apa pun atau melakukan
tidak didefinisikan dengan jelas, sehingga tidak ada
praktik jurnalisme atau profesi
pembatasan yang nyata untuk perbuatan
lainnya, denda berlebih-lebihan dan
pencemaran nama baik.
bentuk hukuman pidana berat lainnya
tidak boleh dijadikan sanksi untuk Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab
pelanggaran undang-undang Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta
pencemaran nama baik, sekalipun Komentar-Komentarnya penjelasan Pasal 310
pernyataan yang dipandang KUHP mengandung makna bahwa “menghina”
mencemarkan nama baik tersebut adalah “menyerang kehormatan dan nama baik
dinilai berlebihan atau melewati batas. seseorang”, yang diserang ini biasanya merasa
malu. 15 Kehormatan yang diserang di sini hanya

13
ARTICLE19, Mendefinisikan Pencemaran Nama Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI-
Baik: Prinsip-Prinsip Kebebasan Berekspresi Dan FHUI) Pada 22 Oktober 2015. (Depok, 2015).
15
Perlindungan Atas Reputasi (London: ARTICLE19, R Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2000), 7–22. (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap
14
Wawancara Dengan Muhammad Rizaldi, Peneliti Pasal Demi Pasal; Untuk Para Pedjabat Kepolisian,
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Kedjaksaan,Pamong Pradja, Dsb. (Bogor: Politeia,
9
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

mengenai kehormatan tentang “nama baik” bukan Penjelasan tersebut dianggap tidak cukup
“kehormatan” dalam lapangan seksual, memadai dalam praktik pemeriksaan tindak pidana
kehormatan yang dapat dicemarkan karena pencemaran nama baik, yaitu belum jelasnya garis
tersinggung anggota kemaluannya dalam batas perbuatan yang dianggap menyerang
lingkungan nafsu birahi kelamin. Serangan kehormatan dan perbuatan yang dianggap tidak
terhadap kehormatan dalam ranah nama baik menyerang kehormatan. Hal ini menimbulkan
merupakan domain Pasal 310 KUHP dan bukan polemik di masyarakat bahwa pasal 310 KUHP
serangan terhadap kehormatan lainnya bersifat sangat subjektif dan tidak memberikan
sebagaimana yang dijelaskan dalam buku R. kepastian hukum. 18
Soesilo di atas. Khusus untuk Pasal 310 Ayat (1)
Pada era demokrasi seperti saat ini,
R. Soesilo lebih lanjut menjelaskan bahwa
masyarakat seakan dihantui oleh perasaan takut
penghinaan harus dilakukan dengan cara
ketika ingin memberikan kritisi bagi pejabat
“menuduh seseorang telah melakukan perbuatan
publik. Selain itu, pembelaan atas tindak pidana
tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar
pencemaran nama baik di KUHP dinilai sangat
(diketahui oleh orang banyak). Perbuatan yang
terbatas, karena hanya memungkinkan pembelaan
dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang
dilakukan atas alasan demi kepentingan umum dan
perlu dihukum seperti mencuri, menggelapkan,
adanya pembelaan diri karena terpaksa (Pasal 310
menghina dan sebagainya, cukup dengan
Ayat (3) KUHP). Khusus untuk alasan demi
perbuatan biasa, sudah tentu perbuatan yang
kepentingan umum dan pembelaan diri, KUHP
memalukan. 16 Penjelasan Pasal 310 Ayat (2)
tidak menjelaskan lebih lanjut makna alasan
KUHP menurut R. Soesilo adalah apabila tuduhan
tersebut. Seharusnya dimungkinkan bentuk-bentuk
dilakukan dengan tulisan, surat atau gambar, maka
pembelaan yang lain. Bentuk alasan pembelaan
kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”.
yang cukup progresif adalah good faith statement,
Seseorang hanya dapat dituntut atas Pasal 310 Ayat
di mana bentuk pernyataan yang memiliki maksud
(2) KUHP dengan alasan tuduhan atau kata-kata
baik tertentu, dapat dijadikan alasan pembelaan
penghinaan dilakukan dengan surat atau gambar.
bagi dakwaan pencemaran nama baik. 19
Penjelasan Pasal 311 KUHP menurut R. Pembelaan seperti ini sudah pernah dibenarkan
Soesilo, jika Pasal 310 Ayat (1) dan Ayat (2) dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 255
dilakukan dengan kepentingan umum atau terpaksa K/Pid/2011. Dalam Putusan Mahkamah Agung
dengan tujuan membela diri maka yang Nomor 225 K/Pid/2011, Mahkamah Agung
bersangkutan tidak dapat dikenakan pidana menyatakan “bahwa, tindakan terdakwa menulis
berdasarkan Pasal 310 Ayat (1) atau (2) KUHP, surat kepada atasan saksi korban, Kasat Reskrim
melainkan hakim akan memeriksa apakah benar Polres Aceh, yaitu Kapolda NAD sebagai bentuk
penghinaan tersebut dilakukan dengan tujuan kontra warga pencari keadilan agar laporannya
untuk kepentingan umum atau membela diri. ditindaklanjuti dan haknya untuk melakukan
Apabila pembelaan tersebut tidak dianggap oleh praperadilan tidak dihalang-halangi. Terbukti saksi
hakim, sedangkan dalam pemeriksaan perkara pelapor sebagai Kasat Reskrim membujuk
terbukti bahwa apa yang dituduhkan terdakwa itu terdakwa bahkan dengan memberi uang sebesar
tidak benar, maka terdakwa tidak dipersalahkan Rp. 500.000, agar terdakwa dapat menerima
menista lagi, melainkan dikenakan Pasal 311 penghentian penyidikan terhadap masalah racun
KUHP (memfitnah). 17 Jadi, yang dimaksud dengan hama decis palsu dan tidak meneruskan
memfitnah dalam Pasal 311 KUHP adalah ketika praperadilan dapat menjadi alasan bagi terdakwa
seseorang diminta untuk membuktikan bahwa untuk menyampaikan keluhannya kepada atasan
perbuatan menista yang dilakukannya adalah benar saksi pelapor. Jadi bukan bentuk fitnah/penistaan
demi kepentingan umum atau untuk membela tertulis.”
dirinya, tetapi ia tidak bisa membuktikannya dan
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung,
tuduhannya itu tidaklah benar.
jumlah kasus penghinaan yang terjadi di Indonesia

18
1971), hlm.295. Wawancara Dengan Supriadi W. Eddyono (Direktur
16
Ibid. Institute for Criminal Justice Reform/ICJR) Pada 28
17
Tri Jata Ayu Pramesti, “Perbuatan-Perbuatan Yang Oktober 2015. (Jakarta, 2015).
19
Termasuk Pencemaran Nama Baik,” last modified Institute Criminal for Justice Reform, Analisis
2013, accessed January 25, 2020, Situasi Penerapan Hukum Penghinaan Di Indonesia
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt517f3d (Jakarta: Institute Criminal for Justice Reform,
9f2544a/perbuatan-perbuatan-yang-termasuk- 2012), hlm.77.
pencemaran-nama-baik.
10
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

dari tahun 2001 sampai tahun 2012 berjumlah 275 merupakan hal yang tidak benar, misalnya A
kasus. 20 Kasus penghinaan terbanyak yang dikatakan pelacur maka harus dibuktikan apakah
diproses sampai Mahkamah Agung terjadi di tahun dia pelacur atau bukan, sedangkan pencemaran
2011, yaitu sebanyak 72 kasus. 21 Berdasarkan hasil merupakan hal yang relatif, karena setiap orang
penelitian Institute for Criminal Justice Reform mempunyai kadarnya sendiri. Keterangan Ahli
(ICJR) kasus penghinaan terbanyak terjadi di Jawa Made Darma Weda senada dengan apa yang
Timur sejumlah 35 kasus. Selama kurun waktu disampaikan oleh Hakim Pengadilan Negeri
tersebut tuntutan jaksa terbanyak adalah Pasal 310 Jakarta Pusat, Dr. Binsar Gultom, S.E., S.H., M.H.
Ayat (1) KUHP, sejumlah 120 kasus. Salah satu Menurut Hakim Binsar, ketika mengadili kasus
contoh kasus populer yang menggunakan Pasal pencemaran nama baik, uji kebenaran yang
310 Ayat (1) KUHP adalah kasus pencemaran dilakukan adalah dengan cara mengeksaminasi
nama baik Tommy Winata oleh Bambang tuduhan yang dilakukan oleh terdakwa dengan
Harimurty cs (tempo). 22 Bambang Harimurty cs keterangan korban. Jika ternyata korban mengakui
(tempo) didakwa atas pasal VIV (1) UU No./1946, bahwa tuduhan tersebut benar, maka terdakwa
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 311 KUHP dinilai tidak memenuhi unsur Pasal 310 Ayat (1)
dan Pasal 310 ayat (1) KUHP dan dituntut KUHP. Tetapi terdakwa tidak dibebaskan dari
hukuman penjara selama 1 tahun 4 bulan. Di segala tuntutan hukum, melainkan diberikan
tingkat kasasi, Mahkamah Agung dalam putusan hukuman yang lebih ringan, yaitu hukuman
nomor 1608 K/Pid/2005 membebaskan terdakwa percobaan. 24
karena menilai unsur penghinaan tidak terpenuhi
Data statistik putusan kasasi Mahkamah
karena terdakwa telah memberikan hak jawab.
Agung menunjukkan penerapan pasal pencemaran
Pada kasus tersebut, majelis berpendapat unsur
nama baik didominasi oleh pasal 310 ayat (1)
penghinaan dalam Pasal 310 Ayat (1) dinilai tidak
KUHP. Di peringkat kedua diikuti oleh Pasal 311
terbukti karena terdakwa sudah memberikan hak
Ayat (1) KUHP, dan ketiga terbanyak adalah Pasal
jawab dalam mekanisme tindak pidana pers.
310 Ayat (2) KUHP. 25 Banyaknya jumlah
Budaya semacam ini seharusnya dibudayakan
penggunaan Pasal 310 Ayat (1) KUHP
khususnya untuk tindak pidana yang terjadi di
menunjukkan bahwa pasal ini lazim digunakan
ranah pers, sehingga upaya pemidanaan
untuk menjerat pelaku tindak pidana pencemaran
merupakan ultimum remedium.
nama baik. Asumsinya adalah Pasal 310 Ayat (1)
Unsur penghinaan dalam Pasal 310 Ayat (1) KUHP merupakan pasal yang paling mudah untuk
menurut Dr. Muzakkir, S.H., M.H. bahwa inti dari dibuktikan di persidangan. 26
delik penghinaan adalah tercemar nama baiknya, di
2. Alasan Pembelaan terhadap Tuntutan Pasal
mana perbuatan itu tercemar, syarat perbuatan
310 dan Pasal 311 Kitab Undang-Undang
tercemar adalah harus di hadapan umum atau
Hukum Pidana (KUHP)
umum mengetahui perbuatan itu, komunikasi mana
itu tergantung pada konteksnya, artinya Konstruksi Pasal 310 KUHP membenarkan
komunikasi apa pun itu kalau ada orang yang adanya alasan pembelaan bagi pelaku tindak
keberatan terhadap materi karena materi sudah pidana pencemaran nama baik, yaitu demi
diunggah atau di-upload melalui media elektronik kepentingan umum dan dengan alasan terpaksa
maka jelas di dalamnya atau umum sudah karena membela diri. Sebagaimana yang sudah
mengetahui. 23 Pada kesempatan yang sama ahli Dr. disinggung di atas, ketentuan dalam Pasal 310 Ayat
Made Darma Weda, S.H.,M.H. menyatakan bahwa (3) KUHP dinilai terlalu minim untuk ditentukan
jika penghinaan dilakukan dalam konteks secara definitif sebagai alasan pembelaan
menuduhkan sesuatu kepada orang lain, menuduh perbuatan pencemaran nama baik. 27 Berdasarkan

20
Ibid., hlm.33. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dr. Binsar
21
Ibid. Gultom, S.E., S.H., M.H. Di Pengadilan Negeri
22
AJI Indonesia and DRSP, Aliansi Jurnalis Jakarta Pusat Pada 20 Oktober 2015. (Jakarta,
Independen, Kasus Pencemaran Nama, (AJI 2015).
25
Indonesia Dan DRSP/USAID:2010) (Jakarta: Institute Criminal for Justice Reform, Analisis
USAID, 2010), hlm.71-72. Situasi Penerapan Hukum Penghinaan Di
23
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putusan Indonesia, hlm.42.
26
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor Ibid., hlm.43.
27
1333/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel Atas Nama Terdakwa Wawancara Dengan Supriadi W. Eddyono (Direktur
Benny Handoko Alias Benhan., Keterangan ahli Dr. Institute for Criminal Justice Reform/ICJR) Pada 28
Muzakkir, S.H., M.H. hlm.16 (2013). Oktober 2015.
24
Wawancara Dengan Hakim Ham Ad Hoc
11
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

pemeriksaan kasus pencemaran nama baik yang terdakwa atas perbuatan saksi korban sehubungan
sudah ditangani di tingkat Mahkamah Agung, dengan penyalahgunaan bantuan Raskin telah
ternyata terdapat beberapa bentuk alasan dinyatakan terbukti oleh Pengadilan Negeri
pembelaan yang diterima Mahkamah Agung. Ketapang.” Pertimbangan seperti ini juga
Alasan tersebut adalah: (1) Di muka umum; (2) ditemukan dalam kasus pencemaran nama baik
Good Faith Statement; (3) Kebenaran Pernyataan atas nama terdakwa Benny Handoko alias Benhan.
(Truth); (4) Mere Vulgar Abuse; (5) Privilege and Namun dalam kasus Benhan, justru Benhan tidak
Malice. 28 bisa membuktikan kebenaran pernyataannya
bahwa Misbakhun “perampok Bank Century”
Di muka umum berarti pernyataan
karena berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali
penghinaan yang dilakukan terdakwa tidak
Mahkamah Agung No. 47/Pid.Sus/2012
dilakukan di muka umum. Sehingga terdakwa
Misbakhun divonis bebas dari segala tuntutan
diputus bebas karena dianggap tidak terbukti
pidana.
memenuhi unsur pasal 310 Ayat (1) KUHP. Salah
satu putusan Mahkamah Agung yang menerima Alasan pembelaan yang sepatutnya
pembelaan dengan alasan di muka umum adalah dipertimbangkan dalam memutus kasus
putusan Nomor 35 PK/Pid/2010. Mahkamah dalam pencemaran nama baik adalah Mere Vulgar Abuse.
perkara tersebut berpendapat bahwa “yang Mere Vulgar Abuse adalah sebuah pernyataan yang
dibicarakan antara terdakwa dengan para saksi vulgar namun tidak dikategorikan sebagai
adalah bersifat pribadi tidak di tempat umum”. menghina karena tidak dimaksudkan untuk
Beberapa putusan lainnya di Mahkamah Agung menyerang kehormatan. 30 Pernyataan yang
yang menafsirkan unsur diketahui umum dalam tergolong dalam mere vulgar abuse adalah
Pasal 310 Ayat (1) KUHP dan di muka umum pernyataan yang dilontarkan dalam keadaan emosi.
dalam Pasal 310 Ayat (2) yaitu: (1) tidak ada orang Pembelaan ini muncul dalam Putusan Pengadilan
lain yang mendengar; (2) surat yang ditujukan Tinggi Sulawesi Tenggara Nomor 02/Pid/2011/PT
kepada instansi atau orang tertentu; (3) percakapan Sultra. Majelis hakim berpendapat bahwa kata-kata
pribadi melalui SMS; dan (4) percakapan yang Suntili bukan merupakan penghinaan, karena kata-
terjadi melalui sambungan telepon.29 kata tersebut merupakan ekspresi kekesalan
terdakwa yang ditujukan pada dirinya sendiri,
Good Faith Statement secara bebas diartikan
bukan kepada korban.
sebagai pernyataan yang memiliki maksud baik
tertentu. Pernyataan tersebut bersifat tidak Privilege and malice secara bebas diartikan
menyerang kehormatan. Mahkamah Agung sebagai keistimewaan dan keinginan untuk berbuat
menggunakan pertimbangan tersebut pada Putusan salah (wrongful intention). Bentuk-bentuk
Nomor 1378 K/Pid/2005 dengan menyatakan privilege and malice yang diakui dalam putusan
“bahwa isi surat yang dikirimkan kepada saksi Dr. Mahkamah Agung adalah (1) laporan ke penegak
S.J.M Koamesah merupakan klaim atas tanah yang hukum bukanlah penghinaan/perbuatan melawan
menyangkut perkara perdata, karena terdakwa hukum; (2) profesi dan kode etik; (3) pemegang
merasa berhak atas tanah yang dikuasai saksi; hak berdasarkan undang-undang. 31 Putusan yang
bahwa tembusan surat yang dikirim terdakwa menguatkan argumen bahwa laporan ke penegak
adalah ditujukan kepada pejabat resmi seperti hukum bukanlah perbuatan penghinaan atau
Kapolres, Kajari, dan Ketua Pengadilan Negeri perbuatan melawan hukum adalah putusan No.
yang berkualitas sebagai penegak hukum.” 1378/K/Pid/2005, putusan No. 255 K/Pid/2011,
Berdasarkan pendapat Mahkamah Agung tersebut, putusan No. 90/Pid/2011/PT BTN, putusan No.
pernyataan yang diajukan kepada pihak-pihak yang 1213 K/Pid/2004, putusan No. 1304 K/Pid/2009.
terkait dalam kapasitasnya bukanlah merupakan Benang merah di antara semua putusan tersebut
bentuk pencemaran nama baik. adalah bahwa semua laporan kepada pihak
kepolisian merupakan hak hukum dari orang yang
Kebenaran pernyataan juga merupakan
merasa dirugikan, walaupun nantinya penyelidikan
alasan pembelaan terhadap kasus pencemaran
atau penyidikan kasus dihentikan karena kurang
nama baik. Hal ini muncul dalam sebuah
didukung oleh bukti. Maka laporan tersebut bukan
pertimbangan Mahkamah Agung dalam Putusan
merupakan perbuatan penghinaan atau pencemaran
Nomor 899 K/Pid/2010. Mahkamah Agung
nama baik.
berpendapat “Bahwa apa yang disampaikan

28 29
Institute Criminal for Justice Reform, Analisis Ibid., hlm.73-75.
30
Situasi Penerapan Hukum Penghinaan Di Ibid., hlm.79.
31
Indonesia, hlm.73-80. Ibid., hlm.80-87.
12
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

Profesi tertentu seperti advokat dan jurnalis hubungan antar individu tidak terbatas pada
memiliki kode etik yang merupakan filter pertama individu yang berkapasitas sebagai penyelenggara
terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan. Negara.
Namun dalam kondisi tertentu filter tersebut bisa
Uji materi Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP
ditiadakan karena dianggap tidak mengindahkan
dimohonkan oleh Risang Bima Wijaya, S.H. dan
kode etik profesi. Kasus ini umumnya menjerat
Bersihar Lubis. Kedua pemohon pernah terlibat
profesi jurnalis, di mana dalam Undang-Undang
kasus pencemaran nama baik, Risang Bima Wijaya
Pers diatur mekanisme hak jawab sebagai sebuah
dituntut atas Pasal 310 Ayat (2) jo. Pasal 64 Ayat
instrumen yang tepat dibandingkan proses hukum
(1) KUHP akibat menulis berita di harian Radar
karena keseimbangan masyarakat telah pulih
Jogja tentang dugaan pelecehan seksual oleh
kembali dengan menggunakan sarana win-win
Soemardi Martono Wonohito, Pemimpin Harian
solution. 32
Umum Kedaulatan Rakyat/Direktur BP SKH
Pemegang hak berdasarkan undang-undang Kedaulatan Rakyat Yogyakarta. Lain halnya
umumnya berlaku dalam kasus Hak Kekayaan dengan Bersihar Lubis, ia dituntut dengan Pasal
Intelektual, sebagaimana diputuskan oleh 207 KUHP akibat menulis di kolom opini Koran
Mahkamah Agung dalam putusan No. 626 Tempo yang dimuat pada tanggal 17 Maret 2007
K/Pid/2008. Putusan tersebut menyatakan bahwa dengan judul “Kisah Interogator yang Dungu”.
surat yang diberikan terdakwa kepada saksi korban Tulisan tersebut dinilai bermasalah karena
bukan merupakan pencemaran nama baik karena berkaitan dengan pelarangan peredaran buku teks
sesuai dengan hak terdakwa sebagai pemegang hak pelajaran SMP dan SMU oleh Kejaksaan Agung
paten, mengingatkan yang menggunakan haknya pada 5 Maret 2007 dengan alasan buku-buku
tanpa ijin dari pemegang hak paten, yang mana tersebut tidak mencantumkan sejarah tentang
dalam hal ini dimiliki oleh terdakwa. 33 Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di
Madiun pada 1948 dan 1965.
Beberapa alasan pembelaan di atas tidak
dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Pidana, Terhadap uji materi Pasal 310 dan 311
yang hanya mengenal “demi kepentingan umum” KUHP, Mahkamah dalam Putusan Nomor
atau “karena terpaksa untuk membela diri” sebagai 14/PUU-VI/2008 berpendapat bahwa Pasal 310
alasan pembelaan tindak pidana pencemaran nama dan Pasal 311 KUHP tidak meniadakan atau
baik. Dalam perkembangan penerapan hukum menghilangkan hak atas kebebasan menyatakan
pencemaran nama baik di Indonesia, khususnya di pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani, hak
tingkat Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung untuk mengeluarkan pendapat, dan hak untuk
majelis hakim sudah menerapkan praktik alasan bebas berkomunikasi. Konstitusi menjamin hak-
pembelaan yang tidak diatur di dalam KUHP. hak tersebut dan karena itu negara wajib
Kenyataan ini menunjukkan bahwa pada melindunginya. Namun pada saat yang sama
praktiknya, terdapat alasan pembelaan selain yang negara pun wajib melindungi hak konstitusional
ditentukan dalam KUHP terhadap kasus lain yang sama derajatnya dengan hak-hak tadi,
pencemaran nama baik yang dapat dijadikan yaitu hak setiap orang atas kehormatan dan
landasan legislasi Rancangan KUHP ke depan. martabat sebagaimana diatur Pasal 28G UUD
1945. Pasal 310 dan 311 KUHP menurut
3. Uji Materi Pasal 310 dan Pasal 311 Kitab
Mahkamah merupakan pengejawantahan
Undang-Undang Hukum Pidana
pembatasan terhadap hak atas kebebasan
Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP sudah menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nurani.
pernah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam
Selanjutnya Mahkamah berpendapat bahwa
Putusan MK Nomor 14/PUU-VI/2008. Pada
ketentuan tentang tindak pidana penghinaan atau
intinya Mahkamah memutuskan bahwa Pasal 301
pencemaran nama baik dalam KUHP telah cukup
dan Pasal 311 KUHP dinyatakan konstitusional.
proporsional karena dirumuskan sebagai delik
Uji materi terhadap Pasal 310 dan 311 KUHP
aduan (klacht delict). Pada bagian konklusi,
setidaknya dilatarbelakangi oleh kriminalisasi
Mahkamah berkesimpulan bahwa: 34 (a) nama baik,
berdasarkan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP
martabat, atau kehormatan seseorang adalah satu
terhadap masyarakat yang bersikap kritis terhadap
kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum
pemerintah, walaupun sebenarnya eksistensi pasal
pidana karena merupakan bagian dari hak
ini tidak hanya berlaku bagi masyarakat yang kritis
konstitusional warga negara yang dijamin oleh
terhadap pemerintah. Pasal ini sejatinya mengatur

32 34
Ibid., hlm.83. ibid., hlm. 8.
33
Ibid.
13
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

UUD 1945 maupun hukum internasional, dan nama baik itu sangat subjektif, persepsi orang
karenanya apabila hukum pidana memberikan berbeda-beda mengenai suatu tindakan, ada orang
ancaman sanksi pidana tertentu terhadap perbuatan atau kelompok yang menganggap suatu tindakan
yang menyerang nama baik, martabat, atau itu penghinaan dan ada juga yang beranggapan
kehormatan seseorang, hal itu tidaklah bukan. KUHP kurang menjabarkan dengan jelas,
bertentangan dengan UUD 1945; (b) bahwa sehingga hakim kekurangan sumber pertimbangan
permohonan para pemohon sesungguhnya lebih dari peraturan yang ada, sering kali hakim menilai
merupakan permasalahan penerapan norma secara subjektif terhadap satu kasus pencemaran
undang-undang, bukan konstitusionalitas norma nama baik.
undang-undang; (c) bahwa oleh karena itu, dalil
Pencemaran nama baik sebaiknya harus
para pemohon tidak beralasan, sehingga
tetap berada dalam koridor hukum pidana, sesuai
permohonan harus ditolak.
dengan peraturan yang ada di KUHP dan UU ITE.
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Perubahan ke jalur perdata bisa mengakibatkan
di atas, maka penerapan pidana terhadap hak efek sosial di masyarakat, salah satunya budaya
kebebasan berpendapat dan berekspresi (atau hak menghina yang dikhawatirkan akan merajalela.
atas kebebasan menyatakan pikiran atau Jika memang ingin dilakukan perubahan terhadap
menyatakan sikap sesuai dengan hati nurani dalam peraturan mengenai pencemaran nama baik,
Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 sebaiknya diperjelas mengenai unsur-unsur
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia) adalah pencemaran nama baiknya, agar kasus yang masuk
konstitusional. Konsekuensi yang timbul adalah di pengadilan itu bukan kasus-kasus sepele yang
pemidanaan atas hukum penghinaan akan tetap sebenarnya bisa diselesaikan dengan cara
berjalan selama belum ada putusan berkekuatan perdamaian tanpa melalui penegak hukum.
hukum tetap yang menyatakan sebaliknya. Kebebasan berpendapat dan berekspresi diakui
oleh konstitusi, tetapi kebebasan yang dimaksud itu
C. Pandangan Hakim Terhadap Pencemaran
adalah disertai dengan tanggung jawab. Pasal
Nama Baik
KUHP ini membatasi kebebasan tersebut agar
Banyak kasus pencemaran nama baik di terwujud masyarakat yang penuh dengan tanggung
masyarakat yang bermula dari sebuah tindakan jawab, tidak sembarangan dalam kehidupan
penghinaan kepada seseorang dengan kata-kata bermasyarakat. Pertimbangan hakim dalam
atau tindakan yang tidak pantas, lalu yang merasa memutus perkara pencemaran nama baik
terhina melaporkan tindakan penghinaan tersebut. merupakan bentuk penafsiran yang sah terhadap
Pola seperti ini yang sering terjadi di masyarakat Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Meski demikian,
terkait pencemaran nama baik. Dalam mengadili Mahkamah Agung (MA) di tahun 2008 pernah
kasus pencemaran nama baik hakim harus melihat mengeluarkan surat edaran Nomor 13 Tahun 2008
fakta-fakta yang ada, apakah kasus itu memenuhi tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli. Surat
unsur pencemaran nama baik atau tidak. edaran tersebut menginstruksikan hakim di tingkat
Bagaimana dampak dari pencemaran nama baik Pengadilan Tinggi (PT) dan Pengadilan Negeri
tersebut, apakah memberikan dampak yang sangat (PN) untuk meminta keterangan ahli jika
merugikan atau hanya ketersinggungan belaka menangani perkara yang berkaitan dengan pers.
yang bisa dikatakan masalah sepele. Jika Meskipun Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP bukan
pencemaran nama baik tersebut tidak berdampak lex specialis delik pers, tetapi tidak jarang kasus
kerugian yang besar, hakim cenderung memutus pencemaran nama baik di media massa dijerat
ringan atau hukuman percobaan, tetapi tidak berdasarkan pasal di KUHP. Sehingga hakim harus
sampai membebaskan guna memberi efek jera cermat dan berhati-hati dalam memeriksa perkara
pada si penghina. pencemaran nama baik. 35
KUHP Pasal 310-311 bukanlah bentuk Kasus pencemaran nama baik jarang
tameng pejabat publik yang anti-kritik, pasal ini menyentuh ranah pengadilan. Kasus pencemaran
merupakan hasil dari perumusan masalah-masalah nama baik biasanya diselesaikan melalui jalur
yang ada di masyarakat. Perumusan unsur perdamaian, sehingga pelapor mencabut aduannya.
pencemaran nama baik adalah permasalahan Menurut Hakim Cepi Iskandar, hanya satu atau dua
sesungguhnya dalam KUHP 310-311, karena kasus pencemaran nama baik yang masuk ke
kurang mendukung hakim dalam pengadilan selama ia berkarir sebagai hakim.
pertimbangannya. Penilaian terhadap pencemaran Informasi serupa juga diperoleh tim peneliti dari

35
Wawancara Dengan Hakim Ham Ad Hoc Gultom, S.E., S.H., M.H. Di Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dr. Binsar Jakarta Pusat Pada 20 Oktober 2015.
14
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

Hakim Made Sutrisna, yang menjabat sebagai Pengaturan mekanisme hukum selain
hubungan masyarakat (humas) Pengadilan Negeri mekanisme pidana untuk pencemaran nama baik,
Jakarta Selatan. Beliau menyampaikan bahwa seperti mediasi atau mekanisme perdata tampak
statistik kasus pencemaran nama baik tidak terlalu utopis untuk diterapkan di Indonesia.
menonjol dari keseluruhan jumlah kasus yang Mekanisme perdata dapat ditempuh jika kesadaran
ditangani di pengadilan. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia sudah baik. Jika masih
persentase kasus pencemaran nama baik di seperti sekarang ini, pencabutan ketentuan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hanya sebesar pencemaran nama baik dari KUHP hanya akan
5% dari jumlah kasus yang ditangani pengadilan menyebabkan kegaduhan di tengah masyarakat.
tersebut. 36 Bahkan beliau membandingkan dengan perbuatan
wakil rakyat di tingkat partai politik, masih banyak
Pasal pencemaran nama baik dinilai masih
masyarakat Indonesia yang bersifat tidak etis
layak diatur dalam KUHP Indonesia, kondisi
ketika berkomunikasi. Hukum untuk pencemaran
masyarakat di Indonesia belum seperti kondisi
nama baik harus diatur di dalam hukum pidana atau
masyarakat di negara berkembang yang sudah
perdata, seperti yang berlaku sampai saat ini. 39
menghapus delik pencemaran nama baik dalam
hukum pidananya. Masyarakat di Indonesia masih Jika kemudian pencemaran nama baik yang
perlu pembatasan hak atas kebebasan berpendapat dilakukan menimbulkan kerugian secara material
dan berekspresi dalam bentuk peraturan pidana. dan imaterial, maka dimungkinkan untuk
Memasukkan ketentuan pencemaran nama baik menempuh jalur perdata. Penyelesaian perdata
adalah salah satu bentuk upaya preventif karena terhadap kasus pencemaran nama baik adalah hal
dianggap mampu memberikan efek jera bagi yang umum diterapkan oleh beberapa negara,
pelaku pencemaran nama baik. Selain itu pasal dengan menuntut pelaku untuk memberikan
pencemaran nama baik dikonstruksikan dalam kompensasi uang atau dengan meminta maaf.
bentuk delik aduan, sehingga orang yang merasa Penyelesaian perdata memiliki alasan kuat, karena
tidak terganggu dengan pendapat atau komentar memang menjamin perlindungan terhadap reputasi
orang lain tidak akan mengadukan telah terjadi seseorang. Penyelesaian melalui perdata pula
perbuatan pencemaran nama baik, begitu juga sesuai dengan apa yang direkomendasikan dalam
sebaliknya. 37 ICCPR. 40 Pada dasarnya, kedua hakim
menyatakan bahwa mekanisme hukum selain
Mengenai penyelesaian perkara melalui
pidana dimungkinkan untuk diterapkan, tetapi
mekanisme mediasi atau di luar pengadilan bagi
menimbang kondisi sosiologis masyarakat
penyelesaian perkara pencemaran nama baik patut
Indonesia, maka penyelesaian perkara pencemaran
dipertimbangkan agar tidak semua perkara masuk
nama baik harus ditempuh melalui mekanisme
ke pengadilan dan menambah penumpukan perkara
pidana.
di pengadilan. Tetapi pencemaran nama baik tetap
harus diatur di KUHP, agar masyarakat tidak Eksistensi pasal pencemaran nama baik
“sembarangan” dalam memberikan pendapatnya dalam Rancangan KUHP pun mendapat dukungan
tentang sesuatu hal di ruang publik. 38 Dengan dari hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
demikian diharapkan masyarakat menjadi lebih Hakim Cepi Iskandar berpendapat bahwa jika pasal
beradab ketika menyampaikan komentar atau ini dijadikan sarana untuk mengkriminalisasi
kritisi baik kepada sesama masyarakat biasa pendapat masyarakat yang kritis, maka hakim yang
maupun kepada pejabat publik. Beliau juga akan menjatuhkan putusan seadil-adilnya terhadap
menyatakan bahwa jangan sampai masyarakat perkara tersebut. Tetapi, terhadap pasal
bersembunyi dibalik panggung demokrasi untuk pencemaran nama baik hakim harus memiliki
kemudian menghina dan mencemarkan nama baik naluri untuk memberikan hukuman penjara sebagai
orang lain. upaya terakhir. Hukuman denda dinilai sudah
cukup untuk menghukum pelaku pencemaran
36
Data Wawancara Dengan Hubungan Masyarakat Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang
(Humas) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Perikatan. Penghinaan dalam KUHPerdata
Sutrisna, Pada 21 Oktober 2015. (Jakarta, 2015). dikelompokkan dalam genus Perbuatan Melawan
37
Wawancara Dengan Hakim Cepi Iskandar Di Hukum (PMH) sebagaimana yang diatur dalam
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Pada 21 Pasal 1365 KUHPerdata, ketentuan penghinaan
Oktober 2015. (Jakarta, 2015). diatur dalam Pasal 1372 sampai Pasal 1380
38
Data Wawancara Dengan Hubungan Masyarakat KUHPerdata.
40
(Humas) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Made Clara Staples, “Freedom of Speech in Indonesian
Sutrisna, Pada 21 Oktober 2015. Press:International Human Rights Perspective,”
39
Pasal Pencemaran Nama Baik diatur dalam BAB III Brawijaya Law Journal 3, no. 1 (2016): hlm.52.
15
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

nama baik. Jika dimungkinkan untuk melakukan Permasalahan dalam konstruksi pasal
restorative justice, maka sebaiknya penyelesaian pencemaran nama baik (Pasal 310 dan Pasal 311
perkara pencemaran nama baik ditempuh melalui KUHP) adalah tidak adanya rumusan objektif
jalur restorative justice. Alasannya adalah agar unsur “menyerang kehormatan” dalam Pasal 310
perkara yang hukumannya ringan, dapat KUHP. Rumusan pasal yang eksis di KUHP tidak
diselesaikan di luar pengadilan, sehingga tidak memberikan gambaran yang jelas bagi hakim
mengakibatkan penumpukan perkara di untuk memutus apakah seseorang memenuhi unsur
pengadilan. Untuk merealisasikan sarana pasal tersebut atau tidak. Rumusan objektif Pasal
restorative justice, maka menurut Hakim Made 310 yang “longgar” tersebut dimanfaatkan oleh
Sutrisna, harus ada payung hukum yang mengatur para pejabat publik untuk membungkam kritik
lembaga peradilan untuk melaksanakan restorative yang ditujukan kepadanya. Ketentuan yang
justice. demikian bersifat kontra-produktif dengan hak atas
kebebasan berpendapat dan berekspresi, di mana
D. Pandangan Akademisi Hukum dan HAM
masyarakat yang hendak bersikap kritis terhadap
Diskursus yang berkembang di kalangan kebijakan pemerintah menjadi takut untuk
aktivis kebebasan berpendapat dan berekspresi menyuarakan pendapatnya. Kondisi demikian
maupun kalangan akademisi hukum dan HAM bukanlah kondisi yang sesuai dengan iklim negara
adalah potensi penerapan pasal pencemaran nama demokrasi yang dianut Indonesia. Pembatasan hak
baik melanggar hak atas kebebasan berpendapat asasi yang menimbulkan keresahan masyarakat
dan berekspresi. Beberapa kasus pencemaran nama sejatinya sudah merusak esensi hak asasi manusia
baik yang menarik perhatian masyarakat luas di itu sendiri, yang dalam konteks penelitian ini
Indonesia terkait kritisi masyarakat terhadap adalah hak atas kebebasan berpendapat dan
pejabat publik. Bahwa benar hak atas kebebasan berekspresi. 42
berpendapat dan berekspresi adalah derogable
Salah satu upaya progresif bagi negara untuk
rights 41 , tetapi kerap kali hak tersebut dilanggar
menjamin hak atas kebebasan berpendapat dan
oleh individu yang berwenang akibat
berekspresi dan melindungi hak atas privasi adalah
dimungkinkan oleh peraturan perundang-
dengan melakukan dekriminalisasi terhadap pasal
undangan. Akademisi dari Masyarakat Pemantau
pencemaran nama baik. 43 Dekriminalisasi dapat
Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas
dilakukan dengan menempuh mekanisme diversi
Indonesia (MaPPI-FHUI) berpendapat bahwa
ataupun menghapuskan pasal pencemaran nama
aturan pidana tentang pasal pencemaran nama baik
baik dari KUHP Indonesia. Dekriminalisasi adalah
mengandung hukuman yang berlebihan.
penetapan suatu perbuatan yang awalnya tindak
Pemenjaraan terhadap pasal pencemaran nama
pidana menjadi bukan merupakan tindak pidana.
baik dinilai tidak proporsional terhadap bobot
Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-
kejahatan pencemaran nama baik itu sendiri.
undang atau diucapkan amar putusan pengadilan
Terlebih lagi dengan adanya Undang-Undang
yang mencabut ancaman pidana dari perbuatan
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang
tersebut. 44
memungkinkan dilakukan upaya paksa terhadap
pelaku pencemaran nama baik di media sosial. Pilihan kedua belum memungkinkan untuk
Hukuman yang demikian dipandang diterapkan bagi masyarakat Indonesia, mengingat
berseberangan dengan nilai-nilai hak asasi kondisi masyarakat Indonesia belum bisa
manusia, khususnya hak atas kebebasan disamakan dengan masyarakat di negara maju.
berpendapat dan berekspresi. Sebagai contoh, dalam etika pers ada budaya yang
dikenal dengan hak jawab 45 mekanisme ini

41 44
Derogable rights bermakna bahwa Negara selaku Duwi Handoko, “KLASIFIKASI
otoritas tertinggi bagi para warga negaranya DEKRIMINALISASI DALAM PENEGAKAN
memiliki wewenang untuk mengurangi atau HUKUM DI INDONESIA,” Jurnal HAM 10, no. 2
memberikan batasan terhadap hak asasi manusia. (2019): hlm.147.
45
Tetapi bukan berarti Negara dapat bertindak Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang
sewenang-wenang sampai membahayakan esensi Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, hak jawab
hak asasi manusia yang akan dibatasi. adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk
42
Wawancara Dengan Muhammad Rizaldi, Peneliti memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI- baiknya. Hak koreksi (Pasal 5 ayat (3) UU Pers)
FHUI) Pada 22 Oktober 2015. adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau
43
Lihat paragraf 47 General Comment No. 34 Article membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan
19 ICCPR: Freedoms of Opinion and Expression. oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang
16
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

sebenarnya merupakan mekanisme yang lazim Negara menjamin pemenuhan hak atas
digunakan oleh masyarakat modern untuk kebebasan berpendapat dan berekspresi dan disisi
menanggapi kritik yang diterimanya. Hal lain negara menjamin pula perlindungan hak atas
sedemikian tidak berlaku di Indonesia, paling tidak reputasi dan privasi orang lain. Tergambarkan pula
untuk saat ini, di mana pejabat publik yang dikritik bagaimana gejala-gejala permasalahan
oleh masyarakat cenderung lebih memilih untuk pengekangan hak atas kebebasan berpendapat dan
melaporkan pencemaran nama baik ke kepolisian. berekspresi: yaitu ditempuh dengan cara
Fenomena seperti ini menimbulkan chilling effect kriminalisasi berdasarkan Pasal 310 dan/atau Pasal
bagi masyarakat, yaitu suatu kekhawatiran akan 311 KUHP. Bahwa benar negara menjamin hak-
ancaman hukuman apabila menyuarakan hak warga negaranya secara proporsional, tetapi
pendapatnya di ruang publik. ketika gejala yang timbul di masyarakat justru
adalah pengekangan terhadap hak asasi warga
Terkait eksistensi Pasal 310 dan 311 KUHP
negara, itu merupakan permasalahan serius hak
di Rancangan KUHP menurut peneliti MaPPI-
asasi manusia. Khusus untuk negara dengan paham
FHUI tetap harus dipertahankan. Berdasarkan
demokrasi seperti Indonesia, kriminalisasi
putusan Mahkamah Konstitusi, Pasal 310 dan Pasal
terhadap hak atas kebebasan berpendapat dan
311 KUHP tidak bertentangan dengan konstitusi,
berekspresi adalah permasalahan serius.
selain itu negara juga harus berperan dalam
melindungi korban pencemaran nama baik Bagian analisis ini akan dibagi pada 2 bagian
sehingga tidak ada alasan untuk mencabut besar, yaitu; (1) ruang lingkup hak atas kebebasan
ketentuan pasal tersebut dari KUHP Indonesia berpendapat dan berekspresi dalam Pasal 310 dan
yang baru. Hanya saja hukuman pidana penjara Pasal 311 KUHP; dan (2) penerapan hukum
yang dijatuhkan dinilai terlalu berlebihan untuk pencemaran nama baik di lokasi sampel penelitian
tindak pidana pencemaran nama baik, pidana (Jakarta). Bagian pertama akan mengkaji aspek-
denda dinilai sudah cukup untuk dijatuhkan kepada aspek Hak Asasi Manusia, khususnya hak atas
pelaku pencemaran nama baik. 46 kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam
Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Kajian aspek
Peran Negara dalam menjamin pemenuhan
HAM tersebut berguna sebagai bahan
hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi
pertimbangan dalam rumusan pasal pencemaran
serta melindungi hak atas privasi orang lain dalam
nama baik dalam Rancangan KUHP. Pada bagian
konteks pencemaran nama baik menurut akademisi
kedua, analisis diarahkan pada penerapan hukum
MaPPI FHUI sudah cukup baik. Negara harus
pencemaran nama baik secara umum di Indonesia
berperan dalam memberikan perlindungan reputasi
dan secara khusus di lokasi sampel penelitian.
warga negaranya dan mencegah konflik yang lebih
Bagian kedua ini akan menunjukkan urgensi
besar akibat kasus pencemaran nama baik yang
penerapan hukum pencemaran nama baik yang
terjadi.
diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
E. Analisis Koridor Hak atas Kebebasan
1. Analisis Proporsionalitas Prinsip-Prinsip
Berpendapat dan Berekspresi dalam Pasal
Pasal 19 ICCPR dalam Pasal 310 dan Pasal
310 dan Pasal 311 KUHP
311 KUHP
Sebagaimana sudah dijelaskan dalam
Penerapan Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP
pembahasan sebelumnya, Pasal 310 dan Pasal 311
dianggap masih relevan dengan konstitusi
KUHP (delik pencemaran nama baik) merupakan
Indonesia. Setidaknya itulah konklusi Majelis
salah satu bentuk pembatasan (derogable) terhadap
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.
14/PUU-VI/2008. Namun berkaca pada sejumlah
Kajian ruang lingkup hak atas kebebasan
kasus pencemaran nama baik yang terjadi,
berpendapat dan berekspresi akan ditinjau dari
beberapa kasus pencemaran nama baik di
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pasal 19
antaranya dilaporkan oleh pejabat publik yang
Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik
merasa terhina ketika mendapat kritik dari
tentang hak atas kebebasan berpendapat dan
masyarakat. Gejala semacam ini adalah virus bagi
berekspresi. Selain itu analisis juga menggunakan
negara demokrasi.
data-data empiris yang diperoleh tim peneliti dari
lapangan untuk menguatkan ataupun membantah Proporsionalitas atau keseimbangan antara
dalil-dalil yang sudah berlaku selama ini. hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi

orang lain. Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI-


46
Wawancara Dengan Muhammad Rizaldi, Peneliti FHUI) Pada 22 Oktober 2015.
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia
17
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

dengan hak atas reputasi atau privasi orang lain kritik kepada pejabat publik di media massa, ada
merupakan salah satu alat ukur pembatasan hak kemungkinan ia akan dijerat pasal pencemaran
atas kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam nama baik. Rumusan semacam ini juga tidak
Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. Pembatasan bersesuaian dengan prinsip lex certa dan lex stricta
terhadap hak-hak asasi manusia sudah diatur sebagaimana yang dianut dalam Undang-Undang
caranya berdasarkan Siracusa Principles. Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Kemudian diturunkan ke dalam prinsip-prinsip Peraturan Perundang-Undangan. Chilling effect
yang lebih konkret lagi, yaitu prinsip-prinsip Pasal yang ditimbulkan akibat keberlakuan pasal ini
19 ICCPR. 47 Adapun prinsip-prinsip yang akan merupakan bentuk pengekangan hak atas
dijadikan pisau analisis adalah: 48 (1) Tercantum kebebasan berpendapat dan berekspresi. Maka
dalam Undang-Undang; (2) Perlindungan atas untuk rumusan pasal ini diperlukan perincian yang
Kepentingan Reputasi yang Sah; (3) Diperlukan lebih sempit (spesifik) dan tepat.
dalam Masyarakat Demokratis; (4) Tujuan Sah
Prinsip perlindungan atas kepentingan
Undang-Undang Pencemaran Nama Baik; dan (5)
reputasi yang sah. Prinsip ini harus didukung
Prinsip Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik.
dengan tujuan yang jelas dalam melindungi
Pembatasan terhadap hak atas kebebasan kepentingan reputasi yang sah dan menunjukkan
berpendapat dan berekspresi dalam Pasal 310 dan dampak yang memenuhi tujuan tersebut. Jika
Pasal 311 KUHP sudah memenuhi prinsip pertama, dimasukkan dalam konstruksi Pasal 310 dan Pasal
yaitu tercantum dalam KUHP Indonesia. Jika 311 tujuan perumusan pasal ini adalah untuk
sudah diatur dalam undang-undang, maka prinsip melindungi reputasi seseorang atas pencemaran
lain yang harus dihormati adalah bahwa undang- nama baik yang dilakukan oleh orang lain dengan
undang tersebut harus dapat diakses oleh semua mekanisme hukum pidana. Namun pasal ini tidak
orang, tidak ambigu dan diperinci secara sempit dirumuskan secara material, yaitu tidak
dan tepat sehingga memungkinkan individu untuk menunjukkan dampak yang ditimbulkan akibat
dapat membuat perkiraan yang cukup pasti tentang perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik.
sah atau tidaknya suatu tindakan tertentu. Unsur Melainkan dirumuskan sebagai delik formal yang
pertama adalah “undang-undang tersebut harus hanya merumuskan perbuatan pidana yang
dapat diakses semua orang”, bahwa benar KUHP dilakukan terdakwa.
sekarang sudah mudah diakses melalui media
Pembatasan terhadap kebebasan berekspresi
internet sehingga untuk prinsip ini dapat dikatakan
dan berpendapat terkait erat dengan hukum yang
sudah terpenuhi.
berlaku, terutama mengenai undang-undang
Undang-undang (yang dalam konteks ini pencemaran nama baik. Undang-undang
adalah Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP) tersebut pencemaran nama baik bukan seharusnya menjadi
tidak ambigu dan diperinci secara sempit dan tepat. alat untuk mengekang kebebasan berekspresi dan
Berdasarkan hasil wawancara tim peneliti dengan berpendapat. Undang-undang yang mengatur
aktivis kebebasan berpendapat dan berekspresi dan pembatasan kebebasan sewajarnya harus
Peneliti MaPPI-FHUI, ditemukan bahwa rumusan proporsional, undang-undang pencemaran nama
objektif Pasal 310 KUHP dinilai kurang jelas. baik semestinya bertujuan untuk menjaga
Rumusan “menyerang kehormatan atau nama baik kebebasan berekspresi dan berpendapat agar tetap
seseorang…” tidak diperinci lebih lanjut dalam berjalan tanpa pengekangan dan tidak
penjelasan KUHP. Walaupun bunyi rumusan menimbulkan kerugian yang nyata terhadap
tersebut bersifat sangat subjektif, dan merupakan seseorang.
delik aduan, justru konstruksi yang demikian
Rumusan undang-undang pencemaran nama
menimbulkan sifat ambigu dalam Pasal 310
baik harus sesuai dengan prinsip yang disebutkan
KUHP. Tidak ada garis batas yang jelas kapan
dalam instrumen internasional, yaitu Prinsip
seseorang dinyatakan telah mencemarkan nama
“Tujuan Sah Undang-Undang Pencemaran Nama
baik orang lain. Ketika masyarakat memberikan
Baik”. Penyesuaian berdasarkan prinsip bertujuan

47
Prinsip-prinsip Pasal 19 ICCPR dirumuskan oleh ARTICLE 19, Mendefinisikan Pencemaran Nama
organisasi ARTICLE 19 yang berfokus dalam Baik: Prinsip-prinsip Kebebasan Berekspresi dan
mengampanyekan hak atas kebebasan berpendapat Perlindungan atas Reputasi (London: Juli 2000),
dan berekspresi di dunia. Prinsip-prinsip tersebut hlm. 2.
48
dibuat berdasarkan hukum dan standar internasional, ARTICLE19, Mendefinisikan Pencemaran Nama
praktik yang berlaku di berbagai Negara dan prinsip- Baik: Prinsip-Prinsip Kebebasan Berekspresi Dan
prinsip umum hukum yang diakui oleh komunitas Perlindungan Atas Reputasi, hlm.6-13.
bangsa-bangsa. Sebagaimana diambil dari buku
18
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

agar undang-undang pencemaran nama baik tidak pembatasan kebebasan diterapkan, yaitu:
keluar dari semangat menjaga agar kebebasan a. melindungi pejabat dari kritik yang sah atau
berekspresi dan berpendapat tidak terkekang. menutup-nutupi tindak korupsi atau kesalahan
yang dilakukan oleh pejabat;
Prinsip “Tujuan Sah” memberikan
b. melindungi ‘reputasi’ obyek seperti simbol
pembenaran terhadap Undang-Undang yang
negara atau simbol keagamaan, bendera atau
melakukan jika memiliki tujuan yang sah sesuai
lambang kebangsaan;
dengan instrumen internasional. Tujuan dari
c. melindungi ‘reputasi’ negara atau bangsa;
pembatasan kebebasan berekspresi dan
d. memungkinkan individu untuk mengajukan
berpendapat semata-mata untuk melindungi
tuntutan hukum atas nama seseorang yang
reputasi seseorang, Kebebasan yang membuat
sudah meninggal dunia; dan
seseorang direndahkan harga dirinya, menjadi
e. memungkinkan individu untuk mengajukan
bahan olok-olok sehingga dia dijauhi dan dihindari
tuntutan hukum atas nama kelompok yang tidak
oleh masyarakat. Jika kebebasan itu menyerang
memiliki status hukum untuk dapat mengajukan
reputasi individu yang berisiko menimbulkan
tuntutan hukum.
kerugian maka pembatasan sah untuk diterapkan.
Kelemahan rumusan Pasal 310-311 KUHP
Pasal 310-311 Kitab Undang-Undang
juga terdapat pada subjek hukum yang
Hukum Pidana Indonesia menjelaskan bahwa
mengakibatkan kerancuan, tidak ada pembatasan
kehormatan dan nama baik seseorang atau entitas
subjek hukum yang dilindungi. Rumusan subjek
hukum dilindungi oleh hukum. Segala tindakan
pasal yang terlalu umum dapat disalahgunakan
yang sengaja dilakukan untuk menyerang
untuk mengekang kebebasan berpendapat dan
kehormatan dan nama baik dengan tuduhan yang
berekspresi, misalnya digunakan oleh pejabat
bertujuan untuk diketahui umum diancam dengan
publik untuk melindungi dirinya dari kritik.
pidana penjara dan pidana denda. Pasal 310-311
Fenomena pejabat publik yang menggunakan Pasal
mempunyai tujuan yang dibenarkan karena niat
310-311 untuk menjawab kritik merupakan
tujuannya adalah untuk melindungi reputasi
dampak buruk timbul dari rumusan yang kurang
seseorang dari tuduhan yang mengakibatkan
tepat. Ketentuan-ketentuan dalam Pasal 310-311
dampak yang merugikan, sesuai dengan prinsip
sejatinya hanya dapat digunakan untuk melindungi
“Tujuan Sah Undang-Undang Pencemaran Nama
hanya sebatas reputasi individu atau entitas hukum.
Baik” karena murni bertujuan melindungi reputasi
Subjek hukum harus disesuaikan dengan instrumen
individu.
internasional agar sesuai dengan prinsip “Tujuan
Tujuan Pasal 310-311 jelas disebutkan untuk yang sah”.
melindungi reputasi seseorang, Namun pasal ini
Prinsip ketiga, “diperlukan dalam
mempunyai kekurangan dalam rumusan secara
masyarakat demokratis”. Pembatasan tidak
objektif tentang delik pidananya. Kelemahan pasal
dibenarkan apabila dianggap masih ada cara-cara
ini terletak dalam rumusan objektif mengenai
lain yang dapat diambil dan tidak terlalu
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
mengekang yang dapat digunakan untuk
tindakan yang menyerang kehormatan atau nama
melindungi kepentingan yang sah atas reputasi atau
baik seseorang. Rumusan yang ada masih
apabila diperhitungkan secara keseluruhan,
subjektif, tidak memiliki rumusan baku dan tidak
keuntungan melindungi reputasi tidak secara
ada kepastian rumusan yang mengakibatkan
signifikan lebih besar dibandingkan kerugian yang
multitafsir Pasal 310-311 pada delik pidananya.
terjadi atas kebebasan berekspresi. 49 Pasal
Rumusan yang kurang objektif mengakibatkan
pencemaran nama baik sebenarnya mengenal
pasal ini bisa digunakan untuk tujuan-tujuan yang
penyelesaian perkara melalui mekanisme perdata,
tidak dibenarkan dalam instrumen internasional,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1372 sampai
rumusan saat ini membuka peluang terjadinya
Pasal 1380 KUHPerdata. 50 Namun penyelesaian
penyalahgunaan yang dapat mengekang kebebasan
perkara melalui hukum perdata dianggap belum
berpendapat dan berekspresi. Prinsip “Tujuan Sah”
sesuai dengan peradaban masyarakat Indonesia
menjelaskan beberapa kondisi yang seharusnya
saat ini yang belum seperti masyarakat di negara
tidak terjadi ketika Undang-Undang mengenai

49
Ibid., hlm.7. dikabulkan oleh Mahkamah Agung. Sebagaimana
50
Dari tahun 1997 sampai tahun 2011, tercatat ada yang dikutip dari Institute for Criminal Justice
sebanyak 77 kasus pencemaran nama baik yang Reform, Analisis Situasi Penerapan Hukum
sampai di tingkat Mahkamah Agung. Dari 77 kasus, Penghinaan di Indonesia, (ICJR dan Tifa
67 di antaranya diajukan gugatan material oleh Foundation:2012), hlm. 64.
penggugat dan hanya 4 gugatan material yang
19
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

maju, sehingga masih membutuhkan mekanisme lima ratus rupiah. Sementara itu Pasal 311 KUHP
pidana untuk mengatur perilaku masyarakat. mengandung sanksi pidana penjara paling lama 4
Dalam konteks pejabat publik, pengekangan (empat) tahun. Dalam praktiknya, pemidanaan
terhadap hak atas kebebasan berpendapat dan terhadap pencemaran nama baik paling lama
berekspresi akan memberikan kerugian yang besar adalah hukuman penjara selama 6 bulan. Tren
bagi warga negara, akibat kurangnya fungsi kontrol pemidanaan tersebut tergolong ringan dan sudah
bagi para pejabat publik. Gejala ini bisa sesuai dengan prinsip Pasal 19 ICCPR
menyebabkan praktik penyelenggaraan negara sebagaimana yang disebutkan di atas.
yang tidak transparan.
2. Analisis Pasal Pencemaran Nama Baik di
Poin (a) prinsip ke-4 Pasal 19 ICCPR Rancangan KUHP
merekomendasikan Negara-negara yang
Khusus untuk tindak pidana pencemaran
menandatangani ICCPR untuk menghapuskan dan
nama baik, diharapkan terjadi perubahan yang
mengganti mekanisme penyelesaian perkara
signifikan terkait substansi pasal pencemaran nama
pencemaran nama baik melalui mekanisme
baik. Mengingat dalam pasal pencemaran nama
perdata. 51 Negara-negara yang masih mengatur
baik di KUHP banyak kontroversi di masyarakat
hukum pencemaran nama baik dalam hukum
terkait pengekangan hak atas kebebasan
pidananya dihimbau untuk menerapkan prinsip ini
berpendapat dan berekspresi.
secara progresif.
Perubahan yang dimaksud dapat berupa
Pada poin (b), jika masih diberlakukan
perumusan delik pencemaran nama baik diperinci
hukum pidana untuk membatasi hak atas
secara lebih sempit dan tepat sebagaimana prinsip
kebebasan berpendapat dan berekspresi maka
Pasal 19 ICCPR. Diperinci secara sempit dan tepat
pihak yang merasa dicemarkan nama baiknya
dapat dilakukan dengan memberikan rumusan
harus membuktikan bahwa benar telah terjadi
objektif terhadap unsur “menyerang kehormatan
pencemaran nama baik terhadapnya dan telah ada
atau nama baik seseorang” sehingga tidak ambigu
kerugian yang diderita. Berdasarkan prinsip
dan masyarakat memperoleh kepastian hukum. Hal
tersebut, maka harus dapat ditunjukkan di
ini diperlukan agar perumusan pasal pencemaran
persidangan kerugian yang diderita oleh pihak
nama baik sesuai dengan prinsip-prinsip lex certa
yang dicemarkan nama baiknya. Ini berarti
dan lex stricta, di mana perumusan pasal harus
rumusan pasal pencemaran nama baik tidak hanya
jelas. Rumusan pasal harus mudah dimengerti oleh
dirumuskan secara formal, tetapi secara material,
masyarakat sehingga tidak bersifat “karet” atau
yaitu merumuskan akibat yang ditimbulkan oleh
multitafsir di tataran implementasinya. Perumusan
pencemaran nama baik yang terjadi.
pasal yang jelas, rinci, sempit dan tidak ambigu
Hukum pidana pencemaran nama baik merupakan prinsip dalam Pasal 19 ICCPR.
menurut prinsip Article 19 ICCPR tidak
Perubahan dalam pasal pencemaran nama
memungkinkan pejabat berwenang termasuk polisi
baik di RKUHP juga dapat diberikan penambahan
dan jaksa penuntut umum untuk terlibat dalam
pada alasan pembelaan atas pasal pencemaran
upaya membuka atau mengajukan gugatan hukum
nama baik. Persoalannya adalah dalam KUHP
terhadap kasus pencemaran nama baik.52 Sehingga
alasan pembelaan terhadap delik pencemaran nama
untuk kasus pencemaran nama baik sudah tepat
baik masih sangat minim, yaitu terbatas pada
dirumuskan ke dalam delik aduan sebagaimana
“untuk kepentingan umum atau karena terpaksa
yang sudah ada di KUHP Indonesia saat ini.
untuk membela diri”. Praktiknya, di tingkat
Sehingga proses hukum dimulai dari aduan
Mahkamah Agung sudah dikenal beberapa alasan
pencemaran nama baik untuk kemudian dilakukan
pembelaan terhadap tindak pidana pencemaran
penyelidikan oleh aparat penegak hukum.
nama baik selain yang diatur di dalam KUHP.
Sanksi pidana bagi tindak pidana
Alasan pembelaan tersebut antara lain; (1) di
pencemaran nama baik tidak boleh diberlakukan
muka umum; (2) good faith statement; (3)
dalam kadar yang berlebihan. Pasal 310 Ayat (1)
kebenaran pernyataan (truth); (4) mere vulgar
KUHP mengandung sanksi pidana penjara paling
abuse; dan (5) privilege and malice. Di muka
lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak
umum berarti alasan pembelaan yang didasarkan
empat ribu lima ratus rupiah, Pasal 310 Ayat (2)
pada pernyataan yang menyerang kehormatan atau
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat)
nama baik dilakukan tidak di muka umum,
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu

51
ARTICLE19, Mendefinisikan Pencemaran Nama Perlindungan Atas Reputasi, hlm.13.
52
Baik: Prinsip-Prinsip Kebebasan Berekspresi Dan ARTICLE 19, op.cit., hlm. 14.
20
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

sehingga walaupun pernyataan yang diberikan Privilege and malice adalah alasan
bersifat menyerang kehormatan, tetapi tidak pembelaan yang diakui oleh beberapa putusan
memenuhi unsur Pasal 310 yaitu “…yang Mahkamah Agung. Privilege and malice berarti
maksudnya terang supaya hal itu diketahui keistimewaan (yang dimiliki seseorang) dan niatan
umum…”. Sehingga terdakwa dibebaskan dari berbuat kesalahan (wrongful intention). Bentuk-
segala tuntutan hukum. bentuk privilege and malice yang diakui dalam
putusan Mahkamah Agung adalah: (1) laporan ke
Alasan pembelaan kedua adalah good faith
penegak hukum; (2) profesi dan kode etik; dan (3)
statement yang secara bebas diartikan sebagai
pemegang hak berdasarkan undang-undang.
pernyataan dengan maksud baik tertentu.
Pertama, bahwa laporan telah terjadi dugaan tindak
Pembelaan ini muncul dalam perkara yang
pidana kepada penegak hukum bukanlah
ditangani Mahkamah Agung dengan nomor
merupakan pencemaran nama baik. Setidaknya
register perkara 1378 K/Pid/2005. Terdakwa dalam
dari tahun 2004 sampai tahun 2011 terdapat 5
kasus tersebut mengirimkan surat kepada saksi
putusan hakim yang menyatakan bahwa laporan
korban yang juga ditebuskan kepada pejabat resmi,
kepada penegak hukum bukan merupakan
yaitu Kapolres, Kajari dan Ketua Pengadilan
pencemaran nama baik, walaupun penyidikan atau
Negeri yang memang berkualitas sebagai penegak
penyelidikan kasus dihentikan akibat kekurangan
hukum. Pernyataan tertulis yang ditujukan dengan
alat bukti.
maksud baik seperti kasus di atas merupakan
alasan pembelaan yang diakui oleh Mahkamah Profesi dan kode etik juga merupakan alasan
Agung. Walaupun pernyataan terdakwa disebarkan pembelaan terhadap tuntutan tindak pidana
kepada pihak lain, tetapi tujuan penyebaran isi pencemaran nama baik. Hal ini lumrah terjadi pada
surat tersebut adalah dilakukan dengan tujuan baik profesi jurnalis. Sanksi lapisan pertama seharusnya
dan benar. adalah sanksi kode etik, tetapi dalam keadaan
tertentu sanksi etik bisa ditiadakan apabila orang
Ketiga, alasan pembelaan yang diakui dalam
tersebut tidak lagi mengindahkan kode etik
praktik adalah kebenaran pernyataan (truth).
profesinya.
Pernyataan yang dilontarkan kepada orang lain
walaupun dianggap menyerang kehormatan tetapi Pemegang hak berdasarkan undang-undang
sebenarnya adalah fakta bukan merupakan seperti pemegang hak atas tanah atau pemegang
pencemaran nama baik. Hal ini dibuktikan dari hak kekayaan intelektual merupakan subjek hukum
hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri yang diakui dan dilindungi oleh hukum status
Jakarta Pusat yang pernah memutus bebas haknya. Jadi, ketika seorang pemilik hak
terdakwa pencemaran nama baik karena memberikan pernyataan terhadap orang lain yang
pernyataan yang dilontarkannya adalah fakta menggunakan haknya dengan tanpa sepengetahuan
walaupun oleh saksi korban pernyataan tersebut atau izin dari pemilik hak tersebut, bukanlah
dianggap mencemarkan nama baiknya. Pembelaan pencemaran nama baik. Kasus seperti ini pernah
serupa juga dibenarkan oleh Mahkamah Agung diadili oleh Mahkamah Agung dalam putusan
dalam perkara nomor 899 K/Pid/2010. Nomor 626 K/Pid/2008.
Keempat, mere vulgar abuse, yaitu 3. Analisis Hasil Wawancara Stakeholder
pernyataan yang bersifat vulgar namun tidak tentang Koridor Kebebasan Berpendapat
dikategorikan ke dalam penghinaan karena tidak dan Berekspresi dalam Pasal 310 dan Pasal
ditujukan untuk menyerang kehormatan orang lain. 311 KUHP
Adapun pernyataan yang dimaksud adalah
Tim peneliti mewawancarai stakeholder dari
pernyataan yang dilontarkan dalam keadaan emosi.
berbagai kalangan, yaitu hakim pengadilan negeri
Sehingga walaupun dianggap menyerang
(praktisi hukum), aktivis Institute for Criminal
kehormatan, pernyataan tersebut bukan merupakan
Justice Reform (ICJR) (aktivis kebebasan
elemen penghinaan atau pencemaran nama baik.
berpendapat dan berekspresi), dan peneliti
Hal ini terbukti pada putusan Pengadilan Tinggi
Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia
Sulawesi Tenggara Nomor 02/Pid/2011/PT.Sultra.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MaPPI-
terdakwa dalam kasus ini mengatakan “suntili”
FHUI) (akademisi hukum dan ham). Hasil
yang kemudian dilaporkan oleh korban sebagai
wawancara ini diharapkan dapat memberikan
pencemaran nama baik. Namun majelis hakim
perspektif dari aspek ilmu hukum dan ham maupun
berpendapat bahwa kata-kata yang dikatakan
praktik penerapan hukum pencemaran nama baik
korban adalah ekspresi kekesalannya terhadap diri
di lapangan. Pertanyaan wawancara yang diajukan
sendiri sehingga bukan merupakan bermuatan
kepada narasumber terdiri dari pertanyaan
pencemaran nama baik.
mengenai aspek Hak Asasi Manusia khususnya

21
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

mengenai hak atas kebebasan berpendapat dan pencemaran nama baik harus tetap diatur dalam
berekspresi dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP. hukum pidana karena perbuatan pencemaran nama
kemudian untuk kalangan praktisi, tim peneliti baik merupakan perbuatan yang bertentangan
menyiapkan pertanyaan terkait pandangan hakim dengan norma-norma yang hidup di masyarakat.
dalam memutus perkara pencemaran nama baik. Tetapi pemidanaan terhadap pencemaran nama
baik dianggap berlebihan karena tidak proporsional
Bentuk perbuatan pencemaran nama baik
dengan derajat keseriusan tindak pidana
yang disidangkan di pengadilan rata-rata adalah
pencemaran nama baik.
pencemaran nama baik terhadap pejabat publik.
Kalangan masyarakat yang sangat rentan Pada dasarnya, narasumber yang
tersangkut kasus pencemaran nama baik adalah diwawancarai oleh tim peneliti berpendapat bahwa
kalangan jurnalis yang memberitakan tentang pasal pencemaran nama baik masih relevan untuk
pejabat publik. Selain itu ada juga kasus diatur di RKUHP. Tetapi dalam penyusunan
pencemaran nama baik di antara anggota keluarga peraturan perundang-undangan dianggap perlu
yang memang tidak bisa didamaikan kecuali di untuk melibatkan hakim selaku user atau corong
depan pengadilan. Pencemaran tertulis juga marak undang-undang. Hal ini menjadi penting agar
terjadi ketika dilakukan kampanye kepala daerah. nantinya suatu produk perundang-undangan tidak
Pada masa kampanye warga menuliskan tulisan membingungkan hakim dan masyarakat.
yang menyudutkan atau menghina salah satu calon Kemudian, ketentuan pidana pasal pencemaran
kepala daerah di ruang publik. nama baik dianggap tidak proporsional
dibandingkan kejahatan pencemaran nama baik itu
Kecenderungan hakim memutus perkara
sendiri. Pidana penjara dinilai berlebihan dan
pencemaran nama baik dilakukan dengan cara
diperlukan bentuk pemidanaan lain yaitu dalam
melakukan klarifikasi kepada pelapor apakah benar
bentuk denda misalnya.
tuduhan yang dilayangkan oleh terdakwa. Jika
memang tuduhan itu adalah suatu fakta, maka Ditinjau dari aspek hak asasi manusia, pasal
hakim tidak lantas membebaskan terdakwa, tetapi pencemaran nama baik menurut para praktisi
memberikan hukuman percobaan agar terdakwa dipandang masih pantas untuk diatur dalam hukum
dapat memperbaiki perbuatannya. Selain itu pidana Indonesia. Pasal tersebut dianggap dapat
putusan kasus pencemaran nama baik juga melindungi hak atas privasi atau reputasi seseorang
mempertimbangkan kerugian-kerugian yang di yang dicemarkan nama baiknya. Di sisi lain,
derita oleh korban. Jika korban adalah seorang seseorang yang ingin memberikan pendapat atau
pejabat publik, maka yang dipertimbangkan adalah aspirasinya tentang sesuatu hal, dapat lebih berhati-
seberapa besar reputasi pejabat publik itu di hati dan tertib akibat aturan hukum tersebut.
masyarakat. Terkait bersalah atau tidaknya seseorang atas
pencemaran nama baik sepenuhnya diserahkan
Rata-rata para hakim yang diwawancarai tim
kepada kekuasaan hakim untuk memutus.
peneliti berpendapat bahwa Pasal 310 dan Pasal
Sementara itu untuk pemidanaan pencemaran
311 KUHP bukan merupakan pasal yang dijadikan
nama baik hendaknya tidak mencantumkan
tameng bagi pejabat publik yang anti kritik
hukuman penjara karena dianggap berlebihan,
masyarakat. Ketentuan ini dianggap pantas tetap
sebaiknya hukuman bagi pencemaran nama baik
dimuat dalam RKUHP, karena apabila memang
hanya berupa denda.
pasal ini digunakan oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab untuk mengkriminalisasi pihak
lain, maka hakimlah yang memiliki kuasa untuk KESIMPULAN
memberikan putusan pengadilan. Hak atas Hasil penelitian ini menunjukkan beberapa
kebebasan berpendapat dan berekspresi juga hal yang dapat disimpulkan dari eksistensi
dijadikan pertimbangan hakim sebelum kebebasan berpendapat dan berekspresi juga Pasal
mengucapkan putusan akhir. Sehingga apabila 310 dan 311 KUHP. Kesimpulan yang dapat
dalam pemeriksaan kasus pencemaran nama baik ditarik berdasarkan pembahasan dalam penelitian
ditemukan gejala adanya kriminalisasi, hakim ini. Perspektif Hak Asasi Manusia, hak atas
dapat memberikan putusan bebas kepada terdakwa. kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam
Rumusan pasal 310 dan Pasal 311 KUHP memang Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP ternyata tidak
tidak hanya ditujukan kepada pejabat publik saja, sepenuhnya sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi
sehingga aturan ini masih diperlukan dalam hukum manusia yang terkandung dalam Pasal 19 ICCPR.
pidana Indonesia untuk menjaga ketertiban Artinya, pembatasan hak atas kebebasan
masyarakat. Sementara itu akademisi dari MaPPI- berpendapat dan berekspresi dalam Pasal 310 dan
FHUI beranggapan bahwa memang pasal Pasal 311 KUHP masih mengekang hak atas

22
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

kebebasan berpendapat dan berekspresi. Solusi dalam penyelarasan kebebasan


Keberadaan aturan hukum pidana terhadap berpendapat dan berekspresi dengan Pasal 310 dan
pembatasan hak atas kebebasan berpendapat dan 311 KUHP dapat dilakukan dengan cara
berekspresi juga masih melenceng dari prinsip- penerapannya yang proporsional yaitu bukan
prinsip pemidanaan pencemaran nama baik. dengan pidana penjara yang dinilai dari aspek Hak
Namun demikian, terdapat beberapa ketentuan Asasi Manusia sebagai hal yang berlebihan untuk
dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang sudah menangani persoalan kebebasan berpendapat dan
sesuai dengan prinsip pembatasan hak atas berekspresi. Penghapusan pidana penjara dan
kebebasan berpendapat dan berekspresi dalam mengganti dengan pidana denda dapat memberikan
Pasal 19 ICCPR. Prinsip yang sudah sesuai adalah efek yang lebih baik bagi masyarakat. Khususnya
bahwa pembatasan terhadap hak atas kebebasan kalangan masyarakat yang berprofesi sebagai
berpendapat dan berekspresi sudah diatur dalam aktivis ataupun jurnalis. Pasal pencemaran nama
undang-undang, bahwa KUHP dapat diakses baik yang sering digunakan untuk mendakwa
dengan mudah oleh masyarakat di Indonesia, yaitu pelaku pencemaran nama baik didominasi oleh
dengan menggunakan media elektronik, dan Pasal 310 Ayat (1) KUHP, kemudian Pasal 311
perumusan delik pencemaran nama baik sudah Ayat (1) KUHP, Pasal 310 Ayat (2) KUHP, dan
tepat dirumuskan sebagai delik aduan. Sehingga Pasal 317 KUHP. Solusi lain dari penyelarasan
aparat penegak hukum baru dapat melakukan adalah dekriminalisasi dengan melakukan
penyelidikan apabila sudah ada aduan dari pihak perubahan ranah pidana menjadi ranah perdata
yang merasa dicemarkan nama baiknya. yang dianggap lebih sesuai dalam konteks Hak
Asasi Manusia dan tidak memberatkan pihak-pihak
Sementara itu, prinsip-prinsip dalam Pasal
yang terlibat, tentunya dengan tetap menjunjung
19 ICCPR yang belum sesuai dengan rumusan
proporsionalitas.
Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP adalah undang-
undang pencemaran nama baik (dalam konteks ini
Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP) belum memiliki SARAN
rumusan objektif yang tidak ambigu dan belum Berdasarkan simpulan penelitian, terdapat
pula diperinci secara sempit dan tepat, Prinsip beberapa saran atau rekomendasi untuk legislasi
perlindungan atas kepentingan reputasi yang sah, pasal pencemaran nama baik dalam Rancangan
di mana harus didukung dengan tujuan yang jelas Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia
dalam melindungi kepentingan reputasi yang sah yang ditujukan baik kepada pemerintah (Direktorat
dan menunjukkan dampak yang ditimbulkan, Jenderal Peraturan Perundang-Undangan
bahwa prinsip ketiga adalah “diperlukan dalam Kementerian Hukum dan HAM) dan DPR. Saran
masyarakat yang demokratis”. Prinsip ini mengatur atau rekomendasi yang dimaksud terkait konstruksi
pembatasan hak atas kebebasan berpendapat dan pasal pencemaran nama baik dalam Rancangan
berekspresi tidak dibenarkan apabila ada cara lain KUHP hendaknya dirumuskan dengan jelas
yang tidak mengekang hak atas kebebasan batasan perbuatan menyerang kehormatan atau
berpendapat dan berekspresi. Ketentuan nama baik sehingga memberikan kepastian hukum
pencemaran nama baik juga diatur dalam kepada masyarakat, pasal pencemaran nama baik
KUHPerdata tetapi juga diatur dalam KUHP, hendaknya dirumuskan secara material dalam
mengingat pemidanaan adalah ultimum remedium, Rancangan KUHP sebagaimana yang dimuat
maka mekanisme perdata perlu dikedepankan, dalam prinsip Pasal 19 ICCPR, sanksi atau
bahwa prinsip ke-4 poin (a) Pasal 19 ICCPR hukuman bagi tindak pidana pencemaran nama
merekomendasikan negara-negara yang baik seharusnya lebih ringan dari apa yang sudah
menandatangani ICCPR untuk menghapuskan diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP,
pidana bagi pencemaran nama baik dan alasan pembelaan pasal pencemaran nama baik
mengalihkannya ke mekanisme hukum perdata, seharusnya diperluas, tidak hanya terbatas pada
bahwa prinsip ke-4 poin (b), pihak yang merasa “demi kepentingan umum atau karena terpaksa
dicemarkan nama baiknya harus membuktikan untuk membela diri”, dan Pasal 310 KUHP dan
bahwa benar telah terjadi pencemaran nama baik juga Pasal 311 KUHP yang menjadi kontroversi di
dan benar telah ada kerugian yang dideritanya. masyarakat justru merupakan pasal yang paling
Konstruksi demikian membutuhkan rumusan pasal sering dikenakan kepada pelaku pencemaran nama
dalam bentuk material, yaitu merumuskan akibat baik. Urgensi untuk lebih memperjelas rumusan
yang ditimbulkan dari tindak pidana, dan bahwa pasal ini menjadi semakin tinggi, mengingat
sanksi tindak pidana pencemaran nama baik tidak banyaknya perkara pencemaran nama baik yang
boleh dilakukan dalam kadar berlebihan. didakwa dengan pasal tersebut.

23
JURNAL HAM
Volume 11, Nomor 1, April 2020

Terdakwa Benny Handoko Alias Benhan.


UCAPAN TERIMA KASIH (2013).
Pramesti, Tri Jata Ayu. “Perbuatan-Perbuatan
Salam hormat dan ucapan terima kasih kami Yang Termasuk Pencemaran Nama Baik.”
haturkan kepada Kepala Badan Penelitian dan Last modified 2013. Accessed January 25,
Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2020.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak http://www.hukumonline.com/klinik/detail/
Asasi Manusia, Kepala Pusat Penelitian dan lt517f3d9f2544a/perbuatan-perbuatan-
Pengembangan Hukum, dan rekan-rekan peneliti yang-termasuk-pencemaran-nama-baik.
yang telah mendukung kami di dalam proses Qulub, Siti Tatmainul. “Batasan Kebebasan
penulisan. Berpendapat Dalam Menyampaikan
Argumentasi Ilmiah Di Media Sosial
DAFTAR PUSTAKA Perspektif Hukum Islam.” Al Jinayah:
AJI Indonesia, and DRSP. Aliansi Jurnalis Jurnal Hukum Pidana Islam 4, no. 248–267
Independen, Kasus Pencemaran Nama, (AJI (2018).
Indonesia Dan DRSP/USAID:2010). Rahmanto, Tonny Yuri. “Kebebasan Berekspresi
Jakarta: USAID, 2010. Dalam Perspektif Hak Asai Manusia :
ARTICLE19. Mendefinisikan Pencemaran Nama Perlindungan, Permasalahan Dan
Baik: Prinsip-Prinsip Kebebasan Implementasinya Di Provinsi Jawa Barat,.”
Berekspresi Dan Perlindungan Atas Jurnal HAM 7, no. 1 (2016).
Reputasi. London: ARTICLE19, 2000. Silva, Diego Steven, and Maxwell J Smith.
ELSAM-Lembaga Studi dan Advokasi “Limiting Rights and Freedoms in the
Masyarakat. Pidana Penghinaan Adalah Context of Ebola and Other Public Health
Pembatasan Kemerdekaan Berpendapat Emergencies: How the Principle of
Yang Inkonstitusional. Jakarta: ELSAM, Reciprocity Can Enrich the Application of
2010. the Siracusa Principles.” Health and Human
Handoko, Duwi. “KLASIFIKASI Rights Journal 17, no. 1 (2015): 52–57.
DEKRIMINALISASI DALAM Situmorang, Victorio H. “Kebebasan Beragama
PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA.” Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia.”
Jurnal HAM 10, no. 2 (2019): 145–160. Jurnal HAM 10, no. 1 (2019): 57–68.
ICJR, and TIFA. Analisis Situasi Penerapan Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum.
Hukum Penghinaan Di Indonesia, ICJR, Jakarta: UI Press, 1986.
TIFA, Jakarta 2012. Jakarta: ICJR-TIFA, Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
2012. (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya
Institute Criminal for Justice Reform. Analisis Lengkap Pasal Demi Pasal; Untuk Para
Situasi Penerapan Hukum Penghinaan Di Pedjabat Kepolisian, Kedjaksaan,Pamong
Indonesia. Jakarta: Institute Criminal for Pradja, Dsb. Bogor: Politeia, 1971.
Justice Reform, 2012. Staples, Clara. “Freedom of Speech in Indonesian
Kemala, Ambaranie Nadia. “Pencemaran Nama Press:International Human Rights
Baik, Kejahatan Siber Yang Paling Banyak Perspective.” Brawijaya Law Journal 3, no.
Ditangani Polisi.” Kompas.Com. Last 1 (2016): 41–59.
modified 2018. Accessed March 31, 2020. UNESCO. Toolkit Kebebasan Berpendapat Dan
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/ Berekspresi Bagi Aktivis Informasi. Paris:
12/07353601/pencemaran-nama-baik- UNESCO, 2003.
kejahatan-siber-yang-paling-banyak- Data Wawancara Dengan Hubungan Masyarakat
ditangani-polisi. (Humas) Pengadilan Negeri Jakarta
Mahkamah Konstitusi RI. Risalah Sidang Perkara Selatan, Made Sutrisna, Pada 21 Oktober
No. 013/PUU-IV/2006 Perkara 022/PUU- 2015. Jakarta, 2015.
IV/2006, Perihal Pengujian Pasal 134 Dan Wawancara Dengan Hakim Cepi Iskandar Di
136 Bis Dan 137 KUHP Mengenai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Pada 21
Penghinaan Kepada Presiden Dan Wakil Oktober 2015. Jakarta, 2015.
Presiden R.I Terhadap UUD 1945, Jakarta Wawancara Dengan Hakim Ham Ad Hoc
06 Desember 2006. Republik Indonesia, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Dr.
2006. Binsar Gultom, S.E., S.H., M.H. Di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Pada 20
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor Oktober 2015. Jakarta, 2015.
1333/Pid.Sus/2013/PN.Jkt.Sel Atas Nama Wawancara Dengan Muhammad Rizaldi, Peneliti
24
Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP
Marwandianto; Hilmi Ardani Nasution

Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia


Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(MaPPI-FHUI) Pada 22 Oktober 2015.
Depok, 2015.
Wawancara Dengan Supriadi W. Eddyono
(Direktur Institute for Criminal Justice
Reform/ICJR) Pada 28 Oktober 2015.
Jakarta, 2015.

25

You might also like