You are on page 1of 11

DEMOKRASI HAM DIBUNGKAM: PENCULIKAN DAN PENGHILANGAN PAKSA

AKTIVIS 1997/1998
Yolanda Sukma Rahmawati Pattipeiluhu
Dr. Muhammad Uhaib As’ad

Mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Politik Universitas Brawijaya


FISIP, Universitas Islam Kalimantan MAB (UNISKA) Banjarmasin
Email: yyolandasukma1@gmail.com
uhaibm@yahoo.co

Abstrack

Human rights are rights that are inherent in the nature and existence of humans. In Indonesia,
human rights are specifically protected in Law no. 39 of 1999 concerning Human Rights.
Respect and protection of human rights can only be done by countries that adhere to
democratic values. Indonesia as a democratic country must be able to practice the values of
human rights in the life of the nation. However, the journey of human rights development in
Indonesia has gone through dark periods, where there have been many incidents that violated
human rights, the perpetrators of which were even carried out by the government or military
apparatus which are part of important institutions for running the country. One of them was
when the kidnapping and enforced disappearance of activists occurred in 1997-1998. This
case is considered a violation of human rights because it limits and eliminates people's rights
to express opinions, live and feel safe. Violations of human rights are caused by resistance to
power, interference from the military apparatus, and political interests. The Soeharto
government, which lasted for 32 years, angered the community because they considered that
the government had silenced political rights and other rights owned by the community. The
focus of this research is to review the disappearance of the activists in 1998, which is in fact
very contrary to Pancasila and the 1945 Constitution. The method used in this study is
descriptive analytical. This research attempts to describe a phenomenon or incident of human
rights violations in Indonesia through cases of kidnapping and disappearance of activists that
occurred in 1997-1998.

Keywords: human rights, power resistance, human rights violations


I. PENDAHULUAN dianggap sebagai kelompok pemberontak
yang membahayakan negara.
Hak asasi manusia (HAM) adalah
Bahwasannya di negara Republik
sebuah gagasan dan kerangka konseptual
Indonesia dijamin adanya perlindungan
yang tidak lahir secara begitu saja
hak asasi manusia berdasarkan ketentuan-
sebagaimana kita lihat terkandung didalam
ketentuan hukum dan bukan kemauan
Universal Declaration of Human Right,
seseorang atau golongan yang menjadi
yaitu pada tanggal 10 Desember 1948,
dasar kekuasaan.3 Hak asasi manusia tidak
namun melalui suatu proses yang bisa
dapat di pisahkan dengan sebuah
dikatakan cukup panjang dalam sejarah
pandangan filsafat Indonesia yang
peradaban manusia. Indonesia merupakan
tercantum di dalam Pancasila dan juga
negara hukum yang di dalam negara
Undang-Undang Dasar Negara Republik
hukum pasti selalu ada pengakuan serta
Indonesia tahun 1945. Sebagaimana
perlindungan terhadap hak asasi manusia.
terkandung di dalam UUD 1945 yang
Promosi dan perlindungan hak asasi
berbunyi “ Kemerdekaan adalah hak
manusia menjadi salah satu faktor penting
segala bangsa”. Namun, pernyataan
pemicu terjadinya gerakan-gerakan
tersebut bertolak belakang di masa
reformasi yang terjadi di tahun 1998.1 Pada
pemerintahan Orde Baru, yang dimana
saat itu Indonesia dikenal sebagai negara
pada saat itu banyak peristiwa pelanggaran
yang rendah penghargaannya terhadap
HAM terjadi. Makalah ini memfokuskan
HAM.2 Hal ini didasari dengan adanya
kepada peristiwa pelanggaran HAM di
peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM
Indonesia, yaitu penculikan para aktivis
(seperti penculikan para aktivis
pada tahun 1998. Yang dimana hal
1997/1998) yang menimpa aktivis-aktivis
tersubut sangatlah bertolak belakang dari
muda dan mahasiswa yang berupaya untuk
Ideologi Pancasila dan UUD 1945.
menegakkan sebuah keadilan dan
Ironisnya adalah pada saat itu gerakan-
demokrasi di era pemerintahan Orde Baru.
gerakan serta pemikiran-pemikiran para
Mereka yang memiliki pandangan kritis
aktivis yang menghendaki suatu perubahan
dalam menyikapi kebijakan pemerintah
dalam kehidupan politik, pemerintahan,
1
Muladi, 2003, Pengadilan HAM dalam konteks hukum, dan ekonomi, termasuk HAM, ke
Nasional dan Internasional, Makalah disampaikan
pada Penataran Hukum Pidana dan HAM, Padang,
arah yang lebih baik justru dinilai sebagai
hlm 13
2
Agustina Shinta, dkk, 2011, Kajian Yuridis
terhadap Kasus Penghilangan Paksa Aktivis Tahun
1998 dari Perspektif Hukum Pidana Internasional, 3
Didi Nazmi, 1992, Konsepsi Negara Hukum,
Jurnal MMH Vol. 40, hlm 1 Angkasa Raya: Padang, hal 50.
pemberontak dan kontra terhadap Mendasar berarti hak asasi manusia
kebijakan-kebijakan pemerintah. merupakan kebutuhan mendasar (ibaratnya
tanpa hak tersebut, manusia sulit untuk
II. PENELITIAN TERDAHULU
menjalani kehidupan). Universal yang
Hak asasi manusia atau yang biasa berarti hak asasi itu berlaku untuk semua
disebut sebagai HAM adalah hak dasar orang tanpa memandang ras, gender, suku,
yang merupakan anugerah dari Tuhan dan budaya dan agama. Inheren berarti hak
melekat dalam setiap pribadi manusia asasi manusia telah melekat sejak lahir
sejak lahir sehingga hak tersebut tidak karena diberikan oleh Tuhan. Oleh karena
dapat dirampas tanpa menghilangkan sifat-sifatnya tersebut, maka setiap
keadilan. Pengertian ini merujuk kepada perbuatan yang melanggar hak asasi
definisi HAM menurut UU No. 39 Tahun manusia tentu merupakan suatu perbuatan
1999 pasal 1, yakni : pelanggaran kemanusiaan, terutama
apabila pelakunya adalah pemerintah atau
“Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
seperangkat hak yang melekat pada penguasa suatu negara.
hakikat dan keberadaan manusia sebagai Negara Indonesia merupakan negara
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib yang menganut demokrasi, yaitu sebuah
dihormati, dijunjung tinggi, dan pemerintahan oleh rakyat yang berarti
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta segala kebijakan yang berlaku akan selalu
perlindungan harkat dan martabat mengutamakan aspirasi dan partisipasi
manusia.”4
rakyat. Dikatakan bahwa penghormatan
serta merujuk kepada definisi Hak Asasi dan perlindungan terhadap hak asasi
Manusia menurut Cranston, yakni: manusia hanya dapat dilihat dalam negara
yang menganut nilai demokrasi itu sendiri.
“A human right by definition is a universal
moral right, something which all men, Bahkan demokrasi tidak akan ada tanpa
everywhere, at all times ought to have,
jaminan terhadap hak asasi manusia.
something of which no one may deprived
without a grave affront to justice, Dalam sejarahnya, Indonesia pernah
something which is owing to every human
melalui masa-masa kelam dalam
being simply because he is a human5.”
Sifat-sifat HAM antara lain adalah pengimplementasian hak asasi manusia,
mendasar, universal dan inheren. yakni pada masa pemerintahan presiden
Soekarno dan pemerintahan presiden
4
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_39_99.htm Soeharto. Masa pemerintahan Soeharto
diakses pada 6 April 2020
5
Taylor, Prue, 1998, An Ecological Approach to adalah pemerintahan yang paling banyak
International Law: Responding to the Challenges
of Climate Change, London: Routledge, hlm 214 terjadi kasus-kasus pelanggaran terhadap
hak asasi manusia, contohnya adalah kasus Priok, disebabkan oleh adanya resistensi
penembakan misterius 1981-1985, politik aparat militer dan kepentingan
Tanjung Priok, Talangsari Peristiwa 27 (tujuan) kekuasaan politik penguasa
Juli 1996, Penculikan dan Penghilangan pemerintahan saat itu, yakni Soeharto.
Paksa 1997-1998, Trisakti dan terakhir Dalam kasus Tanjung Priok, terjadi
adalah Kerusuhan 13-15 Mei 1998. bentrokan antara masyarakat dengan
Kasus-kasus tersebut dapat digunakan pemerintah yang dipicu oleh kebijakan
untuk menganalisis mengapa pelanggaran asas tunggal Pancasila yang dikeluarkan di
terhadap hak asasi manusia bisa terjadi di era Orde Baru. Komisi untuk Orang
negara Indonesia. Dalam tulisan ilmiah Hilang dan Korban Tindak Kekerasan
yang ditulis oleh Runtut Wijiasih dengan (KontraS) menyebutkan Soeharto
judul Prospek Penyelesaian Kasus menggunakan KOPKAMTIB untuk
Pelanggaran HAM dalam Tragedi Trisakti melindungi kebijakan politiknya tersebut,
dalam Jurnal Harmony Vol. 1, disebutkan ia kerap mengeluarkan pernyataan yang
bahwa pemerintahan yang sedang dilanda mengizinkan aparat menggunakan
masalah berat akan berusaha untuk kekerasan dalam mengendalikan rakyat
mempertahankan kekuasaan dengan cara atas kebijakan penguasa saat itu.7
memenjarakan, menganiaya, dan Dalam tulisan yang ditulis Asvi
membunuh mereka yang menentang Warman Adam yang berjudul Beberapa
kekuasaan atau menyampaikan Catatan tentang Historiografi Gerakan 30
pendapatnya dalam aksi demonstrasi.6 September 1965 dalam Jurnal Achipel 95,
Singkatnya, pelanggaran HAM disebabkan dijelaskan bahwa kasus pelanggaran HAM
oleh adanya resistensi kekuasaan, dan di masa pemerintahan Soekarno yang
kepentingan kelompok tertentu serta menghilangkan ratusan ribu nyawa
campur tangan aparat militer dalam tersebut terjadi karena adanya stigma
pemerintahan. negatif terhadap PKI, karena pada saat itu
Kasus pelanggaran terhadap hak asasi ada pembunuhan terhadap enam orang
manusia juga menurut Usman Hamid jenderal RI dan PKI dijadikan tersangka
(Koordinator KontraS) dalam bukunya dari kasus tersebut. Mereka yang dianggap
yang berjudul Reproduksi Ketidakadilan terlibat dalam G30S ditangkap dan
Masa Lalu: Catatan Perjalanan
Membongkar Kejahatan HAM Tanjung
7
Lihat https://nasional.kompas.com/read/2016/05
/25/07220041/
6
Wijiasih, Runtut, 2017, Prospek Penyelesaian Kontras.Paparkan.10.Kasus.Pelanggaran.HAM.yan
Kasus Pelanggaran HAM dalam Tragedi Trisakti, g.Diduga.Melibatkan.Soeharto?page=2 diakses
Jurnal Harmony Vol. 1 hlm 5 pada 7 April 2020
dibunuh. Bahkan menurut Asvi pelabelan demostran, dan gelandangan atau
ini kemudian digunakan rezi Orde Baru pengemis yang dilakukan para petugas
untuk membungkam musuh politik yang dalam menjalankan tugas sehari-hari,
kritis dengan menuduhnya sebagai anggota faktor ini juga didukung oleh pembinaan
PKI. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terhadap petugas Satpol PP yang
kasus pelanggaran HAM juga dapat cenderung menggunakan pendekatan
dilakukan oleh masyarakat apabila telah militer (fisik) dibandingkan dengan
ditanamkan stigma-stigma negatif pendekatan pemahaman rasional (non-
mengenai suatu hal pada masyarakat, fisik).
sehingga hal-hal yang berkaitan dengan III. PEMBAHASAN
stigma tersebut akan mendorong 3.1 Penculikan dan Penghilangan
Paksa Aktivis 1997/1998
masyarakat melakukan pelanggaran
HAM.8 Era orde baru merupakan masa yang

Tulisan ilmiah yang ditulis oleh Oki tidak akan bisa dilupakan dari ingatan dan

Wahju Budijanto yang berjudul Evaluasi telah tercantum sebagai sejarah. Pada saat

terhadap Peran Satuan Polisi Pamong itu Indonesia jauh dari yang namanya

Praja dalam Perlindungan Hak Asasi negara demokrasi. Ruang publik sangat

Manusia bagi Masyarakat dalam Jurnal dipersempit dan dibatasi. Kritik terhadap

Hak Asasi Manusia dijelaskan bahwa pemerintah merupakan hal yang kriminal

alasan terjadinya pelanggaran HAM oleh pada saat itu. Media pun hanya dapat

Satuan Polisi Pamong Praja dikarenakan bungkam dan menutupi apa yang

kekuasaan yang dimiliki oleh Satpol PP sebenarnya sedang terjadi. Sebab jika

tersebut membuatnya merasa superior berani melawan pemerintah maka nyawa

sehingga melakukan pelanggaran HAM9 yang akan menjadi taruhannya. Tercatat

serta kurangnya pemahaman HAM oleh peristiwa tentang penculikan para aktivis

petugas Satpol PP dalam yang memperjuangkan demokrasi pada

mengimplementasi ketentuan pasal 8 orde baru yang dinamakan dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun “Penculikan Aktivis 1997/1998”. Peristiwa

2010 tentang Satpol PP sehingga masih penculikan ini terjadi saat menjelang

banyak kekerasan yang terjadi pada pemilu pada Mei tahun 1997 dan

masyarakat terutama dalam kasus bentrok menjelang sidang umum MPR RI pada

Pedagang Kaki Lima (PKL), para 9


Budijanto, Oki Wahyu, 2012, Evaluasi terhadap
8
Adam, Asvi Warman, 2018, Beberapa Catatan Peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam
Tentang Historiografi Gerakan 30 September 1965, Perlindungan Hak Asasi Manusia bagi
Jurnal Archipel 95, hlm 13 Masyarakat, Jurnal HAM Vol. 3 No. 2, hlm 15
tahun 1998. Penculikan para aktivis menjelang Pemilu 1997, Noval Alkatri
dilakukan oleh TIM MAWAR yang (pengusaha), Ismail (supir Noval Alkatri),
disebut-sebut merupakan bagian dari Hermawan Hendrawan (aktivis PRD, PPBI
KOPASSUS. Total terdapat 23 orang yang [Pusat Perjungan Buruh Indonesia],
menjadi korban penculikan Tim Mawar10, SMID), Hendra Hambali, M. Yusuf, Petrus
ada yang dikembalikan namun ada juga Bima Anugrah, Sony dan Yani Agri
yang tidak dikembalikan hingga saat ini. (aktivis PDI pro Megawati), Suyat (aktivis
Mereka yang hilang dan dikembalikan SMID dan pengurus pusat Komite
sejumlah 9 orang yakni Andi Arief yaitu Nasional Perjuangan untuk Demokrasi),
aktivis SMID (Solidaritas Mahasiswa Ucok Munandar Siahaan, Yadin Muhidin
Indonesia untuk Demokrasi) dan PRD dan Wiji Tukul(aktivis JAKKER yang
(Persatuan Rakyat Demokratik), Desmon dituduh terlibat kerusuhan 27 Juli 1996).
J. Mahesa yaitu pengacara dan ketua LBH Selain terdapat korban penculikan yang
Nusantara cabang Jakarta yang telah dikembalikan dan hilang, juga
diinterogasi mengenai aktivitas dan sikap terdapat korban penculikan yang
politiknya, Faisol Reza yaitu aktivis PRD ditemukan tewas yaitu Leonardus Nugroho
dan Jaringan Kerja Rakyat (Jaker), (Gilang) yang sebelumnya dikenal sebagai
Haryanto Taslam yaitu pengurus pusat PDI aktivis PRD dan DRMS yang menolak
(Pro Mega), Mugiyanto, Nezar Patria dan Soeharto.
aan Rusdianto yaitu aktivis PRD dan
Korban penculikan memberikan
SMID yang diinterogasi mengenai
kesaksian bahwa selama masa penculikan
hubungannya dengan jaringan pro-
mereka menerima tindakan penganiayaan
demokrasi dan dituduh melakukan
dari mulai pukulan hingga disetrum.
tindakan subversive, Pius Lustrilanang
Akibatnya, tubuh mereka dipenuhi luka
yaitu , Raharja Waluya Jati yaitu aktivis
dan lebam. Hingga saat ini kasus
PRD dan Jaker yang diinterogasi relasinya
penculikan aktivis 1997/1998 sebenarnya
dengan Amien Rais, Megawati dan Gus
belum benar-benar tuntas. Hingga saat ini
Dur. Sedangkan 13 orang yang belum
13 orang tidak jelas dimana keberadaannya
kembali hingga sekarang yaitu Dedy
padahal peristiwa ini sudah 22 tahun
Hamdun (aktivis PPP) yang aktif
berlalu. Hal ini dapat menandakan
berpartisipasi dalam Mega Bintang Rakyat
kelamnya payung demokrasi di Indonesia.
10
ELSAM (Lembaga Studi & Advokasi Penculikan aktivis 1997/1998 merupakan
Masyarakat), 2014, Penculikan dan Penghilangan
Paksa, Koleksi Pusat Dokumentasi HAM ELSAM salah satu sejarah yang membuktikan
(Sumber Artkel KKPK)
bahwa Indonesia sempat mengalami krisis Berdasarkan data yang dimiliki oleh
Hak Asasi Manusia. Dimana masyarakat Komisi untuk Orang Hilang dan Korban
tidak mendapatkan haknya. Bahkan yang Tindak Kekerasan (KontraS) akibat
paling menyayat hati bahwa kenyataan tuntutan yang besar dari korban serta
masyarakat hidup dibawah tekanan dan masyarakat, pada akhirnya pemerintah
tidak mendapat perlindungan atas membentuk Dewan Kehormatan Perwira
keamanan di negaranya sendiri. yang pada akhirnya memberhentikan
Letjen TNI Prabowo Subianto dari dinas
3.2 Penyelesaian Kasus Penculikan dan
aktif militer dan memberhentikan Mayjen
Penghilangan Aktivis 1997/1998
TNI Muchdi Purwopranjono dari
Penculikan dan Penghilangan Paksa
jabatannya sebagai Danjen Kopassus.11
Aktivis 1997/1998 disebut-sebut
Kemudian di tahun 1999 Mahkamah
merupakan peristiwa yang melibatkan Tim
Militer mengadakan pengadilan militer
Mawar yang dibentuk oleh Kopassus.
yang justru tidak menuntut
Komposisi Tim Mawar yang terdiri dari 8
pertanggungjawaban dari para pelaku
perwira utama dan 3 bintara membuat
penculikan dan gagal menjelaskan nasib
Made Supriatma ragu dengan pernyataan
13 korban lainnya.
Komandan Tim Mawar, Mayor Inf.
Bambang Kristiono yang mengatakan Akhirnya Komnas HAM meminta
bahwa pembentukan tim tersebut Jaksa Agung untuk menindaklanjut hasil
merupakan inisiatif pribadi. Hal yang aneh penyelidikan Komnas HAM melalui
mengingat jika ada pembentukan tim proses penyidikan, dan meminta
khusus dalam kemilteran yang membawa pembentukan pengadilan HAM ad hoc,
misi dan risiko besar, atasan tentu tidak namun permintaan penyidikan ditolak
mungkin tidak mengetahui hal ini. Jaksa Agung dengan alasan belum
Peristiwa ini pun membawa-bawa nama diadakannya pengadilan HAM ad hoc dan
Prabowo Subianto karena pada saat itu ia sudah dilakukannya Pengadilan Militer.
menjabat sebagai Danjen Kopassus. Hal ini membuat KontraS dan IKOHI
Keterlibatan Prabowo juga kembali (Ikatan Keluarga Orang Hilang) meminta
diungkit oleh Arsip Keamanan Nasional DPR untuk mendorong Jaksa Agung
(NSA) dalam arsip 7 Mei 1998 yang melakukan penyidikan. Pembentukan
dikeluarkan pada tahun 2018. Panitia Khusus (Pansus) membawa
secercah harapan, mereka berhasil
KontraS, Kasus Penculikan dan Penghilangan
11

Paksa, Riwayatmu Kini?


menyelesaikan tugasnya meskipun pada Indonesia.12 Hal ini dapat dilihat dengan
awalnya terdapat kendala politis. Dengan nyata terutama pada era pemerintahan
rekomendasi-rekomendasi yang Soekarno yang melakukan pelarangan dua
disampaikan oleh Efendi Simbolon (Ketua partai politik dan pembungkaman terhadap
Pansus) pada saat sidang paripurna DPR Harian Rakjat dikarenakan adanya
RI yang mendapatkan persetujuan meski kepentingan untuk melaksanakan
awalnya ada perdebatan, menunjukan pemusatan kekuasaan, sedangkan di era
adanya pergerakan positif dalam pemerintahan Soeharto adanya
penegakan HAM (terlebih kasus-kasus pengintepretasian terhadap Pancasila yang
HAM di masa lalu). hanya dapat dilakukan oleh kekuasaan
yang bersifat pusat menunjukkan adanya
Namun sayangnya, hingga saat ini,
pemusatan kekuasaan yang pada akhirnya
setelah semua proses dan perjuangan yang
mendorong terjadinya pelanggaran HAM
dilakukan selama bertahun-tahun,
seperti pembatasan hak berserikat,
kejelasan tentang nasib 13 aktivis yang
pembungkaman pers dan terbunuhnya
hilang hingga kini masih belum
pelajar atau mahasiswa.13 Tidak hanya itu
menemukan titik terang.
saja, Samad juga pernah menyebutkan
Pertanggungjawaban mengenai siapa
bahwa kasus pelanggaran terhadap HAM
pelaku maupun dalang dari kasus ini
terjadi karena adanya keterlibatan
hingga kini masih belum jelas, sehingga
ABRI/TNI dalam politik dan pemerintahan
masih banyak gerakan-gerakan yang
di Indonesia.
menuntut penyelesaian kasus penculikan
dan penghilangan paksa aktivis 1997/1998. Berdasarkan pemaparan yang terdapat
pada sub-bab sebelumnya dapat
3.3 Penculikan dan Penghilangan Paksa
disimpulkan bahwa penculikan dan
Aktivis 1997-1998 sebagai Bentuk
Kasus Pelanggaran HAM Berat penghilangan paksa aktivis 1998 yang
diduga dilakukan oleh dua petinggi militer
Dalam tulisan ilmiah Kurniawan
yakni Letjen TNI Prabowo Subianto dari
Kunto Yuliarso dan Nunung Prajarto yang
dinas aktif militer dan Mayjen TNI
berjudul Hak Asasi Manusia (HAM) di
Muchdi Purwopranjono sebagai Danjen
Indonesia: Menuju Democratic
Kopassus (yang pada saat itu telah
Governance dijelaskan dengan tegas
bahwa pemusatan kekuasaan adalah
12
Kurniawan Kunto Yuliarso dan Nunung Prajarto,
2005, Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia:
sumber segala persoalan HAM yang ada di Menuju Democratic Governances, Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Vol.8, hlm 298
13
Ibid. hlm 299
diberhentikan oleh Panglima TNI Jenderal demokrasi yang dijunjung di Indonesia.
Wiranto) didorong oleh kritik dan gerakan- Penculikan tersebut menunjukkan hak
gerakan yang dilakukan aktivis sebagai untuk berbicara, berpendapat dan hak
respons terhadap pemusatan kekuasaan hidup dilanggar oleh aparatur militer
atau resistensi kekuasaan yang terjadi negara yang seharusnya melindungi warga
selama pemerintahan Soeharto. negara bukan justru menganiaya. Kasus ini
Masyarakat sudah resah dengan adanya juga menunjukkan keterlibatan ABRI/TNI
pemerintahan selama 32 tahun yang dalam urusan politik negara juga
dijalankan Soeharto oleh sebab itu ketika mendorong terjadinya penculikan aktivis
menjelang Pemilu 1997, masyarakat mulai tersebut, karena ABRI/TNI memiliki
menyuarakan aspirasinya yang berkaitan kekuasaan dalam pemerintahan negara dan
dengan keterlibatan ABRI di dalam posisi mereka pada saat itu
menduduki 100 dari 500 kursi parlemen, menguntungkan untuk melakukan hal-hal
dan kemudian hasil pemilu tersebut tersebut.
membuat dilaksanakannya Sidang Umum
IV. PENUTUP
MPR 1998 yang memilih Soeharto
kembali menjadi Presiden karena Golkar Setiap manusia memiliki hak asasi
kembali memenangkan Pemilu. Aktivis- manusia yang telah melekat dan harus
aktivis yang dihilangkan secara paksa dihormati dan dilindungi. Pelanggaran Hak
tersebut memang sudah sering melakukan Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
‘bentrokan-bentrokan’ terhadap melalui peristiwa Penculikan dan
pemerintah yang berkuasa. Namun mereka Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998
gagasan-gagasan dan pemikiran mereka menunjukkan adanya unsur resistensi
dipandang sebagai ancaman yang dapat kekuasaan, keterlibatan aparat militer dan
menghambat jalannya roda pemerintahan kepentingan politik yang mendorong
Soeharto dan membahayakan keutuhan terjadinya pelanggaran HAM. Penanganan
nasional. terhadap kasus pelanggaran HAM bahkan
kurang ditangani dengan serius. Melalui
Penculikan yang dilakukan terhadap
peristiwa ini, penting bagi pemerintah
aktivis-aktivis tersebut pada akhirnya
untuk sungguh-sungguh menyadari bahwa
menunjukkan pemusatan kekuasaan yang
masih begitu banyak kasus pelanggaran
dilakukan Soeharto membuat
HAM yang belum tuntas diselesaikan,
pemerintahannya berlaku sewenang-
sehingga hal ini menjadi catatan bagi
wenang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai
pemerintah untuk segera menangani kasus-
kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia tanpa adanya HAM. Dengan menyadari
tersebut. Jangan sampai seseorang urgensi penegakkan HAM dan penuntasan
menyepelekan pelanggaran terhadap HAM kasus pelanggaran HAM, pemerintah
karena melihat tidak ada tindakan dari dapat belajar dari kesalahan di masa lalu
pemerintah untuk memberikan sanksi yang dan meminimalisir terjadinya pelanggaran
tegas dan menimbulkan efek jera. Maka HAM di masa kini. Karena pada dasarnya,
dari itu pemerintah sudah seharusnya Indonesia tidak dapat disebut sebagai
menyadari urgensi dalam menegakkan negara demokrasi apabila realisasi
HAM dan mencegah terjadinya penghormatan dan perlindungan terhadap
pelanggaran HAM mengingat bahwa HAM tidak dilakukan dengan serius.
seseorang belum menjadi manusia utuh

DAFTAR PUSTAKA

Adam, A. W., 2018. Beberapa Catatan tentang Historiografi Gerakan 30 September 1965.
Archipel, Volume 95, pp. 13-14.

Ahsan, I. A., 2018. Tirto. [Online]


Available at: https://tirto.id/20-tahun-reformasi-yang-terjadi-sepanjang-maret-1998-cJCW
[Accessed 7 April 2020].

Fatimah, S., 2007. Perempuan dan Kekerasan pada Masa Orde Baru. Demokrasi, Volume VI.

Firdausi, F. A., 2019. Tirto. [Online]


Available at: https://tirto.id/sejarah-pemilu-1997-menjelang-kejatuhan-soeharto-dan-orde-
baru-dmBT
[Accessed 7 April 2020].

Hamid, U., 2008. Reproduksi Ketidakadilan Masa Lalu: Catatan Perjalanan Membongkar
Kejahatan HAM Tanjung Priok. 1 ed. Jakarta Pusat: KontraS .

Hutagalung, D., 2005. Negara dan Pelanggaran HAM Masa Lalu: Tuntutan
Pertanggungjawaban versus Impunitas. Dignitas, Volume 3.

KontraS, 2009. Kronik Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998.
[Online]
Available at: https://kontras.org/home/WPKONTRAS/wp-content/uploads/2018/09/Kronik-
kasus-penculikan-dan-penghilangan-paksa-aktivis-1997-1998.pdf
[Accessed 7 April 2020].

KontraS, 2018. Kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa, Riwayatmu Kini?. [Online]
[Accessed 6 April 2020].
Kurniawan Kunto Yuliarso dan Nunung Prajarto, 2005. Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia: Menuju Democratic Governances. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 8,
p. 298.

Raditya, I. N., 2019. Tirto. [Online]


Available at: https://tirto.id/sejarah-tim-mawar-penculikan-aktivis-98-keterlibatan-prabowo-
djgG
[Accessed 7 April 2020].

Shinta Agustina, Iwan Kurniawan, dan Siska Elvandari, 2011. Kajian Yuridis terhadap Kasus
Penghilangan Paksa Aktivis Tahun 1998 dari Perspektif Hukum Pidana Internasional. MMH,
Volume 40, p. 1.

Taylor, P., 1998. An Ecological Approach to International Law: Responding to the


Challenges of Climate Change. London: Routledge.

Ubaidillah, A., 2000. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) : Demokrasi, HAM,


& Masyarakat Madani. Jakarta: IAIN Jakarta Press.

Wardaya, M. K., 2010. Keadilan bagi yang Berbeda Paham: Rekonsiliasi dan Keadilan bagi
Korban Tragedi 1965. Mimbar Hukum, Volume 22, pp. 97-98.

You might also like