Professional Documents
Culture Documents
Klasifikasi Dekriminalisasi Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia (Classification of Decriminalization in Law Enforcement in Indonesia)
Klasifikasi Dekriminalisasi Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia (Classification of Decriminalization in Law Enforcement in Indonesia)
Duwi Handoko
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Persada Bunda
Jalan Diponegoro Nomor 42 Kota Pekanbaru, 28116
081319711721,
sepihak@gmail.com
ABSTRACT
This study focuses on the study of periodization and classification of decriminalization in the Criminal Code
with the technique of collecting data in library studies. The type of data used in this study is secondary data
presented qualitatively. Decriminalization of offenses in the Criminal Code in the post-reform period had very
significant differences with decriminalization in the period before reform. After the reformation, an institution
was established that has the authority to decriminalize offenses, both offenses contained in the Criminal
Code and offenses that are outside the Criminal Code. There are four classifications of decriminalization
in law enforcement in Indonesia, namely non-pure decriminalization, pure decriminalization, partial pure
decriminalization and conditional decriminalization. Not pure means that an offense is still valid and has legal
force. Pure means that an offense is not valid and has no legal force (illegal or illegal). Pure part means that
an offense is still valid and still has legal force (legal) against the elements of criminal acts that are still valid.
Conditional means confirming certain conditions in terms of the validity of an offense legally.
Keywords: decriminalization of offenses in the criminal code; non-pure decriminalization; pure
decriminalization; partial pure decriminalization; conditional decriminalization.
ABSTRAK
Penelitian ini memfokuskan kajian mengenai periodisasi dan klasifikasi dekriminalisasi terhadap pasal-
pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan teknik pengumpulan data secara studi
kepustakaan. Jenis data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder yang disajikan secara
kualitatif. Dekriminalisasi terhadap delik-delik dalam KUHPpada periode setelah reformasi memiliki perbedaan
yang sangat signifikan dengan dekriminalisasi pada periode sebelum reformasi. Setelah reformasi, dibentuk
lembaga yang berwenang melakukan dekriminalisasi terhadap delik, baik delik yang terdapat di dalam KUHP
maupun delik yang terdapat di luar KUHP. Terdapat empat klasifikasi dekriminalisasi dalam penegakan hukum
di Indonesia, yaitu dekriminalisasi bukan murni, dekriminalisasi murni, dekriminalisasi murni sebahagian, dan
dekriminalisasi bersyarat. Bukan murni berarti suatu delik masih tetap berlaku dan memiliki kekuatan hukum
(legal). Murni berarti suatu delik sudah tidak berlaku dan tidak memiliki kekuatan hukum (tidak legal atau
tidak sah). Murni sebahagian berarti suatu delik masih tetap berlaku dan tetap memiliki kekuatan hukum (legal
atau sah) terhadap unsur perbuatan pidana yang masih berlaku. Bersyarat berarti menegaskan syarat tertentu
dalam hal berlakunya suatu delik secara legal.
Kata Kunci: dekriminalisasi terhadap delik-delik dalam KUHP; dekriminalisasi bukan murni; dekriminalisasi
murni; dekriminalisasi murni sebahagian; dekriminalisasi bersyarat.
delik di dalam KUHP sebagai produk hukum masalah kriminalisasi dan dekriminalisasi atas
pidana dengan corak kolonial, dinyatakan tidak suatu perbuatan haruslah sesuai dengan politik
berlaku di Indonesia. Atau dengan kata lain, kriminal yang dianut oleh bangsa Indonesia,
kriminalisasi yang merupakan kebijakan hukum yaitu apakah perbuatan tersebut bertentangan
pidana kolonial masih berlaku di Indonesia.10 dengan nilai-nilai fundamental yang berlaku
Keberlakuan tersebut juga (mutlak) untuk seluruh dalam masyarakat dan oleh masyarakat dianggap
warga negara Indonesia.11 patut atau tidak patut dihukum dalam rangka
Dekriminalisasi terhadap delik-delik dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat.
KUHP, kriminalisasi (suatu perbuatan yang Penilaian tercelanya suatu perbuatan sebagai
dinyatakan sebagai delik) di dalam KUHP, dan unsur sifat melawan hukum haruslah dinilai dalam
penalisasi (penyesuaian ancaman pidana terhadap pandangan yang objektif, dalam artian apakah
suatu delik) dalam KUHP, telah berkembang perbuatan yang dikriminalisasi dan dianggap
dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, penelitian melawan hukum tersebut juga merupakan
ini membatasi kajian terhadap perkembangan perbuatan yang dicela oleh masyarakat.13 Terkait
KUHP dari aspek dekriminalisasi, dengan judul dengan hal tersebut maka menurut Harison
penelitian: “Klasifikasi Dekriminalisasi dalam Citrawan, analisis dampak hak asasi manusia14
Penegakan Hukum di Indonesia”. merupakan hal yang niscaya dan mutlak
diperlukan dalam proses pembentukan peraturan
Rumusan masalah dalam penelitian ini
perundang-undangan.15
adalah bagaimana periodisasi dekriminalisasi
terhadap pasal-pasal dalam KUHP dan klasifikasi
dekriminalisasi tersebut dalam penegakan METODE PENELITIAN
hukum di Indonesia? Penelitian ini bertujuan Penelitian studi pustaka ini menggunakan
untuk mengetahui dan menganalisis periodisasi pendekatan kualitatif. Jenis data dalam penelitian
dekriminalisasi terhadap pasal-pasal dalam ini adalah data sekunder yang disajikan secara
KUHP dan klasifikasi dekriminalisasi tersebut kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari bahan
dalam penegakan hukum di Indonesia. hukum primer yang bersumber dari peraturan
Kontribusi penelitian ini terhadap ilmu perundang-undangan dan putusan pengadilan;
pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan hukum bahan hukum sekunder yang bersumber dari
pidana adalah memberikan suatu pemahaman buku-buku; dan bahan hukum tertier sebagai
bahwa hukum buatan manusia akan senantiasa bahan penunjang. Pola pendekatan masalah
berubah (dinamis) sampai manusia itu menyadari yang digunakan dalam penelitian adalah dengan
bahwa hanya dengan hukum ciptaan Sang Maha pendekatan undang-undang dan studi kasus.
Pencipta akan tercapai suatu tatanan hukum Pendekatan undang-undang digunakan sebagai
yang bersifat statis tanpa melibatkan unsur-unsur dasar pola pemikiran terhadap telah terjadinya
politis12. suatu dekriminalisasi. Sedangkan pendekatan
Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi studi kasus digunakan karena dekriminalisasi
Nomor 84/PUU-IX/2011, disebutkan bahwa tidak hanya bisa dilakukan oleh lembaga legislatif
dan eksekutif. Akan tetapi, juga bisa dilakukan
oleh lembaga yudikatif.
10 Ibid.
11 Setiap orang, termasuk kelompok rentan, berhak
memperoleh perlakuan dan perlindungan. Yang tergolong
dalam kelompok rentan adalah: a. Refugees; b. Internally
Displaced Persons; c. National Minorities; d. Migrant
Workers; e. Indigenous Peoples; f. Children; dan g. Women.
Selengkapnya lihat: Josefhin Mareta, “Mekanisme
Penegakan Hukum Dalam Upaya Perlindungan Hak 13 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 84/PUU-IX/2011.
Kelompok Rentan (Anak Dan Perempuan),” Jurnal HAM 7, 14 Penghormatan terhadap nilai-nilai HAM saat ini
no. 2 (2016): 141. merupakan upaya yang dilakukan oleh negara maju untuk
12 Menurut Daniel S. Lev, irisan antara tindak pidana dan mensejahterakan warga negaranya. Selengkapnya lihat:
sengketa keperdataan tidak hanya menjadikan tipisnya Tony Yuri Rahmanto, “Prinsip Non-Intervensi Bagi Asean
garis batas antara perkara pidana dengan perkara perdata, Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia,” Jurnal HAM
tetapi terjadinya kecenderungan untuk melakukan 8, no. 2 (2017): 157.
kriminalisasi terhadap sengketa perdata. Selengkapnya 15 Harison Citrawan, “Analisis Dampak Hak Asasi Manusia
lihat: Asep N. Mulyana, Deferred Prosecution Agreement Atas Regulasi: Sebuah Tinjauan Metodologi,” Jurnal HAM
Dalam Kejahatan Bisnis (Grasindo, 2019). 8, no. 1 (2017): 22.
19 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-X/2012. 20 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110/PUU-X/2012.
pidana. Amar putusan dalam perkara ini Dekriminalisasi terhadap delik-delik dalam
adalah: KUHP pada periode setelah reformasi memiliki
a. Mengabulkan permohonan para perbedaan dengan dekriminalisasi terhadap
Pemohon untuk seluruhnya; delik-delik dalam KUHP pada periode sebelum
reformasi. Atau dengan kata lain, terdapat sistem
b. Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 hukum23 yang beda dalam bingkai Indonesia
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 sebagai negara hukum. Alasannya adalah setelah
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak reformasi, dibentuk lembaga yang berwenang
bertentangan dengan Undang-Undang melakukan dekriminalisasi terhadap suatu
Dasar Negara Republik Indonesia delik, baik delik yang terdapat di dalam KUHP
Tahun 1945; maupun delik yang terdapat di luar KUHP.
c. Pasal 96, Pasal 100, dan Pasal 101 Lembaga tersebut adalah Mahkamah Konstitusi.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Sejak reformasi bergulir, hanya terdapat 2 (dua)
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dekriminalisasi yang dilakukan oleh lembaga
pembentuk undang-undang. Secara singkat, pada
tidak mempunyai kekuatan hukum
tabel di bawah ini, disajikan pola dekriminalisasi
mengikat;
oleh pembentuk undang-undang tersebut.24
Memerintahkan pemuatan putusan
d.
ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.21
Dekriminalisasi terhadap pasal-pasal dalam
KUHP menurut Duwi Handoko, dapat ditinjau
dari dua periode, yaitu sebelum dan setelah
Indonesia merdeka. Periode setelah Indonesia
merdeka menurutnya diklasifikasikan dalam dua
bagian, yaitu sebelum dan setelah reformasi.
Untuk lebih jelasnya, hal tersebut diuraikan pada
gambar di bawah ini.22
Gambar 2
Periodisasi Dekriminalisasi terhadap
Delik-delik dalam KUHP 23 There is a bewildering variety of legal systems in the
world. Selengkapnya lihat: Lawrence Meir Friedman and
Grant M. Hayden, American Law: An Introduction Third
Edition (New York: Oxford University Press, 2017). Every
country has its own legal system. Selengkapnya lihat: N.
Kiyavitskaya, A. Krausová, and N. Zannone, Why Eliciting
and Managing Legal Requirements Is Hard (Barcelona:
IEEE, 2008)”title”:”Why Eliciting and Managing Legal
Requirements is Hard”,”type”:”book”},”uris”:[“http://www.
mendeley.com/documents/?uuid=fc6b93ec-7ecc-44ee-
9a6c-206ebbde3ed3”]}],”mendeley”:{“formattedCitation”
:”N. Kiyavitskaya, A. Krausová, and N. Zannone, <i>Why
Eliciting and Managing Legal Requirements Is Hard</
i> (Barcelona: IEEE, 2008.; C. Das, “Death Certificates
in Germany, England, The Netherlands, Belgium and the
USA,” European Journal of Health Law 12, no. 3 (2005):
193.;S. van Renssen, “Courts Take on Climate Change,”
Nature Climate Change 6, no. 7 (2016): 655–656.; Liana Iulia
Paul, “European Cooperation In Fighting Cybercrime,” Fiat
Iustitia 1 (2016): 154–159.; Kevin YL Tan, ed., The Singapore
Legal System Second Edition (Singapore: NUS Publishing,
2003). In place to keeps order. Selengkapnya lihat: Z.
A. Hailu, “Demand Side Factors Affecting the Inflow of
Sumber: Duwi Handoko, Dekriminalisasi terhadap Delik-delik Foreign Direct Investment to African Countries: Does
dalam KUHP, Pekanbaru: Hawa dan AHWA, 2016.
Capital Market Matter?,” International Journal of Business
and Management 5, no. 5 (2010): 104–116.
21 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 110/PUU-X/2012.
24 Handoko, Dekriminalisasi Terhadap
22 Handoko, Dekriminalisasi Terhadap Delik-Delik Dalam
KUHP. Delik-Delik Dalam KUHP.
25 Ibid. 26 Ibid.
arti lagi, harus dianggap seluruh atau 3. Dekriminalisasi murni sebahagian terhadap
sebagian sementara tidak berlaku. delik-delik dalam KUHP beserta dasar
b. Tahun 2006: hukum sesuai dengan kronologinya, adalah
sebagaimana yang sudah terjadi pada tahun
Majelis Hakim Konstitusi berdasarkan
putusan perkara pengujian undang- 2013, yaitu dalam perkara pengujian undang-
undang Nomor 013-022/PUU-IV/2006, undang Nomor 1/PUU-XI/2013.
melakukan dekriminalisasi terhadap Majelis Hakim Konstitusi berdasarkan
delik-delik dalam KUHP, yaitu pada putusan perkara tersebut di atas melakukan
pasal 134, 136 bis, dan 137. Dasar dekriminalisasi terhadap delik pada Pasal
pertimbangan hakim memutus dalam 335 ayat (1) butir 1 KUHP. Menurut
perkara ini antara lain adalah: Pertama, Mahkamah Konstitusi, sebagai suatu
Pasal 134, Pasal 136 bis, dan Pasal 137 rumusan delik, kualifikasi, “Sesuatu
KUHPidana berpeluang menghambat perbuatan lain maupun perlakuan yang tak
hak atas kebebasan menyatakan pikiran menyenangkan” tidak dapat diukur secara
dengan lisan, tulisan dan ekspresi sikap objektif. Seandainya pun dapat diukur maka
tatkala ketiga pasal pidana dimaksud ukuran tersebut sangatlah subjektif dan
selalu digunakan aparat hukum hanya berdasarkan atas penilaian korban,
terhadap momentum-momentum para penyidik, dan penuntut umum semata.
unjuk rasa di lapangan. Hal dimaksud Selain itu, hal tidak menyenangkan tersebut
secara konstitusional bertentangan secara umum merupakan dampak dari semua
dengan Pasal 28, Pasal 28E Ayat (2), tindak pidana. Setiap tindak pidana jelas
dan Ayat (3) UUD 1945. Kedua, delik tidak menyenangkan dan tidak ada dampak
penghinaan terhadap Presiden dan/ tindak pidana yang menyenangkan. Dengan
atau Wakil Presiden menurut hukum demikian, hal tersebut bukan merupakan
seharusnya diberlakukan Pasal 310 sesuatu yang dapat membedakan secara
sampai dengan Pasal 321 KUHPidana tegas (distinctive) dari tindak pidana yang
manakala penghinaan (beleediging) lain.
ditujukan dalam kualitas pribadinya, 4. Dekriminalisasi bersyarat terhadap delik-
dan Pasal 207 KUHPidana dalam hal delik dalam KUHP beserta dasar hukum
penghinaan ditujukan kepada Presiden sesuai dengan kronologinya, adalah
dan/atau Wakil Presiden selaku pejabat sebagaimana yang sudah terjadi pada tahun
(als ambtsdrager). 2009.
c. Tahun 2007: Pada tahun tersebut di atas, Majelis Hakim
Majelis Hakim Konstitusi berdasarkan Konstitusi berdasarkan putusan perkara
putusan perkara pengujian undang- pengujian undang-undang Nomor 7/PUU-
undang Nomor 6/PUU-V/2007, VII/2009, melakukan dekriminalisasi
melakukan dekriminalisasi terhadap terhadap delik pada Pasal 160 KUHP.
delik-delik dalam KUHP, yaitu pada Menurut Mahkamah Konstitusi, meskipun
pasal 154 dan 155. Salah satu dasar ketentuan Pasal 160 KUHP memberikan
pertimbangan majelis hakim adalah privilege yang sangat berlebihan untuk
Pasal 154 dan 155 KUHP dapat melindungi kepentingan kekuasaan
dikatakan tidak rasional, karena seorang pemerintah di era kolonial, tetapi negara
warga negara dari sebuah negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi
merdeka dan berdaulat tidak mungkin tidak memberikan privilege, terlepas
memusuhi negara dan pemerintahannya dari ada atau tidaknya pasal a quo. Di
sendiri yang merdeka dan berdaulat, sinilah pentingnya memahami kandungan
kecuali dalam hal makar. norma dari suatu Undang-Undang untuk
diselaraskan dengan cita hukum Indonesia
sebagai negara hukum yang demokratis dinyatakan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi,
dan negara demokrasi yang berdasarkan perlu diuraikan di sini ketentuan Pasal 56 ayat
hukum.29 (1) dan Pasal 56 ayat (5) Undang-Undang Nomor
Sebagai pola pemahaman bersama terkait 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan
dengan penghargaan terhadap hak asasi manusia, Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
sudah banyak di antara Warga Negara Indonesia 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas
yang mengajukan permohonan supaya delik- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
delik dalam KUHP dinyatakan tidak mempunyai Mahkamah Konstitusi Menjadi Undang-Undang,
kekuatan hukum yang mengikat dan bertentangan yaitu sebagai berikut:
dengan konstitusi ke Mahkamah Konstitusi. Akan 1. Pasal 56 ayat (1): Dalam hal Mahkamah
tetapi, pada kenyataannya, hanya permohonan Konstitusi berpendapat bahwa pemohon
pemohon dalam perkara yang disajikan pada dan/atau permohonannya tidak memenuhi
Tabel 2 yang diterima permohonannya. Oleh syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
karena itu, Tabel 3 di bawah ini berisikan substansi 50 dan Pasal 51, amar putusan menyatakan
permohonan dekriminalisasi terhadap KUHP permohonan tidak dapat diterima.
yang ditolak atau tidak diterima oleh Mahkamah
2. Pasal 56 ayat (5): Dalam hal undang-
Konstitusi.30
undang dimaksud tidak bertentangan dengan
Tabel 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Putusan Mahkamah Konstitusi atas Permohonan Indonesia Tahun 1945, baik mengenai
Dekriminalisasi Delik-delik dalam KUHP pembentukan maupun materinya sebagian
Pasal KUHP atau keseluruhan, amar putusan menyatakan
Ditolak
No
Nomor yang Diminta
atau Tidak permohonan ditolak.31
Perkara untuk Dilakukan
Dekriminalisasi
Diterima Perlu penulis tambahkan di sini, permohonan
310 ayat (1), 310
dekriminalisasi terhadap delik-delik dalam KUHP
14/PUU- yang ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, dapat
1 ayat (2), 311 ayat Ditolak
VI/2008
(1), 316, dan 207 dimaknai bahwa permohonan yang diajukan
42/PUU- Tidak tersebut tidak beralasan hukum yang tepat dan
2 356 ke-1
VI/2008 diterima benar. Untuk mengetahui jenis-jenis delik di
303 ayat (1), ayat dalam KUHP yang ditolak atau tidak diterima
21/PUU- (2), dan ayat (3), permohonannya oleh Mahkamah Konstitusi pada
3 Ditolak
VIII/2010 dan 303 bis ayat Tabel 3, diuraikan keterangan hal tersebut pada
(1), ayat (2)
Tabel 4.32
1/PUU- 310 ayat (1) dan
4 Ditolak Tabel 4
IX/2011 ayat (2)
15/ Permohonan Dekriminalisasi terhadap Delik-delik
5 365 ayat (4) Ditolak
PUU-X/2012
dalam KUHP yang Ditolak atau Tidak Diterima
29/ oleh Mahkamah Konstitusi
6 505 Ditolak
PUU-X/2012
Sumber: Duwi Handoko, Dekriminalisasi terhadap Delik-delik
Ditolak
Nomor
dalam KUHP, Pekanbaru: Hawa dan AHWA, 2016. No Jenis Delik atau Tidak
Perkara
Diterima
Delik Fitnah serta
Dari uraian tabel di atas, diketahui bahwa Penghinaan dan
dari 6 (enam) permohonan dekriminalisasi 14/PUU-
1 Pencemaran Nama Ditolak
VI/2008
terhadap delik-delik dalam KUHP, secara umum Baik dengan Lisan
seluruh perkara ditolak, yaitu sebanyak 5 (lima) atau Tulisan
perkara, sedangkan 1 (satu) perkara dinyatakan 42/PUU-
Penganiayaan dalam
Tidak
tidak diterima. Terkait dengan permohonan 2 Lingkup Rumah
VI/2008 diterima
Tangga
pengujian undang-undang yang dinyatakan
tidak dapat diterima atau permohonan yang
29 Ibid. 31 Ibid.
30 Ibid. 32 Ibid.
Ditolak Sebagaibagianakhir,penulisberharapdengan
Nomor
No Jenis Delik atau Tidak adanya tulisan ini, diharapkan dapat memengaruhi
Perkara
Diterima logika hukum Mahkamah Konstitusi (atau organ
21/PUU- negara lain) untuk melakukan dekriminalisasi atas
3 Perjudian Ditolak
VIII/2010 perbuatan atau peristiwa hukum tertentu.
Delik Penghinaan
1/PUU-
4 (Pencemaran Nama Ditolak
IX/2011
Baik)
KESIMPULAN
Delik Pencurian Dekriminalisasi terhadap delik-delik dalam
15/
dengan Kekerasan KUHP pada periode setelah reformasi memiliki
5 Secara Bersekutu Ditolak perbedaan yang sangat signifikan dengan
PUU-X/2012
Mengakibatkan Luka
Berat atau Mati
dekriminalisasi terhadap delik-delik dalam
KUHP pada periode sebelum reformasi. Setelah
29/ Delik Hidup
6 Ditolak reformasi, dibentuk lembaga yang berwenang
PUU-X/2012 Bergelandangan
melakukan dekriminalisasi terhadap delik, baik
Sumber: Duwi Handoko, Dekriminalisasi terhadap Delik-delik
dalam KUHP, Pekanbaru: Hawa dan AHWA, 2016. delik yang terdapat di dalam KUHP maupun delik
yang terdapat di luar KUHP. Lembaga tersebut
Dari tabel di atas, ancaman pidana masih adalah Mahkamah Konstitusi. Terdapat empat
diterapkan terhadap pelaku delik fitnah serta klasifikasi dekriminalisasi dalam penegakan
penghinaan dan pencemaran nama baik dengan hukum di Indonesia, yaitu dekriminalisasi bukan
lisan atau tulisan, penganiayaan dalam lingkup murni, dekriminalisasi murni, dekriminalisasi
rumah tangga, perjudian, pencurian dengan murni sebahagian, dan dekriminalisasi bersyarat.
kekerasan secara bersekutu mengakibatkan luka Dalam aspek dekriminalisasi bukan murni, suatu
berat atau mati, dan hidup bergelandangan. Oleh delik masih tetap berlaku dan memiliki kekuatan
karena itu, terhadap pertanyaan, misalnya apakah hukum (legal). Dalam aspek dekriminalisasi
perjudian adalah hal yang legal di Indonesia? murni, suatu delik sudah tidak berlaku dan tidak
Jawabnya, tindakan itu sampai saat penelitian ini memiliki kekuatan hukum (tidak legal atau
selesai dilaksanakan, masih merupakan perbuatan tidak sah). Dalam aspek dekriminalisasi murni
yang ilegal.33 sebahagian, suatu delik masih tetap berlaku
dan tetap memiliki kekuatan hukum (legal atau
Berdasarkan hal tersebut di atas, Duwi
sah) terhadap unsur perbuatan pidana yang
Handoko pada salah satu tulisannya, memberikan
masih berlaku. Dekriminalisasi bersyarat adalah
saran atau berharap agar pemerintah Indonesia
dekriminalisasi terhadap suatu delik dalam
merumuskan kebijakan tersendiri mengenai
undang-undang dan/atau peraturan daerah dengan
legalisasi perjudian di Indonesia apabila
menegaskan syarat tertentu dalam hal berlakunya
orientasinya adalah peningkatan pendapatan
suatu delik secara legal.
negara - dan mungkin swadaya pendanaan
infrastruktur nasional tanpa lagi melakukan
(dan berani menolak) pinjaman dari negara SARAN
lain. Kebijakan publik tersebut tentunya harus Dari uraian kesimpulan, direkomendasikan
dirumuskan dengan melibatkan banyak pihak. dua hal, yaitu sebagai berikut: Pertama, pada saat
Tinjauan dan analisis lebih lanjut mengenai hal ini, terdapat beberapa delik di dalam KUHP yang
tersebut di atas telah dirumuskan oleh Duwi sudah tidak berlaku lagi dalam rangka penegakan
Handoko dalam konsep penelitian yang akan Hukum Pidana di Indonesia. Delik-delik yang
datang dengan tema: “Meminjam uang dengan dalam KUHPyang sudah tidak berlaku lagi tersebut
pembayaran bunga atau menghasilkan uang antara lain adalah perbuatan korupsi, penghinaan
dari perbuatan dosa terstruktur dalam konteks dengan sengaja terhadap presiden atau wakil
pembangunan di Indonesia”.34 presiden, perdagangan wanita, laki-laki yang
belum dewasa, dan perniagaan budak, penghinaan
33 Ibid. terhadap Pemerintah Republik Indonesia, serta
34 Duwi Handoko and Beni Sukri, Perbandingan Regulasi salah satu unsur perbuatan pada Pasal 335 ayat
Tindak Pidana Tanpa Korban Di Kawasan Asia (Indonesia,
Malaysia, Dan Arab Saudi) (Pekanbaru: Hawa dan AHWA,
(1) butir 1 KUHP. Oleh karena itu, penulis
2018). berpendapat bahwa sudah seharusnya dibentuk
suatu badan khusus yang bertugas melakukan ———. Dekriminalisasi Terhadap Delik-Delik
input data untuk kemudian mempublikasikan Dalam KUHP. Pekanbaru: Hawa dan
data tersebut kepada masyarakat. Data yang AHWA, 2016.
penulis maksud adalah data mengenai delik-delik ———. Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia.
yang sudah tidak berlaku lagi, baik delik-delik
Pekanbaru: Hawa dan AHWA, 2015.
yang diatur di dalam KUHP maupun delik-delik
yang diatur di luar KUHP. Kedua, sudah saatnya Handoko, Duwi, and Beni Sukri. Perbandingan
rancangan peraturan hukum pidana umum, yaitu Regulasi Tindak Pidana Tanpa Korban Di
rancangan KUHP, untuk segera disahkan oleh Kawasan Asia (Indonesia, Malaysia, Dan
pembentuk undang-undang. Salah satu tujuan Arab Saudi). Pekanbaru: Hawa dan AHWA,
pengesahan itu adalah untuk mewujudkan hukum 2018.
pidana umum yang benar-benar terlepas dari Kiyavitskaya, N., A. Krausová, and N. Zannone.
corak hukum pidana yang berasal dari zaman Why Eliciting and Managing Legal
penjajahan. Atau dengan kata lain, perubahan dari Requirements Is Hard. Barcelona: IEEE,
Hukum Pidana Kolonial menjadi Hukum Pidana
2008.
Nasional.
Kusumawardhana, Indra. “Indonesia Di
UCAPAN TERIMA KASIH Persimpangan: Urgensi ‘Undang-Undang
Kesetaraan Dan Keadilan Gender’ Di
Penulisan ini didukung oleh Sekolah Tinggi Ilmu Indonesia Pasca Deklarasi Bersama Buenos
Hukum Persada Bunda serta Penerbit Hawa dan Aires Pada Tahun 2017.” Jurnal HAM 9, no.
AHWA.
2 (2018): 157.
Mareta, Josefhin. “Mekanisme Penegakan Hukum
DAFTAR PUSTAKA
Dalam Upaya Perlindungan Hak Kelompok
Citrawan, Harison. “Analisis Dampak Hak Asasi Rentan (Anak Dan Perempuan).” Jurnal
Manusia Atas Regulasi: Sebuah Tinjauan HAM 7, no. 2 (2016): 141.
Metodologi.” Jurnal HAM 8, no. 1 (2017):
Mulyana, Asep N. Deferred Prosecution
22.
Agreement Dalam Kejahatan Bisnis.
Das, C. “Death Certificates in Germany, England, Grasindo, 2019.
The Netherlands, Belgium and the USA.”
Paul, Liana Iulia. “European Cooperation In
European Journal of Health Law 12, no. 3
Fighting Cybercrime.” Fiat Iustitia 1 (2016):
(2005): 193.
154–159.
Friedman, Lawrence Meir, and Grant M. Hayden.
Rahmanto, Tony Yuri. “Prinsip Non-Intervensi
American Law: An Introduction Third
Bagi Asean Ditinjau Dari Perspektif Hak
Edition. New York: Oxford University Press,
Asasi Manusia.” Jurnal HAM 8, no. 2
2017.
(2017): 157.
Hailu, Z. A. “Demand Side Factors Affecting
Renssen, S. van. “Courts Take on Climate
the Inflow of Foreign Direct Investment to
Change.” Nature Climate Change 6, no. 7
African Countries: Does Capital Market
(2016): 655–656.
Matter?” International Journal of Business
Rini, Nicken Sarwo. “Analisis Implementasi
and Management 5, no. 5 (2010): 104–116.
Prinsip Non-Diskriminasi Dalam Peraturan
Handoko, Duwi. Asas-Asas Hukum Pidana
Daerah Di Bidang Pendidikan Dan
Dan Hukum Penitensier Di Indonesia
Kesehatan.” Jurnal HAM 9, no. 1 (2018): 35.
(Dilengkapi Dengan Evaluasi Pembelajaran
Dalam Bentuk Teka-Teki Silang Hukum Dan Sibarani, Sabungan. “Prospek Penegakan Hukum
Disertai Dengan Humor Dalam Lingkup Undang-Undang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).”
Ilmu Dan Pengetahuan Tentang Hukum).
Jurnal HAM 7, no. 1 (2016): 8.
Pekanbaru: Hawa dan AHWA, 2017.
KOSONG