You are on page 1of 10

Modifikasi Digital Elevation Mode (DEM) … (Haris S. D. et al.

MODIFIKASI DIGITAL ELEVATION MODEL (DEM) CITRA RESOLUSI


TINGGI MENGGUNAKAN FUSI INTERFEROMETRI SAR DAN
STEREOSAR BERBASIS FAKTOR PEMBOBOTAN

(DEM MODIFICATION USING FUSION OF SAR INTERFEROMETRI


AND STEREOSAR BASED ON WEIGHTING FACTOR)
Haris S. Dyatmika1, Rahmat Arief1, Dodi Sudiana2, Shadiq Ali1,
Rachmat Maulana1, dan Marendra Eko Budiono1

1Pusat Teknologi dan Data Peningeraan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
2Departemen Teknik Elektro, Universitas Indonesia

e-mail: haris.suka@lapan.go.id

Diterima 19 November 2018; Direvisi 5 Desember 2018; Disetujui 16 Desember 2018

ABSTRACT

SAR satellite sensors are capable to measure elevation of the earth surface using interferometry
(InSAR) or radargrammetry (StereoSAR) methods. The InSAR method utilizes phase value from SAR
images, while the StereoSAR uses amplitude value to produce elevation of the earth surface. Both
methods have advantages and disadvantages on each own. Problems with low accuracy on DEM
generated using InSAR occur on shadow and layover area, while in the second method (StereoSAR) the
problem arise when cross correlation between the two images have low value. This paper proposes a
technique to combine InSAR and StereoSAR methods to generate DEM using high resolution SAR
images. A pair of TerraSAR-X or TanDEM-X images with a 21 degree incidence angle are used in this
study and processed using the InSAR method and another pair of images at an angle of 21 degrees
and 41 degrees using the StereoSAR method in Bandung and surrounding areas. The experimental
results show that the fusion DEM of the two methods have better accuracy and decrease the absolute
error both from InSAR and StereoSAR technique methods that separately around 3.48 m and 1.80 m

Keywords: Fusion, DEM, InSAR, StereoSAR

http://dx.doi.org/10.30536/j.pjpdcd.2018.v15.a3063
Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 15 No. 2. Desember 2018

83
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 15 No. 2 Desember 2018: hal 83 - 92

ABSTRAK

Sensor satelit SAR mampu mengukur elevasi permukaan bumi menggunakan metode interferometri
(InSAR) atau radargrametri (StereoSAR). Metode InSAR memanfaatkan fase dari citra SAR, sedangkan
StereoSAR menggunakan nilai amplitudo untuk menghasilkan elevasi permukaan bumi. Kedua
metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Beberapa permasalahan adalah akurasi rendah DEM
menggunakan InSAR citra SAR di area bayangan dan singgahan, sedangkan pada metode kedua,
permasalahan muncul jika korelasi silang antara kedua citra rendah. Makalah ini mengajukan
metode penggabungan citra DEM InSAR dan StereoSAR untuk pembuatan citra DEM baru
menggunakan citra SAR resolusi tinggi. Pasangan citra TerraSAR-X atau TanDEM-X dengan sudut
datang 21 derajat digunakan dalam penelitian ini, diolah menggunakan metode InSAR dan sepasang
citra dengan sudut masing-masing 21 derajat dan 41 derajat menggunakan metode StereoSAR di area
Bandung dan sekitarnya. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa DEM fusi kedua metode tersebut
mempunyai akurasi yang lebih baik, dengan kesalahan absolut lebih kecil dari pada masing-masing
metode InSAR dan StereoSAR, secara terpisah yaitu meningkat sebesar 3.48 m dan 1.80 m.

Kata kunci: Fusi, DEM, InSAR, StereoSAR

1 PENDAHULUAN yang sama agar perbedaan geometri


satelit sangat kecil (atau baseline kecil
Digital Elevation Model (DEM) yang sekitar 50-200 m) dan perbedaan waktu
dibuat dari citra Synthetic Aperature sekecil mungkin. Idealnya akuisisi
Radar (SAR) merupakan hasil karya dilakukan secara simultan untuk
cipta terbaik dalam sejarah mengurangi perubahan permukaan
penginderaan jauh hingga saat ini. Hal sekecil mungkin, seperti akuisisi DEM
ini ditunjukkan dengan sering dari satelit SRTM yang dilengkapi 2
digunakannya DEM dari ekstraksi SAR antena penerima sepanjang 60 m atau
dalam proses rektifikasi pada tandem 2 satelit dari TerraSAR-X dan
pengolahan data penginderaan jauh. TanDEM-X.
Penggunaan DEM sering kita temui Metode lain untuk mendapatkan
pada banyak aplikasi penginderaan DEM dapat diperoleh dari pasangan
jauh, seperti pembuatan peta dasar, citra StereoSAR menggunakan metode
pembuatan peta relief, ekstraksi korelasi citra digital, yang disebut
paramater terrain untuk geomorfologi, metode radargrametri. Pasangan citra
pemodelan aliran air untuk hidrologi, tersebut dapat diakuisisi dengan sudut
pemodelan pergerakan permukaan datang yang berbeda serta lintasan orbit
bumi, render dari visualisasi 3 dimensi, yang berbeda.
analisis dari line of sight, pemantauan Metode InSAR maupun
pertanian dan kehutanan yang akurat, radargrametri yang digunakan untuk
desain rekayasa infrastruktur, dan lain memeroleh DEM, masing-masing
lain. memiliki kelemahan. Pada metode
Kualitas DEM ditunjukkan pada InSAR, permasalahan yang sering
akurasi vertikal dan horisontal pada tiap muncul adalah adanya distorsi pada
piksel (akurasi absolut) dan akurasi citra SAR seperti layover, fortshortening
sesuai dengan morfologi permukaan dan shadow, serta koherensi dari 2 fase
(akurasi relatif). Beberapa faktor yang citra yang yang rendah pada saat proses
memengaruhi kualitas dari produk DEM phase-unwrapping. Hal ini dikarenakan
adalah: kerapatan jumlah sampel saat citra SAR diakuisisi dengan melihat ke
memperoleh data elevasi, ukuran piksel, samping secara geometri. Di lain pihak
korelasi dari sumber data, kondisi metode radargrametri, permasalahan
terrain permukaan, algoritma muncul saat korelasi silang pada dua
pembentukan data elevasi dengan citra bernilai rendah, rendahnya tingkat
interferometri, radargrametri, kliometri, kecocokan pada titik ikat serta
morfometri, algoritma interpolasi (linear, gangguan speckle pada operasi
relax, kriging), resolusi vertikal, dan pencocokan kedua citra.
kualitas dari data masking seperti garis Masing-masing produk DEM dari
pantai, danau, sungai, awan serta salju. kedua metode memiliki tingkat
DEM diturunkan dari informasi fase keakuratan dan karakteristik yang
menggunakan metode pengolahan bervariasi serta memiliki kelebihan dan
interferometri dari 2 citra satelit radar kekurangan. Keragaman karakterisitik
yang diperoleh dari dua lintasan orbit dalam mendapatkan DEM ini
84
Modifikasi Digital Elevation Mode (DEM) … (Haris S. D. et al.)

mendorong adanya teknik yang lain pihak, pasangan DEM


menarik, yaitu penggabungan (fusi) dua radargrametri menggunakan data
metode untuk saling melengkapi dengan spasial yang sedikit berbeda
kekurangan satu sama lain. sehingga akan menghasilkan DEM
Beberapa metode fusi telah hanya pada daerah irisan kedua data.
dilakukan dalam pembuatan DEM,
seperti: kombinasi DEM optik dan SAR
(Hoja & d’Angelo, 2009), konstruksi
model gabungan StereoSAR dan InSAR
yang dibangun dalam koordinat sistem
yang sama serta penyesuaian
persamaan Range Doppler dan fase
(Zhao et al., 2015). Penggabungan dua
metode untuk menekan artefak yang
muncul pada proses InSAR dari data
ERS1 dan Radarsat1 (Crosetto & Pérez,
2000).
Makalah ini mengajukan metode
penggabungan InSAR dan StereoSAR
dalam pembuatan DEM menggunakan
citra SAR resolusi tinggi dengan
menentukan pembobotan dari Gambar 2-1: Data yang digunakan untuk
kelerengan, koherensi, distorsi citra, studi
korelasi silang, dan proses pencocokan
titik ikat untuk saling melengkapi Pasangan citra TerraSAR-X dipilih
masing-masing kelemahan pada kedua sesuai metode interferometri SAR dan
metode serta mendapatkan akurasi radargrametri untuk pembuatan DEM
ketinggian yang lebih baik. masing-masing. Sesuai data TerraSAR-X
yang tertera pada Tabel 2-1, terdapat 2
2 METODOLOGI pasang data untuk metode
interferometri, yaitu dengan sudut
2.1 Data datang sekitar 21˚ dan 42˚. Perbedaan
dari kedua sudut datang tersebut
Data pada studi ini menggunakan menetukan distorsi geometri seperti
citra satelit TerraSAR-X/TanDEM-X layover, forshotening, dan shadow.
yang membawa sensor X-band SAR Semakin besar sudut dating, pada area
dengan frekuensi tinggi serta dapat yang tinggi (seperti pengunungan atau
dioperasikan dalam mode pencitraan bangunan tinggi) akan menyebabkan
fleksibel. Data diproduksi dalam format distorsi geometri pada objek semakin
Single-look Slant-range Complex (SSC) besar sehingga pasangan untuk
pada mode StripMap dengan polarisasi interferometri dipilih dengan sudut
HH di daerah sekitar Bandung. datang keduanya yang lebih kecil yaitu
Gambar 2-1 menunjukkan data 21.24˚ dan 21.32˚. Pasangan ini
penelitian secara spasial. Pasangan diakuisisi pada repeat pass orbit yang
DEM interferometri menggunakan data memiliki beda waktu akuisisi 11 hari.
dengan sapuan spasial hampir sama. Di Dengan syarat di atas, diperoleh

Tabel 2-1: SPESIFIKASI CITRA TERRASAR-X DAN TANDEM-X

Incid- Prod-
Product Acquisition Polariz-
No Mission ence uct Pass
Name Date ation
Angle Type
1 TDX1_SAR Stripmap 42,72 12 Juni 2018 SSC HH Ascending
2 TSX1_SAR Stripmap 42,75 23 Juni 2018 SSC HH Ascending
3 TDX1_SAR Stripmap 21,24 18 Juni 2018 SSC HH Ascending
4 TSX1_SAR Stripmap 21,32 07 Juni 2018 SSC HH Ascending
Sumber: Hasil pengolahan data

85
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 15 No. 2 Desember 2018: hal 83 - 92

baseline jarak dan waktu yang pendek. DEM dari metode InSAR dan
Kondisi ini cocok untuk pembuatan radargrametri.
DEM interferometri.
Pasangan citra untuk metode 2.2 Metode Penelitian
radargrametri dipilih dengan syarat
adanya perbedaan sudut datang yang Langkah-langkah yang digunakan
cukup besar, sehingga diperoleh kondisi untuk mengolah fusi DEM secara umum
membentuk citra stereo dari kedua citra dapat dilihat pada Gambar 2-2. Gambar
SAR tersebut. Kualitas DEM dari stereo- tersebut memaparkan kerangka
radargrammetri bergantung pada rasio penelitian mulai dari penggunaan data
ketinggian atau dari sudut perpotongan penelitian, urutan pembuatan masing-
dari pasangan citra (Leberl, 1990). masing DEM, faktor pembobotan, serta
Untuk memperoleh hasil geometri yang proses fusi sampai dengan analisis
baik, sudut perpotongan dari kedua perbandingan hasil DEM.
citra harus mempunyai paralaks yang
cukup utuk mendapatkan informasi 2.3.1 Metode Interferometri SAR
ketinggian. Namun, untuk mendapatkan
visualisasi yang baik, perbedaan sudut Metode Interferometri SAR untuk
yang kecil dibutuhkan (Yu et al., 2010). mendapatkan DEM dilakukan melalui
Perbedaan sudut yang optimal antara tahapan: co-registrasi dari kedua data
kedua citra berada sekitar 10-20˚ dengan akurasi sub-piksel, spektral
(d’Ozouville et al., 2008) atau sekitar 15- filtering, dan pembuatan interferogram.
25˚ (Hennig et al., 2010). Perbedaan Setelah mendapatkan interferogram,
waktu akuisisi menentukan tingkat dilakukan proses pengurangan phase
korelasi silang kedua citra. Idealnya ramp yang sesuai dengan bumi datar
kedua citra tersebut diakuisisi pada saat serta pembukaan fase (phase
yang sama. Pilihan pasangan pada unwrapping), selanjutnya konversi fase
penelitian ini memiliki perbedaan sudut ke ketinggian medan, dan diakhiri
datang masing masing 21.23˚ dan dengan geocoding.
42.72˚ dengan perbedaan waktu akuisisi Iluminasi dan penerimaan sinyal
sedekat mungkin, yaitu 6 hari, sehingga ke arah samping menyebabkan
proses radargrametri bisa optimal karakteristik geometri dan radiometri
dilakukan. tertentu dalam citra SAR. Di daerah
Proses fusi dilakukan dengan pegunungan, efek bayangan (shadow)
menggunakan data hasil pembuatan dan singgahan (layover) memengaruhi

Gambar 2-2: Diagram alir eksperimen fusi DEM

86
Modifikasi Digital Elevation Mode (DEM) … (Haris S. D. et al.)

DEM yang dihasilkan. Efek bayangan tinggi sebagai prasyarat sangat penting
disebabkan karena adanya area yang untuk dapat menentukan nilai
tidak terkena sinar radar akibat pembobotan tinggi atau rendah.
tertutup oleh geometri yang lebih tinggi Peta kesalahan tinggi dapat
daripada area tersebut (misalnya diproduksi dengan mempertimbangkan
gunung dan bangunan), sehingga tidak berbagai sumber kesalahan. Distorsi
ada sinar radar yang dikembalikan. geometri citra seperti singgahan (Bolter
Semakin besar sudut kejadian, maka et al., 1998) (Rossi et al., 2014) dan
efek bayangan juga semakin besar. Di bayangan (Prasath & Haddad, 2014)
sisi lain singgahan disebabkan oleh diberikan nilai pembobotan rendah.
lereng yang lebih curam daripada sudut Tingginya koherensi pada kedua
kejadian radar (misalnya pada sisi citra menunjukkan tidak adanya
depan gunung, bangunan). Lereng yang perubahan objek, sehingga akurasi nilai
cukup curam mengakibatkan proyeksi elevasi lebih tinggi. Sebaliknya,
terbalik pada slant range antara puncak koherensi yang rendah menunjukkan
dan bagian bawah objek (yang berada di rendahnya akurasi.
depan puncak). Puncak objek, diikuti Daftar pembobotan dari peta
area lereng akan melapisi (lays over) kesalahan ditampilkan di Tabel 2-2.
area di depannya sampai bagian bawah
objek. Tabel 2-2: KOMPONEN PEMBOBOTAN

2.3.2 Metode Stereo SAR Bayangan/singgahan Nilai pembobotan


kosong 0
Ekstraksi DEM menggunakan Data 1
metode radargrametri dilakukan dengan
Nilai kelerengan Nilai pembobotan
stereo image matching pada kedua citra.
0 – 10 % 1
Proses image matching diawali dengan 10 – 20 % 0.8
mendefinisikan gambar primer dan 20 – 30 % 0.6
gambar sekunder. Kemudian 30 – 40 % 0.4
dilanjutkan oleh tahap co-registrasi >= 40 % 0
yang dibantu oleh data DEM lainnya.
Pada tahap ini, ambang batas korelasi- Nilai koherensi Nilai pembobotan
silang dan resolusi spasial ditetapkan 1 – 0.8 1
pada angka tertentu. Selanjutnya 0.8 – 0.6 0.8
0.6 – 0.4 0.6
ground control points digunakan dalam
0.4 – 0.2 0.4
proses shift refinement and flattening 0.2 – 0 0.2
stage. Data elevasi didapatkan setelah
konversi pergeseran (shift) ke ketinggian Nilai korelasi silang Nilai pembobotan
dilakukan. 1 – 0.8 1
0.8 – 0.6 0.8
2.3.3 Pembobotan pada peta 0.6 – 0.45 0.6
kesalahan tinggi < 0.45 0
Sumber: Hasil pengolahan data
Keakuratan DEM yang diturunkan
secara regional dan tidak memiliki satu 2.3.4 Metode Fusi
nilai akurasi untuk seluruh scene
menarik untuk dilihat karena kualitas Suatu area pada koordinat yang
DEM yang berasal dari data satelit sama akan mendapatkan nilai elevasi
bervariasi dalam ketergantungan baru dari penggabungan metode InSAR
kecuraman medan dan kelas tutupan dan StereoSAR. Ketersediaan beberapa
lahan. Selanjutnya pada metode fusi pengukuran dari elevasi pada titik yang
DEM digunakan nilai pembobotan dari sama, akan meningkatkan akurasi
peta kesalahan tinggi untuk setiap DEM elevasi dari DEM fusi dari pada DEM
untuk memberikan hasil yang paling individu (Reinartz et al., 2005).
akurat. Pembuatan peta kesalahan

87
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 15 No. 2 Desember 2018: hal 83 - 92

Metode fusi dilakukan dengan


melakukan pembobotan pada citra DEM
hasil InSAR dan StereoSAR
sebagaimana yang telah dijelaskan pada
bagian 2.3.3. tentang pembobotan
kesalahan tinggi. Masing-masing DEM
hasil InSAR dan StereoSAR dihitung
nilai bobotnya untuk setiap piksel.
Kemudian, masing-masing bobot hasil
DEM InSAR dan StereoSAR dikalikan
dengan nilai masing-masing elevasi
pada target area yang kemudian dirata-
ratakan untuk mendapatkan nilai
elevasi baru yang merupakan hasil
penggabungan metode InSAR dan
StereoSAR. Gambar 2-3: Titik GPS sebagai referensi
Secara sederhana, langkah-langkah nilai ketinggian di area studi
metode fusi adalah sebagai berikut:
1. Set nilai latar, jika tidak ada Perbandingan hasil DEM yang telah
DEM dibuat baik metode InSAR,
2. Set nilai pembobotan radargrametri, maupun metode fusi
3. Set nilai ketinggian, jika pada yang diajukan dianalisis melalui proses
piksel tersebut hanya 1 DEM assessment akurasi menggunakan
4. Set nilai ketinggian rata-rata kesalahan (error) absolut, Root Mean
dengan pembobotan Square Error (RMSE), dan Linear
Error (LE95) menurut persamaan
𝜔1 ℎ1 +𝜔2 ℎ2
ℎ𝑜𝑢𝑡 = (1) (Du et al., 2015):
𝜔1 +𝜔2
∑|𝑍𝑔𝑝𝑠−𝑍𝑖|
Di mana: | 𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑍 | = (2)
𝑛

- ℎ1 nilai elevasi dari DEM 1 ∑(𝐸𝑟𝑟𝑜𝑟 𝑍)2


- ℎ2 nilai elevasi dari DEM 2 𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧 = √ (3)
𝑛
- 𝜔1 nilai pembobotan dari elevasi
DEM1 𝐿𝐸95 = 1.96 ∗ 𝑅𝑀𝑆𝐸𝑧 (4)
- 𝜔2 nilai pembobotan dari elevasi
DEM2 Di mana:
- 𝑍𝑖 Nilai ketinggian dari
eksperimen DEM
2.3.5 Uji Akurasi Ketinggian - 𝑍𝑔𝑝𝑠 Nilai ketinggian dari
pengukuran GPS
Hasil DEM pada metode InSAR, - 𝑛 Banyaknya titik pengukuran
StereoSAR serta penggabungan dari
kedua metode tersebut kemudian diuji
nilai ketinggiannya dengan hasil 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
observasi lapangan menggunakan GPS
Geo 7x yang terletak di 22 titik yang Ekstraksi DEM dilakukan
tersebar di area studi. Titik persebaran menggunakan kedua teknik di atas
data lapangan ini dapat dilihat pada dengan multilook pada arah azimuth 5x
Gambar 2-3. Observasi dilakukan pada dan slant range 5x untuk mereduksi
waktu yang hampir berdekatan dengan speckle pada pengolahahan
waktu akuisisi citra, sehingga nilai dari radargrametri, sehingga diperoleh
titik uji masih relevan untuk dijadikan elevasi DEM dengan resolusi spasial 12
referensi citra. Presisi dari pengukuran meter. Cakupan data yang digunakan
tersebut dari 20 cm sampai pada orde pada penelitian ini sebesar 30x50 km di
millimeter. daerah sekitar Bandung.
Gambar 3-1 (a) dan (b) menunjukkan
hasil ekstraksi DEM memiliki bercak
88
Modifikasi Digital Elevation Mode (DEM) … (Haris S. D. et al.)

menandakan pada daerah tersebut tidak


dapat diekstraksi nilai elevasinya. Nilai
elevasi yang tidak didapatkan
disebabkan oleh korelasi silang maupun
koherensi yang rendah, baik pada
metode StereoSAR maupun InSAR.
Metode fusi antara InSAR dan
StereoSAR dilakukan untuk menutupi
bercak yang terbentuk serta untuk
mendapatkan nilai elevasi yang lebih
akurat. Hasil DEM fusi InSAR dan
StereoSAR dapat dilihat pada Gambar
3-1 (c). Hasil tersebut merupakan
penggabungan dari dua DEM (InSAR
dan StereoSAR). Pada gambar tersebut
(a) dapat dilihat adanya pengurangan
bercak, hal ini terjadi karena kedua
DEM saling mengisi kekosongan elevasi
yang menjadi penyebab bercak-bercak
pada Gambar 3-1 (a) dan (b). Namun
hasil fusi DEM tersebut ternyata masih
terdapat sedikit bercak yang
menandakan bahwa kedua DEM sama-
sama tidak keluar nilai elevasinya.
Untuk mengisi kekosongan yang
terakhir ini bisa dilakukan dengan cara
interpolasi.
Gambar 3-2 menunjukkan profil plot
linier dari ketiga DEM. Plot diambil pada
area yang ada nilai elevasi di ketiga hasil
DEM, sehingga plotnya dapat
dibandingkan. Warna biru
(b) menunjukkan plot DEM dengan metode
InSAR, merah menggunakan StereoSAR,
dan hijau adalah hasil Fusi DEM
keduanya. Dengan sumbu x adalah
jarak dari pengambilan plot dan sumbu
y adalah nilai elevasi.

(c)
Gambar 3-2: Perbandingan profil plot
Gambar 3-1: Ketinggian dari DEM dari ketinggian tiga simulasi DEM
(a) InSAR (b) StereoSAR
(c) New DEM/ fusi Dari persamaan (1) (bagian 2.3.4)
tampak bahwa hasil fusi kedua DEM
tersebut akan menunjukkan hasil yang
nilainya selalu di antara nilai elevasi
DEM InSAR dan StereoSAR, yang
kemudian dibuktikan pada Gambar 3-2.
pada beberapa daerah yang 89
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 15 No. 2 Desember 2018: hal 83 - 92

Kecenderungan plot DEM Fusi ke DEM UCAPAN TERIMAKASIH


InSAR ataupun StereoSAR bergantung
pada besarnya pembobotan w1 dan w2 Penulis berterima kasih kepada Pusat
yang sebelumnya telah dijelaskan di Teknologi dan Data Penginginderaan
bagian 2.3.3. Jauh - LAPAN yang telah menyediakan
Hasil uji akurasi ketinggian pada data TerraSAR-X dan TanDEM-X.
DEM hasil penggabungan (fusi) metode Penelitian didanai oleh Kementerian
InSAR dan StereoSAR memiliki nilai Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi
kesalahan absolut sebesar 3.33 meter dengan Program Insentif Riset Sistem
dengan nilai Root Mean Square Error Inovasi Nasional Gelombang I Tahun
(RMSE) sebesar 4.69 meter. Anggaran 2018 Nomor 11/INS-
Sebagaimana yang dituangkan pada 1/PPK/E4/2018.
Tabel 3-1, nilai kesalahan absolut dari
uji akurasi ketinggian pada metode DAFTAR RUJUKAN
InSAR dan StereoSAR sebesar 6.81
meter dan 5.13 meter dengan RMSE Bolter, R., Gelautz, M., & Leberl, F. (1998).
sebesar 8.38 meter dan 6.76 meter. Geocoding in SAR Layover Areas. In
Terakhir nilai LE95 hasil InSAR, EUSAR ’98 (pp. 481–484). Germany:
StereoSAR, dan Fusi adalah 46.42, VDE Verlag GmbH.
13.24, dan 9.19 meter. Hal ini Crosetto, M., & Pérez, F. (2000).
menunjukkan adanya perbaikan akurasi Radargrametri and SAR interferometri
pada ketiga assessment akurasi for DEM generation: validation and
ketinggian terhadap masing-masing data fusion. SAR Workshop: CEOS
Committee on Earth Observation
metode (InSAR dan StereoSAR) saat
Satellites, 367–372. Toulouse.
dilakukan metode penggabungan (fusi)
d’Ozouville, N., Deffontaines, B.,
terhadap kedua metode tersebut.
Benveniste, J., Wegmüller, U.,
Violette, S., & de Marsily, G. (2008).
DEM generation using ASAR
Tabel 3-1: Uji akurasi ketinggian dibandingkan (ENVISAT) for addressing the lack of
dengan data lapangan (GPS Geodetic) freshwater ecosystems management.
Remote Sensing of Environment,
Kesalahan RMSE LE95 112(11), 4131–4147. Santa Cruz
absolut [m] [m] Island, Galapagos.
[m] https://doi.org/10.1016/j.rse.2008.0
InSAR 2.017
DEM 6.81 8.38 16.42 Du, X., Guo, H., Fan, X., & Zhu, J. (2015).
Stereo Vertical accuracy assessment of freely
DEM 5.13 6.76 13.24 available digital elevation models over
Fusi low-lying coastal plains. International
DEM 3.33 4.69 9.19 Journal of Digital Earth.
Sumber: Hasil pengolahan data https://doi.org/10.1080/17538947.2
015.1026853
Hennig, S. D., Koppe, W., Kiefl, N., &
4 KESIMPULAN Janoth, J. (2010). Digital Elevation
Modeling Using TerraSAR-X Stereo
Pembuatan DEM menggunakan Pairs. International Geoscience and
penggabungan metode InSAR dan Remote Sensing Symposium
StereoSAR menggunakan data (IGRASS). Hawaii.
TerraSAR-X/ TanDEM-X dengan Hoja, D. & d’Angelo, P. (2009). Analysis of
melakukan pembobotan pada peta DEM combination methods using high
kesalahan tinggi dari hasil DEM InSAR resolution optical stereo imagery and
dan StereoSAR telah berhasil dilakukan. interferometric SAR data. ISPRS
Hasil DEM penggabungan metode InSAR HighResolution Earth Imaging for
Geospatial Information Hannover. 02–
dan StereoSAR mempunyai resolusi
05. Hanover.
spasial sebesar 12m serta menunjukkan
Leberl, F. W. (1990). Radargrammetric
perbaikan nilai akurasi ketinggian image processing. Artech House.
absolut sekitar 2 dan 1.5 kali dari Norwood.
metode InSAR dan StereoSAR. Prasath, V. B. S., & Haddad, O. (2014).
Radar shadow detection in SAR
90
Modifikasi Digital Elevation Mode (DEM) … (Haris S. D. et al.)

images using DEM and projections. J. Berlin.


Appl. Remote Sens. 8(1). 083628. Yu, J. H., Li, X., Ge, L., Chang, H., &
https://doi.org/10.1117/1.JRS.8.083 Systems, S. I. (2010). Radargrametri
628 and Interferometri Sar for Dem. 15th
Reinartz, P., Müller, R., Hoja, D., Lehner, Australasian Remote Sensing &
M., & Schroeder, M. (2005). Photogrammetry Conference, 1212–
Comparison and fusion of DEM 1223. Alice Springs.
derived from SPOT-5 HRS and SRTM Zhao, Z., Zhang, J. X., Duan, M. Y.,
data and estimation of forest heights. Huang, G. M., & Yang, S. C. (2015).
European Association of Remote Combined DEM extraction method
Sensing Laboratories [Ed.]: from StereoSAR and InSAR.
Proceedings of the EARSeL Workshop International Archives of the
on 3D Remote Sensing. Porto, Photogrammetry, Remote Sensing
Portugal. and Spatial Information Sciences -
Rossi, C., Eineder, M., & Fritz, T. (2014). ISPRS Archives, 40(7W4). 231–234.
Detecting Building Layovers in a SAR Hawaii.
Interferometric Processor Without https://doi.org/10.5194/isprsarchive
External References. In EUSAR 2014; s-XL-7-W4-231-2015
10th European Conference on
Synthetic Aperture Radar (pp. 1–4).

91

You might also like