Professional Documents
Culture Documents
ABSTRAK ABSTRACT
Wargabinaan pemasyarakatan (WBP) diduga berisiko terinfeksi HIV selama Prisoners were assumed to have higher risk to be infected by HIV during
tinggal di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) their staying in prisons due to intravenous drug use and other risk
akibat menyuntik narkotika dan perilaku berisiko lainnya. Studi ini bertujuan behaviors. This study was aimed to know determinants increasing HIV risk
mengetahui determinan yang meningkatkan faktor risiko terinfeksi HIV infection among prisoners in Indonesia. Design of this study was systematic
di kalangan WBP di lapas/rutan di Indonesia. Rancangan studi adalah tinjauan literature review comprising and comparing 12 articles published in national
pustaka sistematik ( systematic literature review) yang merangkum dan or international journals using English or Bahasa since 2007 to 2017. The
membandingkan hasil studi dari 12 artikel yang diterbitkan sejak 2007- articles contained information about characteristics and determinants of
2017 di jurnal nasional/internasional berbahasa Inggris/Indonesia mengenai HIV among prisoners living in Indonesian prisons. Demographic
karakteristik dan determinan infeksi HIV pada populasi WBP yang tinggal characteristics of the subjects were majority male, age average of 30
di lapas/rutan di Indonesia. Karakteristik demografis WBP: umumnya laki- years (with range of 21-51 years), low education (high school or lower).
laki; usia rata-rata 30 tahun (rentang: 21-51 tahun); sebagian besar <=SMU; HIV prevalence rates among prisoners in some prisons varied from 10%
setengahnya menikah. Prevalensi HIV di kalangan WBP di beberapa to 56%. However, 3 (three) national surveys in years 2011, 2013, 2015
lapas: 10%-56%. T iga sur vei nasional tahun 2011, 2013, 2015 reported that the HIV prevalence rates among prisoners ranged from
menunjukkan prevalence rate antara 1,2% – 3%. Proporsi perilaku berisiko: 1,2% to 3%. Proportions of high risk behaviors: injecting narcotics (5% -
menyuntik narkotika (antara 5% - 66%), berbagi jarum suntik (28%-47%), 66%), sharing needles (28%-47%), unsafe sexual intercourse with other
kontak seksual tidak aman dengan sesama WBP (2%-13%), atau dengan prisoners (2%-13%), or with FSW/ females sex workers (96%), using tattoo
WPS (96%), pakai tattoo (2%-56%), atau tindik (5%-13%), minum alkohol (2%-56%), using piercing (5%-13%), alcohol drinking (47%). From the
(47%). Dari 3 survey yang sama tingkat prevalensi Sifilis antara 2,1%– 5%. three same national surveys, Syphilis prevalence rates were from 2,1% to
Determinan/faktor risiko terinfeksi HIV: menggunakan narkotika suntik 5%. Determinants of HIV infection: using intravenous drug (OR from 11,4
(OR antara 11,4 - 104,8), pakai tatoo (OR: 1,7 -2,4), pakai tindik (OR = 4,4), to 104,8), using tattoo (OR: 1,7 -2,4), using piercing (OR = 4,4), having
seks tidak aman (OR=1,9), terinfeksi Sifilis (OR=4,2). Faktor-faktor penting unsafe sex (OR=1,9), infected by Syphilis (OR=4,2). Important factors
yang meningkatkan risiko terinfeksi HIV di kalangan WBP di lapas/rutan increasing risk of HIV infection among prisoners living in Indonesian prisons
adalah penggunaan narkotika suntik, berbagi jarum suntik tidak steril, were intravenous drug use, sharing non-sterile needles, having unsafe
kontak seksual dengan sesama WBP &/ WPS, terinfeksi Sifilis dan memakai sex with other prisoners or with FSW, infected by Syphilis and using tattoo
tato/tindik. or piercing
Keywords : HIV, narkotika, jarum suntik, wargabinaan, lapas, rutan Keywords: HIV, narcotic or intravenous drug use, sharing needle, prisoner,
prison.
Pendahuluan
Sejak ditemukannya kasus pertama AIDS di In- dan didorong oleh populasi berisiko tinggi yang disebut
donesia pada tahun 1987, epidemi HIV & AIDS terus populasi kunci (key population) seperti WPS (wanita
berlanjut di Indonesia dan sekarang secara umum penjaja seks), waria, LSL (Laki-laki seks dengan laki-laki),
sudah mencapai fase kedua yaitu fase terkonsentrasi penasun (pengguna jarum suntik) dan laki-laki berisiko
(concentrated). Bahkan khusus di Tanah Papua (Propinsi tinggi yang merupakan pelanggan (client) dari WPS.
Papua dan Papua Barat) epidemi sudah memasuki tahap Khusus untuk populasi penasun, terjadi kenaikan
awal dari fase lanjut yaitu fase meluas ( generalized/
extended).Pada fase terkonsentrasi, epidemi HIV dipicu *Korespondensi: Mondastri Korib Sudaryo. Departemen Epidemioloogi Fakultas
Kesehatan Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat – 16424. Email:maqo19@gmail.com.
35
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia Vol. 3, No. 1, Juni 2019
36
S u d a r y o , Determinan yang Meningkatkan Risiko Terinfeksi HIV pada Wargabinaan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
di Indonesia: Studi T injauan Pustaka 2007-2017
No Penulis Jurnal/tahun Lokasi dan Tahun Studi/ Design Sampel/ Metoda Sampling
1&2 Blogg S, et.al SAGE Open 18 lapas (13 penjara+5 rumah tahanan) 900 napi laki-laki (dari 54,549
(2010) dan January-March 2014: 1–7 utk napi laki-laki dan 6 lapas (5 napi laki-laki) & 402 napi
Ministry of Justice dan penjara+1 rumah tahanan) utk napi perempuan (dari 3679 napi
& Human Rights Ministry of Justice & perempuan /2010/kros-seksional perempuan) / two-stage
(2010)4,5 Human Rights (2010) cluster random sampling
3 Culbert GJ, et.al. Drug Alcohol Depend . 1 Penjara narkotika dan 1 penjara non- 56 napi laki-laki HIV positif/
DAD 6 2015 April 1; 149: 71–79. narkotika di Jakarta/tahun2013- random sampling
2014/kros-seksional
4 Culbert GJ, et.al. Journal of the Association 1 Penjara narkotika dan 1 penjara non- 102 napi laki-laki HIV positif
JANAC 7 of Nurses in AIDS narkotika di Jakarta/tahun2013- usia >=18 tahun/ random
Care,Vol. 26, No. 6, 2014/kros-seksional sampling
November/December
2015, 743-757.
5 Kemkes RI8 Kemkes RI 2011 STBP (surveilens terpadu biologi perilaku) 2000 napi (warga binaan)
2013 di beberapa lapas di 5 kota (Batam, dipilih dg simple random
Jakarta pusat, Semarang, Malang dan sampling
Denpasar) / kros-seksional
6 Kemkes RI1 Kemkes RI 2014 STBP (survey terpadu biologi perilaku) 1197 napi (warga binaan)
2013 di beberapa lapas di 3 kota dipilih dg simple random
(Pontianak, Samarinda, Bengkulu) / kros- sampling
seksional
7 Kemkes RI9 Kemkes RI 2015 STBP (survey terpadu biologi perilaku) 1197 napi (warga binaan)
2015 di beberapa lapas di 5 kota (Batam, dipilih dg simple random
Jakarta pusat, Semarang, Malang dan sampling
Denpasar) / kros-seksional
8 Muhit, et.al. 10 Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 Rumah Tahanan (Rutan) 60 narapidana dengan
Oktober 2012: 116–120 Kelas I Surabaya/ mix: kros-seksional dan sampling purposif
kualitatif
9 Nelwan EJ, et.al11 Tropical Medicine and Penjara Banceuy 737 napi (dari 1774 napi)/
International Health / 2010 Bandung/tahun2007/kros-seksional random sampling
10 Nuzzilah NA & Jurnal of Health Lapas Kelas I Semarang Tahun 2015/ 65 orang narapidana (dari 203
Sukendra, DM 12 Education, 2017 kros-seksional napi) yang dipilih dengan
simple random sampling
11 Rahmah, A, International journal of Lapas Wanita Bulu, Semarang; Lapas 69 napi perempuan
et.al.13 prisoner health. VOL. Anak Wanita, Tangerang; Lapas
10 NO. 4 2014, pp. Wanita Malang, East Java; Rutan
252-261, C Emerald Medaeng, East Java; Rutan Pondok
Group Publishing Bambu, Jakarta; Lapas
Limited, ISSN 1744- Wanita, Bandung; and Lapas/Rutan
9200 Kerobokan, Bali. / kros-seksional
12 Sawitri, AAS, International journal of Penjara Kerobokan Bali/tahun2009/kros- 230 (dari 608 napi)
et.al14 prisoner health / 2016 seksional napi/ random sampling
*urutan sesuai abjad
Umumnya warga binaan telah tinggal di lapas dengan NAPZA (rata-rata berkisar dalam rentang yang cukup
lama rata-rata yang cukup bervariasi yaitu antara 9 lebar yaitu antara 5% sampai 66%), berbagi jarum suntik
bulan-28 bulan. Rangkuman ke 12 artikel tentang (28%-47%), kontak seksual yang tidak aman dengan
proporsi HIV positif dan perilaku menggunakan narkoba sesame warga binaan (2%-13%), kontak seksual yang
suntik (NAPZA) di kalangan warga binaan sebagaimana tidak aman dengan WPS (96%), pakai tattoo (2%-56%),
dapat dilihat dalam Table.3. Tampak bahwa proporsi HIV pakai tindik (5%-13%), minum alkohol (47%).
positif di kalangan napi/warga binaan di beberapa lapas Terkait tentang determinan yang berhubungan
narkoba adalah berkisar antara 10%-56%. Namun dengan infeksi HIV di kalangan waga binaan
secara umum, dari 3 survei besar nasional dalam 3 Table.4menunjukkan dari 12 artikel yang terpilih, hanya
periode waktu yang berbeda di beberapa lapas di 3 artikel yang menyuguhkan analisis hubungan infeksi
beberapa kota besar menunjukkan bahwa tingkat HIV dengan determinannya. Diantara determinannya,
prevalensi (prevalence rate) berkisar antara 1,2% – faktor-faktor berikut ini meningkatkan risiko terinfeksi
3%.1,8,9 Dari 3 survey besar yang sama dilaporkan tingkat HIV di kalangan warga binaan: pernah menggunakan
prevalensi Sifilis berkisar antara 2,1% – 5%. narkoba suntik (OR berkisar antara 11,4 dan 104,8),
Dari table yang sama juga tampak bahwa pakai tatoo (OR antara 1,7 dan 2,4) pakai tindik (OR =
perilaku yang ditemukan adalah pernah menyuntik 4,4), seks tidak aman (OR=1,9), sudah terinfeksi Sifilis
(OR=4,2).
37
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia Vol. 3, No. 1, Juni 2019
38
S u d a r y o , Determinan yang Meningkatkan Risiko Terinfeksi HIV pada Wargabinaan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
di Indonesia: Studi T injauan Pustaka 2007-2017
Tabel 4. Ringkasan Perbandingan Hasil Analisis Hubungan Hasil telaah menunjukkan kar akteris tik
an tar a Pe rila ku Pena sun dan Infeks i HI V M enur ut Jurn al demografis warga binaan sebagai berikut: populasi laki-
Ilmiah yang Ditelaah laki berusia muda antara 20an sampai 30an, sekitar
No P e n u lis H a s il setengahnya berusia 30 tahun ke atas, sebagian besar
1 & B lo g g S, - H u b u n g a n a n t a r a p e r n a h n y u n t ik berpendidikan SMU ke bawah dan hampir setengahnya
2 e t .a l (2 0 1 0 ) ID U d a n in f e k s i H IV : O R = 1 1 .4 ;
dan 9 5 % C I [2 .2 - - 5 9 .1 ] berstatus menikah.
M in is t r y of - H u b u n g a n a n t a r a p e r n a h t in d ik Terkait dengan infeksi HIV dan IMS, beberapa
J u s t ic e & d ip e n ja r a d a n in f e k s i H IV : O R = 4 ,4 ;
hasil sur vei kecil dalam studi kajian pustaka ini
H um an 9 5 % C I [1 – 2 1 ,3 ]
R ig h t s - H u b u n g a n a n t a r a “ d iv o n is s e b a g a i menunjukkan tingginya proporsi HIV positif atau
(2 0 1 0 ) p e n g g u n a n a r k o b a ” d a n in f e k s i prevalensi di kalangan napi/warga binaan di beberapa
H IV :
- O R = 5 ,8 ; 9 5 % C I (1 ,3 – 2 6 ,8 )
lapas, khususnya di lapas narkoba yaitu berkisar antara
- H u b u n g a n a n t a r a in f e k s i S if ilis d a n 10%-56%. Kemungkinan hal ini disebabkan upaya/
in f e k s i H IV : a d ju s t e d O R = 4 ,2 ; program pencegahan HIV di negara berkembang yang
9 5 % C I (1 ,4 – 1 2 ,3 )
- H u b u n g a n a n ta ra p e rn a h ta to o
khusus pada populasi narapidana masih lemah, lebih
d a n in f e k s i H IV : a d ju s t e d O R = 2 ,4 ; lemah dibandingkan program pada populasi masyarakat
9 5 % C I (0 ,9 6 — 6 ,4 ) umum disekitar penjara.15 Dalam skala yang lebih luas,
- H u b u n g a n a n ta ra p e rn a h p e rn a h
p a k a i o b a t ile g a l d a n in f e k s i H IV : secara umum, dari 3 survei besar nasional di beberapa
a d ju s t e d O R = 1 ,7 ; 9 5 % C I ( 0 ,5 — lapas dari kota besar terpilih, dalam 3 periode waktu
5 ,1 ) yang berbeda menunjukkan bahwa tingkat prevalensi
3 N e lw a n E J, - H u b u n g a n a n t a r a ID U d a n in f e k s i
e t .a l (2 0 1 0 ) H I V : a d ju s t e d O R = 1 0 4 .8 ; 9 5 % C I (prevalence rate) belum terlalu tinggi, yaitu berkisar
( 3 0 .9 – 3 5 5 .3 ) s e t e la h d ik o n t r o l antar a 1,2% – 3% 1,8,9 . Namun tetap saja angka
r iw a y a t d p e n ja r a s e b e lu m n y a ,
prevalensi HIV ini di kalangan populasi narapidana/
p e n g g u n a a n ta tto o , u m u r, k o n ta k
s e k s t id a k a m a n d e n g a n W P S warga binaan jauh lebih tinggi dari pada angka
- H ubungan a n ta ra T a to o dan prevalensi pada populasi umum HIV di Indonesia yang
in f e k s i H I V : a d ju s t e d O R = 1 .7 4 ;
95% C I(0 .7 1 – 4 .2 3 ) s e t e la h
masih dalam fase epidemi terkonsentrasi (concentrated
d ik o n t r o l r iw a y a t d ip e n ja r a epidemic).9 Fakta tentang jauh lebih tingginya angka
s e b e lu m n y a , ID U , u m u r , k o n t a k prevalensi di kalangan populasi narapidana di banyak
s e k s t id a k a m a n d e n g a n W P S ;
- H u b u n g a n a n ta ra k o n ta k se k s
negara dibandingkan populasi umum termasuk di
t id a k a m a n d e n g a n W P S d a n Indonesia, sesuai dengan temuan dalam kajian pustakan
in f e k s i H I V : a d ju s t e d O R = 1 .8 7 ; ini, membuktikan bahwa populasi narapidana/ warga
95% CI ( 0 .4 8 – 7 .4 ) s e t e la h
d ik o n t r o l r iw a y a t d p e n ja r a binaan adalah juga merupakan populasi kunci yang
s e b e lu m n y a , ID U , u m u r , T a t o o penting dalam penyebaran HIV di Indonesia3,16.
*urutan sesuai abjad Dari 3 survey besar yang sama, diketahui tingkat
prevalensi Sif ilis berkisar antara 2,1% – 5% dengan
Diskusi kecenderungan yang menurun sejak dari 2011-2015,
yaitu 5% (2011), 3,5% (2013) dan 2,1% (2015).1,8,9
Dalam penelusuran pustaka tentang infeksi HIV Terkait risiko terinfeksi HIV, hepatitis dan PMS
yang dikaitkan dengan penggunaan narkotika suntik di (penyakit menular seksual), populasi warga binaan
kalangan warga binaan (narapidana/napi) di Indonesia dapat memiliki risiko yang lebih tinggi dari pada populasi
kami tidak banyak menemukan artikel yang diterbitkan umum melalui perilaku penggunakan narkotika suntik
di jurnal ilmiah internasional berbahasa Inggris. Sejauh (dengan cara berbagi jarum suntik dengan sesama
yang sudah kami telusuri, kami menemukan 12 artikel warga binaan), dan perilaku berisiko lainnya seperti
dan 2 diantara 12 artikel tersebut berisi laporan studi kontak seksual dengan WPS, kontak seksual dengan
yang sama yang diterbitkan dalam bahasa Inggris dan sesama warga binaan di lapas, membuat tattoo dan
Indonesia yang menjadi subyek telaah dan tindik serta minum alkohol 3. Dalam studi tinjauan
perbandingan dalam studi tinjauan pustaka ini Namun pustaka ini perilaku menggunakan narkotika suntik
ada kemungkinan masih ada studi-studi semacam ini berkisar antara 5% sampai 66%. Fakta ini masih lebih
telah diterbitkan di beberapa jurnal nasional berbahasa rendah dari estimasi yang memperkirakan persentase
Indonesia yang belum sempat diakses. Keseluruhan penggunaan narkotika suntik di kalangan narapidana
studi yang termuat dalam 12 artikel yang ditelaah adalah Indonesia mencapai 70%.3 Bukan tidak mungkin bahwa
populasi warga binaan (narapidana/ napi) di berbagai angka persentase penggunaan narkotika suntik yang
lapas/ rutan di wilayah Indonesia yang telah diteliti resmi terlaporkan di kalangan narapidan di lapas/
dengan menggunakan desain kros-seksional (survei) penjara di Indonesia bersifat under-reported karena
dengan besar sampel yang sangat bervariasi. masalah penggunaan narkotika suntik di penjara/ lapas
39
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia Vol. 3, No. 1, Juni 2019
merupakan hal yang tidak mudah diungkap secara mendahului status infeksi HIVnya. Keterbatasan lainnya
terbuka. Sebagai perbandingan, hasil studi tinjauan adalah bahwa studi kepustakaan ini hanya merangkum
pustaka dari 22 studi di negara-negara di Eropa dan 12 studi yang belum tentu dapat mewakili karakteristik
Amerika yang sudah maju, hampir semua menunjukkan warga binaan di lapas lainnya yang belum diteliti. Bias
proporsi penggunaan jarum suntik bersama (sharing infomasi juga dapat terjadi disebabkan sulitnya atau
needle) yang sangat tinggi antara 60% dan 94%.16 enggannya para narapidana sebagai subyek studi untuk
Dalam studi kajian pustaka ini faktor-faktor menceritakan secar a jujur riwayat penggunaan
perilaku berisiko tersebut di atas terbukti meningkatkan narkotika suntik serta perilaku berisiko lainnya yang
risiko terinfeksi HIV bagi para warga binaan/ napi di terkait dengan risiko terinfeksi HIV seperti perilaku
lapas tempat studi dilakukan. Khusus faktor perilaku seksual mereka. Perilaku penggunaan narkotika di
menggunakan narkotika suntik, pengaruhnya sangat Indonesia masih merupakan hal yang sangat tabu untuk
kuat dan bermakna secara statistic terhadap risiko diungkap karena sangat terkait dengan stigma dan
terkena infeksi HIV sebagaimana tampak dari OR dari 3 ancaman hukuman pidana (mengingat penggunaan
studi sebesar OR=11.4; (95% CI: 2.2 — 59.1) dan narkotika di Indonesia di kalangan para pecandu masih
adjusted OR=104.8 (95% CI: 30.9–355.3) setelah dianggap perbuatan melanggar hukum)
dikontrol riwayat dipenjara sebelumnya, penggunaan Khusus terkait analisis statistik untuk melihat dan
tattoo, umur, kontak seks tidak aman dengan WPS menguji hubungan/asosiasi antara penggunaan
(wanita pekerja seks). Pengaruh penggunaan narkotika narkotika suntik dengan infeksi HIV dikalangan napi di
suntik terhadap risiko terinfeksi HIV di dalam penjara lapas atau rutan di Indonesia, ternyata masih sedikit yang
dari ke dua hasil studi ini konsisten/sejalan dengan kami temukan dalam artikel yang dupublikasikan di
beberapa hasil studi di kalangan warga binaan jurnal internasional. Dalam hal ini kami hanya
(narapidana) di luar negeri. Banyak studi di berbagai menemukan 3 artikel yang mengkaji dan menyajikan
negar a di dunia menyatakan bahwa disamping hubungan (asosiasi) tersebut.
kenyataan adanya narapidana yang telah terinfeksi
sebelum masuk penjara, risiko terinfeksi HIV di dalam Simpulan dan Saran
penjara/ lapas sangat besar khususnya melalui perilaku
menyuntik narkotika dan penggunaan jarum suntik Populasi wargabinaan (narapidana) di lapas
bersama-sama narapidana lain (sharing needle) yang adalah juga merupakan salah satu populasi kunci yang
sdh terkontaminasi HIV serta perilaku seks yang tidak penting dalam penyebaran HIV di Indonesia. Perilaku
terlindungi (unprotected sex).17,18 menggunakan narkotika suntik, pengaruhnya sangat
Disamping rentan tergoda atau terpengaruh kuat dan bermakna secara statistik terhadap risiko
untuk menggunakan jarum suntik, napi juga rentan terkena infeksi HIV. Secara keseluruhan, faktor-faktor
terlibat dengan kontak seksual tidak aman. Hasil studi (determinan) yang dapat meningkatkan risiko terinfeksi
juga menunjukkan adanya hubungan antara kontak HIV secara bermakna di kalangan para wargabinaan di
seks tidak aman dan infeksi HIV. Di kalangan penasun lapas/ rutan di Indonesia adalah: berbagi jarum suntik
termasuk napi yang tinggal di lapas narkoba, trias tidak steril, kontak seksual dengan WPS dan sesama
interaksi seks-drug-alcohol juga dapat berlaku. warga binaan, terinfeksi PMS (khususnya sifilis) dan
Secara khusus perlu diperhatikan juga adanya memakai tato dan tindik.
hubungan yang erat antara infeksi Sifilis dan infeksi HIV
(adjusted OR= 4,2; 95% CI (1,4–12,3)). Hal ini sudah
merupakan fakta yang banyak terbukti dari berbagai
studi lain yang menunjukkan adanya ko-infeksi yang Referens i
sinergistik antara PMS (penyakit menular seksual)
khusunya Sifilis dan gonorhoea (GO) dan infeksi HIV, 1. Kementerian Kesehatan RI (Kemkes RI). Sur vei Ter padu
biologi Perilaku (2013). Jakarta; 2014.
sebagaimana yang ditunjukkan sebuah studi di Amerika 2. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS).
yang membuktikan adanya pengaruh yang kuat dari The GAP report 2014. 2014.
infeksi Sifilis (OR=5,8; 95% CI: 1,1-32,3) dan gonorea/ 3. Penal Reform International. Global Prison Trends 2015.
GO (OR=17; 95% CI: 2,6-111,4) terhadap risiko terinfeksi London; 2015.
HIV.18 4. Blogg S, Utomo B, Silitonga N, Hidayati D, Sattler G. Indonesian
Keterbatasan studi ini adalah bahwa semua studi National Inmate Bio-Behavioral Survey for HIV and Syphilis
Prevalence and Risk Behaviors in Prisons and Detention
ini dilakukan dengan desain krods-seksional (cross-sec- Centers, 2010. SAGE Open. 2014;
tional) yang rentan dengan berbagai bias, terutama bias 5. Ministry of Justice and Human Right. HIV and Syphilis
seleksi temporal ambiguity dimana tidak dapat dipastikan Prevalence and Risk Behaviour Survey Among Prisoners in
bahwa perilaku menggunakan narkotika suntik memang Prisons and Detention Centres in Indonesia. Jakarta; 2010.
40
S u d a r y o , Determinan yang Meningkatkan Risiko Terinfeksi HIV pada Wargabinaan Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan
di Indonesia: Studi T injauan Pustaka 2007-2017
6. Culber t G, Waluyo A , Iriyanti M, Muchr ansyah A , 13. Rahmah A, Blogg J, Silitonga N, Aman M, Power R. The
Kamarulzaman A, Altice F. Within-prison drug injection Health of Female Prisoners in Indonesia. . Int J Prison Heal.
amongHIV-infected male prisonersi n Indonesia: A highly 2014;10(4):252–61.
constrained choice. Drug Alcohol Depend. 2015;71–9. 14. Sawitri A, Hartawan A, Craine N, Sari A, Septarini N, Wirawan
7. Culbert G, Earnshaw V, Wulanyani N, Wegman M, Waluyo D. Injecting drug use, sexual risk, HIV knowledge and harm
A, Altice F. Correlates and Experiences of HIV Stigma in reduction. Uptake in a Large Prison in Bali, Indonesia. Int J
Prisoners Living with HIV in Indonesia: A Mixed-Method Prison Health. 2016;12(1):27–38.
Analysis. J Assoc Nurse AIDS Care. 2015;26(6):743–57. 15. Dolan KK, Moazen B, Noori A, Rahimzadeh S, Farzadfar F,
8. Kementerian Kesehatan RI (Kemkes RI). Surveilens Terpadu Harigac F. People who inject drugs in prison: HIV prevalence,
biologi Perilaku (2011). Jakarta; 2011. transmission and prevention. Int J Drug Policy. 2015;
9. Kementerian Kesehatan RI (Kemkes RI). Survei Terpadu 16. Jurgens R, Ball A, Verster A. Interventions to reduce HIV
biologi Perilaku (2015). Jakarta; 2015. transmission related to injecting drug use in prison. Lancet
10. Muhith A, Prasetyaning L, Nursalam. Voluntary Counseling Infect Dis. 2009;19.
And Testing (VCT) HIV – AIDS Pada Tahanan Di Rumah 17. World Health Organization. Evidence for Action Technical
Tahanan Negara Kelas I Surabaya (Voluntary Counseling Papers. Effectiveness of Interventions To Address HIV In
and Testing (VCT) to Prisoner in Class I Prison of Surabaya). Prisons. 2007.
J Ners. 2012;7(2):116–20. 18. Zetola N, Bernstein K, Wong E, Louie B, Klausner J. Exploring
11. Nelwan E, Crevel R, Alisjahbana B, Indrati A, Dwiyana R, the relationship between sexually transmitted diseases and
Nuralam N, et al. Human immunodeficiency virus, hepatitis HIV acquisition by using different study designs. J Acquir
B and hepatitis C in an Indonesian prison: prevalence, risk Immune Def ic Syndr. 2009;50(5):546–51
factors and implications of HIV screening. Tropical Medicine
and International Health. Trop Med Int Heal.
2010;15(12):1491–8.
12. Nuzzillah N, Sukendra D. Analisis Pengetahuan dan Sikap
Narapidana Kasus Nark oba Terhadap Perilaku Berisik o
Penularan HIV/AIDS. J Heal Educ. 2017;2(1).
41
Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia Vol. 3, No. 1, Juni 2019
42