Professional Documents
Culture Documents
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
1. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi khususnya teknologi konstruksi, muncul konsep baru
mengenai bangunan tahan gempa. Gagasan dari konsep ini ialah bangunan tahan gempa tidak didesain
dengan memperkuat tahanan strukturnya terhadap gaya gempa, melainkan bagaimana cara mereduksi
gaya gempa yang bekerja pada bangunan tersebut atau menambah suatu sistem struktur yang dikhususkan
untuk menyerap sebagian energi gempa yang masuk kebangunan dan hanya sebagian kecil (sisanya)
dipikul oleh komponen struktur bangunan tersebut. Sistem struktur yang mampu mereduksi gaya gempa
ini dikenal dengan nama base isolator atau isolasi seismic (Erista D, 2011). Tujuan dari penelitian ini
mengevaluasi respon struktur akibat pengaruh penggunaan base isolator pada struktur gedung sebagai
alternatif pereduksi beban gempa. Hasil penelitian ini dibandingkan dengan respon struktur fixed base.
169
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perencanaan Berbasis Kenerja (Performance Based Design)
Menurut dewobroto (2005), bangunan pada daerah rawan gempa harus direncanakan mampu
bertahan terhadap gempa. Trend perencanaan yang terkini adalah performance based seismic design,
yang memanfaatkan teknik analisis nonlinear berbasis komputer untuk menganalisis perilaku inelastis
struktur dari berbagai macam intensitas gerakan tanah (gempa). Sehingga dapat diketahui kinerja pada
kondisi kritis. Selanjutnya dapat dilakukan tindakan bilamana tidak memenuhi persyaratan yang
diperlukan. Mengacu pada FEMA (Federal Emergency Management Agency) 273 (1997) yang menjadi
acuan klasik bagi perencanaan berbasis kinerja maka kategori level kinerja struktur, adalah IO (Immediate
Occupancy), LS (Life-Safety), CP (Collapse Prevention). Tingkat kinerja struktur yang diatur dalam
ATC40 (Aplplied Technology Council-40) adalah seperti pada Tabel 1.
Tabel 1
Tingkat Kinerja Struktur Menurut ATC40
Immediate
Interstory drift limit Damage Control Life safety Structural Stability
Occupancy
Maximum Total Drift 0.01 0.01-0.02 0.02 0.33 Vi/Pi
Maximum Inelastis Drift 0.005 0.005-0.015 No Limit No Limit
Sumber : ATC40
170
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
Menurut Naeim, F dan Kelly, J.M (1999), LRB adalah salah satu jenis base isolator yang telah
dikembangkan untuk memproteksi struktur dari bahaya gempa. LRB merupakan base isolator jenis
elastomeris rubber bearing yang terdiri dari beberapa lapisan karet alam atau sintetik yang mempunyai
nisbah redaman kritikal antara 2%5%. Dalam analisis struktur, LRB dapat dimodelkan sebagai model
bilinier dengan tiga (3) parameter yang menentukan karakteristik mekanisme dari LRB, yaitu: kekakuan
awal (K1), kekakuan pasca leleh (K2), dan kekakuan leleh dari inti timah (Q) seperti pada Gambar 2.
K1 memiliki nilai kekakuan yang cukup besar dan direncanakan untuk beban angin dan gempa kecil.
Nilai K1 sulit diukur dan biasanya diambil secara empiris dari kelipatan K2. Pada umumnya nilai K1
mencapai 6 s/d 10 kali kekakuan K2. Nilai K2 dapat diperkirakan secara akurat dari modulus geser karet
dan desain bearing.
Rasio antara K2 dengan K1 disebut post yield stiffness ratio (’) ditulis dengan Persamaan berikut:
𝛼 ′ = 𝐾2 ⁄𝐾1 (1)
Variasi nilai post yield stiffness rasio mempengaruhi K1, K2, dan kekauan efektif (Keff), sehingga
respon struktur yang dihasilkan akan bervarisi tergantung dari nilai post yield stiffness ratio yang
digunakan.
171
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
𝑄
𝐾𝑒𝑓𝑓 = 𝐾2 + 𝐷 (2)
Menurut Anonim (2012), penentuan simpangan antar lantai tingkat desain () harus dihitung sebagai
perbedaan defleksi pada pusat massa tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau seperti pada Gambar 3.
Apabila tidak terletak segaris dalam arah vertikal, diizinkan untuk menghitung defleksi di tingkat dasar
berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat diatasnya.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Geometri Model
Gedung yang dianalisis merupakan bangunan gedung beton bertulang SRPMK 10 lantai dengan
tinggi setiap lantai 4 m. Pemodelan struktur dilakukan terhadap 2 kondisi yaitu, struktur gedung fixed
base dan base isolated. Fungsi gedung adalah untuk perkantoran dengan berjarak 5 km dari pantai,
diasumsikan terletak di Kota Banda Aceh dan bangunan terletak di kelas situs SD (tanah sedang). Gambar
geometri denah gedung ditunjukkan pada Gambar 4. Pemodelan struktur bangunan gedung dilakukan
dengan program SAP2000 v.19. Pada struktur base isolated terdiri dari 4 model dengan variasi nilai
kekakuan pasca leleh (𝐾2 ) seperti diuraikan pada Tabel 2.
172
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
Keterangan:
GTB : Struktur fixed base
GBI 1 : Struktur dengan base isolator tipe 1
GBI 2 : Struktur dengan base isolator tipe 2
GBI 3 : Struktur dengan base isolator tipe 3
GBI 4 : Strukturdengan base isolator tipe 4
Penambahan parameter pada LRB dilakukan dengan kekakuan pasca leleh (K2) berdasarkan data
LRB yang digunakan. variasi nilai K2 yang digunakan adalah 0,7; 1,00; 1,20; dan 1,20 denagan ’ adalah
0,2. Simulasi pemodelan parameter LRB adalah seperti pada Tabel 2.
173
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
3,000
2,500 2,623
2,000 GTB 2,533 2,490 2,421
1,798
1,500
Perioda (s)
1,000
0,500
0,000
- 0,500 1,000 1,500
Kekakuan Pasca Leleh, K2 (kN/mm)
Fixed base
Base isolator…
Gambar 5. Grafik periode struktur fixed base dan base isolated dengan variasi nilai 𝑘2
Gambar 6 dan 7 menampilkan grafik perbandingan displacement struktur fixed base dan base
isolated. Displacement pada lantai dasar sruktur base isolated memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan srtuktur bangunan fixed base. Pada struktur fixed base dasar bangunan tidak terjadi
perpindahan karena ditahan oleh pondasi. Displacement terbesar pada GTB yaitu sebesar 0.343 m dalam
arah y, sedangkan pada struktur base isolated pada GB I yaitu 0.387 m dalam arah x.
10
9 ' = 0.20
8
7
6
Lantai
5 GTB
4 GBI 1 (K2 = 0.70)
3 GBI 2 (K2 = 0.10)
2 GBI 3 (K2 = 1.20)
1 GBI 4 (K2 = 1.40)
0
0,0000 0,1000 0,2000 0,3000 0,4000
Displacement (m)
Gambar 6. Displacement Arah x
10
9 ' = 0.20
8
7
6 GTB
5
Lantai
174
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
Interstory drift dianalisis berdasarkan nilai target perpindahan yang telah diperoleh kemudian
dievaluasi berdasarkan persyaratan SNI 1726 2012. Perbandingan interstory drift arah x dan y struktur
fixed base dan base isolated dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9. Interstory drift lantai 1 dan 2 struktur
base isolated variasi nilai 𝐾2 lebih besar dari struktur fixed base. Pada lantai 3 sampai 10 interstory drift
struktur base isolated lebih kecil daripada struktur fixed base.
Hal ini dipengaruhi oleh adanya perpindahan dasar pada struktur akibat penggunaan base isolator.
Bangunan yang menggunakan base isolator memiliki nilai interstory drift lebih mendekati nol dari pada
struktur fixed based. Interstory drift maksimum struktur fixed base terjadi pada lantai 4 dan struktur base
isolated terjadi pada lantai 1. Dari hasil perhitungan interstory drift untuk struktur fixed base dan base
isalated untuk masing-masing model memenuhi persyaratan yang diizinkan SNI17262012.
11
10 ' = 0.20
9
8
7
6 GTB
5 GBI 1 (K2 = 0.70)
GBI 2 (K2 = 1.00)
Lantai
4
3 GBI 3 (K3 = 1.20)
2 GBI 4 (K2 = 1.40)
1 SNI-1726-2012
0
0,0000 0,0200 0,0400 0,0600 0,0800 0,1000
11
10 ' = 0.20
9
8
7
Lantai
6
5 GTB
4 GBI 1 (K2 = 0.70)
3 GBI 2 (K2 = 1.00)
2 GBI 3 (K2 = 1.20)
1 GBI 4 (K2 = 1.40)
0 SNI-1726-2012
0,0000 0,0200 0,0400 0,0600 0,0800 0,1000
Interstory Drift (m)
Eveluasi kinerja menurut ATC40 berdasarkan nilai maksimum interstory drift seperti pada Tabel 1.
Interstory drift masksimum arah x dan y pada struktur fixed base dan base isolated dapat dilihat pada
Tabel 3. Mengacu pada ATC40 nilai interstory drift maksimum pada struktur fixed base dan base
isolated untuk arah x da y berada pada nilai 0.01 m 0.02 sehingga kinerja struktur berada pada level
Damage Control.
175
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
Tabel 3
Tingkat Kinerja Struktur Fixed Base dan Base Isolator Berdasarkan ATC40
ATC40
Model Struktur K2 Maksimum interstory Drift (m) Kriteria Kinerja Struktur
Arah x Arah y
Fixed base GTB - 0.013 0.014
GBI 1 0.700 0.016 0.018
GBI 2 1.000 0.015 0.016 Damage Control
Base isolated
GBI 3 1.200 0.016 0.016
GBI 4 1.400 0.016 0.016
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh seperti pada Gambar 7 menunjukkan penggunaan base
isolator dapat memperpanjang periode struktur bangunan. Peride struktur fixed base adalah 1.798 s
sedangkan pada strukur gedung base isolated (GBI 1; GBI 2; GBI 3; GBI 4) mengalami penurunan
seiring dengan peningkatan nilai 𝐾2 . Penurunan nilai periode seiring dengan meningkatnya 𝐾2
menunjukkan semakin kaku suatu struktur maka periode semakin kecil. Peningkatan periode struktur
menyebabkan interstory drift dan gaya gempa yang bekerja pada bangunan menjadi lebih kecil.
Tabel 4
Peningkatan Periode Struktur Bangunan
K2
No. Model Struktur Perioda Peningkatan perioda
kN/mm (s) kali
1 Fixed base GTB - 1.798
2 GBI 1 0.700 2.623 1.459
3 GBI 2 1.000 2.533 1.409
Base isolated
4 GBI 3 1.200 2.490 1.385
5 GBI 4 1.400 2.421 1.347
Pada lantai dasar bangunan base isolated memiliki displacement yang lebih besar daripada bangunan
fixed base. Pada bangunan fixed base tidak terjadi perpindahan karena dasar bangunan ditahan oleh
pondasi. Perpindahan dasar pada bangunan dengan base isolator terjadi karena LRB yang terletak didasar
bangunan base isolator memiliki kekakuan yang lebih kecil dan sangat fleksibel dalam arah horizontal.
Displacement yang terjadi dalam arah x dan y ditinjau pada lantai 3 dan 6. Pada lantai 3 displacement
bangunan masih besar akibat perpindahan dasar bangunan oleh base isolator dibandingkan dengan
bangunan fixed base. Pada ke-6 nilai perpindahan pada tiap lantai bangunan base isolator tidak besar,
menandakan bentuk displacement tidak lagi mengikuti efek gempa.
Pemakaian base isolator pada bangunan akan memperbesar deformasi pada lantai dasar namun
memperkecil perbedaan simpangan tiap lantai, sehingga membuat bangunan bergerak sebagai satu
kesatuan struktur yang kaku ketika terjadi gempa. Hasil analisis top displacement diperoleh bahwa
bangunan base isolator dibandingkan dengan bangunan fixed base maka nilai displacement dapat
direduksi rata-rata mencapai 21.93% untuk arah x dan 18.506% pada arah y,
Berdasarkan Gambar Gambar 8 dan 9 interstory drift terbesar terjadi pada bangunan fixed base
kemudian diikuti bangunan dengan base isolator Interstory drift bangunan yang menggunakan base
isolator lebih kecil daripada bangunan fixed base untuk arah x dan y. Bangunan dengan base isolator
memiliki nilai simpangan antar lantai mendekati nol. Kerusakan bangunan dapat direduksi serta
176
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mencapai partisipadi modal yang diinginkan. Bangunan
dengan sistem base isolator lebih baik digunakan daripada bangunan fixed base, terlebih pada daerah
rawan gempa yang memiliki skala besar.
Kinerja struktur dievaluasi berdasarkan nilai maksimum drift struktur ketika mencapai performance
point. Perbanding performance point untuk masing-masing model struktur dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5
Perbandingan Performance Point
Performance Point
Mengacu pada ATC40 nilai interstory drift maksimum pada struktur fixed base dan base isolated
untuk arah x da y berada pada nilai 0,01 0,02 m sehingga kinerja struktur pada GTB; GBI 2; GBI 3; dan
GBI 4 berada pada level Damage Control.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian diberikan beberapa saran berikut:
1. Melakukan analisis pada struktur gedung tidak beraturan dengan menggunakan base isolator tipe lain
seperti Elactomeric Rubber Bearing (ERB), Friction Pendulum System (FPS), High Dumping Rubber
Bearing (HDRB);
177
Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):169-178 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10374
2. Penggunaan base isolator pada struktur dengan sistem penahan gaya seismik lainnya, seperti Rangka
Baja Pemikul Momen Khusus
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Tata Cara Perencanaan Ketahanan gempa untuk Struktur Banguna gedung dan Non
Gedung, SNI-03-1726-2012, Bandung.
Anonim, 2000, Prestandart and Commentary for The Seismic Rehabilitation of Building, FEMA-356 ,
Washington, D.C.
Anonim,1996, Seismic Evaliation and Retrofit of Concrete, Vol. 1, ACT-40, California.
Bisch, P., Carvalho, E., dan Degee, H., 2011, Seismic Design of Building Worked Examples, (EC 8),
Luxembourg, European Union.
Budiono, B dan Lucky.S, 2011, Studi Komparasi Desain Bangunan Tahan Gempa Dengan Menggunakan
SNI-03-1726-2002 dan RSNI-03-1726-201x, Penerbit ITB, Bandung.
Dewobroto, W., 2005, Evaluasi Kinerja Portal Baja Tahan Gempa Dengan SAP2000, http:
wira@uph.edu.
Erista, D., 2011, Kajian Parameter Base Isolator Terhadap Respon Bangunan Akibat Gaya Gempa
dengan Menggunakan Analisis Riwayat Waktu, Tugas Akhir, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Marsico, M.R., Seismic Isolation and Energy Dissipation: Theorical Basis and Applications, Thesis,
Universitas Degli Studi di Napoli Federico II.
Naeim, F., and Kelly, J.M., 1999,Design of Seismic Isolated Structures: From Theory to Practice., Jhon
Wiley & Sons, Inc , New York.
Teruna, D.R, 2005, Analisis Respon Bangunan dengan Base Isolator Akibat Gaya Gempa, Jurnal Sistem
Teknik Industri Volume 6, No. 4 Oktober 2005 Hal. 58 s/d 63, Oktober 2005.
Yang, B.Y., Chang, C.K., dan Yau, D.J. (2003), Earthquake Engineering Handbook Chapter 17 Base
Isolation, National Taiwan University, Taipe.
178