You are on page 1of 9

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Hlm.

80-88, Juni 2012

BUDIDAYA IKAN KAKAP MERAH Lutjanus sebae

CULTURE OF EMPEROR SNAPPER Lutjanus sebae

Regina Melianawati1 and Restiana Wisnu Aryati2


1
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut
PO Box 140, Singaraja, Bali; Email: regina_melnawati@yahoo.com
2
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRACT
Emperor snapper Lutjanus sebae is one of marine fishery commodities with high economic
value, therefore capture rate of this fish is very high. To maintain its sustainability in nature, the
culture of this species should be done in proper manner to support their conservation. This
study was aimed to determine the culture technology of emperor snapper L. sebae. The eggs
for this study was taken from wild broodstocks that have been domesticated in concrete rearing
tank. Larval rearing was done in 500 liter polyethylene tank placed in hatchery. Phytoplankton
Nannochloropsis oculata was used during larval rearing period. Larvae was fed with
zooplanktons such as rotifer Brachionus rotundiformis and copepod Tisbe holothuriae in the
beginning of rearing and artemia starting in day 16. Observed parameters were absorption of
endogenous energy, preferrence of food, larval growth and survival rate. The result indicated
that total length of newly hatched larvae were 2,44-2,63 mm, while yolk sac and oil globule
were 179x10-3 - 183 x10-3 mm3 and 0,66x10-3 - 0,67x10-3 mm3, respectively. Yolk sac was
absorbed at 60 hours after hatching, while oil globule almost totally absorbed at 80 hours after
hatching. Live food rotifers were dominantly preferred by larvae until 10 days old, while
copepods and artemia were preferred after 12 and 16 days. Larval rearing period was 22-29
days at water temperature 28.5-30.0°C. Survival rate of larvae were between 1.5 until 2.1%,
while juveniles were 84.00-100.00%.
Keywords: emperor snapper, L. sebae, culture technology

ABSTRAK
Ikan kakap merah Lutjanus sebae merupakan komoditas perikanan laut bernilai ekonomis tinggi
sehingga mengakibatkan tingginya penangkapan terhadap jenis ikan ini. Untuk menjaga
kelestariannya di alam maka kegiatan budidaya merupakan salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mendukung konservasi sumberdaya hayati laut tersebut. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui teknologi budidaya ikan kakap merah L.sebae. Telur yang
digunakan dalam budidaya ini berasal dari induk alam yang sudah terdomestikasi dalam tangki
pemeliharaan. Pemeliharaan larva dilakukan dalam tangki poliethylene volume 500 L yang
ditempatkan dalam hatchery. Selama pemeliharaan larva, fitoplankton Nannochloropsis oculata
ditambahkan kedalam media pemeliharaan larva. Pakan alami yang diberikan sebagai pakan
bagi larva adalah zooplankton rotifer Brachionus rotundiformis dan copepod Tisbe holothuriae
yang diberikan sebagai pakan awal dan artemia yang diberikan mulai larva berumur 16 hari.
Parameter yang diamati meliputi penyerapan pakan endogen, pemilihan jenis pakan alami,
pertumbuhan larva dan sintasan larva serta benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larva
yang baru menetas berukuran panjang total 2,44-2,63 mm, membawa pakan endogen berupa
kuning telur sebesar 179x10-3 - 183 x10-3 mm3 dan butir minyak 0,66x10-3 - 0,67x10-3 mm3.
Kuning telur habis terserap dalam waktu 60 jam dan butir minyak hampir habis dalam waktu 80
jam setelah penetasan. Jenis pakan alami yang dominan dipilih oleh larva L.sebae hingga umur
10 hari adalah rotifer, setelah berumur 12 dan 16 hari larva cenderung memilih copepod dan
naupli artemia sebagai pakannya. Pola pertumbuhan larva hingga menjadi benih adalah
eksponential. Periode pemeliharaan larva berlangsung 22-29 hari pada suhu air 28,5-30,0oC.
Sintasan larva yang dihasilkan berkisar 0,39-2,10%, sedangkan sintasan benih 84-100%.
Kata kunci: kakap merah, L. sebae, teknologi budidaya

©Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


80 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB
Melianawati dan Aryati

I. PENDAHULUAN sirip ekor berwarna gelap. Ikan kakap


merah L.sebae yang masih kecil atau pada
Ikan kakap merah merupakan salah ukuran juvenil memiliki bentuk yang
satu komoditas perikanan laut yang indah sehingga juga laku sebagai ikan hias
bernilai ekonomis tinggi. Pada ukuran dan harganya dapat mencapai 2,25 dollar
konsumsi, harga ikan kakap merah di per ekor (Sukarno et al., 1981).
pasar internasional 5,50-18,10 US$ Ikan ini termasuk jenis karnivor dan
(Sugama dan Priono, 2003). Di pasar lokal makanan utamanya meliputi jenis ikan
harganya cukup bervariasi antar daerah. kecil, udang dan cumi-cumi
Di Jawa barat, misalnya, harga ikan kakap (marinedepotlive.com, 2006). Di alam
merah mencapai Rp 35.000/kg (Yasad, ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai
2011) sedangkan di Lampung dapat ukuran maksimum panjang 116 cm, berat
mencapai Rp 40.000-50.000/kg 32,7 kg dan berumur maksimal 35 tahun
(berita.manadotoday.com, 2011). Ikan ini (www.fishbase.org, 2011; Scott, 2007).
dapat dipasarkan dalam keadaan hidup Pemijahannya dapat berlangsung sepan-
maupun dalam bentuk fillet (Sarwono et jang tahun (hobiikan.blogspot.com, 2011).
al., 1999). Tingginya permintaan pasar Untuk mereduksi kegiatan
berimbas terhadap peningkatan penangkapan ikan kakap merah di alam
penangkapan ikan kakap merah dari tahun namun tetap dapat memenuhi permintaan
ke tahun (Marzuki dan Djamal, 1992). pasar maka usaha budidaya perlu
Jenis ikan kakap merah yang umum dikembangkan. Ikan kakap merah
tertangkap adalah Lutjanus malabaricus, sebenarnya memiliki beberapa sifat yang
L.johni, L. sanguineus, dan L.sebae menguntungkan untuk usaha budidaya,
(Badrudin dan Barus, 1989). diantaranya adalah memiliki pertumbuhan
Lutjanus sebae merupakan ikan yang relatif cepat, toleran terhadap
kakap merah yang memiliki habitat luas. kekeruhan dan salinitas, sifat
Ikan ini dapat hidup di perairan tropis dan kanibalismenya rendah, relatif tahan
subtropis, pada kedalaman sekitar 100 terhadap penyakit, dapat dipelihara dalam
meter dengan habitat terumbu karang dan kepadatan yang tinggi serta memiliki
juga dasar perairan berpasir respon baik terhadap pakan buatan
(fishindex.blogspot.com , 2011). (empangku.blogspot.com. , 2011). Namun
Juvenilnya dapat ditemui pada perairan hingga saat ini belum banyak informasi
teluk yang dangkal, laguna atau terumbu teknis untuk mendukung usaha
karang dan kadang-kadang dapat pula budidayanya. Jenis ikan kakap merah
ditemui pada perairan payau. Ikan yang yang telah berhasil dibudidayakan secara
sudah dewasa, yang sudah lebih dari 18 luas adalah L.argentimaculatus, yang di
inchi (45,72 cm), akan beruaya ke beberapa tempat disebut sebagai kakap
perairan yang lebih dalam selama musim tambak dan L.johni, yang sering disebut
panas dan beruaya kembali ke perairan kakap jenaha (Sunyoto dan Mustahal,
yang lebih dangkal pada musim dingin. 1997).
Ikan dewasa tersebut dapat bersifat soliter Ikan kakap merah L.sebae juga
maupun berkelompok dengan yang sudah mulai dirintis usaha budidayanya
seukuran (Scott, 2007). sejak tahun 2001 di Gondol Bali. (Imanto
L. sebae yang dewasa berwarna et al., 2001; Suastika et al., 20011,2;
merah gelap sedangkan juvenilnya Suastika et al., 2002). Kegiatan budidaya
berwarna merah muda dengan band sendiri meliputi pemeliharaan induk, larva
berwarna merah gelap. Bagian sirip dan benih. Telur yang dihasilkan oleh
punggung, sirip, dubur, dan bagian atas induk yang sudah terdomestikasi dalam

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Juni 2012 81
Budidaya Ikan kakap Merah (Lutjanus sebae)

bak pemeliharaan merupakan salah satu inkubator dan suhu penetasan diatur pada
faktor kunci keberhasilan budidaya. Larva kisaran 28-29oC. Larva yang menetas
yang baru menetas memiliki pakan selanjutnya dipindahkan ke dalam tangki
endogen berupa kuning telur dan butir pemeliharaan larva yang terbuat dari
minyak. Pakan endogen tersebut polyethylene bervolume 500 liter.
merupakan sumber energi larva sebelum
larva mengkonsumsi pakan yang berasal 2.2. Tangki Pemeliharaan Larva
dari luar tubuhnya (Slamet et al., 1996). Pemeliharaan larva dilakukan di
Ketepatan waktu pemberian pakan dengan dalam hatchery yang tertutup (indoor
jenis pakan yang sesuai bagi larva, juga hatchery). Bak pemeliharaan larva
merupakan kunci keberhasilan dalam bervolume 500 liter, terbuat dari bahan
budidaya. Pakan awal yang umum polietylene, berwarna hitam, berbentuk
digunakan bagi larva ikan laut adalah bulat dan mengerucut pada bagian
pakan alami berupa zooplankton rotifer dasarnya. Pencahayaan untuk setiap bak
Brachionus rotundiformis antara lain pemeliharaan larva berasal dari dua buah
karena ukurannya relatif kecil, gerakan lampu TL 40 watt dan satu buah lampu
renangnya relatif lambat sehingga mudah halogen 100 watt. Pencahayaan buatan
dimangsa larva, mudah dicerna, mudah tersebut dipertahankan pada intensitas 400
dikembangbiakkan dan mempunyai lux selama 24 jam. Media pemeliharaan
kandungan gizi yang cukup tinggi dilengkapi pula dengan aerasi kecepatan
(Lubzens et al., 1989). Pemeliharaan larva lemah.
berlangsung hingga larva telah mengalami
metamorphosis menjadi juvenil atau 2.3. Pakan dan Pergantian Air
bentuk ikan muda. Selama pemeliharaan larva,
Penelitian ini bertujuan untuk digunakan fitoplankton dan zooplankton.
memaparkan teknologi budidaya ikan Fitoplankton Nannochloropsis ocullata
kakap merah L.sebae yang dilakukan di mulai ditambahkan ke dalam media
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan pemeliharaan pada saat larva berumur 2
Budidaya Laut Bali. Dengan mengetahui hari. Pada umur 2 hari sore hari larva
teknologi budidaya yang telah ada maka mulai diberi pakan alami berupa rotifer
diharapkan adanya pengembangan Brachionus rotundiformis dengan
budidaya tersebut secara lebih luas. kepadatan 10-15 individu/ml dan copepod
Tisbe holuthuriae stadia naupli dan
II. METODE PENELITIAN copepodit dengan kepadatan 1-2
individu/ml. Pemberian rotifer ini
2.1. Telur kemudian meningkat setelah larva
Telur yang digunakan berasal dari mencapai umur 10 hari keatas. Pemberian
hasil pemijahan secara alami induk ikan kedua jenis pakan tersebut dilakukan tiga
kakap merah L.sebae yang dipelihara kali dalam sehari yaitu pada pukul 08:00,
dalam tangki beton bervolume 100 m3 13:00 dan 19:00. Naupli artemia dengan
dengan sistem sirkulasi. Telur yang sudah kepadatan 2 individu/ml mulai diberikan
terkumpul dalam kantong telur (egg pada saat larva telah berumur 16-18 hari.
collector) diambil secara hati-hati Pemberian naupli artemia ini dilakukan
menggunakan serok telur kemudian dua kali dalam sehari. Disamping pakan
dimasukkan dalam bak fiberglass volume alami, larva juga diberi pakan buatan
200 L untuk dilakukan seleksi antara telur berupa mikro pellet komersial mulai umur
yang fertil dan infertil. Telur yang fertil 12-15 hari. Waktu pemberian artemia dan
kemudian ditetaskan dalam tangki

82 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt41
Melianawati dan Aryati

pakan buatan disesuaikan dengan kondisi 0,67x10-3 mm3. Pakan endogen tersebut
dan pertumbuhan larva. merupakan satu-satunya sumber energi
Pergantian air dilakukan mulai hari bagi larva sebelum larva mampu
ketujuh dan diatur sebanyak 20% per hari. mengkonsumsi pakan yang berasal dari
Persentase pergantian air semakin luar tubuhnya. Volume kuning telur larva
ditingkatkan sejalan dengan meningkatnya kakap merah tersebut relatif lebih besar
umur larva. Pada saat dilakukan dibandingkan volume kuning telur larva
pemberian pakan, pergantian air kakap merah, L.argentimaculatus yang
dihentikan sementara selama kurang lebih berkisar 0,149-0,182 x 10-4 mm3, (Doi dan
satu jam dan setelah itu dilakukan Singhagraiawan, 1993).
pergantian air kembali dengan pengaturan Volume kuning telur larva
debit yang sama seperti sebelumnya. berkurang cepat selama 20 jam setelah
penetasan karena pada saat itu terjadi
2.4. Parameter penyerapan sebesar 90,2% terhadap
Beberapa parameter yang diamati kuning telur. Setelah waktu tersebut,
meliputi penyerapan pakan endogen, penyerapan kuning telur berlangsung
pemilihan jenis pakan alami, pertumbuhan lambat. Kuning telur habis dalam waktu
larva serta sintasan larva dan benih. 60 jam setelah penetasan. Penyerapan
Penyerapan pakan endogen diamati butir minyak berlangsung lebih lambat
dengan cara mengambil 5 ekor ikan kakap daripada penyerapan kuning telur. Pada 20
merah sebagai sampel, kemudian jam setelah penetasan penyerapan butir
dilakukan pengukuran terhadap panjang minyak sebesar 36,2%. Penyerapan baru
dan lebar kuning telur serta diameter butir berlangsung cepat antara 20-30 jam
minyak yang ada pada larva tersebut. setelah menetas yaitu sebesar 30,1%.
Pertumbuhan larva diamati dengan cara Butir minyak hampir habis dalam waktu
mengambil 5 ekor ikan kakap merah 80 jam setelah penetasan (Gambar 1).
sebagai sampel, kemudian dilakukan Pola penyerapan pakan endogen pada
pengukuran terhadap panjang totalnya. larva kakap merah L.sebae ini hampir
Setelah diukur, kemudian dilakukan sama dengan pola yang terjadi pada larva
pembedahan pada saluran pencernaan kakap merah L.argentimaculatus. Pada
larva untuk mengamati jenis pakan alami larva L. argentimaculatus, penyerapan
yang dipilih oleh larva. Semua kuning telur juga terjadi lebih cepat
pengamatan tersebut dilakukan dengan dibandingkan penyerapan butir
stereoskopis mikroskop Olympus yang minyaknya dan kuning telur habis terserap
telah dilengkapi dengan micrometer pada 72,5 jam setelah penetasan (Imanto
sebagai alat ukur. Volume kuning telur et al., 2001).
dan volume butir minyak dihitung Apabila pakan endogen telah habis
berdasarkan rumus yang diuraikan oleh terserap, menandakan bahwa pada saat itu
Blaxter dan Hempel (1963) dalam Kohno larva telah memerlukan pakan eksogen.
et al. (1986). Ketersediaan jenis pakan alami yang
sesuai dengan ukuran lebar mulut larva
III. HASIL DAN PEMBAHASAN dalam jumlah yang memadai pada periode
waktu tersebut merupakan syarat mutlak
3.1. Penyerapan Pakan Endogen yang harus terpenuhi untuk menjamin
Larva kakap merah, L. sebae yang kelangsungan hidup larva selanjutnya.
baru menetas memiliki pakan endogen Dalam pemeliharaan ini, larva diberi
berupa kuning telur sebesar 179x10-3- 183 pakan eksogen berupa pakan alami yang
x10-3 mm3 dan butir minyak 0,66x10-3- terdiri dari zooplankton rotifer dan

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Juni 2012 83
Budidaya Ikan kakap Merah (Lutjanus sebae)

copepod stadia naupli dan copepodit. Komposisi pakan alami yang


Berdasarkan hasil observasi yang cenderung dipilih larva adalah 89-93%
mengkaitkan antara penyerapan pakan rotifer dan 11-7% naupli copepod. Hal ini
endogen dan kelengkapan morfologis diduga dipengaruhi oleh ketersediaan
larva seperti telah sempurnanya masing-masing jenis pakan alami itu
pigmentasi mata dan bukaan mulut larva, sendiri dalam media pemeliharaan. Dalam
maka pemberian pakan awal untuk larva pemeliharaan ini ketersediaan rotifer
kakap merah L.sebae sebaiknya dilakukan dalam media pemeliharaan larva lebih
mulai 35 jam setelah larva menetas karena banyak dibandingkan copepod. Akibatnya
pada saat tersebut pakan endogen larva persentase pemilihan terhadap rotifer juga
sudah sangat terbatas jumlahnya dan larva lebih tinggi dibandingkan terhadap
sudah mampu untuk mencari pakan dari copepod.
luar tubuhnya (Imanto dan Melianawati, Disamping itu, pola gerakan dan
2003). sebaran pakan alami diduga juga
mempengaruhi larva dalam memilihnya.
3.2. Pemilihan Jenis Pakan Alami Rotifer cenderung berenang lambat
Larva kakap merah L.sebae nampak dengan gerakan spiral dan menyebar ke
memiliki sifat memilih terhadap jenis seluruh bagian media pemeliharaan,
zooplankton yang diberikan sebagai pakan sebaliknya naupli copepod cenderung
alaminya (Gambar 2). Larva cenderung berenang lebih aktif namun lebih banyak
memilih naupli copepod dan rotifer terdistribusi di lapisan permukaan saja.
sebagai pakannya hingga larva berumur 8 Kemampuan renang larva hingga berumur
hari. Pemilihan terhadap kedua jenis 8 hari masih cenderung pasif karena masih
pakan alami tersebut antara lain terbatasnya kelengkapan morfologis larva
disebabkan karena ukurannya yang relatif itu sendiri dan hal ini mengakibatkan
lebih kecil. Rotifer yang digunakan pada kemampuan daya jelajah larva untuk
pengamatan ini berukuran 70-120 µm dan mencari pakan juga masih terbatas.
naupli copepod berukuran 60-80 µm.

A B
Gambar 1. Volume (A) dan penyerapan (B) pakan endogen larva ikan kakap merah L.
sebae.

84 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt41
Melianawati dan Aryati

Akibatnya kecenderungan larva 3.3. Pertumbuhan Larva


untuk memilih rotifer sebagai pakannya Larva ikan kakap merah, L.sebae
lebih besar dibandingkan memilih yang baru menetas memiliki ukuran
copepod karena distribusi rotifer lebih panjang total 2,44-2,64 mm.
merata di semua bagian media Dibandingkan dengan larva kakap merah
pemeliharaan larva dan lebih mudah L.argentimaculatus, ukuran larva L.sebae
dimangsa oleh larva karena gerakan tersebut relatif lebih besar karena larva
renangnya yang lebih lambat. L.argentimaculatus yang baru menetas
Setelah larva berumur 12 hari, berukuran panjang total 2,17-2,44 mm
disamping rotifer dan naupli copepod, (Imanto et al., 2001), di Lampung 1,15
larva juga mulai memilih copepodit mm (Hartanti, 2000), sedangkan di
copepod sebagai pakannya. Copepodit Thailand 1,56 - 1,87 mm (Doi dan
berukuran lebih besar daripada naupli Singhagraiwan, 1993).
copepod dan bersifat benthic dengan Selama masa pemeliharaan larva
menempel pada dinding tangki kakap merah menunjukkan pola
pemeliharaan. Larva yang berumur 16 hari pertumbuhan exponensial mulai dari
sudah tidak memilih rotifer lagi namun menetas hingga menjadi juvenil. Hal ini
cenderung memilih naupli artemia sebagai ditunjukkan dengan peningkatan ukuran
pakannya, disamping naupli dan panjang total larva sejalan dengan
copepodit copepod. Naupli artemia yang pertambahan umurnya dan lama waktu
baru menetas panjang dan lebarnya pemeliharaan (Gambar 3).
masing-masing 630 dan 186 µm (Moretti Pemeliharaan larva umumnya
et al., 1999). Naupli ini aktif berenang. berlangsung selama 25-30 hari. Periode
Meskipun berukuran lebih kecil dari larva akan berakhir apabila larva telah
rotifer namun naupli copepod masih tetap mengalami metamorfosis menjadi bentuk
dipilih larva sebagai pakannya. Pada larva juvenil. Lama waktu pemeliharaan larva
umur 20 hari terlihat hanya copepodit dan antara lain dipengaruhi oleh kondisi
naupli artemia saja yang dipilih biologis larva itu sendiri dan kondisi
dikonsumsi oleh larva. Naupli artemia lingkungan.
cenderung lebih banyak dipilih oleh larva.

Gambar 2. Komposisi pemilihan pakan alami oleh larva kakap merah L.sebae.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Juni 2012 85
Budidaya Ikan kakap Merah (Lutjanus sebae)

Gambar 3. Panjang total larva kakap merah L.sebae.

3.4. Sintasan Larva dan Benih IV. KESIMPULAN


Larva kakap merah L.sebae
memiliki tingkat kesulitan yang cukup Penyerapan pakan endogen larva
tinggi dalam proses pemeliharaannya. kakap merah Lutjanus sebae yang berupa
Belum diketahui pasti faktor penyebabnya kuning telur dan butir minyak, masing-
namun larva ini nampak lebih sensitif masing berlangsung selama 60 dan 80 jam
dibandingkan dengan larva kakap merah setelah penetasan.Jenis pakan alami yang
L.argentimaculatus. Oleh karenanya, cenderung dipilih oleh larva mulai umur 4
sintasan benih yang dihasilkan masih hingga 20 hari berturut-turut adalah
relatif rendah dan berfluktuasi. Dalam rotifer, copepod dan naupli artemia.
beberapa kali pemeliharaan diperoleh Pola pertumbuhan larva hingga
sintasan 0,41-2,10% (Imanto et al., 2002); menjadi benih adalah eksponensial.
0,39-1,56% (Melianawati et al., 2006) dan Sintasan larva yang dihasilkan
0,42-2,00% (Asliantia, 2008). Peningkatan berkisar 0,39-2,10%, sedangkan sintasan
sintasan pernah dilakukan dengan benih 84-100%.
penambahan bahan pengkaya seperti
emulsi kuning telur dan gonad kerang DAFTAR PUSTAKA
melalui proses bioenkapsulasi kepada
zooplankton rotifer. Hasilnya Aslianti, T. 2008a. Produksi benih ikan
menunjukkan bahwa dengan penambahan kakap merah Lutjanus sebae secara
emulsi kuning telur dan gonad tiram, terkontrol. Prosiding Seminar
sintasan larva mencapai 1,61% dan Nasional Perikanan dan Kelautan,
1,92%. Sedangkan sintasan larva yang Universitas Brawijaya. I:249-253.
tidak diberi penambahan bahan pengkaya Aslianti, T. 2008b. Pertumbuhan dan
tersebut hanya 0,51% (Asliantib, 2008). kelangsungan hidup benih ikan
Sintasan kakap merah L. sebae pada kakap merah, Lutjanus sebae
stadia benih sudah cukup tinggi. Pada berdasarkan jenis pakan yang
beberapa kali pemeliharaan, diperoleh diberikan pada stadia awal.
sintasan 84-96% (Melianawati et al., Prosiding Seminar Nasional
2005), 84,5-94% (Aslianti et al., 2009) Biodiversitas II, Fakultas Sains dan
dan 94-100% (Aslianti et al., 2011). Teknologi, Universitas Airlangga,
Surabaya. Hlm.:187-192.

86 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt41
Melianawati dan Aryati

Aslianti, T., Afifah, dan M. Suastika. Hobiikan.blogspot.com. Kakap merah.


2009. Pemanfaatan minyak buah Diakses 23-08-2011.
merah, Pandanus cocoideus Lam Imanto, P.T., R. Melianawati, M.
dan carophyll pink dalam ransum Suastika, dan J.H. Hutapea. 2001.
pakan yuwana ikan kakap merah, Pola pemangsaan larva ikan kakap
Lutjanus sebae. J. Riset Akuakultur, merah (Lutjanus sp.) menunjang
4(2):191-200. managemen pemeliharaan larva.
Aslianti, T., Afifah, dan A. Priyono. 2011. Laporan teknis proyek inventarisasi
Ekspresi beberapa jenis bahan dan evaluasi potensi sumberdaya
karotenoid dalam pakan pada kelautan. Gondol-Bali. Tahun
performansi warna benih ikan kakap Anggaran 2001. Hlm.:9-26. Tidak
merah (Lutjanus sebae). Berkala dipublikasi.
Penelitian Hayati (Edisi Khusus), Imanto, P.T., R. Melianawati, M.
4B:51-57. Suastika, D.F. Hartanti, dan R.W.
Badrudin, M. dan H.R. Barus. 1989. Stok Aryati. 2002. Produksi massal larva
ikan bambangan (Lutjanidae) di ikan kakap merah. Laporan teknis
perairan Pantai Utara Rembang, proyek inventarisasi dan evaluasi
Jawa Timur. J. Penelitian Perikanan potensi sumberdaya kelautan.
Laut, 53:61-68. Gondol-Bali. Tahun Anggaran 2002.
Berita.manadotoday.com. Cuaca buruk, Hlm.:340-345. Tidak dipublikasi.
tangkapan kakap merah nelayan Imanto, P.T. dan R. Melianawati. 2003.
Lampung minim. Diakses 06-09- Perkembangan awal larva kakap
2011. merah Lutjanus sebae. J.
Doi, M. and Singhagraiwan. 1993. Penelitian Perikanan Indonesia,
Biology and culture of the red 9(1):11-20.
snapper, Lutjanus argentimaculatus. Kohno, H., S. Hara, and Y. Taki. 1986.
The research project of fishery Early larval development of the
resource development in the seabass Lates calcarifer with
kingdom of Thailand. The Eastern emphasis on the transition of energy
marine fisheries development center sources. Bulletin of the Japanese
(EMDEC), Department of fisheries, Society of Scientific Fisheries,
ministry of agriculture and 52(10):1719-1725.
cooperatives, Thailand. 51p. Lubzen, E., A. Tandler, and G. Minkoff.
Empangku.blogspot.com. Budidaya kakap 1989. Rotifer as food in aquaculture.
merah. Penebar swadaya dalam Hydrobiologia, 186/187:399-400.
empangku.blogspot.com. Diakses Marinedepotlive.com. Emperor red
21-09-2011. snapper. Diakses 15-05-2006.
Fishindex.blogspot.com. Emperor red Marzuki, S. dan R. Djamal, 1992.
snapper (Lutjanus sebae). Diakses Penelitian penyebaran, kepadatan
23-08-2011. stok dan beberapa parameter biologi
Hartanti, D.F. 2000. Teknik pembenihan induk kakap merah dan kerapu di
dan cara pemeliharaan larva kakap perairan Laut Jawa dan Kepulauan
merah (Lutjanus argentimaculatus) Riau. J. Penelitian Perikanan Laut,
sampai umur 9 hari di Balai 68:49-65.
Budidaya Laut Lampung. Laporan Melianawati, R., R. Andamari, P.T.
praktek kerja lapangan. Universitas Imanto, dan M. Suastika. 2005.
Diponegoro. Semarang. 52hlm. Pertumbuhan benih kakap merah
Lutjanus sebae dalam skala

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 1, Juni 2012 87
Budidaya Ikan kakap Merah (Lutjanus sebae)

budidaya. Prosiding pertemuan dengan pengaturan pakan, intensitas


ilmiah tahunan ISOI, Surabaya. dan waktu pencahayaan. Laporan
Hlm.:101-105. teknis proyek inventarisasi dan
Melianawati, R., P.T. Imanto, R.W. evaluasi potensi sumberdaya
Aryati, dan M. Suastika. 2006. kelautan. Gondol-Bali. Tahun
Pemeliharaan larva kakap merah Anggaran 2001. Hlm.:27-32. Tidak
Lutjanus sebae dan L. dipublikasi.
argentimaculatus pada hatchery Suastika, M., Yunus, dan P.T. Imanto.
tertutup sebagai upaya konservasi 2002. Pengamatan pada parameter
sumberdaya hayati laut. Prosiding lingkungan dalam kaitannya
pertemuan ilmiah tahunan III Ikatan dengan suksesi pemijahan dan
Sarjana Oseanologi Indonesia. produksi telur ikan kakap merah.
Hlm.:141-148. Laporan teknis proyek inventarisasi
Moretti, A., M.P. Fernandez-Criado, G. dan evaluasi potensi sumberdaya
Cittolin, and R. Guidastri. 1999. kelautan. Gondol-Bali. Tahun
Manual on hatchery production of Anggaran 2002. Hlm.:320-325.
seabass and gilthead seabream. Tidak dipublikasi.
Volume I. Rome. FAO. 194p. Sugama, K. dan B. Priono. 2003.
Sarwono, H.A., H. Minjoyo, dan Pengembangan budidaya ikan
Sudjiharno. 1999. Penerapan kerapu di Indonesia. Warta
rekayasa teknologi pemeliharaan Penelitian Perikanan Indonesia
larva ikan kakap merah, Lutjanus edisi akuakultur, 9(3):20-22.
johni secara massal di bak Sukarno, M. Hutomo, M.K. Moosa, dan P.
terkendali. Bulletin budidaya laut Darsono. 1981. Terumbu karang di
12, Lampung. Hlm.:9-14. Indonesia, sumberdaya, permasalah-
Scott, B.M. 2007. Keeping the Emperor an dan pengelolaannya. LON-LIPI.
Snapper Lutjanus sebae. Jakarta. 112hlm.
www.tfhmagazine.com. Diakses 23- Sunyoto, P. dan Mustahal. 1997.
08-2011. Pembenihan ikan laut ekonomis:
Slamet, B., Tridjoko, A. Prijono, T. kerapu, kakap, beronang. Penebar
Setiadharma, dan K. Sugama. 1996. Swadaya. Jakarta. 84hlm.
Penyerapan nutrisi endogen, tabiat www.fishbase.org. Lutjanus sebae
makan dan perkembangan morfologi (Cuvier, 1816). Diakses 23-08-2011.
larva kerapu bebek (Cromileptes Yasad, A. 2011. Harga ikan basah di
altivelis). J. Penelitian Perikanan Indramayu naik. www.antara-
Indonesia, 2(2):13-21. jawabarat. com. Diakses 06-09-
Suastika, M., P.T. Imanto, R. 2011.
Melianawati, dan Yunus. 2001a.
Pemijahan induk kakap merah me-
lalui stimulasi acute hormon
gonadotropin. Laporan teknis
proyek inventarisasi dan evaluasi
potensi sumberdaya kelautan.
Gondol-Bali. Tahun Anggaran
2001. Hlm.:2-8. Tidak dipublikasi.
Suastika, M., Yunus, R. Melianawati, dan
P.T. Imanto. 2001b. Pertumbuhan
larva ikan kakap merah

88 http://www.itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt41

You might also like