You are on page 1of 19

Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Perbedaan Efektivitas Aromaterapi Lavender dan Aromaterapi Peppermint terhadap Nyeri


pada Pasien Post -Sectio Caesarea di RSUD Ajibarang

Siti Safaah¹ Iwan Purnawan² Yunita Sari³


1
School of Nursing, Health Sciences Faculty, University of Jenderal Soedirman
Purwokerto
2
Departement of Paediatric Nursing, Health Sciences Faculty, University of Jenderal
Soedirman Purwokerto
3
Departement of Medical and Surgical Nursing, Health Sciences Faculty, University of
Jenderal Soedirman Purwokerto

ABSTRACT

Background: Options delivery birth process through the SC in Indonesia is increasing,


so the risk of complications post SC also growing. One complication that arises is wound
pain post SC. Treatment of pain in post SC are 2 kinds, which are pharmacological and
non-pharmacological. One handling non-pharmacological use aromatherapy.
Aromatherapy that popularly used are lavender and peppermint. Both of these
aromatherapy can reduce pain and have few side effects.
Objective: This study aims to determine differences in the effectiveness aromatherapy
lavender and peppermint.
Method: This experimental study applied experiment with pre- and post-test control
group design. Samples taken were 32 with consecutive sampling. This study was divided
into 2 groups : intervention group (lavender) and control group (peppermint). The data
were analyzed using Wilcoxon test and Mann Whitney.
Results: Characteristics of respondents in the age range 26-35 years by 68.8% in the
peppermint group and 75% in the group of lavender. Test Wilcoxon showed that there is
significant pain reduction both in the group of lavender or peppermint group, this is
indicated by the value of p= 0.000. But the Mann-Whitney test showed a decrease in pain
on lavender larger group than the group of peppermint, which is the value of p= 0.005.
Conclusion: Aromatherapy lavender is more effective than peppermint aromatherapy in
reducing pain post SC.

Key words: lavender aromatherapy, pain post SC, peppermint aromatherapy.


tersebut perlu penanganan medis berupa
PENDAHULUAN
operasi sectio caesarea (SC) (Padilla,
Proses persalinan normal kadang 2008).
tidak berjalan lancar seperti semestinya Menurut WHO (World Health
dan janin tidak dapat dilahirkan secara Organization) (2007), terjadi
normal karena beberapa faktor, yaitu peningkatan persalinan dengan SC di
komplikasi kehamilan, disproporsi seluruh negara selama tahun 2007-2008
sefalopelvik, partus lama, ruptur uteri, yaitu 110.000 perkelahiran diseluruh
cairan ketuban yang tidak normal, atau Asia. Di Amerika Serikat, persalinan
kepala tidak masuk panggul. Kondisi dengan terjadi dengan prevalensi 21,2%

47
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

(Cunningham, 2006 dalam potensial penurunan kemampuan


Anggorowati, 2012), sedangkan pada fungsional, infeksi, penurunan elastisitas
tahun 2000 terjadi peningkatan menjadi otot perut dan otot dasar panggul,
24-30% (Roeshadi, 2006 dalam perdarahan, luka kandung kemih,
Anggorowati, 2012). Di Indonesia bengkak pada ekstremitas bawah dan
sendiri mengalami peningkatan gangguan laktasi (Rustam, 1998).
persalinan dengan SC terjadi prevalensi Masalah yang terjadi pada post SC yaitu
sebesar 51,59% pada tahun 2005 dan adanya luka pasca pembedahan, yang
menjadi 53,68% pada tahun 2006 bisa menimbulkan masalah potensial
(Grace, 2007 dalam Anggorowati 2012). infeksi dan rasa nyeri. Menurut Rustam
Survei nasional tahun 2009, 921.000 (1998) dalam Pratiwi (2011) bahwa
persalinan dengan SC dari 4.039.000 nyeri yang dikeluhkan pasien post
persalinan atau sekitar 22,8% dari operasi SC yang berlokasi pada daerah
seluruh persalinan. Adapun prevalensi insisi, disebabkan oleh robeknya
angka persalinan dengan SC di daerah jaringan pada dinding perut dan dinding
Jawa Tengah pada tahun 2010 terjadi uterus.
sebesar 11,8% (Profil Dinas Kesehatan, International Association of the
2010 dalam Anggorowati, 2012). Data Study of Pain (IASP) mendefinisikan
dari Medical Record, ibu dengan nyeri sebagai sensori subyektif dan
melakukan pesalinan sectio caesarea pengalaman emosional yang tidak
pada tahun 2011 berjumlah 290 menyenangkan pada pasien yang
(31,90%) dari 909 persalinan, pada tahun dikarenakan adanya potensi rusaknya
2012 meningkat menjadi 437 (55,88%) jaringan pada tubuh (Andarmoyo, 2013).
dari 782 persalinan, sehingga terdapat Bentuk nyeri yang dialami oleh pasien
peningkatan sebanyak 23,98%. Pada pasca pembedahan adalah nyeri akut
tahun 2013 diperoleh data bulan Januari (Perry dan Potter, 2006). Nyeri
sampai bulan Agustus jumlah persalinan merupakan suatu masalah yang harus
sectio caesarea 330 (63,57%) dari 520 ditangani, karena dapat menimbulkan
persalinan. ketidaknyamanan. Menurut Tamsuri
Komplikasi yang bisa muncul (2007), nyeri adalah suatu kondisi yang
pasien dengan post SC yaitu nyeri pada mempengaruhi seseorang dan
daerah insisi, potensial trombosis, eksistensinya diketahui jika seseorang

48
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

pernah mengalaminya. Dampak dari antara lain yaitu dengan meditasi, latihan
nyeri pada pasien post SC akan autogenik, latihan relaksasi progresif,
mengakibatkan mobilisasi ibu menjadi guided imagery, nafas ritmik, operant
terbatas, kebutuhan aktivitas sehari-hari conditioning, biofeedback, membina
atau Activity of Daily Living (ADL) hubungan terapeutik, sentuhan
terganggu, bonding attachment (ikatan terapeutik, stimulus kutaneus, hipnosis,
kasih sayang) dan inisiasi menyusui dini musik, accupresure, aromaterapi
(IMD) tidak terpenuhi. Oleh karena itu (Asmadi, 2013).
penanganan nyeri selama post SC Aromaterapi merupakan terapi
terutama pada hari pertama sangat komplementer dalam praktik
diperlukan. Tujuan dari manajemen keperawatan yang melibatkan
nyeri pasca operasi adalah untuk penggunaan wewangian dari minyak
mengurangi atau menghilangkan rasa essensial, yang berasal dari tumbuhan,
sakit dan ketidaknyamanan pasien dan dapat dikombinasikan dengan base
dengan efek samping seminimal oil (minyak campuran obat) yang bisa
mungkin. Salah satu intervensi yang efek dihirup atau dibalurkan saat massage
sampingnya minimal adalah pada kulit yang utuh. Aromaterapi
penatalaksanaan non farmakologi dikatakan dapat mempunyai kemampuan
(Smeltzer, dan Bare, 2002). memberikan efek terapeutik dalam
Peran perawat dalam hal ini asuhan keperawatan maternitas.
membantu klien memperoleh kontrol Aromaterapi digunakan untuk
diri untuk menimimalkan perasaan takut menyembuhkan masalah pernafasan,
akan kemungkinan datangnya nyeri. rasa nyeri, gangguan pada saluran
Maka dari itu perawat harus bisa lebih kencing, gangguan pada alat kelamin,
dahulu menangani masalah nyeri pada dan juga masalah mental dan emosional.
pasien (Tamsuri, 2007). Penanganan Hal ini terjadi karena aromaterapi
nyeri dengan non farmakologi menjadi mampu memberikan sensasi yang
lebih murah, simpel, efektif, tanpa efek menenangkan diri dan otak, serta stres
yang merugikan, dan ibu dapat yang dirasakan (Laila, 2011). Pengaruh
mengendalikan sendiri keluhan nyerinya aromaterapi terhadap kenyamanan dapat
(Potter, dan Perry, 2005). Manajemen diukur dengan melihat berbagai
non farmakologi yang sering diberikan indikator yang memperlihatkan

49
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

kenyamanan,indikator tersebut adalah dengan minyak essensial yang lain, yaitu


interprestasi terhadap aromaterapi itu kandungan racunnya yang relatif sangat
sendiri akan menunjukkan respon emosi rendah, jarang menimbulkan alergi dan
fight or flight, interpretasi terhadap rasa salah satu dari sedikit minyak essensial
nyaman yang didapat dari efek yang dapat digunakan secara langsung
aromaterapi, pernyataan bahwa pada kulit (Wahyuni, dan Rachmawati,
aromaterapi meningkatkan kinerja, 2015). Dengan menghirup aroma
peningkatan konsentrasi, pikiran lebih lavender maka akan meningkatkan
tenang, jiwa menjadi sejuk (Price, dan gelombang-gelombang alfa di dalam
Wilson, 2005). Respon non verbal otak dan gelombang inilah yang
menunjukkan kenyamanan (tidak ada membantu kita untuk merasa rileks.
kerut muka, tidak ada gerakan Aromaterapi lavender mampu
menjauhkan diri, tidak ada pengatupan mempengaruhi sistem limbik di otak
kelopak mata, tidak ada pemalingan yang merupakan sentralnya emosi,
wajah/ seluruh badan) (Moorhead, memori, dan suasana hati atau mood
Johnson, Maas, dan Swanson, 2013). untuk menghasilkan bahan neuro
Menurut Dr. Alan Huck (Neurology hormon endorfin dan enkefalin yang
Psikiater dan Direktur Pusat Penelitian mempunyai sifat penghilang rasa nyeri,
Bau dan Rasa), aroma berpengaruh dan serotonin yang mempunyai efek
langsung terhadap otak manusia, mirip menghilangkan ketegangan atau stres
narkotika. Hidung memiliki kemampuan serta kecemasan (Perez, 2003). Hasil
untuk membedakan lebih dari 100.000 penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi
bau yang berbeda yang sangat (2011) terhadap 30 ibu post SC di ruang
berpengaruh pada otak dan berkaitan nifas rumah sakit Al Islam Bandung
dengan suasana hati, emosi, ingatan, menunjukkan bahwa latihan relaksasi
serta pembelajaran. Aromaterapi yang nafas dan menggunakan aromaterapi
dipilih dalam penelitian ini adalah lavender efektif menurunkan nyeri pada
lavender dan peppermint, karena ibu post SC. Aromaterapi lavender dan
lavender dan peppermint merupakan rosemary memiliki kemampuan dalam
minyak aromaterapi yang terpopuler dan menurunkan kecemasan. Namun pada
aman digunakan. Minyak lavender lavender juga terjadi perbaikan mood
mempunyai kelebihan dibandingkan secara signifikan, dan membuat

50
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

seseorang merasa lebih rileks, sedangkan membantu blok transmisi sinyal nyeri.
pada rosemary cenderung merasa lebih Aromaterapi peppermint merupakan
waspada. Hal ini membuktikan bahwa aromaretapi yang paling digemari oleh
aroma lavender memberikan manfaat wanita. Minyak peppermint dapat
relaksasi, sedatif dan mengurangi diaplikasikan pada tubuh melalui cara
kecemasan (Dewi, 2011). Pemberian inhalasi, metode topikal, atau konsumsi.
aromaterapi secara inhalasi dapat Aroma yang dihirup memiliki efek
dilakukan menggunakan tungku paling cepat, di mana sel-sel reseptor
pemanas yang ditetesi minyak esensial. penciuman dirangsang dan impuls
Menurut Primadiati (2002), aromaterapi ditransmisikan ke emosional pusat otak
lavender yang dihirup selama 15-30 (Cappello, et al., 2007). Peppermint
menit dapat memberikan efek terapeutik, adalah salah satu spesies Mentha yaitu;
yaitu dapat mengendurkan otot-otot Mentha piperita, minyak peppermint,
yang tegang sehingga dapat melancarkan mentha arvensis, minyak cornmint.
aliran darah karena pelebaran pembuluh Menthol dan menthone adalah
darah yang menyempit. Hal tersebut komponen utama dari minyak esensial
terbukti dari penelitian yang dilakukan peppermint. Aplikasi eksternal ekstrak
oleh Kartika (2014) bahwa aromaterapi peppermint mengangkat ambang nyeri
lavender yang diberikan selama 15 menit pada manusia (Balakrishnan, 2015).
efektif menurunkan intensitas nyeri Penelitian tentang aromaterapi lavender
dengan nilai p = 0,000. sudah banyak dilakukan tetapi belum ada
Penelitian Cappello et al. (2007) yang meneliti tentang perbedaan
menjelaskan bahwa menthol dan metil efektivitas aromaterapi lavender dan
salisilat adalah bahan aktif utama aromaterapi peppermint terhadap nyeri
minyak peppermint. Secara internal, post SC. Di samping itu, penelitian
peppermint memiliki tindakan anti tentang aromaterapi peppermint masih
spasmodik, dengan efek menenangkan jarang sekali dilakukan pada nyeri post
pada otot-otot perut, saluran pencernaan, SC.
dan uterus. Peppermint juga memiliki Berdasarkan studi pendahuluan
analgesik kuat (menghilangkan nyeri), yang dilakukan pada bulan Januari
yang dimediasi sebagian, melalui sampai Februari 2017, didapatkan data
aktivasi kappa-opioid reseptor, yang pasien sebanyak 327 ibu, yang

51
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

melakukan persalinan dengan SC di pada bulan Januari-Februari 2017.


RSUD Ajibarang. Dari hasil wawancara Desain penelitian yang digunakan dalam
pada 6 ibu dengan post SC hari pertama, penelitian ini adalah quasieksperimental
4 diantaranya mengatakan merasa nyeri with control group design. Desain
dengan skala 7-8 pada daerah luka penelitian ini melibatkan kelompok
operasi. Sedangkan 2 ibu yang lain kontrol disamping kelompok
mengatakan merasa nyeri dengan skala eksperimental dengan pembagian subjek
5-6, meskipun mereka telah dalam kelompok dilakukan secara acak
mendapatkan obat analgetik melalui (Saryono, 2011). Penelitian ini
suntikan. Nyeri yang dirasakan terjadi dilakukan dengan cara membagi subyek
terus menerus sehingga mengganggu penelitian menjadi dua kelompok yaitu
kualitas tidur. Terapi yang biasa kelompok kontrol dan kelompok
digunakan untuk mengurangi nyeri intervensi. Masing-masing kelompok
hanya menggunakan farmakologi dilakukan pengamatan awal (pre-test)
(memberikan analgesik ketorolac injeksi terlebih dahulu sebelum diberikan
dan suppositoria). Sedangkan terapi non perlakuan berupa aromaterapi lavender
farmakologi pemberian aromaterapi pada kelompok intervensi dan pada
belum dilakukan. Banyaknya manfaat kelompok kontrol diberikan peppermint,
aromaterapi lavender dan peppermint kemudian dilakukan pengamatan akhir
dalam mengurangi nyeri, amun belum (post-test) setelah diberikan intervensi.
diketahui manfaat keduanya dalam Teknik pengambilan sampel dalam
menurunkan nyeri pada pasien post SC. penelitian ini menggunakan consecutive
Berdasarkan latar belakang diatas maka sampling sebanyak 32 responden yang
penulis tertarik untuk mengetahui memenuhi kritteria inklusi dan eksklusi.
apakah ada perbedaan efektifitas Kriteria inklusidari penelitian ini adalah
aromaterapi lavender dan aromaterapi ibu dengan post SC kehamilan pertama
peppermint terhadap nyeri post SC di pada hari pertama, bersedia menjadi
RSUD Ajibarang. responden, berusia antara 20-35 tahun
(usia reproduksi sehat), yang
METODE
menggunakan analgetik golongan yang
Penelitian ini dilakukan di ruang sama, pasien yang kooperatif, yang
Nuri RSUD Ajibarang di ruang Nuri didampingi keluarga, suku Jawa.

52
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Sedangkan kriteria eksklusi penelitian Tabel 1 Karakteristik responden kelompok


ini adalah ibu post SC dengan kesadaran Lavender dan Peppermint
menurun, alergi pada lavender atau Variabel Lavender Peppermint
peppermint, cemas berat. Usia (Tahun) n (%) n (%)
Responden kelompok intervensi 17-25 4 (25%) 5 (31,3%)
26-35 12 (75%) 11 (68,8%)
diberikan aromaterapi lavender selama
\
15 menit. Sedangkan pada kelompok Jumlah 16 (100%) 16 (100%)
kontrol diberikan aromaterapi
peppermint. Analisis bivariat dilakukan
peppermint selama 15 menit.
untuk menguji interaksi antar dua
Aromaterapi lavender dan aromaterapi
variabel dengan menggunakan uji
peppermint diberikan secara inhalasi
Wilcoxon dan Mann Whitney. Instrumen
menggunakan tungku pemanas
yang digunakan dalam penelitian ini
aromaterapi. Dosis minyak essensial
adalah NRS atau skala penilaian numerik
lavender dan peppermint yang
untuk mengukur nyeri yang dialami oleh
digunakan sebanyak 3 tetes dalam 5cc
responden.
air. Posisi responden tidur terlentang dan
Subyek penelitian ini berjumlah 32
pintu ruangan dan jendela ditutup, dan
responden, dan didapatkan kelompok
tungku pemanas diletakkan 60 cm di atas
terapi lavender sebanyak 16 responden,
kepala responden. Setelah selesai
dan terapi peppermint sebanyak 16
pemberian aromaterapi selama 15 menit,
responden.
peneliti mengukur skala nyeri responden
setelah diberikan aromaterapi lavender HASIL
dan aromaterapi peppermint. Intervensi
Karakteristik Responden
kedua kelompok hanya dilakukan pada
satu kali pertemuan, dan mencatat hasil Karakteristik responden dapat

pengukuran dalam lembar observasi. dilihat secara rinci pada tabel Tabel 1.

Hasil penelitian ini didapatkan terjadi Berdasarkan tabel tersebut, responden

penurunan skala nyeri pada semua berjenis kelamin perempuan lebih

responden. banyak daripada responden laki-laki

Analisis univariat dilakukan untuk pada kedua kelompok. Tabel 1

melihat distribusi dan frekuensi usia menunjukkan bahwa mayoritas

pada kelompok lavender dan karakteristik usia responden pada kedua

53
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

kelompok berada pada rentang 26-35 Tabel 2 Gambaran skala nyeri sebelum
tahun. intervensi
Kelompok Nyeri n (%)
Gambaran skala nyeri sebelum dan Lavender Skala 6 5 (31,3%)
sesudah terapi lavender dan Skala 7 6 (37,5%)
peppermint Skala 8 5 (31,3%)
Jumlah 16 (100%)
Peppermint Skala 5 4 (25 %)
Skala 6 6 (37,5%)
Tabel 2 menunjukkan bahwa Skala 7 4 (25%)
gambaran skala nyeri responden Skala 8 2 (12,5%)
Jumlah 16 (100%)
sebelum diberi aromaterapi lavender
mayoritas pada skala 7 sebanyak 37,5%,
Tabel 3 Gambaran skala nyeri setelah
sedangkan pada aromaterapi intervensi
peppermint, skala nyeri responden Kelompok Nyeri n (%)
Lavender Skala 3 1 (6,3%)
sebelum diberikan aromaterapi
Skala 4 6 (37,5%)
mayoritas pada skala 6 sebanyak 37,5%. Skala 5 7 (43,8%)
Skala 6 2 (12,5%)
Tabel 3 menunjukkan gambaran Jumlah 16 (100%)
skala nyeri responden setelah diberikan Peppermint Skala 3 1 (6,3%)
Skala 4 8 (50%)
aromaterapi lavender mayoritas pada Skala 5 4 (25%)
Skala 6 2 (12,5%)
skala 5 sebanyak 43,8%, sedangkan pada Skala 7 1 (6,3%)
aromaterapi peppermint mayoritas pada Jumlah 16 (100%)

skala 4 sebanyak 50%.

Tabel 4 Perbedaan Rerata Skala Nyeri sebelum dan Sesudah diberikan aromaterapi pada
kelompok lavender (n=16) dan peppermint (n=16)
Kelompok
n Median (Min-Max) Mean ±SD p
Penyimpanan
Lavender Pre 16 7 (6-8) 7,0±0,8
Post 16 5 (3-6) 4,6±0,8 0,000

Peppermint Pre 16 6 (5-8) 6,2±1,0


0,000
Post 16 4 (3-7) 4,6±1,0

Perbedaan rerata skala nyeri sebelum aromaterapi lavender dan peppermint


dan sesudah terapi lavender dan dapat diketahui melalui uji Wilcoxon.
peppermint
Hasil statistik uji Wilcoxon dapat dilihat
Perbedaan skala nyeri antara
pada tabel 4.
sebelum dan sesudah diberikan

54
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Tabel 5 Perbedaan penurunan rerata skala nyeri pada kelompok Lavender (n=16) dan
Peppermint (n=16)
Kelompok n Median (Min-Max) Rerata±s.b p
Lavender 16 2 (1-4) 2,3±0,7
0,005
Peppermint 16 2 (1-3) 1,6±0,6

Tabel 4 menunjukkan nilai p < responden berdasarkan usia, gambaran


0,05 yang artinya ada perbedaan skala skala nyeri sebelum dan sesudah
nyeri yang signifiikan baik sebelum pemberian aromaterapi, perbedaan skala
maupun sesudah intervensi pada nyeri sebelum dan sesudah diberikan
kelompok lavender (p=0,000), dan aromaterapi, dan perbedaan selisih
kelompok peppermint (p=0,000). penurunan skala nyeri antara
Perbedaan selisih penurunan skala aromaterapi lavender dan peppermint.
nyeri pada kelompok lavender dan 1. Karakteristik responden
peppermint
berdasarkan usia
Perbedaan selisih penurunan skala
Responden dalam penelitian ini
nyeri pada kelompok aromaterapi
adalah pasien post SC hari pertama
lavender dan Peppermint dapat diketahui
dengan riwayat kehamilan pertama kali,
melalui uji Mann-Whitney. Hasil statistik
dengan jumlah 32 responden. Responden
uji Mann-Whitney dapat dilihat pada
dibagi menjadi 2 kelompok intervensi,
tabel 5.
yakni 16 responden dengan intervensi
Tabel 5 menunjukkan bahwa
aromaterapi lavender, dan 16 responden
secara statistik ada perbedaan yang
dengan intervensi aromaterapi
signifikan pada penurunan skala nyeri
peppermint.
pada kelompok terapi baik lavender
Menurut Depkes RI (2009), usia
maupun peppermint (p < 0,05). Hal
dikelompokkan menjadi beberapa
tersebut menunjukkan bahwa Ha
kategori, yakni masa remaja akhir (17-25
diterima.
tahun), masa dewasa awal (26-35 tahun),

PEMBAHASAN masa dewasa akhir (36-45 tahun), masa


lansia awal (46-55 tahun), masa lansia
Pembahasan yang akan dijelaskan
akhir (56-65 tahun), dan manula (> 65
berdasarkan penelitian yang telah
tahun). Pada penelitian ini didapatkan
dilakukan meliputi: karakteristik

55
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

hasil mayoritas karakteristik responden pada dinding perut dan rahim pada
adalah dewasa awal (26-35 tahun). tindakan SC menimbulkan sensasi nyeri,
Pada rentang usia 26-35 tahun, dan responden pada penelitian ini
merupakan waktu yang ideal dalam memiliki pengalaman nyeri baru
berumah tangga dan siap menjadi pertama kali, sehingga respon nyeri pada
seorang ibu apabila terjadi kehamilan masing-masing responden cenderung
(Manuaba, 2008). Berdasarkan hasil kuat.
pengamatan dan wawancara pada saat Respon nyeri juga lebih banyak
penelitian, banyak ibu dengan SC diungkapkan pada kaum perempuan
mengalami gangguan pada janin, seperti seperti yang terjadi pada responden
posisi janin melintang, presentasi dalam penelitian ini. Hal ini dikaitkan
bokong yang sudah tidak dapat kembali dengan adanya letak persepsi nyeri pada
karena usia janin cukup bulan, dan perempuan berada pada daerah limbik,
distress pada janin yang dapat yaitu bagian otak yang berperan sebagai
mengancam nyawa. Di samping itu, pusat utama emosi seseorang, sehingga
faktor dari ibu sendiri seperti tidak kuat secara emosional perempuan lebih
mengejan/ tidak tahan dengan rasa sakit sensitif dalam mempersepsikan nyeri
saat muncul his, atau fase pembukaan (Potter, dan Perry, 2005).
yang lama, ditambah faktor keinginan
Gambaran skala nyeri responden
yang sangat besar ingin memiliki sebelum dan sesudah intervensi
seorang anak, membuat ibu muda lavender dan peppermint
memilih jalan SC agar bayi yang Nyeri pada post SC dapat bersifat
dikandungnya selamat. ringan, sedang, dan berat (Perhimpunan
Usia menjadi salah satu faktor Dokter Spesialis Penyakit Dalam, 2009).
yang mempengaruhi nyeri, dimana pada Berdasarkan pembagian skala nyeri
usia dewasa akan melaporkan rasa nyeri menurut Potter dan Perry (2005), angka
apabila terjadi kondisi patologis dan 0 menunjukkan tidak ada nyeri, angka 1-
mengalami kerusakan fungsi. Semakin 3 masuk kategori nyeri ringan, angka 4-
tua usia seseorang maka akan lebih 6 masuk kategori nyeri sedang, angka 7-
mampu mengatasi stresor nyeri 9 masuk kategori nyeri berat, dan angka
dibandingkan usia yang lebih muda 10 masuk kategori nyeri tak tertahankan.
(Potter, dan Perry, 2005). Robekan insisi Pada penelitian ini gambaran skala nyeri

56
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

hari pertama sebelum intervensi pada (sayatan) disebabkan oleh robeknya


kelompok lavender, mayoritas pada jaringan pada dinding perut dan dinding
kategori berat, yaitu skala 7 (37,5%) dan uterus. Nyeri pada hari pertama SC dapat
skala 8 (31,3%). Sedangkan pada terjadi karena adanya proses inflamasi
kelompok peppermint, mayoritas pada pada luka insisi. Menurut Setyorini,
kategori sedang, yaitu skala 5 (25%) dan Barus, dan Dwitari (2013), ada 3 fase
skala 6 (37,5%). penyembuhan luka yaitu fase inflamasi,
Nyeri adalah sensori subjektif dan fase proliferasi/ regenerasi, fase
emosional tidak menyenangkan terkait maturasi/ remodeling. Fase inflamasi
dengan kerusakan jaringan pada tubuh. pada luka berlangsung selama 3 hari
Rasa nyeri merupakan respon setelah cedera, dimana tanda dan gejala
pertahanan tubuh untuk memberitahukan dari reaksi inflamasi adalah warna
ada kerusakan jaringan pada tubuh kemerahan karena kapiler melebar
(Tamsuri, 2007). Sectio caesarea adalah (rubor), suhu hangat (kalor), rasa nyeri
melahirkan janin melalui insisi pada (dolor), dan pembengkakan (tumor).
dinding abdomen (laparotomi) dan Fase inflamasi tersebut menimbulkan
dinding uterus (histerotomi) nyeri, namun respon nyeri berbeda-beda
(Cunningham, 2006). Tindakan operasi pada tiap responden, tergantung dari
sectio caesarea menyebabkan nyeri dan mekanisme koping masing-masing
terjadinya perubahan kontinuitas individu.
jaringan karena adanya pembedahan Pada penelitian ini, semua
(Anggorowati, 2007). Nyeri post SC responden belum pernah mendapatkan
adalah nyeri yang dirasakan di daerah pengalaman operasi sebelumnya,
sayatan (insisi) mengakibatkan dimana respon pengontrolan kurang kuat
ketidaknyamanan, terjadinya pada pusat neurokorteks, sehingga
thrombosis, penurunan kemampuan rangsangan nyeri menjadi lebih besar
fungsional, elastisitas otot, perut dan otot (Ardinata (2007). Di samping itu, setelah
dasar panggul, perdarahan, luka kandung 6 jam post SC, mulai terjadi proses
kemih, infeksi, bengkak pada penurunan efek anestesi, sehingga
ekstremitas bawah, dan gangguan laktasi responden mulai merasakan dan
(Rustam, 2012). Nyeri post operasi SC mengeluh nyeri (Sukandar, 2008).
yang berlokasi pada daerah insisi Pembatasan mobilisasi post SC 24 jam

57
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

pertama juga mengakibatkan responden mayoritas pada kategori sedang, yaitu


fokus terhadap nyeri. Pemberian obat skala 4 (37,5%), skala 5 (43,8%), dan
oksitosin untuk merangsang proses skala 6 (12,5%). Sedangkan pada
involusi uterus mengakibatkan nyeri aromaterapi peppermint mayoritas pada
bertambah berat. Sehingga pada hasil skala sedang, yaitu skala 4 (50%), skala
penelitian ini, gambaran skala nyeri 5 (25%), dan skala 6 (12,5%). Hasil
sebelum intervensi pada kedua penelitian menunjukkan adanya
kelompok dari sedang sampai berat. penurunan nyeri setelah diberikan
Nyeri dengan kategori sedang aromaterapi lavender dan peppermint,
sampai berat pada penelitian ini yang artinya baik pada aromaterapi
dipengaruhi oleh faktor individu itu lavender maupun peppermint sama-sama
sendiri, seperti usia, jenis kelamin, dapat menurunkan nyeri. Hal ini
kebudayaan dan dukungan keluarga disebabkan karena efek dari aromaterapi
(Potter, & Perry, 2005). Responden lavender maupun peppermint mampu
dalam penelitian ini berjenis kelamin mengurangi rasa lelah, dan membuat
perempuan, dimana perempuan tubuh menjadi rileks.
cenderung melaporkan nyeri pada Perbedaan skala nyeri sebelum dan
tingkat yang lebih tinggi, sehingga nyeri sesudah diberi aromaterapi lavender
dan peppermint
yang dilaporkan dari beberapa
Uji yang digunakan untuk
responden cenderung berat. Namun
mengetahui skala nyeri sebelum dan
faktor kebudayaan seperti rasa malu
sesudah diberikan aromaterapi pada
untuk mengungkapkan rasa sakit, dan
penelitian ini adalah uji Wilcoxon.
dukungan dari keluarga dan orang-orang
Berdasarkan hasil uji tersebut, pada
terdekat ikut mempengaruhi tingkat
kelompok lavender dan peppermint
nyeri pada beberapa responden, sehingga
diperoleh nilai p = 0,000 yang artinya p
nyeri yang dilaporkan dari beberapa
< 0,05. Sehingga hipotesis kerja (Ha)
responden masuk dalam kategori sedang.
diterima, dan menunjukkan bahwa ada
Responden dalam penelitian ini
perbedaan yang signifikan antara skala
ditunggui oleh keluarganya masing-
nyeri sebelum dan sesudah pemberian
masing.
aromaterapi lavender dan peppermint.
Gambaran skala nyeri setelah
Aromaterapi lavender maupun
diberikan aromaterapi lavender
peppermint digunakan sebagai alternatif

58
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

dalam perawatan pasien menggunakan kemudian akan dikirim ke hipotalamus


minyak essensial untuk pijat, ataupun untuk diolah. Melalui penghantaran
secara inhalasi, dimana cepat diserap ke respon yang dilakukan oleh hipotalamus,
dalam aliran darah dan dikeluarkan dari seluruh unsur pada minyak essensial
tubuh melalui ginjal dan hati, dan CO2 akan diantar oleh sistem sirkulasi dan
dihembuskan (Wendy, dan Jenny, 2004). pada organ tubuh yang membutuhkan ke
Mekanisme kerja aromaterapi dalam gerbang spinal cord (Primadiati, 2002).
tubuh manusia berlangsung melalui Aromaterapi tersebut mencegah
sistem sirkulasi tubuh dan sistem transmisi impuls nyeri, dan respon tubuh
penciuman. Wewangian dapat secara fisiologis akan berpengaruh
mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat terhadap perubahan sel-sel tubuh,
dan emosi seseorang. Organ penciuman sehingga dapat memberikan efek
merupakan sarana komunikasi alamiah relaksasi pada tubuh responden post SC.
pada manusia, dimana hanya sejumlah 8 Efek relaksasi dicapai dalam
molekul yang dapat memacu impuls hitungan sekitar 21-27 detik dalam
elektrik pada ujung saraf. Secara kasar lingkungan yang tertutup. Kandungan
terdapat 40 ujung saraf yang harus dalam lavender dan peppermint yang
dirangsang sebelum seseorang sadar bau dihirup masuk ke hidung ditangkap oleh
apa yang dicium. Bau merupakan suatu bulbus olfactory kemudian melalui
molekul yang mudah menguap ke udara traktus olfaktorius yang bercabang
dan akan masuk ke rongga hidung menjadi dua, yaitu sisi lateral dan
melalui penghirupan sehingga akan medial. Pada sisi lateral, traktus ini
direkam oleh otak sebagai proses bersinap pada neuron ketiga di amigdala
penciuman (Primadiati, 2002). sebagai respon emosi, menuju
Proses penciuman dimulai dengan hipokampus. Setelah hipokampus
penerimaan molekul bau tersebut pada mengenali bau-bauan tersebut, maka
olfactory. Selanjutnya akan akan mempengaruhi proses kognator
ditransmisikan sebagai suatu pesan ke (persepsi, informasi, dan emosi) serta
pusat penciuman di bagian belakang regulator (kimiawi, saraf, endokrin)
hidung yang terdapat berbagai sel neuron yang mempengaruhi cerebral cortex
yang menginterpretasikan bau tersebut dalam aspek kognitif maupun emosi dan
dan mengantarnya ke sistem limbik, meningkatkan gelombang-gelombang

59
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

alfa di dalam otak sehingga merasakan Alireza et al. (2013), bahwa nilai
rileks (Simkin et al., 2008). Aromaterapi efektivitas menghirup minyak esensial
secara tidak langsung ikut merangsang lavender setelah caesar mengalami
sistem neuroendokrin hipotalamus yang penurunan nyeri yang signifikan
mengatur reaksi stres dan menghasilkan dibandingkan dengan kelompok kontrol.
coticitropin releasing factor (CRF). CRF Hasil penelitian Rasool et al. (2013)
berfungsi untuk merangsang kelenjar menunjukkan bahwa penggunaan
pituitari dalam memproduksi adreno minyak essensial lavender memberikan
cortico tropin hormone (ACTH). ACTH efek analgesik, sehingga terjadi
akan menstimulasi produksi endorfin, penurunan yang signifikan pada nyeri
dan enkefalin yang memberikan efek pasca tonsilektomi. Efek lavender juga
analgesik natural dengan menurunkan mempengaruhi saraf parasimpatis tubuh
produksi kortisol dan hormon-hormon dengan menurunkan frekuensi
stres lainnya dan menghambat pernapasan menjadi lebih lambat,
presinaptik dan pasca sinaptik pada sehingga nyeri yang dialami oleh pasien
serabut-serabut nyeri tipe C dan tipe dengan persalinan menjadi berkurang
delta serta memblokade reseptor nyeri di (Masaoka et al., 2013).
kornu dorsalis. Sehingga nyeri tidak Sedangkan manfaat dari
dikirim ke korteks serebri dan aromaterapi peppermint dalam
selanjutnya akan menurunkan persepsi menurunkan skala nyeri sesuai dengan
nyeri (Smeltzer, dan Bare, 2002). hasil penelitian Rahmadeni (2014) yaitu
Hasil penelitian ini menunjukkan pemberian aromaterapi peppermint
bahwa aromaterapi lavender maupun (mentha piperita) secara inhalasi mampu
peppermint yang diberikan selama 15 menurunkan skala nyeri pada dismenore
menit mampu menurunkan tingkat nyeri primer, yang ditunjukkan dengan nilai
yang dialami responden yang ditandai p=0,000 (p < 0,05). Kligler
dengan terdapat perbedaan yang dan Chaudhary (2007) menyatakan
signifikan antara nyeri sebelum bahwa daun peppermint dan minyak
diberikan intervensi dan sesudah peppermint dapat digunakan untuk
diberikan intervensi. Manfaat gangguan pencernaan. Kombinasi
aromaterapi lavender menurunkan skala minyak peppermint dan minyak jintan
nyeri sesuai dengan hasil penelitian cukup efektif dalam pengobatan nyeri

60
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

non-ulkus dispepsia dan ketegangan Kemungkinan adanya perbedaan


sakit kepala, karena efek relaksasi pada efektivitas kedua kelompok dilihat dari
otot polos. efek aromaterapinya. Pada aromaterapi
Perbedaan penurunan skala nyeri lavender mengandung minyak penenang
pada kelompok peppermint dan dan efek sedatif yaitu Lavendula
lavender
angustifolia (Ogan et al., 2005).
Hasil penelitian yang telah diuji
Lavender yang memiliki kandungan
dengan uji Mann-Whitney diperoleh nilai
utama linalyl asetat dan linalool bersifat
p = 0,005 yang artinya nilai p < 0,05. Hal
bakterisida, analgesik, dan spasmolitik,
tersebut menunjukkan bahwa hipotesis
dan bekerja pada sistem saraf otonom,
kerja (Ha) diterima. Hal ini diartikan
yang merupakan bagian dari sistem yang
bahwa ada perbedaan yang bermakna
mempertahankan homeostatis dan juga
antara pengaruh aromaterapi lavender
mempengaruhi kelancaran sirkulasi
dibandingkan dengan peppermint,
darah, sehingga suplai nutrisi ke jaringan
dimana rerata dan simpang baku
luka dapat tercukupi dan proses
penurunan kedua kelompok adalah
penyembuhan akan lebih cepat (Potter
2,3±0,7 pada kelompok lavender dan
dan Perry, 2005).
1,6±0,6 pada kelompok peppermint. Hal
Menurut Mclain (2009) minyak
ini menunjukkan bahwa aromaterapi
lavender memiliki banyak potensi
lavender lebih efektif dalam
karena terdiri atas beberapa kandungan.
menurunkan nyeri bila dibandingkan
Menurut penelitian, dalam 100 gram
aromaterapi peppermint. Dilihat dari
bunga lavender tersusun atas beberapa
skala nyeri sebelum intervensi tampak
kandungan, seperti: minyak esensial (1-
bahwa kelompok lavender berada pada
3%), alpha-pinene (0,22%), camphene
kategori nyeri berat, dan kelompok
(0,06%), betamyrcene (5,33%), p-
peppermint berada pada kategori nyeri
cymene (0,3%), limonene (1,06%),
sedang. Setelah diberikan intervensi,
cineol (0,51%), linalool (26,12%),
penurunan skala nyeri menurun
borneol (1,21%), terpinen-4-ol (4,64%),
signifikan pada kelompok lavender, dari
linalyl acetate (26,32%), geranyl acetate
kategori berat menjadi kategori ringan,
(2,14%), dan caryophyllene (7,55%).
sedangkan pada kelompok peppermint
Dari data di atas, dapat disimpulkan
menurun dari kategori sedang ke
bahwa kandungan utama dari bunga
kategori ringan.

61
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

lavender adalah linalyl asetat dan dan Denise, 2008). Kandungan menthol
linalool. Diteliti efek dari tiap (sensasi dingin) lebih efektif bila
kandungan bunga lavender untuk digunakan sebagai muscle relaxant
mencari tahu zat mana yang memiliki dengan cara dioles, karena menthol lebih
efek anti-anxiety (efek anti cepat meresap melalui kulit, dan mampu
cemas/relaksasi) menggunakan Geller mengurangi cedera pada atletik, nyeri
conflict test dan Vogel colinfct test. otot, kram saat menstruasi serta berbagai
Linalool memberikan hasil yang masalah pencernaan termasuk kembung,
signifikan pada kedua tes, dapat mual, morning sickness, dan kram perut.
dikatakan linalool adalah kandungan Kandungan menthol pada peppermint
aktif utama yang berperan pada efek anti sifatnya hanya sementara bila diberikan
cemas (relaksasi) pada lavender. Di dengan cara inhalasi, namun lebih efektif
samping itu, kandungan minyak dalam bila digunakan untuk pijat/ dioleskan ke
aromaterapi lavender ikut menjadi tubuh (Cappello et al., 2007). Sehingga
perantara lepasnya enzim yang pada penelitian ini pada kelompok
mengurangi kontraksi otot, sehingga lavender lebih berpengaruh dalam
memberikan rasa relaksasi dan efektif menurunkan tingkat nyeri pada pasien
untuk mengurangi rasa nyeri pada post post SC. Di samping itu, kemungkinan
SC (Liu et al., 2008). dapat terjadi perbedaan hasil pada kedua
Sedangkan aromaterapi kelompok dikarenakan ruangan
peppermint mengandung menthol yang perawatan pasien yang terlalu lebar dan
berfungsi sebagai anestesi ringan yang antara satu pasien dengan pasien lain
bersifat sementara dan efektif sebagai hanya dipisahkan dengan tirai yang tidak
salah satu mekanisme anti konvulsi dan menutup rapat sehingga aromaterpi yang
spasmolitik secara in vitro pada otot dihirup menjadi tidak sama. Posisi
skeletal, sehingga sesuai apabila pasien pasien yang berbeda-beda dengan
digunakan pada keluhan nyeri pada letak ventilasi yang tidak sama juga
tulang, otot halus saluran gastrointestinal dapat mempengaruhi aromaterapi yang
dan saluran empedu. Mekanisme kerja dihirup oleh responden menjadi tidak
aromaterapi lavender sama dengan maksimal atau tidak dapat fokus hanya
mekanisme kerja aromaterapi terhirup oleh responden.
peppermint (Muchtaridi, 2005; Tiran,

62
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

KESIMPULAN Aromatherapy Blend Containing


Lavender Essential Oil on Cesarean
Berdasarkan hasil penelitian Postoperative, Anesthesia Pain,
mengenai perbedaan pengaruh 3(1) : 203-207.
Andarmoyo, S., 2013, Konsep dan
aromaterapi peppermint dan lavender Proses Keperawatan Nyeri, Ar-
terhadap penurunan skala nyeri pasien Ruzz Media, Yogyakarta.
Anggorowati, 2007, Effektifitas
post SC, maka dapat disimpulkan bahwa: Pemberian Spiritual “Spirit Ibu”
Karakteristik responden pada terhadap Nyeri Post Sectio
Caesarea (SC) pada RS Sultan
kelompok lavender dan peppermint Agung dan RS Roemani Semarang,
mayoritas berusia 26-35 tahun. Jurnal Media Ners, 1(1) : 10-15.
Ardinata, D., 2007, Multidimensional
Gambaran skala nyeri sebelum Nyeri, Jurnal Keperawatan
intervensi pada kelompok lavender Rufaidah Sumatera Utara, 2(2) :
77-81.
mayoritas yaitu pada skala 7 (berat). Asmadi, 2013, Teknik Prosedur
Sedangkan pada kelompok peppermint, Keperawatan : Konsep dan
Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien,
mayoritas yaitu pada skala 6 (sedang). Salemba Medika, Jakarta.
Gambaran skala nyeri setelah Cappello, G., Spezzaferro, M., Grossi,
L. , Manzoli, L. , Marzio, L., 2007,
intervensi pada kelompok lavender Minyak peppermint (Mint oil)
mayoritas yaitu pada skala 5 (sedang). dalam pengobatan sindrom iritasi
usus: calon double blind placebo-
Sedangkan pada aromaterapi peppermint controlled trial acak, Dig Hati Dis.,
mayoritas yaitu pada skala 4 (sedang). (6): 530-6. Epub 2007 8 April.
Cunningham, F., 2006, Obstetri
Terdapat perbedaan yang Williams, Vol. 1 Ed.2, EGC,
signifikan skala nyeri antara sebelum Jakarta.
Depkes RI, 2009, Sistem Kesehatan
dan sesudah intervensi atau perlakuan Nasional, Jakarta.
pada kelompok lavender dan kelompok Dewi, I. P., 2011, Aromaterapi
Lavender sebagai Media Relaksasi.
peppermint. Artikel. Bali: Bagian Farmasi
Terdapat perbedaan yang Universitas Kedokteran Udayana
Kartika, R. 2014. Efek lilin aromaterapi
signifikan penurunan skala nyeri pada lavender terhadap perubahan
kelompok lavender dan kelompok intensitas nyeri persalinan normal
kala I fase aktif pada primigravida
peppermint. di wilayah kerja Puskesmas Bergas
Kabupaten Semarang. (Skripsi).
DAFTAR PUSTAKA Semarang, STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran.
Alireza, O., Kaveh, B., Reza, A., Kligler, B., and Chaudhary, S., 2007,
Farhad, S., Forough, S., 2013, The Peppermint oil, , 75(7):1027-30.
Effect of Inhalation of

63
Journal of Bionursing Vol 1(1) 2019

Laila, N.N., 2011, Buku Pintar Perez, C., 2003, Clinical Aromatherapy
Menstruasi, Buku Biru, Part 1: An introduction into nursing
Yogyakarta. practice. Clinical Journal Of
Liu, W.E., Lin, L.J., Jiang, Y.Y., Jhen, Oncology Nursing Volume 7,
J.Y., Lin, P.X., Jien, Y.X., Lin, Number 5. [accesed 17 November
W.F., Lin, R.X., 2008, Essential 2016]
Oil Massage Effects on Neck and Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Shoulder Pain, Nursing Leadership, Dalam Indonesia, 2009, Buku Ajar
9, : 18-30. Ilmu Penyakit Dalam, Edisi
Manuaba, C., 2008, Gawat-Darurat Kelima, Jilid II, Aru W. Sudoyo,
Obstetri-Ginekologi & Obstetri Bambang Setyohadi, Idrus Alwi,
Ginekologi Sosial untuk Profesi Marcellus Simadibrata K, Siti
Bidan, EGC, Jakarta. Setiati, FKUI, Jakarta.
Masaoka Y, Takayama M, Yajima H, Potter, P.A., dan Perry, A.G., 2005,
Kawase A, Takakura N, Homma I., Buku Ajar Fundamental
2013, Analgesia is enhanced by Keperawatan, Edisi ke-4. Penerbit
providing information regarding buku kedokteran, EGC, Jakarta.
good outcomes associated with an Potter P.A., dan Perry, A.G., 2006,
odor: placebo effects in Buku Ajar Fundamental
aromatherapy?, Evidence-Based Keperawatan (Konsep, Proses, dan
Complementary and Alternative Praktik), EGC, Jakarta.
Medicine, 8. Pratiwi, R., 2011, Penurunan Intensitas
McLain D.E., 2009, Chronic Health Nyeri akibat Luka Post Section
Effects Assessment of Spike Caesarea setelah dilakukan Latihan
Lavender Oil. Walker Doney and Teknik Relaksasi Pernapasan
Associates, Inc 2009; 1-18 menggunakan Aromaterapi
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L., Lavender di Rumah Sakit Al Islam
dan Swanson, E., 2013, Nursing Bandung, Jurnal Pakultas Ilmu
Outcomes Classification (NOC) Keperawatan Universitas
Measurements of Health Padjadjaran, 3 (2) : 12-15.
Outcomes, Fifth Edition, Elsevier, Price, S.A., dan Wilson, L.M., 2005,
United States of America. Patofisiologi : Konsep Klinis
Muchtaridi, 2005, Penelitian Proses-Proses Penyakit, EGC,
Pengembangan Minyak Atsiri Jakarta.
sebagai Aromaterapi dan Primadiati, R., 2002. Aromaterapi
Potensinya sebagai Produk Sediaan perawatan alami untuk sehat dan
Farmasi, J. Tek. Ind. Pert. Vol. cantik, PT Gramedia Pustaka
17(3),80-88. Utama, Jakarta.
Ogan, M. P., Owens, J. E., Goodman, Rahmadeni, I., 2011, Pengaruh
M., Wolfe, P., dan Schorling, J., Pemberian Aromaterapi
2005, A pilot study evaluating Peppermint (Menta Piperita) secara
mindfulness-based stress reduction Inhalasiterhadap Skala Dismenore
and massage for the management Pprimer pada Siswa SMA Negeri
of chronic pain. J Gen Intern Med, 10 Sijunjung Tahun 2014, Skripsi,
20, 1136-1138. Universitas Andalas.
Padilla, 2008, Risk factors in cesarean Rasool, S., Saeed, S., Valiollah, H., Gholamreza,
section, Ginecol Obstet Mex A., Mahdi, B., Mahdi, M., 2013, Evaluation
Article in Spanish. of the Effect of Aromatherapy with

64
Journal of Bionursing Vol 1 (1) 2019

Lavender Essential Oil on Post- Tamsuri, A., 2007, Konsep dan


Tonsillectomy Pain in Pediatric Patients: A Penatalaksanaan Nyeri, EGC,
Randomized Controlled Trial, International Jakarta.
Journal of Pediatric Otorhinolaryngology, Tiran, dan Denise, 2008, Mual dan
77: 1579-1581. Muntah Kehamilan, EGC, Jakarta.
Saryono, 2011, Metodologi Penelitian Wahyuni, S., dan Rachmawati, V.A.,
Kesehatan Penuntun Praktis Bagi 2015, Efektivitas pemberian
Pemula, Mitra Cendekia, aromaterapi untuk menurunkan
Yogyakarta. kecemasan ibu hamil trimester III
Setyorini E.A., Barus L.S., dan Dwitari dalam persiapan menghadapi
A., 2013, Perbedaan Alat Ganti persalinan di Rumah Bersalin
Verband antara Dressing Set dan Juwanti Sidoharjo Sragen,
Dressing Trolley terhadap Resiko INVOLUSI Jurnal Ilmu Kebidanan
Infeksi Nosocomial dalam (Journal of Midwifery Science),
Perawatan Luka Post Operasi, 2(3), 24-33.
Jurnal Kesehatan STIKes Santo Wasis, 2008, Pedoman Riset Praktis
Borromeus, 1(1): 11-23. untuk Profesi Perawat, EGC,
Simkin, P., et al., 2008, Panduan Jakarta.
Lengkap Kehamilan, Melahirkan Wendy, M.J., dan Jenny, M.W., 2004,
dan Bayi, ARCAN, Jakarta. Aromatherapy Practice in Nursing:
Smeltzer, S.C, dan Bare, B.G, 2002, Literature Review, Journal of
Buku Ajar Keperawatan Medical Advanced Nursing, 48 : 93- 103.
Bedah Edisi 8 Volume 2, EGC, Word Health Organization, 2007,
Jakarta. Normal labour and childbirth
Sukandar, 2008, Iso Farmakoterapi, PT. (http://who.int/normal labour C57
ISFI, Jakarta C76.html) (diakses tanggal 10
november 2016).

65

You might also like