You are on page 1of 9

6th ACE Conference.

29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

ANALISIS INDEKS KEKERINGAN


METODE KEETCH BYRAM DROUGHT INDEX (KBDI),
STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX (SPI),
DAN TEORI RUN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
KAMPAR PROVINSI RIAU

Novreta Ersyi Darfia1, Widdya Rahmalina2


1
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Abdurrab
Email : novreta@univrab.ac.id
2
Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Abdurrab
Email : widdya.rahmalina@univrab.ac.id

ABSTRACT
Drought is a phenomenon that often occurs and causes disasters in various regions in
Indonesia. The impact of drought occurs in various sectors, especially agriculture,
plantations, forestry, water resources, and the environment. Information on the potential
for drought is needed for prevention or mitigation to reduce the negative impacts caused.
Riau Province is one of the regions in Indonesia that lies on the equator where the
temperature caused by the heat of the sun's rays is higher and longer when compared to
areas far from the equator. This study analyzes the drought index in the Kampar
watershed in Riau Province using three calculation methods, namely the Keetch Byram
Drought Index (KBDI), the Standardized Precipitation Index (SPI), and the Run Theory.
The drought index of the KBDI method results that the drought in the Kampar watershed
is dominated by the "Medium" nature of 55%. "Extreme" drought only happened 2 (two)
times, namely in July 2014 and July 2015. Analysis of the drought by the SPI method
gives the result that in the Kampar watershed the drought is dominated by the "Normal"
nature of 78.33%. "Extreme Dry" drought only happened once July 2015. The Theory
Run method drought index results that the longest drought duration in the Kampar
watershed is 35 (thirty five) months, from December 2012 to October 2015. While the
largest number of droughts is 3223.6 mm which occurred in October 2015.

Keywords : drought index, Kampar watershed, KBDI, SPI, Run Theory

ABSTRAK
Kekeringan merupakan fenomena yang sering terjadi dan menimbulkan bencana di
berbagai daerah di Indonesia. Dampak kekeringan terjadi pada berbagai sektor terutama
pertanian, perkebunan, kehutanan, sumberdaya air, dan lingkungan. Informasi mengenai
potensi kekeringan sangat diperlukan untuk pencegahan ataupun penanggulangan untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan. Provinsi Riau adalah salah satu daerah di
Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa dimana temperatur yang diakibatkan panas
sinar matahari lebih tinggi dan lebih lama bila dibandingkan dengan daerah yang jauh dari
garis khatulistiwa. Penelitian ini melakukan analisis indeks kekeringan di DAS Kampar
yang berada di Provinsi Riau dengan menggunakan tiga metode perhitungan, yaitu Keetch
Byram Drought Index (KBDI), Standardized Precipitation Index (SPI), dan Teori Run.
Indeks kekeringan metode KBDI menghasilkan bahwa kekeringan di DAS Kampar
didominasi oleh sifat “Sedang” yaitu sebesar 55%. Kekeringan “Ekstrim” hanya terjadi

612
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada Juli 2014 dan Juli 2015. Analisis kekeringan dengan
metode SPI memberikan hasil bahwa di DAS Kampar kekeringan didominasi oleh sifat
“Normal” yaitu sebesar 78,33%. Kekeringan “Ekstrim Kering” hanya terjadi 1 (satu) kali
yaitu pada Juli 2015. Indeks kekeringan metode Teori Run menghasilkan bahwa durasi
kekeringan terpanjang di DAS Kampar adalah selama 35 (tiga puluh lima) bulan yaitu
dari Desember 2012 hingga Oktober 2015. Sedangkan jumlah kekeringan terbesar adalah
3223,6 mm yang terjadi pada Oktober 2015.

Kata Kunci : indeks kekeringan, DAS Kampar, KBDI, SPI, Teori Run

1. PENDAHULUAN

Kekeringan merupakan fenomena yang sering terjadi dan menimbulkan bencana di


berbagai daerah di Indonesia. Kekeringan berhubungan dengan keseimbangan antara
kebutuhan dan pasokan air untuk berbagai keperluan. Dampak kekeringan terjadi pada
berbagai sektor terutama pertanian, perkebunan, kehutanan, sumberdaya air, dan
lingkungan.

Informasi mengenai potensi kekeringan sangat diperlukan untuk pencegahan ataupun


penanggulangan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan (Aprilliyanti,
2017). Tingkat kekeringan suatu daerah dapat diketahui dengan menghitung indeks
kekeringannya. Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi,
memantau, dan mengevaluasi kejadian kekeringan karena indeks kekeringan dapat
menyederhanakan keterkaitan kompleks antara parameter iklim dan parameter lainnya.
Indeks membuat informasi tentang anomali iklim lebih mudah untuk disampaikan
kepada khalayak pengguna yang beragam dan memungkinkan para ilmuwan untuk
menilai secara kuantitatif anomali iklim dalam hal intensitas, durasi, tingkat spasial, dan
frekuensi (Anzar, 2014).

Provinsi Riau adalah salah satu daerah di Indonesia yang terletak pada garis
khatulistiwa dimana temperatur yang diakibatkan panas sinar matahari lebih tinggi dan
lebih lama bila dibandingkan dengan daerah yang jauh dari garis khatulistiwa. Provinsi
Riau merupakan salah satu provinsi yang rawan kebakaran di Indonesia yang
mengalami kejadian kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya. Kerusakan hutan di
Riau merupakan yang paling menjadi sorotan di Indonesia bahkan dunia. Berdasarkan
deteksi Satelit NOAA 18 Tahun 2013, terlihat bahwa Provinsi Riau memiliki titik
hotspot yang lebih besar dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Setiap tahunnya Riau
menghasilkan kabut yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (Darfia, 2016).

Penelitian ini melakukan analisis indeks kekeringan di DAS Kampar yang berada di
Provinsi Riau dengan menggunakan tiga metode perhitungan, yaitu Keetch Byram
Drought Index (KBDI), Standardized Precipitation Index (SPI), dan Teori Run. Ketiga
metode ini akan dianalisa untuk mengetahui karakteristik masing-masing metode.
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan yaitu tentang
kondisi kekeringan yang terjadi di DAS Kampar guna mendukung dalam manajemen
pola pemanfaatan lahan serta dapat membantu untuk kepentingan perencanaan (desain)
di DAS Kampar.

613
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

2. STUDI PUSTAKA

2.1 Definisi Kekeringan

Kekeringan adalah kekurangan curah hujan dari biasanya atau kondisi normal bila
terjadi berkepanjangan sampai mencapai satu musim atau lebih panjang akan
mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan air yang dicanangkan. Hal ini
akan menimbulkan dampak terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan alam. Setiap
kekeringan berbeda dalam intensitas, lama, dan sebaran ruangnya. Gambar 1
menggambarkan peranan hujan dalam memicu kekeringan yang berdampak luas pada
kehidupan masyarakat pada khususnya dan negara pada umumnya.

Gambar 1. Kekeringan Meteorologi, Pertanian, Hidrologi, dan Sosio-Ekonomi

(sumber: National Drought Mitigation Center (NDMC), 2006)

2.2 Indeks Kekeringan

Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, dan
mengevaluasi kejadian kekeringan. Kekeringan memiliki karakter multi-disiplin yang
membuat tidak adanya sebuah definisi yang dapat diterima oleh semua pihak di dunia.
Demikian pula tidak ada sebuah indeks kekeringan yang berlaku universal (Niemeyer,
2008).

614
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

2.3 Keetch Byram Drought Index (KBDI)

Indeks kekeringan adalah jumlah yang mewakili pengaruh bersih (net) evapotranspirasi
dan presipitasi dalam menghasilkan defisiensi kelembaban kumulatif pada serasah tebal
atau lapisan tanah bagian atas. Indeks kekeringan merupakan jumlah yang berkaitan
dengan daya nyala (flammability) bahan-bahan organik pada tanah (Keetch & Byram,
1968).

Tabel 1. Klasifikasi Skala Nilai KBDI (Keetch & Byram, 1968)


Nilai KBDI Kategori
0 - 999 Rendah
1000 - 1499 Sedang
1500 - 1749 Tinggi
1750 - 2000 Ekstrim

2.4 Standardized Precipitation Index (SPI)

Standardized Precipitation Index (SPI) merupakan indeks kekeringan yang banyak


digunakan untuk mengkarakterisasi kekeringan meteorologis, yang dikembangkan oleh
McKee et al pada tahun 1993. Metode ini merupakan metode yang mengukur
kekurangan/defisit curah hujan pada berbagai skala waktu berdasarkan kondisi
normalnya. Pada rentang waktu yang singkat, SPI berkaitan erat dengan kelembaban
tanah, sementara pada rentang waktu yang lebih panjang, SPI dapat dihubungkan
dengan air tanah dan waduk.

Tabel 2. Klasifikasi Skala Nilai SPI (Mckee, 1993)


Nilai SPI Kategori
≥ 2.00 Ekstrim Basah
1.50 - 1.99 Sangat Basah
1.00 - 1.49 Basah
-0.99 - 0.99 Normal
-1.00 - -1.49 Kering
-1.5 - -1.99 Sangat Kering
≤ -2.00 Ekstrim Kering

2.5 Teori Run

Prinsip perhitungan teori run mengikuti proses peubah tunggal (univariate), seri data, X
(t,m), dari peubah hidrologi dalam hal ini hujan bulan m dan tahun ke t. Dengan
menentukan rata-rata curah hujan jangka panjang sebagai median, Y(m), maka dapat
dihasilkan peubah baru dengan cara mengurangkan seri data dengan median yaitu
(Departemen PU, 2004) :
a. run positif, disebut surplus.
b. run negatif, disebut defisit.

615
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

3. HASIL, ANALISA DATA, DAN PEMBAHASAN

Data curah hujan merupakan komponen utama dalam menganalisa indeks kekeringan.
Data yang diperlukan adalah data seri dengan panjang data yang cukup panjang. Pada
penelitian ini, data hujan yang digunakan adalah data hujan yang berasal dari 11
(sebelas) stasiun hujan yang berada di sekitar lokasi penelitian. Stasiun hujan tersebut
yaitu Stasiun Batu Bersurat, Stasiun Gema, Stasiun Kemang, Stasiun Koto Baru,
Stasiun Lipat Kain, Stasiun Lubuk Ogung, Stasiun Muara Lembu, Stasiun Pantai Raja,
Stasiun Pasar Kampar, Stasiun Silam, dan Stasiun Sorek. Panjang data hujan yang
digunakan adalah selama 15 (lima belas) tahun yaitu dari tahun 2004 hingga tahun
2018.

Analisis indeks kekeringan KBDI (Keetch Byram Drought Index), selain memerlukan
data hujan juga memerlukan data suhu. Pada lokasi penelitian hanya terdapat 2 (dua)
stasiun klimatologi yaitu Stasiun Koto Baru dan Stasiun Pasar Kampar. Sama halnya
dengan data hujan, panjang data suhu yang digunakan adalah selama 15 (lima belas)
tahun yaitu dari tahun 2004 hingga tahun 2018.

3.1 Indeks Kekeringan Metode KBDI

Perhitungan indeks kekeringan metode KBDI menghasilkan indeks kekeringan harian


pada lokasi penelitian. Perhitungan dimulai ketika hujan selama satu minggu berjumlah
150 – 200 mm (Keetch & Byram, 1968). Setelah didapat indeks kekeringan harian,
dihitung indeks kekeringan bulanan yaitu dengan mencari rataannya. Skala yang
dihasilkan dari perhitungan KBDI ini di antara 0 sampai dengan 2000.

Indeks kekeringan KBDI dan sifat kekeringan KBDI pada lokasi penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut.

Tabel 3. Indeks Kekeringan KBDI DAS Kampar


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2004 541,3 666,8 1059,4 940,8 1143,9 1601,3 1432,2 1560,9 1652,1 1190,3 818,0 542,5
2005 980,4 1483,4 1294,9 1111,9 1206,6 1352,4 1351,7 1404,5 1346,3 1125,5 886,5 1061,4
2006 672,6 1131,0 1361,2 1169,2 1186,3 1241,6 1522,9 1656,4 1240,4 1514,4 951,5 627,3
2007 789,4 1159,3 1149,0 895,1 1008,6 1181,9 1500,8 1405,9 1015,9 822,7 1021,6 987,4
2008 1227,6 1175,9 586,3 890,9 1445,6 1407,8 1432,9 1530,2 930,3 983,4 1067,3 1223,3
2009 1249,7 1272,4 1103,4 1028,5 1410,5 1649,5 1516,6 1454,2 1327,7 1233,1 820,5 661,6
2010 724,0 987,5 1128,1 988,6 1359,8 1460,5 1026,8 997,2 1117,1 1383,7 1358,5 1093,1
2011 977,6 1081,2 1241,0 1243,0 1178,6 1401,7 1697,3 1489,4 1388,5 1192,0 992,8 893,0
2012 1345,4 1141,5 1312,8 1227,7 1390,0 1551,7 1428,6 1602,0 1383,5 1157,9 821,9 921,6
2013 1254,8 1323,3 1524,0 1605,5 1578,7 1558,1 1516,2 1431,1 1491,0 1505,5 1369,7 1427,3
2014 1384,8 1531,4 1567,5 1487,2 1427,3 1633,5 1775,5 1728,0 1677,0 1629,9 1404,7 1287,5
2015 1304,6 1368,4 1375,6 1169,4 1366,0 1514,5 1783,1 1678,7 1726,3 1705,9 942,0 768,0
2016 1158,9 1413,0 1639,7 1676,7 1559,1 1525,9 1588,6 1610,7 1585,6 1469,0 1057,0 1202,7
2017 1550,1 1529,3 1308,5 1440,2 1339,8 1505,0 1586,0 1575,2 1491,8 1581,3 1208,8 1365,9
2018 1480,8 1663,0 1400,7 1401,5 1598,8 1640,6 1637,1 1652,9 1640,4 1323,4 1182,2 1170,3

616
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

Tabel 4. Sifat Kekeringan KBDI DAS Kampar


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2004 RENDAH RENDAH SEDANG RENDAH SEDANG TINGGI SEDANG TINGGI TINGGI SEDANG RENDAH RENDAH
2005 RENDAH SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG RENDAH SEDANG
2006 RENDAH SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG TINGGI TINGGI SEDANG TINGGI RENDAH RENDAH
2007 RENDAH SEDANG SEDANG RENDAH SEDANG SEDANG TINGGI SEDANG SEDANG RENDAH SEDANG RENDAH
2008 SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH SEDANG SEDANG SEDANG TINGGI RENDAH RENDAH SEDANG SEDANG
2009 SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH
2010 RENDAH RENDAH SEDANG RENDAH SEDANG SEDANG SEDANG RENDAH SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG
2011 RENDAH SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG TINGGI SEDANG SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH
2012 SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG TINGGI SEDANG TINGGI SEDANG SEDANG RENDAH RENDAH
2013 SEDANG SEDANG TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG TINGGI SEDANG SEDANG
2014 SEDANG TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG TINGGI EKSTRIM TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG
2015 SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG SEDANG TINGGI EKSTRIM TINGGI TINGGI TINGGI RENDAH RENDAH
2016 SEDANG SEDANG TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG SEDANG
2017 TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG SEDANG TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG TINGGI SEDANG SEDANG
2018 SEDANG TINGGI SEDANG SEDANG TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI TINGGI SEDANG SEDANG SEDANG

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian mengalami 4 (empat)
kondisi kekeringan yaitu “Rendah”, “Sedang” “Tinggi” dan “Ekstrim” dengan intensitas
yang berbeda. Kondisi kekeringan “Rendah” terjadi sebanyak 17,22%, kekeringan
“Sedang” sebanyak 55%, kekeringan “Tinggi” sebanyak 26,67%, dan kekeringan
“Ekstrim” terjadi sebanyak 1,11%. Terlihat bahwa di DAS Kampar dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2018 didominasi tingkat kekeringan “Sedang”. Dapat terlihat juga
bahwa KBDI minimum bernilai 541,3 dan KBDI maksimum bernilai 1783,1.
Kekeringan “Ekstrim” terjadi sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada bulan Juli 2014 dan
2015, sedangkan kekeringan “Rendah” paling banyak terjadi antara bulan November
hingga bulan Januari, dan kekeringan “Tinggi” paling banyak terjadi antara bulan Juni
hingga bulan Agustus.

3.2 Indeks Kekeringan Metode SPI

Indeks kekeringan SPI dan sifat kekeringan SPI pada lokasi penelitian dapat dilihat pada
Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.

Tabel 5. Indeks Kekeringan SPI DAS Kampar


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2004 0,327 0,749 0,281 0,835 0,119 -0,419 0,550 -0,082 -0,253 0,588 0,471 0,865
2005 -0,081 -0,423 0,540 -0,039 0,738 0,070 0,859 0,322 0,420 0,612 0,282 0,078
2006 1,250 0,602 -0,464 0,467 0,247 1,202 -0,516 0,093 -0,054 -0,069 0,504 0,899
2007 0,881 0,720 0,185 1,100 0,950 1,087 0,608 0,303 1,066 1,255 -0,066 0,206
2008 0,516 0,103 1,764 0,698 -0,561 0,557 0,336 0,689 1,122 0,539 -0,043 -0,426
2009 0,291 0,595 0,777 0,441 -0,133 0,355 0,465 0,526 0,211 0,455 0,606 1,370
2010 1,066 0,697 0,676 0,663 0,058 0,966 1,543 1,293 0,867 -0,660 -0,277 0,221
2011 1,112 -0,216 -0,118 0,707 0,384 0,225 -0,564 0,357 0,168 0,717 0,057 0,412
2012 -0,743 1,109 -0,226 0,139 0,154 -0,723 0,469 0,091 -0,039 0,571 0,646 -0,009
2013 -1,022 -0,865 -1,060 -1,542 -0,768 -0,689 -0,362 -0,551 -0,760 -0,811 -1,492 -1,384
2014 -1,139 -1,790 -1,358 -1,304 -0,638 -1,908 -1,119 -0,615 -1,397 -1,293 -1,160 -0,717
2015 -0,936 -1,187 0,036 -0,846 -0,784 -0,848 -2,098 -0,802 -1,789 -1,441 0,168 -0,027
2016 -0,823 -1,120 -1,512 -1,629 -0,417 -1,051 -0,124 -1,517 -0,420 -1,077 -0,290 -1,791
2017 -0,263 0,320 0,183 0,067 0,652 0,573 -0,163 0,455 0,639 -0,443 0,263 0,066
2018 -0,467 0,056 0,208 -0,124 -0,016 -0,046 -0,094 -0,184 -0,151 0,719 0,080 0,068

617
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

Tabel 6. Sifat Kekeringan SPI DAS Kampar


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2004 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2005 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2006 Basah Normal Normal Normal Normal Basah Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2007 Normal Normal Normal Basah Normal Basah Normal Normal Basah Basah Normal Normal
2008 Normal Normal Sangat Basah Normal Normal Normal Normal Normal Basah Normal Normal Normal
2009 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Basah
2010 Basah Normal Normal Normal Normal Normal Sangat Basah Basah Normal Normal Normal Normal
2011 Basah Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2012 Normal Basah Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2013 Kering Normal Kering Sangat Kering Normal Normal Normal Normal Normal Normal Sangat Kering Kering
2014 Kering Sangat Kering Kering Kering Normal Sangat Kering Kering Normal Kering Kering Kering Normal
2015 Normal Kering Normal Normal Normal Normal Ekstrim Kering Normal Sangat Kering Kering Normal Normal
2016 Normal Kering Sangat Kering
Sangat Kering Normal Kering Normal Sangat Kering Normal Kering Normal Sangat Kering
2017 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal
2018 Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal Normal

Metode SPI menghasilkan 7 (tujuh) skala sifat yaitu ekstrim basah, sangat basah, basah,
normal, kering, sangat kering, dan ekstrim kering. Tidak hanya memperhitungkan
kekeringan, metode SPI juga memperhitungkan kebasahan.

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian, sifat kekeringan metode SPI
bervariasi dari sangat basah hingga ekstrim kering. Tidak terdapat sifat ekstrim basah.
Sifat “Sangat Basah” terjadi 1,11%, “Basah” 6,67%, “Normal” 78,33%, “Kering”
8,33%, “Sangat Kering” 5%, dan “Ekstrim Kering” 0,56%. Dapat disimpulkan bahwa
Metode SPI di lokasi penelitian didominasi oleh sifat “Normal”. Sifat “Ekstrim Kering”
hanya terjadi 1 (satu) kali yaitu pada bulan Juli 2015.

3.3 Indeks Kekeringan Metode Teori Run

Berbeda dengan indeks kekeringan KBDI dan SPI yang memiliki klasifikasi sifat
kekeringan, indeks kekeringan metode Teori Run menghasilkan durasi kekeringan
terpanjang dan jumlah kekeringan terbesar. Durasi kekeringan terpanjang dan jumlah
kekeringan terbesar pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8
berikut.

Tabel 7. Durasi Kekeringan Terpanjang Metode Teori Run


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2004 0 0 0 0 1 2 0 1 2 0 0 0
2005 1 2 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1
2006 0 0 1 0 0 0 1 2 3 4 0 0
2007 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0
2008 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 2
2009 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0
2010 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 2 3
2011 0 1 2 0 0 0 1 2 3 0 0 0
2012 1 0 1 0 0 1 0 1 2 0 0 1
2013 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
2014 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
2015 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 0 0
2016 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017 13 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 1
2018 2 3 0 1 2 0 1 2 3 0 0 1

618
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

Tabel 8. Jumlah Kekeringan Terbesar Metode Teori Run


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
2004 0,0 0,0 0,0 0,0 1,7 42,8 0,0 44,7 90,9 0,0 0,0 0,0
2005 28,7 75,5 0,0 28,2 0,0 12,8 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 8,6
2006 0,0 0,0 83,1 0,0 0,0 0,0 53,0 73,3 95,9 121,8 0,0 0,0
2007 0,0 0,0 0,6 0,0 0,0 0,0 0,0 2,7 0,0 0,0 11,0 0,0
2008 0,0 0,5 0,0 0,0 53,6 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 17,3 84,1
2009 0,0 0,0 0,0 0,0 21,4 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
2010 0,0 0,0 0,0 0,0 0,8 0,0 0,0 0,0 0,0 80,2 128,2 129,3
2011 0,0 19,9 50,6 0,0 0,0 0,0 57,4 60,5 64,1 0,0 0,0 0,0
2012 96,1 0,0 46,0 0,0 0,0 50,5 0,0 20,2 42,8 0,0 0,0 1,4
2013 114,6 175,8 305,7 458,8 527,6 576,4 610,9 665,1 748,7 833,3 986,6 1145,5
2014 1251,9 1364,7 1510,7 1636,2 1681,9 1778,2 1859,7 1925,6 2046,7 2155,6 2282,0 2382,4
2015 2480,5 2562,6 2567,4 2658,9 2713,6 2768,2 2887,5 2966,5 3097,6 3223,6 0,0 0,0
2016 91,5 182,6 344,1 497,1 523,8 594,2 619,5 731,1 788,2 904,5 932,5 1112,9
2017 1159,6 0,0 0,0 2,4 0,0 0,0 27,1 0,0 0,0 63,7 0,0 12,7
2018 91,8 100,2 0,0 12,3 13,7 0,0 31,6 69,5 105,4 0,0 0,0 1,1

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa durasi kekeringan terpanjang di DAS Kampar
adalah 35 (tiga puluh lima) bulan yang terjadi mulai dari Desember 2012 hingga
Oktober 2015. Sedangkan jumlah kekeringan terbesar adalah 3223,6 mm yang terjadi
pada Oktober 2015.

4. KESIMPULAN

Dari analisis indeks kekeringan yang telah dilakukan menggunakan 3 (tiga) metode
perhitungan yaitu metode KBDI, metode SPI, dan metode Teori Run di DAS Kampar,
didapatkan kesimpulan antara lain:

1. Indeks kekeringan metode KBDI menghasilkan bahwa kekeringan di DAS


Kampar didominasi oleh sifat “Sedang” yaitu sebesar 55%. Kekeringan
“Ekstrim” hanya terjadi sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada Juli 2014 dan Juli
2015.
2. Analisis kekeringan dengan metode SPI memberikan hasil bahwa di DAS
Kampar kekeringan didominasi oleh sifat “Normal” yaitu sebesar 78,33%.
Kekeringan “Ekstrim Kering” hanya terjadi 1 (satu) kali yaitu pada Juli 2015.
3. Indeks kekeringan metode Teori Run menghasilkan bahwa durasi kekeringan
terpanjang di DAS Kampar adalah selama 35 (tiga puluh lima) bulan yaitu dari
Desember 2012 hingga Oktober 2015. Sedangkan jumlah kekeringan terbesar
adalah 3223,6 mm yang terjadi pada Oktober 2015.

619
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat

5. DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Perhitungan Indeks Kekeringan Menggunakan Teori Run. Departemen


Pekerjaan Umum.
Anzar, Lisa Arnita. 2014. Kajian Kehandalan Indeks Kekeringan Berbasis Parameter
Meteorologi terhadap Indeks Kekeringan Berbasis Parameter Hidrologi (Studi
Kasus : DAS Citarum). Tesis, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut
Teknologi Bandung, Bandung.
Aprilliyanti, Titi., Zainuddin, Muhammad. 2017. Pemetaan Potensi Kekeringan Lahan
se-pulau Batam menggunakan Teknik Sistem Informasi Geografis (SIG) dan
Penginderaan Jauh. Majalah Geografi Indonesia Vol. 31, No.1, Maret 2017 (91-
94)
Darfia, Novreta Ersyi., Kusuma, M. Syahril Badri., dan Kuntoro, Arno Adi. Analisis
Indeks Kekeringan di DAS Rokan Provinsi Riau Menggunakan Data CFSR.
Jurnal Rab Construction Research, Volume 1, No 2, Desember 2016.
Keetch, J. J. Byram. 1988. A Drought Index for Forest Control. US Department of
Agriculture Forest Science Southestern Forest Experiment Station Asheville.
North Carolina.
Keetch, J. J., and G. M. Byram. 1968. A Drought Index for Forest Fire Control. USDA
Forest Service Research Paper SE-38.
McKee, Thomas B, Nolan J and John Kleist. 1993. The Relationship of Drought
Frequency and Duration to Time Scales. Eight Conference on Applied
Climatology. California.
National Drought Mitigation Center. 2006. What Is Drought. USA.
Niemeyer, Stefan. 2008. New Drought Indices. Institute for Environment and
Sustainability. Italy.

620

You might also like