Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Drought is a phenomenon that often occurs and causes disasters in various regions in
Indonesia. The impact of drought occurs in various sectors, especially agriculture,
plantations, forestry, water resources, and the environment. Information on the potential
for drought is needed for prevention or mitigation to reduce the negative impacts caused.
Riau Province is one of the regions in Indonesia that lies on the equator where the
temperature caused by the heat of the sun's rays is higher and longer when compared to
areas far from the equator. This study analyzes the drought index in the Kampar
watershed in Riau Province using three calculation methods, namely the Keetch Byram
Drought Index (KBDI), the Standardized Precipitation Index (SPI), and the Run Theory.
The drought index of the KBDI method results that the drought in the Kampar watershed
is dominated by the "Medium" nature of 55%. "Extreme" drought only happened 2 (two)
times, namely in July 2014 and July 2015. Analysis of the drought by the SPI method
gives the result that in the Kampar watershed the drought is dominated by the "Normal"
nature of 78.33%. "Extreme Dry" drought only happened once July 2015. The Theory
Run method drought index results that the longest drought duration in the Kampar
watershed is 35 (thirty five) months, from December 2012 to October 2015. While the
largest number of droughts is 3223.6 mm which occurred in October 2015.
ABSTRAK
Kekeringan merupakan fenomena yang sering terjadi dan menimbulkan bencana di
berbagai daerah di Indonesia. Dampak kekeringan terjadi pada berbagai sektor terutama
pertanian, perkebunan, kehutanan, sumberdaya air, dan lingkungan. Informasi mengenai
potensi kekeringan sangat diperlukan untuk pencegahan ataupun penanggulangan untuk
mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan. Provinsi Riau adalah salah satu daerah di
Indonesia yang terletak pada garis khatulistiwa dimana temperatur yang diakibatkan panas
sinar matahari lebih tinggi dan lebih lama bila dibandingkan dengan daerah yang jauh dari
garis khatulistiwa. Penelitian ini melakukan analisis indeks kekeringan di DAS Kampar
yang berada di Provinsi Riau dengan menggunakan tiga metode perhitungan, yaitu Keetch
Byram Drought Index (KBDI), Standardized Precipitation Index (SPI), dan Teori Run.
Indeks kekeringan metode KBDI menghasilkan bahwa kekeringan di DAS Kampar
didominasi oleh sifat “Sedang” yaitu sebesar 55%. Kekeringan “Ekstrim” hanya terjadi
612
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada Juli 2014 dan Juli 2015. Analisis kekeringan dengan
metode SPI memberikan hasil bahwa di DAS Kampar kekeringan didominasi oleh sifat
“Normal” yaitu sebesar 78,33%. Kekeringan “Ekstrim Kering” hanya terjadi 1 (satu) kali
yaitu pada Juli 2015. Indeks kekeringan metode Teori Run menghasilkan bahwa durasi
kekeringan terpanjang di DAS Kampar adalah selama 35 (tiga puluh lima) bulan yaitu
dari Desember 2012 hingga Oktober 2015. Sedangkan jumlah kekeringan terbesar adalah
3223,6 mm yang terjadi pada Oktober 2015.
Kata Kunci : indeks kekeringan, DAS Kampar, KBDI, SPI, Teori Run
1. PENDAHULUAN
Provinsi Riau adalah salah satu daerah di Indonesia yang terletak pada garis
khatulistiwa dimana temperatur yang diakibatkan panas sinar matahari lebih tinggi dan
lebih lama bila dibandingkan dengan daerah yang jauh dari garis khatulistiwa. Provinsi
Riau merupakan salah satu provinsi yang rawan kebakaran di Indonesia yang
mengalami kejadian kebakaran hutan dan lahan setiap tahunnya. Kerusakan hutan di
Riau merupakan yang paling menjadi sorotan di Indonesia bahkan dunia. Berdasarkan
deteksi Satelit NOAA 18 Tahun 2013, terlihat bahwa Provinsi Riau memiliki titik
hotspot yang lebih besar dibandingkan provinsi lain di Indonesia. Setiap tahunnya Riau
menghasilkan kabut yang disebabkan kebakaran hutan dan lahan (Darfia, 2016).
Penelitian ini melakukan analisis indeks kekeringan di DAS Kampar yang berada di
Provinsi Riau dengan menggunakan tiga metode perhitungan, yaitu Keetch Byram
Drought Index (KBDI), Standardized Precipitation Index (SPI), dan Teori Run. Ketiga
metode ini akan dianalisa untuk mengetahui karakteristik masing-masing metode.
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan yaitu tentang
kondisi kekeringan yang terjadi di DAS Kampar guna mendukung dalam manajemen
pola pemanfaatan lahan serta dapat membantu untuk kepentingan perencanaan (desain)
di DAS Kampar.
613
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
2. STUDI PUSTAKA
Kekeringan adalah kekurangan curah hujan dari biasanya atau kondisi normal bila
terjadi berkepanjangan sampai mencapai satu musim atau lebih panjang akan
mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan air yang dicanangkan. Hal ini
akan menimbulkan dampak terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan alam. Setiap
kekeringan berbeda dalam intensitas, lama, dan sebaran ruangnya. Gambar 1
menggambarkan peranan hujan dalam memicu kekeringan yang berdampak luas pada
kehidupan masyarakat pada khususnya dan negara pada umumnya.
Indeks kekeringan merupakan suatu perangkat utama untuk mendeteksi, memantau, dan
mengevaluasi kejadian kekeringan. Kekeringan memiliki karakter multi-disiplin yang
membuat tidak adanya sebuah definisi yang dapat diterima oleh semua pihak di dunia.
Demikian pula tidak ada sebuah indeks kekeringan yang berlaku universal (Niemeyer,
2008).
614
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
Indeks kekeringan adalah jumlah yang mewakili pengaruh bersih (net) evapotranspirasi
dan presipitasi dalam menghasilkan defisiensi kelembaban kumulatif pada serasah tebal
atau lapisan tanah bagian atas. Indeks kekeringan merupakan jumlah yang berkaitan
dengan daya nyala (flammability) bahan-bahan organik pada tanah (Keetch & Byram,
1968).
Prinsip perhitungan teori run mengikuti proses peubah tunggal (univariate), seri data, X
(t,m), dari peubah hidrologi dalam hal ini hujan bulan m dan tahun ke t. Dengan
menentukan rata-rata curah hujan jangka panjang sebagai median, Y(m), maka dapat
dihasilkan peubah baru dengan cara mengurangkan seri data dengan median yaitu
(Departemen PU, 2004) :
a. run positif, disebut surplus.
b. run negatif, disebut defisit.
615
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
Data curah hujan merupakan komponen utama dalam menganalisa indeks kekeringan.
Data yang diperlukan adalah data seri dengan panjang data yang cukup panjang. Pada
penelitian ini, data hujan yang digunakan adalah data hujan yang berasal dari 11
(sebelas) stasiun hujan yang berada di sekitar lokasi penelitian. Stasiun hujan tersebut
yaitu Stasiun Batu Bersurat, Stasiun Gema, Stasiun Kemang, Stasiun Koto Baru,
Stasiun Lipat Kain, Stasiun Lubuk Ogung, Stasiun Muara Lembu, Stasiun Pantai Raja,
Stasiun Pasar Kampar, Stasiun Silam, dan Stasiun Sorek. Panjang data hujan yang
digunakan adalah selama 15 (lima belas) tahun yaitu dari tahun 2004 hingga tahun
2018.
Analisis indeks kekeringan KBDI (Keetch Byram Drought Index), selain memerlukan
data hujan juga memerlukan data suhu. Pada lokasi penelitian hanya terdapat 2 (dua)
stasiun klimatologi yaitu Stasiun Koto Baru dan Stasiun Pasar Kampar. Sama halnya
dengan data hujan, panjang data suhu yang digunakan adalah selama 15 (lima belas)
tahun yaitu dari tahun 2004 hingga tahun 2018.
Indeks kekeringan KBDI dan sifat kekeringan KBDI pada lokasi penelitian dapat dilihat
pada Tabel 3 dan Tabel 4 berikut.
616
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian mengalami 4 (empat)
kondisi kekeringan yaitu “Rendah”, “Sedang” “Tinggi” dan “Ekstrim” dengan intensitas
yang berbeda. Kondisi kekeringan “Rendah” terjadi sebanyak 17,22%, kekeringan
“Sedang” sebanyak 55%, kekeringan “Tinggi” sebanyak 26,67%, dan kekeringan
“Ekstrim” terjadi sebanyak 1,11%. Terlihat bahwa di DAS Kampar dari tahun 2004
sampai dengan tahun 2018 didominasi tingkat kekeringan “Sedang”. Dapat terlihat juga
bahwa KBDI minimum bernilai 541,3 dan KBDI maksimum bernilai 1783,1.
Kekeringan “Ekstrim” terjadi sebanyak 2 (dua) kali yaitu pada bulan Juli 2014 dan
2015, sedangkan kekeringan “Rendah” paling banyak terjadi antara bulan November
hingga bulan Januari, dan kekeringan “Tinggi” paling banyak terjadi antara bulan Juni
hingga bulan Agustus.
Indeks kekeringan SPI dan sifat kekeringan SPI pada lokasi penelitian dapat dilihat pada
Tabel 5 dan Tabel 6 berikut.
617
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
Metode SPI menghasilkan 7 (tujuh) skala sifat yaitu ekstrim basah, sangat basah, basah,
normal, kering, sangat kering, dan ekstrim kering. Tidak hanya memperhitungkan
kekeringan, metode SPI juga memperhitungkan kebasahan.
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada lokasi penelitian, sifat kekeringan metode SPI
bervariasi dari sangat basah hingga ekstrim kering. Tidak terdapat sifat ekstrim basah.
Sifat “Sangat Basah” terjadi 1,11%, “Basah” 6,67%, “Normal” 78,33%, “Kering”
8,33%, “Sangat Kering” 5%, dan “Ekstrim Kering” 0,56%. Dapat disimpulkan bahwa
Metode SPI di lokasi penelitian didominasi oleh sifat “Normal”. Sifat “Ekstrim Kering”
hanya terjadi 1 (satu) kali yaitu pada bulan Juli 2015.
Berbeda dengan indeks kekeringan KBDI dan SPI yang memiliki klasifikasi sifat
kekeringan, indeks kekeringan metode Teori Run menghasilkan durasi kekeringan
terpanjang dan jumlah kekeringan terbesar. Durasi kekeringan terpanjang dan jumlah
kekeringan terbesar pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8
berikut.
618
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa durasi kekeringan terpanjang di DAS Kampar
adalah 35 (tiga puluh lima) bulan yang terjadi mulai dari Desember 2012 hingga
Oktober 2015. Sedangkan jumlah kekeringan terbesar adalah 3223,6 mm yang terjadi
pada Oktober 2015.
4. KESIMPULAN
Dari analisis indeks kekeringan yang telah dilakukan menggunakan 3 (tiga) metode
perhitungan yaitu metode KBDI, metode SPI, dan metode Teori Run di DAS Kampar,
didapatkan kesimpulan antara lain:
619
6th ACE Conference. 29 Oktober 2019, Padang, Sumatra Barat
5. DAFTAR PUSTAKA
620