You are on page 1of 15

KEBEBASAN MANUSIA DALAM FILSAFAT EKSISTENSIALISME

(STUDI KOMPARASI PEMIKIRAN MUHAMMAD IQBAL DAN


JEAN PAUL SARTRE)

Elvira Purnamasari
Program Studi Filsafat Agama Pascasarjana IAIN Bengkulu
Jl. Raden Fatah, Kel. Pagar Dewa, Kota Bengkulu, 56144
Email: viraelpurnamasari92@gmail. com

Abstract: Talking about freedom, freedom can have many meanings, depending on which perspective it sees.
If wrong in looking, then the freedom can be legitimacy to do something that is not good. For this reason
understanding freedom with proper understanding becomes very important. Freedom in the philosophical view
of existentialism is interesting to be examined since this philosophy examines human beings in terms of their
subjectivity so that it will provide an understanding of freedom not only philosophically which is theoretical but
also in the ethical realm that really touches human life in real. The two figures whose thoughts are discussed
in this study are representative of two different schools of existentialism, atheist / non-religious existence and
theistic / religious existentialism. So this study will also present not only an understanding of freedom from an
existentialist perspective but also to see how a concept is viewed by two contradictory beliefs. Muhammad
Iqbal who built his thoughts with a firm belief in God and Jean Paul Sartre who tried to keep people from being
dependent on God with their atheistic beliefs. The problem in this research, are: 1. How is human’s freedom
in the philosophy of existentialism of Muhammad Iqbal and Jean Paul Sartre? 2. What are the similarities and
differences of the concept of human’s freedom according to Muhammad Iqbal and Jean Paul Sartre? To answer
the research problem formulation above is done library research (library research), by using comparative
method. The results of the research are: 1. Existentialism Muhammad Iqbal is theistic existence of theistic. This
characteristic of existentialism is very visible in the idea of “khudi” philosophy. Khudi / self in Iqbal’s view is
unique, free and creative. The freedom for him is a means to achieve the existence of the ultimate self is man as
niyabati divine/ representative of God on this earth. The existentialism of Jean Paul Sartre is representative of the
atheistic existentialism style. Because this concept departs from the idea that human’s freedom is absolute, then
if there is a God man is not free. God’s power will deprive human’s freedom. The foundation of Sartre’s concept
of existentialism is that existence precedes the essence. Because man is a self-conscious existence that he is
free and responsible for his freedom. 2. The thoughts of these two figures have similarities, namely a) Equally
look at human’s existence from the point of view subjectivity. So according to them human’s existence is a free
self and responsible for their actions. In other words, freedom is a human’s existence, b) His philosophy contains
an ethical value that instills the importance of humanity. That every human being has responsibility is not only for
himself but for all humans. The differences are: a) God’s existence in Iqbal’s view requires human’s existence,
whereas for Sartre the existence of God eliminates the existence of man as an individual who has absolute
freedom, b) Iqbal’s freedom culminates in an approach to God as the vigerence of God. While Sartre’s freedom
is an absolute freedom whose goal is purely freedom itself, the freedom to determine without being attached to
anything, c) The freedom of others for Iqbal is a means of achieving true freedom. Meanwhile, Sartre argues that
the freedom of others is a threat to his freedom.
Keywords: Muhammad Iqbal, Jean Paul Sartre, Human’s Freedom, Philosophy of Existentialism

Abstrak: Membicarakan mengenai kebebasan, kebebasan bisa mempunyai banyak arti, tergantung dari
perspektif mana ia dipandang. Jika salah dalam memandang, maka kebebasan justru dapat dijadikan legitimasi
untuk berbuat sesuatu yang tidak benar. Untuk itulah memahami kebebasan dengan pemahaman yang tepat
menjadi sangat penting. Kebebasan dalam pandangan filsafat eksistensialisme menarik untuk dikaji mengingat
filsafat ini mengkaji manusia dari segi subjektifitasnya sehingga akan memberikan pemahaman mengenai
kebebasan tidak hanya secara filosofis yang sifatnya teoritik saja akan tetapi juga dalam ranah etis yang benar-

119
Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017

benar menyentuh kehidupan manusia secara nyata. Kedua tokoh yang pemikirannya dijadikan bahasan dalam
penelitian ini merupakan representatif dari dua aliran eksistensialisme yang berbeda, yakni eksistensialisme
ateis/ non religius dan eksistensialisme teistik/ religius. Sehingga penelitian ini juga akan menyajikan tidak
hanya pemahaman mengenai kebebasan dari cara pandang eksistensialis saja tetapi juga melihat bagaimana
sebuah konsep dipandang melalui dua keyakinan yang bertolak belakang. Muhammad Iqbal yang membangun
pemikirannya dengan keyakinan yang teguh akan Tuhan dan Jean Paul Sartre yang berusaha menghindarkan
manusia dari kebergantungan pada Tuhan dengan keyakinan ateistiknya. Rumusan masalah dalam penelitian
ini, adalah: 1. Bagaimana kebebasan manusia dalam filsafat eksistensialisme Muhammad Iqbal dan Jean Paul
Sartre? 2. Apakah persamaan dan perbedaan konsep kebebasan manusia menurut Muhammad Iqbal dan Jean
Paul Sartre? Untuk menjawab rumusan masalah penelitian di atas dilakukan studi kepustakaan (library research),
dengan menggunakan metode komparasi. Hasil dari penelitian adalah: 1. Eksistensialisme Muhammad Iqbal
adalah eksistensialisme yang bercorak teistik. Karakteristik eksistensialisme ini amat terlihat dalam gagasan
filsafat “khudi”-nya. Khudi/ diri dalam pandangan Iqbal bersifat unik, bebas dan kreatif. Adapun kebebasan
baginya merupakan sarana untuk mencapai eksistensi diri yang puncaknya adalah manusia sebagai niyabati ilahi/
wakil Tuhan di bumi ini. Adapun eksistensialisme Jean Paul Sartre adalah perwakilan dari corak eksistensialisme
ateistik. Dikarenakan konsepnya ini berangkat dari gagasan bahwa kebebasan manusia itu mutlak, maka jika
Tuhan itu ada manusia tidaklah bebas. Kekuasaan Tuhan akan merampas kebebasan manusia. Landasan
dari konsep eksistensialisme Sartre ini adalah bahwa eksistensi mendahului esensi. Karena manusia adalah
keberadaan yang sadar akan dirinya sehingga ia bebas dan bertanggung jawab akan kebebasannya. 2. Pemikiran
kedua tokoh ini memiliki persamaan, yaitu a) Sama-sama memandang eksistensi manusia dari sudut pandang
subjektivitas. Sehingga menurut mereka eksistensi manusia adalah diri yang bebas dan bertanggung jawab akan
tindakannya. Dengan kata lain, kebebasan merupakan eksistensi manusia, b) Filsafatnya mengandung nilai etis
yang menanamkan pentingnya humanitas/ kemanusian. Bahwasanya, setiap manusia memiliki tanggung jawab
tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi seluruh manusia. Adapun perbedaannya, adalah: a) Eksistensi
Tuhan dalam pandangan Iqbal mensyaratkan eksistensi manusia, sedangkan bagi Sartre eksistensi Tuhan
menghilangkan eksistensi manusia sebagai individu yang memiliki kebebasan mutlak, b) Kebebasan Iqbal
berpuncak pada pendekatan kepada Tuhan sebagai wakil Tuhan/ vigerence of God. Sedangkan kebebasan
Sartre adalah kebebasan mutlak yang tujuannya murni adalah kebebasan itu sendiri yakni kebebasan untuk
menentukan diri tanpa terikat pada apapun, c) Kebebasan orang lain bagi Iqbal adalah sarana untuk mencapai
kebebasan yang sejati. Sedangkan, Sartre berpendapat bahwa kebebasan orang lain adalah ancaman bagi
kebebasan dirinya.
Kata kunci: Muhammad Iqbal, Jean Paul Sartre, Kebebasan Manusia, Filsafat Eksistensialisme

Pendahuluan di mana dehumanisasi dijalankan dengan lebih


Kita hidup di sebuah zaman kebebasan dan sistematis melalui struktur-struktur yang ada.
kejahatan menjadi kategori-kategori sentral. Untuk itulah manusia berusaha mengadakan
kesadaran akan kebebasan merupakan jantung perombakan terhadap kondisi hidupnya, dan
pemahaman diri kita. Dalam banyak literatur melakukan penilaian kembali terhadap dirinya
dan filsafat pada masa kini, ada penekanan sendiri serta keberadaanya. Dengan kata lain,
dari proses, dimana kita (manusia) merupakan keberadaan manusia yang khas menjadi diper-
kekuatan-kekuatan yang aktif dan bebas dalam soalkan kembali, yaitu dalam suatu filsafat
menentukan arah dunia dan kehidupan kita yang mempermasalahkan eksistensi manusia,
sendiri.1 Atas nama “kebebasan”, suatu bangsa yang berada dalam ruang dan waktu serta
siap bertempur mempertaruhkan cita-citanya; kesejarahannya. Eksistensialisme berusaha
atas nama “kebebasan” wanita mempertanyakan membuang jauh-jauh segala penyempitan
status sosialnya dan atas nama “kebebasan” pandangan maupun penafsiran yang berat
tradisi agama dipertanyakan kesakralannya. Akan sebelah terhadap manusia. Dan Eksistensialisme
tetapi suatu kenyataan juga bahwa atas nama menolak sifat obyektif di dalam memandang
“kebebasan” manusia mengalami dehumanisasi, manusia, karena Eksistensialisme memandang
manusia secara subyektif.2
1
John K. Roth, Persoalan-Persoalan Filsafat Agama,
2
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 19. Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre, (Yogyakarta:

120
Elvira Purnamasari: Kebebasan Manusia dalam Filsafat Eksistensialisme

Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi Eksistensialisme theistik merupakan suatu bentuk
yaitu secara harfiah “ex” artinya “keluar”. Dan aliran eksistensialisme yang orientasi pemikirannya
“sitensia” (sistere) yang bararti “berdiri”. Dengan ke arah penegasan adanya realitas ketuhanan.
mengatakan manusia bereksistensi berarti Dalam bentuk ini, pemikiran disandarkan pada
manusia baru menemukan diri sebagai “Aku” asumsi bahwa untuk memahami eksistensi
dengan keluar dari dirinya. 3 Eksistensialisme manusia diperlukan adanya Tuhan. Diperlukan nilai
juga merupakan suatu paham yang secara transendensi untuk memahami eksistensinya yang
terminologis berarti keluar untuk menyadari mengarah pada realitas ketuhanan. Kierkegaard
bahwa dirinya berdiri sendiri, karena dirinya yang dikenal sebagai bapak eksistensialisme juga
ada, memiliki aktualitas dan mampu menilai merupakan tokoh yang biasanya menjadi rujukan
apa yang dialami.4 terhadap pemikiran eksistensialisme aliran theistik.
Eksistensialisme, dalam pengertian Barat Sedangkan eksistensialisme atheistik adalah
adalah suatu teori yang menghubungakan orientasi pemikiran eksistensialistik yang memilki
makna dengan individu tertentu. Pada tahap implikasi menuju penolakan adanya realitas
ini, mereka berbagi pandangan yang sama ketuhanan. Bentuk pemikirannya terletak pada
dengan filosof-filosof Islam. Kebutuhan utama asumsi bahwa untuk menegaskan eksistensi
para eksistensialisme Islam maupun Barat dalam manusia, maka keberadaan Tuhan harus di-
penekanan mereka terhadap hubungan antara singkirkan atau diingkari.6
makna dengan individu, adalah humanitas me- Kedua aliran ini bertentangan dalam me-
nyeluruh dengan memperhitungkan eksistensi mandang eksistensi Tuhan dalam menggagas
manusia. filsafat eksistensialismenya. Nama-nama seperti
Dengan tujuan ini, para eksistensialis Islam Soren Kierkegard yang disebut-sebut sebagai
mencoba menghubungkan suatu makna dan pelopor eksistensialisme, Karl Jaspers, Gabriel
nilai dengan kehidupan, sementara di Barat, Marcel dan Muhammad Iqbal merupakan
khususnya Jean Paul Sartre menilai kehidupan tokoh dari eksistensialisme theistik. Sedangkan
sebagai sesuatu yang tanpa makna dan men- Friedrich Nietzsche, Martin Heidegger, dan
dasarkan filsafatnya pada aspeknya yang Jean Paul Sartre merupakan pengusung
negatif (pesimistik). Dengan kata lain, filosof eksistensialisme atheistik.7
eksistensialis Islam dan Barat bertolak dari Muhammad Iqbal adalah salah satu filosof
jenis pemahaman yang sama, namun akhirnya yang dapat dikategorikan sebagai representatif
mengikuti jalan yang berbeda. Kini perbedaan dari eksistensialisme theistik dalam Islam.
antara mereka begitu besar, disebabkan oleh Filsafat Iqbal yang sepenuhnya didasarkan
kenyataan bahwa eksistensialisme Islam tidak pada gagasan tentang pribadi atau yang
terlalu jauh meninggalkan pijakan awalnya, disebutnya dengan filsafat khudi/ diri. Filsafat
sementara eksistensialisme Barat telah berhasil Khudi ini memiliki karakteristik-karakteristik
mencapai kemajuan tertentu, melalui perubahan filsafat eksistensialisme. Sehingga Hafeez Malik
struktural yang dilaluinya (sekularisasi), namun menilai Iqbal sebagai seorang pemikir yang
melepaskan diri dari sumber awalnya.5 berusaha merekonstruksi filsafat Islam pada
Sehingga dalam perkembangan selanjut- dasar eksistensial. 8 Wahid Akhtar melalui
nya eksistensialisme terbagi menjadi dua tulisannya existentialist Elements in Iqbal’s
yaitu eksistensialisme theistik/ religius dan Thought9 juga menyebut Iqbal sebagai seorang
eksistensialisme atheistik / non religius.
6
Martin, O.P., Vincent., Filsafat Eksistensialisme, Kierkegaard,
Pustaka Pelajar, 2002), h. 35 Sartre, Camus, Terj, Taufiqurrohman, (Yogyakarta: Pustaka
3
Adelbert Snijders, Antropologi Filsafat Manusia Parodoks Pelajar, 2001), h. 29
7
dan Seruan, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), h. 25. Alim Roswantoro, Gagasan Manusia Otentik dalam
4
Alim Roswantoro, Gagasan Manusia Otentik dalam Eksistensialisme Religius Muhammad Iqbal, (Yogyakarta: Idea
Eksistensialisme Religius Muhammad Iqbal, (Yogyakarta: Idea Press, 2009), h. 53
8
Press, 2009), h. 38 Hafeez Malik, “Iqbal Cinception of Socialism”, Journal South
5
Bayraktar Bayrakli, Eksistensi Manusia: Perpsektif Tasawuf Asian and Midle Eastern Studies, Vol. 1, No. 2 Dec 1977, h. 41
9
& Filsafat Mengatasi Problema Eksistensi Manusia Jalaluddin Wahid Akhtar, “Unsur-unsur Eksistensialis dalam Pemikiran
Rumi sampai Filosof Kontemporer, Terj. Suharsono, (Jakarta: Iqbal”, terj. Efendi, Agus dan Abu Bakar, Al-Hikmah, No. 1 Maret-
Perenial Press, 2000), h. 6-7 Juni 1990.

121
Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017

eksistensialis. Sedangkan di Indonesia Alim senantiasa dalam kemenjadian (becoming).


Roswantoro juga berpendapat bahwa konsep Sehingga, menurut Iqbal kehendak manusialah
egologi (filsafat khudi) Iqbal itu sangat mewakili yang menciptakan sejarah, bukan kekuatan
tema-tema eksistensialisme. 10 Hal ini juga tersembunyi, entah berasal dari dunia spiritual
semakin meyakinkan mengingat bahwa Iqbal dengan material, fatalisme dan mekanisme telah
pernah belajar filsafat di Jerman dan memiliki melumpuhkan vitalitas, kreativitas, dan kekuatan
pemahaman yang luas mengenai pandangan diri. Iqbal memandang dunia sebagai produk
filosof Jerman seperti Bergson dan Nietzsche usaha manusia.13
yang memberikan konstribusi yang banyak pada Sedangkan Tokoh dari aliran eksistensialisme
landasan dan pemikiran eksistensialisme. atheistik adalah Jean Paul Sartre yang
Pemikiran Iqbal tentang konsep manusia merupakan tokoh paling penting dalam
yang berkaitan erat dengan kebebasan manusia filsafat eksistensialisme karena dialah yang
bertitik tolak pada konsep ego/ Khudi. Khudi menyebabkan eksistensialisme menjadi tersebar,
adalah ego yang hendak menangkap Ego yang bahkan menjadi semacam mode, sekalipun dia
besar oleh kian membulatnya dirinya sendiri. bukanlah pendirinya. 14 Sartre adalah seorang
Pribadi bukanlah lagi ada dalam waktu, tetapi filsuf asal Perancis yang hidup pada masa
waktu sendiri sudah menjadi dinamisme pribadi. Perang Dunia II, penjajahan Jerman terhadap
Pribadi atau khudi itu ialah action, ialah hidup Prancis yang sedemikian rupa menjadikan Sartre
dan hidup ialah pribadi.11 tergerak untuk memperjuangkan kebebasan
Iqbal menyatakan bahwa manusia merupakan individu. Sartre beranggapan bahwa manusia
kesatuan jiwa dan tubuh yang sering disebut memiliki kebebasan mutlak untuk menentukan
dengan “diri”, sedang identitas manusia ada pada masa depannya, karena manusia bukanlah
individualitas yang mempunyai kesadaran dan makhluk yang kodratnya atau esensinya sudah
kebebasan. Kebebasan yang digagas oleh Iqbal ditentukan.
bernuansa religius karena didasari oleh doktrin Pandangan Sartre yang menjadi inti dari
teologis, Khalifah. Kebebasan adalah dasar filsafat eksistensialismenya adalah bahwa
ontologis makna kehidupan manusia. Kebebasan eksistensi manusia mendahului esensinya. Atau
berarti bebas berkehendak. Kebebasan adalah dalam kata-kata Sartre, “Man is nothing else
sarana manusia untuk meraih pencapaian diri but what he makes of himself, yaitu manusia
pada level eksistensi diri yang paling tinggi, tidak lain ialah bagaimana ia menjadikan dirinya
yaitu kodrat manusia sebagai niyabati ilahi sendiri.15 Inilah titik tolak tindakan manusia
(vicegerance of God/wakil Tuhan). Kebebasan dalam usahanya memberikan makna terhadap
manusia menurut Muhammad Iqbal adalah eksistensinya.
kebebasan eksistensial. Kebebasan eksistensial Sartre menjelaskan, karena manusia mula-
adalah kebebasan menyeluruh yang menyangkut mula sadar bahwa ia ada, itu berarti manusia
seluruh kepribadian manusia. Kebebasan sadar bahwa ia menghadapi masa depan, dan
tersebut mencakup seluruh kehidupan manusia bahwa ia sadar akan dampak perbuatannya.
dan tidak terbatas pada salah satu aspek tertentu Hal ini menekankan suatu tanggung jawab
saja.12 pada manusia dan bila manusia bertanggung
Kebebasanlah yang mengarahkan manusia jawab atas dirinya sendiri, itu bukan berarti ia
untuk terus mempertahankan, memperbaharui, bertanggung jawab hanya atas dirinya sendiri,
dan meningkatkan kualitas kediriannya. tetapi juga pada seluruh manusia. Pendapat
Kebebasan adalah jaminan kreatifitas manusia, Sartre tentang eksistensi manusia tidak hanya
dan kreativitas adalah unsur fundamental
dalam proses pembentukan diri manusia yang 13
Muhammad Iqbal, The Secrets Of The Self (Asrar-i Khudi),
trans. Reynold A. Nicholson. (London: Mac Millan And Co., 1920),
18 dan Robert D. Lee, Mencari Islam Auntentik, (Bandung: Mizan,
10
Alim Roswantoro, Gagasan Manusia..., h. 99-100 2000), h. 77
11 14
Muhammad Iqbal, Asrar-i Khudi (Rahasia-rahasia Pribadi), Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, (Bandung: Remaja Rosda
Terj. Bahrum Rangkuti, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), h. 22-23 Karya, 2002), h. 223
12 15
Muhammad Iqbal, Asrar-i Khudi (Rahasia-rahasia Jean Paul Sartre, Existentialism and Human Emotions,
Pribadi)..., h. 46-47 (New York: Philosophical Library, 1957), h. 15

122
Elvira Purnamasari: Kebebasan Manusia dalam Filsafat Eksistensialisme

ingin menjelaskan situasi keberadaan manusia dalam ruang etika, dimana individu-individu
di tengah manusia dan bukan manusia, lebih yang bebas harus menjalani dan berbagi ruang
dari itu Sartre hendak menjelaskan tanggung untuk mengaktualisasikan kebebasannya satu
jawab yang seharusnya dipikul oleh semua sama lain. Ketiga, Iqbal dan Sartre merupakan
manusia sebagai manusia. Pandangan inilah representatif dari dua jenis eksistensialisme
yang menjadi pijakan Sartre atas pendapatnya yang berbeda, yakni eksistensialisme religius
bahwa eksistensialisme itu mempunyai sifat dan dan eksistensialisme ateis. Sehingga peneliti
corak tertentu, yaitu humanisme.16 Oleh karena ingin melihat bagaimana pemikiran mereka
itu Sartre melihat eksistensialisme sebagai teori tentang kebebasan serta adakah dan bagaimana
yang membimbing manusia, sepanjang dengan persamaan pemikiran mereka dan sejauh mana
jalan hidup dan sebagai dokrin yang mencakup perbedaan pemikiran mereka yang memiliki
sifat manusia.17 landasan teologi yang bertolak belakang ini
Kajian mengenai kebebasan dalam pandangan mengenai kebebasan.
kedua filosof Eksistensialis ini menarik Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
untuk dikaji dengan alasan bahwa: Pertama, mengkaji pemikiran Iqbal dan Sartre dengan
eksistensialisme mengembangkan tema-tema membandingkan pemikiran keduanya untuk
yang tidak tersentuh oleh sains-sains modern, memahami pemikiran mereka selaku filosof
seperti kehidupan, eksistensi, kebebasan, eksistensialis mengenai kebebasan, dengan
keterasingan, kehampaan, aktualisasi diri dan tesis yang berjudul “Kebebasan Manusia dalam
sebagainya. Baik filsafat eksistensialisme Islam Filsafat Eksistensialisme (Studi Komparasi
ataupun Barat begitu konsern terhadap persoalan- Pemikiran Muhammad Iqbal Dan Jean Paul
persoalan itu, dan berusaha memberikan Sartre)”.
solusinya, dengan pendekatan-pendekatan
yang menjadikan diri manusia sebagai sentral Rumusan Masalah
kajiannya secara subjektif yang tidak pernah
Berdasarkan latar belakang diatas maka
bisa diverifikasi dengan sains-sains modern.
dapat dirumuskan pokok- pokok permasalahan
Filsafat eksistensialisme Islam dan Barat, sama-
yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:
sama berangkat dari titik yang sama namun
akhirnya mengikuti jalan yang berbeda. Dimana 1. Bagaimana kebebasan manusia dalam filsafat
dalam filsafat eksistensialisme ini kebebasan eksistensialisme Muhammad Iqbal dan Jean
merupakan bahasan utama karena kaitannya Paul Sartre?
yang sangat erat dengan eksistensi manusia. 2. Apakah persamaan dan perbedaan konsep
Kajian mengenai kebebasan sendiri adalah kebebasan manusia menurut Muhammad
hal yang sangat penting, meski kebebasan Iqbal dan Jean Paul Sartre?
seringkali dianggap sebagai sebuah konsep
abtrak yang sulit untuk didefinisikan namun Metode Penelitian
aktualisasinya terasa nyata bila melihat berbagai Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka
konflik berdarah seringkali berawal dari dan atas (library research) yaitu penelitian yang mengkaji
nama kebebasan ini. Kedua, sebagai sebuah objek material karya-karya, sumber datanya
aliran filsafat kontemporer, eksistensialisme dikumpulkan dari buku-buku kepustakaan yang
membicarakan kebebasan tidak hanya dalam berkaitan dengan objek material penelitian
ranah metafisika yang sering diperdebatkan pada tersebut.18 Selain bahan cetak atau karya grafis
masa klasik, tetapi lebih condong pada wilayah berupa buku, jurnal, majalah, koran, berbagai
etika praktis yang tidak hanya akan berakhir jenis laporan dan dokumen, perpustakaan
menjadi sebuah perdebatan teoritik yang sulit biasanya juga menyimpan karya non-cetak
dipahami tetapi akan membawa kita pada seperti hasil rekaman audio, kaset dan video film
kesadaran bahwa kebebasan harus diaktualkan seperti mikrofilm, mikrofis dan bahan elektronik
lainnya seperti disket atau pita magnetik dan
16
Jean Paul Sartre, Eksistensialisme dan Humanisme,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 28 18
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif bidang Filsafat.
17
Jean Paul Sartre, Eksistensialisme dan Humanisme..., h. 24 (Yogyakarta : Paradigma. 2005) h. 138

123
Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017

elektronik yang berhubungan dengan teknologi tetapi dalam filsafat eksistensialisme ungkapan
komputer.19 eksistensi memiliki arti yang lebih khusus.
Model Penelitian ini adalah penelitian Eksistensi adalah cara berada manusia di
konsep sepanjang sejarah. Dimana terdapat dunia, dimana cara berada manusia berbeda
objek material dan objek formal yang akan dengan cara berada benda-benda. Benda-
diteliti.20 Penelitian ini mengangkat kebebasan benda tidak sadar akan keberadaannya, namun
sebagai objek materialnya. Dan sebagai objek manusia tidaklah demikian, manusia me-
formalnya, konsep kebebasan ini dilihat atau nyadari keberadaannya dan karena manusialah
ditinjau dari kerangka pemikiran filsafat benda-benda menjadi bermakna. Dari kedua
eksistensialisme. cara berada yang berbeda tersebut, filsafat
eksistensialisme menegaskan bahwa untuk
benda-benda disebut “berada”, sedangkan
Landasan Teori
manusia disebut “bereksistensi”. 25
Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi
Ada beberapa subtansi atau karakteristik
yang ditambah dengan kata isme yang me-
tertentu, sehingga bisa dikatakan sebagai filsafat
nunjukkan suatu paham atau aliran. Secara
eksistensialisme. Karakteristik tersebut adalah:
etimologis istilah eksistensi yang dalam bahasa
Inggris, existence berasal dari bahasa Latin, 1. Motif pokoknya adalah cara manusia berada
existere berarti keluar atau muncul dalam atau eksistensi. Hanya manusialah yang ber-
pandangan.21 Sedangkan dalam bahasa Jerman eksistensi. eksistensi adalah cara yang khas
eksistensi disebut Dasein, Da berarti di sana, manusia berada. Pusat perhatiannya terletak
sedangkan Sei berarti berada, jadi dasein pada manusia. Oleh karena itu bersifat
adalah berada di sana (being-there). 22 Dari humanistik.
pengertian existere, kata eksistensi berarti 2. Bereksistensi harus diartikan secara dinamis.
manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan Bereksistensi berarti menciptakan dirinya
keluar dari dirinya dan sibuk dengan dunia di secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat,
luar dirinya. Demikianlah manusia bereksistensi. menjadi, merencanakan. Setiap saat manusia
Sedangkan dari pengertian dasein, eksistensi menjadi lebih atau kurang dari keadaannya
berarti keberadaan manusia yang senantiasa semula.
menempatkan diri di tengah-tengah dunia 3. Di dalam filsafat eksistensialisme, manusia
sekitarnya. Namun, demikian manusia tidak dipandang bersifat terbuka. Artinya, manusia
sama dengan dunia di sekitarnya, tidak sama adalah realitas yang belum selesai dan masih
dengan benda-benda, sebab manusia sadar harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia
akan keberadaannya.23 terikat pada dunia sekitarnya, terlebih-lebih
Adapun secara terminologis eksistensi kepada sesamanya manusia.
adalah pertama, apa yang ada; kedua, apa 4. Filsafat eksistensialisme memberikan tekanan
yang memiliki aktualitas (ada); dan ketiga yang sangat besar kepada pengalaman yang
adalah segala sesuatu (apa saja) yang dialami. eksistensial. Arti pengalaman ini berbeda-
Menekankan bahwa sesuatu itu ada. 24 Kata beda antara satu filosof dengan filosof
eksistensi disini berarti keberadaan, akan yang lainnya. Heidegger memberi tekanan
kepada kematian yang menyuramkan segala
19
Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: sesuatu. Marchel kepada pengalaman ke-
Yayasan Obor Indonesia, 2004), h. 6
20
agamaan dan Jaspers kepada pengalaman
Sudarto, Metodelogi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Rajawali
Press, 1996), h. 112 hidup yang bermacam-macam seperti ke-
21
Dagobert D. Runes, Dictionary of Philosophy, (New York: matian, penderitaan, kesalahan, dan lain
Philosophical Library, T.t), h. 103 sebagainya. 26
22
Robert Audi, The Cambridge Dictionary of Philosophy:
Second Edition, (New York: Cambridge University Press, 1999),
Pada umumnya, Soren Kierkegard yang
h. 371 disebut sebagai pelopor pertama filsafat
23
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, (Yogyakarta:
Kanisius, 1980), h. 148
25
24
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2..., h. 148
Utama, 2005), h. 183. 26
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2..., h. 149

124
Elvira Purnamasari: Kebebasan Manusia dalam Filsafat Eksistensialisme

eksistensialisme menyebut eksistensi dengan kenyataan adalah idea abstrak atau roh, bahkan
“diri autentik”. Hanya “diri autentik” atau aku kesadaran manusia konkret hanyalah sebuah
yang konkret yang bisa mengambil keputusan momen dalam dealektika roh. Pandangan
eksistensial. Sebagai eksistensi, aku ini bertindak. Hegel tersebut menurut Soren A. Kierkegaard
“Aku ini”, dengan istilah Kierkegaard, “Aktor” dinyatakan sudah mereduksi manusia menjadi
kehidupan yang berani mengambil keputusan kawanan yang anonim. Kemampuan subjektif
dasariah bagi arah hidupku sendiri, bukan manusia untuk mengambil keputusan yang
“spectator” kehidupanku belaka. 27 Sedangkan sangat pribadi dan berkomitmen dianggap tidak
dengan menggemak an kematian Tuhan, autentik dalam sistem itu, sebab yang real itu,
Friedrich Nietzsche menempatkan manusia bukan individu melainkan roh yang menjadi
menjadi bebas dan terbuka kesempatan yang semakin sadar diri melalui individu itu. Manusia
seluas-luasnya baginya untuk menentukan diri.28 tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum,
Adapun Martin Heidegger mengatakan bahwa tetapi sebagai aku yang bersifat individual.33
eksistensi itu nampak pada ketiadaan dan ia Kedua, pandangan aliran materialisme yang
sama sekali bukan hanya proyeksi manusia, mendefenisikan eksistensi ialah cara orang
melainkan sesungguhnya eksistensi manusia berada di dunia. Dalam pandangan materialisme,
itu mendahului proyeksinya. Heidegger juga baik yang kolot maupun yang modern, manusia
mengatakan bahwa “kita adalah eksistensi itu pada akhirnya adalah sepertinya halnya kayu
tanpa esensi”. Selanjutnya, manusia yang tidak dan batu. Menurut bentuknya memang manusia
memiliki eksistensi menghadapi hidup yang lebih unggul ketimbang sapi, batu, atau pohon,
semu.29 tetapi pada eksistensi dan juga keberadaannya
Dari penjelasan yang telah dipaparkan di atas manusia sama saja dengan sapi, pohon, dan
dapat ditarik kesimpulan bahwa eksistensialisme batu. Ajaran materialisme yang memandang
adalah aliran filsafat yang menekankan pada sama keberadaan manusia dengan lainnya inilah
keberadaan manusia. Manusia dipandang sebagai yang bertentangan dengan eksistensialisme.
suatu “ada” yang memiliki kesadaran atau Berdasarkan kedua pandangan tersebut dapat
menyadari bahwa dirinya ada dan bertempat dikatakan bahwa idealisme Hegel pada intinya
di dunia ini. Sehingga, ia dapat memberi makna mengatakan bahwa yang konkret itu adalah ide,
bagi keberadaannya di dunia. sedangkan benda yang tampak, dalam hal ini
Eksistensialisme pada hakikatnya merupakan manusia ialah penjelmaan dari ide itu sendiri,
aliran filsafat yang bertujuan mengembalikan bukan yang konkret. Karenanya “aku umum”
keberadaan umat manusia sesuai dengan yang di ungkapkan oleh Hegel ialah apa yang
keadaan hidup asasi yang dimiliki dan di- menurut khalayak benar maka benarlah sesuatu
hadapinya. 30 Eksistensialisme merupakan itu dalam arti kata berdasarkan sesuatu yang
suatu gerakan protes terhadap diantaranya. umum yang dalam hal ini bersifat kolektif.
Pertama, pandangan yang spekulatif.31 Salah Eksistensialisme memiliki pandangan yang
satu pemikirnya, George Wilhelm Riedrich berbeda, menurut aliran ini keberadaan manusia
Hegel, meremehkan eksistensi yang konkret itulah yang konkret dan ide yang digagas Hegel
dan mengutamakan idea yang sifatnya umum.32 merupakan hal yang tidak logis. Agar individu
Hegel mengabstraksi segala sesuatu menjadi bebas maka aku individulah (self individual)
sebuah sistem abstrak yang meremehkan yang menetapkan segala sesuatu bukan ber-
manusia konkret atau individu yang merupakan dasarkan keumuman. Eksistensialisme berupaya
mengembalikan keberadaan manusia sesuai
27
Hardiman, Filsafat Modern dari Machiavelli..., h. 250. dengan keadaan hidup asasi yang dimiliki dan
28
Fuad Hassan, Berkenalan dengan Eksistensialisme, dihadapinya. 34 Aliran eksistensialisme sebagai
(Jakarta: Pustaka Jaya, 1992), h. 54 suatu penolakan terhadap suatu pemikiran
29
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2..., h. 156
30
H. Burhanuddin Salam, Logika Materil Filsafat (Ilmu 33
Budi Hardiman, Filsafat Modern, (Jakarta: PT. Gramedia
Pengantar) (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 207. Pustaka Utama, 2004), h. 248
31
Horald H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat, terj. H.M. 34
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam
Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 384., h. 382. (Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya),
32
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum..., h. 195 (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h. 28-29.

125
Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017

keberadaan dan peran manusia yang abstrak. Yang manusia dari sisi subjektivitasnya sebagai diri
menjadi ukuran dalam sikap dan perbuatannya yang bebas dan bertanggung jawab. Akan tetapi,
ialah kebebasan untuk freedom to do. terdapat perbedaan ketika eksistensi manusia
Eksistensialisme, selain muncul sebagai reaksi itu dikaitkan dengan eksistensi Tuhan.
terhadap pandangan materialisme dan idealisme, Eksistensi manusia dalam pandangan
juga merupakan pemberontakan terhadap alam Muhammad Iqbal diterangkannya dalam
yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman filsafat khudi-nya. Pandangannya tentang khudi
industri modern atau zaman teknologi, serta ini didasarkannya dari Al-Qur’an yang me-
pemberontakan terhadap gerakan massa pada nurutnya dengan cara sederhana dan penuh
zaman sekarang.35 Eksistensialisme beranggapan daya menekankan individualitas dan keunikan
bahwa masyarakat industri lebih condong untuk manusia. Sebagai konsekuensi pandangan
menundukan manusia kepada mesin, dengan terhadap manusia sebagai individualitas unik
demikian manusia dijadikan sebagai alat atau sehingga satu individu mustahil menanggung
objek. beban (perbuatan) individu lain dan hanya akan
Eksistensialisme sangat menentang objektivitas memperoleh apa yang diusahakannya.37 Hal ini
(cenderung menganggap manusia sebagai nomor didasarkannya dari firman Allah swt:
dua sesudah benda) dan impersonalitas, karena ‫ﯼ ﯽ ﯾ ﯿﰀ ﰁ ﰂ ﰃﰄﰅ‬
apabila kahidupan manusia diberi interpretasi-
interpretasi secara objektif dan impersonal, ‫ﰆﰇﰈ‬
maka dapat mengakibatkan kehidupan menjadi “Seseorang yang berdosa tidak akan memikul
dangkal dan tidak bermakna. Penekanan ter- dosa orang lain, Dan bahwa manusia hanya
hadap pentingnya eksistensi pribadi dan memperoleh apa yang telah diusahakannya.”
subjektifitas telah membawa penekanan terhadap (Q.S.An-Najm [53]: 38-39).38
pentingnya kemerdekaan dan rasa tanggung
jawab. Eksistensialisme memunculkan kembali ‫ﭲ ﭳ ﭴ ﭵﭶ ﭷ ﭸ ﭹ ﭺ ﭻ‬
persoalan- persoalan tentang individualitas dan ‫ﭼﭽ‬
personalitas manusia.36 Oleh karena itu, manusia
“Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya
harus memiliki kesadaran yang langsung dan
dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
subjektif, karena seseorang yang diakui sebagai
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang-
subjek akan menemukan arti dalam kehidupannya.
siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir...” (Q.S.
Inilah yang ditekankan eksistensialisme.
Al-Kahfi [18]: 29)39
Dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme
Dari sini Iqbal, menunjukkan bahwa eksistensi
muncul tidak hanya sebagai jalan keluar karena
manusia adalah pribadi yang bertanggung jawab
bertolak dari cara berada manusia yang utuh,
akan tindakannya sendiri, dan ia hanya akan
yaitu disatu pihak bukan hanya sebagai objek
mendapat apa yang ia usahakan, ia juga dapat
material seperti kata materialisme, dan di lain
diartikan bahwa manusia hanya akan menjadi
pihak bukan hanya kesadaran seperti pandangan
seperti apa yang ia usahakan, bagaimana
idealisme, tetapi juga sebagai subjek yang
eksistensinya terbentuk sesuai dengan apa yang
menghadapi dunia, sadar akan dirinya sendiri
ia kerjakan. Hal ini berarti dengan menekankan
dan segala sesuatu yang dihadapinya.
individualitas manusia, Iqbal memandang
eksistensi manusia bukanlah sebagai sebuah
Pembahasan objek yang dikutuk dan bukan pula objek yang
Komparasi Pemikiran Muhammad Iqbal Dan diberi rahmat oleh Tuhan. Namun, eksistensi
Jean Paul Tentang Kebebasan manusia adalah subjek yang bebas dan ber-
a) Pandangan mengenai Eksistensi Manusia
tanggung jawab terhadap tindakannya di muka
Eksistensi manusia dalam pandangan kedua bumi.
tokoh ini memiliki kesamaan, yakni memandang
37
Muhammad Iqbal, Rekontruksi Pemikiran Religius dalam
Islam..., h. 115
35 38
Horald H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat..., h. 382 Nandang Burhanuddin, Mushaf al-Burhan..., h. 527
36 39
Horald H. Titus, dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat..., h. 385-386 Nandang Burhanuddin, Mushaf al-Burhan..., h. 297

126
Elvira Purnamasari: Kebebasan Manusia dalam Filsafat Eksistensialisme

Dari sini dapat dipahami bahwa eksistensi manusia adalah ketiadaan eksistensi Tuhan.
manusia adalah kebebasan. Namun, kebebasan Dalam memandang eksistensi manusia ter-
disini adalah kebebasan yang merupakan anugerah dapat persamaan antara Iqbal dan Sartre. Hal
dari Tuhan. Sehingga, kebebasan manusia yang ini dikarenakan mereka memandang eksistensi
merupakan eksistensi manusia dalam pandangan manusia dari sudut pandang yang sama, yakni
Iqbal ini tidak bertentangan dengan eksistensi melihatnya dari sisi subjektivitas manusia.
Tuhan. Bagi Iqbal, manusia adalah khudi/ ego Pandangan mereka mengenai eksistensi
terbatas sedangkan Tuhan adalah Khuda/ Ego manusia ini dilatar belakangi oleh permasalahan
Mutlak.40 Sehingga, eksistensi Tuhan merupakan yang sama, yakni kritik terhadap ideologi-
syarat dari eksistensi manusia. Inilah landasan ideologi barat seperti idealisme, rasionalisme,
dalam bangunan eksistensialisme Muhammad dan materialisme yang mereka anggap telah
Iqbal yang religius, ia senantiasa menghubungkan menghilangkan eksistensi manusia sebagai
eksitensi Tuhan dengan eksistensi manusia dan subjek yang bebas dan bertanggung jawab
tidak pernah menempatkannya dalam posisi akan tindakannya. Oleh karena itu, mereka
yang bertentangan. sama-sama menggagas suatu pemikiran filsafat
Sartre sama seperti Iqbal juga memandang yang memandang manusia dari sudut pandang
eksistensi manusia dari subjektivitasnya. subjektivitasnya.
Sartre mengatakan bahwa eksistensi manusia Namun, juga terdapat perbedaan yang sangat
mendahului esensinya (existence precedes mencolok di antara keduanya terkait hubungan
essence).41 Sehingga, ini menghasilkan gagasan- antara eksitensi manusia dan eksistensi Tuhan.
nya yang lain dimana Sartre menyatakan bahwa, Dalam pandangan Iqbal yang teistik eksistensi
“man is nothing else but what he makes of Tuhan merupakan syarat eksistensi manusia
himself. 42 Inilah asas paling esensial dalam karena Tuhan merupakan Ego Mutlak yang
filsafat eksistensialisme, yang disebut oleh merupakan sumber kebebasan ego/ diri manusia.
Sartre sebagai ‘subjektivitas’. Sebagai makhluk Sedangkan pandangan eksistensialisme ateistik
bebas, maka keputusan yang diambil manusia Sartre sebaliknya mengharuskan peniadaan
untuk bertindak dari alternatif yang dimilikinya eksistensi Tuhan untuk kebebasan manusia
merupakan pilihannya sendiri. yang merupakan eksistensi manusia.
Namun, bagi Sartre yang hidup dalam pe-
ngalaman pada abad pertengahan di Barat, b) Kebebasan Diri dan Kebebasan Orang Lain
dimana kepercayaan kepada Tuhan berarti Sebelumnya telah dijelaskan bahwa Iqbal
tunduk pada Gereja yang membelenggu dan Sartre sama-sama memandang Eksistensi
kebebasan manusia dengan dogma-dogma manusia sebagai subjek/ pribadi yang bebas
agamanya. Maka, eksistensi Tuhan dalam dan bertanggung jawab akan tindakannya. Maka
pandangan Sartre telah merenggut kebebasan kebebasan memiliki peranan yang penting bagi
manusia yang merupakan eksistensinya. Sartre eksistensi manusia. Oleh karena itu, kedua tokoh
menyimpulkan, “Either man is free and does ini sama-sama menempatkan kebebasan pada
not derive his meaning from God, or he is posisi yang penting. Namun, dalam memandang
dependent on God and not free”,43 bahwa setiap hubungan kebebasan diri dengan kebebasan
orang itu bebas yang berarti dirinya tidak berasal orang lain, Iqbal dan Sartre memiliki pendapat
dari Tuhan, atau jika manusia bergantung pada yang sangat berbeda.
Tuhan itu artinya dirinya tidak bebas. Sehingga
Muhammad Iqbal mengatakan bahwa,
dalam pandangan Sartre syarat dari kebebasan
“The ego attains to freedom by removal of
allobstruction in it’s way. It is partly free
40
Muhammad Iqbal, Asrar-i Khudi (Rahasia-rahasia approaching the individual who is most free,
Pribadi)..., h. 22
41
Jean Paul Sartre, Eksistensialisme dan Humanisme, Terj.
God. In one word, life is an endavour for
Yudhi Murtanto, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), h. 44 freedom”44
42
Jean Paul Sartre, Essays in Existentialsm, (Canada: Citadel (Ego memperoleh kebebasannya dengan
Press, 1956), h. 36
43
Jean Paul Sartre, Being and Nothingness, Terj. Hazel E.
Barnes, (New York: The Philosophical, 1956), h. xxxv 44
Muhammad Iqbal, The Secrets Of The Self..., h. 14-15

127
Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017

menyingkirkan seluruh rintangan yang meng- menemui bentuknya sebagai konflik.48 Dari sini
halanginya. Ego mencapai kebebasannya dapat disimpulkan bahwa kebebasan orang
secara penuh dengan mendekatkan diri lain bagi Sartre justru menjadi ancaman bagi
Individu yang paling bebas, Tuhan. Dengan kebebasan diri. Hal ini sangat bertolak belakang
kata lain, hidup adalah suatu usaha untuk dengan pendapat Iqbal.
memperoleh kebebasan) Pendapat kedua tokoh ini yang sangat
Dari pendapatnya ini, maka menurut Iqbal berbeda didasari oleh landasan filsafat mereka
kebebasan merupakan hakikat dari kehidupan yang memang sangat berbeda. Iqbal senantiasa
itu sendiri, artinya tidak ada kebebasan maka mengembalikan landasan dari filsafatnya kepada
tidak ada kehidupan. Maka setiap individu keimanan kepada Tuhan, sehingga meski Iqbal
adalah bebas, sehingga individu yang paling juga berpendapat bahwa manusia itu adalah
bebas adalah individu yang menjalankan pribadi yang bebas, namun kebebasannya
kebebasannya dengan tetap memberikan ruang ditujukan kepada sumber kebebasan yakni
kebebasan bagi individu-individu lain. Tuhan. Kebebasan yang ingin dicapainya
Tindakan pembebasan diri seperti ini bukanlah sekedar bebas yang sebebasnya tanpa
menunjukkan adanya unsur pengawasan, ada yang membatasinya, tetapi kebebasan yang
bimbingan dan arahan di dalam aktivitas ego/ digagas Iqbal adalah kebebasan yang bertujuan
diri yang menegaskan bahwa ego adalah untuk mengaktualisasikan diri manusia agar
kausalitas personal yang bebas. Mengikuti ia dapat menjadi insan kamil yang menjadi
tindakan Ego Mutlak (Khuda/ Tuhan), yang wakil/ na’ib Tuhan di muka bumi ini, yang
melalui kebebasan-Nya, Dia menciptakan ego mengemaban tugas untuk memakmurkan
terbatas dengan memberikan kebebasan dalam bumi Tuhan ini. Oleh karena itu, menjamin
dirinya (individu) yang memungkinkannya untuk kebebasan orang lain justru merupakan sarana
berprakarsa sendiri. 45 Jadi, kebebasan suatu untuk mencapai kebebasan yang sejati.
ego justru terjadi ketika kebebasannya tidak Akan tetapi, kebebasan dalam pandangan
menghalangi kebebasan orang lain. Seperti Sartre adalah kebeb asa n mutlak yang
halnya Tuhan memberikan kebebasan kepada absolut. Sehingga keberadaan orang lain
ego-ego terbatas (manusia), maka ego-ego dan ke bebasannya merupakan ancaman
terbatas ini juga harus memberikan ego-ego bagi kebebasan dirinya. Hal ini terutama
lain untuk memperoleh kebebasan sejati. Jadi, dijelaskannya dalam bukunya being and
dalam pandangan Iqbal, kebebasan orang lain nothingness. Manusia adalah subjek dan
bukan merupakan ancaman, akan tetapi justru yang lainnya adalah objek, begitu pula ketika
cara ego untuk dapat mencapai kebebasannya berhadapan dengan orang lain yang merupakan
yang sejati. subjek yang lain, ketika manusia berhadapan
Hal ini berbeda dengan Sartre, dalam dengan individu lain maka akan terjadi saling
pandangan Sartre kebebasan orang lain meng-objekkan. Oleh karena itu, relasi antara
adalah neraka. Ia mengatakan, “My original individu selalu dalam bentuk konflik. Sikap
fall is the existence of the other (Asal mula Sartre yang dapat dikatakan sangat mendewa-
kejatuhanku adalah eksistensi orang lain)” 46 dewakan kebebasan ini adalah salah satu
Dan kembali ia tegaskan dalam perkataannya konsekuensi dari sikap ateistiknya, sehingga
yang lain, “the other is the hidden death ia tidak memberikan batasan dan tujuan bagi
of my posibilities.”(orang lain itu adalah kebebasan manusia selain kebebasan itu
kematian yang tersembunyi bagi kemungkinan- sendiri. Dimana kebebasan itu adalah murni
kemungkinanku) 47 . Hal ini dikarenakan, kebebasan untuk menentukan dirinya sendiri
kebebasan orang lain membatasi kebebasan tanpa ada campur tangan dari yang lainnya.
individu seharusnya bersifat mutlak. Hubungan
antara individu dalam pandangan Sartre selalui c) Nilai Humanistik dalam Kebebasan
Dalam pandangan kedua tokoh ini, baik Iqbal
45
Muhammad Iqbal, Rekonstruksi Pemikiran..., h. 129-130 maupun Sartre sama-sama berpendapat bahwa
46
Jean Paul Sartre, Being and Nothingness..., h. 263
47 48
Jean Paul Sartre, Being and Nothingness..., h. 264 Jean Paul Sartre, Being and Nothingness..., h. 264

128
Elvira Purnamasari: Kebebasan Manusia dalam Filsafat Eksistensialisme

kebebasan manusia sama-sama mengandung selalu memiliki ruang dalam kebebasan diri yang
nilai humanistik. Sebagaimana yang telah di- akan menjamin pengembangan aktualisasi diri
bahas sebelumnya, kebebasan Iqbal terarah individu sebagai diri yang memiliki kebebasannya
kepada upaya pencapaian diri pada eksistensi masing-masing.
diri yang paling tinggi, yaitu manusia sebagai Sedangkan pandangan Sartre, manusia yang
niyabat ilahi (vicegerant of God/wakil Tuhan). sadar adalah manusia yang bertanggung jawab
Iqbal menjelaskan bahwa manusia dalam dan memikirkan masa depan. Bila manusia
meraih kebebasan yang paling tinggi melewati bertanggung jawab atas dirinya sendiri, bukan
tiga fase, yaitu: berarti ia hanya bertanggung jawab pada dirinya
1. Obedience of the Law. sendiri, tetapi juga pada seluruh manusia. Hal
2. Self-control, yang merupakan bentuk tertinggi ini dikarenakan bahwa apapun keputusan
dari kesadaran diri atau kedirian (Ego-hood). yang diambil manusia untuk dirinya sendiri,
pada akhirnya akan merupakan keputusan
3. Divine Vicegerency. Ini adalah fase terakhir
yang menyangkut seluruh kemanusiaan, sebab
yang merupakan puncak dari ego. 49
meskipun pilihan itu diambil berdasarkan
Pertama, fase ketaatan (obedience). Fase pertimbangan-pertimbangan pribadi, sebenarnya
dimana manusia harus menerima dan menjalani
tindakan memilih itu terkait pada suatu citra
apa yang menjadi keyakinannya secara mutlak tentang manusia pada umumnya sebagai pribadi
sebagai bentuk pengabdian. Kedua, fase kontrol
yang kita cita-citakan.51
diri (self-control). Fase dimana manusia mulai
Sehingga Sartre mengembangkan gagasan
mempertanyakan kedudukannya sebagai subjek
humanisme eksistensiali. sHumanisme yang
(diri) dan meninggalkan dirinya sebagai objek
dimaksud Sartre bukanlah humanisme yang
yang dideterminasi. Namun, bukan dengan
diyakini filsafat humanisme yang menjadikan
cara asketis yang meninggalkan kehidupan,
manusia sebagai tujuan. Sartre mengatakan
tetapi dengan cara membuka kemungkinan-
bahwa pengertian dasarnya humanisme adalah
kemungkinan ego dalam bertindak dan berkreasi
seperti ini: manusia sepanjang hidupnya berada
yang sesuai dengan tujuan. Aktivitas ini diawali
di luar dirinya sendiri: manusia selalu dalam
dengan penelaahan jati dirinya sebagai diri.
proyeksi dan menghilangkan diri, mengatasi
Ketiga, fase wakil Tuhan (vicegerance of God).
dirinya sehingga ia menjadikan manusia ada,
Pada fase ini seorang telah mencapai tahapan
dan di lain sisi, dengan mengejar tujuan yang
eksistensial yang paling tinggi karena seluruh
transenden sehingga ia sendiri dapat mengada.
tindakan dan kreatifitasnya mencerminkan
Karena manusia dengan demikian mengatasi
kehendak Tuhan.50
diri sendiri, dan dapat memegang objek hanya
Nilai humanistik yang terkandung dari dalam hubungannya dengan pengatasan diri-nya,
pandangan Iqbal ini, adalah pada fase terkahir ia sendiri adalah pusat transendensinya. Tidak
dari pencapaian eksistensi diri yakni sebagai ada alam semesta lain selain alam semesta
wakil Tuhan di muka bumi. Menjadi wakil Tuhan manusia, alam semesta subjektivitas manusia.
di muka bumi disebut juga oleh Iqbal dengan hubungan transenden sebagai wewenang, kuasa
insan kamil, karena ia telah menyerap sifat-sifat manusia (bukan dalam pengertian bahwa
keilahian dalam dirinya sehingga ia senantiasa Tuhan adalah transendensi, melainkan dalam
mnghidupkan individualitas dan kebebasan yang pengertian bahwa manusia mengatasi diri) atau
merupakan isi bermaknanya suatu kehidupan. subjektivitas (dalam pengertian bahwa manusia
Menghidupkan kedua hal ini akan mewujudkan tidak terbungkam, membisu dalam dirinya
sikap-sikap moral eksistensial yang tidak me- sendiri, melainkan selamanya hadir dalam suatu
remehkan, merendahkan dan meniadakan semesta manusia), inilah yang dimaksud Sartre
eksistensi orang lain, melainkan menginspirasi sebagai humanisme eksistensial. 52
dan mendorong kreatifitas kedirian mereka.
Ajaran ini disebut Sartre demikian karena
Dengan demikian, kebebasan orang lain akan

49 51
Muhammad Iqbal, The Secrets Of The Self (Asrar-i Khudi)..., Fuad Hassan, Berkenalan dengan Eksistensialisme..., h. 135.
h. xxvi-xxviii 52
Jean Paul Sartre, Eksistentialisme dan Humanisme..., h. 104-
50
Alim Roswantoro, Gagasan Manusia Otentik..., h. 127- 131 105

129
Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017

mengingatkan pada manusia bahwa tidak Tinjauan Muhammad Iqbal Jean Paul Sartre
ada legislator, selain dirinya sendiri, bahwa
Eksitensi Eksistensi manusia Eksistensi manusia
ia sendiri dengan bebas, harus memutuskan Manusia dalam pandangan dalam pandangan
untuk dirinya sendiri; dan juga karena kita Iqbal dilihat dari Sartre juga dilihat
sudut pandang dari sudur pandang
menunjukkan bahwa moralitas tidak didapat subjektivitas yakni subjektivitas
dengan kembali pada dirinya sendiri, tetapi manusia sebagai ego/ manusia sehingga ia
khudi yang bebas dan merumuskan bahwa
selalu dengan mencari, mengatasi diri, suatu bertangggung jawab eksistensi manusia
tujuan, yaitu tujuan pembebasan atau suatu akan tindakannya. adalah kebebasan.
realisasi, bahwa manusia dapat merealisasikan Kebebasan dalam Kebebasan dalam
dirinya menjadi dirinya sendiri.53 pandangan Iqbal pandangan Sartre
adalah anugerah adalah kebebasan
Manusia dalam kesehariannya hidup dalam terbesar dari yang sifatnya
suatu konstruksi buatannya sendiri, manusia Konsep Tuhan kepada absolut dan
Kebebasan manusia. Tuhan mutlak. Sehingga,
membuat aturan, hukuman, konvensi, dan lain- yang merupakan menurutnya
lain. Dengan ini sesuatu diberi nama, diberi Khuda/ Ego Mutlak eksitensi Tuhan
memberikan menghapuskan
tujuan. Dalam keadaan seperti itu semestinya kebebasan kepada kebebasan
manusia dapat menjalankan eksistensinya serta khudi/ ego terbatas manusia. Sehingga,
(manusia). Sehingga, Sartre selalu
bertanggung jawab atas dirinya dan realitas terlihat hubungan mempertentangkan
disekitarnya.54 bahwa eksitensi Tuhan antara kebebasan
merupakan syarat dari manusia dengan
Dari sini dapat dilihat jelas bagaimana erat eksistensi manusia. eksistensi Tuhan.
kaitannya eksistensialisme dan humanisme Tuhan merupakan
sumber kebebasan,
dalam pandangan Sartre. Eksistensialisme adalah Tuhan adalah Individu
ajaran humanisme, yakni sebuah filsafat yang yang paling Bebas dan
paling Kreatif.
menguak subjektivitas manusia untuk dapat
mengaktualisasikan diri demi mengukuhkan Kebebasan Bagi Iqbal, kebebasan Menurut Sartre,
orang lain orang lain adalah kebebasan orang
eksistensinya dengan kebebasannya dan semua sarana untuk lain adalah ancaman
pilihan bebasnya ini pada akhirnya merupakan mencapai kebebasan bagi kebebasan diri.
yang sejati. Hubungan antara
tanggung jawab yang bukan hanya bagi dirinya individu dengan
sendiri namun tanggung jawab untuk semua individu lainnya
senantiasa berada
manusia. dalam bentuk
Kedua tokoh ini memiliki kesamaan dalam konflik. Karena, ia
senantiasa saling
memberikan nilai humanis dalam kebebasan mengobjekkan satu
mereka. Pada akhirnya, manusia sebagai diri yang sama lain.

bebas dan bertanggung jawab akan tindakannya, Nilai Puncak dari Sartre menggagas
humanisme kebebasan dalam humanisme
tidak hanya bertanggung jawab untuk dirinya
dalam pandangan Iqbal eksistensial sebagai
sendiri tetapi juga untuk manusia seluruhnya. kebebasan adalah menjadi fase terakhir dari
Dalam pandangan Iqbal dirumuskannya dengan wakil Tuhan di muka eksistensialismenya.
bumi. Sebagai wakil Dalam pandangannya
puncak eksistensi manusia sebagai niyabat Tuhan, manusia manusia yang bebas
Ilahi/ wakil Tuhan dan dalam pandangan Sartre harus melaksanakan dan bertanggung
perintah Tuhan bagi jawab tidak hanya
dirumuskannya dengan konsep humanisme kemanusian di muka bertanggung jawab
eksitensialis yang merupakan fase akhir dari bumi ini. untuk dirinya
sendiri tetapi juga
pemikiran eksistensialisme Sartre. bertanggung jawab
Dari penjelasan di atas, komparasi pemikiran untuk selutuh
manusia.
Iqbal dan Sartre dapat disingkat dalam tebel
berikut ini.
Penutup
Dari pembahasan yang telah dijelaskan
pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Eksistensialisme Muhammad Iqbal adalah
53
Jean Paul Sartre, Eksistentialisme dan Humanisme..., h. 105
54
eksistensialisme yang bercorak teistik.
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum...,h. 230.

130
Elvira Purnamasari: Kebebasan Manusia dalam Filsafat Eksistensialisme

Karakteristik eksistensialisme ini amat terlihat Cambridge University Press.


dalam gagasan filsafat “khudi”-nya. Khudi/ Bagus, Lorens. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta:
diri dalam pandangan Iqbal bersifat unik, Gramedia Pustaka Utama.
bebas dan kreatif. Adapun kebebasan baginya Bayrakli, Bayraktar. 2000. Eksistensi Manusia:
merupakan sarana untuk mencapai eksistensi Perpsektif Tasawuf & Filsafat Mengatasi
diri yang puncaknya adalah manusia sebagai Problema Eksistensi Manusia Jalaluddin
niyabati ilahi/ wakil Tuhan di bumi ini. Rumi sampai Filosof Kontemporer. Terj.
Adapun eksistensialisme Jean Paul Sartre Suharsono. Jakarta: Perenial Press.
adalah perwakilan dari corak eksistensialisme Dagun, Save M. 1990. Filsafat Eksistensialisme.
ateistik. Dikarenakan konsepnya ini berangkat Rineka Cipta, Jakarta.
dari gagasan bahwa kebebasan manusia itu Dister, Nico Syukur. 1993. Filsafat Kebebasan.
mutlak, maka jika Tuhan itu ada manusia Yogyakarta : Kanisius.
tidaklah bebas. Kekuasaan Tuhan akan Hadiwijiono, Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat
merampas kebebasan manusia. Landasan 2. Yogyakarta : Kanisius.
dari konsep eksistensialisme Sartre ini adalah Hasan, Fuad. 1992. Berkenalan dengan
bahwa eksistensi mendahului esensi. Karena Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya.
manusia adalah keberadaan yang sadar akan Hawasi. 2003. Eksistensialisme Muhammad
dirinya sehingga ia bebas dan bertanggung Iqbal. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
jawab akan kebebasannya. Iqbal, Muhammad. 1920. The Secrets Of The Self
2. Pemikiran kedua tokoh ini memiliki per- (Asrar-i Khudi). Trans. Reynold A. Nicholson.
samaan, yaitu: a) Sama-sama memandang London: Mac Millan And Co.
eksistensi manusia dari sudut pandang , 1934. Reconstruction Of Religious Thought
subjektivitas. Sehingga menurut mereka In Islam. London: Humphrey Milford.
eksistensi manusia adalah diri yang bebas dan _____, 1976. Asrar-i Khudi: Rahasia-Rahasia
bertanggung jawab akan tindakannya. Dengan Pribadi. Terj, Bahrum Rangkuti. Jakarta:
kata lain, kebebasan merupakan eksistensi Bulan Bintang.
manusia, b) Filsafatnya mengandung nilai etis _____, 1985. Pesan Dari Timur. Terj. Abdul Hadi
yang menanamkan pentingnya humanitas/ W.M. Bandung: Pustaka.
kemanusian. Bahwasanya, setiap manusia _____, 2016. Rekontruksi Pemikiran Religius
memiliki tanggung jawab tidak hanya untuk dalam Islam. Terj. Hawasi dan Musa Kazhim.
dirinya sendiri tetapi bagi seluruh manusia. Bandung: Mizan Pustaka
Adapun perbedaannya, adalah: a) Eksistensi Machasin. 1996. Menyelami Kebebasan Manusia:
Tuhan dalam pandangan Iqbal mensyaratkan Telaah Kritis terhadap Konsepsi Al-Qur’an,
eksistensi manusia, sedangkan bagi Sartre Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
eksistensi Tuhan menghilangkan eksistensi Ma rtin, O .P., Vi nc ent. 2001. Filsafat
manusia sebagai individu yang memiliki Eksistensialisme, Kierkegaard, Sartre,
kebebasan mutlak, b) Kebebasan Iqbal Camus, Terj. Taufiqurrohman. Yogyakarta:
berpuncak pada pendekatan kepada Tuhan Pustaka Pelajar.
sebagai wakil Tuhan/ vigerence of God. Sedang- Muttahari, Murtadha. 1992. Manusia dan Agama
kan kebebasan Sartre adalah kebebasan mutlak perspektis Al Quran. Bandung: Mizan.
yang tujuannya murni adalah kebebasan itu Muzairi. 2002. Eksistensialisme Jean Paul Sartre.
sendiri yakni kebebasan untuk menentukan Yogyakarta: Pustaka Pealajar.
diri tanpa terikat pada apapun, c) Kebebasan Mill, John Stuart. 1996. On Liberty: Perihal
orang lain bagi Iqbal adalah sarana untuk Kebebasan. Jakarta: Yayasan Obor Indinesia
mencapai kebebasan yang sejati. Sedangkan, P., Vincent Martin, O. 2001. Filsafat
Sartre berpendapat bahwa kebebasan orang Eksistensialisme; Kierkegaard, Sartre,
lain adalah ancaman bagi kebebasan dirinya Camus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Roswantoro, Alim. 2009. Gagasan Manusia
Otentik dalam Eksistensialisme Religius
Daftar Pustaka
Muhammad Iqbal. Yogyakarta: Idea Press.
Audi, Robert. 1999. The Cambridge Dictionary
Sartre, Jean Paul. 1956. Being and Nothingness; A
of Philosophy: Second Edition. New York:

131
Manthiq Vol. 2, No. 2, November 2017

Phenomenological Essay On Ontology. Trans. _____, 1965. Essays in Existentialsm. Canada:


Hazel E. Barnes. New York: Philosophical Citadel Press.
Library, Inc. _____, 2002. Eksistensialisme dan Humanisme.
_____, 1957. Existensialism and Human Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Emotions. Trans. Bernerd Frectman. New
York: Philosophical Library.

132

You might also like