Professional Documents
Culture Documents
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Simulasi Proses Pengeringan Jagung
Pipilan dengan Mesin Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid
dengan Wadah Silinder adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
F.X. LILIK TRI MULYANTARA. Simulation for shelled corn drying process
with hybrid-green house effect (GHE) solar dryer with cylinder type. Under
direction of LEOPOLD OSCAR NELWAN, SRI ENDAH AGUSTINA and
TEGUH WIKAN WIDODO.
Keywords: Solar dryer, green house effect, cylinder type, shelled corn
RINGKASAN
Kata kunci: pengering surya, efek rumah kaca, tipe silinder, jagung pipilan
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suroso, M.Agr
Judul Thesis : Simulasi Proses Pengeringan Jagung Pipilan dengan Mesin
Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dengan
Wadah Silinder
Nama : F.X. Lilik Tri Mulyantara
NRP : F151060111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Sri Endah Agustina, MS Dr. Ir. Teguh Wikan Widodo, M.Sc
Anggota Anggota
Diketahui
Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan dari bulan September 2007 ini adalah Simulasi Proses Pengeringan
Jagung Pipilan dengan Mesin Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid
dengan Wadah Silinder.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Leopold Oscar Nelwan, M.Si
selaku ketua komisi pembimbing dan selaku ketua peneliti pada proyek penelitian KKP3T
atas bimbingannya yang sangat berharga bagi penulis selama pendidikan, penelitian dan
penyelesaian tesis, Ibu Ir. Sri Endah Agustina, MS sebagai anggota komisi pembimbing
atas segala koreksi, bimbingan dan motivasinya, Bapak Dr. Ir. Teguh Wikan Widodo,
M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu, pemikiran dan
masukan-masukan dalam penyelesaian tesis, serta Bapak Dr. Ir. Suroso, M. Agr selaku
dosen penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis, atas segala masukan dan saran
bagi penulisan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI melalui Proyek Penelitian KKP3T
Tahun 2007 yang telah membantu membiayai penelitian. Tak lupa ungkapan terimakasih
disampaikan kepada teman-teman TEP angkatan tahun 2006 dan teknisi serta laboran
Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Fateta IPB yang telah banyak membantu selama
penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta
Anunsiata Roosita atas doa, dorongan dan kasih sayangnya selama menempuh pendidikan
dan penyelesaian penulisan tesis ini.
Semoga tesis dan hasil penelitian yang telah dilakukan ini bermanfaat.
F.X. Lilik Tri Mulyantara dilahirkan di Bantul pada tanggal 19 Desember 1968,
adalah putra ketiga dari lima bersaudara dari Bapak Sukidjo dan Ibu Yustrini.
Penulis lulus dari SMA Kolese De Britto Yogyakarta pada tahun 1987 dan
melanjutkan pendidikan ke Jurusan Mekanisasi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada November 1995 penulis menyelesaikan
pendidikan S1. Dari Maret 1996 sampai dengan April 1999 penulis bekerja di Bagian Riset
dan Pengujian CV. Karya Hidup Sentosa, selanjutnya April 1999 sampai dengan sekarang
mengabdi sebagai Staf Perekayasa di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian
Serpong, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Pada pertengahan Agustus tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan pada
Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor,
dengan sponsor Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................iv
PENDAHULUAN .................................................................................................................1
Latar Belakang..............................................................................................................1
Tujuan Penelitian..........................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................57
L A M P I R A N .................................................................................................................61
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Lima besar provinsi penghasil jagung (pipilan kering) dalam ton, 2002-2006...............1
2. Standar mutu jagung pipil................................................................................................5
3. Jumlah dan laju penggunaan bahan bakar biomassa selama pengeringan ....................29
4. Komposisi penggunaan energi untuk pengeringan jagung pipilan................................37
5. Efisiensi alat pengering ERK-Hybrid............................................................................38
6. Komponen-komponen biaya tetap.................................................................................40
7. Komponen-komponen biaya tidak tetap........................................................................40
8. Perbandingan energi listrik (MJ) dan biaya pokok pengeringan (Rp/kg) .....................48
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
DAFTAR SIMBOL
T Suhu mutlak K
Ta Suhu udara C
U Koefisien pindah panas total W/moK
W Massa kg
n Jumlah data -
y Nilai hasil perhitungan/pengukuran
α Absorptivitas -
τ Transmisivitas -
θ Waktu det
ηk Efisiensi kipas %
ηr Efisiensi panas bangunan pengering %
ηUP Efisiensi pengeringan oleh udara pengering %
ηP Efisiensi total sistem %
ηE Kebutuhan energi spesifik kJ/kg
ρc Kerapatan kg/m3
Subskrip
Simbol
abs Absorber
amb Udara lingkungan
at Atmosfer
b Bahan bakar
d Kering (dry)
HE Heat exchanger
hit Hasil perhitungan
inlet Suhu udara masuk ruang pengering
r Udara dalam ruang
sil Silinder
T Tangki
ukur Hasil pengukuran
v Uap air
w Air
wall Dinding
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan produksi jagung yang cepat sebagai bahan baku industri dimotori
oleh dinamika permintaan industri pakan ternak. Negara berkembang, dengan konsumsi
produk peternakan yang cenderung meningkat akibat pertambahan penduduk, urbanisasi
dan pertumbuhan ekonomi memberi pengaruh kepada permintaan jagung yang semakin
tinggi. Rachman (2002) juga menyebutkan bahwa kebutuhan jagung cenderung meningkat
dengan laju 0,34% per tahun seiring dengan pesatnya permintaan jagung sebagai bahan
baku industri pakan ternak yang membutuhkan kontinuitas pasokan.
Seiring dengan kondisi di atas perkembangan produksi jagung di Indonesia terus
meningkat. Sentra produksi terbesar jagung di Indonesia didominasi oleh lima provinsi
seperti tersaji dalam Tabel 1 (Anonim, 2007). Untuk itu kegiatan pasca panen terutama
pengeringan dan penyimpanan harus ditingkatkan sesuai dengan peningkatan produksi
jagung tersebut, karena tahapan pengeringan adalah paling krusial yang menyangkut
kualitas dan mutu jagung. Kegiatan pasca panen yang dilakukan petani masih terbatas pada
penjemuran untuk mencapai kadar air 20-25%. Pemipilan umumnya menggunakan jasa
pemipil. Pengeringan jagung untuk mencapai kadar air 14% biasanya dilakukan oleh
pedagang besar atau industri pengolahan dengan menerapkan teknologi maju (Pasandaran,
2003).
Tabel 1 Lima besar provinsi penghasil jagung (pipilan kering) dalam ton, 2002-2006.
Provinsi
Tahun Jawa Timur Jawa Lampung Sumatera Sulawesi Indonesia
Tengah Utara Selatan
2002 3 692 146 1 505 706 989 323 640 593 661 005 9 654 105
2003 4 181 550 1 926 243 1 087 751 687 360 650 832 10 886 442
2004 4 133 762 1 836 233 1 216 974 712 560 674 716 11 225 243
2005 4 398 502 2 191 258 1 439 000 735 446 705 995 12 523 894
Sumber : Anonim, 2007
Selain itu, harga energi fosil yang meningkat tajam akhir-akhir ini menjadi masalah
tersendiri dalam proses pengeringan yang masih menggunakan energi fosil sebagai sumber
pemanas. Pengembangan alat pengering untuk mengurangi ketidakseragaman kadar air
akhir menggunakan energi alternatif selain energi fosil dan pemakaian sumber energi yang
2
masih melimpah dan terbarukan seperti energi surya sangat diharapkan untuk mengatasi
masalah di atas.
Energi surya dapat digunakan untuk mengeringkan produk pertanian dengan dua
cara, yaitu dengan hamparan (lihat Lampiran 1) atau dengan pengering mekanis (artificial
drying). Tetapi pengeringan dengan hamparan mempunyai beberapa kelemahan seperti:
tergantung dengan cuaca, sukar dikontrol, memerlukan tempat penjemuran yang luas,
mudah terkontaminasi dan memerlukan waktu yang lama. Pengering mekanis kemudian
dibuat untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pengeringan dengan hamparan tersebut.
Salah satu pengering mekanis yang memanfaatkan energi surya untuk proses pengeringan
adalah pengering surya tipe efek rumah kaca (ERK) atau green house effect (GHE) solar
dryer (Kamaruddin, 1995 dalam Manalu, 1999).
Meskipun energi surya di Indonesia relatif melimpah ternyata dalam Nelwan
(1997) disebutkan bahwa input energi yang berasal dari iradiasi surya hanya berkisar
antara 10,7-16,4% dari keseluruhan energi yang digunakan untuk pengeringan kakao
dengan pengering ERK. Sehingga pengembangan selanjutnya pengering ERK selalu
membutuhkan pemanas tambahan, sehingga kemudian disebut sebagai pengering ERK-
hybrid. Pengering ERK-hybrid lebih berkembang dibandingkan dengan pengering surya
yang lain, misalnya dengan kolektor datar antara lain disebabkan karena berdasarkan
teknik optimasi diketahui bahwa biaya yang digunakan untuk kolektor datar sebagai sistem
pengering cukup tinggi (Kamaruddin, 1993; 1995 dalam Nelwan, 1997).
Dalam proses pengeringan suatu bahan, kontinuitas, keseragaman suhu dan kadar
air adalah masalah yang sangat penting. Keseragaman kadar air akhir bahan sangat sulit
sekali dicapai bahkan dalam pengeringan mekanis, kecuali dilakukan pembalikan atau
pengadukan dalam selang waktu tertentu. Widodo dan Hendriadi (2004) mengatakan
pengeringan bahan pertanian dengan pengering tipe bak datar menghasilkan kadar air akhir
yang kurang seragam pada lapisan bawah, tengah, dan atas. Perbedaan kadar air
pengeringan antara lapisan bawah dan atas sebesar 4-6% untuk pengering bak datar juga
disebutkan oleh Thahir et al. (1993) dalam Thahir (2000). Kelemahan pengering tipe bak
datar yang menghasilkan kadar air akhir bahan yang tidak seragam dimungkinkan terutama
karena tidak adanya pengadukan. Pengadukan bahan dalam proses pengeringan yang
dilakukan selama ini adalah secara manual, biasanya dengan kaki atau dengan tangan (dan
alat bantu). Kemudian dikembangkan pengering yang berputar sebagai pengadukan untuk
mencampur bahan secara mekanis, seperti yang dilakukan oleh Nelwan (1997) dengan rak
3
yang digetarkan terhadap kakao dan menghasilkan konsumsi energi spesifik (KES) sebesar
17,8-41,3 MJ/kg dan Manalu (1999) juga untuk mengeringkan kakao dengan pengadukan
horisontal menghasilkan KES 7,2 sampai 9,3 MJ/kg. Nelwan (2007) juga melakukan
pengeringan dengan rak berputar dan menghasilkan KES 7,9 sampai dengan 9,9 MJ/kg.
Sulikah (2007) menyimpulkan bahwa proses pemutaran dalam pencampuran (pengadukan)
jagung pipilan pada pengeringan silinder putar selama 5 menit setiap 15 menit, telah
diperoleh campuran yang merata sehingga suhu bahan yang dikeringkan juga merata.
Widodo et al. (2005) melakukan penelitian pengeringan dengan rotary drier untuk melihat
proses dehidrasi cabai yang dikeringkan dan diperoleh kualitas yang paling baik adalah
dengan melakukan pemutaran bahan 4 rpm selama 5 menit per 30 menit dengan suhu
70oC.
Dengan memperhatikan kelebihan pengering ERK-hybrid dan proses pengadukan
selama pengeringan yang telah dilakukan sebelumnya, untuk maksud pengembangan
selanjutnya akan dilakukan simulasi yang diharapkan mampu menghitung konsumsi energi
spesifik optimum untuk pengeringan jagung pipilan. Simulasi yang dilakukan berdasarkan
pemodelan matematik keseimbangan panas dan massa. Penggunaan simulasi sistem akan
sangat menguntungkan karena dapat menghindari kesulitan atau secara biaya terlalu besar
untuk membuat sistem nyata (Stoecker, 1971).
Tujuan Penelitian
1. Melakukan uji kinerja pengering ERK-hybrid tipe wadah silinder dan menghitung
energi dan biaya operasi.
2. Merumuskan model matematik untuk menghitung perubahan suhu, RH udara dan
penurunan kadar air jagung pipilan selama pengeringan dengan pengering ERK-hybrid
tipe wadah silinder
3. Melakukan validasi terhadap model yang dikembangkan dengan menggunakan data
aktual hasil pengujian.
TINJAUAN PUSTAKA
Jagung
Jagung (Zea mays L.) termasuk famili Gramineae, sub famili Maydeae, genus Zea
dan spesies mais. Jagung tumbuh baik di daerah beriklim sedang yang panas, daerah
beriklim subtropis yang basah dan dapat tumbuh baik di daerah tropis. Jagung merupakan
tanaman berumah satu yaitu bunga jantan dan betina letaknya dalam satu tanaman
(Sandewi, 2005).
Panen terbaik perlu memperhatikan dua hal, yaitu ketepatan umur panen dan cara
panen. Panen pada umur optimum akan memperoleh jagung dengan mutu terbaik,
sedangkan panen lebih awal akan menghasilkan jagung dengan kadar butir keriput tinggi
dan panen pada fase kelewat matang menyebabkan jagung banyak rusak. Biasanya jagung
siap dipanen apabila kadar air bji mencapai 30-40% (Mudjisihono et al., 1993). Namun
petani biasanya menentukan waktu panen berdasarkan kenampakan kelobot atau menduga
umur panenya saja. Panen dalam bentuk tongkol berkelobot merupakan cara yang banyak
dilakukan petani. Tergantung kondisi wilayah, panen jagung dapat dibedakan menjadi dua
cara. Pada daerah dengan curah hujan rendah, tongkol dibiarkan tetap pada tanaman
hingga kering (kadar air 17-20%), kemudian jagung dipetik dengan meninggalkan kelobot
pada tanaman. Sedangkan daerah dengan daerah curah hujan cukup tinggi, petani biasanya
memanen jagung ketika masih segar (kadar air 30-40%). Batang jagung dipotong dengan
sabit pada ketinggian sejajar pinggang, kemudian jagung diambil dan kelobotnya dikupas
(Purwadaria, 1988 dalam Munarso dan Thahir, 2002). Pengeringan jagung dilakukan dua
tahap. Pengeringan pertama bertujuan agar jagung mudah dipipil dan terhindar dari
kerusakan akibat kadar air yang tinggi. Pengeringan kedua dimaksudkan untuk
menurunkan kadar air air jagung sehingga siap disimpan untuk jangka waktu tertentu
(Munarso dan Thahir, 2002).
Pengendalian mutu jagung sebaiknya dilakukan selama proses produksi sampai
dengan produk berada di tangan konsumen. Menurut Kristanto (2004) dalam Sandewi
(2005), pengendalian mutu jagung pada saat panen dilakukan mulai pemanenan,
pengeringan awal, pemipilan, pengeringan akhir, pengemasan dan penyimpanan.
Pemanenan dilakukan pada saat jagung telah mencapai masak fisiologis yaitu berkisar 100
5
hari setelah tanam dan tergantung dari varietas yang digunakan. Pada umur tersebut
biasanya daun jagung/klobot telah kering dan berwarna kekuning-kuningan, selanjutnya
jagung dipisahkan antara jagung yang layak jual dengan jagung busuk, muda dan
berjamur. Jagung yang layak jual kemudian diproses selanjutnya atau dilakukan proses
pengeringan. Setelah dilakukan pemipilan, butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah
untuk dijual ataupun disimpan. Pada pengeringan butiran (pipilan), kadar air jagung
diturunkan sampai kadar air sesuai mutu jagung yang dikehendaki. Standar mutu jagung
pipilan yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) dapat dilihat seperti
Tabel 2 (Anonim, 1995).
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu proses yang menyangkut perpindahan panas dan massa,
oleh karena itu diperlukan energi. Energi yang diserap proses ini mencapai kurang lebih
12% dari total energi yang digunakan pada industri pangan dan pertanian dunia (Strumillo
et al., 1995 dalam Manalu, 1999). Henderson dan Perry (1989) menyebutkan bahwa
pengeringan adalah proses mengeluarkan air dari suatu produk sampai pada kadar air yang
setimbang dengan keadaan udara atmosfer normal, atau pada kadar air dimana penurunan
kualitas jamur, aktifitas enzim dan serangga dapat diabaikan. Menghilangkan kadar air
adalah mengeluarkan air sehingga kadar air menjadi sangat rendah, mendekati keadaan
kering mutlak (bone-dry). Hall (1957) menyatakan bahwa pengeringan merupakan proses
pengurangan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat
menghambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia. Sedangkan menurut
Mujumdar dan Devahastin (2001), pengeringan adalah operasi rumit yang meliputi
perpindahan panas dan massa transien serta beberapa laju proses, seperti transformasi fisik
atau kimia yang pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan mutu.
Lebih dari 400 jenis pengering telah dilaporkan pada literatur dan lebih dari seratus
jenis telah tersedia di pasar umum. Berbagai kajian melaporkan bahwa konsumsi energi
6
nasional untuk operasi pengeringan di industri berkisar dari 10-15% untuk Amerika
Serikat, kanada, Perancis, dan Inggris dan bahkan di Denmark dan Jerman mencapai
hingga 20-25% (Mujumdar dan Devahastin, 2000). Besarnya energi yang digunakan dalam
pengeringan ini membutuhkan perhatian untuk dilakukan kajian atau penelitian lebih lanjut
sehingga kebutuhan energi dapat dikurangi.
Selain pengering untuk produk makanan dan industri lainnya, pengering untuk
jagung-jagungan telah berkembang di Indonesia meskipun masih banyak terjadi
kelemahan-kelemahan yang ditemui di lapangan. Thahir et al. (1993) dalam Thahir (2000),
menyebutkan bahwa alat pengering yang banyak beredar pada saat ini adalah sistem
pemanasan langsung tipe bak datar model segiempat (lihat Lampiran 1) yang mempunyai
kelemahan terjadi perbedaan kadar air pengeringan antara lapisan bawah dan atas sebesar
4-6%, serta laju pengeringan yang relatif lambat. Pengeringan bahan pertanian dengan
pengering tipe bak datar menghasilkan kadar air akhir yang kurang seragam dikatakan pula
oleh Widodo dan Hendriadi (2004), bahwa selain lama pengeringan jagung pipilan yang
dilakukan dengan bak datar segiempat pada suhu 45-70ºC membutuhkan waktu sekitar 13
jam, laju pengeringan rata-rata yang terjadi adalah 0,77 %/jam, selama 4 jam pertama
penurunan kadar air yang terjadi adalah sebesar 3,67% dan kadar air pada lapisan bawah,
tengah, dan atas tidak seragam.
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian Serpong telah mengembangkan
alat pengering jagung recirculating batch dryer dengan kapasitas 2 ton dengan sumber
panas kompor minyak tanah dengan rancangan laju pengeringan 1% per jam. Pada alat ini
jagung pipilan disirkulasikan secara bertahap untuk dikeringkan pada ruang pengering
sehingga kadar air jagung lebih seragam dan pengaturan kadar air lebih mudah dilakukan
(Thahir et al., 2000).
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros Sulawesi Selatan bekerjasama dengan
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember Jawa Timur telah mengembangkan alat
pengering jagung tipe bak datar dengan sumber energi matahari dan tungku pembakaran
dengan bahan bakar kayu atau tongkol jagung. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
efisiensi pengeringan adalah 70%. Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk
mengeringkan jagung dari kadar air awal 41% menjadi 16% adalah 30 jam, dengan laju
pengeringan 0,8-0,9% per jam dan biaya pengeringan Rp. 53 per kg. Nilai ini lebih baik
serta lebih murah dibandingkan dengan alat yang digunakan petani dengan kapasitas 10
ton. Waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung dengan kadar air awal 32%
7
menjadi 15% adalah 29 jam, dengan laju pengeringan 0,58% per jam dan biaya
pengeringan Rp. 250 per kg. (Sinuseng et al., 2001 dalam Munarso dan Thahir, 2002).
Lapisan tipis adalah lapisan bahan yang tebalnya adalah setebal satu lapisan bahan
yang suhu dan kadar air bahan di setiap lapisan adalah seragam (Anwar, 1992). Henderson
dan Perry (1976) mendefinisikan pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan dimana
semua bahan yang terdapat dalam lapisan menerima secara langsung aliran udara dengan
suhu dan kelembaban yang konstan, dimana kadar air dan suhu bahan seragam. Thahir
(1986) mengemukakan, pengeringan lapisan tipis dikembangkan berdasar asumsi bahwa
lapisan tipis tersebut sebagai satu-kesatuan, tidak sebagai individu bahan dimana
pengeringannya terjadi secara difusi mengikuti bentuk fisik tertentu.
Sesuai dengan kondisi bahan yang seragam dalam lapisan bahan, maka penampilan
pengeringan lapisan tipis merupakan gambaran dari penampilan pengeringan individual
bahan. Oleh sebab itu, untuk memprediksi penampilan pengeringan lapisan tipis dapat
didekati dengan tampilan pengeringan individu bahan dalam lapisan tipis (Anwar, 1992).
Pengembangan model pengeringan memberikan perhatian yang lebih besar kepada
laju pengeringan menurun. Brooker et al. (1992), mengemukakan untuk memprediksi
pengeringan lapisan tipis telah dikembangkan berbagai model pendekatan: model teoritis,
model semi-teoritis dan model empiris. Luikov, dalam Brooker et al. (1992), dengan
pendekatan teoritis mengembangkan persamaan penduga pengeringan lapisan tipis dalam
bentuk persamaan diferensial berdasarkan karakteristik fisik air atau uap air pada bahan
berpori, dimana migrasi uap terjadi karena: perbedaan konsentrasi air, gaya kapiler,
perbedaan tekanan, perbedaan suhu, perbedaan konsentrasi uap dan difusi. Koefisien yang
ada dalam persamaan diferensial merupakan perpaduan dari keadaan suhu, uap air, gradien
tekanan uap air, energi dan total perpindahan massa. Menurut Husain et al. (1972) dalam
Brooker et al. (1992) pada banyak bahan hasil pertanian, pengaruh gradien suhu dapat
diabaikan. Pada prakteknya pengaruh tekanan yang terdapat dalam model Luikov dapat
diabaikan, dan untuk menduga laju perubahan kadar air bahan pada pengeringan lapisan
tipis, parameter bahan yang dianggap paling berpengaruh adalah parameter geometri dan
parameter difusi air bahan. Atas dasar itu, model Luikov disederhanakan menjadi
persamaan (1).
8
∂M ⎡ ∂ 2 M c∂M ⎤
= D⎢ 2 + ⎥ ....................................................................................... (1)
∂t ⎣ ∂r r∂r ⎦
dimana c adalah konstanta sesuai geometri bahan, untuk lempeng nilai c adalah 0, untuk
silinder 1 dan 2 untuk bentuk bola sementara D adalah koefisien difusivitas bahan.
Henderson dan Perry (1976), memberikan model semi-teoritis untuk memprediksi
pengeringan lapisan tipis yang juga berdasarkan parameter difusi dan geometri bahan
seperti persamaan (2) berikut.
MR = Ae − Kt .......................................................................................................... (2)
dimana A adalah konstanta yang tergantung pada geometri bahan, dengan nilai 0,608 untuk
bola, 0,811 untuk lempeng dan 0,533 untuk tumpukan balokan. K adalah koefisien
pengeringan yang berhubungan dengan faktor difusivitas dan ukuran bahan, dengan nilai
D2/r2, untuk bola dan D2/2xtebal untuk lempengan, dimana D adalah difusivitas bahan
(m2/menit).
M − Me
= 0,177293 exp(−36,5655 X ) + 0,81585 exp(−2,47511X ) ............................... (3)
M0 − Me
dM
= − k (M − Me ) .......................................................................................................... (4)
dθ
9
dimana k adalah konstanta pengeringan dan Me adalah kadar air keseimbangan (%,db.),
kedua-duanya merupakan fungsi suhu dan kelembaban. Sementara M adalah kadar air
bahan (%,db.).
Prosedur untuk menghitung pengeringan lapisan tebal dikembangkan dengan
menganggap lapisan tebal merupakan susunan dari sejumlah lapisan tipis. Sesuai dengan
anggapan itu, maka pengeringan lapisan tebal dinyatakan sebagai pengeringan sejumlah
lapisan tipis. Model simulasi pengeringan lapisan tebal yang dikembangkan menurut
prosedur pengeringan sejumlah lapisan tipis untuk beberapa komoditi hasil pertanian telah
dilakukan pada penelitian-penelitian terdahulu, dengan hasil yang memuaskan.
Anwar (1992), menyebutkan pengembangan model matematik untuk pengeringan
cabe merah menggunakan anggapan bahwa pengeringan lapisan tebal cabe merah
merupakan pengeringan sejumlah lapisan tipis cabe merah. Jumlah lapisan tipis pada
lapisan tebal didekati dengan persamaan (5) berikut.
A
R= ................................................................................................................. (5)
B
dimana R adalah jumlah lapisan tipis pada lapisan tebal, A adalah tebal lapisan tebal dan
B sebagai tebal lapisan tipis.
Berdasarkan pendekatan lapisan tebal sebagai susunan dari R lapisan tipis, maka
udara pengering keluaran dari lapisan tipis pertama merupakan masukan udara pengering
untuk lapisan kedua. Analogi dengan kondisi udara yang keluar dari lapisan tipis pertama
dan udara pengering sebagai masukan lapisan tipis kedua, berlaku untuk hubungan pada
lapisan-lapisan tipis yang lain. Hubungan itu dapat dinyatakan : keluaran udara pengering
lapisan tipis ke (R-1) = masukan udara pengering lapisan tipis ke (R).
Dari jumlah energi yang tersedia diperkirakan bahwa potensi yang jatuh di wilayah
Indonesia besarnya 0,48 x 106 kJ/m2 x 1,9 x 1012 m2 = 0,9 x 1018 kJ/tahun, yang kalau
diubah menjadi listrik mempunyai potensi sebesar 28,35 x 1018 MWe. Penerimaan iradiasi
rata-rata di Indonesia sebesar 4,5 kWh/m2/8 jam atau 562,5 W/m2 (Kamaruddin, 1991
dalam Nelwan, 1997).
Energi yang berlimpah ini dapat dimanfaatkan salah satunya untuk proses
pengeringan komoditi pertanian. Untuk menangkap energi surya dalam bentuk panas bisa
digunakan kolektor sedangkan dalam bentuk listrik digunakan sel fotovoltaik. Pada
umumnya pengering energi surya memakai kolektor. Dari hasil perhitungan (Kamaruddin,
1997 dalam Manalu, 1999) diketahui bahwa biaya pembuatan kolektor datar merupakan
biaya tertinggi yang diikuti oleh biaya pengadaan kipas angin. Untuk menekan biaya
pengeringan terutama pembuatan kolektor adalah dengan mengganti sistem kolektor datar
ini dengan pengumpul panas yang mengikuti konsep rumah kaca.
Kamaruddin (1995) dalam Manalu (1999) menyebutkan bahwa pengering surya
tipe efek rumah kaca (ERK) atau green house effect (GHE) solar dryer adalah salah satu
cara pemanfaatan energi surya untuk proses pengeringan. Prinsip ERK adalah dengan
membuat suatu bangunan yang dinding dan atapnya terbuat dari bahan transparan
berfungsi sebagai penyekat sehingga energi panas yang masuk dapat meningkatkan suhu di
dalam bangunan ruang pengeringan. Panas yang terakumulasi dipakai untuk mengeringkan
komoditas yang berada dalam bak pengering. Untuk menaikkan suhu udara pengering
yang dihasilkan oleh pemanasan energi surya maka digunakan pemanas tambahan.
Pengeringan dengan energi surya mempunyai kelemahan yaitu tidak kontinyu dan
sewaktu-waktu dapat terhalang oleh hujan atau awan. Beberapa tempat di Indonesia
mempunyai hari hujan yang panjang atau tingkat keawanan yang tinggi. Salah satu upaya
melakukan pengeringan lanjutan pada saat cuaca tidak mendukung atau pada malam hari
adalah dengan memberikan pemanasan tambahan. Selain itu pengering efek rumah kaca
harus dimodifikasi dengan tempat pengering yang memungkinkan produk mencapai suhu
dan kadar air akhir yang seragam, yaitu dengan cara memutar produk dengan sistem
pemutaran produk atau tempat/wadah dari produk tersebut, seperti yang pernah dilakukan
oleh Nelwan (1997) dan Manalu (1999), yaitu dengan rak berputar secara horisontal.
11
Banyak model pengeringan yang telah dikembangkan untuk menduga kinerja dari
pengering yang telah dibuat dan dikembangkan. Pelegrina et al. (1998) mengembangkan
model matematik rotary dryer semi-kontinyu untuk mengeringkan sayuran dengan
merubah-rubah suhu inlet dan RH pengeringan. Iguaz et al. (2003) mengembangkan model
matematik untuk pengeringan produk sampingan dari sayuran dengan rotary dryer, pada
skala pengering semi-industri. Hasil simulasi dapat digunakan untuk menduga bahwa suhu
udara inlet paling berpengaruh pada peningkatan laju penurunan kadar air dan laju
perubahan suhu pada kondisi steady state. Franca et al.(1994) melakukan simulasi numerik
untuk membandingkan pengeringan lapisan tebal secara berkala (intermittent) dan
kontinyu (continuous). Diperoleh hasil bahwa pengeringan kontinyu lebih efisien
dibandingkan dengan pengeringan intermitent dari segi waktu. Tetapi pengeringan
intermitent lebih menghasilkan distribusi kadar air dan suhu yang lebih seragam.
Manalu (1999) dan Nelwan et al. (2007) mengembangkan model keseimbangan
panas pengering ERK untuk mengeringkan jagung kakao sebagai berikut:
Suhu atap:
dTr1
(mCp) r1 = εσ ( F1(T f4 − Tr41 ) + F1(Ts4 − Tr41 ) + F1(T p4 − Tr41 ))
dθ ......................... (6)
− hr1 Ar1 (Tr1 − Tr ) − hr1 Ar1 (Tr1 − Ta ) + αIAr1
Waktu penelitian ini adalah dari bulan September 2007 sampai dengan bulan Juli
2008. Pengujian dilaksanakan di Laboratorium Energi Surya Laboratorium Energi dan
Elektrifikasi Pertanian, Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Tekonolgi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Bahan yang dikeringkan dalam penelitian ini adalah jagung pipilan dari jenis
hybrida yang diperoleh dari pemasok industri pakan ternak. Bahan lain yang digunakan
adalah tongkol jagung dan minyak tanah sebagai penyalaan bahan bakar awal.
Alat
Peralatan yang digunakan meliputi: alat pengering tipe ERK-hybrid tipe silinder
(Gambar 1) yang mempunyai lima komponen utama, yaitu ruang pengering yang berupa
atap dan dinding transparan; silinder pengering dengan motor penggerak; tungku bahan
bakar biomassa; penukar panas dan kipas; serta kipas pelepas udara. Alat-alat ukur yang
digunakan meliputi: timbangan digital AND Model EK-1200A, termokopel tipe T (C-C),
pyranometer, oven pengering SS-204D, hybrid recorder HR-2500E, anemomaster
Kanomax Model 6011, digital balance EK-1200A (AND). Bahasa pemrograman Visual
Basic digunakan untuk menyelesaikan persamaan-persamaan simulasi.
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini ditunjukkan seperti diagram alir pada
Gambar 2 berikut.
Pengambilan Data
Pada pengujian alat pengering ERK-hybrid ini parameter yang diukur meliputi: (1)
Massa, kadar air, densitas bahan; (2) Suhu meliputi: suhu udara lingkungan, plat, lantai,
tungku, inlet, outlet, ruang pengering, dan suhu bahan; (3) Kelembaban relatif (RH) :
RH lingkungan dan RH ruang pengering (4) Waktu pengoperasian alat; (5) Konsumsi
bahan bakar; (6) Iradiasi surya, kecepatan angin.
14
Ulangan pengujian yang dilakukan untuk validasi adalah sebanyak 3 kali. Metode
pengeringan jagung pipilan dengan pengering ERK-hybrid tipe silinder seperti tersaji
dalam Gambar 4.
Gel. panjang
Keterangan : 1. Tongkol jagung, 2. Cerobong, 3. Tungku, 4. Tangki air, 5. Pompa air, 6. Pipa outlet-1,
7. Pipa outlet-2, 8. Penukar panas, 8. Penukar panas, 9. Kipas inlet, 10. Motor penggerak,
11. Silinder pengering, 12. Kipas outlet, 13. Inlet udara, 14. Sistem pengering ERK
Iradiasi Surya
Data iradiasi surya diukur dengan piranometer yang ditempatkan di sebelah alat
pengering ERK-hybrid sedemikian rupa sehingga sinar matahari tidak terhalang.
Pengukuran dilakukan pada saat alat pengering dioperasikan sampai matahari terbenam,
dengan interval pengukuran 30 menit. Keluaran dari piranometer berupa tegangan (mV).
Tegangan keluaran dari piranometer sebesar 1 mV setara dengan 1000/7 watt/m2, maka
akan diperoleh iradiasi sesaat. Total iradiasi surya harian (Ih) dihitung secara matematis
dengan menggunakan metode Simpson (Purcell dan Varberg, 1990) .
Ih =
Δt
3
[ ]
I i + 4∑ It gl + 2∑ It gp + I f ................................................................ (11)
15
o
Proses pengeringan suhu 60 C kec.
aliran udara inlet ±6 m/s
Pengadukan
Pengadukan
Pemindahan ke pengeringan
selanjutnya (in store dryer, ISD)
Suhu, RH Udara dan Suhu Bagian-bagian Alat Pengering dan pada Jagung Pipilan
Suhu dan udara diukur menggunakan termokopel tetapi untuk pengukuran RH
digunakan termokopel bola basah dan bola kering, dengan interval pengukuran 30 menit.
Bagian-bagian alat pengering yang diukur perubahan suhunya meliputi: plat silinder
pengering, lantai, sebelum HE dan sesudah HE, udara masuk silinder pengering, udara
keluar pengering, Untuk memperjelas letak termokopel dapat dilihat pada Gambar 5.
Kecepatan Udara
Kecepatan udara diukur dengan menggunakan anemomaster. Bagian-bagian yang
diukur meliputi: kecepatan udara masuk ruang plenum, kecepatan udara dalam ruang
plenum, kecepatan udara keluar, kecepatan udara yang keluar dari jagung pipilan dalam
silinder pengering, dan kecepatan udara luar, dengan interval pengukuran 30 menit. Letak
dan jumlah titik pengukuran untuk masing-masing komponen dapat dilihat pada Gambar 5.
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan oven pengering dengan interval
pengukuran 60 menit. Titik-titik pengukuran sampel kadar air dapat dilihat pada Gambar
6. Perhitungan kadar air bahan (Brooker et al., 1992) dengan persamaan (12) dan (13)
sedangkan laju penurunan kadar air bahan menggunakan rumus (14).
Ww
KadarAir (%bb.) = x100% ....................................................................................... (12)
W0
W
KadarAir (%bk.) = w x100% ...................................................................................... (13)
Wd
∂M M 1 − M 2
Laju penurunan kadar air bahan : = ....................................................... (14)
∂t θ
Keterangan :
T1 : Suhu tungku, T2 : Suhu cerobong, T3 : Suhu air masuk ke HE, T4 : Suhu air keluar dari HE 1, T5 :
Suhu air keluar dari HE 2, T6 : Suhu bola basah sebelum HE, T7 : Suhu bola kering sebelum HE, T8 : Suhu
udara masuk pengering, T9 : Suhu bola basah pengering 1, T10 : Suhu bola kering pengering 1, T11 : Suhu
lapisan dalam 1, T12 : Suhu lapisan tengah 1, T13 : Suhu lapisan luar 1, T14 : Suhu lapisan dalam 2, T15 :
Suhu lapisan tengah 2, T16 : Suhu lapisan luar 2, T17 : Suhu bola basah pengering 2, T18 : Suhu bola kering
pengering 2, T19 : Suhu udara dalam pengering, T20 : Suhu bola basah di outlet, T21 : Suhu bola kering di
outlet, T22 : Suhu bola basah lingkungan, T23 : Suhu bola kering lingkungan, T24 : Suhu logam pengering,
T25 : Suhu lantai ruang pengering, V1 : Kecepatan udara masuk ruang pengering, V2 : Kecepatan udara di
dalam ruang plenum, V3 : Kecepatan udara keluar dari ruang pengering, V4 : Kecepatan udara yang keluar
dari jagung dalam ruang pengering, V5 : Kecepatan udara luar
Keterangan : Nomer 1, 4, 7 : sampel kadar air lapisan dalam tumpukan; nomer 2, 5, 8 : sampel
kadar air lapisan tengah tumpukan; dan nomer 3, 6, 9 : sampel kadar air lapisan luar
tumpukan.
Pemanas Tambahan
Pemanas tambahan diperlukan untuk menaikkan suhu udara pengering yang sudah
diperoleh dari energi surya karena belum mencukupi untuk pengeringan atau hanya 10,7-
16,4% dari panas yang dibutuhkan pengering (Nelwan, 1997). Pemanas tambahan yang
digunakan adalah berupa tungku berbahan bakar tongkol jagung untuk memanaskan tangki
berisi air. Data yang diambil adalah berupa laju pembakaran tongkol jagung, dan suhu
tungku, cerobong serta suhu air yang ada dalam tangki yang dipanaskan. Interval
pengukuran suhu adalah 30 menit.
Untuk mengetahui efek pemutaran terhadap keseragaman suhu dan kadar air
lapisan jagung, maka akan dihitung nilai persentase simpangan mutlak (absolute pecentage
deviation, APD) antara lapisan dalam dan lapisan luar jagung pipilan dalam silinder
menggunakan persamaan (15).
2
100 ⎛ ylap.dalam − ylap.luar ⎞
APD =
n
∑ ⎜
⎜ ylap.dalam
⎟ ............................................................................ (15)
⎟
⎝ ⎠
Gel. panjang
Perpindahan panas yang berhubungan dengan udara pada bagian ini adalah
interaksi panas dengan komponen-komponen di dalam ruang pengering secara konveksi.
Dari dinding pengering, udara keluar ke lingkungan dan udara dari dalam silinder tempat
produk dikeringkan menuju ruangan, sementara itu udara dari ruangan pengering akan
menuju ke absorber dan ke dinding. Udara pengering di dalam ruang pengering
diasumsikan memiliki suhu yang seragam. Untuk itu keseimbangan termal pada udara
dalam ruangan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
dhr
mr = −m& amb (hr − hamb ) + m& sil (hsil − hr ) − hc ,abs Aabs (t r − t abs )
dθ ................................. (16a)
− hc , wall Awall (t r − t amb )
h = C p ,a t + C p , w Ht dp + h fg H + C p , s H (t − t dp ) ............................................................... (16b)
Karena perubahan (C p , w − C p , s ) Ht dp dan perubahan panas laten saling meniadakan maka
h = (C p , a + C p , s H )t + h fg H .......................................................................................... (16c)
persamaan (16a) dengan menggunakan persamaan (16c) dapat ditulis kembali menjadi:
dt r dH r
m r (C p , a + C p , s H r ) + (mr C p , s t + h fg ) = (− m& amb − m& sil )(C p , a + C p , s H r )t r
dθ dθ
+ m& amb (C p ,a + C p ,s H amb )t amb + m& sil (C p ,a + C p , s H r )t sil − hc ,abs Aabs (t r − t abs ) ....... (16d)
− hc , wall Awall (t r − t amb )
Pada silinder bagian dalam, udara berasal dari dalam ruangan yang telah
dipanaskan ketika melalui penukar panas. Jika diasumsikan tidak ada kehilangan panas
pada saluran yang menghubungkan bagian ini dengan penukar panas, maka keseimbangan
termalnya dapat dinyatakan sebagai berikut:
dhinlet
ma = −m& (hinlet − hr ) + U HE AHE (t HE − t inlet ) m ......................................................... (18)
dθ
Pada penukar panas, panas akan berpindah dari air dalam penukar panas ke udara
yang mengalir melalui sirip-sirip penukar panas. Penukar panas yang digunakan adalah
penukar panas dengan tipe aliran silang (cross-flow). Asumsi bahwa perubahan entalpi air
cepat menuju ke equilibrium (steady state) maka keseimbangan termalnya dapat
dinyatakan sebagai:
0 = − m& w C p , w (t w 0 − t wi ) + U HE AHE Δt HE ,lm ........................................................................ (19)
Air dalam tangki mendapatkan panas dari gas hasil pembakaran melalui penukar
panas yang dipasang di dalam tangki serta lantai tangki. Aliran air yang digerakkan oleh
pompa dari tangki menuju penukar panas dan kembali lagi ke tangki juga berkontribusi
dalam keseimbangan termal. Dengan demikian persamaan keseimbangan termalnya dapat
dituliskan sebagai berikut:
dt w0
mwC pw = − m& wC pw (t w 0 − t wi ) + U T AT ΔtT ,lm ................................................................ (20)
dθ
Di dalam silinder, penambahan uap air ke udara pada pori-pori tumpukan yang
berasal dari produk berlangsung ketika udara pengeringan melalui tumpukan jagung
tersebut. Oleh karena itu, laju perubahan uap air pada udara dalam tumpukan merupakan
penjumlahan dari laju penambahan uap air serta laju uap air masuk dan keluar dari
tumpukan yang terbawa oleh udara pengeringan. Secara matematis keseimbangan ini,
dikembangkan dari Bala (1997) dapat dinyatakan sebagai berikut:
∂ ∂M
0= (2 sπrLGH ) + ρ d 2 sπrL .............................................................................. (21a)
∂r ∂θ
21
∂H ∂Ga ∂M
0 = rGa + rH + Ga H + ρ d r .................................................................... (21b)
∂r ∂r ∂θ
∂Ga
Karena Ga = −r , maka
∂r
∂H ∂M
0 = Ga + ρd ..................................................................................................... (21c)
∂r ∂θ
Interaksi termal yang berhubungan dengan udara dalam tumpukan jagung dalam
silinder pengering mencakup: panas yang terbawa aliran udara, perpindahan panas secara
konvektif dengan jagung serta perpindahan panas sehubungan dengan perpindahan uap.
Asumsi bahwa gerakan aliran udara hanya terjadi pada arah jari-jari silinder dan udara
dengan cepat mencapai equilibrium, maka mengadopsi rumus dalam Bala (1997)
persamaan keseimbangan termal pada udara dalam tumpukan dapat dinyatakan sebagai
berikut:
∂ ⎛ ∂M ∂M ⎞
0= (2 sπrLG a H ) + hcv 2 sπrL (t a − t g ) − ⎜ ρ d C pw 2 sπrL t g + ρ d 2 sπrL h fg ⎟ . (22a)
∂r ⎝ ∂θ ∂θ ⎠
dimana s adalah rasio antara keliling silinder dalam yang tertutup terhadap keliling
lingkaran silinder dalam.
Dari definisi persamaan (16c) dan menggunakan persamaan (21c) maka melalui
manipulasi matematis persamaan (22a) dapat ditulis menjadi:
∂t a ⎛ ∂M ⎞
0 = G a (C p ,a + C p , s H ) + ⎜ − ρ d C p,s + hcv ⎟(t a − t g ) .......................................... (22b)
∂r ⎝ ∂θ ⎠
Jagung pipilan diasumsikan tercampur secara merata setelah proses pengadukan dilakukan.
Dengan demikian kadar air setelah pencampuran dihitung dengan merata-ratakan kadar air
di masing-masing lapisan.
Perubahan entalpi pada jagung berbanding lurus dengan laju pindah panas
konvektif ke jagung dan panas yang disuplai untuk menguapkan air dari jagung. Untuk
22
∂t g ∂M
ρ d (C pg + C pw M ) = hcv (t a − t g ) + ρ d (h fg + (C ps − C pw )t g ) ............................ (23b)
∂θ ∂θ
Udara dengan kandungan uap air yang lebih besar meninggalkan silinder melalui
lubang pada dinding silinder menuju ruangan. Untuk menjaga kandungan uap air dalam
udara, maka pembuangan udara (yang membawa uap air) dilakukan dengan menggunakan
kipas yang ada pada dinding pengering, dan bersamaan dengan itu udara dari lingkungan
masuk untuk menggantikannya. Keseimbangan uap air di dalam udara ini dapat dinyatakan
sebagai berikut:
dH r
ma = −m& a (hr − ha ) − m& sil (hr − hsil ) ........................................................................ (24)
dθ
Model pengeringan lapisan tipis diterapkan untuk menduga penurunan kadar air
pada setiap lapisan. Dengan suhu dan kelembaban udara di sekitar jagung. Penurunan
kadar air (Bala, 1997) dapat dinyatakan sebagai:
dM
= − k (M − Me ) ........................................................................................................ (25)
dθ
Koefisien pindah panas volumetrik untuk jagung oleh Matouk (1976) dalam Bala
(1997) dinyatakan dalam persamaan berikut:
0 , 5217
⎛ GT ⎞
hcv = 372,6⎜⎜ a ⎟⎟ ................................................................................................... (26)
⎝ Pat ⎠
23
Nelwan (1999) menulis bahwa parameter penting lainnya adalah kebutuhan energi
spesifik yang merupakan jumlah energi yang diterima (masuk) dibandingkan dengan satu
satuan massa air yang diuapkan oleh jagung. Untuk konsumsi energi yang memasukkan
energi iradiasi dinyatakan sebagai:
Q2
ηE = ............................................................................................................. (28)
mv
Q3
ηE = ............................................................................................................. (29)
mv
Menurut Mulyono (1991), Jansen (1995), dan Bronson (1997), analisis sensitivitas
adalah analisa perubahan parameter dan pengaruhnya terhadap solusi optimum yang telah
dicapai dari suatu pengujian (model). Analisis sensitivitas ini sering juga disebut dengan
analisis postoptimal. Analisis sentivitas dapat dilakukan dengan cara menambah persentase
setiap variabel input yang mungkin untuk dirubah secara bertahap dan bergantian sehingga
dapat diketahui seberapa besar pengaruhnya terhadap output yang terjadi.
Analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan pada model pemrograman yang
telah dibuat dengan cara merubah-rubah input yang ada dan kemudian diamati terhadap
keseragaman suhu dan kadar air yang terjadi pada tumpukan jagung pada lapisan paling
dalam dan terluar. Input yang dirubah adalah input yang memungkinkan untuk dirubah
meliputi: laju udara pada inlet menjadi maksimu 0,8 kg/detik, masukan energi iradiasi
sebesar 10% dan masukan bahan bakar biomassa sebesar 10%. Perubahan output setelah
dilakukan perubahan masing-masing input tersebut akan dibandingkan. Keseragaman
output yang berupa perubahan suhu dan kadar air pada dua lapisan berbeda (dalam dan
24
luar) dapat diketahui dengan mengetahui besarnya simpangan mutlak (APD) yang terjadi,
dimana semakin kecil APD maka output dapat dikatakan semakin seragam.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan untuk mencari biaya pokok per satuan kg jagung
pipilan. Analisis ekonomi didasarkan pada perhitungan biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Biaya tetap meliputi: biaya penyusutan, biaya bunga modal dan biaya pajak. Biaya tidak
tetap meliputi: biaya bahan bakar, biaya listrik, biaya tenaga kerja dan biaya perbaikan
komponen (Irwanto, 1982).
Perubahan suhu dan RH dalam pengering ERK-hybrid dan perubahan kadar air
jagung pipilan selama pengeringan dihitung berdasarkan model-model perpindahan panas
dan massa (persamaan 16-24) dan persamaan pengeringan lapisan tipis (25). Persamaan-
persamaan tersebut diselesaikan dengan metoda beda hingga (finite difference) Euler (Bird,
et al., 1960, Farlow, 1982, Tuma et al. 1997). Karena persamaan-persamaan di atas saling
terkait, maka diselesaikan secara simultan untuk setiap perubahan waktu. Pemodelan
diselesaikan menggunakan komputer dengan bantuan bahasa pemrograman Visual Basic.
Algoritma perhitungan simulasi dilukiskan pada Gambar 8.
Untuk mempermudah simulasi, maka simulasi dibuat berdasarkan pada asumsi-
asumsi seperti yang digunakan oleh Nelwan (1997) : udara yang masuk dalam alat
pengering tidak terkompresi, sehingga tekanan udara dalam ruang tetap; penyebaran suhu
dan RH di dalam ruang merata ke seluruh tempat; kehilangan panas secara radiasi ke
lingkungan diabaikan; kecepatan angin di luar bangunan dianggap sama untuk setiap
waktu; kehilangan panas pada saat pintu dibuka untuk pengambilan sampel diabaikan;
suhu masing-masing komponen dianggap merata; jagung pipilan dalam silinder pengering
terbentuk dari 40 lapisan tipis; emisivitas/absorptivitas gas di dalam ruang diabaikan.
Dengan asumsi-asumsi tersebut di atas Nelwan (1997) memperoleh hasil COD dan APD
yang baik untuk menduga suhu, RH dan kadar air.
Untuk maksud validasi dari hasil perhitungan digunakan data salah satu hasil
pengujian yang menyangkut suhu dan RH ruang, suhu air dalam tangki, suhu jagung dalam
tumpukan dan perubahan kadar air jagung pipilan. Dua buah acuan yang digunakan untuk
25
validasi meliputi koefisien determinasi (COD) dan persentase simpangan mutlak (APD)
(Dowdy dan Wearden, 1991; Stoecker, 1989 dalam Nelwan, 1997).
COD =
∑ (y hit − y hit )( y ukur − y ukur )
...................................................................... (30)
∑ (y − y hit ) ∑ (y − y ukur )
2 2
hit ukur
2
100 ⎛ y hit − y ukur ⎞
APD = ∑ ⎜⎜ ⎟⎟ ..................................................................................... (31)
n ⎝ y hit ⎠
Mulai
loop waktu
Me = f (T, RH)
K = f (T)
Diaduk
KA rata-rata
Cetak suhu,
RH, KA
Selesai
800
600
400
200
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Waktu (jam)
jam dan total iradiasi surya mencapai 3,54 kWh/m2. Gambar 10 menyajikan gambaran
iradiasi dan lama penyinaran selama proses pengeringan berlangsung.
Lama 10.5
penyinaran 8.0
(jam) 8.0
41.7
Total iradiasi
39.4
(w/m2*100)
35.4
Rata-rata 43.9
iradiasi 49.3
(W/m2*10) 44.3
0 10 20 30 40 50 60
50 120 50 120
45 100 45 100
40 80 40 80
Suhu ( C)
Suhu ( C)
RH (%)
RH (%)
o
o
35 60 35 60
30 40 30 40
25 20 25 20
20 0 20 0
0 2.33 4.27 6.22 8.2 10.22 0 2.5 5 7.5
Waktu (jam) Waktu (jam)
50 120
45 100
40 80
Suhu ( C)
RH (%)
o
35 60
30 40
25 20
20 0
0 2.5 5 7.5
Waktu (jam)
100
79.4
76.1
80
69.7
60
20
0
Rata-rata suhu (oC) Rata-rata RH (%)
Untuk ketiga pengujian dalam penelitian ini digunakan bahan bakar biomassa yang
berfungsi untuk menaikkan suhu ruang pengering ERK. Pada pengujian I digunakan bahan
bakar biomassa dari arang kayu sedangkan pengujian II dan III sebagai perbandingan
digunakan bahan bakar biomassa dari tongkol jagung. Jumlah dan laju bahan bakar arang
kayu selama proses pengeringan pada pengujian I dan bahan bakar tongkol jagung untuk
pengujian II dan III seperti tersaji dalam Tabel 3.
29
Tabel 3 Jumlah dan laju penggunaan bahan bakar biomassa selama pengeringan
50 90 50 90
45 80 45 80
40 40 70
70
35 35 60
60
Suhu ( C)
RH (%)
30
Suhu ( C)
30
RH (%)
50
o
50
o
25 25
40 40
20 20
15 30
15 30
10 20
10 20
5 10
5 10
0 0
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
0 2.33 4.27 6.22 8.2 10.22
W aktu (jam) Waktu (jam)
50 90
45 80
40 70
35 60
Suhu ( C)
RH (%)
30
50
o
25
40
20
15 30
10 20
5 10
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
80
70.4
70 61.3
60.2
60
50
41.0 40.1
40 33.2
30
20
10
0
Suhu ruang (oC) RH ruang (%)
600 80 600 80
70 70
500 500
60
Suhu tungku ( C)
60
Suhu tungku ( C)
Suhu inlet ( C)
Suhu inlet ( C)
o
400 400
o
o
50 50
o
300 40 300 40
30 30
200
200
20
20
100
10 100
10
0 0
0 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
W aktu (jam)
Suhu Tungku Suhu inlet Suhu Tungku Suhu Inlet
600 80
70
500
60
Suhu tungku ( C)
Suhu inlet ( C)
400
o
50
o
300 40
30
200
20
100
10
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
Suhu lapisan dalam tumpukan jagung diukur dengan termokopel (C-C) pada tiga
lapisan yaitu 11 cm (lapisan dalam), 21 cm (lapisan tengah), dan 32 cm (lapisan luar) dari
ruang plenum. Sebaran suhu rata-rata yang terjadi di lapisan dalam, lapisan tengah, dan
lapisan luar masing-masing pada pengujian I, pengujian II dan pengujian III mengikuti
iradiasi yang terjadi selama proses pengeringan dan dapat dilihat pada Gambar 16.
Pengukuran suhu lapisan dilakukan setiap setengah jam sekali yaitu sebelum dan sesudah
silinder diputar. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa untuk keseluruhan suhu jagung
sebelum dan sesudah diputar berfluktuasi. Pada pengujian II terlihat jelas perbedaan suhu
lapisan sebelum diputar lebih tinggi dibandingkan sesudah diputar karena terjadi efek
pencampuran jagung di silinder sehingga mengakibatkan suhu turun.
32
50 50
45 45
Suhu ( C)
Suhu ( C)
40 40
o
o
35 35
30 30
25
25
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Waktu (jam)
Suhu lapisan dalam Suhu lapisan tengah Suhu lapisan luar
Suhu lapisan dalam Suhu lapisan tengah Suhu lapisan luar
50
45
Suhu ( C)
40
o
35
30
25
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Rata-rata suhu setiap lapisan pengujian I, II dan III dapat dilihat pada Gambar 17.
Selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar pada pengujian I adalah 0-4,7°C, pengujian II
sebesar 0,8-9,8°C, dan pada pengujian III sebesar 0,2-4,7°C.
38.47
Percobaan I 38.29
40.54
39.86
Percobaan II 40.26
44.92
39.07
Percobaan III 37.96
40.42
34 36 38 40 42 44 46
Suhu (oC)
Rata-rata suhu lapisan dalam mempunyai nilai terbesar karena berada paling dekat
dengan ruang plenum. Gambar 18 menunjukkan bahwa pengujian I mempunyai
karakteristik suhu di awal pengujian lebih rendah dibandingkan dengan akhir pengujian,
hal ini dipengaruhi oleh lamanya waktu pengeringan sehingga pengaruh udara panas dari
ruang plenum terhadap pencampuran jagung sudah relatif merata ke semua lapisan.
Pengujian II suhu lapisan pada kondisi awal lebih tinggi daripada suhu dalam kondisi
akhir, tetapi untuk lapisan tengah dan lapisan luar, suhu pada kondisi awal lebih rendah
daripada kondisi akhir. Hal ini berarti menunjukkan bahwa efek campuran terjadi pada
pengujian II ini meskipun simpangan mutlaknya lebih tinggi daripada pengujian I. Pada
pengujian III karakteristik suhu hampir sama dengan pengujian I yaitu suhu lapisan pada
kondisi awal lebih rendah dengan suhu lapisan kondisi akhir, hal itu terjadi karena adanya
efek pencampuran selama proses pengeringan meskipun lapisan luar juga terkena efek
radiasi matahari sehingga lebih tinggi dibandingkan suhu lapisan tengah.
45 44.75
44.19 43.81 45
44 43.46 43.63
44
43 42.58
42.25 43
42 41.56
42
Suhu ( C)
Suhu ( C)
41 40.08 40.03
41 40.13
o
40 40
39 38.35
39
38 38
37 37
36 36
35 35
Kondisi awal Kondisi akhir Kondisi awal Kondisi akhir
Lapisan dalam Lapisan tengah Lapisan luar Lapisan dalam Lapisan tengah Lapisan luar
45
44 43.03
43
42 40.48
Suhu ( C)
41
o
40 39.25
39
37.52
38
37 36.15
35.58
36
35
Kondisi awal Kondisi akhir
Lapisan dalam Lapisan tengah Lapisan luar
Jumlah jagung pipilan yang digunakan pada pengujian pengeringan I adalah 1304,3
kg, pengujian II sebanyak 1294,1 kg, dan pengujian III sebanyak 1114,1 kg. Jagung
pipilan ditempatkan dan dikeringkan dalam silinder pengering yang berdiameter 1,25 m
dengan tumpukan tebal rata-rata 40 cm. Sampel kadar air diambil pada tiga titik
pengambilan dengan kedalaman masing-masing 11 cm, 21 cm, dan 32 cm dan sampel
diambil setiap satu jam sekali.
Jumlah air yang diuapkan dari jagung pada pengujian I sebesar 138,8 kg, pengujian
II adalah 92,9 kg sedangkan pengujian III sebesar 77,6 kg. Pada pengujian I kadar air awal
jagung pipilan adalah 24,87 % bb. dikeringkan sampai kadar air 15,92 % bb.
membutuhkan waktu pengeringan 11 jam dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan
luar selama proses pengeringan adalah 0-2,3%. Kadar air awal jagung pipilan pengujian II
adalah 22,28 % bb. dikeringkan sampai kadar air 16,27 % bb. dengan waktu pengeringan 8
jam dan selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar selama proses pengeringan adalah
0,1-1,4%, sedangkan kadar air awal jagung pipilan pengujian III adalah 23,57% bb.
dikeringkan sampai kadar air 17,85 % bb. dengan waktu pengeringan 8 jam dan selisih
kadar air lapisan dalam dan lapisan luar selama proses pengeringan adalah 0,4-1,8%. Hal
ini lebih baik daripada hasil pengujian pengeringan jagung dengan bak datar yang
dilakukan oleh Thahir et al. (1993) dalam Thahir (2000) dimana perbedaan kadar air
pengeringan antara lapisan dalam dan luar sebesar 4-6%. Penurunan kadar air rata-rata dari
tiga lapisan berbeda pada ketiga pengujian digambarkan pada Gambar 19.
Laju penurunan kadar air rata-rata untuk pengujian I adalah 0,96% bk./jam,
pengujian II sebesar 1,18% bk./jam dan pengujian III adalah 1,11% bk/jam (Gambar 20).
Hasil penelitian Jubaedah (2000), pada skala laboratorium, pengeringan jagung pipilan
hibrida dengan ketebalan 60 cm dan kadar air awal 26,8% bb. hingga 14% bb. memerlukan
waktu 6 jam dengan laju pengeringan 2,8% bk./jam. Sementara dengan ketebalan 75 cm
dengan kadar air awal 27,3% bb sampai 14,6% bb. membutuhkan waktu 7 jam dengan laju
pengeringan 2,2% bk./jam. Widodo dan Hendriadi (2004) mengeringkan jagung pipilan
menggunakan pengering tipe bak datar model segiempat dari kadar air awal 24,5% -14,7%
bb. pada suhu 45-70ºC membutuhkan waktu sekitar 13 jam, laju pengeringan rata-rata
yang terjadi adalah 0,77 % bb./jam, sementara menggunakan bak datar model silinder
menghasilkan laju penurunan 1,10% bb./jam. Dilaporkan pula bahwa selama 4 jam
pertama penurunan kadar air yang terjadi adalah sebesar 3,67% dan kadar air pada lapisan
35
bawah, tengah, dan atas tidak seragam. Pengering jagung resirculating batch dryer dengan
kapasitas 2 ton dengan sumber panas kompor minyak tanah dengan rancangan laju
pengeringan 1% per jam. Pada alat ini bahan disirkulasikan secara bertahap untuk
dikeringkan pada ruang pengering sehingga kadar air jagung lebih seragam dan pengaturan
kadar air lebih mudah dilakukan (Thahir et al., 2000). Hasil pengujian Sinuseng et al.
(2001) dalam Munarso dan Thahir (2002) terhadap alat pengering jagung dengan sumber
energi matahari dan tungku pembakaran dengan bahan bakar kayu atau tongkol jagung
menunjukkan bahwa waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung dari
kadar air awal 41% menjadi 16% adalah 30 jam, dengan laju pengeringan 0,8-0,9% per
jam. Penelitian yang lain terhadap pengering dengan kapasitas 10 ton membutuhkan waktu
29 jam untuk mengeringkan jagung dengan kadar air awal 32% menjadi 15%. Laju
pengeringan yang terjadi adalah 0,58% per jam.
27 27
25 25
Kadar air (% bb.)
23 23
21 21
19 19
17 17
15 15
0 2 4 6 8 10 12 0 2 4 6 8 10
Waktu (jam) W aktu (jam )
KA lapisan dalam KA lapisan tengah KA lapisan luar K A lapis an dalam KA lapis an tengah K A lapis an luar
27
25
Kadar air (% bb.)
23
21
19
17
15
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
W aktu (jam )
1.4 1.24
1.16 1.22
L a ju p e n u ru n a n K A (% b k/ja m )
1.18
1.2 1.06
1.14 1.11 1.08 1.14
0.96 0.96
1.0 0.87
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Percobaan I Percobaan II Percobaan III
1304.3
Massa jagung 1294.1
aw al 1114.1
1165.5
Massa jagung 1201.3
akhir 1036.5
138.8
Massa air 92.9
diuapkan 77.6
Energi yang digunakan untuk pengeringan bahan merupakan 60% dari keseluruhan
energi yang digunakan untuk proses produksi suatu bahan pertanian. (Brooker et al., 1992)
Besarnya konsumsi energi selama proses pengeringan yang berasal dari energi iradiasi
matahari, biomassa dan listrik pengujian I, II dan III tersaji pada Tabel 4 dan Gambar 22.
Persentase energi surya pengujian I, pengujian II dan pengujian III berturut-turut adalah
15,01%, 13,78% dan 11,71% persentase ini hampir sama bila dibandingkan dengan
pengeringan kakao skala 133-228 kg dengan pengering ERK oleh Nelwan (1997), yaitu
berkisar antara 10,7-16,4%. Persentase energi biomassa berturut-turut untuk pengujian I,
pengujian II dan pengujian III adalah 76,59%, 79,36%, dan 81,79%. Sedangkan energi
listrik berturut-turut untuk pengujian I, pengujian II dan pengujian III adalah 8,39%,
37
6,87%, dan 6,50%. Laju penggunaan biomassa (arang kayu) pada pengujian I adalah 4,82
kg/jam sedangkan laju penggunaan tongkol jagung pada pengujian II dan pengujian III
berturut-turut adalah 6,31 kg/jam dan 6,88 kg/jam. Jumlah biomassa ditentukan oleh waktu
pengeringan sampai kadar air 16% bb.
Dari perhitungan diperoleh konsumsi energi spesifik (KES) untuk setiap satu
kilogram air yang diuapkan dari kadar air awal sampai kadar air sekitar 16% bb. pada
pengujian I adalah 6,03 MJ/kg, pengujian sebesar II 8,01 MJ/kg dan pengujian III adalah
10,13 MJ/kg. Nelwan (2007) melaporkan pengeringan kakao dengan rak berputar
membutuhkan konsumsi energi spesifik 7,9-9,9 MJ/kg. Konsumsi energi spesifik masih
bisa diperkecil apabila pengering ERK-hybrid diisi sesuai kapasitas maksimalnya yaitu
1500 kg, sehingga air yang diuapkan dari jagung pipilan lebih banyak. Selain hal tersebut
pemasukan energi tambahan (biomassa) dilakukan dengan sistem kendali sesuai kebutuhan
juga dapat berkontribusi terhadap konsumsi energi spesifik.
Keterangan :
* Pengujian I menggunakan arang kayu, pengujian II dan III menggunakan tongkol jagung
** Untuk menggerakkan kipas inlet, kipas outlet dan pemutar silinder pengering
600
500
400
Energi (MJ)
300
125.6
200 102.5
92.0 70.2
51.1 51.1
100
0
Iradiasi Biomassa Listrik
Jenis energi
Massa tongkol yang dihasilkan dari pemipilan jagung ternyata mencukupi apabila
digunakan sebagai bahan bakar pengering. Dari hasil pengukuran nisbah jagung terhadap
tongkol jagung pada kondisi kadar air jagung 25% bb. untuk varietas jagung hybrida :
signeta, bisi2, jaya, dan nusantara diperoleh massa tongkol rata-rata adalah 32% dengan
39
kadar air tongkol rata-rata 33%. Apabila nisbah jagung jagung pipilan rata-rata adalah 68%
maka dari 1500 kg mempunyai tongkol dari pemipilan sebanyak 706 kg (kadar air 33%).
Tongkol bisa digunakan sebagai bahan bakar pada kondisi kadar air sekitar 14% maka
nisbah massa tongkol menjadi 550 kg. Untuk mengeringkan jagung pipilan pada siang hari
dengan pengering ERK-hybrid dari kadar air sekitar 23% sampai 16% maksimum
dibutuhkan tongkol 60 kg, sehingga masih terdapat sisa tongkol jagung dari hasil
pemipilan jagung yang dikeringkan. Penggunaan tongkol jagung sebagai bahan bakar
dalam pengeringan jagung sangat menjanjikan karena akan mengurangi limbah hasil
pemipilan jagung dan dalam industri jagung terintegrasi akan terjamin ketersediaannya
sehingga akan meminimalkan harga tongkol jagung.
Komponen-komponen biaya tetap meliputi : biaya penyusutan, biaya bunga modal dan
pajak. Untuk setiap tahunnya diperoleh masing-masing komponen mempunyai nilai seperti
tersaji dalam Tabel 6.
Komponen-komponen biaya tidak tetap meliputi : bahan bakar, listrik, tenaga kerja dan
pergantian komponen. Apabila asumsi setiap tahunnya pengering dioperasikan selama 200
hari (8 bulan dengan 25 hari kerja/bulan) dan setiap harinya hanya beroperasi selama 12
jam. Maka dengan asumsi di atas kapasitas pengeringan pada pengujian I menggunakan
bahan bakar arang kayu adalah 118,57 kg/jam. Pengujian II dan III menggunakan bahan
bakar tongkol jagung mempunyai kapasitas pengeringan berturut-turut adalah 161,76
kg/jam dan 139,26 kg/jam.Total setiap tahunnya diperoleh nilai biaya tidak tetap seperti
tersaji dalam Tabel 7.
Dari hasil perhitungan biaya tetap dan biaya tidak tetap dan kapasitas pengeringan
di atas kemudian dihitung biaya pokok pengeringan. Biaya pokok pengeringan pengujian I,
II dan III berturut-turut sebesar Rp. 124,37/kg, 75,89/kg dan Rp. 88,86/kg. Apabila
dibandingkan dengan harga jagung pipilan tahun 2008 sekitar Rp. 2500/kg, maka biaya
pokok pengeringan berkisar antara 3-5%. Dari Tabel 6 dan Tabel 7 terlihat bahwa
besarnya biaya pokok sangat tergantung terhadap kadar air awal jagung yang dikeringkan.
Pada pengujian I untuk mencapai kadar air 16%, terjadi pengurangan kadar air 9% (dari
41
24,87%-15,92% bb.) dan waktu pengeringan yang dibutuhkan adalah 11 jam menjadikan
biaya pokok lebih tinggi (55%) karena terjadi perubahan yang signifikan pada komponen
biaya bahan bakar pada biaya tidak tetap, sedangkan kontribusi biaya pokok dari biaya
tetap hanya 45%. Pada biaya tidak tetap pengujian I kontribusi biaya bahan bakar menjadi
paling besar daripada komponen biaya tidak tetap yang lain, sehingga optimalisasi kadar
air jagung pipilan awal dalam pengeringan harus diperhatikan sehingga terjadi
pengurangan biaya pokok pengeringan. Pada pengujian II dan III untuk mencapai kadar air
16%, masing-masing terjadi pengurangan kadar air sebesar 6%, kontribusi biaya tidak
tetap lebih kecil (46%) daripada biaya tetap (54%). Perbandingan kontribusi biaya tetap
dan biaya tidak tetap pada biaya pokok pengeringan pengujian I, II dan III tersaji pada
Gambar 23.
124.36
Percobaan I 68.07
56.29
75.88
Percobaan II 34.62
41.26
88.86
Percobaan III 40.93
47.93
0 50 100 150
Biaya (Rp/kg)
Gambar 23 Kontribusi biaya tetap dan tidak tetap pada biaya pokok
pengeringan
harga tongkol jagung akan lebih murah karena tidak membutuhkan transportasi untuk
pemindahan. Komponen biaya tidak tetap berupa listrik bisa dikurangi dengan cara
pengendalian pemakaian kipas untuk inlet udara panas, karena pada saat tertentu
pengeringan tidak membutuhkan kecepatan udara penuh dari kipas. Komponen biaya tidak
tetap yang lain berupa tenaga kerja dan komponen biaya tidak tetap yang lain sangat
tergantung pada waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung pipilan,
oleh karena itu perbaikan dari segi teknis dalam mempercepat waktu pengeringan
merupaka hal yang harus diperhatikan. Sebagai contoh apabila pengeringan dapat
dipersingkat selama 5 jam maka biaya operasional yang bisa dihemat sebesar Rp
43065/ton.
Validasi Model
Model matematik yang digunakan untuk menduga perubahan suhu dan RH ruang,
suhu jagung, suhu air dalam tangki dan kadar air jagung jagung divalidasi dengan
menggunakan data-data hasil pengujian II. Input data untuk validasi model meliputi
iradiasi surya, suhu dan RH lingkungan dan jumlah konsumsi bahan bakar biomassa
(tongkol jagung). Nilai-nilai sifat termofisik komponen-komponen yang digunakan dalam
perhitungan berturut-turut disajikan pada Lampiran 1.
menyatakan bahwa penyebab perbedaan antara simulasi dan pengujian adalah kurang
akuratnya model pengeringan lapisan tipis, kurang tepatnya persamaan kadar air isotermis
jagung pada RH tinggi dan tidak tepatnya nilai parameter masukan (input) model.
Perbedaan lain yang cukup berarti adalah bahwa penyusunan model lapisan tipis
didasarkan pada kondisi suhu dan RH tetap, sedangkan pada pengujian sangat berfluktuasi.
Dari Tabel 4 (komposisi penggunaan energi) dapat dilihat bahwa energi dari
biomassa mempunyai kontribusi yang paling besar. Oleh karena itu fluks panas yang
dihasilkan juga paling besar, sehingga faktor ini dominan terhadap pemanasan udara.
50
40
Suhu ruang (oC)
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
90
80
Kelembaban relatif (%)
70
60
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
RH ukur RH hitung
Sebaran suhu lapisan jagung hasil simulasi belum sepenuhnya mengikuti suhu hasil
pengukuran seperti tersaji pada Gambar 26. Perubahan suhu ruang dipengaruhi oleh
44
jumlah panas tambahan yang diberikan, pemanasan secara konveksi oleh plat dan laju
aliran massa udara serta kehilangan panas lewat dinding dan lantai. Pemodelan untuk
pendugaan suhu lapisan jagung ini menggunakan rumus yang ada pada Bala (1997).
Sebaran suhu lapisan jagung hasil simulasi sampai jam ke-6 sebenarnya sudah cukup
mengikuti hasil pengukuran, hal itu ditunjukkan apabila dibuat korelasi antara suhu hasil
simulasi dan suhu hasil pengukuran sampai jam ke-6 saja maka nilai koefisien determinasi
yang terjadi adalah 0,76. Suhu hasil simulasi setelah jam ke-6 cenderung naik, tetapi pada
kenyataannya pada suhu hasil pengukuran senderung turun, hal ini dimungkinkan
pengumpanan bahan bakar tongkol jagung yang dilakukan secara manual kurang kontinyu
dalam hal waktu maupun jumlah, sehingga menghasilkan suhu hasil pengukuran yang
cenderung turun.
Nilai determinasi antara suhu lapisan jagung hasil perhitungan dan hasil
pengukuran adalah sebesar 0,35. Dengan nilai COD tersebut terlihat model belum dapat
sepenuhnya mengikuti kecenderungan data, sedangkan nilai APD sebesar 1,79%.
50
40
Suhu ( oC)
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Suhu jagung ukur Suhu jagung hitung
Sebaran suhu air dalam tangki simulasi belum sepenuhnya mengikuti suhu hasil
pengukuran seperti tersaji pada Gambar 27. Perubahan suhu air dalam tangki dipengaruhi
oleh luasan penukar panas yang ada dalam tangki dan jumlah panas tambahan yang
diberikan. Pemanasan penukar panas dalam tangki ke air terjadi secara konduksi.
Pemodelan untuk pendugaan suhu air dalam tangki ini menggunakan rumus yang ada pada
persamaan (20). Hubungan secara keseluruhan antara suhu air dalam tangki hasil
45
perhitungan dan hasil pengukuran ditunjukkan dengan nilai determinasi sebesar 0,91
dimana 91% model sudah dapat menerangkan data, sedangkan nilai APD sebesar 3,5%.
80
70
60
Suhu air tangki (oC)
50
40
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Gambar 27 Suhu air dalam tangki hasil perhitungan dan hasil pengukuran
25
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Hasil validasi di atas menunjukkan bahwa secara umum model telah dapat
menerangkan perubahan suhu ruang, suhu lapisan tumpukan jagung, suhu air dalam tangki
dan kadar air jagung pipilan, kecuali RH ruang. Selanjutnya model akan digunakan untuk
mensimulasi performansi pengering ERK-hybrid lebih lanjut antara lain untuk menduga
perubahan suhu dan kadar air apabila silinder diputar beberapa menit setiap jamnya. Selain
itu akan digunakan untuk menduga perubahan suhu dan kadar air yang terjadi apabila input
dari model dirubah-rubah, sehingga bisa diketahui perubahan input mana yang paling
mempengaruhi output.
60.00
50.00
40.00
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Diam Putar-15mnt/jam
Putar-15mnt/30mnt Putar-kontinyu
Untuk mengetahui sebaran suhu per lapisan untuk ke-empat perlakuan tersebut
maka dibandingkan persentase simpangan mutlak (APD) suhu lapisan jagung yang terjadi
pada lapisan dalam dan lapisan luar. APD suhu jagung dalam silinder yang tidak diputar
(diam) antara lapisan dalam dan luar adalah 5,54% atau mempunyai selisih suhu lapisan
dalam dan lapisan luar selama pengeringan sebesar 0,26-20,93°C. Pemutaran silinder
selama 15 menit setiap jamnya mempunyai APD 4,11% (selisih suhu lapisan dalam dan
lapisan luar 0,26-8,00°C). APD suhu jagung dalam silinder yang diputar 15 menit setiap
30 menit adalah 3,89% (selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar 0,1-5,81°C),
sedangkan untuk pemutaran silinder secara terus-menerus mempunyai APD 3,67% (selisih
suhu lapisan dalam dan lapisan luar 0,05-1,78°C). Dapat dilihat pengaruh lama pemutaran
silinder terhadap selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar semakin kecil. Nilai terkecil
selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar adalah pemutaran silinder secara terus-
menerus. Ilustrasi persentase simpangan mutlak suhu lapisan dalam dan luar yang terjadi
dengan empat perlakuan tersaji pada Gambar 30.
48
Putar-kontinyu 3.67
Putar-
3.89
15mnt/30mnt
Putar-
4.11
15mnt/jam
Diam 5.54
Dari hasil simulasi dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa pemutaran silinder (diam)
mempunyai suhu jagung rata-rata tertinggi tetapi ternyata mempunyai simpangan mutlak
suhu jagung terbesar (lebih tidak seragam) dibandingkan dengan suhu jagung yang terjadi
dengan pemutaran silinder selama pengeringan. Pemutaran secara terus-menerus
(kontinyu) ternyata mempunyai persentase simpangan mutlak terkecil (3,67%)
dibandingkan dengan perlakuan pemutaran yang lain. Perhitungan pengaruh lama
pemutaran silinder terhadap energi dan biaya pokok dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Perbandingan energi listrik (MJ) dan biaya pokok pengeringan (Rp/kg)
25
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Diam Putar-15mnt/jam
Putar-15mnt/30mnt Putar-kontinyu
Terlihat bahwa secara keseluruhan apabila silinder tidak diputar (diam) akan
mempunyai kadar air rata-rata terendah bila dibandingkan dengan suhu jagung dengan
pemutaran silinder selama 15 menit setiap jam dan pemutaran silinder 15 menit setiap 30
menit serta pemutaran silinder secara terus menerus. Untuk mengetahui sebaran kadar air
per lapisan untuk ke-empat perlakuan tersebut maka dibandingkan persentase simpangan
mutlak (APD) kadar air jagung yang terjadi pada lapisan dalam dan lapisan luar. APD
kadar air jagung dalam silinder yang tidak diputar (diam) antara lapisan dalam dan luar
adalah 21,49% atau mempunyai selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar 0,14-
15,36% bb. Pemutaran silinder 15 menit setiap jamnya mempunyai APD kadar air lapisan
dalam dan lapisan luar 3,65% (selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar 0,14-2,94%
bb.). APD kadar air jagung dalam silinder yang diputar 15 menit setiap 30 menit adalah
0,87% (selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar 0,14-1,36% bb.), sedangkan untuk
pemutaran silinder secara terus-menerus mempunyai APD 0,43% dan selisih kadar air
lapisan dalam dan lapisan luar 0,14-0,56% bb. Ilustrasi persentase simpangan mutlak kadar
air jagung lapisan dalam dan luar yang terjadi dengan empat perlakuan tersaji pada
Gambar 32.
Simulasi pengaruh pemutaran silinder terhadap penurunan kadar air yang terjadi
terlihat bahwa tanpa pemutaran silinder akan terjadi penurunan kadar air paling cepat.
Tetapi apabila dilihat dari keseragaman kadar air yang terjadi maka apabila silinder tidak
50
diputar (tidak dilakukan pengadukan) maka persentase simpangan mutlak (APD) antara
lapisan dalam dan luar yang terjadi adalah sangat besar yaitu 21,49%. Sebaliknya dengan
semakin lama pemutaran silinder maka akan semakin seragam penurunan kadar air yang
terjadi, seperti terlihat bahwa pemutaran silinder secara terus-menerus mempunyai
persentase simpangan mutlak (APD) terkecil yaitu 0,43%.
Putar-
0.43
kontinyu
Putar-
0.87
15mnt/30mnt
Putar-
3.65
15mnt/jam
Diam 21.49
0 5 10 15 20 25
APD kadar air (%)
Dapat dilihat pengaruh lama pemutaran silinder terhadap selisih kadar air lapisan
dalam dan lapisan luar semakin kecil. Nilai terkecil selisih suhu lapisan dalam dan lapisan
luar adalah pemutaran silinder secara terus-menerus.
Simulasi pengaruh perubahan input terhadap output yang dilakukan adalah dengan
menambah input yang mungkin, yaitu input bahan bakar sebesar 10%, input iradiasi
sebesar 10% dan merubah input laju aliran kipas semaksimal mungkin yaitu menjadi 0,8
kg/detik. Untuk mempermudah simulasi maka simulasi dengan penambahan masing-
masing input semua dilakukan dengan tetap melakukan pemutaran silinder selama 15
menit setiap 1 jamnya. Pengaruh dapat dilihat dengan melihat persentase simpangan
mutlak (APD) yang terjadi antara suhu jagung dan kadar air jagung lapisan dalam dan
lapisan luar. Gambar 33 menunjukkan perbandingan perubahan suhu jagung yang terjadi
pada ke-empat perlakuan, yaitu: kondisi input aktual, kondisi dengan penambahan bahan
bakar sebesar 10%, kondisi penambahan iradiasi 10% dan penambahan laju input menjadi
51
0,8 kg/detik. Persentase simpangan mutlak suhu untuk kondisi aktual dan untuk perubahan
input bahan bakar sebesar 10% adalah sama yaitu sebesar 4,11% dan mempunyai selisih
suhu lapisan dalam dan lapisan luar 0,26-8°C. Persentase simpangan mutlak yang terjadi
karena perubahan input iradiasi sebesar 10% adalah 4,11% dan mempunyai selisih suhu
lapisan dalam dan lapisan luar sebesar 0,26-8,01°C. Sedangkan perubahan laju udara inlet
menjadi sebesar 0,8 kg/detik berpengaruh pada selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar
jagung yang terjadi adalah 0,31-7,81°C dan mempunyai persentase simpangan mutlak
3,82%. Dapat dikatakan bahwa perubahan input laju udara pada inlet menjadi 0,8 kg/detik
lebih berpengaruh terhadap perubahan lapisan dalam dan lapisan luar jagung sehingga
mempunyai selisih suhu terkecil. Sedangkan penambahan input bahan bakar dan input
iradiasi matahari sebesar 10% tidak berpengaruh terhadap perubahan suhu lapisan dalam
dan lapisan luar jagung karena mempunyai nilai selisih suhu lapisan dalam dan lapisan luar
yang hampir sama dengan suhu aktual. APD secara keseluruhan ke-empat perubahan input
terhadap perubahan suhu jagung yang terjadi tersaji dalam Gambar 34.
60
50
40
S uhu (o C)
30
20
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Putar-15mnt/jam Putar-BB10%
Putar-Irad10% Putar-Inlet08
Putar+inlet08 3.82
Putar+irad10% 4.11
Putar+bb10% 4.11
Putar-15mnt/jam 4.11
Persentase simpangan mutlak untuk perubahan input iradiasi sebesar 10% terhadap
perubahan kadar air jagung yang terjadi mempunyai APD terkecil yaitu 1,09%. Dapat
dikatakan bahwa untuk perubahan input iradiasi matahari sebesar 10% lebih berpengaruh
terhadap perubahan kadar air yang terjadi dibandingkan dengan penambahan 10% bahan
bakar dan penambahan laju udara inlet 0,8 kg/detik. Sementara untuk dua perlakuan, yaitu
kondisi dengan penambahan 10% terhadap bahan bakar dan penambahan laju udara inlet
menjadi 0,8 kg/det berturut-turut mempunyai nilai APD 1,80% dan 1,62%. Selisih kadar
air lapisan dalam dan lapisan luar yang terjadi pada kondisi aktual adalah sebesar 0,14-
2,94% bb. Sedangkan selisih kadar air dengan kondisi penambahan input bahan bakar
10%, dengan kondisi dengan penambahan input iradiasi 10% dan penambahan laju udara
inlet menjadi 0,8 kg/detik masing-masing berturut-turut adalah 0,14-2,94% bb.; 0,14-
2,95% bb. dan 0,18-2,74% bb.
25
20
Kadar air (% bb.)
15
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Waktu (jam)
Putar-15m nt/jam Putar-BB10%
Putar-Irad10% Putar-Inlet08
Putar+inlet08 1.62
Putar+irad10% 1.09
Putar+bb10% 1.80
Putar-
3.65
15mnt/jam
0 1 2 3 4
APD kadar air (%)
Kesimpulan
1. Dari hasil uji kinerja pengering ERK-hybrid diperoleh penerimaan iradiasi matahari
selama pengujian pengeringan dilakukan relatif lebih rendah dibandingkan dengan
penerimaan iradiasi rata-rata di Indonesia (562,5 W/m2). Pada pengujian I rata-rata
iradiasi mencapai 439,293 W/m2, pengujian II dan III rata-rata iradiasi berturut-turut
adalah 492,857 W/m2 dan 442,71 W/m2.
2. Rata-rata suhu dan RH ruang yang dicapai selama pengeringan pada pengujian I adalah
suhu 34,0°C dan 76%, pengujian II suhu 41,0°C dan RH 63,2%, dan pengujian III suhu
40,1°C dan RH 60,2%.
3. Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk menurunkan kadar air dari 24.87 % bb
sampai 15.92% bb. dengan massa awal 1304,3 kg adalah 11 jam. Pengujian II kadar air
awal 22.28% bb. sampai 16.27% bb. dengan massa awal 1294,1 kg adalah 8 jam. Pada
pengujian III waktu pengeringan jagung 1114,1 kg dari kadar air awal 23,57% bb
menjadi 17,85% bb. adalah 8 jam.
4. Dengan pemutaran silinder selama 15 menit setiap jamnya perbedaan suhu antara
lapisan dalam dan lapisan luar untuk pengujian I, II dan III berturut-turut adalah 0-
4,7°C, 0,8-9,8°C dan 0,2-4,7°C, sementara perbedaan kadar air lapisan dalam dan
lapisan luar pengujian I, II, dan III berturut-turut adalah 0-2,3%, 0,1-1,4%, dan 0,4-
1,8% sehingga dengan pemutaran ini dapat mengatasi perbedaan kadar air selama
pengeringan.
5. Konsumsi energi spesifik (KES) pengujian I menggunakan bahan bakar arang dadalah
sebesar 6,03 MJ/kg dan KES pengujian II dan III yang masing-masing menggunakan
bahan bakar tongkol jagung berturut-turut sebesar 8,01 MJ/kg dan 10,13 MJ/kg.
6. Efisiensi pengeringan total dengan iradiasi matahari pada pengujian I, pengujian II dan
pengujian III berturut-turut adalah 39,15%, 29,45% dan 19,88% dan efisiensi
pengeringan total tanpa iradiasi matahari pengujian I adalah 46,06%, pengujian II
adalah 34,16% dan pengujian III adalah 22,51.
7. Kapasitas pengeringan ERK-hybrid pada pengujian I menggunakan bahan bakar arang
kayu adalah 118,57 kg/jam, sedangkan pengujian II dan III menggunakan bahan bakar
tongkol jagung mempunyai kapasitas pengeringan berturut-turut adalah 161,76 kg/jam
dan 139,26 kg/jam.
55
8. Biaya pokok untuk mengeringkan jagung dengan bahan bakar arang adalah Rp.
124,37/kg dan dengan bahan bakar tongkol jagung adalah Rp. 75,89/kg dan Rp.
88,86/kg.
9. Model matematik yang telah disusun pada umumnya sudah dapat menerangkan hasil
pengukuran, kecuali untuk RH ruang. Validasi model matematik yang digunakan untuk
menduga performansi pengeringan jagung terhadap pengujian II adalah sebagai
berikut: suhu ruang mempunyai niali koefisien determinasi (COD) sebesar 0,74 dan
persentase simpangan mutlak (APD) adalah 1,29%; RH ruang mempunyai COD 0,09
dan APD 5,89%; suhu lapisan jagung dalam silinder mempunyai COD 0,35 dan APD
1,79%; suhu air dalam tangki mempunyai COD 0,91 dan APD dengan nilai 3,5%;
sedangkan untuk penurunan kadar air mempunyai COD 0,98 dan APD adalah 0,68%.
10. Simulasi pemutaran silinder untuk mencari keseragaman suhu lapisan jagung paling
baik menghasilkan bahwa pemutaran silinder secara terus-menerus mempunyai selisih
suhu lapisan dalam dan lapisan luar yang terkecil yaitu 0,05-1,78°C dengan nilai
persentase simpangan mutlak 3,67%. Sedangkan keseragaman kadar air lapisan jagung
paling baik tercapai dengan memutar silinder secara terus-menerus yang menghasilkan
selisih kadar air lapisan dalam dan lapisan luar terkecil 0,14-0,56% bb. dengan nilai
persentase simpangan mutlak 0,43% .
11. Hasil simulasi pengaruh perubahan input terhadap perubahan suhu lapisan jagung
menghasilkan bahwa penambahan laju inlet menjadi sebesar 0,8 kg/detik paling
berpengaruh, karena menghasilkan suhu yang lebih seragam dengan selisih suhu
lapisan dalam dan lapisan luar sebesar 0,31-7,81°C dan mempunyai nilai APD terkecil
3,82%. Penambahan input iradiasi sebesar 10% paling berpengaruh terhadap
perubahan kadar air lapisan jagung sehingga lapisan dalam dan lapisan luar lebih
seragam yang menghasilkan selisih kadar air hanya sebesar 0,14-2,94% bb. dan
mempunyai nilai APD 1,09%.
Saran
1. Untuk memperkecil konsumsi energi spesifik perlu dilakukan perbaikan disain yaitu
berupa pengaturan pemasukan bahan bakar sistem terkendali
2. Sebaiknya pengering ERK-hybrid digunakan dengan kapasitas penuh 1500 kg.
3. Masih diperlukan perbaikan model untuk memperoleh nilai determinasi dan simpangan
mutlak yang lebih baik.
56
UCAPAN TERIMAKASIH
Abdullah, K., Irwanto, A.K., Siregar, N., Agustina, E., Tambunan, A.H., Yamin, M.,
Hartulistiyoso, E., Purwanto, Y.A., Wulandani, D., Nelwan, L.O. 1998. Energi
dan Listrik Pertanian, JICA-DGHE/IPB PROJECT/ADAET:JTA-9a(132).
Anwar, A.S. 1992. Penerapan Model Matematik Pengering Rak pada Pengeringan Cabe
Merah (Capsicum Annuum L.), Thesis, Program Pascasarjana IPB Bogor.
Bala, B.K. 1997. Drying and Storage of Cereal Grains, Oxford & IBH Publishing Co.
PVT. LTD, New Delhi Calcutta.
Bird, R.B., Srewart W.E., Lighfoot E.N., 1960. Transport Phenomena, Dept. of
Chemical Engineering, University of Wincosin, John Wiley & Sons
Brooker, D.B., Arkema, F.W.B., Hall, C.W. 1992. Drying and Storage of Grains and
Oilseeds, An AVI Book.
Dent, J.B., Blackie, M.J., Harrison, S.R. 1979. System Simulation in Agriculture, Applied
Science Publishers LTD. London
Elfian. 1985. Menentukan Koefisien Pengeringan dan Kadar Air Keseimbangan Dinamis
Kedelai (Glycine max L. Merrill) dan Jagung (Zea mays L.), Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Farlow. S.J. 1982. Partial Differential Equations for Scientist and Engineers, John Wiley
& Sons, Inc.
Franca, A.S., Fortes, M., Haghighi, K. 1994. Numerical Simulation of Intermittent and
Continuous Deep-Bed Drying of Biological Materials, Drying Technology, An
International Journal, Volume 12, Number 7.
Hall, C.W. 1957. Drying Farm Crops, Agricultural Consulting Associates, Inc. East
Lansing, Michigan.
Heldman, D.R., Singh, R.P. 1981. Food Process Engineering, The AVI Publishing
Company, Inc., Wesport, Connecticut.
Henderson, S.M. and R.L. Perry. 1989. Teknik Pengolahan Hasil Pertanian (Agricultural
Process Engineering), A VI Publising Co. Connecticut
58
Henderson, S.M., Perry., R.L., Young, J.H. 1976. Principles of Process Engineering,
Fourth Edition, , ASAE Handbook.
Henry, Z.A., Zoerb G.C., Birth G.S., 1991. Instrumentation and Measurement for
Environmental Sciences, ASAE, Third Edition.
Holman, J.P. 1984. Perpindahan Kalor, Penerbit Erlangga, Jl. Kramat IV No. 11 Jakarta
Pusat.
Iguaz, A., Esnoz, A., Martinez G., Lopez, A., Virseda, P. 2003. Mathematical Modelling
and Simulation for the Drying Process of Vegetable Wholesale By-product in a
Rotary Dryer, Journal of Food Engineering 59 (2003) 151-160.
Jansen T.J. 1995. Solar Engineering Technology, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Yersey.
Manalu, L.P. 1999. Pengering Energi Surya dengan Pengaduk Mekanis untuk
Pengeringan Kakao, Thesis, Program Pascasarjana IPB Bogor.
Manalu, L.P., Abdullah K. 2001. Model Simulasi Proses Pengeringan Kakao Memakai
Pengering Surya Tipe Efek Rumah Kaca, Buletin Keteknikan Pertanian, Vol 15
No 3 Desember 2001
Mohsenin, N.N. 1980. Thermal Properties of Foods and Agricultural Materials, Gordon
and Breach Science Publishers, Inc, New York
Mudjisihono, R., S.J. Munarso, Sutrisno. 1993. Teknologi Pasca Panen dan Pengolahan
Jagung, Buletin Teknik Sukamandi, No. 1.
Munarso, S.J., Thahir R. 2002. Teknologi Pasca Panen Jagung Tingkat Petani dan
Kelayakan Industri Pati Jagung, Ekonomi Jagung Nasional, Balitbang Pertanian.
Nelwan, L.O. 1997. Pengeringan Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak
Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca, Thesis, Program PS. IPB
Bogor.
59
Nelwan, L.O., Kamaruddin A., A.H. Tambunan, A. Suwono. 2007. Simulation of Solar-
Assisted Drying System for Cocoa Beans, Teknologi Berbasis Sumber Energi
Terbarukan untuk Pertanian, CREATA-LPPM IPB.
Nelwan, L.O., Kamaruddin A., A.H. Tambunan, A. Suwono. 2007. Energy Consumption
of Solar- Assisted Dryer with Rotating Rack for Cocoa Beans, Teknologi
Berbasis Sumber Energi Terbarukan untuk Pertanian, CREATA-LPPM IPB.
Nelwan, L.O., Wulandani, D., Paramawati, R., Widodo, T.W. 2007. Rancang Bangun
Alat Pengering Efek Rumah Kaca (ERK)-Hybrid dan In-Store-Dryer Terintegrasi
untuk Jagung-jagungan, Laporan Hasil Penelitian, Kerjasama IPB dan
Departemen Pertanian.
Purcell, E. J. dan Varberg, D. 1990. Kalkulus dan Geometri Analitis. Jilid I Edisi
Keempat, Penerbit Erlangga, Jl. Kramat IV No. 11 Jakarta.
Sitompul, T.M. PT. 1993. Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger), Raja Grafindo Persada,
Jl. Pelepah Hijau IV TN I No 14-15, Kelapa Gading Jakarta Utara.
Stoecker, W.F. 1971. Design of Thermal Systems, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo.
International Student Edition.
Sulikah, 2007. Rancangan dan Uji Performansi Prototipe Mesin Pengering Tipe Silinder
Berputar untuk Pengeringan Jagung (Zea mays L.), Departemen Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Thahir, R. 2000. Pengaruh Aliran Udara dan Ketebalan Pengeringan terhadap Mutu
Gabah Keringnya. Buletin Enjineeing Pertanian, Volume VII No.1. BBPAP,
Balitbangtan.
60
Thahir, R., D.A. Nasution, Joko P., Nurhasanah, A. 2000. Mesin Pengering Sirkulasi
untuk jagung Kedelai. Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian,
Serpong.
Widodo, P., Hendriadi, A. 2004. Perbandingan Kinerja Mesin Pengering Jagung Tipe
Bak Datar Model Segiempat dan Silinder, Jurnal Enjiniring Pertanian, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol. II No. 1.
LAMPIRAN
62
Lampiran 1 Gambar pengeringan hamparan, pengering bak datar model segiempat dan
pengering kontinyu (recirculating batch dryer)
Pengering hamparan
Lantai jemur
Pengering kontinyu
(recirculating batch dryer)
Boks untuk
pengeringan Pemanas dan kipas
penghembus
63
Lampiran 3 Contoh ekspresi persamaan dengan metode beda hingga (finite difference)
Euler untuk keseimbangan panas pada komponen dalam ruangan
dt abs
mabs C p,abs = Iα absτ wall A proy − hc ,abs Aabs (t abs − t r )
dθ
j +1
t abs − t abs
j
mabs C p,abs = Iα absτ wall Aproy − hc ,abs Aabs (t abs
j
− t rj )
Δθ
Δθ
j +1
t abs − t abs
j
=
mabs C p,abs
[
Iα absτ wall Aproy − hc ,abs Aabs (t abs
j
− t rj ) ]
Δθ
j +1
t abs = t abs
j
+
mabs C p,abs
[
Iα absτ wall Aproy − hc ,abs Aabs (t abs
j
− t rj ) ]
65
Air HE Suhu dalam Silinder Pengering Suhu Suhu Outlet Suhu Lingkungan Suhu Suhu
Waktu Waktu Masuk Keluar Sebelum Sesudah Kering-1 Basah-1 Dalam-1 Tengah-1 Luar-1 Dalam-2 Tengah-2 Luar-2 Kering-2 Basah-2 Saluran Logam Lantai
(jam) TAi TAo1 TAo2 THEbk THEbb THEo TK1 TB1 TDlm1 TTgh1 TLuar1 TDlm2 TTgh2 TLuar2 TK2 TB2 Udara ToK ToB TLB TLK TLgm TLt
07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
0 12.06 43.3 51.8 51.5 31.6 35.6 39.2 39.1 36.8 41.2 40.2 40.2 39.6 38.1 38.1 40.0 32.8 40.2 41.0 37.1 27.5 28.7 38.4 40.0
0.82 12.55 45.9 49.8 49.5 33.7 37.5 40.6 40.0 37.4 43.5 40.9 40.9 40.0 39.1 39.6 4.7 33.9 40.3 42.0 38.0 33.3 32.9 40.4 39.9
1.38 13.29 67.1 61.9 64.3 37.4 40.9 49.5 43.3 40.5 45.9 44.1 44.2 43.2 42.1 43.2 44.1 35.4 57.8 45.0 44.0 37.0 36.3 43.8 43.0
1.83 13.56 80.0 72.7 76.9 36.4 39.0 63.1 41.4 39.1 46.0 42.6 44.7 41.7 41.4 43.1 41.9 33.9 46.1 42.7 42.1 38.8 38.7 42.4 41.9
2.33 14.26 85.4 77.3 81.9 35.5 37.8 64.1 41.3 38.8 42.4 42.6 40.3 43.9 40.5 42.1 41.4 34.5 5.7 43.6 43.3 35.7 38.2 42.6 42.3
2.83 14.56 79.2 73.4 76.9 37.9 39.7 61.2 41.9 41.1 44.0 44.0 38.2 47.6 42.6 44.0 43.8 35.9 5.7 44.2 43.8 35.6 36.9 49.1 42.8
3.43 15.32 69.5 64.2 67.4 33.4 34.9 54.3 39.3 36.2 43.4 38.8 38.6 40.6 36.8 37.5 41.1 31.0 55.8 38.5 37.5 35.8 35.9 39.3 38.3
3.82 15.55 71.8 66.3 69.7 32.0 33.2 55.2 37.7 34.8 44.0 37.6 37.6 40.3 36.7 33.8 42.0 33.7 34.7 37.2 35.6 34.6 34.7 38.1 37.1
4.27 16.22 71.8 66.2 69.6 31.8 33.4 55.4 36.5 33.8 39.7 36.8 37.4 38.3 34.7 34.7 39.2 27.9 55.2 36.0 30.7 34.3 36.3 38.8 36.2
4.87 7.34 42.4 40.2 40.7 25.7 30.0 34.7 31.8 29.8 30.1 30.8 30.9 31.1 28.9 30.1 29.1 8.8 37.3 31.9 28.8 29.8 29.8 30.7
5.29 7.59 40.0 37.7 38.0 27.0 30.4 33.6 31.9 30.2 32.9 31.9 30.8 32.3 30.6 30.7 31.1 8.8 36.3 32.7 28.6 30.0 30.0 31.8
5.82 8.31 43.2 40.8 41.3 27.4 31.0 32.8 31.8 32.4 34.5 33.5 33.9 34.0 31.9 32.5 34.1 28.8 39.1 34.5 29.8 30.0 30.3 33.5
6.22 8.55 48.0 44.6 45.6 26.6 29.7 40.2 32.9 30.7 36.5 34.5 34.3 35.9 33.0 33.8 36.5 29.0 43.1 35.0 27.2 28.3 29.6 34.3
6.95 9.39 58.7 58.0 60.6 28.6 31.7 48.2 34.5 31.7 38.0 36.2 36.4 38.8 35.1 36.2 38.8 29.8 50.2 36.0 25.6 31.7 34.4 37.9 35.3
7.2 9.54 60.0 59.2 59.4 28.6 25.9 49.0 34.8 31.9 38.8 36.7 37.3 41.1 36.0 36.9 39.5 30.3 47.2 35.8 25.2 30.5 32.3 39.2 35.3
7.79 10.29 65.3 63.5 63.1 31.5 23.8 52.1 36.6 33.2 39.9 38.4 38.5 42.0 36.4 37.0 42.1 32.6 50.5 34.0 29.2 29.2 30.8 41.2 36.1
8.2 10.54 67.7 65.4 64.2 30.6 29.9 51.4 36.9 33.4 41.2 39.5 39.7 47.1 37.9 37.9 44.1 33.0 52.6 34.3 29.4 27.7 28.9 42.5 36.5
8.69 11.23 76.9 71.2 72.3 30.0 28.9 54.8 38.7 35.2 40.0 39.8 39.5 39.1 37.8 38.9 44.4 35.8 59.2 32.0 30.8 28.9 29.8 42.7 32.6
9.22 11.55 84.4 79.1 79.9 31.5 31.5 56.3 38.3 34.8 42.1 40.8 40.0 40.0 38.6 39.0 45.3 34.6 64.5 32.6 29.1 31.7 33.6 44.0
9.69 12.23 80.6 76.7 77.3 32.4 32.4 55.0 40.3 36.0 43.8 42.2 42.1 40.6 39.4 41.7 48.0 36.5 63.9 36.9 31.7 32.4 35.2 44.8 34.3
10.22 12.55 77.7 72.1 72.9 34.9 34.5 53.7 42.2 37.7 44.9 43.9 43.0 43.2 41.2 41.5 48.6 37.3 60.1 35.4 32.2 34.0 37.9 45.5 38.7
10.84 13.32 69.1 63.9 65.4 36.1 36.4 50.7 7.2 37.9 43.1 43.5 43.5 42.7 40.5 42.2 50.4 37.0 56.9 35.7 34.1 35.9 37.7 43.4 39.9
11.25 13.57 69.9 64.3 66.1 36.8 36.7 50.6 7.2 37.5 43.5 43.1 42.7 42.3 39.8 40.2 48.5 36.9 56.1 34.6 32.8 35.1 37.8 43.5 40.1
Air HE Suhu dalam Silinder Pengering Suhu Suhu OutletSuhu Lingkungan Suhu Suhu
Waktu Waktu Masuk Keluar Sebelum Sesudah Kering-1 Basah-1 Dalam-1 Tengah-1 Luar-1 Dalam-2 Tengah-2 Luar-2 Kering-2 Basah-2 Saluran Logam Lantai
(jam) TAi TAo1 TAo2 THEbk THEbb THEo TK1 TB1 TDlm1 TTgh1 TLuar1 TDlm2 TTgh2 TLuar2 TK2 TB2 Udara ToK ToB TLK TLB TLgm TLt
07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
0 08.03 38.4 31.3 31 32.5 28.9 37.6 30.6 34.9 42.8 44.1 39 45.7 47.3 36.1 30.4 30.4 31.7 29.2 31.3 29.3 43
0.5 08.33 48.3 45 46.3 36 32.3 46.9 40.3 38.9 40.2 37.1 36.2 41.2 35.8 36 40.4 39 47.3 34.8 32.1 35.1 32.4 39.9
1 09.03 60.8 55.3 57.5 36.5 32.6 57.7 40.3 37.4 39.7 42.8 39.3 50.6 38.7 36.4 39.9 38.2 59.1 36 31.4 31.8 29.1 38.1 32.5
1.5 09.33 64.7 59 61.4 40.7 34.2 61.3 45.2 40.9 42.7 40 39.2 46 38.8 38.5 43.4 39.4 63.1 37.4 32.4 34.6 30.3 43 33.8
2 10.03 62.5 57.5 59.6 40.8 34 59.8 45.7 41.2 43.5 44 39.4 52.9 39.5 38.6 45.2 40.1 61.9 39.5 34.2 34.8 31.4 43.7 34.9
2.5 10.33 64.2 58.9 61 41.8 34.5 61 47.2 41.9 44.7 40.5 40.1 44.6 39.4 40 46.5 47.6 61.9 39.7 33.7 33.8 30.5 45.2 35.4
3 11.03 63.9 58.4 60.4 41.6 34 60.6 44.3 39.5 42.8 42 39.9 51.9 39.1 38.7 44.8 40.4 61.8 39.8 33.7 33.8 30.5 45.2 35.4
3.5 11.33 65.7 60.7 62.9 42.4 35 62.5 46.8 40.9 46.6 40.8 40.5 46.7 39.6 40.2 48.7 43.6 61.7 41.7 34.3 35.3 30.6 48 37.8
4 12.03 63.4 58.5 60.5 42.6 34.2 60.5 45.7 40.7 44.7 42 39.9 53.1 39.7 38.8 45.9 41.5 61.6 41.7 33.7 37 31.1 44.5 38.4
4.5 12.33 62.4 58.1 59.8 43 35.2 59.9 49.2 42 46.8 40.9 40.6 43.2 39.5 40.6 48.3 45 61.6 41.8 33.8 37.9 32.9 46.8 38.1
5 13.03 64.2 59.7 61.6 43.7 35.4 61.7 52.2 43.5 47.9 42.4 40.9 52.5 40.8 39.9 46.2 39.8 64.6 42.9 33.4 35.9 31.9 46.5 39
5.5 13.33 60.8 57.1 58.7 43.2 34.9 58.8 46.8 39.9 44.5 40.6 40.5 43 39 40 46.2 39.8 59.5 42 33.3 34.6 31.1 44 38.2
6 14.03 65.5 60.6 62.5 44.4 34.8 61.9 47.3 41 45.8 41.6 40.5 51 38.5 39.4 47.9 39.1 62.9 43.2 33.1 36.7 32.3 45.2 39.8
6.5 14.33 62.5 58.5 59.7 42.6 35.4 59.9 45.3 39.1 46 40.3 41.3 43 40 40.4 45.9 39.2 60 41.9 33.4 34.3 30.6 46.4 39.8
7 15.03 63.9 59.1 61.1 42.6 34.9 60.8 44.7 37.3 44.3 40.2 39.8 48.8 39 38.2 45.6 39.5 60.6 40.7 32.8 33.5 30.1 44.1 39
7.5 15.33 65 59.9 61.9 42.3 34.3 61.2 42.6 37.4 42.1 40.8 42 39.3 40.5 40.9 43.6 37.4 59.2 41.3 33.4 35.6 31.9 44.4 39.5
8 16.03 58.8 54.9 56.6 39.8 33.4 56 40.3 34.6 40.3 38.7 39.4 42.9 37.7 37.8 42.1 38 54.8 40.7 32.8 33.6 30.9 41.7 39
Air HE Suhu dalam Silinder Pengering Suhu Suhu Outlet Suhu Lingkungan Suhu Suhu
Waktu Waktu Masuk Keluar Sebelum Sesudah Kering-1 Dalam-1 Tengah-1 Luar-1 Dalam-2 Tengah-2 Luar-2 Kering-2 Basah-2 Saluran Logam Lantai
(jam) TAi TAo1 TAo2 THEbk THEbb THEo TDlm3 TDlm1 TTgh1 TLuar1 TDlm2 TTgh2 TLuar2 Ttgh3 TLuar3 Udara ToK ToB TLK TLB TLgm TLt
07 08 09 10 11 12 13 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
0 08.44 58.2 52.5 54.4 34.7 30.6 55 36.8 36.5 35.1 35.2 37.4 34.3 33.6 33.8 55.8 33.7 29.5 30.7 27.8 36.7 30.8
0.5 09.14 65.8 59.2 61.6 36.9 31.3 61.4 38.1 37.2 37.6 39.1 37.6 37.8 37.1 62.3 35.8 31 32 28.2 47.4 31.9
1 09.44 66.6 60.6 62.9 39.9 33.2 62.7 46.9 37.7 38.8 39.4 37.9 36.8 38.5 64 39.5 31.9 34.7 29.8 54 33.1
1.5 10.14 63.3 58.2 60.2 38.8 33.1 60.1 36.4 38 38.5 38.5 36.7 61.4 36.7 30.9 34.1 29.4 44.3 34.1
2 10.44 65.2 59.7 61.8 40.8 33.5 61.9 39.7 39.1 39.6 38.9 38.7 39.4 38.9 63.8 42.4 32.4 33.4 28.8 48.7 34.9
2.5 11.14 62.4 57.8 59.6 41.4 33.6 59.6 40.8 37.6 38.5 44.4 40.7 38.9 61.8 41.9 32.6 33.6 28.9 50 35.6
3 11.44 63.1 58.3 60.1 42.5 33.9 60.2 44.5 38.3 39 38.2 46.8 39.5 38.8 39.8 62.4 42.8 32.3 35.2 28.7 51.7 36.5
3.5 12.14 62.4 57.7 59.5 40.8 32.9 59.3 36.9 38.2 35.6 36.5 39 58.7 42.7 31.3 34.2 29.1 43.7 37.4
4 12.44 62.7 58.5 60 42.8 33.9 59.9 42.8 39 37.6 38 38.9 61.7 48 32.9 37.4 30 51 38.1
4.5 13.14 59.6 55.7 57.1 42.1 33.4 57 39.1 38.2 39.2 41 38.2 58.7 44.4 32.2 35.2 29.1 50 38.4
5 13.44 59.5 55.1 56.6 40.9 32.9 56.7 42.3 37.1 37.3 42.6 44.1 38.8 36.4 57.3 43.3 31.2 34.8 29 49.5 38.1
5.5 14.14 65.4 60.2 62 42.2 33.7 61.5 39.8 40.6 39.6 40.9 39.1 41.1 61.6 46.3 33.4 36.3 30.5 47.9 39.9
6 14.44 68.9 62.9 65.1 40.8 33.1 64.5 43.3 40.6 38.6 39.7 38.1 39.2 64.8 48.6 33.6 36.8 30.9 51.4 39.1
6.5 15.14 69.9 63.8 66.2 42.2 33.3 65.4 45.5 42 41.1 44.8 39.2 41.5 64.8 46.8 33.6 36.1 30.3 54.9 40.5
7 15.44 64 58.7 60.7 39.4 32.3 60.4 39.9 38.4 41.4 40.3 37 38 59.8 42 32.5 33.1 28.8 53.1 38
7.5 16.14 62.4 57.3 59.2 38.5 31.8 58.9 40.9 40.2 37.1 39.6 57.7 39.9 31.8 32.5 29.1 50.2 37.2
8 16.44 58.2 53.8 55.5 37.4 30.8 55.2 47.5 39.3 36.8 39.6 36.3 37.8 54.2 38.2 31 32.5 28.7 49.2 36.5
Lampiran 11 Data suhu tungku, cerobong, dan iradiasi matahari pengujian III
Lampiran 12 Data digunakan untuk mendapatkan biaya tetap dan biaya tidak tetap
P − S 60000000 − 6000000
= = 10800000
N 5
i 12
P*( ) * ( N + 1) 60000000 * ( ) * (5 + 1)
100 = 100 = 4320000
2* N 2*5
p 1,5
( )*P = * 60000000 = 900000
100 100
Kl * Hl 9,5 * 675
* Jtt = * 2400 = 1923750
t 8