You are on page 1of 109

UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK

PENGERINGAN KAKAO (Theobroma Cacao L.) DENGAN SISTEM


PENGHEMBUS UDARA PANAS

(Skripsi)

Oleh

SUSENO ALI AKBAR

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT

PERFORMANCE TEST OF BATCH DRYER IN DRYING PROCESS

By

SUSENO ALI AKBAR

Cocoa (Theobroma Cacao L.) is an export-worthy agricultural product. The value of


cocoa exports is determined by the quality of dry cocoa beans. The constraint faced
by cocoa farmers is the drying process. The initial water content of the material is
high and the climate is uncertain in the drying process. The use of batch type dryers
for cocoa drying can be an alternative. The purpose of this study was to examine the
performance of lat batch type dryers (decreased moisture content, drying rate, amount
of fuel, final moisture content) for cocoa drying to be obtained with moisture content
and determine the efficiency of drying of cocoa beans at three levels of water content
of the materials used .

The research was conducted from April to May 2018 in Medieval Village, Gedong
Tataan Pesawaran and Laboratory of Water and Land Resources Engineering,
Agricultural Engineering Study Program, Faculty of Agriculture, University of
Lampung. The tool used in this research is batch type dryers, digital scales, large
sized scales, thermometer, water level gauge with oven method, fan (blower), 4x4x4
cm streamin frame. While the material used in this research is rubber wood as fuel
and 600 kg cocoa.

The research stages include the preparation of the tool and even by making cubes of
streamin wire for sample site, cocoa feeding, rubber wood weighing, thermometer
placement, cylindrical combustion chamber shape adjustment of the fan able to
reduce heat energy wasted. Stages of testing performed 3 times based on initial water
content of 36.62% bb, 42.20% wet bb basis and 32.61% bb. The results show the time
used to dry the cocoa until it reaches an average water content of 6 - 8% in each test
varies. Performance test 1 takes 10 hours, performance test 2 takes 11 hours and
performance test 3 takes 10 hours. But the drying rate for each performance test
almost has the same value of about 2-3% bb / hr. Wood fuel consumption in
performance test 1 as much as 101 kg, performance test 2 as much as 123 kg and
performance test 3 as 91 kg. The calculation of the input energy in the performance
test 1 yields 1,396,680 kJ, the input energy of the performance test 2 produces
1,700,568 kJ and the input energy in the performance test 3 is 1,258,680 kJ. The
output energy in the performance test 1 is 466,573,051 kJ, the energy of the 2nd
performance test output is 604,550,1574 kJ and the energy of the 3 performance test
output is 415,991,603 kJ. So the total efficiency of drying at performance test 1 equal
to 33,4%, performance test 2 equal to 35,54% and performance test 3 equal to
35,04%.
Keywords : dryer type batch; coffe chocolate; temperature; water content
ABSTRAK

UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK


PENGERINGAN KAKAO (Theobroma Cacao L.) DENGAN SISTEM
PENGHEMBUS UDARA PANAS

Oleh

SUSENO ALI AKBAR

Kakao (Theobroma Cacao L.) merupakan produk pertanian yang bernilai ekspor.
Nilai ekspor kakao ditentukan oleh kualitas biji kakao kering. Kendala yang dihadapi
petani kakao saat ini yaitu proses pengeringan. Kadar air awal bahan yang tinggi dan
iklim tidak menentu dalam proses pengeringan. Penggunaan alat pengering tipe batch
untuk pengeringan kakao dapat menjadi alternatif. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji kinerja lat pengering tipe batch (penurunan kadar air, laju
pengeringan,jumlah bahan bakar, kadar air akhir) untuk pengeringan kakao hingga
diperoleh dengan kadar air dan menentukan efisiensi pengeringan biji kakao pada tiga
tingkat kadar air bahan yang digunakan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2018 di Desa
penengahan, Gedong Tataan Pesawaran dan Laboratorium Rekayasa Sumberdaya
Air dan Lahan Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering tipe batch,
timbangan digital, timbangan duduk ukuran besar, thermometer, alat ukur kadar air
dengan metode oven, kipas (blower),rangka streamin ukuran 4x4x4 cm. Sedangkan
bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu karet sebagai bahan bakar dan
600 kg kakao.

Tahapan penelitian meliputi persiapan alat dan bahandengan membuat kubus dari
kawat streamin untuk tempat sampel ,penimbanagan bahan kakao, penimbangan kayu
karet, penempatan thermometer, bentuk ruang pembakaran yang silinder
menyesuaikan bentuk kipas mampu mngurangi energy panas yang terbuang. Tahapan
pengujian yang dilakukan 3 kali berdasarkan kadar air awal 36,62% bb, 42,20% bb
basis basah dan 32,61 % bb. Hasil penelitian menunjukan waktu yang digunakan
untuk mengeringkan kakao hingga mencapai kadar air rata-rata 6 - 8 % pada setiap
uji berbeda-beda. Uji kinerja 1 membutuhkan waktu 10 jam, uji kinerja 2
membutuhkan waktu 11 jam dan uji kinerja 3 membutuhkan waktu 10 jam. Tetapi
laju pengeringan untuk setiap uji kinerja hampir memiliki nilai yang sama sekitar 2-
3%bb /Jam. Konsumsi bahan bakar kayu pada uji kinerja 1 sebanyak 101 kg, uji
kinerja 2 sebanyak 123 kg dan uji kinerja 3 sebanyak 91 kg. Perhitungan energi input
pada uji kinerja 1 mengahasilkan sebesar 1.396.680 kJ, energi input uji kinerja 2
menghasilkan 1.700.568 kJ dan energi input pada uji kinerja 3 sebesar 1.258.680 kJ.
Energi output pada uji kinerja 1 sebesar 466.573,051 kJ, energi output uji kinerja 2
sebesar 604.550,1574 kJ dan energi output uji kinerja 3 sebesar 415.991,603 kJ.
Sehingga efisiensi total pengeringan pada uji kinerja 1 sebesar 33,4 %, uji kinerja 2
sebesar 35,54 % dan uji kinerja 3 sebesar 35,04 %.
Kata kunci : pengering tipe Batch; kakao; suhu; kadar air
UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK
PENGERINGAN KAKAO (Theobroma Cacao L.) DENGAN SISTEM
PENGHEMBUS UDARA PANAS

Oleh

SUSENO ALI AKBAR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian


Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH
DRYER UNTUK PENGERINGAN KAKAO
(Theobroma Cacao L.) DENGAN SISTEM
PENGHEMBUS UDARA PANAS

Nama Mahasiswa : Suseno Ali Akbar

Nomor Pokok Mahasiswa : 1414071095

Jurusan : Teknik Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sandi Asmara, M.Si. Ir. M. Zen Kadir , M.T.


NIP. 19621010 198902 1 002 NIP. 19550417 198501 1 001

2. Ketua Jurusan Teknik Pertanian

Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P.


NIP. 19650527 199303 1 002
MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Sandi Asmara, M.Si. …………….

Sekretaris : Ir. M. Zen Kadir , M.T. …………….

Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Siti Suharyatun, S.TP, M.Si …………….

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si


NIP. 196110201986031002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi :


SURAT PERNYATAAN

Saya adalah Suseno Ali Akbar NPM 1414071095. Dengan ini menyatakan bahwa

apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah hasil karya saya yang dibimbing oleh

Komisi Pembimbing, 1) Dr. Ir. Sandi Asmara, M.Si dan 2) Ir. M. Zen Kadir ,

M.T., berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang telah saya dapatkan. Karya

ilmiah ini berisi material yang dibuat sendiri dan hasil rujukan beberapa sumber lain

(buku, jurnal, dll) yang telah dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain

bukanlah hasil dari plagiat karya orang lain.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila

dikemudian hari terdapat kecurangan dalam karya ini, maka saya siap

mempertanggung jawabakannya.

Bandar Lampung, 2018


Yang membuat pernyataan

Suseno Ali Akbar


NPM 1414071095
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Adi Jaya, Terbanggi Besar, Lampung

Tengah pada tanggal 2 Februari 1996, sebagai anak ke

tujuh dari pasangan bapak Sarino dan ibu Kasminah.

Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD N 02

Dono Arum, kecamatan Seputih agung Lampung Tengah

pada tahun 2002 - 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Terbanggi

Besar, Lampung Tengah pada tahun 2008 -2011, dan melanjutkan sekolah menengah

atas di SMA Negeri 1 Seputih Agung , Lampung Tengah pada tahun 2011 - 2014.

Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Teknik Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN 2014).

Selama menjadi mahasiswa penulis terdaftar aktif dalam mengikuti organisasi

1. PERMATEP (Persatuan Mahasiswa Teknik Pertanian) sebagai anggota bidang

Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) pada periode 2015/2016 dan

sebagai kepala bidang Pengembangan Sumber Daya Manusiaa periode

2016/2017.

2. KAMU (Keluarga Muda) Forum Studi Islam (Fosi) di Fakultas Pertanian

Tahun 2014/2015
Di bidang akademis penulis juga aktif sebagai asisten dosen untuk mata kuliah , Alat

dan Mesin Pertanaian, Mesin dan Peralatan Pengolahan Hasil Pertanian, Hidrologi

tahun 2017,Fisika Dasar, Mekanisasi Pertanian tahun 2018. Penulis melaksanakan

Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Terbanggi Ilir, Kecamatan Bandar Mataram,

Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Januari – Maret 2017 dan melaksanakan

Praktik Umum (PU) di Badan Litbang Pertanian Balai Besar Pengembangan

Mekanisasi Pertanian (BBP MEKTAN), Tangerang pada bulan Juli – Agustus

2017.dengan judul laporan “Mempelajari Perancangan Alat dan Analisis Weight

Transfer pada Traktor Mitsubishi Shakti 180 D dengan Alsin Pengelentek Daun Tebu

(Sugarcane Leaf Stripper)di Balai Besar Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan)

Serpong Tangerang. Penulis mencapai gelar Sarja Teknologi Pertanian (S.TP.)

Teknik Pertanian dengan menghasilkan skripsi yang berjudul” Uji kinerja alat

pengering tipe batch dryer untuk pengeringan kakao (Theobroma cacao l.) dengan

sistem penghembus udara panas

.
Alhamdulillahirobbil’aalamiin...

Dengan ridha Mu Ya Allah…..

Amanah ini telah selesai, sebuah langkah kecil usai sudah

Satu Cita telah kugapai, Namun itu bukan berarti akhir perjalanan ku,

melainkan awal dari sebuah perjalanan


Karya ini kupersembahkan untuk :

Orang Tua (Sarino dan Kasminah)

yang telah membimbing dan mendidikku dengan penuh

perjuangan , kesabaran dan kasih sayang serta selalu mendoakan

yang terbaik untuk keberhasilan dan kebahagiaanku.

Kakak-kakakku (Alm. Sodikin, Tasrikin, Laraswati, Firmanto, Yuli

Susanto, Melya Anggriyani, ) Kakak-kakak Iparku (Nurul Hidayah,

Suwari, Sri Susanti, Rafika sari, Hendri) Kakek ku (Hadi Siswoyo)

Sepupuku (Fitri, Riska, Lutfi, Dhini, Dhani, Ainun, Salwa, Afiq, Rafli,

Faza, Nayla, Nizam) dan keluarga besarku yang memberikan

dukungan, dan semangat kepadaku,serta seseorang yang akan

mendapingiku kelak

Serta

Sahabat-sahabat, Teman-Teman Teknik Pertanian 2014,Kakak dan Adik

Tingkat Teknik Pertanian,Teman-teman Bidik Misi Universitas Lampung, ,

Almamaterku Universitas Lampung


Bahkan barang siapa serahkan dirinya kepada Allah , padahal
ia berbuat baik , maka ia akan dapat ganjaran disisi Tuhannya
dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidak bakal mereka
berduka cita (Al-Baqarah:112)

Berakit-rakit kehulu berang-renang ketepian , Bersakit-sakit


dahulu senang kemudian.
SANWACANA

Alhamdulillahirobbil alamin, puji syukur atas kehadirat Allah subhannahu wa ta’ala ,

karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

tepat waktu.Sholawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada syuri tauladan

Nabi Muhammad SAW dan keluarga serta para sahabat nya. Aminn.

Skripsi dengan judul “Uji Kinerja Alat Pengering Tipe Batch Dryer untuk

Pengeringan Kakao (Theobroma Cacao L.) dengan Sistem Penghembus Udara

Panas” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

(S.TP.) Fakultas Pertanian di Universitas Lampung. Didalam pengerjaan kripsi ini

telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian

Universitas Lampung;
3. Bapak Dr. Ir. Sandi Asmara, M.Si., selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan pengarahan, masukan, bimbingan serta saran dalam penyelesaian

skripsi ini;

4. Bapak Ir. M. Zen kadir, M.T , selaku Pembimbing Kedua dan Pembimbing

Akademik yang telah memberikan pengarahan, saran , masukan, bimbingan

serta motivasi dan dalam penyelesaian skripsi ini dan juga studi di

Universitas Lampung;

5. Ibu Dr. Siti Suharyatun , S.TP., M.Si., selaku Pembahas yang telah

memberikan pengarahan, meluangkan waktu dan pikiran sehingga skripsi ini

dapat lebih baik.

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Teknik Pertanian yang telah membantu dan

memberikan ilmunya selama ini;

7. Bapak Sarino dan Ibu Kasminah selaku orangtua yang selalu memberikan

dorongan semangat, nasihat, doa dan dukungannya selama pelaksanaan

penelitian dan penyusunan skripsi ini;

8. Bapak Joni dan Bapak Yadi selaku pemilik dan sekaligus teknisi alat

pengering kakao tipe batch yang telah membantu pada saat proses

pengambilan data penelitian;

9. Keluarga Besar Teknik Pertanian angkatan 2014;

10. Teman-teman Praktik Umum (PU) Balai Besar Pengembangan BBP Mektan,

Risky Legowo, I Gede Aditya Sukantra, Skron Mahmud, Rendi Rismawan,

Allan Septiawan, Savero, Baim;

11. Rekan terbaikku Kakak Marisa Andriyani, terima kasih untuk motivasi, ide,

ii
bantuan, suka duka, dan kebersamaannya selama ini.

12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan

kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan

selanjutnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, 2018

Penulis,

Suseno Ali Akbar

iii
DAFTAR ISI

Halaman
SANWACANA ............................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ..................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix

I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4

1.3 Perumusan Masalah ........................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 6

2.1 Biji Kakao ....................................................................................................... 6

2.2 Pengeringan Biji Kakao .................................................................................. 7

2.3 Jenis Alat Pengeringan ................................................................................. 10

2.4 Pengering Tipe Batch ................................................................................... 14

2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Pengeringan ......................................................... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................... 19

3.1 Waktu dan Tempat ....................................................................................... 19

3.2 Alat dan Bahan ............................................................................................. 19

iv
3.3 Metode Penelitian ......................................................................................... 19

3.3.1 Fungsional alat pengering kakao tipe batch .......................................... 19

3.3.2 Struktural alat pengering kakao tipe batch............................................ 20

3.3.3 Pengeringan biji kakao menggunakan batch dryer ............................... 21

3.3.4 Diagram Alir Penelitian ........................................................................ 23

3.4 Parameter Pengamatan ................................................................................. 24

3.4.1 Suhu ...................................................................................................... 24

3.4.2 Kadar Air dan Penurunan Bobot ........................................................... 24

3.4.3 Lama Pengeringan ................................................................................. 26

3.4.4 Jumlah Bahan Bakar ............................................................................. 26

3.5 Analisis Data ................................................................................................ 27

3.5.1 Beban uap air......................................................................................... 27

3.5.2 Laju Pengeringan .................................................................................. 27

3.5.3 Energi Input (energi bahan bakar)......................................................... 28

3.5.4 Energi output (energi yang dibutuhkan) ............................................... 28

3.5.5 Effisiensi Pengeringan .......................................................................... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 30

4.1 Proses pengeringan kakao ............................................................................ 30

4.2 Suhu Penegeringan ....................................................................................... 31

4.4.1 Persebaran Suhu Ruang Plenum ........................................................... 32

4.4.2 Persebaran Suhu bahan (Kakao) ........................................................... 37

4.3 Kadar Air Biji Kakao ................................................................................... 42

4.4 Lama Pengeringan ........................................................................................ 48

4.5 Penurunan Bobot .......................................................................................... 49

v
4.6 Bahan Bakar ................................................................................................. 50

4.7 Analisis Pengeringan .................................................................................... 51

4.7.1 Laju Pengeringan .................................................................................. 51

4.7.2 Effisiensi Energi Pengeringan ............................................................... 53

4.8 Kualitas Kakao yang dihasilkan ................................................................... 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 57

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 57

5.2 Saran ............................................................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 59

LAMPIRAN ............................................................................................................... 62

vi
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Teks

Lampiran

Tabel 1. Lama pengeringan ......................................................................................... 48

Tabel 2. Penurunan bobot ........................................................................................... 49

Tabel 3. Jumlah bahan bakar ....................................................................................... 50

Tabel 4. Laju pengeringan........................................................................................... 52

Tabel 5. Effisiensi Energi............................................................................................ 53

Tabel 6. Persebaran suhu ruang plenum uji kinerja 1 ................................................. 63

Tabel 7.Persebaran suhu ruang plenum uji kinerja 2 .................................................. 63

Tabel 8. Persebaran suhu ruang plenum uji kinerja 3 ................................................. 64

Tabel 9. Persebaran suhu bahan uji kinerja 1 .............................................................. 64

Tabel 10. Persebaran suhu bahan uji kinerja 2 ............................................................ 65

Tabel 11.Persebaran suhu bahan uji kinerja 3 ............................................................. 65

Tabel 12. Penurunan kadar air bahan uji kinerja 1...................................................... 66

Tabel 13. Penurunan kadar air bahan uji kinerja 2..................................................... 66

Tabel 14. Penurunan kadar air bahan uji kinerja 3.................................................... 67

Tabel 15. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 1 ....................................... 67

vii
Tabel 16. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 2 ....................................... 68

Tabel 17. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 3 ....................................... 68

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

Gambar 1. Buah kakao .................................................................................................. 7

Gambar 2. Tray Dryer ................................................................................................. 12

Gambar 3. Spray Dryer ............................................................................................... 12

Gambar 4. Rotary Dryer .............................................................................................. 13

Gambar 5. Bagian alat pengering tipe batch ............................................................... 21

Gambar 6. Skema aliran udara panas pada alat pengering tipe batch ......................... 22

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 23

Gambar 8. Skema pengambilan titik percobaan pengamatan suhu............................. 24

Gambar 9. Skema penempatan rangka kubus tempat sampel pada titik percobaan.... 26

Gambar 10. Grafik persebaran suhu diruang plenum uji kinerja 1 ............................. 33

Gambar 11. Grafik persebaran suhu diruang plenum uji kinerja 2 ............................. 34

Gambar 12. Grafik perubahan suhu diruang plenum uji kinerja 3 .............................. 36

Gambar 13. Grafik perubahan suhu bahan uji kinerja 1 ............................................. 37

Gambar 14. Grafik perubahan suhu bahan uji kinerja 2 ............................................ 39

Gambar 15. Grafik perubahan suhu bahan uji kinerja 3 ............................................. 40

ix
Gambar 16. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 1....................................... 43

Gambar 17. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 2....................................... 44

Gambar 18. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 3....................................... 45

Gambar 19. Kakao sebelum dan setelah proses pengeringan ..................................... 56

Gambar 20. Alat pengering kakao tipe batch (Tampak depan) .................................. 76

Gambar 21. Alat pengering kakao tipe batch (tampak samping)................................ 77

Gambar 22. Alat pengering kakao tipe batch (tampak atas) ....................................... 78

Gambar 23. Alat pengering kakao tipe batch (Isometris ) ......................................... 79

Gambar 24. Alat pengering kakao tipe batch.............................................................. 80

Gambar 25. Ruang pengering dan ruang plenum........................................................ 80

Gambar 26. Ruang pembakaran .................................................................................. 81

Gambar 27. Lubang tempat memasukkan bahan kayu bakar ..................................... 81

Gambar 28. Plat berlubang alas ruang pengering ....................................................... 82

Gambar 29. Kipas penghembus udara panas .............................................................. 82

Gambar 30. Proses pengeluaran kakao dan pendinginan bahan setelah dikeringkan 83

Gambar 31. Proses penimbangan kakao sebelum dikeringkan ................................... 83

Gambar 32. Proses memasukan kakao ke ruang pengering ........................................ 84

Gambar 33. Penimbangan bahan bakar yang akan digunakan .................................... 84

Gambar 34. Pengukuran suhu pada plenum dan bahan menggunakan thermometer . 85

Gambar 35. Pengukuran kadar air menggunakan metode oven .................................. 85

Gambar 36. Bahan bakar yang digunakan .................................................................. 86

Gambar 37. Penimbangan penyusutan bobot pada sampel ......................................... 86

x
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kakao sebagai komoditas perkebunan

unggulan yang tersebar hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Luas areal

perkebunan tanaman kakao Indonesia tahun 2015 mencapai 1.709.284 ha dengan

produksi 593.331 ton . Lampung merupakan salah satu provinsi penyumbang kakao

terbesar Indonesia , dengan luas lahan sebesar 71.192 ha dengan tingkat produksi

mencapai 33.177 ton . Salah satu kabupaten andalan penghasil kakao di Lampung

adalah kabupaten Pesawaran yang memiliki luas lahan sekitar 14.555 ha dengan

tingkat produksi 6.853 ton . sementara daerah lain adalah Lampung Selatan ,

Lampung Timur, Tanggamus (Statistik Perkebunan,2015).

Sebagai komoditi yang bernilai komersial , mutu merupakan faktor penting dalam

menentukan keberhasilan untuk dapat merebut persaingan pasar kakao dunia.

Banyak faktor yang menentukan keberhasilan tinggi rendah mutu biji diantaranya

adalah pasca panen (Wardoyo,1991). Oleh karena itu, mutu kakao perlu

dipertahankan dengan penerapan teknik pascapanen mulai dari saat kakao di panen

sampai kakao siap diproses selanjutnya untuk mengurangi kehilangan kuantitatif dan
2

kualitatif. Proses pascapenen meliputi serangkaian kegiatan penanganan hasil panen,

mulai dari pemanenan sampai produk siap konsumsi. Penanganan pascapanen kakao

merupakan salah satu mata rantai penting dala usahatani kakao . Hal ini didasarkan

kenyataan bahwa petani umumnya memanen kakao pada musim penghujan dengan

kondisi kelembaban dan curah hujan yang masih tinggi persis saat penelitian ini

dilakukan

Menurut (Susanto,1994).Kendala lain yang dihadapi adalah Kadar air biji kakao

setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% sehingga memberikan peluang

yang besar untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh

karena itu, dengan adanya pengeringan, dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar

air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk

memudahkan pelepasan nibs dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh

mikroorganisme pembusuk sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Kadar air

biji kakao ekspor harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia biji kakao

(SNI-01-2323-2002) Standar ini meliputi definisi, klasifikasi, syarat mutu, cara

pengambilan contoh, cara uji, cara penandaan (labeling), cara pengemasan dan

rekomendasi. Syarat umum biji kakao ekspor ditentukan atas dasar, ukuran biji,

tingkat kekeringan, dan tingkat kontaminasi benda asing. Biji kakao dinyatakan

dalam jumlah per 100 g biji kering dengan kadar air 6-7 %. Untuk mencapai kadar air

6-7% dibutuhkan proses pengeringan bahan biji kakao karena menjadi persoalan

utama pada tahap pascapanen.


3

Pengeringan biji kakao umumnya terbagi menjadi dua yaitu sun drying dan artificial

drying. Sun drying memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi, sumber panas

dan sinar ultraviolet. Pengeringan ini dilakukan secara terbuka, membutuhkan

hembusan angin yang besar dari udara sehingga pengeringan berlangsung lambat.

Pengeringan ini mampu menghasilkan warna biji kakao mengkilap, sedangkan pada

artificial drying tidak. Namun, pengeringan secara terbuka menyebabkan rawan

kontaminasi dari udara, debu dan kerikil dari lingkungan sekitar. Selain itu,

pengeringan ini dilakukan hanya jika cuaca memungkinkan jika tidak, menggunakan

artificial drying. Pengeringan buatan (artificial drying) menggunakan bahan bakar.

Prinsip kerjanya adalah pemanasan secara konduksi (penghantaran panas) atau

konveksi (pengaliran panas) yang bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan

pangan, berbentuk solid (Napitupulu, 2012).salah satunya adalah pengering tipe batch

Pengering tipe batch merupakan suatu pengeringan dimana bahan dimasuk ke alat

pengering sampai bahan mengering. Selanjutnya mesin dimatikan atau dalam posisi

off dan bahan dikeluarkan dari alat pengering. kemudian baru dimasukkan bahan

yang berikutnya dan proses berulang seperti itu. Kelebihan dari penggunaan

pengering tipe batch ini adalah dapat bekerja setiap saat tidak bergantung cuaca,

kapasitas lebih disesuaikan, tidak membutuhkan lahan yang luas dan tenaga kerja

yang banyak,mudah dioperasikan serta perawatan. Keberadaan dari pengering batch

sendiri telah ada dimasyarakat. Akan tetapi,pada saat sebelum pembuatan alat

masyarakat belum terlalu memperhitungkan secara teknis sehingga kinerja suatu

pengering batch yang dihasilkan saat terjadi proses pengeringan kakao belum
4

diketahui dalam sebuah hasil perhitungan. Pengujian kinerja dilakukan sebagai

kegiatan pembuktian bahwa kelengkapan , fasilitas, atau sistem yang digunakan

dalam proses pengeringan akan bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan

konsisten menghasilkan produk sesuai karakteristik yang ditentukan. Kondisi

simulasi pada saat pengujian menggunakan bahan baku dan produk awal kakao dalam

kondisi normal. Hal- hal mengenai pengujian suatu mesin pengering (karakteristik

alat pengeringan) penting dilakukan.untuk mengetahui efektivitas dari pengering tipe

batch. Dengan beberapa permasalahan diatas maka dilakukan penelitian mengenai

performance dan tingkat efektivitas penggunaan energi panas pada alat pengering

kakao tipe bak (batch dryer).

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengkaji kinerja alat pengering tipe batch untuk pengeringan kakao

2. Menentukan nilai parameter pengeringan biji kakao hasil pengeringan (penurunan

kadar air, laju pengeringan,jumlah bahan bakar, kadar air akhir)

1.3 Perumusan Masalah

Pengeringan merupakan proses penanganan pasaca panen yang dapat diterapkan

produkhasil pertanian seperti biji kakao. Pengeringan biji kakao yang memiliki kadar
5

air awal yang tinggi dapat menentukan kualitas akhir dari kakao. Oleh karena itu

proses pengeringan menjadi sangat penting atau syarat utama sebelum pengolahan

selanjutnya. Pengunaan teknologi pengering buatan yaitu pengering batch belum

banyak tersedia mengenai data dan informasi tentang kinerja mesin pengering

tersebut. Data dan informasi disajikan secara terukur sehingga diperolah nilai

efektivitas dari pengering tipe batch.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menambah informasi penggunaan alat pengering tipe batch untuk

mengeringkan Kakao.

2. Untuk memperoleh informasi kelebihan dan kekurangan alat pengering tipe batch

untuk mengeringkan kakao terutama untuk menyempurnakan unjuk kerja.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Kakao

Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah salah satu tanaman perkebunan yang

dikemban gluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor non

migas. Tanaman kakao merupakan salah satu anggota genus Theobrama dari familia

Sterculaieeae ini banyak dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis dari buah

dan bijinya. Secara botani, sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Malvales

Familia : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan

waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah

dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya
7

berbunyi. Keterlambatan waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji

di dalam. Buah kakao yang masak berisi sekitar 30-40 biji yang terbungkus oleh

lapisan lendir (Departemen Pertanian, 2011 dalam Darmawan, 2014 ).

Buah kakao terdiri atas 4 bagian, yaitu kulit, plasenta, pulp serta biji. Biji terdiri

atas 2 bagian, yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Keping biji merupakan bagian

terbesar dari biji yaitu 86-90%, sisanya merupakan kulit biji mencapai10-14%.

Pulp merupakan lapisan lendir dari biji kakao terdiri atas 80-90% air, dan gula4-

8%. Komposisi pulp yang demikian merupakan media pertumbuhan yang baik

bagi mikroorganisme (Ambardini, 2007).

Gambar 1. Buah kakao

2.2 Pengeringan Biji Kakao

Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada

berbagai produk pertanian yang bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan sampai

tingkat yang aman untuk penyimpanan atau digunakan pada proses lainnya (Al-kindi
8

,2015). Menurut (Arianto ,2010 dalam Hargono, 2012) bahwa kadar air pada produk

pangan yang aman disimpan dan untuk diolah lagi adalah 15% atau kurang maka

aktivitas mikroba, bakteri, dan jamur menjadi terhambat sehingga jagung dapat

dipasarkan ke tempat-tempat jauh dan akan tahan lama. Dari proses pengeringan,

hasil yang diperoleh ialah bahan akhir yang memiliki kadar air setara dengan kadar

air keseimbangan udara (atmosfir) atau setara dengan nilai aktifitas air (Aw) yang

aman dari kerusakan mikrobiologis.

Tahapan-tahapan dalam penanganan pasca panen kakao meliputi : pemetikan,

pengupasan/pemecahan kulit buah, fermentasi, perendaman dan pencucian,

pengeringan dan penyimpanan merupakan tahapan penting dalam pengolahan untuk

memperoleh biji kakao yang bermutu baik (Siswoputranto, 1985 dalam Susanti,

2012). Biji kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibandingkan

dengan biji yang difermentasi. Adapun yang tidak mengalami fermentasi warnanya

keunguan, sedangkan yang mengalami fermentasi sempurna warnanya coklat bukan

ungu. Fermentasi akan mempermudah pengeringan dan menghancurkan lapisan pulp

yang mendekat pada biji. Pada proses fermentasi lembaga di dalam biji kakao juga

akan mati (Nuraeni, 1995 dalam Susanti, 2012).

Proses pengeringan adalah kelanjutan dari tahap oksidatif dari fermentasi yang

berperan penting dalam mengurangi kelat dan pahit. Selain itu proses pengeringan

dilakukan untuk menghasilkan biji kakao kering yang berkualitas, terutama dalam hal

fisik, calon cita rasa, dan aroma yang baik. Jika pengeringan terlalu lambat, hal ini
9

bisa menjadi berbahaya karena bisa menstimulan kehadiran jamur yang bekembang

dan masuk ke dalam biji. Sementara itu, pengeringan yang terlalu cepat juga bias

mengganggu kesempurnaan reaksi oksidatif yang berlangsung dan dapat

menyebabkan tingkat keasaman yang berlebih. Peningkatan suhu pengeringan akan

meningkatkan kelat dan asamity sehingga suhu pengeringan tidak lebih 650C-700C

(Wahyudi dkk., 2008).

Teknik pengeringan biji kakao ada tiga yaitu : pengeringan dengan sinar matahari,

menggunakan alat pengering dan perpaduan keduanya. Pengeringan menggunakan

sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna

biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan

yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan

dibawah sinar matahari lebih disarankan untuk biji kakao.Namun demikian,

pengeringan sinar matahari memiliki kendala yang disebabkan kondisi cuaca

terutama saat hujan.Metode pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk

mencapai kadar air dibawah 7,5%. Kadar air biji kakao kering yang lebih dari 7,5%

tidak memenuhi persyaratan SNI (Hatmi dan Rustijarno, 2012).

Prinsip dasar proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat

pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan. Pindah panas

air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap, sehingga proses

perubahan tersebut memerlukan panas laten. Menurut (Djaeni dkk ,2012) pengering

dengan pemanasan konveksi (oven, fluidisasi) dimana udara panas dihasilkan melalui
10

proses pemanasan baik dengan steam, listrik, atau gas hasil pembakaran, lebih handal

dari pengering matahari. Pada sistem ini waktu operasi lebih singkat, kontaminasi

produk rendah, kadar air dalam produk dapat dikontrol, tidak ada ketergantungan

terhadap musim, serta biaya buruh dapat ditekan. Namun kualitas produk mengalami

penurunan akibat introduksi panas, dan efisiensi pengeringan rendah atau boros

energi. Bahkan pada pengeringan kakao suhu pengeringan yang tidak melebihi 550C

memungkinkan diperolehnya hasil yang mendekati persyaratan standar mutu biji

kakao.Menurut Wahyu (1995) menjelaskan bahwa suhu optimum untuk pengeringan

adalah 600C dengan kelembaban kondisi iklim rata-rata di Indonesia . Sedangkan

kecepatan aliran udara optimum adalah 0,1m/dtk.

2.3 Jenis Alat Pengeringan

Pengeringan merupakan pemisahan antara zat cair dan zat padat pada suatu

bahan tertentu untuk mengurangi kandungan zat cair dengan menguapkan

bahan tersebut sampai suatu nilai yang telah ditentukan. Pengeringan

biasanya merupakan proses terakhir dari sederetan suatu operasi, dan hasilnya

siap untuk dikemas. Adapun tujuan pengeringan antara lain:

1. Agar produk dapat disimpan lebih lama.

2. Mempertahankan daya fisiologik bahan.

3. Mendapatkan kualitas yang lebih baik,

4. Menghemat biaya pengangkutan.

Proses pengeringan terjadi karena adanya perbedaan kandungan uap air antara
11

udara dan bahan yang hendak dikeringkan. Secara mekanis pengeringan dapat

dilakukan dengan menggunakan dua metode pengeringan yaitu (Mc. Cabe,

2002 dalam Maulana,2017):

1. Continuous Drying

Suatu pengeringan bahan dimana pemasukan dan pengeluaran bahan

dilakukan terus menerus tanpa mematikan mesin pengering.

2. Batch Drying

Suatu pengeringan dimana bahan dimasuk ke alat pengering sampai bahan

mengering. Selanjutnya mesin dimatikan atau dalam posisi off dan bahan

dikeluarkan dari alat pengering. kemudian baru dimasukkan bahan yang

berikutnya dan proses berulang seperti itu.

Pada suatu penelitian (Earle 1969, dalam Maulana,2017), menjelaskan faktor-faktor

yang mempengaruhi penguapan adalah :

1. Laju pemanasan pada saat energi (panas) dipindahkan pada bahan.

2. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan tiap puond (lb) air.

3. Suhu maksimum pada bahan

4. Tekanan pada saat terjadinya penguapan

5. Perubahan lain yang mungkin terjadi di dalam bahan selama proses

penguapan berlangsung.

Dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai macam jenis alat pengering yang

sering digunakan yaitu sebagai berikut (Brooker, dkk. 1992, dalam Maulana,2017) :

1. Tray Dryer

Tray Dryer digunakan untuk mengeringkan bahan - bahan yang tidak


12

boleh diaduk saat pengeringan, sehingga didapatkan hasil berupa zat padat

yang kering. Tray Dryer sering digunakan untuk laju produksi kecil. Tray

Dryer diperlihatkan pada gambar

Gambar 2. Tray Dryer


2. Spray Dryer

Spray Dryer digunakan untuk menguapkan dan mengeringkan larutan dan

bubur hingga kering. hasil produk berupa zat padat yang kering. Spray

Dryer diperlihatkan pada gambar

Gambar 3. Spray Dryer


13

3. Rotary Dryer

Rotary Dryer merupakan suatu alat pengering yang berbentuk silinder dan

bergerak secara berputar. Pada alat Rotary Dryer panas diperoleh dari

pembakaran bahan bakar. Rotary Dryer digunakan untuk proses

pengeringan zat padat seperti biji jagung, dan sebagainya. Alat rotary

dryer diperlihatkan pada gambar

Gambar 4. Rotary Dryer

Keterangan;

1. heating divice 6. Trunnion roll assembly

2. feeding cover 7. Discharging cover

3. riding wheel divice 8. Cyclone dust collector

4. dryer main body 9. Draft fan

5. driving assembly

rotary dryer memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan tersendiri.


14

Adapun keunggulan dan kekurangan dari rotary dryer dapat dijelaskan

Keunggulan dan kelemahan rotary dryer

No Keunggulan Kekurangan
1 Dapat mengeringkan baik Dapat menyebabkan reduksi
lapisan luar maupun dalam ukuran karena erosi atau
dari suatu padatan pemecahan.

2 Proses pencampuran yang Karakteristik produk yang


baik, memastikan bahwa inkonsisten
terjadinya proses pengeringan
bahan yang seragam/merata.

3 Operasi sinambung Efisiensi energi rendah


4 Instalasi yang mudah Perawatan alat yang susah
5 Menggunakan daya listrik Tidak ada pemisahan debu yang
yang sedikit jelas

Menurut (Brooker, dkk 1992, dalam Maulana, 2017), menjelaskan bahwa ada

beberapa faktor yang perlu

diperhatikan dalam pembuatan alat pengering, yaitu :

1. Pola suhu di dalam pengering.

2. Perpindahan kalor di dalam pengering.

3. Perhitungan beban kalor dan satuan perpindahan kalor.

4. Perpindahan massa di dalam pengering.

2.4 Pengering Tipe Batch

Proses pengeringan selama ini menggunakan beberapa cara antara lain menggunakan

bantuan sinar matahari dan mesin pengering. Pengeringan dengan menggunakan


15

batch dryer adalah salah satu cara pengeringan yang efektif. Proses pengeringan

dengan batch dryer dapat dilakukan kapan saja atau tidak tergantung cuaca dan ruang.

Selain itu, pengeringan dengan batch dryer tidak membutuhkan banyak tenaga kerja

(Nainggolan , 2013)

Pada pengering gabah tipe batch terdapat komponen-komponen yaitu blower, ruang

plenum dan bak pengering. Ruang pengering berfungsi untuk menempatkan gabah

basah yang akan dikeringkan, permukaan diratakan, tebal maksimum 50 cm, dan

tidak diperlukan pembalikan. Antara ruang pengering (bagian atas dan ruang plenum

(bagian bawah) dibatasi oleh besi pelat porus (pelat lubang) dengan garis tengah

lubang 2 mm. Ini dimaksudkan agar udara panas dengan mudah masuk ke dalam

gabah basah, tetapi butir gabah tidak dapat jatuh ke ruang plenum. Pada dinding

ruang plenum dipasang sebuah termometer jarum dengan kapasitas ukur 100 ºC untuk

mengukur suhu pengeringan sesuai dengan yang diinginkan (tergantung kepada

komoditas dan tujuan dari pengeringan). Ruang plenum berfungsi menampung udara

panas dengan suhu dan tekanan tertentu. Tekanan udara panas di dalam ruang plenum

merupakan tekanan statis, sehingga memungkinkan tekanan terhadap semua titik

pada luas permukaan gabah di dalam ruang pengering sama. Hal ini sangat penting

sehingga kecepatan aliran udara pengering menembus tumpukan gabah di semua titik

sama dan seluruh gabah akan kering secara bersamaan (Badan Litbang Pertanian

2011).
16

2.5 Pengaruh Suhu Terhadap Pengeringan

Lama pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kecepatan aliran

udara, kadar air, dan ketebalan tumpukan. Semakin tinggi suhu dan kecepatan aliran

yang digunakan maka akan semakin cepat pengeringan. Pengering gabah tipe batch

semakin tipis tumpukan bahan maka semakin tinggi laju pengeringan atau semakin

cepat gabah menjadi kering. Semakin tebal tumpukan suatu bahan yang dikeringkan

maka akan semakin lama waktu yang diperlukan untuk menguapkan air selama

pengeringan, karena jarak yang ditempuh oleh panas untuk masuk ke bagian dalam

bahan sekaligus menguapkan menuju ke permukaan bahan menjadi semakin lambat

(Nainggolan et al 2013).

Menurut ( Suriadi dan Murti, 2011) Peristiwa pindah panas terjadi pada proses

pengeringan. Pindah panas sendiri dapat terjadi melalui 3 cara yaitu :

1. Konduksi

Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan energi panas yang terjadi di dalam

media padat atau fluida yang diam sebagai akibat dari perbedaan temperatur. Hal ini

merupakan perpindahan energidari partikel yang lebih energetik ke partikel yang

kurang energetic pada benda akibat interaksi antar partikel-patikel.

2. Konveksi

Perpindahan panas konveksi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi antara suatu

permukaan benda padat dan fluida yang mengalir akibat adanya perbedaan

temperature.
17

3. Radiasi

Perpindahan panas radiasi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi secara

pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu permukaan benda. Laju penguapan

air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar

perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin

besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air

dari bahan akan lebih banyak dan cepat. Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran

udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi

suhu udara pengering makin besarenergi panas yang dibawa udara sehingga makin

banyak jumlah massa cairan yangdiuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.

Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat pula massa uap

air yang dipindahkan daribahan ke atmosfir.Semakin tinggi suhu yang digunakan

untuk pengeringan, makin tinggi energiyang disuplai dan makin cepat laju

pengeringan.Akan tetapi pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan, yakni

permukaan bahan terlalu cepat kering, sehingga tidak sebanding dengan kecepatan

pergerakan air bahan ke permukaan.Hal ini menyebabkan pengerasan permukaan

bahan.Selanjutnya air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena

terhalang.Disamping itu penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak daya

fisiologik biji-bijian/ benih. Pengeringan bahan hasil pertanianmenggunakan aliran

udara pengering yang baik adalah antara 45oC sampai 75oC. Pengeringan pada suhu

dibawah 45oC mikroba dan jamur yang merusak produkmasih hidup, sehingga daya

awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu udarapengering di atas 75oC
18

menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk rusak, karenaperpindahan panas dan

massa air yang berdampak perubahan struktur sel (Setiyo, 2003).

Pada proses pengeringan, suhu udara selain akan berpengaruh terhadap waktu

pengeringan atau lamanya pengeringan juga akan berpengaruh terhadap kualitas

bahan yang dikeringkan. Semakin tinggi suhu udara pengering maka akan semakin

besar energi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindah

panas semakin cepat sehingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat

maka akan semakin banyak air yang keluar dari bahan yang akan dikeringkan dalam

bentuk uap air. Uap air tersebut harus dikeluarkan, sebab bila tidak uap air tersebut

akan memenuhi atmosfir di sekeliling permukaan bahan sehingga memperlambat

proses pindah massa selanjutnya (Rohanah, 2006). Untuk menekan biaya

pengeringan atau mencapai biaya serendah mungkin dengan kapasitas pengeringan

yang tinggi, maka dapat suhu yang tinggi. Akan tetapi, suuhu yang digunakan

tersebut tidak sampai merusak bahan yang dikeringkan. Karenanya suhu pada

keadaan ini akan mencapai suhu kritis bahan , yaitu dimana kadar air bahan yang

dikeringkan dalam keadaan kritis dan waktu berubah secara singkat, sehingga

kecepatan pengeringan akan berubah.


19

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2018 di Desa

penengahan, Gedong Tataan Pesawaran dan Laboratorium Rekayasa Sumberdaya

Air dan Lahan Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering tipe batch, timbangan

digital, timbangan duduk ukuran besar, thermometer, alat ukur kadar air dengan

metode oven,karung,kipas (blower),rangka streamin ukuran 4x4x4 cm. Sedangkan

bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu karet sebagai bahan bakar dan

600 kg kakao.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Fungsional alat pengering kakao tipe batch

Alat pengering yang dibuat berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi beberapa

bagian antara lain : ruang pengering, alas pengering, ruang pemanasan, ruang

pembakaran, ruang plenum, kipas.


20

a) Ruang pengeringan adalah bagian dari keseluruhan dan bagian pengering

termasuk didalamnya wadah pengering dan ruang plenum. Berfungsi untuk

mengeringkan bahan.

b) Alas pengering berfungsi sebagai tempat menaruh bahan yang akan

dikeringkan, dapat digunakan sebagai penyimpanan sementara.

c) Ruang pembakaran berfungsi sebagai tempat menaruh bahan bakar yang akan

digunakan untuk proses pengeringan

d) Ruang plenum berfungsi untuk meratakan udara pengeringan yang masuk

melalui saluran udara.

e) Kipas berfungsi untuk menghembuskan udara panas hasil pembakaran dalam

proses pengeringan.

3.3.2 Struktural alat pengering kakao tipe batch

a) Ruang pengering berbentuk persegi panjang dengan ukuran dimensi 185 cm x

360 cm x 125 cm

b) Alas pengering terletak diruang pengering, berada tepat diatas ruang plenum.

Dibentuk dari plat drum yang dilubangi dengan ukuran 0,5 cm-0,75cm

Alas pengering berukuran 163 cm x 348 cm.

c) Ruang pembakaran disebut juga tungku pembakaran terbuat dar plat drum

berbentuk tabung dengan ukuran diameter 50 cm dengan kedalaman 1 m

d) Ruang plenum berada dibawah wadah pengering. Ruang plenum berbentuk

persegi panjang dengan ukuran 163 cm x 348cm x 70 cm

e) Kipas yang digunakan Maspion PW 509 mempunyai daya sebesar 80 watt.


21

Gambar 5. Bagian alat pengering tipe batch

3.3.3 Pengeringan biji kakao menggunakan batch dryer

Proses pengeringan dilakukan dengan menggunakan kakao sebanyak 600 kg.

pengujian uji kinerja dilakukan sebanyak 3 kali proses pengeringan. Sebelum proses

pengeringan dilakukan, Kakao ditimbang terlebih dahulu dengan mengunakan

timbangan duduk dengan tujuan untuk mengukur bobot awal atau massa. Sampel

kakao yang digunakan untuk pengeringan dengan alat pengering tipe batch diukur

kadar airnya diambil sampel dengan menggunakan alat ukur (metode open) untuk

mengetahui kadar air awal bahan.Bahan kayu bakar sebelum digunakan untuk

pembakaran ditimbang beratnya. Alat untuk pengamatan parameter diletakkan sesuai

titik-titik penempatan . Alat yang digunakan yaitu jam atau stopwatch untuk

menghitung waktu pengeringan. Thermometer raksa digunakan pengamatan suhu


22

yang diletakkan dititik pengamatan pada ruang plenum sebanyak 8 titik, pada bahan 8

titik, dan 1 pada suhu lingkungan luar atau diatas bahan. Pengamatan persebaran

suhu dilakukan setiap 1 jam selama proses pengeringan . Proses pengeringan akan

dihentikan jika kadar air rata-rata sampel telah mencapai rentang kadar air antara 6%-

8%. Bahan kakao yang telah kering kemudian diangin-anginkan sebelum dimasukan

kekarung dan kemudian ditimbang.

Gambar 6. Skema aliran udara panas pada alat pengering tipe batch
23

3.3.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Persiapan Alat dan Bahan

Penimbangan bahan kayu bakar dan


kako sebelum proses pengeringan

Penempatan alat untuk


pengamatan parameter

Proses pengeringan kakao dengan alat tipe batch.

Pengamatan parameter ( persebaran suhu, penurunan


bobot sampel, lama pengeringan)

Penimbangan kakao yang telah dikeringkan

Analisis Data

Selesai

Gambar 7. Diagram Alir Penelitian


24

3.4 Parameter Pengamatan

Dalam penelitian ini ada beberapa parameter yang akan diamati

3.4.1 Suhu

Pengukuran suhu dilakukan selama proses pengeringan kakao sampai dengan selesai

dalam rentang waktu 60 menit dan dilakukan pada ruang pengering dan suhu

lingkungan dengan menggunakan termometer skala 110 0C yang diletakkan di titik

titik percoban .

1 3 5 7

2 4 6 8

Gambar 8. Skema pengambilan titik percobaan pengamatan suhu

3.4.2 Kadar Air dan Penurunan Bobot

Kadar air merupakan salah satu parameter penting dalam bidang pangan karena

berpengaruh terhadap kualitas suatu bahan pangan. Salah satu pengukuran kadar
25

air dilakukan dengan metode oven (AOAC, 2005 dalam Yenrina, 2015). Pertama

yaitu ditimbang sampel sebanyak ±5 gram dalam cawan yang telah diketahui

beratnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama ±6 jam sampai berat

konstan. Kemudian didinginkan dalam desikator selama ± 15 menit dan

ditimbang. Kadar air dihitung dengan persamaan :

𝑨𝟏−𝑨𝟐
Kadar Air (% bb) = x 100 %......................................................................(1)
𝑨𝟐

dimana : A1 = Berat awal sampel,

A2 = Berat akhir sampel, dan

% bb = Berat basah

Penurunan berat bahan menggambarkan jumlah uap air yang menguap atau dapat

menunjukan kadar air saat itu . Sampel bahan pada titk percobaan ditimbang

sebelum dikeringkan dan diukur kadar airnya setiap 1 jam selama proses pengeringan

. Pengukuran penurunan massa setiap rangka sampel dan kadar air bahan pada saat

pengeringan kakao Pengeringan akan dihentikan jika kadar air rata-rata bahan telah

mencapai rentang 6%-8% dengan asumsi bahan secara umum telah mencapai kadar

air yang layak untuk di jual ke gudang pemasaran. Bahan ditimbang kembali setelah

kadar air mencapai rentang 6%-8%.


26

1 3 5 7

2 4 6 8

Gambar 9. Skema penempatan rangka kubus tempat sampel pada titik percobaan

3.4.3 Lama Pengeringan

Lama pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan biji kakao

saat alat dihidupkan hingga bahan kering dengan kadar air rata-rata sampel 6%-8%.

3.4.4 Jumlah Bahan Bakar

Jumlah bahan bakar adalah jumlah kayu bakar yang dibutuhkan untuk mengeringkan

biji kakao hingga kadar air mencapai 7%-8%. Konsumsi bahan bakar kayu karet

dicatat selama proses pengeringan berlangsung. Persamaan yang digunakan adalah :

BB = BBawal – BBakhir .……………………………………………………….(2)

dimana : BB : Massa bahan bakar yang digunakan (kg)


27

BBawal : Massa bahan bakar awal (kg)

BBakhir : Massa bahan bakar akhir (kg)

3.5 Analisis Data

3.5.1 Beban uap air

Beban uap air kakao adalah jumlah air yang harus diuapkan hingga mencapai kadar

air yang diinginkan . Beban uap air dihitung berdasarkan persamaan Sukatma (1994)

dalam Fathani (2008):

(𝒎𝟏 − 𝒎𝟐 ) 100
E=
(100 - 𝒎𝟏 )(100 - 𝒎𝟐 )
x Wd. ………………………………………………...(3)

Dimana : E = beban uap air (kg H2O)

Wd = massa bahan awal (kg)

𝑚1 = kadar air awal (%)

𝑚2 = kadar air akhir (%)

3.5.2 Laju Pengeringan

Laju perpindahan air (W) dihitung berdasarkan 2 (dua) persamaan Sukatma (1994)

dalam Fathani (2008) :

𝑬
W1 = , dan …………………………………………………………………..(4)
𝒕

𝒎𝟏 - 𝒎𝟐
W2 = ………………………………………………………………...(5)
t

Dimana : W1 = laju perpindahan air (kg H2O/jam)

W2 = laju perpindahan air (% bb/jam)


28

E = Beban uap air (kg H2O)

𝑚1 = kadar air awal (%)

𝑚2 = kadar air akhir (%)

t = waktu pengeringan (jam)

3.5.3 Energi Input (energi bahan bakar)

Energi yang dimanfaatkan untuk menguapkan air dihitung berdasarkan persamaan

berikut :

q = 𝒎𝒃𝒃 x 𝒒𝒃𝒃 + 𝒒𝒌𝒊𝒑𝒂𝒔 …………………………………………………… (6)

dimana : 𝑚𝑏𝑏 = massa bahan bakar yang digunakan (kg)

𝑞𝑏𝑏 = nilai panas bahan bakar ( kJ/kg )

𝑞𝑘𝑖𝑝𝑎𝑠 = Energi listrik yang digunakan untuk menggerakan kipas (kJ)

3.5.4 Energi output (energi yang dibutuhkan)

Energi untuk menguapkan air merupakan energi yang digunakan selama proses

pengeringan kakao untuk menguapkan air pada bahan hingga mencapai kadar air

yang diinginkan , Jumlah energi yang dibutuhkan selama pengeringan dapat dihitung

dengan persamaan Taib, dkk (1988) dalam Fathani (2008)

∑Q = Q1 + Q2 …………………………………………………………………(7)

Dimana : ∑Q = jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan dan menguapkan

air bahan (kJ)

Q1 = jumlah panas yang digunakan untuk menguapkan air bahan (kJ)

Q2 = Jumlah panas yang digunakan untuk memanaskan bahan (kJ)


29

Q1 = E x H1b …………………………………………………………………..(8)

Dimana :Q1 = energy untuk menguapkan air bahan (kJ)

E = beban uap air (kg H2O)

H1b = panas laten (kJ)

H1b = 2501-2,361 T…………………………………………………………...(9)

Dimana : H1b = panas laten (kJ)

T = Suhu bahan (°C)

Q2 = m x Cp x ∆T ……………………………………………………………(10)

Dimana : Q2 = Energi untuk memanaskan bahan (kJ)

m = massa bahan yang dikeringkan (kg)

Cp = panas jenis bahan yang dikeringkan (kJ/kg ° C)

∆T = Perbedaan suhu bahan dengan suhu lingkungan (°C)

3.5.5 Effisiensi Pengeringan

Efisiensi pengeringan dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah energi untuk

menguapkan air bahan dengan energi yang dihasilkan bahan bakar kayu jati dengan

menggunakan persamaan (Tamrin, 2013) :

∑𝑸
Eff = x 100% ………………………………………………….. (11)
𝒒

Dimana : Eff = efisiensi pengeringan (%)

∑Q = energi yang digunakan (kJ)

q = energi yang dihasilkan (kJ)


30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses pengeringan kakao

Proses pengeringan biji kakao pada penelitian ini dimulai dengan menimbang bahan

secara keseluruhan. Selanjutnya biji kakao dimasukkan secara merata kedalam ruang

pengering. Prosedur penelitian ini menggunakan ulangan sebanyak 3 kali dengan

massa bahan yang sama yaitu sebanyak 600 kg. Pada setiap uji kinerja dengan

menggunakan jumlah bahan yang sama tetapi keadaan kadar air awal bahan yang

berbeda yaitu 36,62 %, 44,20%, dan 32,61%. Penelitian dilakukan sebanyak 3

ulangan untuk melihat kinerja alat pengering. Massa yang sama tetapi keadaan kadar

air awal yang berbeda akan berpengaruh terhadap waktu pengeringan dan kadar air

bahan diakhir.

Bahan kakao yang berada di ruang pengering dialiri udara panas yang bersumber dari

bahan bakar kayu yang dibakar didalam tungku. Udara panas dihembuskan

menggunakan kipas angin. Selama proses pengeringan bahan kayu bakar terus

ditambahkan sebagai sumber panas. Pengeringan dihentikan apabila kadar air bahan

dirasakan cukup untuk standar masuk gudang yaitu 6-8 %. Pengeringan

menggunakan alat pengering tipe batch megubah suhu bahan menjadi naik diakhir.

Untuk mengembalikan suhu seperti lingkungan bahan kakao dialiri udara dari kipas
31

dengan mematikan api pada kayu bakar. Pengeringan biji kakao menggunakan batch

dryer memiliki keubggulan yaitu dapaat digunakan dalam kapasitas yang lebih besar

dan memiliki efisiensi yang tinggi. Selain itu Proses pengeringan dengan batch

dryer dapat mempersingkat lama penegeringan biji kakao saat musim penghujan.

4.2 Suhu Penegeringan

Pada proses pengeringan suhu berpengaruh terhadap proses pengeringan karena

sangat penting untuk menaikan suhu bahan sehingga dapat menurunkan kadar air.

Dalam proses pengeringan biji kakao dengan menggunakan alat pengering batch

dryer sumber panas terletak pada tungku pembakaran yang menggunakan kayu karet

sebagai bahan bakar kemudian udara panas disalurkan ke ruang plenum

menggunakan udara yang dihembuskan menggunakan kipas. Suhu yang dihasilkan

pada ruang plenum pada alat pengering batch dryer berkisar antara 37ºC - 92ºC.

Suhu pada plenum dapat dikatakan lebih tinggi daripada suhu dibahan maupun suhu

yang keluar dari bahan. Hal ini dikarenakan suhu pada plenum digunakan untuk

mengeluarkan air dari bahan kakao dan sisa panasnyaakan digunakan untuk

memanaskan kakao pada tumpukan. Persebaran suhu pada ruang plenum memiliki

perbedaan antara bagian depan, tengah dan bagian belakang dimana bagian depan

pada plenum memiliki sebaran suhu yang rata-ratanya lebih tinggi dibandingkan

dengan bagian tengah dan belakang pada ruang plenum. Persebaran suhu yang paling

rendah terdapat dibagian belakang. Hal itu dikarenakan aliran udara panas dari
32

tungku pembakaran untuk menempuh pada bagian belakang jaraknya lebih jauh

sehingga energi panas yang didorong pada bagian depan dan tengah lebih besar

dan membuat suhu bagian depan dan tengah lebih tinggi. Kipas yang digunakan saat

proses pengeringan berpengaruh pada proses penyebaran panas menuju ruang

plenum, kipas yang digunakan pada penelitian ini memiliki daya 80 watt sehingga

dianggap cukup untuk mengaliri udara panas. Kipas berpengaruh untuk distribusi

panas dan juga berpengaruh untuk pengangkutan uap air yang teruapkan oleh energi

panas.

4.4.1 Persebaran Suhu Ruang Plenum

Data untuk pengukuran suhu pada ruang plenum diambil pada 8 titik pada bidang

ruang pengering. Perbedaan dan persebaran titik - titik letak pengambilan sampel

suhu pada ruang plenum bermaksud untuk mengetahui pola penyebaran suhu pada

tiap titik apakah ada perbedaan suhu yang sangat berbeda atau sebaliknya. Berikut

hasil pengukuran persebaran suhu pada ruang plenum pada Gambar 6-8.
33

100

90

80
titik (t) t1
70
titik (t) t2
suhu (⁰C)

60
titik (t) t3
50 titik (t) t4
40 titik (t) t5
30 titik (t) t6
20 titik (t) t7

10 titik (t) t8

0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)

Gambar 10. Grafik persebaran suhu diruang plenum uji kinerja 1

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa persebaran suhu pada ruang plenum dengan

pengukuran setiap 1 jam pengamatan suhu yang dihasilkan tidak konstan Sebaran

suhu pada bagian depan dan tengah ruang plenum memiliki nilai sebaran suhu

tertinggi pada setiap pengamatan pengukuran, suhu tertinggi yang dihasilkan di uji

kinerja 1 yaitu mencapai 86 ºC. Sedangkan persebaran suhu terendah pada setiap

pengamatan pengukuran terjadi pada bagian belakang ruang plenum dengan suhu

tertinggi mencapai 70 ºC.

Setelah nilai pengukuran persebaran suhu sudah di rata- rata pada ruang plenum pada

jam ke 0 dan jam ke 1 mengalami peningkatan yaitu dari suhu 29 ºC menjadi 67 ºC.

Hal itu disebabkan pada waktu tersebut bahan bakar kayu karet dimasukan sehingga

suhu pada ruang plenum akan meningkat. Pengukuran suhu ruang plenum pada jam-
34

jam selanjutnya mengalami fluktuatif yang dipengaruhi oleh suhu pada ruang

pembakaran yang tidak konstan.

Penurunan suhu pada pengukuran pada jam ke 8 menuju ke 9 mengalami penurunan

suhu dari 68 ºC menjadi 45 ºC rata-rata disetiap titik pengukuran depan, tengah dan

belakang. Hal ini dikarenakan proses memasukan bahan bakar kayu karet pada jam

tersebut terlambat sehingga berpengaruh terhadap suhu yang ada diruang plenum.

Pada bidang pengukuran suhu diruang plenu dibagi menjadi bagian kanan (titik

genap) dan kiri (titik ganjil). Persebaran suhu di sisi sebelah kanan lebih tinggi

dibandingkan sebelah kiri karena fenomena dilapangan plat pada sisi kanan memiliki

jumlah lubang yang lebih banyak dan juga terdapat lengkungan pada plat sehingga

permukaan nya lebih rendah.

90

80

70
titik (t) t1
60 titik (t) t2
suhu (⁰C)

50 titik (t) t3
titik (t) t4
40
titik (t) t5
30
titik (t) t6
20 titik (t) t7
10 titik (t) t8

0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)

Gambar 11. Grafik persebaran suhu diruang plenum uji kinerja 2


35

Pada Gambar 7 bisa diperhatikan bahwa sebaran suhu pada bagian depan atau dekat

dengan tungku pembakaran ruang plenum memiliki nilai sebaran suhu tertinggi pada

setiap pengukuran yaitu jika dirata rata 60 ºC , suhu tertinggi yang dihasilkan dari

pengukuran yaitu mencapai 85 ºC pada pengamatan jam ke 1 di titik 2 dan terendah

yaitu sebesar 52 ºC pada pengamatan jam ke 7 di titik 1 . Pada bagian tengah ruang

plenum sebaran suhu pada setiap pengukuran mengalami peningkatan dan penurunan,

penurunan suhu yang jika dirata-rata nilai pegamatan yaitu 55 ºC suhu tertinggi

pengukuran dibagian tengah sebesar 75 ºC pengukuran jam ke 10 terjadi di titik 4

dan untuk pengukuran terendah adalah 42 ºC pengukuran jam ke 9 tititk 5 dan 6.

Sedangkan bagian belakang memiliki suhu rata –rata yang aling rendah disbanding

lainnya yaitu 52 ºC . Pengukuran bagian belakang suhu tertinggi adalah 70 ºC

terjadi pada jam ke 6 di titik 8 dan terendah sebesar 45 pada jam ke 5 di titik 8. Pada

setiap titik pengukuran jam ke 8 ke 9 mengalami penuruan dari nilai rata 68 ºC

menjadi 48 ºC ini disebabakna keterlambatan memasukkan bahan bakar kayu

sebaliknya pada jam 9 ke 10 menegalami peningkatan karena pengukuran dilakukan

setalah penambahan bahan bakar kayu . Pengukuran dari jam ke 1 sampai menit ke 11

suhu diruang plenum relatif fluktuatif. Hal terebut dikarenakan permasalahan teknis

seperti aliran udara yang kurang kencang dan bahan bakar yang sering terlambat

dimasukan kedalam ruang pembakaran.


36

100
90
80
titik (t) t1
70
titik (t) t2
60
suhu (⁰C)

titik (t) t3
50
titik (t) t4
40
titik (t) t5
30 titik (t) t6
20 titik (t) t7
10 titik (t) t8
0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)

Gambar 12. Grafik perubahan suhu diruang plenum uji kinerja 3

Pada Gambar 8 bisa diperhatikan bahwa sebaran suhu pada bagian depan yaitu titik (1

dan 2) atau dekat dengan tungku pembakaran ruang plenum memiliki nilai sebaran

suhu tertinggi pada setiap pengukuran yaitu jika dirata rata 61 ºC , suhu tertinggi yang

dihasilkan dari pengukuran yaitu mencapai 92 ºC pada pengamatan jam ke 3 di titik

2 dan terendah yaitu sebesar 42 ºC pada pengamatan jam ke 8 di titik 1 . Pada bagian

tengah ruang plenum sebaran suhu pada setiap pengukuran mengalami peningkatan

dan penurunan, penurunan suhu yang jika dirata-rata nilai pegamatan yaitu 57 ºC

suhu tertinggi pengukuran dibagian tengah sebesar 85 ºC pengukuran jam ke 9

terjadi di titik 4 dan untuk pengukuran terendah adalah 41 ºC pengukuran jam ke 8

tititk 5 . Sedangkan bagian belakang memiliki suhu rata –rata yang aling rendah

disbanding lainnya yaitu 56 ºC . Pengukuran bagian belakang suhu tertinggi adalah


37

75 ºC terjadi pada jam ke 3 di titik 8 dan terendah sebesar 4 pada jam ke 8 di titik 7.

. Pengukuran dari jam ke 1 sampai menit ke 10 suhu diruang plenum relatif fluktuatif.

Hal terebut dikarenakan permasalahan teknis seperti aliran udara yang kurang

kencang dan bahan bakar yang sering terlambat dimasukan kedalam ruang

pembakaran. Dalam pengoperasian kipas angina diatur dengan kecepatan yang sama

pada setiap uji kinerja.

4.4.2 Persebaran Suhu bahan (Kakao)

Pengamatan persebaran suhu pada bahan kakao diambil pada 8 titik sampel yaitu

tepat didalam kakao tang terletak pada kubus. Kedalaman pengamatan bahan dibuat

konsisten . Berikut grafik hasil pengukuran suhu pada bahan yang disajikan pada

Gambar 9-11.

80
r1
70
r2
60
r3
suhu ((⁰C)

50
r4
40
r5
30
r6
20
r7

10
r8

0 T
0 2 4 6 8 10 12 lingkungan
waktu ( jam)

Gambar 13. Grafik perubahan suhu bahan uji kinerja 1


38

Pengamatan suhu yang dilakukan pada bahan bertujuan untuk mengetahui

Perpindahan panas yang didorong dari ruang pembakaran melalui plenum menuju ke

ruang pengering yang terdapat bahan . Pada Gambar 9 persebaran suhu bahan pada

depan (titik 1 dan 2) pengering memiliki nilai sebaran tertinggi dibanding pada

bagian bawah dan tengah ruang pengering dengan nilai rata-rata 49. Suhu tertinggi

pada bagian depan mencapai sekitar 70 ºC pada jam 8 sampel ke 2. Seberan suhu

bahan pada bagian tengah ruang pengering (titik 3,4,5,dan 6) mengalami peningkatan

dan penurunan selama proses pengeringan berlangsung dengan nilai suhu rata-rat

sebesar 47 ºC , suhu tertinggi pada bahan yaitu mencapai 66ºC pada jam 8 pada titik

ke 5 . Seberan suhu bagian belakang ruang pengering merupakan yang terendah

diantara ke 3 bagian yaitu dengan rata-rat sebesar 46 ºC, suhu tertinggi bahan pada

bagian belakang (titik 7 dan 8) ruang pengering yaitu sebesar 63ºC pada jam ke 8

titik 8. Sedangkan untuk perseban apabila dibagi menjadi sisi (sisi genap) ,(sisi ganjil)

sisi sebelah kanan lebih besar suhu nya seperti pada persebaran ruang plenum Suhu

lingkungan pada uji kinerja memiliki rata-rata 28 ºC


39

80
r1
70
r2
60
r3
suhu (⁰C)

50
r4
40
r5
30
r6
20
r7
10
r8
0
0 2 4 6 8 10 12 T lingkungan
waktu (jam)

Gambar 14. Grafik perubahan suhu bahan uji kinerja 2

Pada Gambar 10 Pengamatan suhu bahan uji kinerja 2 mengalami naik dan turun di 8

titik percobaan. . Bagian depan ruang pengering (titik 1 dan 2) memiliki sebaran suhu

bahan tertinggi diantara ke 3 bagian ruang pengambilan sampel , ruang depan

memiliki rata-rata sebesar 53 ºC , suhu bahan tertinggi bagian depan mencapai 73 ºC

pada pengukuran jam ke1 titik 2 sedangkan untuk suhu terendah bagian depan

mencapai 41 ºC pengukuran jam ke 7 titik 1. Bagian tengah ruang pengering (titik

3,4,5 dan 6) pengukuran sampel memiliki sebaran suhu yang fluktuatif pada setiap

jam pengukuran dengan rata-rata suhu bahan mencapai 49 ºC, sedangkan suhu bahan

tertinggi mencapai 68 ºC pada jam ke10 titik 4 dan suhu bahan terendah mencapai 38

pada jam ke 9 titik 4 . Bagian belakang pengukuran sampel memiliki sebaran suhu

terendah pada setiap pengukuran yang memiliki rata-rata 45 ºC , suhu tertinggi pada
40

bagian belakang yaitu 59 ºC pada jam ke 6 titik 7 ,8 serta jam 8 titik8 dan suhu bahan

terendah mencapai 39 pada jam ke 9 titik 8.

Pengukuran suhu bahan pada ke 8 titik pada jam ke 0 dan pada jam ke 1 suhu bahan

nilai rata rata suhu mengalami peningkatan dari suhu 34 ºC menjadi 58ºC.

Sedangkan suhu rata-rata lingkungan pada uji kinerja 2 yaitu sebesar 28 ºC .

80
r1
70
r2
60
r3
50
r4
suhu (⁰C)

40
r5
30
r6
20
r7
10
r8
0
T
0 2 4 6 8 10 12
lingkungan
waktu (jam)

Gambar 15. Grafik perubahan suhu bahan uji kinerja 3

Pada Gambar 11 Pengamatan suhu bahan uji kinerja 3 mengalami naik dan turun di 8

titik percobaan. . Bagian depan ruang pengering (titik 1 dan 2) memiliki sebaran suhu

bahan tertinggi diantara ke 3 bagian ruang pengambilan sampel , ruang depan

memiliki rata-rata sebesar 54 ºC , suhu bahan tertinggi bagian depan mencapai 83 ºC

pada pengukuran jam ke 6 titik 2 sedangkan untuk suhu terendah bagian depan

mencapai 34 pengukuran jam ke 8 titik 1. Bagian tengah ruang pengering (titik 3,4,5

dan 6) pengukuran sampel memiliki sebaran suhu yang fluktuatif pada setiap jam
41

pengukuran dengan rata-rata suhu bahan mencapai 50 ºC, sedangkan suhu bahan

tertinggi mencapai 78 ºC pada jam ke10 titik 4 dan suhu bahan terendah mencapai 34

pada jam ke 8 titik 3 . Bagian belakang pengukuran sampel memiliki sebaran suhu

terendah pada setiap pengukuran yang memiliki rata-rata 50 ºC , suhu tertinggi pada

bagian belakang yaitu 68 ºC pada jam ke 3 titik 8 dan suhu bahan terendah mencapai

34 pada jam ke 8 titik 7.

Pengukuran suhu bahan pada ke 8 titik pada jam ke 0 dan pada jam ke 1 suhu bahan

nilai rata rata suhu mengalami peningkatan dari suhu 33 ºC menjadi 50 ºC.

Sedangkan suhu rata-rata lingkungan pada uji kinerja 2 yaitu sebesar 28 ºC .

Berdasarkan Gambar 9-11 diatas sebaran suhu bahan tertinggi terjadi pada bagian

atas dimana suhu tertinggi 83 ºC dan terendah 34 ºC sehingga menyebabkan

penguapan air pada bahan kakao dari ruang pengering ke lingkungan menjadi lebih

cepat serta kakao mengalami perubahan penyusutan dan perubahan bentuk . Bentuk

bak persegi panjang membutuhkan tenaga dorong yang lebih kuat agar aliran udara

sampai merata ke bagian belakang . Bagian depan dan tengah cenderung lrbih panas

karena dekat denga tungku pembakaran . Maka penurunan kadar air bahankakao

pada depan dan tengah akan lebih cepat dibandingkan dengan penurunan kadar air

pada bagian belakang .


42

4.3 Kadar Air Biji Kakao

Penurunan kadar air merupakan faktor sangat penting keberhasilan dari setiap alat

pengering yang akan di uji. Pada penelitian ini sampel bahan kakao yang diambil dan

dari petani atau pengepul kecil. Saat dipanen atau kakao fermentasi memiliki kadar

air yang masih relatif tinggi sekitar 50- 60% . Setelah mengalami penjemuran 1 hari

di bawah sinar matahari kadar air kakao turun menjadi 30-40 %. Pengeringan kakao

dilakukan untuk menurunkan kadar air mencapai 6-8%. Penurunan kadar air

dipengaruhi oleh suhu. Pengamatan penurunan kadar ini dilakukan dengan metode

open karena jika diukur dengan menggunakan alat Grain Moisture Tester untuk

mengetahui kadar air nya biji kakao memiliki ukuran yang cukup besar sehingga

kurang representatif . Dengan melakukan pengamatan penurunan bobot sampel

kakao sebanyak 15 biji kakao yang diletakkan dalam kotak berbentuk kubus yang

diletakkan pada 8 titik pengamatan . Sampel diamati penurunan bobot setiap jam

selama proses pengeringan hingga selesai. Penurunan berat menggambarkan jumlah

air yang keluar dari bahan. Berikut hasil pengukuran kadar air yang disajikan pada

Gambar 12-14.
43

45.00

40.00

35.00
Kadar air (%bb)
s1
30.00 s2

25.00 s3
s4
20.00
s5
15.00
s6
10.00 s7

5.00 s8

0.00
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)

Gambar 16. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 1

Pada Gambar 12 uji kinerja 1 dengan kadar air awal rata-rata bahan kakao sebesar

36,62 % diperlukan waktu pengeringan selama 10 jam untuk mencapai kadar air rata-

rata bahan sebesar 8,52 % . Semakin lama proses pengeringan maka kadar air pada

bahan kakao juga akan semakin menurun. Pada jam 0 ke 1 nilai rata-rata penurunana

kadar air mengalami penurunan terbesar yaitu sekitar 6 %pada setiap titik

pengambilan sampel, dikarenakan perubahan suhu yang secara signifikan meningkat

sejak udara panas mulai dihidupkan.. Rentang nilai penurunan kadar air berkisar

antara 1-6 % setiap kurun waktu 1 jam, sehingga didapatkan kadar air akhir rata-rata

pada uji kinerja 1 sebesar 8.52 %.


44

50.00

45.00

40.00
Kadar air (%bb)
s1
35.00
s2
30.00
s3
25.00
s4
20.00 s5
15.00 s6
10.00 s7

5.00 s8

0.00
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)

Gambar 17. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 2

Grafik kadar air yang disajikan pada Gambar 13 pada uji kinerja 2 dengan kadar air

rata-rata awal bahan kakao sebesar 44,20 % diperlukan waktu pengeringan selama 11

jam untuk mencapai kadar air rata-rata dari bahan sebsesar 8,72 %. Pada 0 ke1 kadar

air awal bahan kakao mengalami rata-rata penurunan sebesar 6 % pada setiap titik

pengambilan sampel hal ini dikarenakan sama seperti pada uji kinerja 1 peningkatan

signifikan suhu dari lingkungan kemudian dialairi panas . Kakao yang berada di

bagian depan lebih dulu menerima panas dibandingkan bagian tengah dan belakang .

Penempatan kerangka sampel dilakukan pada kedalaman tumpukan yang konsisten.

Rentang nilai penurunan kadar air berkisar antara 1 – 6% setiap kurun waktu 1 jam

sehingga didapatkan kadar air akhir rata-rata kakao pada uji kinerja 2 sebesar 8,72 %.
45

40.00

35.00
Kadar air (%bb)
30.00 s1
s2
25.00
s3
20.00
s4

15.00 s5
s6
10.00
s7
5.00 s8

0.00
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)

Gambar 18. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 3

Grafik kadar air yang disajikan pada Gambar 14 uji kinerja 3 dengan kadar air awal

bahan kakao yaitu sebesar 32,61 % diperlukan waktu proses pengeringan selama 10

jam untuk mecapai kadar air rata-rata dari bahan 7,80%. Pada jam ke 0 ke 1 awal

kadar air kakao mengalami penurunan niali rata rata kadar air paling besar yaitu 7 %

pada setiap titik sampel pengambilan, hal ini dikarenakan perubahan dari suhu

lingkungan menjadi suhu panas dari api yang sudah mulai dinyalakan. Pada uji

kinerja 3 penurunan pada jam-jam berikut relatif lebih stabil .hal ini dikarenakan

kadar awal bahan yang lebih rendah dari uji sebelum.

Penurunan kadar air bahan kakao pada penelitian ini menggunakan 3 kali uji kinerja

yaitu uji kinerja 1, uji kinerja 2 dan uji kinerja 3. Pada uji kinerja 1 waktu yang
46

dibutuhkan pengeringan yaitu 10 jam untuk mencapai kadar air rata-rata 8,52%

sedangkan pada uji kinerja 2 waktu proses pengeringan membutukan 11 jam untuk

mencapai kadar air rata-rata dari bahan sebesar 8,72 %. Pada uji kinerja 3 waktu

proses pengeringan berlangsung selama 10 jam untuk mencapai kadar air rata-rata

7,80 %.

Menurut (Made,2017) Penurunan kadar air jagung mengakibatkan tinggi bahan

mengalami penyusutan pada ruang pengering. Hal tersebut dikarenakan kandungan

air didalam jagung melepaskan air ke udara yang disebabkan perbedaan suhu diruang

plenum dengan suhu lingkungan dan mengakibatkan penyusutan tinggi bahan pada

ruang pengering..Pada Penelitian ini tinggi bahan awal uji kinerja 1 sebelum proses

pengeringan berlangsung yaitu 29 cm dan setelah pengeringan tinggi bahan menjadi

25 cm. . Tinggi bahan awal uji kinerja 2 sebelum proses pengeringan berlangsung

yaitu 26 cm dan setelah pengeringan tinggi bahan menjadi 21 cm. Tinggi bahan

awal uji kinerja 31 sebelum proses pengeringan berlangsung yaitu 26 cm dan

setelah pengeringan tinggi bahan menjadi 28 cm .

Penurunan kadar air bahan kakao paling cepat terjadi pada uji kinerja 1 dan 3 dalam

waktu 10 jam hal ini dikarenakan kadar air awal bahan jagung yang digunakan yaitu

sebesar lebih rendah dari dari uji kinerja 2 kemudian kadar air rata-rata yang didapat

yaitu sebesar pada uji 1 sebesar 8,51% dan uji kinerja 3 yaitu 7,80 % . Sedangkan

untuk penurunan kadar air yang lebih lama terjadi pada uji kinerja 2 dengan waktu 11

jam dikarenakan kadar air awal kakao yang digunakan lebih besar sekitar 44,20%
47

kemudian kadar air rata-rata yang didapat selama proses pengeringan yaitu sebesar

8,71 %. Kadar air bahan terendah pada penelitian ini didapatkan pada uji kinerja 3

dengan kadar air bahan rata-rata mencapai 7,80 %. Menurut Yanda, dkk (2014) laju

penurunan kadar air merupakan banyaknya kandungan air yang keluar dari bahan

persatuan waktu. Semakin tinggi penguapan kadar air bahan maka akan semakin

tinggi tingkat penurunan kadar air.

Pada Gambar 12-14 grafik penurunan kadar air bahan setiap uji memiliki nilai yang

relatif sama yaitu sebesar 1-6 % setiap jam akan tetapi kadar air awal bahan kakao

yang digunakan pada saat proses pengeringan uji memiliki nilai berbeda. Pada uji

kinerja 1 kadar air awal bahan kakao sebesar 36,61 %, uji kinerja 2 sebesar 44,20 %

dan uji kinerja 3 sebesar 32,61 % , sehingga waktu yang diperlukan untuk proses

pengeringan pada uji kinerja 2 memiliki waku yang lebih panjang dibandingkan pada

uji kinerja 1 dan 3 yang memiliki kadar air kakao yang lebih kecil . Menurut

penelitian Sari, dkk (2014) laju penurunan kadar air meningkat tajam pada awal

pengeringan sampai mendekati kadar air 20 %, tetapi selanjutnya laju penurunan

kadar air menurun secara perlahan-lahan.

Parameter yang mempengaruhi proses pengeringan ini adalah suhu pengering, RH

pengering, kadar air awal bahan, kadar air akhir bahan, dan kecepatan udara

pengering. Berdasarkan data suhu pengering saat pengujian didapatkan nilai suhu

tertinggi mencapai 91 ºC dan suhu terendah 37 ºC. Hal ini sesuai dengan penelitian

Nastiti, dkk (2014) Bahwa nilai kadar air yang tinggi disebabkan oleh suhu

pengeringan yang rendah karena proses penguapan yang relatif rendah sedangkan
48

semakin tinggi suhu udara pengeringan, semakin besar panas yang dibawa udara

sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan dari permukaan bahan yang

dikeringkan.

4.4 Lama Pengeringan

Lama pengeringan diukur pada saat kayu karet dan kipas pendorong udara sudah

dihidupkan. Waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan kakao hingga

mencapai kadar air yang diingikan. Lama Pengeringan dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu suhu, kecepatan aliran udara, kadar air awal dari bahan, ketebalan

tumpukan. Semakin tinggi dan stabil suhu dan kecepatan aliran udara yang

digunakan maka akan semakin lebih efektif lama pengeringan. Kadar air yang lebih

rendah maka akan semakin cepat juga proses pengeringan. Lama pengeringan biji

kakao dapat dilihat pada table berikut

Tabel 1. Lama pengeringan

uji kinerja kadar air awal (%bb) Lama Penelitian (jam)

1 36,62 10

2 44,20 11

3 32,61 10

Perhitungan waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan kakao selama

pengeringan menggunakan stopwatch. Selain faktor suhu, lama pengeringan juga

dipengaruhi oleh keadaan kadar air awal dari bahan. Dari tabel ( Tabel 1).dapat
49

dilihat bahwa semakin tinggi kadar air awal suatu bahan , maka waktu yang

dibutuhkan untuk pengeringan bahan akan semakin lama. hal ini disebabkan karena

jumlah air dalam bahan yang harus dikeluarkan semakin banyak, sehingga waktu

yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan akan semaik lama untuk mencapai kadar

air yang diinginkan pihak gudang (6-8%)

4.5 Penurunan Bobot

Penurunan berat pada sampel yang mengindikasikan jumlah air yang menguap dari

bahan. Perubahan berat sampel ditimbang saat biji kakao dimasukkan kedalam ruang

pengering dan kemudian diambil kembali pada saat biji kakao sudah kering sesuai

dengan kadar air yang diingikan . Penurunan bobot kakao pada proses pengeringan

dapat diliha pada tabel berikut

Tabel 2. Penurunan bobot

uji kinerja kadar air awal (% bb) berat awal (kg) berat akhir (kg)

1 36,62 600 445

2 44,20 600 398

3 32,61 600 469

Dari tabel (Tabel 2) . Bahan yang memiliki kadar air awal yang tinggi memiliki susut

bobot yang lebih besar dibandingkan lainnya karena jumlah air dalam bahan lebih

banyak yang dikeluarkan sehingga bobot akhir nya lebih rendah.


50

4.6 Bahan Bakar

Pada penelitian ini bahan bakar yang digunakan yaitu kayu karet dengan nilai kalor

mencapai 13.800 kJ. Kayu karet merupakan salah satu limbah tanaman yang belum

banyak dimanfaatkan. Kayu karet yang sudah tua merupakan biomassa yang

kandungan lignoselulosa tinggi dimana lignoselulosa mengandung komponen utama

holoselulosa 67,38 %, selulosa 43,98 dan aselulosa 37,71% serta libnin 20,68% berat.

Potensi kayu karet juga cukup besar. Kayu karet juga digolongkan sebagai kayu

keras yang memilik sifat kimai dan fisika yang keras . Kayu karet juga berpeluang

digunakan sebagai yang bahan bakar alternatif termasuk untuk pengeringan.Jumlah

penggunaan bahan bakar dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 3. Jumlah bahan bakar

uji kadar air awal berat awal berat kayu energi bahan bakar
kinerja (%bb) (kg) (kg) (kJ)
1 36,62 600 101 1.396.680

2 44,20 600 123 1.700.568

3 32,61 600 91 1.258.680

Dari tabel (tabel 3.) dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar air awal bahan kakao

yang akan dikeringkan pada proses pengeringan maka akan semakin banyak juga

bahan kayu karet. Uji kinerja 1 menggunkan kayu karet sebanyak 101 kg, uji kinerja

2 menggunakan kayu karet sebesar 123 kg dan uji kinerja 3 menggunakan kayu karet

sebesar 91 kg. Konsumsi bahan bakar terbanyak yaitu pada uji kinerja 2 yaitu sebesar

123 kg kayu karet sedangkan konsumsi bahan bakar uji kinerja 3 lebih sedikit yaitu
51

yaitu sebesar 91 kg. Hal ini dikarenakan pada uji kinerja 2 memiliki kadar air awal

bahan yang lebih tinggi dibandingkan pada uji kinerja 1 dan 3, sehingga jumlah

bahan bakar lebih banyak untuk digunakan menghasilkan energi panas kemudian

energi panas tersebut bertujuan menguapkan air yang ada dibahan menuju ke udara.

Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2

Pada uji kinerja 1 dengan kadar air awal bahan 36,62 % 1 kg kayu dapat

mengeringkan 6 kg bahan. Pada uji kinerja 2 dengan kadar airawal bahan 44,20 % 1

kg kayu karet dapat mengeringkan 5 kg bahan. Pada uji kinerja 3 dengan kadar

airawal bahan 32,61 % 1 kg kayu karet dapat mengeringkan 5,5 kg bahan. Semakin

kering kayu maka pembakaran kayu juga semakin maksimal.

4.7 Analisis Pengeringan

4.7.1 Laju Pengeringan

Laju pengeringan merupakan perpindahan air dari bahan menuju udara atau

lingkungan. Menurut Tamrin (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi dalam laju

pengeringan adalah kadar air, luas permukaan, suhu, kecepatan udara, kelembaban

udara (RH), tekanan atmosfer dan waktu. Laju pengeringan menunjukan seberapa

cepat pengeringan pada bahan berlangsung. Nilai pengeringan dapat dilhat pada tabel

berikut
52

Tabel 4. Laju pengeringan

kadar
kadar Lama Beban Laju Laju
uji air
air akhir Pengeringan uap air Pengeringan pengeringan
kinerja awal
(%) (jam) (KgH2O) (BB%/jam) (KgH2O/jam)
(%)
1 36,62 8,5 10 184,3 2,81 18,43

2 44,20 8,72 11 241,58 3,22 21,96

3 32,61 7,80 10 161,45 2,48 16,145

Dari Tabel (Tabel 4.) dapat dilihat bahwa laju pengeringan terbesar yaitu pada uji

kinerja 2 dengan kadar air awal bahan yang paling tinggi yaitu 44,2 % hal ini

dikarenakan pada uji kinerja 2 memiliki lapisan yang lebih tipis dibandingkan dengan

yang lain.Perhitungan laju pengeringan dapat dilihat pada lampiran 2

Jumlah beban uap air yang diuapkan pada uji kinerja 1 selama proses pengeringan

berlangsung adalah sebesar 184,3 kg H2O, pada uji kinerja 2 sebesar 241,58 kg

H2Odan pada uji kinerja 3 sebesar 161,45 kg H2O. Beban uap air pada uji kinerja 2

memiliki nilai 241,58 kg H2O dimana nilai ini lebih besar dibandingkan uji kinerja 1

sebesar 184,3 kg H2O dan uji kinerja 3 sebesar 161,45 kg H2O. Hal ini disebabkan

kadar air serta waktu pada uji kinerja 1 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan

pada uji kinerja 2 dan 3 maka terjadi perbedaan nilai beban uap air maka teori yang

disampaikan oleh Tamrin (2013) sama dengan didapat dari penelitian ini yaitu faktor

kadar air serta suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju pengeringan.

Sehingga rata-rata laju pengeringan kakao selama proses pengeringan yang memakai

bahan bakar kayu karet pada uji kinerja 1 sebesar 18,43 kg H2O/ jam atau 2,08 %
53

BB/Jam. Laju pengeringan pada uji kinerja 2 sebesar 241,58kg H2O/jam atau 3,22 %

BB/Jam dan laju pengeringan pada uji kinerja 3 sebesar 16,145 kg H2O/Jam atau 2,48

%BB/Jam. Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.7.2 Effisiensi Energi Pengeringan

Effisiensi penegeringan digunakan untuk mendapatkan tingkat nilai keberhasilan dari

suatu proses pengeringan biji kakao dengan menggunkan alat pengering. Effisiensi

pengeringan dapat diketahui dengan membandingkan membandingkan energy untuk

memanaskan dengan dengan energy bahan bakar . Nilai effisiensi pengeringan biji

kakao dengan menggunakan kayu karet sebagai bahan bakar dapat dilihat pada tabel.

Tabel 5. Effisiensi Energi

Effisiensi Pada penelitian


uji kinerja Q input (kJ) Q output (kJ)
(%)
1 1.396.680 466.573,051 33,4
2 1.700.568 604.550,1574 35,54
3 1.258.680 415.991,603 33,04

Berdasarkan data tabel diatas (tabel) dapat dilihat bahwa nilai effsiensi pengeringan

pada saat uji kinerja 2 lebih tinggi dibandingkan dengan uji kinerja 1 dan 3. Q input

adalah energi yang masuk dalam pengeringan. Q output adalah energy yang digunakan

selama proses pengeringan. Q input didapat dari menghitung jumlah energi bahan

bakar yang digunakan selama proses pengeringan. Q output dapat diperoleh dari

jumlah energi untuk menguapkan air dan memanaskan biji.


54

Berdasarkan pengamatan untuk hasil pengukuran energi yang dihasilkan dengan

mengukur energi listrik pada pendorong udara (Kipas) pada uji kinerja 1 dengan daya

80 watt serta proses pengeringan selama 10 jam didapatkan nilai yaitu 2.880 kJ dan

nilai panas yang dihasilkan dari kayu (Q kayu karet) sebesar 13.800 kJ serta berat

kayu karet yang terpakai sebesar 101 kg maka nilai energi yang dihasilkan pada uji

kinerja 1 sebesar 1.396.680 kJ. Pada uji kinerja 2 dengan lama waktu proses

pengeringan selama 11 jam daya kipas 80 watt nilai panas kayu karet (Q kayu karet)

sebesar 13.800 kJ serta berat kayu yang terpakai 123 kg maka energi yang dihasilkan

pada uji kinerja 2 sebesar 1.700.568kJ. Pada uji kinerja 3 dengan lama waktu proses

pengeringan 10 jam dengan daya kipas sebesar 40 watt dan nilai panas kayu karet (Q

Kayu karet) sebesar 13.800 kJ serta berat kayu yang terpakai 91 kg maka energi yang

dihasilkan pada uji kinerja 3 sebesar 1.258.680 kJ. Perhitungan dapat dilihat pada

Lampiran 2.

Sedangkan kebutuhan energi yang digunakan menguapkan air dan untuk

memanaskan bahan pada uji kinerja 1 dengan Cp (kalor jenis) dari kakao sebesar

2,255176 kJ/kgºC dan memiliki panas laten 2388,43 kJ/kg yaitu sebesar 466.573,051

kJ. Pada uji kinerja 2 menggunkanan energi dengan Cp (kalor jenis) dari kakao

yaitu sebesar 2,255176 kJ/kgºC dan panas laten 2.384,41 kJ/kg yaitu sebesar

604.550,1574 kJ. Energi yang digunakan pada saat uji kinerja 3 dengan Cp (kaor

jenis) kakao 2,255176 kJ/kgºC dan panas laten 3379,64 kJ/kg yaitu sebesar

415.991,603 kJ. Hasil perhitungan energi yang digunakan dapat dilihat pada

Lampiran 2.
55

Berdasarkan dari hasil perhitungan yang didapat dapat diketahui efisiensi

pengeringan dengan alat pengering tipe batch dryer dengan bahan bakar

menggunakan kayu karet pada uji kinerja 1 sebesar 33,4 % pada uji kinerja 2 sebesar

35,54 % dan pada uji kinerja 33,04 sebesar %.

Menurut Nainggolan (2013 ) rata-rata efisiensi pengeringan dengan menggunakan

alat pengering tipe batch skala lab untuk mengeringkan gabah dengan bahan bakar

sekam padi yaitu sebesar 3,63 % sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan

memiliki rata-rata efisiensi pengeringan dengan alat tipe batch dengan bahan bakar

kayu karet untuk mengeringkan kakao yaitu sebesar 33,99 %. Hasil perhitungan

efisiensi pengeringan dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.8 Kualitas Kakao yang dihasilkan

Kualitas kakao merupakan faktor terpenting dalam menembus pasar ekspor. Kualitas

yang diperhatikan saat menguji alat yang akan digunakan pada proses pengeringan,

parameter yang diamati dalam melihat kualitas kakao yaitu aroma, tekstur dan warna.

Berikut sebelum dan setelah proses pengeringan ditampilkan pada Gambar 15.
56

Gambar 19. Kakao sebelum dan setelah proses pengeringan

Gambar 15 menunjukan sampel kakao setelah proses pengeringan berwarna lebih

gelap (kecokelatan) serta tidak tidak terlihat mengkilat atau memantulkan cahaya

karena kadar air didalam bahan sudah berkurang. Aromanya sudah hamper

dipastiakan kemurnian buat kakao atau bau khas wangi cokelat. Tekstur pada kakao

tidak mengalami kerusakan seperti biji pecah dan biji mati selama proses pengeringan

berlangsung dengan waktu pengeringan selama 10 jam, 11 jam dan 10 jam. Akan

tetapi apabila sudah kering dan digengggam dia akan berisik suaranya dari bahan.
57

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa :

1. Uji kinerja alat pengering tipe batch menggunakan bahan kakao sebanyak 600

kg pada uji kinerja 1 dengan kadar air awal sebesar 36,62 % dengan waktu

pengeringan selama 10 jam didapatkan kadar air rata-rata sebesar 8,52%. Uji

kinerja 2 dengan kadar air awal sebesar 44,20 % dengan waktu pengeringan

selama 11 jam didapatkan kadar air rata-rata kakao sebesar 8,72 %. Uji

kinerja 3 dengan kadar air awal sebesar 32,61 % dengan waktu pengeringan

selama 10 jam didapatkan kadar air rata-rata bahan sebesar 7,80 %.

2. Laju Pengeringan yang dihasilkan selama proses pengeringan pada uji kinerja

1,2 dan 3 masing masing adalah 2,81 %BB/jam, 3,22 %BB/jam,

2,48%BB/jam

3. Bahan bakar yang digunakan pada uji kinerja 1 sebanyak 101 kg, uji kinerja 2

sebanyak 123 kg dan uji kinerja 3 sebanyak 91 kg.

4. Efisiensi pengeringan pada alat pengering tipe batch pada uji kinerja 1 sebesar

33,4 %, uji kinerja 2 sebesar 35,54 % dan uji kinerja 3 sebesar 33,04%.
58

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyampaikan saran sebagai berikut :

1. Perlu adanya modifikasi ruang plenum pada alat pengering tipe batch agar

perseberan aliran udara panas lebih merata pada saat proses pengeringan dan

juga penambahan bahan bakar yang lebih teratur untuk menjaga kestabilan

suhu.

2. Perlu diadakan penelitian lanjutan menggunakan bahan bakar yang berbeda

untuk mengetahui jenis bahan bakar yang terbaik pada alat pengering tipe

batch untuk proses pengeringan kakao dan juga alat pengering tipe batch ini

dapat digunakan untuk mengeringkan bahan biji lain.


59

DAFTAR PUSTAKA

Al-Kindi H, Yohanes AP, Dyah W. 2015. Analisis CFD Aliran Udara Panas pada
Pengering Tipe Rak dengan Sumber Energi Gas Buang. Keteknikan
Pertanian. 3(1): 12-15

Ambardini, S. 2007. Perubahan Kadar Lemak Biji Kakao (Theobroma cacao L.)
Melalui Fermentasi Beberapa Isolat Khamir. Skripsi. Universitas Haluoleo,
Kendari.

Badan Litbang Pertanian. 2011. Pengering Gabah Berbahan Bakar Sekam Antisipasi
Panen Pada Musim Hujan. Agroinovasi. 20-26(3402).

Darmawan dkk,2014. Fermentasi Kulit Kakao (Theobroma cacoL.)dengan


“PROBIOTIK X”Ditinjau Dari Kadar Volatile Fatty Acid Dan N-NH3 Secara
Invitro Jurnal Ilmiah Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto. 2(1): 197-203

Fathani, H. 2008. Rancang Bangun Alat Pengering Gabah Tipe Silinder Vertikal.
Skripsi. Bandar Lampung. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.

Hargono., Djaeni, M., Buchori, L. 2012. Karakterisasi Proses Pengeringan Jagung


Dengan Metode Mixed-Adsorption Drying Dengan Menggunakan Zeolite
Pada Unggun Terfluidisasi. Jurnal Reaktor. Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro. 14 (1) 33-38.

Hatmi, R.U., dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI
Biji Kakao.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Sleman.Yogyakarta. 01 – 2323 – 2008

Made ,2017. Uji Kinerja Alat Pengering Silinder Vertikal pada Proses Pengeringan
Jagung (Zea mays ssp. mays) Skripsi. Bandar Lampung. Jurusan Teknik
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
60

Maulana ,2017 .Perancangan Alat Pengering Biji Kakao Tipe Rotari


Sederhana Pada Usaha Mandiri Di Desa Wiyono, Kabupaten
PesawaranSkripsi. Bandar Lampung. Jurusan Teknik Mesin Teknik
Universitas Lampung.

Nainggolan SMR, Tamrin, Warji, Budianto L. 2013. Uji Kinerja Alat Pengering Tipe
Batch Skala Lab untuk Pengeringan Gabah dengan Menggunakan Bahan
Bakar Sekam Padi. Teknik Pertanian Lampung. 2(3): 161- 172.

Napitupulu, F.H., Tua, P.M. 2012. Perancangan dan Pengujian Alat Pengering Kakao
Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 Kg Per-Siklus. Jurnal
Dinamis . 2 (10) 8-18.

Nastiti, M.A., Hendrawan, Y., Yulianingsih, R. 2014. Pengaruh Konsentrasi Natrium


Metabisulfit (Na2S2O5) dan Suhu Pengeringan Terhadap Karakteristik
Tepung Ampas Tahu. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2 (2) 100-106.

Rohanah, A. 2006. Teknik Pengeringan. Departemen Teknologi Pertanian Fakultas


Pertanian USU. Medan

Sari, I.N., Warji., dan Novita, D.D. 2014. Uji Kinerja Alat Pengering Hybrid Tipe
Rak Pada Pengeringan Chip Pisang Kepok. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. 3 (1) 59-68.

Setiyo, Y. 2003. Aplikasi Sistem Kontrol Suhu dan Pola Aliran Udara pada Alat
Pengering Tipe Kotak untuk Pengeringan Buah Salak, Pengantar Falsafah
Sains. Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Statistik Perkebunan. 2015. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kakao.


https://cocoainfo.wordpress.com/tag/statistik-perkebunan-kakao/. Diakses
pada tanggal 09 Januari 2018 pukul 13.00 wib.

Suriadi dan Murti, 2011. Kestimbangan Energi Termal dan efisiensi Transient
Pengeringan Aliran Alami Memanfaatkan Kombinasi Dua Energi. Jurnal
Teknik Industri.Vol.12, No 1, hal34-40

Susanti Anna astrid,2014.Outlook Komoditi Kakao.Pusat data dan Sistem Informasi


Sekertariat Jendral kementrian Pertanian.Jakarta

Susanto, F.X. Ir. 1994. Tanaman Kakao. Cetakan Pertama. Kanisius..Yogyakarta.

Tamrin. 2013. Buku Ajar Teknik Pengeringan. Bandar lampung. Jurusan Teknik
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 12-13.
61

Wahyu, B., Setianto.1995. Kebutuhan Energi Pengerigan Biji Kako Ditinjau dari
Kecepatan Udara Pengering.BBP Teknologi. Jakarta

Wahyudi, T., Pujiyanto, dan T. R. Panggabean, 2008.Panduan Lengkap Kakao.


Penebar Swadaya : Jakarta.

Wardoyo. S.1991. Beberapa persyartan dasar untuk meningkatkan mutu biji kakao
Indonesia Proc.Kon.Nas. Kakao III Pusat Perkebunan Jember. Pusat Penelitin
Medan. ASKINDO 75-85 .

Yanda, R.J., Syah, H., Agustina, R. 2014. Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir
Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta). Jurnal
Rona Teknik Pertanian. 7 (2) 100-111.

Yenrina, R. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Aktif. Andalas
University Press. Padang. 159 hlm.
62

LAMPIRAN
63

Lampiran 1. Data pengukuran

Tabel 6. Persebaran suhu ruang plenum uji kinerja 1

titik (t) ºC
waktu (jam)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8
0 30 29 29 29 30 28 29 29
1 68 86 69 69 65 69 53 60
2 55 58 55 56 54 45 49 47
3 53 60 50 56 51 49 48 51
4 65 53 50 60 55 47 50 48
5 55 55 50 50 49 49 48 45
6 74 70 76 70 69 73 66 70
7 53 58 56 50 55 58 53 57
8 65 79 69 71 70 65 64 66
9 52 50 50 40 40 45 37 46
10 70 80 55 80 70 64 60 58

Tabel 7.Persebaran suhu ruang plenum uji kinerja 2

titik (t) ºC
waktu (jam)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8
0 29 29 30 29 28 29 29 30
1 69 85 67 69 65 68 53 60
2 56 57 58 56 54 47 49 47
3 54 59 51 56 52 51 48 51
4 66 54 53 62 55 47 50 48
5 56 56 52 53 50 49 48 45
6 73 73 74 69 64 70 66 70
7 52 59 56 52 55 58 53 57
8 67 78 64 72 70 68 64 66
9 56 53 48 43 42 42 56 46
10 68 82 57 79 71 64 60 58
11 57 70 49 68 54 66 52 53
64

Tabel 8. Persebaran suhu ruang plenum uji kinerja 3

titik (t) ºC
waktu (jam)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8
0 27 28 28 27 27 27 27 28
1 49 80 45 74 53 54 53 56
2 44 72 46 60 42 46 48 49
3 55 92 59 83 59 71 69 75
4 63 75 56 67 54 57 57 61
5 53 79 54 76 64 64 64 66
6 57 91 53 82 61 62 63 67
7 64 64 56 59 53 52 52 50
8 42 51 42 49 41 51 44 48
9 61 87 78 85 63 78 73 69
10 49 74 55 70 59 65 60 67

Tabel 9. Persebaran suhu bahan uji kinerja 1

rangka (r) ºC T lingkungan


waktu (jam)
r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 ºC

0 33 32 32 33 32 33 31 31 29
1 43 69 55 55 57 57 50 50 31
2 34 50 41 45 45 37 44 40 29
3 47 53 44 48 46 43 44 43 30
4 43 49 37 41 45 39 41 39 27
5 49 49 43 43 44 42 43 43 28
6 40 56 50 64 65 54 58 57 28
7 48 53 55 46 51 53 48 52 27
8 58 70 65 65 66 59 62 63 28
9 46 46 44 36 37 40 40 40 26
10 63 56 45 52 53 53 51 49 27
65

Tabel 10. Persebaran suhu bahan uji kinerja 2

rangka (r) ºC T lingkungan


waktu (jam)
r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 ºC
0 35 36 36 34 33 34 33 34 29
1 58 73 60 59 59 61 47 51 31
2 47 49 50 47 46 40 41 40 30
3 46 50 42 48 44 43 42 43 29
4 57 48 45 53 46 40 40 41 28
5 45 49 43 44 43 41 39 39 27
6 66 65 67 65 58 60 59 59 28
7 41 50 49 43 48 43 47 46 27
8 59 70 57 62 60 61 57 59 27
9 48 43 42 38 39 38 47 39 26
10 60 70 50 68 64 57 49 49 28
11 51 68 39 60 49 59 44 45 30

Tabel 11.Persebaran suhu bahan uji kinerja 3

rangka (r) ºC T lingkungan


waktu (jam)
r1 r2 r3 r4 r5 r6 r7 r8 ºC

0 33 32 32 33 32 33 31 31 26
1 43 69 55 55 57 57 50 50 27
2 34 50 41 45 45 37 44 40 27
3 47 53 44 48 46 43 44 43 28
4 43 49 37 41 45 39 41 39 28
5 49 49 43 43 44 42 43 43 27
6 40 56 50 64 65 54 58 57 28
7 48 53 55 46 51 53 48 52 27
8 58 70 65 65 66 59 62 63 28
9 46 46 44 36 37 40 40 40 30
10 63 56 45 52 53 53 51 49 31
66

Tabel 12. Penurunan kadar air bahan uji kinerja 1

waktu sampel (%) rata-


(jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 rata
0 38,01 38,06 37,56 39,92 33,85 33,67 33,13 38,74 36,62
1 34,52 29,79 29,58 33,77 26,28 25,89 27,32 34,48 30,20
2 32,44 26,08 28,05 29,23 23,18 24,56 24,29 31,31 27,39
3 27,02 23,46 25,16 26,89 21,57 22,32 22,18 27,82 24,55
4 21,47 20,74 22,02 23,97 19,04 20,23 19,16 23,83 21,31
5 17,61 17,77 19,20 21,11 17,13 18,36 16,93 20,83 18,62
6 16,51 14,71 16,73 15,96 13,80 15,14 13,53 16,20 15,32
7 13,61 12,64 13,97 13,42 11,86 12,97 11,27 13,32 12,88
8 11,38 10,46 11,27 11,16 9,94 11,04 9,52 10,93 10,71
9 9,59 9,28 10,01 9,74 9,02 9,76 8,57 9,25 9,40
10 7,92 8,76 9,18 8,73 8,45 9,03 7,92 8,13 8,52

Tabel 13. Penurunan kadar air bahan uji kinerja 2

waktu sampel (%) rata-


(jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 rata

0 45,49 45,50 44,19 42,01 43,21 41,58 45,92 45,72 44,20


1 41,06 38,18 39,31 37,48 36,42 37,10 36,56 38,94 38,13
2 38,99 36,25 36,94 35,54 34,24 30,12 35,11 38,09 35,66
3 35,71 32,31 34,54 27,64 33,04 23,81 31,15 35,50 31,71
4 33,44 31,17 30,61 24,75 29,63 19,23 27,30 33,69 28,73
5 29,52 29,84 27,93 21,91 25,61 16,56 22,96 30,36 25,58
6 27,10 27,82 26,21 16,82 20,34 14,83 20,53 27,25 22,61
7 23,07 25,53 21,50 14,30 17,37 12,58 17,58 23,17 19,39
8 20,69 17,99 16,91 12,07 11,87 10,73 11,09 20,41 15,22
9 15,19 14,43 11,29 10,66 10,97 9,43 10,25 14,32 12,07
10 10,49 9,86 10,63 9,66 9,90 8,70 9,62 9,67 9,82
11 9,25 8,27 9,48 8,28 8,86 8,57 8,76 8,32 8,72
67

Tabel 14. Penurunan kadar air bahan uji kinerja 3

waktu sampel (%) rata-


(jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 rata
0 29,91 35,19 26,65 37,31 31,00 34,06 34,77 31,98 32,61
1 22,07 26,61 20,21 29,62 23,93 26,69 26,18 25,24 25,07
2 20,92 25,03 19,40 28,87 23,02 25,66 24,80 24,15 23,98
3 19,03 19,66 16,37 23,66 19,79 18,82 19,58 18,61 19,44
4 16,21 17,62 14,47 20,94 17,29 17,43 17,74 16,63 17,29
5 14,44 15,29 13,68 18,02 15,58 15,86 15,82 14,38 15,38
6 12,59 12,69 12,44 15,18 13,49 13,74 13,69 12,92 13,34
7 10,66 11,90 11,06 14,03 12,07 12,35 12,25 11,71 12,00
8 9,98 11,35 10,81 12,90 11,46 11,50 11,86 11,40 11,41
9 8,24 9,23 8,86 9,21 9,65 9,35 9,94 9,19 9,21
10 7,73 7,67 7,96 7,60 7,92 7,77 7,94 7,82 7,80

Tabel 15. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 1

waktu sampel rangka (g) rata-


(jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 rata

0 28,15 25,53 25,35 27,21 24,33 27,25 23,38 24,31 25,69


1 26,65 22,52 22,48 24,68 21,83 24,39 21,51 22,73 23,35
2 25,83 21,39 22 23,1 20,95 23,96 20,65 21,68 22,45
3 23,91 20,66 21,15 22,36 20,52 23,27 20,09 20,63 21,57
4 22,22 19,95 20,3 21,5 19,88 22,66 19,34 19,55 20,68
5 21,18 19,23 19,59 20,72 19,42 22,14 18,82 18,81 19,99
6 20,9 18,54 19,01 19,45 18,67 21,3 18,08 17,77 19,22
7 20,2 18,1 18,4 18,88 18,26 20,77 17,62 17,18 18,68
8 19,69 17,66 17,84 18,4 17,87 20,32 17,28 16,72 18,22
9 19,3 17,43 17,59 18,11 17,69 20,03 17,1 16,41 17,96
10 18,95 17,33 17,43 17,91 17,58 19,87 16,98 16,21 17,78
68

Tabel 16. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 2

waktu sampel rangka (g) rata-


(jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 rata
0 31,15 28,53 27,75 27,9 27,73 31,05 28,38 27,01 28,69
1 28,81 25,15 25,52 25,88 24,77 28,84 24,19 24,01 25,90
2 27,83 24,39 24,56 25,1 23,95 25,96 23,65 23,68 24,89
3 26,41 22,97 23,66 22,36 23,52 23,81 22,29 22,73 23,47
4 25,51 22,59 22,32 21,5 22,38 22,46 21,11 22,11 22,50
5 24,09 22,16 21,49 20,72 21,17 21,74 19,92 21,05 21,54
6 23,29 21,54 20,99 19,45 19,77 21,3 19,31 20,15 20,73
7 22,07 20,88 19,73 18,88 19,06 20,75 18,62 19,08 19,88
8 21,41 18,96 18,64 18,4 17,87 20,32 17,26 18,42 18,91
9 20,02 18,17 17,46 18,11 17,69 20,03 17,1 17,11 18,21
10 18,97 17,25 17,33 17,91 17,48 19,87 16,98 16,23 17,75
11 18,71 16,95 17,11 17,64 17,28 19,84 16,82 15,99 17,54

Tabel 17. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 3

waktu sampel rangka (g) rata-


(jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 rata

0 23,67 24,06 21,57 19,13 22,38 24,87 20,96 26,18 22,85


1 21,29 21,25 19,83 17,04 20,3 22,37 18,52 23,82 20,55
2 20,98 20,8 19,63 16,86 20,06 22,06 18,18 23,48 20,26
3 20,49 19,41 18,92 15,71 19,25 20,2 17 21,88 19,11
4 19,8 18,93 18,5 15,17 18,67 19,86 16,62 21,36 18,61
5 19,39 18,41 18,33 14,63 18,29 19,49 16,24 20,8 18,20
6 18,98 17,86 18,07 14,14 17,85 19,01 15,84 20,45 17,78
7 18,57 17,7 17,79 13,95 17,56 18,71 15,58 20,17 17,50
8 18,43 17,59 17,74 13,77 17,44 18,53 15,51 20,1 17,39
9 18,08 17,18 17,36 13,21 17,09 18,09 15,18 19,61 16,98
10 17,98 16,89 17,19 12,98 16,77 17,78 14,85 19,32 16,72
69

Lampiran 2. Perhitungan

1. Konsumsi bahan bakar


BB = BBawal – BBakhir

- Konsumsi bahan bakar uji kinerja 1

BB = 106 kg – 5 kg
= 101 kg
- Konsumsi bahan bakar uji kinerja 2
BB = 131 kg – 8 kg
= 123 kg
- Konsumsi bahan bakar uji kinerja 3
BB = 97 kg – 6 kg
= 91 kg

2. Efisiensi pengeringan kakao dengan menggunakan bahan bakar kayu karet

pada uji kinerja 1

A. Beban uap air

(𝑚 − 𝑚2 )𝑥100
1
E = (100−𝑚 x 𝑤𝑑
1 )(100−𝑚2 )

Wd = Wawal – ( Kadar airawal x Wawal)


= 600 kg – (0,3662 x 600 kg)
= 380,28 kg H2O

(36,62−8,52) X 100
E = (100−36,62) 𝑋 (100−8,52) x 380,28 kg H2O
70

E = 0,484649679 x 380,34 kg H2O

E = 184,30 kg H2O

B. Laju Pengeringan

Rumus 1 Rumus 2
E m1 −m2
𝑤1 = 𝑤2 =
t t

184,30 kg H2 O 36,62%−8,52%
= =
10 Jam 10 Jam

= 18,430 kg H2O/Jam = 2,81 %bb/jam

C. Energi input

Rumus 1
QW =PxT
= 80 Watt x (10 Jam x 3600 detik)
= 2.880.000 joule
= 2.880 kJ
Rumus 2
- Nilai panas kayu karet 13.800 kJ
- Energi listrik untuk menggerakan kipas selama 10 jam sebesar 2.880 kJ

q = (Mkayu karet x Qkayu karet ) + (Qkipas)


= (101 kg x 13.800 kJ/kg) + (2.880kJ)
= 1.393.800 kJ + 2.880 kJ
= 1.396.680 kJ

D. Energi output
Q = Q1 + Q2
71

Cp kakao = 2,255176 kJ/kgºC


Q1 = E x H1b
= 184,30 kg H2O x (2501-(2,361 x 47,68ºC) kJ/kg
= 184,30 kg H2O x 2388,42752
= 440.187,192 kJ

Q2 = m x Cp x ΔT
= 600 kg x 2,255176 kJ/kgºC x (47,68-28,18) ºC
= 26.385,5592 kJ

Q = Q1 + Q2
= 440.187,192 kJ + 26.385,5592 kJ

= 466.573,051 kJ

E. Efisiensi pengeringan
∑Q
Eff = x 100 %
q

466.573,051 kJ
= x 100 %
1.396.680 kJ

= 33,40 %
3. Efisiensi pengeringan kakao dengan menggunakan bahan bakar kayu karet

pada uji kinerja 2

A. Beban uap air

(𝑚 − 𝑚2 )𝑥100
1
E = (100−𝑚 x 𝑤𝑑
1 )(100−𝑚2 )

Wd = Wawal – ( Kadar airawal x Wawal)


= 600 kg – (0,4420 x 600 kg)
72

= 346,8 kg H2O

(44,2−8,72) X 100
E = (100− x 346,8 kg H2O
44,2) 𝑋 (100−8,72)

3548
E= x 346,8 kg H2O
5.093,424

E = 241,58 kg H2O

B. Laju Pengeringan

Rumus 1 Rumus 2
E m1 −m2
𝑤1 = 𝑤2 =
t t

241,58 kg H2 O 44,2 % −8,72%


= =
11 Jam 11 Jam

= 21,96 kg H2O/Jam = 3,22 %bb/jam

C. Energi input

Rumus 1
QW =PxT
=80 Watt x 11 Jam x 3600 detik)
= 3.168.000 joule
= 3.168 kJ
Rumus 2
- Nilai panas kayu karet 13.800 kJ
- Energi listrik untuk menggerakan kipas selama 11 jam sebesar 3.168 kJ

q = (Mkayu karetx Qkayu karet) + (Qkipas)


= (123 kg x 13.800 kJ/kg) + (3.168 kJ)
73

= 1.697.400 kJ + 3.168 kJ
= 1.700.568 kJ

D. Energi output
Q = Q1 + Q2
Cp kakao =2,255176 kJ/kgºC

Q1 = E x H1b
= 241,58 kg H2O x (2501-(2,361 x 49,38ºC) kJ/kg

= 241,58 kg H2O x 2.384,41382 kJ


= 576.026,691 kJ
Q2 = m x Cp x ΔT
= 600 kg x 2,255176 kJ/kgºC x (49,38-28,3) ºC
= 28.523,4661 kJ

Q = Q1 + Q2
= 576.026,691 kJ + 28.523,4661 kJ
= 604.550,157 kJ

E. Efisiensi pengeringan
∑Q
Eff = x 100 %
q

604.550,1574 kJ
= x 100 %
1.700.568 kJ

= 35,54 %

4. Efisiensi pengeringan kakao dengan menggunakan bahan bakar kayu karet

pada uji kinerja 3


74

A. Beban uap air

1 (𝑚 −𝑚2 )𝑥100
E = (100−𝑚 x 𝑤𝑑
1 )(100−𝑚2 )

Wd = Wawal – ( Kadar airawal x Wawal)


= 600 kg – (0,3261 x 600 kg)
= 404,34 kg H2O

(32,61−7,80) X 100
E = (100−32,61) x 404,34 kg H2O
𝑋 (100−7,80)

2.481
E= x 404,34 kg H2O
6.213,358

E = 161,45 kg H2O

B. Laju Pengeringan

Rumus 1 Rumus 2
E m1 − m2
𝑤1 = 𝑤2 =
t t

161,45 kg H2 O 32,61,% −7,80%


= =
10 Jam 6 Jam

= 16,145 kg H2O/Jam = 2,481 %bb/jam

C. Energi input

Rumus 1
Qw =PxT
= 80 Watt x (10 Jam x 3600 detik)
= 2.880.000 J
= 2.880 kJ
75

Rumus 2
- Nilai panas kayu jati 13.800 kJ
- Energi listrik untuk menggerakan kipas selama 10 jam sebesar 2.880 kJ

q = (Mkayu karetx Qkayu karet ) + (Qkipas)


= (91 kg x 13.800 kJ/kg) + (2.880 kJ)
= 1..255.800kJ + 2.880 kJ
= 1.258.680 kJ

D. Energi output
Q = Q1 + Q2
Cp jagung = 2,255176 kJ/kgºC

Q1 = E x H1b
= 161,45 kg H2O x (2501-(2,361 x 51,4ºC) kJ/kg
= 161,45 kg H2O x 2379,6446 kJ
= 384.193,621 kJ
Q2 = m x Cp x ΔT
= 600 kg x 2,255176 kJ/kgºC x (51,4-27,9) ºC
= 31.797,9816 kJ

Q = Q1 + Q2
= 384.193,621 kJ + 31.797,9816 kJ
= 415.991,603 kJ

E. Efisiensi pengeringan
∑Q
Eff = x 100 %
q

415.991,603 kJ
= x 100 %
1.258.680 kJ

= 33,04 %
76

Lampiran 3. Gambar Teknik

Gambar 20. Alat pengering kakao tipe batch (Tampak depan)


77

Gambar 21. Alat pengering kakao tipe batch (tampak samping)


78

Gambar 22. Alat pengering kakao tipe batch (tampak atas)


79

Gambar 23. Alat pengering kakao tipe batch (Isometris )


80

Lampiran 4. Foto

Gambar 24. Alat pengering kakao tipe batch

Gambar 25. Ruang pengering dan ruang plenum


81

Gambar 26. Ruang pembakaran

Gambar 27. Lubang tempat memasukkan bahan kayu bakar


82

Gambar 28. Plat berlubang alas ruang pengering

Gambar 29. Kipas penghembus udara panas


83

Gambar 30. Proses pengeluaran kakao dan pendinginan bahan setelah dikeringkan

Gambar 31. Proses penimbangan kakao sebelum dikeringkan


84

Gambar 32. Proses memasukan kakao ke ruang pengering

Gambar 33. Penimbangan bahan bakar yang akan digunakan


85

Gambar 34. Pengukuran suhu pada plenum dan bahan menggunakan thermometer

Gambar 35. Pengukuran kadar air menggunakan metode oven


86

Gambar 36. Bahan bakar yang digunakan

Gambar 37. Penimbangan penyusutan bobot pada sampel

You might also like