Professional Documents
Culture Documents
(Skripsi)
Oleh
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
By
The research was conducted from April to May 2018 in Medieval Village, Gedong
Tataan Pesawaran and Laboratory of Water and Land Resources Engineering,
Agricultural Engineering Study Program, Faculty of Agriculture, University of
Lampung. The tool used in this research is batch type dryers, digital scales, large
sized scales, thermometer, water level gauge with oven method, fan (blower), 4x4x4
cm streamin frame. While the material used in this research is rubber wood as fuel
and 600 kg cocoa.
The research stages include the preparation of the tool and even by making cubes of
streamin wire for sample site, cocoa feeding, rubber wood weighing, thermometer
placement, cylindrical combustion chamber shape adjustment of the fan able to
reduce heat energy wasted. Stages of testing performed 3 times based on initial water
content of 36.62% bb, 42.20% wet bb basis and 32.61% bb. The results show the time
used to dry the cocoa until it reaches an average water content of 6 - 8% in each test
varies. Performance test 1 takes 10 hours, performance test 2 takes 11 hours and
performance test 3 takes 10 hours. But the drying rate for each performance test
almost has the same value of about 2-3% bb / hr. Wood fuel consumption in
performance test 1 as much as 101 kg, performance test 2 as much as 123 kg and
performance test 3 as 91 kg. The calculation of the input energy in the performance
test 1 yields 1,396,680 kJ, the input energy of the performance test 2 produces
1,700,568 kJ and the input energy in the performance test 3 is 1,258,680 kJ. The
output energy in the performance test 1 is 466,573,051 kJ, the energy of the 2nd
performance test output is 604,550,1574 kJ and the energy of the 3 performance test
output is 415,991,603 kJ. So the total efficiency of drying at performance test 1 equal
to 33,4%, performance test 2 equal to 35,54% and performance test 3 equal to
35,04%.
Keywords : dryer type batch; coffe chocolate; temperature; water content
ABSTRAK
Oleh
Kakao (Theobroma Cacao L.) merupakan produk pertanian yang bernilai ekspor.
Nilai ekspor kakao ditentukan oleh kualitas biji kakao kering. Kendala yang dihadapi
petani kakao saat ini yaitu proses pengeringan. Kadar air awal bahan yang tinggi dan
iklim tidak menentu dalam proses pengeringan. Penggunaan alat pengering tipe batch
untuk pengeringan kakao dapat menjadi alternatif. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji kinerja lat pengering tipe batch (penurunan kadar air, laju
pengeringan,jumlah bahan bakar, kadar air akhir) untuk pengeringan kakao hingga
diperoleh dengan kadar air dan menentukan efisiensi pengeringan biji kakao pada tiga
tingkat kadar air bahan yang digunakan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2018 di Desa
penengahan, Gedong Tataan Pesawaran dan Laboratorium Rekayasa Sumberdaya
Air dan Lahan Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering tipe batch,
timbangan digital, timbangan duduk ukuran besar, thermometer, alat ukur kadar air
dengan metode oven, kipas (blower),rangka streamin ukuran 4x4x4 cm. Sedangkan
bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu karet sebagai bahan bakar dan
600 kg kakao.
Tahapan penelitian meliputi persiapan alat dan bahandengan membuat kubus dari
kawat streamin untuk tempat sampel ,penimbanagan bahan kakao, penimbangan kayu
karet, penempatan thermometer, bentuk ruang pembakaran yang silinder
menyesuaikan bentuk kipas mampu mngurangi energy panas yang terbuang. Tahapan
pengujian yang dilakukan 3 kali berdasarkan kadar air awal 36,62% bb, 42,20% bb
basis basah dan 32,61 % bb. Hasil penelitian menunjukan waktu yang digunakan
untuk mengeringkan kakao hingga mencapai kadar air rata-rata 6 - 8 % pada setiap
uji berbeda-beda. Uji kinerja 1 membutuhkan waktu 10 jam, uji kinerja 2
membutuhkan waktu 11 jam dan uji kinerja 3 membutuhkan waktu 10 jam. Tetapi
laju pengeringan untuk setiap uji kinerja hampir memiliki nilai yang sama sekitar 2-
3%bb /Jam. Konsumsi bahan bakar kayu pada uji kinerja 1 sebanyak 101 kg, uji
kinerja 2 sebanyak 123 kg dan uji kinerja 3 sebanyak 91 kg. Perhitungan energi input
pada uji kinerja 1 mengahasilkan sebesar 1.396.680 kJ, energi input uji kinerja 2
menghasilkan 1.700.568 kJ dan energi input pada uji kinerja 3 sebesar 1.258.680 kJ.
Energi output pada uji kinerja 1 sebesar 466.573,051 kJ, energi output uji kinerja 2
sebesar 604.550,1574 kJ dan energi output uji kinerja 3 sebesar 415.991,603 kJ.
Sehingga efisiensi total pengeringan pada uji kinerja 1 sebesar 33,4 %, uji kinerja 2
sebesar 35,54 % dan uji kinerja 3 sebesar 35,04 %.
Kata kunci : pengering tipe Batch; kakao; suhu; kadar air
UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH DRYER UNTUK
PENGERINGAN KAKAO (Theobroma Cacao L.) DENGAN SISTEM
PENGHEMBUS UDARA PANAS
Oleh
Skripsi
Pada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : UJI KINERJA ALAT PENGERING TIPE BATCH
DRYER UNTUK PENGERINGAN KAKAO
(Theobroma Cacao L.) DENGAN SISTEM
PENGHEMBUS UDARA PANAS
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI,
1. Komisi Pembimbing
1. Tim Penguji
Penguji
Bukan Pembimbing : Dr. Siti Suharyatun, S.TP, M.Si …………….
Saya adalah Suseno Ali Akbar NPM 1414071095. Dengan ini menyatakan bahwa
apa yang tertulis dalam karya ilmiah ini adalah hasil karya saya yang dibimbing oleh
Komisi Pembimbing, 1) Dr. Ir. Sandi Asmara, M.Si dan 2) Ir. M. Zen Kadir ,
M.T., berdasarkan pada pengetahuan dan informasi yang telah saya dapatkan. Karya
ilmiah ini berisi material yang dibuat sendiri dan hasil rujukan beberapa sumber lain
(buku, jurnal, dll) yang telah dipublikasikan sebelumnya atau dengan kata lain
dikemudian hari terdapat kecurangan dalam karya ini, maka saya siap
mempertanggung jawabakannya.
pada tahun 2002 - 2008. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 3 Terbanggi
Besar, Lampung Tengah pada tahun 2008 -2011, dan melanjutkan sekolah menengah
atas di SMA Negeri 1 Seputih Agung , Lampung Tengah pada tahun 2011 - 2014.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Teknik Pertanian,
2016/2017.
Tahun 2014/2015
Di bidang akademis penulis juga aktif sebagai asisten dosen untuk mata kuliah , Alat
dan Mesin Pertanaian, Mesin dan Peralatan Pengolahan Hasil Pertanian, Hidrologi
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Terbanggi Ilir, Kecamatan Bandar Mataram,
Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Januari – Maret 2017 dan melaksanakan
Transfer pada Traktor Mitsubishi Shakti 180 D dengan Alsin Pengelentek Daun Tebu
Teknik Pertanian dengan menghasilkan skripsi yang berjudul” Uji kinerja alat
pengering tipe batch dryer untuk pengeringan kakao (Theobroma cacao l.) dengan
.
Alhamdulillahirobbil’aalamiin...
Satu Cita telah kugapai, Namun itu bukan berarti akhir perjalanan ku,
Sepupuku (Fitri, Riska, Lutfi, Dhini, Dhani, Ainun, Salwa, Afiq, Rafli,
mendapingiku kelak
Serta
karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
tepat waktu.Sholawat teriring salam semoga selalu tercurahkan kepada syuri tauladan
Nabi Muhammad SAW dan keluarga serta para sahabat nya. Aminn.
Skripsi dengan judul “Uji Kinerja Alat Pengering Tipe Batch Dryer untuk
Panas” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Penulis
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian
Universitas Lampung;
3. Bapak Dr. Ir. Sandi Asmara, M.Si., selaku Pembimbing Utama yang telah
skripsi ini;
4. Bapak Ir. M. Zen kadir, M.T , selaku Pembimbing Kedua dan Pembimbing
serta motivasi dan dalam penyelesaian skripsi ini dan juga studi di
Universitas Lampung;
5. Ibu Dr. Siti Suharyatun , S.TP., M.Si., selaku Pembahas yang telah
6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Teknik Pertanian yang telah membantu dan
7. Bapak Sarino dan Ibu Kasminah selaku orangtua yang selalu memberikan
8. Bapak Joni dan Bapak Yadi selaku pemilik dan sekaligus teknisi alat
pengering kakao tipe batch yang telah membantu pada saat proses
10. Teman-teman Praktik Umum (PU) Balai Besar Pengembangan BBP Mektan,
11. Rekan terbaikku Kakak Marisa Andriyani, terima kasih untuk motivasi, ide,
ii
bantuan, suka duka, dan kebersamaannya selama ini.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan
kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan
selanjutnya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SANWACANA ............................................................................................................. i
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
iv
3.3 Metode Penelitian ......................................................................................... 19
v
4.6 Bahan Bakar ................................................................................................. 50
LAMPIRAN ............................................................................................................... 62
vi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Teks
Lampiran
Tabel 15. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 1 ....................................... 67
vii
Tabel 16. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 2 ....................................... 68
Tabel 17. Penurunan susut bobot pada sampel uji kinerja 3 ....................................... 68
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Teks
Gambar 6. Skema aliran udara panas pada alat pengering tipe batch ......................... 22
Gambar 9. Skema penempatan rangka kubus tempat sampel pada titik percobaan.... 26
Gambar 10. Grafik persebaran suhu diruang plenum uji kinerja 1 ............................. 33
Gambar 11. Grafik persebaran suhu diruang plenum uji kinerja 2 ............................. 34
Gambar 12. Grafik perubahan suhu diruang plenum uji kinerja 3 .............................. 36
ix
Gambar 16. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 1....................................... 43
Gambar 17. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 2....................................... 44
Gambar 18. Grafik penurunan kadar air bahan uji kinerja 3....................................... 45
Gambar 20. Alat pengering kakao tipe batch (Tampak depan) .................................. 76
Gambar 22. Alat pengering kakao tipe batch (tampak atas) ....................................... 78
Gambar 30. Proses pengeluaran kakao dan pendinginan bahan setelah dikeringkan 83
Gambar 34. Pengukuran suhu pada plenum dan bahan menggunakan thermometer . 85
x
I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kakao sebagai komoditas perkebunan
produksi 593.331 ton . Lampung merupakan salah satu provinsi penyumbang kakao
terbesar Indonesia , dengan luas lahan sebesar 71.192 ha dengan tingkat produksi
mencapai 33.177 ton . Salah satu kabupaten andalan penghasil kakao di Lampung
adalah kabupaten Pesawaran yang memiliki luas lahan sekitar 14.555 ha dengan
tingkat produksi 6.853 ton . sementara daerah lain adalah Lampung Selatan ,
Sebagai komoditi yang bernilai komersial , mutu merupakan faktor penting dalam
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan tinggi rendah mutu biji diantaranya
adalah pasca panen (Wardoyo,1991). Oleh karena itu, mutu kakao perlu
dipertahankan dengan penerapan teknik pascapanen mulai dari saat kakao di panen
sampai kakao siap diproses selanjutnya untuk mengurangi kehilangan kuantitatif dan
2
mulai dari pemanenan sampai produk siap konsumsi. Penanganan pascapanen kakao
merupakan salah satu mata rantai penting dala usahatani kakao . Hal ini didasarkan
kenyataan bahwa petani umumnya memanen kakao pada musim penghujan dengan
kondisi kelembaban dan curah hujan yang masih tinggi persis saat penelitian ini
dilakukan
Menurut (Susanto,1994).Kendala lain yang dihadapi adalah Kadar air biji kakao
setelah dipanen masih tinggi yaitu sekitar 51% - 60% sehingga memberikan peluang
yang besar untuk cepat membusuk akibat adanya pertumbuhan mikroorganisme. Oleh
karena itu, dengan adanya pengeringan, dapat mengurangi kadar air dalam biji. Kadar
air biji yang diharapkan setelah pengeringan adalah 6%, yang bertujuan untuk
memudahkan pelepasan nibs dari kulitnya, juga mencegah agar tidak ditumbuhi oleh
biji kakao ekspor harus memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia biji kakao
pengambilan contoh, cara uji, cara penandaan (labeling), cara pengemasan dan
rekomendasi. Syarat umum biji kakao ekspor ditentukan atas dasar, ukuran biji,
tingkat kekeringan, dan tingkat kontaminasi benda asing. Biji kakao dinyatakan
dalam jumlah per 100 g biji kering dengan kadar air 6-7 %. Untuk mencapai kadar air
6-7% dibutuhkan proses pengeringan bahan biji kakao karena menjadi persoalan
Pengeringan biji kakao umumnya terbagi menjadi dua yaitu sun drying dan artificial
drying. Sun drying memerlukan sinar matahari sebagai sumber energi, sumber panas
hembusan angin yang besar dari udara sehingga pengeringan berlangsung lambat.
Pengeringan ini mampu menghasilkan warna biji kakao mengkilap, sedangkan pada
kontaminasi dari udara, debu dan kerikil dari lingkungan sekitar. Selain itu,
pengeringan ini dilakukan hanya jika cuaca memungkinkan jika tidak, menggunakan
konveksi (pengaliran panas) yang bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan
pangan, berbentuk solid (Napitupulu, 2012).salah satunya adalah pengering tipe batch
Pengering tipe batch merupakan suatu pengeringan dimana bahan dimasuk ke alat
pengering sampai bahan mengering. Selanjutnya mesin dimatikan atau dalam posisi
off dan bahan dikeluarkan dari alat pengering. kemudian baru dimasukkan bahan
yang berikutnya dan proses berulang seperti itu. Kelebihan dari penggunaan
pengering tipe batch ini adalah dapat bekerja setiap saat tidak bergantung cuaca,
kapasitas lebih disesuaikan, tidak membutuhkan lahan yang luas dan tenaga kerja
sendiri telah ada dimasyarakat. Akan tetapi,pada saat sebelum pembuatan alat
pengering batch yang dihasilkan saat terjadi proses pengeringan kakao belum
4
dalam proses pengeringan akan bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan
simulasi pada saat pengujian menggunakan bahan baku dan produk awal kakao dalam
kondisi normal. Hal- hal mengenai pengujian suatu mesin pengering (karakteristik
performance dan tingkat efektivitas penggunaan energi panas pada alat pengering
produkhasil pertanian seperti biji kakao. Pengeringan biji kakao yang memiliki kadar
5
air awal yang tinggi dapat menentukan kualitas akhir dari kakao. Oleh karena itu
proses pengeringan menjadi sangat penting atau syarat utama sebelum pengolahan
banyak tersedia mengenai data dan informasi tentang kinerja mesin pengering
tersebut. Data dan informasi disajikan secara terukur sehingga diperolah nilai
mengeringkan Kakao.
2. Untuk memperoleh informasi kelebihan dan kekurangan alat pengering tipe batch
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah salah satu tanaman perkebunan yang
dikemban gluaskan dalam rangka peningkatan sumber devisa negara dari sektor non
migas. Tanaman kakao merupakan salah satu anggota genus Theobrama dari familia
Sterculaieeae ini banyak dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis dari buah
dan bijinya. Secara botani, sistematika tanaman kakao adalah sebagai berikut :
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Familia : Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Sejak fase pembuahan sampai menjadi buah dan matang, kakao memerlukan
waktu sekitar 5 bulan. Buah matang dicirikan oleh perubahan warna kulit buah
dan biji yang lepas dari kulit bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanya
7
di dalam. Buah kakao yang masak berisi sekitar 30-40 biji yang terbungkus oleh
Buah kakao terdiri atas 4 bagian, yaitu kulit, plasenta, pulp serta biji. Biji terdiri
atas 2 bagian, yaitu kulit biji (testa) dan keping biji. Keping biji merupakan bagian
terbesar dari biji yaitu 86-90%, sisanya merupakan kulit biji mencapai10-14%.
Pulp merupakan lapisan lendir dari biji kakao terdiri atas 80-90% air, dan gula4-
8%. Komposisi pulp yang demikian merupakan media pertumbuhan yang baik
Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada
berbagai produk pertanian yang bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan sampai
tingkat yang aman untuk penyimpanan atau digunakan pada proses lainnya (Al-kindi
8
,2015). Menurut (Arianto ,2010 dalam Hargono, 2012) bahwa kadar air pada produk
pangan yang aman disimpan dan untuk diolah lagi adalah 15% atau kurang maka
aktivitas mikroba, bakteri, dan jamur menjadi terhambat sehingga jagung dapat
dipasarkan ke tempat-tempat jauh dan akan tahan lama. Dari proses pengeringan,
hasil yang diperoleh ialah bahan akhir yang memiliki kadar air setara dengan kadar
air keseimbangan udara (atmosfir) atau setara dengan nilai aktifitas air (Aw) yang
memperoleh biji kakao yang bermutu baik (Siswoputranto, 1985 dalam Susanti,
2012). Biji kakao yang tidak difermentasi warnanya lebih pucat bila dibandingkan
dengan biji yang difermentasi. Adapun yang tidak mengalami fermentasi warnanya
yang mendekat pada biji. Pada proses fermentasi lembaga di dalam biji kakao juga
Proses pengeringan adalah kelanjutan dari tahap oksidatif dari fermentasi yang
berperan penting dalam mengurangi kelat dan pahit. Selain itu proses pengeringan
dilakukan untuk menghasilkan biji kakao kering yang berkualitas, terutama dalam hal
fisik, calon cita rasa, dan aroma yang baik. Jika pengeringan terlalu lambat, hal ini
9
bisa menjadi berbahaya karena bisa menstimulan kehadiran jamur yang bekembang
dan masuk ke dalam biji. Sementara itu, pengeringan yang terlalu cepat juga bias
meningkatkan kelat dan asamity sehingga suhu pengeringan tidak lebih 650C-700C
Teknik pengeringan biji kakao ada tiga yaitu : pengeringan dengan sinar matahari,
sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna
biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan
yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan
terutama saat hujan.Metode pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk
mencapai kadar air dibawah 7,5%. Kadar air biji kakao kering yang lebih dari 7,5%
Prinsip dasar proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat
pengering dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan. Pindah panas
air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap, sehingga proses
perubahan tersebut memerlukan panas laten. Menurut (Djaeni dkk ,2012) pengering
dengan pemanasan konveksi (oven, fluidisasi) dimana udara panas dihasilkan melalui
10
proses pemanasan baik dengan steam, listrik, atau gas hasil pembakaran, lebih handal
dari pengering matahari. Pada sistem ini waktu operasi lebih singkat, kontaminasi
produk rendah, kadar air dalam produk dapat dikontrol, tidak ada ketergantungan
terhadap musim, serta biaya buruh dapat ditekan. Namun kualitas produk mengalami
penurunan akibat introduksi panas, dan efisiensi pengeringan rendah atau boros
energi. Bahkan pada pengeringan kakao suhu pengeringan yang tidak melebihi 550C
Pengeringan merupakan pemisahan antara zat cair dan zat padat pada suatu
biasanya merupakan proses terakhir dari sederetan suatu operasi, dan hasilnya
Proses pengeringan terjadi karena adanya perbedaan kandungan uap air antara
11
udara dan bahan yang hendak dikeringkan. Secara mekanis pengeringan dapat
1. Continuous Drying
2. Batch Drying
mengering. Selanjutnya mesin dimatikan atau dalam posisi off dan bahan
2. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan tiap puond (lb) air.
penguapan berlangsung.
Dalam kehidupan sehari-hari ada berbagai macam jenis alat pengering yang
sering digunakan yaitu sebagai berikut (Brooker, dkk. 1992, dalam Maulana,2017) :
1. Tray Dryer
boleh diaduk saat pengeringan, sehingga didapatkan hasil berupa zat padat
yang kering. Tray Dryer sering digunakan untuk laju produksi kecil. Tray
bubur hingga kering. hasil produk berupa zat padat yang kering. Spray
3. Rotary Dryer
Rotary Dryer merupakan suatu alat pengering yang berbentuk silinder dan
bergerak secara berputar. Pada alat Rotary Dryer panas diperoleh dari
pengeringan zat padat seperti biji jagung, dan sebagainya. Alat rotary
Keterangan;
5. driving assembly
No Keunggulan Kekurangan
1 Dapat mengeringkan baik Dapat menyebabkan reduksi
lapisan luar maupun dalam ukuran karena erosi atau
dari suatu padatan pemecahan.
Menurut (Brooker, dkk 1992, dalam Maulana, 2017), menjelaskan bahwa ada
Proses pengeringan selama ini menggunakan beberapa cara antara lain menggunakan
batch dryer adalah salah satu cara pengeringan yang efektif. Proses pengeringan
dengan batch dryer dapat dilakukan kapan saja atau tidak tergantung cuaca dan ruang.
Selain itu, pengeringan dengan batch dryer tidak membutuhkan banyak tenaga kerja
(Nainggolan , 2013)
Pada pengering gabah tipe batch terdapat komponen-komponen yaitu blower, ruang
plenum dan bak pengering. Ruang pengering berfungsi untuk menempatkan gabah
basah yang akan dikeringkan, permukaan diratakan, tebal maksimum 50 cm, dan
tidak diperlukan pembalikan. Antara ruang pengering (bagian atas dan ruang plenum
(bagian bawah) dibatasi oleh besi pelat porus (pelat lubang) dengan garis tengah
lubang 2 mm. Ini dimaksudkan agar udara panas dengan mudah masuk ke dalam
gabah basah, tetapi butir gabah tidak dapat jatuh ke ruang plenum. Pada dinding
ruang plenum dipasang sebuah termometer jarum dengan kapasitas ukur 100 ºC untuk
komoditas dan tujuan dari pengeringan). Ruang plenum berfungsi menampung udara
panas dengan suhu dan tekanan tertentu. Tekanan udara panas di dalam ruang plenum
pada luas permukaan gabah di dalam ruang pengering sama. Hal ini sangat penting
sehingga kecepatan aliran udara pengering menembus tumpukan gabah di semua titik
sama dan seluruh gabah akan kering secara bersamaan (Badan Litbang Pertanian
2011).
16
Lama pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, kecepatan aliran
udara, kadar air, dan ketebalan tumpukan. Semakin tinggi suhu dan kecepatan aliran
yang digunakan maka akan semakin cepat pengeringan. Pengering gabah tipe batch
semakin tipis tumpukan bahan maka semakin tinggi laju pengeringan atau semakin
cepat gabah menjadi kering. Semakin tebal tumpukan suatu bahan yang dikeringkan
maka akan semakin lama waktu yang diperlukan untuk menguapkan air selama
pengeringan, karena jarak yang ditempuh oleh panas untuk masuk ke bagian dalam
(Nainggolan et al 2013).
Menurut ( Suriadi dan Murti, 2011) Peristiwa pindah panas terjadi pada proses
1. Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan energi panas yang terjadi di dalam
media padat atau fluida yang diam sebagai akibat dari perbedaan temperatur. Hal ini
2. Konveksi
Perpindahan panas konveksi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi antara suatu
permukaan benda padat dan fluida yang mengalir akibat adanya perbedaan
temperature.
17
3. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah suatu perpindahan panas yang terjadi secara
air bahan dalam pengeringan sangat ditentukan oleh kenaikan suhu. Semakin besar
perbedaan antara suhu media pemanas dengan bahan yang dikeringkan, semakin
besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan pangan, sehingga penguapan air
dari bahan akan lebih banyak dan cepat. Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran
udara pengering makin cepat pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi
suhu udara pengering makin besarenergi panas yang dibawa udara sehingga makin
banyak jumlah massa cairan yangdiuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Jika kecepatan aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat pula massa uap
untuk pengeringan, makin tinggi energiyang disuplai dan makin cepat laju
pengeringan.Akan tetapi pengeringan yang terlalu cepat dapat merusak bahan, yakni
permukaan bahan terlalu cepat kering, sehingga tidak sebanding dengan kecepatan
terhalang.Disamping itu penggunaan suhu yang terlalu tinggi dapat merusak daya
udara pengering yang baik adalah antara 45oC sampai 75oC. Pengeringan pada suhu
dibawah 45oC mikroba dan jamur yang merusak produkmasih hidup, sehingga daya
awet dan mutu produk rendah. Namun pada suhu udarapengering di atas 75oC
18
menyebabkan struktur kimiawi dan fisik produk rusak, karenaperpindahan panas dan
Pada proses pengeringan, suhu udara selain akan berpengaruh terhadap waktu
bahan yang dikeringkan. Semakin tinggi suhu udara pengering maka akan semakin
besar energi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindah
panas semakin cepat sehingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat
maka akan semakin banyak air yang keluar dari bahan yang akan dikeringkan dalam
bentuk uap air. Uap air tersebut harus dikeluarkan, sebab bila tidak uap air tersebut
yang tinggi, maka dapat suhu yang tinggi. Akan tetapi, suuhu yang digunakan
tersebut tidak sampai merusak bahan yang dikeringkan. Karenanya suhu pada
keadaan ini akan mencapai suhu kritis bahan , yaitu dimana kadar air bahan yang
dikeringkan dalam keadaan kritis dan waktu berubah secara singkat, sehingga
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2018 di Desa
Air dan Lahan Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengering tipe batch, timbangan
digital, timbangan duduk ukuran besar, thermometer, alat ukur kadar air dengan
bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kayu karet sebagai bahan bakar dan
600 kg kakao.
Alat pengering yang dibuat berdasarkan fungsinya dapat dibagi menjadi beberapa
bagian antara lain : ruang pengering, alas pengering, ruang pemanasan, ruang
mengeringkan bahan.
c) Ruang pembakaran berfungsi sebagai tempat menaruh bahan bakar yang akan
proses pengeringan.
360 cm x 125 cm
b) Alas pengering terletak diruang pengering, berada tepat diatas ruang plenum.
Dibentuk dari plat drum yang dilubangi dengan ukuran 0,5 cm-0,75cm
c) Ruang pembakaran disebut juga tungku pembakaran terbuat dar plat drum
pengujian uji kinerja dilakukan sebanyak 3 kali proses pengeringan. Sebelum proses
timbangan duduk dengan tujuan untuk mengukur bobot awal atau massa. Sampel
kakao yang digunakan untuk pengeringan dengan alat pengering tipe batch diukur
kadar airnya diambil sampel dengan menggunakan alat ukur (metode open) untuk
mengetahui kadar air awal bahan.Bahan kayu bakar sebelum digunakan untuk
titik-titik penempatan . Alat yang digunakan yaitu jam atau stopwatch untuk
yang diletakkan dititik pengamatan pada ruang plenum sebanyak 8 titik, pada bahan 8
titik, dan 1 pada suhu lingkungan luar atau diatas bahan. Pengamatan persebaran
suhu dilakukan setiap 1 jam selama proses pengeringan . Proses pengeringan akan
dihentikan jika kadar air rata-rata sampel telah mencapai rentang kadar air antara 6%-
8%. Bahan kakao yang telah kering kemudian diangin-anginkan sebelum dimasukan
Gambar 6. Skema aliran udara panas pada alat pengering tipe batch
23
Mulai
Analisis Data
Selesai
3.4.1 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan selama proses pengeringan kakao sampai dengan selesai
dalam rentang waktu 60 menit dan dilakukan pada ruang pengering dan suhu
titik percoban .
1 3 5 7
2 4 6 8
Kadar air merupakan salah satu parameter penting dalam bidang pangan karena
berpengaruh terhadap kualitas suatu bahan pangan. Salah satu pengukuran kadar
25
air dilakukan dengan metode oven (AOAC, 2005 dalam Yenrina, 2015). Pertama
yaitu ditimbang sampel sebanyak ±5 gram dalam cawan yang telah diketahui
beratnya, dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama ±6 jam sampai berat
𝑨𝟏−𝑨𝟐
Kadar Air (% bb) = x 100 %......................................................................(1)
𝑨𝟐
% bb = Berat basah
Penurunan berat bahan menggambarkan jumlah uap air yang menguap atau dapat
menunjukan kadar air saat itu . Sampel bahan pada titk percobaan ditimbang
sebelum dikeringkan dan diukur kadar airnya setiap 1 jam selama proses pengeringan
. Pengukuran penurunan massa setiap rangka sampel dan kadar air bahan pada saat
pengeringan kakao Pengeringan akan dihentikan jika kadar air rata-rata bahan telah
mencapai rentang 6%-8% dengan asumsi bahan secara umum telah mencapai kadar
air yang layak untuk di jual ke gudang pemasaran. Bahan ditimbang kembali setelah
1 3 5 7
2 4 6 8
Gambar 9. Skema penempatan rangka kubus tempat sampel pada titik percobaan
Lama pengeringan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengeringkan biji kakao
saat alat dihidupkan hingga bahan kering dengan kadar air rata-rata sampel 6%-8%.
Jumlah bahan bakar adalah jumlah kayu bakar yang dibutuhkan untuk mengeringkan
biji kakao hingga kadar air mencapai 7%-8%. Konsumsi bahan bakar kayu karet
Beban uap air kakao adalah jumlah air yang harus diuapkan hingga mencapai kadar
air yang diinginkan . Beban uap air dihitung berdasarkan persamaan Sukatma (1994)
(𝒎𝟏 − 𝒎𝟐 ) 100
E=
(100 - 𝒎𝟏 )(100 - 𝒎𝟐 )
x Wd. ………………………………………………...(3)
Laju perpindahan air (W) dihitung berdasarkan 2 (dua) persamaan Sukatma (1994)
𝑬
W1 = , dan …………………………………………………………………..(4)
𝒕
𝒎𝟏 - 𝒎𝟐
W2 = ………………………………………………………………...(5)
t
berikut :
Energi untuk menguapkan air merupakan energi yang digunakan selama proses
pengeringan kakao untuk menguapkan air pada bahan hingga mencapai kadar air
yang diinginkan , Jumlah energi yang dibutuhkan selama pengeringan dapat dihitung
∑Q = Q1 + Q2 …………………………………………………………………(7)
Q1 = E x H1b …………………………………………………………………..(8)
Q2 = m x Cp x ∆T ……………………………………………………………(10)
menguapkan air bahan dengan energi yang dihasilkan bahan bakar kayu jati dengan
∑𝑸
Eff = x 100% ………………………………………………….. (11)
𝒒
Proses pengeringan biji kakao pada penelitian ini dimulai dengan menimbang bahan
secara keseluruhan. Selanjutnya biji kakao dimasukkan secara merata kedalam ruang
massa bahan yang sama yaitu sebanyak 600 kg. Pada setiap uji kinerja dengan
menggunakan jumlah bahan yang sama tetapi keadaan kadar air awal bahan yang
ulangan untuk melihat kinerja alat pengering. Massa yang sama tetapi keadaan kadar
air awal yang berbeda akan berpengaruh terhadap waktu pengeringan dan kadar air
bahan diakhir.
Bahan kakao yang berada di ruang pengering dialiri udara panas yang bersumber dari
bahan bakar kayu yang dibakar didalam tungku. Udara panas dihembuskan
menggunakan kipas angin. Selama proses pengeringan bahan kayu bakar terus
ditambahkan sebagai sumber panas. Pengeringan dihentikan apabila kadar air bahan
menggunakan alat pengering tipe batch megubah suhu bahan menjadi naik diakhir.
Untuk mengembalikan suhu seperti lingkungan bahan kakao dialiri udara dari kipas
31
dengan mematikan api pada kayu bakar. Pengeringan biji kakao menggunakan batch
dryer memiliki keubggulan yaitu dapaat digunakan dalam kapasitas yang lebih besar
dan memiliki efisiensi yang tinggi. Selain itu Proses pengeringan dengan batch
dryer dapat mempersingkat lama penegeringan biji kakao saat musim penghujan.
sangat penting untuk menaikan suhu bahan sehingga dapat menurunkan kadar air.
Dalam proses pengeringan biji kakao dengan menggunakan alat pengering batch
dryer sumber panas terletak pada tungku pembakaran yang menggunakan kayu karet
pada ruang plenum pada alat pengering batch dryer berkisar antara 37ºC - 92ºC.
Suhu pada plenum dapat dikatakan lebih tinggi daripada suhu dibahan maupun suhu
yang keluar dari bahan. Hal ini dikarenakan suhu pada plenum digunakan untuk
mengeluarkan air dari bahan kakao dan sisa panasnyaakan digunakan untuk
memanaskan kakao pada tumpukan. Persebaran suhu pada ruang plenum memiliki
perbedaan antara bagian depan, tengah dan bagian belakang dimana bagian depan
pada plenum memiliki sebaran suhu yang rata-ratanya lebih tinggi dibandingkan
dengan bagian tengah dan belakang pada ruang plenum. Persebaran suhu yang paling
rendah terdapat dibagian belakang. Hal itu dikarenakan aliran udara panas dari
32
tungku pembakaran untuk menempuh pada bagian belakang jaraknya lebih jauh
sehingga energi panas yang didorong pada bagian depan dan tengah lebih besar
dan membuat suhu bagian depan dan tengah lebih tinggi. Kipas yang digunakan saat
plenum, kipas yang digunakan pada penelitian ini memiliki daya 80 watt sehingga
dianggap cukup untuk mengaliri udara panas. Kipas berpengaruh untuk distribusi
panas dan juga berpengaruh untuk pengangkutan uap air yang teruapkan oleh energi
panas.
Data untuk pengukuran suhu pada ruang plenum diambil pada 8 titik pada bidang
ruang pengering. Perbedaan dan persebaran titik - titik letak pengambilan sampel
suhu pada ruang plenum bermaksud untuk mengetahui pola penyebaran suhu pada
tiap titik apakah ada perbedaan suhu yang sangat berbeda atau sebaliknya. Berikut
hasil pengukuran persebaran suhu pada ruang plenum pada Gambar 6-8.
33
100
90
80
titik (t) t1
70
titik (t) t2
suhu (⁰C)
60
titik (t) t3
50 titik (t) t4
40 titik (t) t5
30 titik (t) t6
20 titik (t) t7
10 titik (t) t8
0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa persebaran suhu pada ruang plenum dengan
pengukuran setiap 1 jam pengamatan suhu yang dihasilkan tidak konstan Sebaran
suhu pada bagian depan dan tengah ruang plenum memiliki nilai sebaran suhu
tertinggi pada setiap pengamatan pengukuran, suhu tertinggi yang dihasilkan di uji
kinerja 1 yaitu mencapai 86 ºC. Sedangkan persebaran suhu terendah pada setiap
pengamatan pengukuran terjadi pada bagian belakang ruang plenum dengan suhu
Setelah nilai pengukuran persebaran suhu sudah di rata- rata pada ruang plenum pada
jam ke 0 dan jam ke 1 mengalami peningkatan yaitu dari suhu 29 ºC menjadi 67 ºC.
Hal itu disebabkan pada waktu tersebut bahan bakar kayu karet dimasukan sehingga
suhu pada ruang plenum akan meningkat. Pengukuran suhu ruang plenum pada jam-
34
jam selanjutnya mengalami fluktuatif yang dipengaruhi oleh suhu pada ruang
suhu dari 68 ºC menjadi 45 ºC rata-rata disetiap titik pengukuran depan, tengah dan
belakang. Hal ini dikarenakan proses memasukan bahan bakar kayu karet pada jam
tersebut terlambat sehingga berpengaruh terhadap suhu yang ada diruang plenum.
Pada bidang pengukuran suhu diruang plenu dibagi menjadi bagian kanan (titik
genap) dan kiri (titik ganjil). Persebaran suhu di sisi sebelah kanan lebih tinggi
dibandingkan sebelah kiri karena fenomena dilapangan plat pada sisi kanan memiliki
jumlah lubang yang lebih banyak dan juga terdapat lengkungan pada plat sehingga
90
80
70
titik (t) t1
60 titik (t) t2
suhu (⁰C)
50 titik (t) t3
titik (t) t4
40
titik (t) t5
30
titik (t) t6
20 titik (t) t7
10 titik (t) t8
0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)
Pada Gambar 7 bisa diperhatikan bahwa sebaran suhu pada bagian depan atau dekat
dengan tungku pembakaran ruang plenum memiliki nilai sebaran suhu tertinggi pada
setiap pengukuran yaitu jika dirata rata 60 ºC , suhu tertinggi yang dihasilkan dari
yaitu sebesar 52 ºC pada pengamatan jam ke 7 di titik 1 . Pada bagian tengah ruang
plenum sebaran suhu pada setiap pengukuran mengalami peningkatan dan penurunan,
penurunan suhu yang jika dirata-rata nilai pegamatan yaitu 55 ºC suhu tertinggi
Sedangkan bagian belakang memiliki suhu rata –rata yang aling rendah disbanding
terjadi pada jam ke 6 di titik 8 dan terendah sebesar 45 pada jam ke 5 di titik 8. Pada
setalah penambahan bahan bakar kayu . Pengukuran dari jam ke 1 sampai menit ke 11
suhu diruang plenum relatif fluktuatif. Hal terebut dikarenakan permasalahan teknis
seperti aliran udara yang kurang kencang dan bahan bakar yang sering terlambat
100
90
80
titik (t) t1
70
titik (t) t2
60
suhu (⁰C)
titik (t) t3
50
titik (t) t4
40
titik (t) t5
30 titik (t) t6
20 titik (t) t7
10 titik (t) t8
0
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)
Pada Gambar 8 bisa diperhatikan bahwa sebaran suhu pada bagian depan yaitu titik (1
dan 2) atau dekat dengan tungku pembakaran ruang plenum memiliki nilai sebaran
suhu tertinggi pada setiap pengukuran yaitu jika dirata rata 61 ºC , suhu tertinggi yang
2 dan terendah yaitu sebesar 42 ºC pada pengamatan jam ke 8 di titik 1 . Pada bagian
tengah ruang plenum sebaran suhu pada setiap pengukuran mengalami peningkatan
dan penurunan, penurunan suhu yang jika dirata-rata nilai pegamatan yaitu 57 ºC
tititk 5 . Sedangkan bagian belakang memiliki suhu rata –rata yang aling rendah
75 ºC terjadi pada jam ke 3 di titik 8 dan terendah sebesar 4 pada jam ke 8 di titik 7.
. Pengukuran dari jam ke 1 sampai menit ke 10 suhu diruang plenum relatif fluktuatif.
Hal terebut dikarenakan permasalahan teknis seperti aliran udara yang kurang
kencang dan bahan bakar yang sering terlambat dimasukan kedalam ruang
pembakaran. Dalam pengoperasian kipas angina diatur dengan kecepatan yang sama
Pengamatan persebaran suhu pada bahan kakao diambil pada 8 titik sampel yaitu
tepat didalam kakao tang terletak pada kubus. Kedalaman pengamatan bahan dibuat
konsisten . Berikut grafik hasil pengukuran suhu pada bahan yang disajikan pada
Gambar 9-11.
80
r1
70
r2
60
r3
suhu ((⁰C)
50
r4
40
r5
30
r6
20
r7
10
r8
0 T
0 2 4 6 8 10 12 lingkungan
waktu ( jam)
Perpindahan panas yang didorong dari ruang pembakaran melalui plenum menuju ke
ruang pengering yang terdapat bahan . Pada Gambar 9 persebaran suhu bahan pada
depan (titik 1 dan 2) pengering memiliki nilai sebaran tertinggi dibanding pada
bagian bawah dan tengah ruang pengering dengan nilai rata-rata 49. Suhu tertinggi
pada bagian depan mencapai sekitar 70 ºC pada jam 8 sampel ke 2. Seberan suhu
bahan pada bagian tengah ruang pengering (titik 3,4,5,dan 6) mengalami peningkatan
dan penurunan selama proses pengeringan berlangsung dengan nilai suhu rata-rat
sebesar 47 ºC , suhu tertinggi pada bahan yaitu mencapai 66ºC pada jam 8 pada titik
diantara ke 3 bagian yaitu dengan rata-rat sebesar 46 ºC, suhu tertinggi bahan pada
bagian belakang (titik 7 dan 8) ruang pengering yaitu sebesar 63ºC pada jam ke 8
titik 8. Sedangkan untuk perseban apabila dibagi menjadi sisi (sisi genap) ,(sisi ganjil)
sisi sebelah kanan lebih besar suhu nya seperti pada persebaran ruang plenum Suhu
80
r1
70
r2
60
r3
suhu (⁰C)
50
r4
40
r5
30
r6
20
r7
10
r8
0
0 2 4 6 8 10 12 T lingkungan
waktu (jam)
Pada Gambar 10 Pengamatan suhu bahan uji kinerja 2 mengalami naik dan turun di 8
titik percobaan. . Bagian depan ruang pengering (titik 1 dan 2) memiliki sebaran suhu
pada pengukuran jam ke1 titik 2 sedangkan untuk suhu terendah bagian depan
3,4,5 dan 6) pengukuran sampel memiliki sebaran suhu yang fluktuatif pada setiap
jam pengukuran dengan rata-rata suhu bahan mencapai 49 ºC, sedangkan suhu bahan
tertinggi mencapai 68 ºC pada jam ke10 titik 4 dan suhu bahan terendah mencapai 38
pada jam ke 9 titik 4 . Bagian belakang pengukuran sampel memiliki sebaran suhu
terendah pada setiap pengukuran yang memiliki rata-rata 45 ºC , suhu tertinggi pada
40
bagian belakang yaitu 59 ºC pada jam ke 6 titik 7 ,8 serta jam 8 titik8 dan suhu bahan
Pengukuran suhu bahan pada ke 8 titik pada jam ke 0 dan pada jam ke 1 suhu bahan
nilai rata rata suhu mengalami peningkatan dari suhu 34 ºC menjadi 58ºC.
80
r1
70
r2
60
r3
50
r4
suhu (⁰C)
40
r5
30
r6
20
r7
10
r8
0
T
0 2 4 6 8 10 12
lingkungan
waktu (jam)
Pada Gambar 11 Pengamatan suhu bahan uji kinerja 3 mengalami naik dan turun di 8
titik percobaan. . Bagian depan ruang pengering (titik 1 dan 2) memiliki sebaran suhu
pada pengukuran jam ke 6 titik 2 sedangkan untuk suhu terendah bagian depan
mencapai 34 pengukuran jam ke 8 titik 1. Bagian tengah ruang pengering (titik 3,4,5
dan 6) pengukuran sampel memiliki sebaran suhu yang fluktuatif pada setiap jam
41
pengukuran dengan rata-rata suhu bahan mencapai 50 ºC, sedangkan suhu bahan
tertinggi mencapai 78 ºC pada jam ke10 titik 4 dan suhu bahan terendah mencapai 34
pada jam ke 8 titik 3 . Bagian belakang pengukuran sampel memiliki sebaran suhu
terendah pada setiap pengukuran yang memiliki rata-rata 50 ºC , suhu tertinggi pada
bagian belakang yaitu 68 ºC pada jam ke 3 titik 8 dan suhu bahan terendah mencapai
Pengukuran suhu bahan pada ke 8 titik pada jam ke 0 dan pada jam ke 1 suhu bahan
nilai rata rata suhu mengalami peningkatan dari suhu 33 ºC menjadi 50 ºC.
Berdasarkan Gambar 9-11 diatas sebaran suhu bahan tertinggi terjadi pada bagian
penguapan air pada bahan kakao dari ruang pengering ke lingkungan menjadi lebih
cepat serta kakao mengalami perubahan penyusutan dan perubahan bentuk . Bentuk
bak persegi panjang membutuhkan tenaga dorong yang lebih kuat agar aliran udara
sampai merata ke bagian belakang . Bagian depan dan tengah cenderung lrbih panas
karena dekat denga tungku pembakaran . Maka penurunan kadar air bahankakao
pada depan dan tengah akan lebih cepat dibandingkan dengan penurunan kadar air
Penurunan kadar air merupakan faktor sangat penting keberhasilan dari setiap alat
pengering yang akan di uji. Pada penelitian ini sampel bahan kakao yang diambil dan
dari petani atau pengepul kecil. Saat dipanen atau kakao fermentasi memiliki kadar
air yang masih relatif tinggi sekitar 50- 60% . Setelah mengalami penjemuran 1 hari
di bawah sinar matahari kadar air kakao turun menjadi 30-40 %. Pengeringan kakao
dilakukan untuk menurunkan kadar air mencapai 6-8%. Penurunan kadar air
dipengaruhi oleh suhu. Pengamatan penurunan kadar ini dilakukan dengan metode
open karena jika diukur dengan menggunakan alat Grain Moisture Tester untuk
mengetahui kadar air nya biji kakao memiliki ukuran yang cukup besar sehingga
kakao sebanyak 15 biji kakao yang diletakkan dalam kotak berbentuk kubus yang
diletakkan pada 8 titik pengamatan . Sampel diamati penurunan bobot setiap jam
air yang keluar dari bahan. Berikut hasil pengukuran kadar air yang disajikan pada
Gambar 12-14.
43
45.00
40.00
35.00
Kadar air (%bb)
s1
30.00 s2
25.00 s3
s4
20.00
s5
15.00
s6
10.00 s7
5.00 s8
0.00
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)
Pada Gambar 12 uji kinerja 1 dengan kadar air awal rata-rata bahan kakao sebesar
36,62 % diperlukan waktu pengeringan selama 10 jam untuk mencapai kadar air rata-
rata bahan sebesar 8,52 % . Semakin lama proses pengeringan maka kadar air pada
bahan kakao juga akan semakin menurun. Pada jam 0 ke 1 nilai rata-rata penurunana
kadar air mengalami penurunan terbesar yaitu sekitar 6 %pada setiap titik
sejak udara panas mulai dihidupkan.. Rentang nilai penurunan kadar air berkisar
antara 1-6 % setiap kurun waktu 1 jam, sehingga didapatkan kadar air akhir rata-rata
50.00
45.00
40.00
Kadar air (%bb)
s1
35.00
s2
30.00
s3
25.00
s4
20.00 s5
15.00 s6
10.00 s7
5.00 s8
0.00
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)
Grafik kadar air yang disajikan pada Gambar 13 pada uji kinerja 2 dengan kadar air
rata-rata awal bahan kakao sebesar 44,20 % diperlukan waktu pengeringan selama 11
jam untuk mencapai kadar air rata-rata dari bahan sebsesar 8,72 %. Pada 0 ke1 kadar
air awal bahan kakao mengalami rata-rata penurunan sebesar 6 % pada setiap titik
pengambilan sampel hal ini dikarenakan sama seperti pada uji kinerja 1 peningkatan
signifikan suhu dari lingkungan kemudian dialairi panas . Kakao yang berada di
bagian depan lebih dulu menerima panas dibandingkan bagian tengah dan belakang .
Rentang nilai penurunan kadar air berkisar antara 1 – 6% setiap kurun waktu 1 jam
sehingga didapatkan kadar air akhir rata-rata kakao pada uji kinerja 2 sebesar 8,72 %.
45
40.00
35.00
Kadar air (%bb)
30.00 s1
s2
25.00
s3
20.00
s4
15.00 s5
s6
10.00
s7
5.00 s8
0.00
0 2 4 6 8 10 12
waktu (jam)
Grafik kadar air yang disajikan pada Gambar 14 uji kinerja 3 dengan kadar air awal
bahan kakao yaitu sebesar 32,61 % diperlukan waktu proses pengeringan selama 10
jam untuk mecapai kadar air rata-rata dari bahan 7,80%. Pada jam ke 0 ke 1 awal
kadar air kakao mengalami penurunan niali rata rata kadar air paling besar yaitu 7 %
pada setiap titik sampel pengambilan, hal ini dikarenakan perubahan dari suhu
lingkungan menjadi suhu panas dari api yang sudah mulai dinyalakan. Pada uji
kinerja 3 penurunan pada jam-jam berikut relatif lebih stabil .hal ini dikarenakan
Penurunan kadar air bahan kakao pada penelitian ini menggunakan 3 kali uji kinerja
yaitu uji kinerja 1, uji kinerja 2 dan uji kinerja 3. Pada uji kinerja 1 waktu yang
46
dibutuhkan pengeringan yaitu 10 jam untuk mencapai kadar air rata-rata 8,52%
sedangkan pada uji kinerja 2 waktu proses pengeringan membutukan 11 jam untuk
mencapai kadar air rata-rata dari bahan sebesar 8,72 %. Pada uji kinerja 3 waktu
proses pengeringan berlangsung selama 10 jam untuk mencapai kadar air rata-rata
7,80 %.
air didalam jagung melepaskan air ke udara yang disebabkan perbedaan suhu diruang
plenum dengan suhu lingkungan dan mengakibatkan penyusutan tinggi bahan pada
ruang pengering..Pada Penelitian ini tinggi bahan awal uji kinerja 1 sebelum proses
25 cm. . Tinggi bahan awal uji kinerja 2 sebelum proses pengeringan berlangsung
yaitu 26 cm dan setelah pengeringan tinggi bahan menjadi 21 cm. Tinggi bahan
Penurunan kadar air bahan kakao paling cepat terjadi pada uji kinerja 1 dan 3 dalam
waktu 10 jam hal ini dikarenakan kadar air awal bahan jagung yang digunakan yaitu
sebesar lebih rendah dari dari uji kinerja 2 kemudian kadar air rata-rata yang didapat
yaitu sebesar pada uji 1 sebesar 8,51% dan uji kinerja 3 yaitu 7,80 % . Sedangkan
untuk penurunan kadar air yang lebih lama terjadi pada uji kinerja 2 dengan waktu 11
jam dikarenakan kadar air awal kakao yang digunakan lebih besar sekitar 44,20%
47
kemudian kadar air rata-rata yang didapat selama proses pengeringan yaitu sebesar
8,71 %. Kadar air bahan terendah pada penelitian ini didapatkan pada uji kinerja 3
dengan kadar air bahan rata-rata mencapai 7,80 %. Menurut Yanda, dkk (2014) laju
penurunan kadar air merupakan banyaknya kandungan air yang keluar dari bahan
persatuan waktu. Semakin tinggi penguapan kadar air bahan maka akan semakin
Pada Gambar 12-14 grafik penurunan kadar air bahan setiap uji memiliki nilai yang
relatif sama yaitu sebesar 1-6 % setiap jam akan tetapi kadar air awal bahan kakao
yang digunakan pada saat proses pengeringan uji memiliki nilai berbeda. Pada uji
kinerja 1 kadar air awal bahan kakao sebesar 36,61 %, uji kinerja 2 sebesar 44,20 %
dan uji kinerja 3 sebesar 32,61 % , sehingga waktu yang diperlukan untuk proses
pengeringan pada uji kinerja 2 memiliki waku yang lebih panjang dibandingkan pada
uji kinerja 1 dan 3 yang memiliki kadar air kakao yang lebih kecil . Menurut
penelitian Sari, dkk (2014) laju penurunan kadar air meningkat tajam pada awal
pengering, kadar air awal bahan, kadar air akhir bahan, dan kecepatan udara
pengering. Berdasarkan data suhu pengering saat pengujian didapatkan nilai suhu
tertinggi mencapai 91 ºC dan suhu terendah 37 ºC. Hal ini sesuai dengan penelitian
Nastiti, dkk (2014) Bahwa nilai kadar air yang tinggi disebabkan oleh suhu
pengeringan yang rendah karena proses penguapan yang relatif rendah sedangkan
48
semakin tinggi suhu udara pengeringan, semakin besar panas yang dibawa udara
sehingga semakin banyak jumlah air yang diuapkan dari permukaan bahan yang
dikeringkan.
Lama pengeringan diukur pada saat kayu karet dan kipas pendorong udara sudah
mencapai kadar air yang diingikan. Lama Pengeringan dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu suhu, kecepatan aliran udara, kadar air awal dari bahan, ketebalan
tumpukan. Semakin tinggi dan stabil suhu dan kecepatan aliran udara yang
digunakan maka akan semakin lebih efektif lama pengeringan. Kadar air yang lebih
rendah maka akan semakin cepat juga proses pengeringan. Lama pengeringan biji
1 36,62 10
2 44,20 11
3 32,61 10
dipengaruhi oleh keadaan kadar air awal dari bahan. Dari tabel ( Tabel 1).dapat
49
dilihat bahwa semakin tinggi kadar air awal suatu bahan , maka waktu yang
dibutuhkan untuk pengeringan bahan akan semakin lama. hal ini disebabkan karena
jumlah air dalam bahan yang harus dikeluarkan semakin banyak, sehingga waktu
yang dibutuhkan untuk mengeringkan bahan akan semaik lama untuk mencapai kadar
Penurunan berat pada sampel yang mengindikasikan jumlah air yang menguap dari
bahan. Perubahan berat sampel ditimbang saat biji kakao dimasukkan kedalam ruang
pengering dan kemudian diambil kembali pada saat biji kakao sudah kering sesuai
dengan kadar air yang diingikan . Penurunan bobot kakao pada proses pengeringan
uji kinerja kadar air awal (% bb) berat awal (kg) berat akhir (kg)
Dari tabel (Tabel 2) . Bahan yang memiliki kadar air awal yang tinggi memiliki susut
bobot yang lebih besar dibandingkan lainnya karena jumlah air dalam bahan lebih
Pada penelitian ini bahan bakar yang digunakan yaitu kayu karet dengan nilai kalor
mencapai 13.800 kJ. Kayu karet merupakan salah satu limbah tanaman yang belum
banyak dimanfaatkan. Kayu karet yang sudah tua merupakan biomassa yang
holoselulosa 67,38 %, selulosa 43,98 dan aselulosa 37,71% serta libnin 20,68% berat.
Potensi kayu karet juga cukup besar. Kayu karet juga digolongkan sebagai kayu
keras yang memilik sifat kimai dan fisika yang keras . Kayu karet juga berpeluang
uji kadar air awal berat awal berat kayu energi bahan bakar
kinerja (%bb) (kg) (kg) (kJ)
1 36,62 600 101 1.396.680
Dari tabel (tabel 3.) dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar air awal bahan kakao
yang akan dikeringkan pada proses pengeringan maka akan semakin banyak juga
bahan kayu karet. Uji kinerja 1 menggunkan kayu karet sebanyak 101 kg, uji kinerja
2 menggunakan kayu karet sebesar 123 kg dan uji kinerja 3 menggunakan kayu karet
sebesar 91 kg. Konsumsi bahan bakar terbanyak yaitu pada uji kinerja 2 yaitu sebesar
123 kg kayu karet sedangkan konsumsi bahan bakar uji kinerja 3 lebih sedikit yaitu
51
yaitu sebesar 91 kg. Hal ini dikarenakan pada uji kinerja 2 memiliki kadar air awal
bahan yang lebih tinggi dibandingkan pada uji kinerja 1 dan 3, sehingga jumlah
bahan bakar lebih banyak untuk digunakan menghasilkan energi panas kemudian
energi panas tersebut bertujuan menguapkan air yang ada dibahan menuju ke udara.
Pada uji kinerja 1 dengan kadar air awal bahan 36,62 % 1 kg kayu dapat
mengeringkan 6 kg bahan. Pada uji kinerja 2 dengan kadar airawal bahan 44,20 % 1
kg kayu karet dapat mengeringkan 5 kg bahan. Pada uji kinerja 3 dengan kadar
airawal bahan 32,61 % 1 kg kayu karet dapat mengeringkan 5,5 kg bahan. Semakin
Laju pengeringan merupakan perpindahan air dari bahan menuju udara atau
pengeringan adalah kadar air, luas permukaan, suhu, kecepatan udara, kelembaban
udara (RH), tekanan atmosfer dan waktu. Laju pengeringan menunjukan seberapa
cepat pengeringan pada bahan berlangsung. Nilai pengeringan dapat dilhat pada tabel
berikut
52
kadar
kadar Lama Beban Laju Laju
uji air
air akhir Pengeringan uap air Pengeringan pengeringan
kinerja awal
(%) (jam) (KgH2O) (BB%/jam) (KgH2O/jam)
(%)
1 36,62 8,5 10 184,3 2,81 18,43
Dari Tabel (Tabel 4.) dapat dilihat bahwa laju pengeringan terbesar yaitu pada uji
kinerja 2 dengan kadar air awal bahan yang paling tinggi yaitu 44,2 % hal ini
dikarenakan pada uji kinerja 2 memiliki lapisan yang lebih tipis dibandingkan dengan
Jumlah beban uap air yang diuapkan pada uji kinerja 1 selama proses pengeringan
berlangsung adalah sebesar 184,3 kg H2O, pada uji kinerja 2 sebesar 241,58 kg
H2Odan pada uji kinerja 3 sebesar 161,45 kg H2O. Beban uap air pada uji kinerja 2
memiliki nilai 241,58 kg H2O dimana nilai ini lebih besar dibandingkan uji kinerja 1
sebesar 184,3 kg H2O dan uji kinerja 3 sebesar 161,45 kg H2O. Hal ini disebabkan
kadar air serta waktu pada uji kinerja 1 memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan
pada uji kinerja 2 dan 3 maka terjadi perbedaan nilai beban uap air maka teori yang
disampaikan oleh Tamrin (2013) sama dengan didapat dari penelitian ini yaitu faktor
kadar air serta suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju pengeringan.
Sehingga rata-rata laju pengeringan kakao selama proses pengeringan yang memakai
bahan bakar kayu karet pada uji kinerja 1 sebesar 18,43 kg H2O/ jam atau 2,08 %
53
BB/Jam. Laju pengeringan pada uji kinerja 2 sebesar 241,58kg H2O/jam atau 3,22 %
BB/Jam dan laju pengeringan pada uji kinerja 3 sebesar 16,145 kg H2O/Jam atau 2,48
suatu proses pengeringan biji kakao dengan menggunkan alat pengering. Effisiensi
memanaskan dengan dengan energy bahan bakar . Nilai effisiensi pengeringan biji
kakao dengan menggunakan kayu karet sebagai bahan bakar dapat dilihat pada tabel.
Berdasarkan data tabel diatas (tabel) dapat dilihat bahwa nilai effsiensi pengeringan
pada saat uji kinerja 2 lebih tinggi dibandingkan dengan uji kinerja 1 dan 3. Q input
adalah energi yang masuk dalam pengeringan. Q output adalah energy yang digunakan
selama proses pengeringan. Q input didapat dari menghitung jumlah energi bahan
bakar yang digunakan selama proses pengeringan. Q output dapat diperoleh dari
mengukur energi listrik pada pendorong udara (Kipas) pada uji kinerja 1 dengan daya
80 watt serta proses pengeringan selama 10 jam didapatkan nilai yaitu 2.880 kJ dan
nilai panas yang dihasilkan dari kayu (Q kayu karet) sebesar 13.800 kJ serta berat
kayu karet yang terpakai sebesar 101 kg maka nilai energi yang dihasilkan pada uji
kinerja 1 sebesar 1.396.680 kJ. Pada uji kinerja 2 dengan lama waktu proses
pengeringan selama 11 jam daya kipas 80 watt nilai panas kayu karet (Q kayu karet)
sebesar 13.800 kJ serta berat kayu yang terpakai 123 kg maka energi yang dihasilkan
pada uji kinerja 2 sebesar 1.700.568kJ. Pada uji kinerja 3 dengan lama waktu proses
pengeringan 10 jam dengan daya kipas sebesar 40 watt dan nilai panas kayu karet (Q
Kayu karet) sebesar 13.800 kJ serta berat kayu yang terpakai 91 kg maka energi yang
dihasilkan pada uji kinerja 3 sebesar 1.258.680 kJ. Perhitungan dapat dilihat pada
Lampiran 2.
memanaskan bahan pada uji kinerja 1 dengan Cp (kalor jenis) dari kakao sebesar
2,255176 kJ/kgºC dan memiliki panas laten 2388,43 kJ/kg yaitu sebesar 466.573,051
kJ. Pada uji kinerja 2 menggunkanan energi dengan Cp (kalor jenis) dari kakao
yaitu sebesar 2,255176 kJ/kgºC dan panas laten 2.384,41 kJ/kg yaitu sebesar
604.550,1574 kJ. Energi yang digunakan pada saat uji kinerja 3 dengan Cp (kaor
jenis) kakao 2,255176 kJ/kgºC dan panas laten 3379,64 kJ/kg yaitu sebesar
415.991,603 kJ. Hasil perhitungan energi yang digunakan dapat dilihat pada
Lampiran 2.
55
pengeringan dengan alat pengering tipe batch dryer dengan bahan bakar
menggunakan kayu karet pada uji kinerja 1 sebesar 33,4 % pada uji kinerja 2 sebesar
alat pengering tipe batch skala lab untuk mengeringkan gabah dengan bahan bakar
sekam padi yaitu sebesar 3,63 % sedangkan pada penelitian yang telah dilakukan
memiliki rata-rata efisiensi pengeringan dengan alat tipe batch dengan bahan bakar
kayu karet untuk mengeringkan kakao yaitu sebesar 33,99 %. Hasil perhitungan
Kualitas kakao merupakan faktor terpenting dalam menembus pasar ekspor. Kualitas
yang diperhatikan saat menguji alat yang akan digunakan pada proses pengeringan,
parameter yang diamati dalam melihat kualitas kakao yaitu aroma, tekstur dan warna.
Berikut sebelum dan setelah proses pengeringan ditampilkan pada Gambar 15.
56
gelap (kecokelatan) serta tidak tidak terlihat mengkilat atau memantulkan cahaya
karena kadar air didalam bahan sudah berkurang. Aromanya sudah hamper
dipastiakan kemurnian buat kakao atau bau khas wangi cokelat. Tekstur pada kakao
tidak mengalami kerusakan seperti biji pecah dan biji mati selama proses pengeringan
berlangsung dengan waktu pengeringan selama 10 jam, 11 jam dan 10 jam. Akan
tetapi apabila sudah kering dan digengggam dia akan berisik suaranya dari bahan.
57
5.1 Kesimpulan
1. Uji kinerja alat pengering tipe batch menggunakan bahan kakao sebanyak 600
kg pada uji kinerja 1 dengan kadar air awal sebesar 36,62 % dengan waktu
pengeringan selama 10 jam didapatkan kadar air rata-rata sebesar 8,52%. Uji
kinerja 2 dengan kadar air awal sebesar 44,20 % dengan waktu pengeringan
selama 11 jam didapatkan kadar air rata-rata kakao sebesar 8,72 %. Uji
kinerja 3 dengan kadar air awal sebesar 32,61 % dengan waktu pengeringan
2. Laju Pengeringan yang dihasilkan selama proses pengeringan pada uji kinerja
2,48%BB/jam
3. Bahan bakar yang digunakan pada uji kinerja 1 sebanyak 101 kg, uji kinerja 2
4. Efisiensi pengeringan pada alat pengering tipe batch pada uji kinerja 1 sebesar
33,4 %, uji kinerja 2 sebesar 35,54 % dan uji kinerja 3 sebesar 33,04%.
58
5.2 Saran
1. Perlu adanya modifikasi ruang plenum pada alat pengering tipe batch agar
perseberan aliran udara panas lebih merata pada saat proses pengeringan dan
juga penambahan bahan bakar yang lebih teratur untuk menjaga kestabilan
suhu.
untuk mengetahui jenis bahan bakar yang terbaik pada alat pengering tipe
batch untuk proses pengeringan kakao dan juga alat pengering tipe batch ini
DAFTAR PUSTAKA
Al-Kindi H, Yohanes AP, Dyah W. 2015. Analisis CFD Aliran Udara Panas pada
Pengering Tipe Rak dengan Sumber Energi Gas Buang. Keteknikan
Pertanian. 3(1): 12-15
Ambardini, S. 2007. Perubahan Kadar Lemak Biji Kakao (Theobroma cacao L.)
Melalui Fermentasi Beberapa Isolat Khamir. Skripsi. Universitas Haluoleo,
Kendari.
Badan Litbang Pertanian. 2011. Pengering Gabah Berbahan Bakar Sekam Antisipasi
Panen Pada Musim Hujan. Agroinovasi. 20-26(3402).
Fathani, H. 2008. Rancang Bangun Alat Pengering Gabah Tipe Silinder Vertikal.
Skripsi. Bandar Lampung. Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
Hatmi, R.U., dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan Biji Kakao Menuju SNI
Biji Kakao.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Sleman.Yogyakarta. 01 – 2323 – 2008
Made ,2017. Uji Kinerja Alat Pengering Silinder Vertikal pada Proses Pengeringan
Jagung (Zea mays ssp. mays) Skripsi. Bandar Lampung. Jurusan Teknik
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
60
Nainggolan SMR, Tamrin, Warji, Budianto L. 2013. Uji Kinerja Alat Pengering Tipe
Batch Skala Lab untuk Pengeringan Gabah dengan Menggunakan Bahan
Bakar Sekam Padi. Teknik Pertanian Lampung. 2(3): 161- 172.
Napitupulu, F.H., Tua, P.M. 2012. Perancangan dan Pengujian Alat Pengering Kakao
Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 Kg Per-Siklus. Jurnal
Dinamis . 2 (10) 8-18.
Sari, I.N., Warji., dan Novita, D.D. 2014. Uji Kinerja Alat Pengering Hybrid Tipe
Rak Pada Pengeringan Chip Pisang Kepok. Jurnal Teknik Pertanian
Lampung. 3 (1) 59-68.
Setiyo, Y. 2003. Aplikasi Sistem Kontrol Suhu dan Pola Aliran Udara pada Alat
Pengering Tipe Kotak untuk Pengeringan Buah Salak, Pengantar Falsafah
Sains. Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Suriadi dan Murti, 2011. Kestimbangan Energi Termal dan efisiensi Transient
Pengeringan Aliran Alami Memanfaatkan Kombinasi Dua Energi. Jurnal
Teknik Industri.Vol.12, No 1, hal34-40
Tamrin. 2013. Buku Ajar Teknik Pengeringan. Bandar lampung. Jurusan Teknik
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 12-13.
61
Wahyu, B., Setianto.1995. Kebutuhan Energi Pengerigan Biji Kako Ditinjau dari
Kecepatan Udara Pengering.BBP Teknologi. Jakarta
Wardoyo. S.1991. Beberapa persyartan dasar untuk meningkatkan mutu biji kakao
Indonesia Proc.Kon.Nas. Kakao III Pusat Perkebunan Jember. Pusat Penelitin
Medan. ASKINDO 75-85 .
Yanda, R.J., Syah, H., Agustina, R. 2014. Uji Kinerja Pengering Surya dengan Kincir
Angin Savonius untuk Pengeringan Ubi Kayu (Manihot esculenta). Jurnal
Rona Teknik Pertanian. 7 (2) 100-111.
Yenrina, R. 2015. Metode Analisis Bahan Pangan dan Komponen Aktif. Andalas
University Press. Padang. 159 hlm.
62
LAMPIRAN
63
titik (t) ºC
waktu (jam)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8
0 30 29 29 29 30 28 29 29
1 68 86 69 69 65 69 53 60
2 55 58 55 56 54 45 49 47
3 53 60 50 56 51 49 48 51
4 65 53 50 60 55 47 50 48
5 55 55 50 50 49 49 48 45
6 74 70 76 70 69 73 66 70
7 53 58 56 50 55 58 53 57
8 65 79 69 71 70 65 64 66
9 52 50 50 40 40 45 37 46
10 70 80 55 80 70 64 60 58
titik (t) ºC
waktu (jam)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8
0 29 29 30 29 28 29 29 30
1 69 85 67 69 65 68 53 60
2 56 57 58 56 54 47 49 47
3 54 59 51 56 52 51 48 51
4 66 54 53 62 55 47 50 48
5 56 56 52 53 50 49 48 45
6 73 73 74 69 64 70 66 70
7 52 59 56 52 55 58 53 57
8 67 78 64 72 70 68 64 66
9 56 53 48 43 42 42 56 46
10 68 82 57 79 71 64 60 58
11 57 70 49 68 54 66 52 53
64
titik (t) ºC
waktu (jam)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7 t8
0 27 28 28 27 27 27 27 28
1 49 80 45 74 53 54 53 56
2 44 72 46 60 42 46 48 49
3 55 92 59 83 59 71 69 75
4 63 75 56 67 54 57 57 61
5 53 79 54 76 64 64 64 66
6 57 91 53 82 61 62 63 67
7 64 64 56 59 53 52 52 50
8 42 51 42 49 41 51 44 48
9 61 87 78 85 63 78 73 69
10 49 74 55 70 59 65 60 67
0 33 32 32 33 32 33 31 31 29
1 43 69 55 55 57 57 50 50 31
2 34 50 41 45 45 37 44 40 29
3 47 53 44 48 46 43 44 43 30
4 43 49 37 41 45 39 41 39 27
5 49 49 43 43 44 42 43 43 28
6 40 56 50 64 65 54 58 57 28
7 48 53 55 46 51 53 48 52 27
8 58 70 65 65 66 59 62 63 28
9 46 46 44 36 37 40 40 40 26
10 63 56 45 52 53 53 51 49 27
65
0 33 32 32 33 32 33 31 31 26
1 43 69 55 55 57 57 50 50 27
2 34 50 41 45 45 37 44 40 27
3 47 53 44 48 46 43 44 43 28
4 43 49 37 41 45 39 41 39 28
5 49 49 43 43 44 42 43 43 27
6 40 56 50 64 65 54 58 57 28
7 48 53 55 46 51 53 48 52 27
8 58 70 65 65 66 59 62 63 28
9 46 46 44 36 37 40 40 40 30
10 63 56 45 52 53 53 51 49 31
66
Lampiran 2. Perhitungan
BB = 106 kg – 5 kg
= 101 kg
- Konsumsi bahan bakar uji kinerja 2
BB = 131 kg – 8 kg
= 123 kg
- Konsumsi bahan bakar uji kinerja 3
BB = 97 kg – 6 kg
= 91 kg
(𝑚 − 𝑚2 )𝑥100
1
E = (100−𝑚 x 𝑤𝑑
1 )(100−𝑚2 )
(36,62−8,52) X 100
E = (100−36,62) 𝑋 (100−8,52) x 380,28 kg H2O
70
E = 184,30 kg H2O
B. Laju Pengeringan
Rumus 1 Rumus 2
E m1 −m2
𝑤1 = 𝑤2 =
t t
184,30 kg H2 O 36,62%−8,52%
= =
10 Jam 10 Jam
C. Energi input
Rumus 1
QW =PxT
= 80 Watt x (10 Jam x 3600 detik)
= 2.880.000 joule
= 2.880 kJ
Rumus 2
- Nilai panas kayu karet 13.800 kJ
- Energi listrik untuk menggerakan kipas selama 10 jam sebesar 2.880 kJ
D. Energi output
Q = Q1 + Q2
71
Q2 = m x Cp x ΔT
= 600 kg x 2,255176 kJ/kgºC x (47,68-28,18) ºC
= 26.385,5592 kJ
Q = Q1 + Q2
= 440.187,192 kJ + 26.385,5592 kJ
= 466.573,051 kJ
E. Efisiensi pengeringan
∑Q
Eff = x 100 %
q
466.573,051 kJ
= x 100 %
1.396.680 kJ
= 33,40 %
3. Efisiensi pengeringan kakao dengan menggunakan bahan bakar kayu karet
(𝑚 − 𝑚2 )𝑥100
1
E = (100−𝑚 x 𝑤𝑑
1 )(100−𝑚2 )
= 346,8 kg H2O
(44,2−8,72) X 100
E = (100− x 346,8 kg H2O
44,2) 𝑋 (100−8,72)
3548
E= x 346,8 kg H2O
5.093,424
E = 241,58 kg H2O
B. Laju Pengeringan
Rumus 1 Rumus 2
E m1 −m2
𝑤1 = 𝑤2 =
t t
C. Energi input
Rumus 1
QW =PxT
=80 Watt x 11 Jam x 3600 detik)
= 3.168.000 joule
= 3.168 kJ
Rumus 2
- Nilai panas kayu karet 13.800 kJ
- Energi listrik untuk menggerakan kipas selama 11 jam sebesar 3.168 kJ
= 1.697.400 kJ + 3.168 kJ
= 1.700.568 kJ
D. Energi output
Q = Q1 + Q2
Cp kakao =2,255176 kJ/kgºC
Q1 = E x H1b
= 241,58 kg H2O x (2501-(2,361 x 49,38ºC) kJ/kg
Q = Q1 + Q2
= 576.026,691 kJ + 28.523,4661 kJ
= 604.550,157 kJ
E. Efisiensi pengeringan
∑Q
Eff = x 100 %
q
604.550,1574 kJ
= x 100 %
1.700.568 kJ
= 35,54 %
1 (𝑚 −𝑚2 )𝑥100
E = (100−𝑚 x 𝑤𝑑
1 )(100−𝑚2 )
(32,61−7,80) X 100
E = (100−32,61) x 404,34 kg H2O
𝑋 (100−7,80)
2.481
E= x 404,34 kg H2O
6.213,358
E = 161,45 kg H2O
B. Laju Pengeringan
Rumus 1 Rumus 2
E m1 − m2
𝑤1 = 𝑤2 =
t t
C. Energi input
Rumus 1
Qw =PxT
= 80 Watt x (10 Jam x 3600 detik)
= 2.880.000 J
= 2.880 kJ
75
Rumus 2
- Nilai panas kayu jati 13.800 kJ
- Energi listrik untuk menggerakan kipas selama 10 jam sebesar 2.880 kJ
D. Energi output
Q = Q1 + Q2
Cp jagung = 2,255176 kJ/kgºC
Q1 = E x H1b
= 161,45 kg H2O x (2501-(2,361 x 51,4ºC) kJ/kg
= 161,45 kg H2O x 2379,6446 kJ
= 384.193,621 kJ
Q2 = m x Cp x ΔT
= 600 kg x 2,255176 kJ/kgºC x (51,4-27,9) ºC
= 31.797,9816 kJ
Q = Q1 + Q2
= 384.193,621 kJ + 31.797,9816 kJ
= 415.991,603 kJ
E. Efisiensi pengeringan
∑Q
Eff = x 100 %
q
415.991,603 kJ
= x 100 %
1.258.680 kJ
= 33,04 %
76
Lampiran 4. Foto
Gambar 30. Proses pengeluaran kakao dan pendinginan bahan setelah dikeringkan
Gambar 34. Pengukuran suhu pada plenum dan bahan menggunakan thermometer