You are on page 1of 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/316109388

ANALISIS KUALITAS DASAR TEPUNG BENGKUANG HASIL PENGERINGAN


SISTEM PEMANAS GANDA

Conference Paper · August 2016

CITATION READS

1 3,427

5 authors, including:

Erry Ika Rhofita


UIN Sunan Ampel Surabaya
10 PUBLICATIONS   7 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Erry Ika Rhofita on 14 April 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISIS KUALITAS DASAR TEPUNG BENGKUANG HASIL
PENGERINGAN SISTEM PEMANAS GANDA
Erry Ika Rhofita1

1,
Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Ampel Surabaya
1
erryikarhofita@rocketmail.com

Abstract

Yam (Pachyrrhizus erosus) widely cultivated in many regions in Indonesia, especially in West Java and Central
Java. This fruits have many benefits in many sector, such as food industry, drugs indutry, beauty industri and
many more sector, so it is so good for consumtion. The high water content of yam between 78 to 94%, which led
to a faster damaged after harvest. Therefore we need further processing to extend the shelf life of yam, one of
which is flouring. In the process of making flour yam, drying is an important process that need to be considered
for determining the quality of the resulting yam flour. This study aims to determine the effect of variations in
temperature and the drying time of the basic quality (yield, water content and ash content) yam flour produced.
From this research it is known that the higher the drying temperature and longer drying time rendemen and ash
generated will be higher, while its water level will decrease. The best treatment resulting from this research is the
use of a temperature of 65° C with long drying time 7 hours, resulting in a yield of yam flour is 7.74%, water
content of yam flour 4.69%, and the ash content of yam flour is 5.13%.

Keywords : quality of yam flour, drying of flour, temperture of drying

1. Pendahuluan bengkuang dalam bentuk buah atau tanpa melalui


pengolahan.
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) Terdapat beberapa cara yang dapat
merupakan salah satu jenis tanaman yang dilakukan untuk membuat tepung bergantung pada
mempunyai banyak manfaat diberbagai bidang jenis dan sifat dari umbi. Secara sederhana
industri, baik kesehatan, kecantikan, mapun pangan. pembuatan tepung bengkuang diawali dengan
Hasil analisis bengkuang segar sebesar 100 gram mengupas dan mencuci bengkuang, lalu dilakukan
mempunyai kandungan air sebesar 78% sampai pengirisan yang ditujukan untuk memperbesar luas
94%, pati sebesar 2.1 gram sampai 10.7 gram, permukaan bengkuang pada saat dikeringkan.
protein sebesar 1 gram sampai 2.2 gram, lemak Setelah itu lakukan proses perendaman bengkuang
sebesar 0.1 gram sampai 0.8 gram lemak, vitamin C di dalam asam sitrat 0.2% dalam air mendidih
sebesar 14 gram sampai 21 gram serta mampu selama 5 sampai 10 menit yang dikenal dengan
menghasilkan energi sesbesar 22 kalori sampai 58 sebutan blanching, dengan tujuan untuk
kalori, (Sorensen. 1996). Adanya kandungangan air meningkatkan kualitas tepung bengkuang, akibat
yang tinggi pada bengkuang menyebabkan umur adanya (1) penurunan aktivitas enzim, (2)
simpan bengkuang menjadi lebih singkat yaitu mengurangi jumlah gas pada bengkuang yang
sekitar 6 hari bila tidak ditangani dengan baik. mampu mengugabh warna, (3) memperbaiki tekstur
Menurut Sandranutha (2012), bengkuang bila bengkuang, serta (4) menurunkan jumlah mikroba
setelah panen tidak ditangani dengan pengolahan penyebab kebusukan dan bau. Bengkuang yang
tertentu, akan mengalami perubahan fisiologis, telah diblaching kemudian dilakukan proses
fisika, kimia, parasitik atau mikrobiologis yang pengeringan dan penghancuran.
menyebabkan bengkuang lebih cepat membusuk. Tahapan terpenting dalam pembuatan
Untuk mempertahankan mutu dan umur simpan tepung bengkuang untuk menentukan kualitas
bengkuang diperlukan pengolahan pasca panen tepung adalah pengeringan. Menurut Riansyah, dkk
bengkuang. Ada berbagai teknologi yang dapat (2013), pengeringan adalah suatu metode untuk
diterapkan untuk penanganan pasca panen mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
bengkuang, salah satunya adalah penepungan. suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut
Bengkuang dalam bentuk tepung yang memiliki dengan menggunakan energi panas. Energi panas
keunggulan dapat disimpan lebih lama, praktis dan yang diguanakan dalam pengeringan dapat berupa
volumenya lebih kecil. Melalui metode penepungan sinar matahari (konvensional) dan mesin pengering.
juga mampu meningkatkan nilai ekonomi Teknik pengeringan secara konvensional yaitu
bengkuang sebesar 15 sampai 20 kali dari harga jual penjemuran di bawah terik sinar matahari memiliki
keuntungan tidak membutuhkan biaya yang mahal dikeringkan harus diletakkan pada rak-rak (loyang)
dan keahlian khusus serta kapasitas pengeringannya yang terdapat didalam mesin pengering. Kemudian
tidak terbatas. Namun, cara ini kurang efektif karena mesin pengering diatur temperaturnya sesuai dengan
sangat bergantung pada kondisi cuaca dan variabel yang di gunakan. Dalam pengeringan ini
memerlukan waktu yang cukup lama yakni 2 hari digunakan kapasitas pengeringan sebesar 0.4 gram
(Sulistyowati. 2004) dan menghasilkan produk yang per cm². Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
kurang higienis karena produk terkontaminasi dilakukan oleh Kumar, et al. (2006) dalam
dengan debu atau kontaminan yang ada di udara pengeringan buah-buahan seperti mangga dan jambu
(Raharjo. 2010). Oleh karena itu dalam produksi menghasilkan kapasitas pengeringan terbaik sebesar
tepung bengkuang diperlukan mesin pengering tipe 0.4 gram per cm2. Penggunaan kapasitas
rak untuk membantu mempercepat proses pengeringan dalam proses dengan penentuan laju
pengeringan. Terdapat dua faktor yang pengeringan dan kualitas produk yang dihasilkan.
mempengaruhi pengeringan, yaitu faktor yang Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi 2 tahap yaitu
berhubungan dengan udara pengering seperti suhu, pembuatan tepung bengkuang dan analisis kualitas
kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan dasar tepung bengkuang (rendemen, kadar air, dan
udara, sedangkan faktor yang berhubungan dengan kadar abu). Secara terperinci pelaksanaan penelitian
sifat bahan yang dikeringkan berupa ukuran bahan, ini ditunjukkan oleh Gambar 1.
kadar air awal, dan tekanan parsial bahan, (Winarno. Variabel yang digunakan dalam penelitian
1997). Suhu udara pengering akan mempengaruhi ini adalah temperatur dan waktu pengeringan.
laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan. Dimana variabel 1 adalah temperatur (T), yang
Semakin tinggi suhu udara dan makin besar terdiri dari 4 level, yaitu 50°C, 55°C, 60°C, dan
perbedaan suhu, maka laju pengeringan makin cepat 65°C. Variabel 2 adalah waktu pengeringan, yang
(Desrosier. 1988). Studi mengenai hubungan suhu terdiri dari 4 level, yaitu 4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 7
udara pengeringan terhadap kualitas produk telah jam.
banyak dilakukan seperti yang dilakukan Koswara .
(2013), pengeringan dalam pembuatan tepung talas 3. Hasil dan Pembahasan
paling optimal dilakukan pada temperatur 60°C
selama 22 jam, yang mampu menurunkan kadar air 3.1 Rendemen
tepung talas menjadi 9.18% dari kadar air awal
bahan sebesar 29.1%. Penggunaan temperatur Pengukuran rendemen tepung bengkuang
sebesar 65°C selama 5.5 jam dalam pengeringan dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
tepung tepung jamur tiram putih mampu proses produksi tepung bengkuang. semakin tinggi
menghasilkan rendemen sebesar 7.34%, kadar air keberhasilan proses produksi semakin besar
4.30%, kadar abu 4.75%, kadar protein 19.20%, dan rendemen tepung bengkuang yang dihasilkan dan
derajat putih 82.17, (Lisa, dkk. 2015). Temperatur semakin baik kualitas tepung bengkuang yang
pengeringan yang terbaik untuk tepung wortel dihasilkan. Pengukuran rendemen tepung bengkuang
sebesar 60°C (Moehamed & Hussein 1994), irisan dalam penelitian ini diperoleh dengan
bawang putih 50 sampai 60°C (Marpaung & Sinaga. membandingkan berat tepung yang dihasilkan
1995), dan untuk tepung bawang merah 60°C dengan berat awal bahan (bengkuang) sebelum
(Hartuti & Asgar 1995). Proses pengeringan optimal mengalami proses dengan jumlah sebesar 1000
dalam pembuatan tepung tapai ubi kayu dapat gram. Interaksi antara temperatur dengan waktu
dilakukan pada temperatur 70°C sampai 75°C pengeringan tepung bengkuang memberikan
selama 9 jam (Lidiasari, dkk. 2006). Berdasarkan pengaruh nyata terhadap rendemen tepung yang
beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya, dihasilkan. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin
penelitian ini menitikberatkan pada hubungan antara tinggi temperatur pengeringan yang digunakan,
temperatur dan waktu pengeringan terhadap kualitas semakin tinggi rendemen tepung bengkuang yang
dari tepung bengkuang, dengan beberapa parameter dihasilkan. Begitu pula dengan penggunaan waktu
rendemen, kadar air, dan kadar abu tepung pengeringan, semakin lama waktu pengeringan
bengkuang. semakin tinggi rendemen tepung bengkuang yang
dihasilkan. Pada penelitian pembuatan tepung
2. Metode Penelitian bengkuang rendemen tepung tertinggi diperoleh
dengan menggunakan dengan menggunakan
Jenis penelitian ini adalah penelitian temperature pengeringan 65°C dengan lama
eksperimen (eksperimental research) yang menitik pengeringan 7 jam. Hal ini diperkuat oleh penelitian
beratkan pada hubungan antara temperatur dan Lisa, dkk (2015), rendemen tertinggi dalam
waktu pengeringan terhadap kualitas tepung pembuatan tepung jamur tiram dengan
bengkuang. Bahan baku utama yang digunakan menggunakan temperatur pengeringan 65°C dengan
adalah bengkuang jenis IR 64, yang mempunyai lama pengeringan 5.5 jam. Tetapi hasil penelitian ini
kadar air sebesar 86% dan kandungan pati sebesar tidak sesuai dengan pernyataan Desrosier, (1988),
10.2%. Selanjutnya bengkuang yang akan bahwa semakin tinggi temperatur dan semakin lama
waktu pengeringan suatu bahan, maka air yang penelitian ini, kadar air yang diperoleh pada
menguap dari bahan akan semakin banyak. Dengan pengeringan bengkuang untuk menjadi tepung
demikian maka bobot bahan menjadi berkurang dan bengkuang ditunjukkan oleh Gambar 3.
menghasilkan rendemen yang rendah.
Penggunaan temperatur pengeringan yang
rendah mengakibatkan proses pengeringan berjalan
lambat, hal ini dikarenakan kadar air pada potongan
bengkuang yang dikeringkan belum berkurang
secara optimal, sehingga tekstur bengkuang hasil
pengeringan menjadi keras dan sulit untuk digiling
atau dihaluskan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
dari Herudiyanto dan Agustina (2009), bahwa
tingkat tekstur bahan akan mempengaruhi proses
penggilingan dimana bahan yang lebih keras akan
mengasilkan partikel yang lebih besar sehingga akan
menghasilkan rendemen yang lebih sedikit.
Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur dan
waktu pengeringan dengan kadar air tepung
bengkuang

Gambar 3 menunjukkan kadar air tertinggi


sebesar 10.24% pada perlakuan temperatur
pengeringan 50° C dan waktu pengeringan selama 4
jam. Dan nilai kadar air terendah sebesar 4.69%
pada perlakuan temperatur pengeringan 65° C dan
waktu pengeringan selama 7 jam. Dari penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur
dan waktu pengeringan yang digunakan, kadar air
yang terkandung dalam bengkuang semakin rendah.
Gambar 2. Grafik hubungan antara temperatur dan Hal ini disebabkan terjadi penguapan air yang sangat
waktu pengeringan dengan rendemen tepung besar pada suhu dan lama pengeringan yang tinggi
bengkuang sehingga potongan bengkuangdapat kering dengan
sempurna dan kadar air tepung yang dihasilkan
3.2 Kadar Air menjadi rendah. Seperti yang dikemukaan Lubis
(2008), menyatakan bahwa lama pengeringan
Kadar air merupakan salah satu sifat kimia berpengaruh terhadap kadar air, hal ini dikarenakan
bahan pangan yang berpengaruh terhadap kualitas pengeringan yang cukup lama menyebabkan jumlah
dan lama penyimpanan bahan pangan. Kadar air air yang teruapkan lebih banyak sehingga kadar air
dalam bahan pangan ikut menentukan acceptability, dalam tepung berkurang. Sedangkan menurut Taib et
kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, al. (1997) dalam Fitriani (2008), bahwa kemampuan
1997). Diperkuat oleh pernyataan dari Hadiwiyoto bahan untuk melepaskan air dari permukaannya
(1993), menyatakan bahwa air merupakan akan semakin besar dengan meningkatnya suhu
komponen terbanyak yang terdapat di dalam buah udara pengering yang digunakan dan makin lamanya
dan sayur. Adanya aktivitas air dalam bahan pangan proses pengeringan, sehingga kadar air yang
dapat menunjukkan aktivitas dan pertumbuhan dihasilkan semakin rendah. Rendahnya kadar air
mikroorganisme dalam bahan pangan tersebut. yang dihasilkan pada tepung bengkuang hasil
Besarnya kadar air dalam bahan pangan berubah- penelitian berkisar antara 10% sampai 5%
ubah sesuai dengan kondisi lingkungan, dalam hal berdampak pada umur simpan tepung yang semakin
ini erat kaitannya dengan umur simpan bahan lama. Penggunaan temperatur dan waktu
pangan. Hal inilah yang menjadikan dasar utama pengeringan optimal pada penurunan kadar air
dalam pengolahan pasca panen. Pada proses tepung bengkuang yaitu dengan menggunakan
pengeringan difusi kontrol perubahan aliran massa temperatur pengeringan 60°C dengan waktu
dan kecepatan udara akan mempengaruhi kecepatan pengeringan selama 6 jam mampu menurunkan
pengeringan, dan mempercepat pengurangan kadar kadar air menjadi 6%. Menurut Saripudin (2006),
air pada bahan. Menurut Pelegrina dan Crapiste kadar air 6% mampu memperpanjang umur simpan
(2001), kecepatan udara pengering bergantung pada tepung selama 8 bulan. Hal tersebut juga diperkuat
temperatur pengeringan yang akan menurun dengan pernyataan Winarno (1997), bahwa produk
sepanjang proses pengeringan berlangsung karena pangan dengan kadar air kurang 14% cukup aman
adanya transfer panas ke bahan dan akan untuk mencegah pertumbuhan kapang, sedangkan
menurunkan kadar air yang ada pada bahan. Dalam kadar air maksimum produk kering seperti tepung
dan pati adalah 10%, sehingga akan memperpanjang air pada potongan bahan pangan (bengkuang)
umur simpannya. mengalami penurunan lebih tinggi sehingga bahan-
bahan yang tertinggal pada bahan pangan
3.3 Kadar Abu (bengkuang) akan meningkat salah satunya adalah
mineral. Menurut Sudarmadji, dkk, (1997), bahwa
Sebagian besar bahan pangan mengandung kadar abu tergantung pada jenis bahan, cara
sekitar 96% bahan organik dan air, sedangkan pengabuan, waktu dan temperatur yang digunakan
sisanya sejumlah 4% merupakan bahan mineral yang saat pengeringan. Jika bahan yang diolah melalu
dikenal dengan sebutan bahan anorganik atau abu. proses pengeringan maka lama waktu dan semakin
Penentuan kadar abu didalam bahan pangan tinggi temperatur pengeringan akan meningkatkan
mempunyai tujuan untuk (1) menetukan baik kadar abu, karena air yang keluar dari dalam bahan
tidaknya suatu proses pengolahan, (2) mengetahui semakin besar.
jenis bahan yang digunakan, dan (3) mengetahui
parameter nilai gizi dari bahan pangan. Menurut 4. Kesimpulan dan Saran
Ardiansyah, dkk (2014), semakin rendah kadar abu
yang terkandung pada tepung maka mutunya akan Dari pembahasan yang telah dilakukan maka
semakin baik. Beberapa komponen mineral yang dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur
terkandung dalam 100 gram bengkuang antara lain; dan lama waktu pengeringan maka rendemen dan
kalium sebesar 150 miligram, kalsium sebesar 15 kadar abu tepung bengkuang akan semakin
miligram, fosfor sebesar 18 mg, magnesium sebesar meningkat, sedangkan kadar airnya menurun. Dari
12 miligram, mangan sebesar 0.60 miligram, zink penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak terjadi
sebesar 0.18 miligram, dan zat besi sebesar 0.6 interaksi antara temperatur pengeringan dan lama
miligra, (Maulana. 2015). Dalam penelitian ini waktu pengeringan. Perlakuan terbaik dalam
besarnya kadar abu pada tepung bengkuang penelitian ini adalah perlakuan dengan suhu 65° C
ditunjukkan oleh Gambar 4. dan lama waktu pengeringan 7 jam yang
menghasilkan bengkuang dengan mutu terbaik,
dengan menghasilkan rendemen sebesar 7.74%,
kadar air sebesar 4.69%, dan kadar abu sebesar
5.13%. Diharapkan nantinya akan ada penelitian
lanjutan mengenai pengaruh laju pengeringan
terhadap kualitas fisik dan kimia tepung bengkuang
dengan menggunakan mesin pengering tipe double
blower.

Daftar Pustaka:

Ardiansyah, F. Nurainy, dan S, Astuti. (2014):


Pengaruh Perlakuan Awal terhadap
Gambar 4. Grafik hubungan antara temperatur dan Karakteristik Kimia dan Organoleptik Tepung
waktu pengeringan dengan kadar abu tepung Jamur Tiram (PlaerotusOstreatus), Jurnal
bengkuang Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume
19 No.2, pp: 117-126.
Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa Asgar, A., Zaini,S., Widyasanti, A., & Wulan A.
kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan (2013): Kajian Karakteristik Pengeringan
temperatur pengeringan 65°C dan waktu Jamur Tiram (Pleurotus sp.) Menggunakan
pengeringan 7 jam sebesar 5.13%. Sedangkan kadar Mesin Pengering Vakum, J. Hort Volume 23
abu terendah terdapat pada perlakuan temperatur No. 4, pp. 379-389.
pengeringan 50° C dan waktu pengeringan 4 jam Brown A., (2000): Understanding Food-Principles
sebesar 4.05%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa and Preparation, New York, Wadsworth
perlakuan yang diterapkan pada proses produksi Thomson Learning.
tepung bengkuang berbanding lurus dengan kadar Desrosier, N. W., (1988): Teknologi Pengawetan
abu yang dihasilkan, yaitu semakin tinggi temperatur Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo, UI-Press,
dan lama waktu pengeringan yang digunakan maka Jakarta.
kadar abu tepung bengkuang juga akan semakin Earle, R. L., (1982): Satuan Operasi dalam
tinggi. Dalam hal ini, temperatur pengeringan Pengolahan Pangan, Bogor, Sastra Huday.
merupakan faktor penentu tingginya kadar abu yang Fitriani, S., (2008): Pengaruh Suhu dan Lama
terkandung dalam tepung bengkuang. Seperti yang Pengeringan Terhadap Beberapa Mutu
dikemukakan oleh Darmajana (2007), bahwa dengan Manisan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi
bertambahnya temperatur pengeringan maka kadar L) Kering, Jurnal Sagu Volume 7 No. 1, pp:32-
abu akan cenderung meningkat karena kandungan 37.
Hadiwiyoto, (1993): Teknologi Pengolahan Hasil of Food Engineering Volume 93 No. 2, pp:151-
Perikanan, Yogyakarta, Penerbit Liberty. 161
Handono, S., (2011): Kerusakan Bahan Pangan, Riansyah, Angga., Supriadi, Agus., & Nepianti,
Jakarta, Penebar Swadaya. Rodiana, (2013): Pengaruh Perbedaan Suhu
Hartuti, N & Asgar, A., (1995): Pengaruh Suhu dan Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik
Pengeringan dan Tebal Irisan Terhadap Mutu Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster pectoradis)
Tepung Dua Kultivar Bawang Merah, Prosiding dengan Menggunakan Oven, Jurnal Fishtech
Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, Volume 2 No. 1, Palembang, Universitas
pp: 617-24. Sriwijaya, pp: 53-68.
Heldman, Dennis., (1981): Food Process Sandranutha, Denetha., (2012): Pengaruh Waktu
Engineering, Westport, Connectiour, AVI dan Suhu pada Pembuatan Kripik Bengkuang
Publishing Company Inc. dengan Vaccum Frying, Tugas Akhir,
Herudiyanto, M dan V.A. Agustina, (2009): Semarang, Fakultas Teknik Universitas
Pengaruh Cara Blansing pada Beberapa Diponegoro.
Bagian Tanaman Katuk (Sauropus anrogynus Saripudin, Udin., (2006): Rekayasa Proses Tepung
L.Merr) terhadap Warna dan Beberapa Sagu (Metroxylon sp.) dan Beberapa
Karakteristik Lain Tepung Katuk, Skripsi, Karakternya, Skripsi, Bogor, Fakultas
Bandung, Universitas Padjajaran. Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Indriani, Fajar., Nurhidajah., & Suyanto, Agus., Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, (1997):.
(2013): Karakteristik Fisik, Kimia dan Sifat Prosedur Analisa untuk Bahan Pangan dan
Organoleptik Tepung Beras MerahBerdasarkan Pertanian, Yogyakarta, Penerbit Liberty.
Variasi Lama Pengeringan, Jurnal Pangan dan Sulistyowati, R. 2004. Pengaruh Suhu dan Lama
Gizi Volume 4 No. 8 Pengeringan dengan menggunalan Cabinet
Kartasapoetra, A.G., (1994):Teknologi Penanganan Dryer terhadap Kadar Air, Protein dan Lemak
Pasca Panen, Jakarta, Rineka Cipta. pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus),
Koswara, Sutrisno., (2013): Teknologi Pengolahan Skripsi, Malang, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Umbi-umbian Bagian I: Pengolahan Umbi Pendidikan Universitas Muhammadiyah.
Talas, Modul Kuliah, Bogor, SEAFAST Institut Supriyono, (2003): Mengukur Faktor-faktor dalam
Pertanian Bogor. Proses Pengeringan, Modul Keahlian
Kumar, P, Sagar, R & Singh, U., (2006): Effect of Agroindustri, Jakarta, Departemen Pendidikan
Tray Load on Vacuum Drying Kinetics of Nasional.
Mango, Guava, and Aonla, Journal Sci. and Susanto. T. & B. Saneto, (1994): Teknologi
Industrial Research Volume 65No. 8, pp: 659- Pengolahan Hasil Pertanian, Surabaya,
64. Penerbit Bina Ilmu.
Lisa, Maya., Lutfi, Musthofa., & Susilo, Bambang., Taib, G., G. Said & S. Wiraatmadja, (1987): Operasi
(2015): Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Pengeringan Pada Pengolahan Hasil
terhadap Mutu Tepung Jamur Tiram Putih Pertanian, Jakarta, Mediyatama Sarana Perkasa.
(Plaerotus ostreatus) Jurnal Keteknikan Winarno, F.G., (1997): Pangan, Gizi, Teknologi dan
Pertanian Tropis dan Biosistem Volume 3 No3. Konsumen, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
pp: 270-279
Lubis, I.H. (2008): Pengaruh Lama dan Suhu
Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Pandan,
Skripsi, Medan, Fakultas Pertanian Universitas
Sumatra Utara.
Marpaung, L & Sinaga, RM., (1995): Orientasi
Perlakuan Pengeringan dan Kadar Terhadap
Mutu Irisan Kering Bawang Putih, Buletin
Penelitian Holtikultur, Vol. 27,No. 3, pp: 143-
52.
Moehamed, S & Hessein, R., (1994): Effect of Low
Temperature Blanching, Cysteine-HCl, N-
Acetyl-L-Cysteine, Na-Metabisulphit and
Drying Temperature on The Frmness and
Nutrient Content of Dried Carrots, J. Food
Proc. and Pres Volume 18, pp: 343-48.
Muchtadi, T. R., (1997): Teknologi Proses
Pengolahan Pangan, Fakultas Pangan dan Gizi
IPB, Bogor.
Pelegria & Crapiste, (2001): Modelling the
Peneumatic Drying of Food Particles, Journal
Mulai

Pengupasan Kulit
bengkuan
g
Penimbangan 1000
gram

Air bersih Pencucian 1 kali Air kotor


proses

Pemotongan ukuran
2x2 cm

Bleaching pada temperatur 75°C selama 10 menit

Pengeringan pada :
 Temperatur 50°C, 55°C, 60°C, dan 65°C.
 Waktu pengeringan 4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 7 jam

Penepungan (80 mesh)


Analisis kualitas
dasar tepung :
Tepung bengkuang  Rendemen
 Kadar Air
 Kadar Abu
Selesai

Gambar 1. Diagram alir proses pembuatan tepung bengkuang

View publication stats

You might also like