You are on page 1of 6

ISSN 1411 – 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8, No. 2, 2006, Hlm.

141 - 146 141

PENGARUH PERBEDAAN SUHU PENGERINGAN TEPUNG TAPAI


UBI KAYU TERHADAP MUTU FISIK DAN KIMIA YANG
DIHASILKAN

THE INFLUENCE OF DRYING TEMPERATURE DIFFERENCE ON PHYSICAL AND


CHEMICAL QUALITIES OF PARTIALLY FERMENTED CASSAVA FLOUR

Eka Lidiasari, Merynda Indriyani Syafutri, dan Friska Syaiful


Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
Jl Raya Palembang Prabumulih KM 32 Inderalaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan
eka.lidiasari@telkom.net

ABSTRACT
The objective of the research was to determine the influence of drying temperature on physical and chemical
characteristics of partially fermented cassava flour. The research was conducted in Agriculture Product Chemical
Laboratory of Agriculture Technology Department, Sriwijaya University, Indralaya. The research used case
study. Measurement of physical and chemical characteristics of partially fermented cassava flour were conducted
with two replications. The result showed that colour of partially fermented cassava flour dried on 70 and 80 oC
was yellow reddish, but colour of partially fermented cassava flour dried on 70 oC was more lightness. The
capacity of water absorption, ash content, starch content and protein content of partially fermented cassava
flour dried on 70 oC were higher than that of 80 oC. Whereas the moisture content and total acid content of
partially fermented cassava flour dried on 80 oC were higher than that of 70 OC.

Key words : chemical quality, drying temperature, partially fermented cassava flour, physical quality

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh suhu pengeringan terhadap sifat fisik dan kimia tepung
tapai ubi kayu. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian
Universitas Sriwijaya Indralaya. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pengukuran masing-masing
sifat fisik dan kimia tepung tapai ubi kayu dilakukan dengan 2 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
warna tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu 70 dan 80 oC adalah kuning kemerahan, tetapi warna
tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu 70 oC lebih cerah. Daya serap air, kadar abu, kadar pati, dan
kadar protein tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu 70 oC lebih besar daripada tepung tapai ubi
kayu yang dikeringkan pada suhu 80 oC. Sedangkan kadar air dan kadar asam total tepung tapai ubi kayu yang
dikeringkan pada suhu 80 oC lebih besar daripada tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu 70 oC.

Kata kunci : mutu kimia, suhu pengeringan, tepung tapai ubi kayu, mutu fisik.

PENDAHULUAN ubi kayu masih dapat menghasilkan (Nuryani dan


Soedjono, 1994).
Ubi kayu (Manihot utilisima Pohl) merupa- Ubi kayu tergolong bahan industri yang
kan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia penting. Tingkat produksi ubi kayu di Sumatera
setelah padi dan jagung (Barret dan Damardjati, Selatan mempunyai potensi yang cukup besar.
1984). Sebagai sumber bahan makanan, ubi kayu Menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan
dapat diusahakan hampir di semua tempat karena (2003), produksi tanaman ubi kayu pada tahun 2003
tanaman ini tidak memerlukan banyak persyaratan di Sumatera Selatan mencapai 158.042 ton. Jumlah
tumbuh. Sehingga pada tanah yang tanduspun, ini paling besar bila dibandingkan dengan produksi
Lidiasari E., et al JIPI 142

tanaman palawija lainnya yang ada di Sumatera dapat dibuat atau digunakan sebagai bahan
Selatan (Tabel 1). pencampur roti, aneka kue dan biskuit. Selain itu
Tabel 1. Produksi tanaman palawija di Sumatera tepung tapai ubi kayu juga mempunyai nilai gizi
Selatan pada tahun 2003 yang lebih baik bila dibandingkan dengan ubi kayu
sendiri sebagai bahan baku, seperti meningkatnya
Jenis Tanaman Palawija Produksi (ton) kadar vitamin B1 dan kadar protein (asam-asam
Ubi kayu 158.042 amino) akibat proses fermentasi pada proses
Ubi jalar 20.672 pembuatan tapai. Alkohol yang terbentuk pada
Kacang tanah 7.681
proses fermentasi juga akan menguap akibat
Kacang kedelai 4.815
Jagung 59.261 proses pengeringan pada pembuatan tepung tapai
Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan (2003) ubi kayu, sehingga kadar alkohol pada tepung tapai
ini hampir tidak ada.
Tingkat produksi tanaman ubi kayu yang besar Pengeringan adalah proses pengurangan
ini menyebabkan harga ubi kayu dapat menurun kandungan air suatu bahan hingga mencapai
pada masa panen raya dan memaksa petani jumlah tertentu. Tujuan pengeringan adalah
menjual dengan harga yang rendah atau mengurangi kadar air pada bahan sampai batas di
membiarkan tanamanannya membusuk di kebun mana perkembangan mikroorganisme yang dapat
karena ongkos panen lebih tinggi dari harga menyebabkan pembusukan terhambat. Proses
jualnya. Ubi kayu mempunyai kelemahan, antara pengeringan tepung tapai ubi kayu dapat dilakukan
lain menempati ruang yang besar dan memiliki setelah tapai diiris setebal ± 2 mm pada suhu 70
o
kandungan air yang tinggi (40-70%) sehingga C sampai 75 o C selama 9 jam (Pusbangtepa,
mudah rusak/tidak tahan simpan, karena selama 1983). Keuntungan dari produk-produk yang
tiga hari dalam suhu ruang mutu ubi sudah dikeringkan antara lain penangannya menjadi lebih
menurun. Untuk mengatasi hal ini, perlu adanya mudah dan praktis serta mempermudah
suatu proses untuk mengolah bahan mentah penyimpanan dan pengangkutan karena
tersebut menjadi bahan lain yang lebih tinggi daya volumenya diperkecil dan daya awetnya tinggi
gunanya maupun nilai ekonominya. (Buckle et al., 1985).
Di Indonesia ubi kayu dimakan setelah Suhu pengeringan 70 o C dan 80 o C merupakan
dikukus, dibakar, digoreng, diolah menjadi berbagai suhu pengeringan yang digunakan pada penelitian
makanan atau diragikan menjadi tapai. Tapai ubi ini, karena pada penelitian pendahuluan suhu 70
o
kayu merupakan salah satu hasil fermentasi. C dan 80 o C adalah suhu yang baik untuk
Fermentasi adalah suatu reaksi metabolisme yang mendapatkan tepung tapai ubi kayu yang
meliputi sederet reaksi oksidasi-reduksi, yang donor diinginkan.
dan aseptor elektronnya adalah senyawa-senyawa Tujuan penelitian ini adalah untuk mem-
organik, umumnya menghasilkan energi (Tim pelajari perbedaan sifat fisik dan kimia tepung tapai
Penulis, 2002). Wirakartakusumah et al. (1989) ubi kayu yang dikeringkan pada suhu pengeringan
menyatakan bahwa hasil fermentasi mempunyai yang berbeda yaitu suhu 70 o C dan 80 o C.
nilai gizi, nilai biologi serta cita rasa dan aroma
yang lebih baik dibandingkan dengan bahan METODE PENELITAN
asalnya. Menurut Margono et al. (2000), pada
proses pembuatan tapai karbohidrat mengalami Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
proses peragian oleh mikrobia tertentu sehingga Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi
sifat-sifat bahan berubah menjadi lebih enak dan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas
sekaligus mudah dicerna. Sriwijaya Indralaya, pada bulan Juni sampai Juli
Astawan dan Wahyuni (1991) menyatakan 2005.
produk tapai ubi kayu dapat diolah menjadi tepung Bahan-bahan yang digunakan dalam
tapai untuk industri karena dari tepung tapai ini penelitian ini adalah ubi kayu, ragi tapai, aquadest,
Pengaruh perbedaan suhu pengeringan JIPI 143

natrium bisulfit, daun pisang, dan bahan-bahan 2. Daya serap air (Elly, 1990).
kimia untuk analisa. Bahan yang akan diukur sebanyak 3 g
Alat-alat yang digunakan adalah pisau, diletakkan di atas kertas saring, ditambahkan air
baskom, dandang, kompor gas, talenan, saringan hangat (suhu 40 o C) sebanyak 13 g dan didiamkan
plastik, saringan tepung 80 mesh, oven, blender, selama 3 menit. Air yang keluar ditampung
plastik, dan alat-alat untuk analisa. kemudian ditimbang. Daya serap air dapat dihitung
Penelitian ini berupa penelitian studi kasus. dengan rumus :
Tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu
a −b
70 o C dibandingkan sifat fisik dan kimianya dengan Daya serap air (%) = x100%
tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu c
80 o C. Untuk setiap analisa dilakukan ulangan Keterangan :
sebanyak dua kali. Hasil yang diperoleh disajikan a = berat air mula-mula (g)
dalam bentuk tabulasi. b = berat air yang keluar (g)
Pembuatan tapai ubi kayu adalah sebagai c = berat sampel (g)
berikut: ubi kayu disortasi, dikupas, dibersihkan
permukaannya (dikerok), dicuci, dikukus sampai 3. Kadar air (Sudarmadji et al., 1986)
matang, diangkat dan didinginkan. Setelah itu, Pengukuran kadar air dalam penelitian ini
ditaburi ragi tapai sebanyak 1% hingga merata, menggunakan metode oven (penguapan). Cawan
kemudian difermentasi selama ± 18 jam. kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit
Pembuatan tepung tapai ubi kayu adalah dan didinginkan dalam desikator selama 15 menit
sebagai berikut : tapai yang dihasilkan direndam kemudian ditimbang. Setelah itu, 3 g sampel
dalam larutan natrium bisulfit dengan konsentrasi ditimbang, dimasukkan dan diratakan dalam
2000 ppm selama 15 menit dan ditiriskan, kemudian cawan. Cawan beserta isinya diangkat dan
diiris dengan ketebalan ± 3 mm. Pengeringan ditempatkan di dalam oven pada suhu 105 o C
dilakukan di dalam oven (dengan suhu 70 o C dan selama 6 jam. Kemudian cawan dipindahkan ke
80 o C) selama 9 jam sampai kadar air dalam desikator selama 15 menit. Setelah dingin
maksimumnya 13-14%. Tapai yang sudah kering ditimbang kembali, dan dikeringkan kembali
digiling dan diayak dengan saringan/ayakan 80 sampai mendapat berat yang tetap.
mesh. Tepung tapai ubi kayu yang dihasilkan
dianalisa karakteristik fisik dan kimianya. 4. Kadar abu (Sudarmadji et al., 1986)
Peubah fisik dan kimia yang diamati pada Krus porselin bersih dikeringkan di dalam
penelitian ini adalah : oven selama 15 menit lalu dimasukkan dalam
1. Warna tepung tapai ubi kayu desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang.
Warna tepung tapai ubi kayu diukur dengan Sampel ditimbang sebanyak 2 g dan diletakkan di
menggunakan alat yaitu Color Checker. Alat ini dalam krus porselin, lalu dipijarkan di dalam muffle
menunjukkan nilai Lightness (L), Chroma (C), dan furnace dengan suhu 500-600 o C sampai menjadi
Hue (H). Lightness merupakan derajat abu berwarna keputih-putihan. Kemudian
kecerahan (gelap terangnya) warna, nilai chroma dimasukkan ke dalam oven (100 o C) untuk
menunjukkan kilap atau kusamnya tepung tapai menurunkan suhunya, lalu dimasukkan ke dalam
berdasarkan warna kromatik dan nilai hue desikator baru kemudian ditimbang.
menunjukkan panjang gelombang yang dominan
dari tepung tapai yang akan diukur. Dari hasil 5. Kadar pati (Sudarmadji et al., 1986)
yang diperoleh dari color checker, dikonversikan Sebanyak 5 g sampel yang telah dihaluskan,
pada “Munsell Color Chart of Tissue” yaitu dengan ditambahkan 50 mL aquadest dan diaduk selama
cara mencocokkan warna tepung tapai dengan 1 jam. Kemudian suspensi disaring dengan kertas
nilai hue (warna kromatik), lightness (kecerahan saring dan dicuci dengan aquadest sampai volume
warna) dan chroma (intensitas warna). filtrat 250 mL. Pati yang terdapat sebagai residu
Lidiasari E., et al JIPI 144

pada kertas saring dicuci dengan 10 mL n-heksane, 7. Kadar asam total (Renggana, 1977)
biarkan n-heksane menguap dari residu, kemudian Sebanyak 10 g sampel diencerkan dengan
dicuci lagi dengan 150 mL alkohol 10% untuk menggunakan aquadest di dalam labu takar 250
membebaskan pati yang terlarut. Residu dipindah- mL. Sebanyak 25 mL larutan sampel diambil dan
kan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam dititrasi dengan NaOH 0.1N dengan menambah-
Erlenmeyer 500 mL dengan pencucian 200 mL kan 3 tetes indikator pp sampai terjadi perubahan
aquadest dan ditambahkan 20 mL HCl 25%, warna (Persamaan 1).
ditutup dengan pendingin balik dan dipanaskan di
atas penangas air mendidih selama 2.5 jam. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah dingin dinetralkan dengan NaOH 45% dan
diencerkan sampai volume 500 mL dan disaring. Sifat fisik
Kemudian 10 mL larutan sampel dipipet dan Sifat fisik tepung tapai ubi kayu yang diamati
ditambahkan 25 mL larutan Luff-Schoorl dalam adalah warna tepung tapai dan daya serap air.
Erlenmeyer 250 mL (dibuat pula perlakuan Sifat fisik tepung tapai ubi kayu dapat dilihat pada
blangko yaitu 10 mL air ditambahkan 25 mL larutan Tabel 2.
Luff-Schoorl). Tabel 2. Sifat Fisik Tepung Tapai Ubi Kayu
Setelah ditambah 3 butir batu didih,
Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik, Peubah Suhu Pengeringan
kemudian dididihkan selama 10 menit. Kemudian 70 oC 80 oC
didinginkan dan ditambahkan 15 mL KI 20% serta Warna 5 YR 8/5 5 YR 7/5
25 mL H2-SO4 26.5% dengan hati-hati. Setelah Daya Serap Air (%) 3.8841 3.8709
itu dititrasi dengan larutan Na2 S2 O3 0.1N dengan
memakai indikator pati sebanyak 2 mL. Tentukan Hasil uji warna tepung tapai ubi kayu
kadar glukosa seperti penentuan gula reduksi. menunjukkan bahwa warna kromatik tepung tapai
Berat glukosa dikalikan 0.90 adalah berat pati. ubi kayu adalah kuning kemerahan (YR).
Pengeringan pada suhu 70 o C menghasilkan warna
6. Kadar protein (Sudarmadji et al., 1986) kromatik yang lebih cerah bila dibandingkan dengan
Kadar protein diukur berdasarkan metode suhu pengeringan 80 o C. Hal ini dapat terjadi
Kjeldahl-Mikro. Sebanyak 5 g sampel dimasukkan karena adanya reaksi maillard yang lebih cepat
ke dalam labu Kjeldahl 500 mL, dan ditambahkan pada suhu pengeringan 80 o C dibandingkan suhu
campuran selen dan 25 mL H2 SO 4 pekat, pengeringan 70 o C. Reaksi maillard terjadi pada
kemudian dipanaskan sampai hilang uap putih dan bahan yang mengandung gula dan protein tinggi
didinginkan pada suhu kamar. Larutan dipindahkan yang mengalami pemanasan sehingga
ke dalam labu takar 250 mL dan diencerkan dengan menimbulkan warna coklat (Winarno, 1991).
aquadest sampai tanda batas, diaduk hingga Daya serap air tepung tapai ubi kayu yang
homogen. Pipet larutan sebanyak 25 mL dan dikeringkan pada suhu 70 o C lebih besar bila
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL, dibandingkan dengan suhu daya serap air tepung
ditambahkan 3 tetes indikator pp 0.5% dan NaOH tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu 80 o C.
30% sampai warna merah jambu. Ditambahkan Hal ini terjadi karena pada saat proses penggiling-
5 mL formaldehid 37%, diaduk dan dititrasi dengan an tepung berlangsung, ubi kayu yang telah
larutan standar NaOH 0.1N sampai titik akhir dikeringkan pada suhu 80 o C mengalami penyerap-
(disiapkan juga larutan blangko). Kadar protein an air dari udara sekitar yang tinggi daripada ubi
dihitung dengan mengalikan nilai konversi dari kayu yang dikeringkan pada suhu 70 o C, karena
nitrogen ke protein kasar sebesar 6.25 (BM bahan yang kering bersifat higroskopis. Oleh
nitrogen = 14.001). karena itu, daya serap air tepung tapai ubi kayu
VNaOH x NNaOH x f . pengenceran x BMasamasetat
KAT(%) =
g sampelx1000
Persamaan 1. Rumus penghitungan kasar asam total
Pengaruh perbedaan suhu pengeringan JIPI 145

yang dikeringkan pada suhu 80 o C cenderung yang terhidrolisis maka lebih banyak logam yang
berjalan lebih lambat diakibatkan telah mengalami terbentuk. Kadar abu tepung tapai ubi kayu yang
titik jenuh penyerapan air. dikeringkan pada suhu 70 o C lebih besar bila
dibandingkan dengan tepung tapai ubi kayu yang
Sifat kimia dikeringkan pada suhu 80 o C. Hal ini berbanding
Sifat kimia tepung tapai ubi kayu yang diamati lurus dengan kadar protein. Makin tinggi suhu
adalah kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar pengeringan, maka makin banyak protein dan
protein dan kadar asam total. Sifat kimia tepung mineral yang terdenaturasi (Astuti, 1979).
tapai ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 3. Kadar pati tepung tapai ubi kayu yang
Tabel 3. Sifat kimia tepung tapai ubi kayu
dikeringkan pada suhu 70 o C lebih besar bila di-
bandingkan dengan tepung tapai ubi kayu yang
Peubah Suhu Pengeringan dikeringkan pada suhu 80 o C. Hal ini berbanding
70 oC 80 oC terbalik dengan kadar asam total tepung tapai ubi
Kadar Air (%) 2.968 7.865 kayu, di mana kadar asam total tepung tapai ubi
Kadar Abu (%) 1.5025 0.8425 kayu yang dikeringkan pada suhu 70 o C lebih kecil
Kadar Pati (%) 47.455 26.430 bila dibandingkan dengan kadar asam total tepung
Kadar Protein (%) 7.8 0.80 tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu 80 o C.
Kadar Asam Total (%) 0.48 0.830 Makin tinggi suhu pengeringan maka kadar pati
makin rendah karena suhu yang terlalu tinggi akan
Kadar air tepung tapai ubi kayu yang
mengakibatkan terjadinya leaching atau rusaknya
dikeringkan pada suhu 70 o C lebih kecil bila
molekul pati pada saat pengeringan. Menurut
dibandingkan dengan tepung tapai ubi kayu yang
Santoso et al. (1997), proses pengeringan dengan
dikeringkan pada suhu 80 o C. Hal ini terjadi karena
suhu tinggi dapat mengubah bentuk pati menjadi
pada saat penggilingan, tepung tapai ubi kayu yang
pati tergelatinisasi sehingga granula pati yang
dikeringkan pada suhu 80 o C telah mengalami
rusak akan lebih banyak. Dengan semakin banyak
penyerapan air yang tinggi, sehingga kadar air
nya molekul pati yang rusak maka kadar asam
yang dihasilkan setelah proses penggilingan tepung
total akan semakin meningkat pula, hal ini
akan meningkat. Menurut Departemen
disebabkan molekul pati akan berubah menjadi
Perindustrian RI (1992), kadar air maksimum gula-gula yang sederhana.
untuk tepung tapioka adalah 17.5%, sehingga
kadar air tepung tapai ubi kayu ini masih tergolong KESIMPULAN
rendah untuk tepung tapai yang dikeringkan pada
suhu 70 o C dan tergolong sedang untuk tepung Warna tepung tapai ubi kayu yang
tapai yang dikeringkan pada suhu 80 o C. dikeringkan pada suhu 70 o C sama dengan tepung
Kadar abu tepung tapai ubi kayu baik yang tapai ubi kayu yang dikeringkan pada suhu 80 o C
dikeringkan pada suhu 70 o C ataupun 80 O C lebih yaitu kuning kemerahan, tetapi warna tepung tapai
tinggi dari kadar air maksimum untuk tepung ubi kayu (suhu pengeringan 70 o C) lebih cerah.
tapioka. Kadar abu maksimum untuk tepung Tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan pada
tapioka adalah 0.6% (Departemen Perindustrian suhu 70o C memiliki daya serap air, kadar abu,
RI, 1992). Hal ini terjadi karena tepung tapai ubi kadar pati dan kadar protein yang lebih besar yaitu
kayu telah mengalami proses fermentasi pada saat masing-masing 3.8841%, 1.5025%, 47.455% dan
pembuatan tapai. Sehingga banyak protein yang 7.8%. Tepung tapai ubi kayu yang dikeringkan
terhidrolisis. Protein gabungan dari pangan pada pada suhu 80 o C memiliki kadar air dan kadar
hidrolisis dapat menghasilkan logam, karbohidrat, asam total yang lebih besar yaitu masing-masing
fosfat dan lipida. Sehingga lebih banyak protein 7.865% dan 0.830%.
Lidiasari E., et al JIPI 146

DAFTAR PUSTAKA Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI.


Jakarta.
Astawan, M. dan Wahyuni. 1991. Teknologi Nuryani, S. dan Soedjono. 1994. Budidaya Ubi
Pengolahan Nabati Tepat Guna. Akademika Kayu. Dahara Priza, Jakarta.
Pressindo, Bogor. Pusbangtepa. 1983. Laporan Pelaksanaan
Astuti, J.T. 1979. Pengaruh Penambahan Pendidikan dan Latihan Tenaga Pembina
NaHSO 3 , Blanching dan Suhu Pengeringan Wilayah Bina Swadaya dalam Bidang
Terhadap Mutu Kelapa Parut Kering Selama Pengolahan Pangan Tradisional.
Penyimpanan. Fatemeta IPB, Bogor. Pusbangtepa IPB, Bogor.
Badan Pusat Statistik Sumatera Selatan. 2003. Renggana. 1977. Manual Analysis of Fruits and
Produksi Tanaman Palawija di Sumatera Vegetables Product. Tata Mc Graw Hill Co.
Selatan pada Tahun 2003. Palembang. Ltd. New Delhi.
Barret, M.D. dan S.D. Damardjati. 1984. Santoso, B.A.S., Nasta dan S. Widowati. 1997.
Peningkatan Mutu Hasil Ubi Kayu di Studi Karakteristik Pati Ubi Jalar. Prosiding
Indonesia. Jakarta. Seminar Nasional Teknologi Pangan. Dalam
Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M. S. Budijanto, F. Zakaria, R.D. Hariyadi dan
Wooton. 1985. Food Science. Directorate B. Satiawiharja. Perhimpunan Ahli Teknologi
General of Higher Education and The Pangan Indonesia dan Kantor Menteri
International Development Program for Negara Urusan Teknologi Pangan Republik
Australian University and Colleges, Indonesia. Jakarta.
Australian. Diterjemahkan oleh Hari Sudarmadji S., B. Haryono dan Suhardi. 1986.
Purnomo dan Adiono. 1987. Ilmu Pangan. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan
Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Departemen Perindustrian RI. 1992. Standar Tim Penulis Laboratorium Kimia-Biokimia Pangan
Nasional Indonesia Tepung Tapioka Nomor Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil
070-92. Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM.
Elly. 1990. Pembuatan bahan makanan campuran 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi.
bayi dari tepung kedelai, tepung jagung dan Kanisius, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi.
tepung pisang. Skripsi. Jurusan Teknologi
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Pertanian, Fakultas Pertanian UNSRI, Wirakartakusumah, A., R. Syarief dan D. Syah.
Palembang (Tidak dipublikasikan). 1989. Pemanfaatan Teknologi Pangan dalam
Margono, T., S. Detty dan H. Sri . 2000. Buku Pengolahan Singkong. Buletin Pusbangtepa
Panduan Teknologi Pangan. Pusat Informasi IPB 7 (18). Bogor.

You might also like