You are on page 1of 13

ISSN 2088 – 5369

KUALITAS ASAM CUKA KELAPA (Cocos nucifera L.) DENGAN METODE


LAMBAT (SLOW METHODS)

COCONUT VINEGAR QUALITY PRODUCED BY SLOW METHODS

Echy Warna Priasty, Hasanuddin* dan Kurnia Herlina Dewi


Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu
*E-mail: hasanudin_2@unib.ac.id

ABSTRACT

The vinegar production needs two steps, the sugar changing to alcohol by yeast and then alcohol
changing to vinegar by acetic acid bacteria. The vinegar could be produce by slow methods.
The purposed of this study were to determine the influence of yeast and sugar using against
the quality of fermentation result in first step (anaerobic), analyzing the influence of
fermentation time against the vinegar quality based on SNI 01-3711-1995, and study the influence
of fermentation time against the acetic acid content in second step (aerobic) with slow methods.
This research used completely randomized design, the adding sugar (3 level) and yeast (3 level) as
treatment. Each treatment was repeated three times. While the observation of vinegar quality used
experiment research without the difference of treatment and repetition, used single error design.
Result of research showed that vinegar quality have been suitable with SNI 01-3711-1995 about
vinegar, include form, smell, acetic acid content, formic acid and oxalic acid. If the fermentation
time be longer, the acetic acid content be lower in aerobic fermentation with slow methods, it was
showed by the exponential regression formula ŷ= 20,695e-0,088x.
Key words : vinegar, acetic acid, coconut water vinegar, and slow methods.

ABSTRAK

Pembuatan cuka melalui dua proses fermentasi yaitu, perubahan gula menjadi alkohol oleh
khamir atau ragi kemudian perubahan alkohol menjadi asam cuka oleh bakteri asam cuka.
Pembuatan asam cuka dilakukan dengan metode lambat. Tujuan penelitian adalah mempelajari
pengaruh pemakaian ragi dan gula terhadap kualitas hasil fermentasi tahap pertama, menganalisis
pengaruh lama fermentasi terhadap kualitas asam cuka berdasarkan SNI 01-3711-1995, dan
mempelajari pengaruh lama fermentasi terhadap kadar asam asetat pada tahap kedua. Penelitian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap: 2 perlakuan yaitu konsentrasi gula (3 taraf) dan ragi (3
taraf), diulang 3 kali. Pengamatan kualitas cuka menggunakan penelitian eksperimen tanpa
perbedaan perlakuan dan ulangan, yaitu Rancangan Bergalat Tunggal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kualitas asam cuka yang dihasilkan sudah memenuhi SNI 0l-3711-
1995 tentang cuka makan, yaitu meliputi bentuk, bau, kadar asam asetat, asam format dan asam
oksalat. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap
kadar alkohol. Semakin lama fermentasi maka semakin menurun kadar asam asetat pada
fermentasi aerob dengan metode lambat, yang ditunjukkan dengan persamaan regresi eksponensial
ŷ= 20,695e-0,088x.
Kata kunci : asam cuka, asam asetat, cuka air kelapa, metode lambat
E.W. Priastry, Hasanuddin dan K.H. Dewi

PENDAHULUAN Satu buah kelapa mengandung sekitar 200


ml air kelapa tergantung oleh ukuran kela-
Produksi buah kelapa di daerah pa, varietas, kematangan, dan kesegaran
tropis jumlahnya sangat melimpah. Di kelapa. Air kelapa sendiri mengandung
Indonesia produksi buah kelapa rata-rata gula maksimum 4% (rata-rata 2%) yang
15,5 milyar butir/tahun atau setara dengan terdiri dari sukrosa, glukosa, dan fruktosa
3,02 juta ton kopra, 3,75 juta ton air, 0,75 (Woodroof, 1979). Komposisi gizi air kela-
juta ton arang tempurung, 1,8 juta ton serat pa tua ini dapat digunakan sebagai media
sabut, dan 3,3 juta ton debu sabut (Agus- bagi pertumbuhan mikroba fermentasi.
tian et al., 2003). Berdasarkan Data Statis- Asam cuka atau asam asetat dapat
tik Perkebunan tahun 2011 Departemen dibuat dari bahan–bahan yang mengandung
Pertanian produksi kelapa di Provinsi gula, sehingga air kelapa dapat digunakan
Bengkulu yang terdiri dari Produksi Perke- sebagai bahan baku dalam pembuatan asam
bunan Rakyat sebesar 8.108 ton/ tahun, cuka. Perubahan karbohidrat menjadi asam
sehingga dapat diperoleh produksi air kela- cuka dapat dilakukan dengan cara fermen-
pa dalam setahunnya di Provinsi Bengkulu tasi. Pembuatan cuka memerlukan dua ta-
adalah sekitar 2.027 ton/tahun atau sekitar hapan proses fermentasi yaitu, tahap perta-
5,55 ton/hari. Tersedianya kelapa dalam ma perubahan gula menjadi alkohol oleh
jumlah besar ini merupakan potensi yang khamir atau ragi dan tahap kedua perubah-
belum dimanfaatkan secara optimal. Salah an alkohol menjadi asam cuka, dilakukan
satu usaha untuk meningkatkan pendapatan bakteri asam cuka. Metode lambat mem-
petani kelapa adalah dengan mengolah butuhkan waktu proses yang relatif lama
semua komponen buah menjadi produk yaitu berminggu-minggu bahkan hitungan
yang bernilai tinggi (Ditjenbun, 2012). bulan. Metode lambat biasanya untuk ba-
Umumnya bagian kelapa yang di- han baku berupa buah-buahan, prosesnya
manfaatkan hanyalah daging buahnya se- sederhana dengan etanol tidak banyak ber-
dangkan bagian yang jarang dimanfaatkan gerak atau mengalir karena proses dilaku-
oleh masyarakat adalah air kelapa. Air ke- kan pada suatu tangki (Vanirawan, 2010).
lapa biasanya terbuang begitu saja. Khusus Air kelapa dapat dijadikan sebagai
di Provinsi Bengkulu, pemanfaatan air ke- bahan baku dalam pembuatan cuka melalui
lapa selama ini baru sebatas airnya dimi- proses fermentasi. Hal ini dapat dijadikan
num secara langsung. Di pasar-pasar tradi- sebagai salah satu cara untuk memenuhi
sional kota Bengkulu pemanfaatan buah kebutuhan cuka yang semakin bertambah
kelapa hanya daging buahnya saja untuk oleh industri makanan, laboratorium (ki-
diambil santannya, sedangkan air buah mia, biologi), pabrik farmasi dan sebagai-
kelapa dibuang dengan percuma. Begitu nya. Beberapa peneliti telah mencoba me-
pula yang terjadi di industri pembuatan manfaatkan air kelapa sebagai bahan baku
kopra di daerah Bengkulu, air dari buah dalam pembuatan asam cuka. Asam cuka
kelapa hanya dibuang begitu saja. selain digunakan sebagai penyedap rasa
Air kelapa dalam buah kelapa tua pada makanan, juga biasa digunakan untuk
jumlahnya 17% dari berat buah kelapa, menghilangkan bau amis pada proses peng-
mempunyai pH 5,6 dan berat jenisnya 1,02 olahan ikan, bahan pengawet, pembuatan
(Awang, 1991). Menurut Suhardiyono obat-obatan (aspirin), dan sebagainya (San-
(1988), komposisi air kelapa tua terdiri dari toso, 1995). Menurut Desrosier (1988), ka-
bahan padat 4,71%, gula 2,56%, abu dar asam asetat pada vinegar minimal me-
0,46%, minyak 0,74%, protein 0,55%, dan ngandung 4% kadar asam asetat.
senyawa chloride 0,17%. Komposisi airnya Air kelapa sebagian besar hanya
sendiri sebesar 91,23% (Awang, 1991). terbuang sebagai limbah. Air kelapa yang

2 | Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13


KUALITAS ASAM CUKA KELAPA (Cocos nucifera L.) DENGAN METODE LAMBAT

terbuang juga merupakan sumber polusi cangan percobaan yang digunakan adalah
bagi lingkungan karena nilai Biologycal Rancangan Bergalat Tunggal (RBT) yang
Oxygen Demand (BOD) sangat tinggi, se- ditujukan untuk melihat pengaruh-penga-
kitar 40.000 mg/l (Enar, 2009). Padahal air ruh utama dan interaksi faktor percobaan
kelapa memiliki potensi untuk dikembang- dengan derajat ketelitian dan kepentingan
kan. Oleh sebab itu perlu dilakukan pene- yang setara.
litian mengenai kualitas asam cuka dari air
kelapa dengan Metode Lambat (Slow Tahapan pada penelitian ini adalah :
Methods). 1) Persiapan alat
Cuci bersih dan keringkan jerigen
METODE PENELITIAN untuk persiapan fermentasi tahap pertama.
Mulut jerigen ditutup dan dilubangi untuk
Peralatan yang digunakan adalah : 1 memasukkan selang plastik sebagai saluran
buah fermentor (gentong) 200 liter, 27 pembuangan gas hasil samping, pada ujung
buah jerigen 5 liter, 8 buah jerigen 20 liter, selang dicelupkan ke dalam air pada ta-
thermometer, pH-meter digital, hidrometer bung reaksi. Selanjutnya menyiapkan fer-
alkohol, hand refraktometer, kain saring, mentor dengan permukaan dinding bagian
neraca analitik, kertas kasa, pipa paralon ½ bawah diberi lubang yang dilengkapi kran
inch ± 1 meter, gelas ukur, gelas plastik, sebagai tempat pengeluaran saat panen cu-
penangas air, selang plastik ukuran 1 me- ka. Dinding bagian tengah tepat di bawah
ter, baskom plastik, tabung reaksi 27 buah, permukaan asam asetat dibuat lubang se-
pinggan porselin, sulingan, saringan air ke- bagai saluran untuk menambahkan air ke-
lapa, buret, pipet tetes, erlemeyer 250 ml, lapa hasil fermentasi tahap pertama dengan
labu ukur 250 ml, soxhlet dan selang. sistem metoda lambat. Kemudian bagian
Bahan yang digunakan adalah : air atas permukaan lapisan nata yang terben-
kelapa tua, ragi fermipan, asam asetat 10% tuk juga dibuat lubang kecil untuk sirkulasi
(cuka starter) 35 liter, gula pasir, air, udara. Bagian atas fermentor ditutup de-
NaOH 0,1N, NaCl. Asam tartrat, NaOH, ngan kain kasa untuk menghindari serang-
Perak Nitrat 0,1N, vanilin alkohol, larutan ga yang akan masuk. Fermentor ini disiap-
floroglosinol, dan PP 1%. kan untuk fermentasi tahap kedua.
Penelitian menggunakan Rancang- 2) Pengambilan bahan penelitian
an Acak Lengkap (RAL). Faktor perla- Air kelapa tua dikumpulkan dari sa-
kuannya adalah konsentrasi gula dan ragi. lah satu pengolahan kopra di daerah Beng-
Masing-masing interaksi perlakuan diulang kulu. Pengambilan bahan dilakukan seren-
sebanyak 3 kali. tak pada saat penentuan kadar alkohol.
Faktor I, yaitu konsentrasi gula yang Pengamatan kualitas cuka dilakukan setiap
digunakan, terdiri dari 3 taraf, yaitu : setiap satu minggu sekali untuk pemenuhan
A1 = Konsentrasi ragi 3% kebutuhan fermentasi aerob.
A2 = Konsentrasi ragi 4,5% 3) Persiapan bahan penelitian
A3 = Konsentrasi ragi 6% Air kelapa tua disaring terlebih da-
Faktor II, yaitu konsentrasi ragi yang hulu agar terpisah dari kotoran-kotoran se-
digunakan, terdiri dari 3 taraf, yaitu perti serpihan tempurung, sabut, dan da-
B1 = konsentrasi gula 10% ging kelapa.
B2 = konsentrasi gula 13% 4) Pembuatan Asam Cuka
B3 = konsentrasi gula 16% a. Fermentasi Anaerob
Pengamatan kualitas cuka menggu- Air kelapa sebanyak 20 liter dima-
nakan penelitian eksperimen tanpa perbe- sukkan ke dalam panci lalu ditambah-
daan perlakuan dan ulangan dengan ran- kan gula selanjutnya direbus dengan

Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13 | 3


E.W. Priastry, Hasanuddin dan K.H. Dewi

suhu sedang hingga gula larut selu- kimia yaitu kadar alkohol dan pH. Sedang-
ruhnya. Kemudian larutan didinginkan kan pengamatan hasil fermentasi tahap ke-
pada suhu kamar dan tambahkan ragi. dua dilakukan terhadap sifat fisik dan sifat
Larutan disaring dan dimasukkan ke kimia asam cuka berdasarkan SNI 01-
dalam jerigen (5 liter) sebanyak 4 buah 3711-1995. Parameter fisik meliputi ben-
atau jerigen (20 liter) sebanyak 1 buah. tuk, bau, dan warna, Parameter kimia ada-
Larutan didiamkan selama 1 minggu lah pH asam asetat, kadar asam asetat,
untuk mengalami fermentasi anareob asam format dan asam oksalat. Variabel
sehingga menghasilkan kadar alkohol lain yang diamati adalah suhu lingkungan
10-13%. Fermentasi pertama ini meng- tempat proses fermentasi.
ubah larutan air kelapa menjadi larutan Pengukuran kadar alkohol dilaku-
alkohol, fermentasi pertama dianggap kan setelah fermentasi tahap pertama
selesai berlangsung, jika tidak dihasil- menggunakan Hidrometer Alkohol. Peng-
kan gas CO2 lagi, hal ini dapat dilihat ukuran pH dilakukan dengan menggunakan
jika air dalam tabung reaksi sudah ti- pH-meter Digital. Dalam pembuatan alko-
dak terdapat gelembung lagi. Hasil in- hol pH diukur pada sampel saat sebelum
teraksi perlakuan penambahan gula dan sesudah fermentasi, hal ini bertujuan
dan ragi yang optimal (kandungan al- untuk mengetahui kesesuaian pH dengan
kohol 12%) akan dilanjutkan untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae.
proses fermentasi aerob. Fermentasi Derajat keasaman (pH), Menurut Wood
akan dihentikan bila kandungan alko- (1998), yeast dapat tumbuh pada kisaran
hol sudah mencapai 12%, Menurut pH 4-4,5. Rentang pH optimum untuk
Waluyo (1984), untuk melakukan ase- produksi etanol dengan kadar yang relatif
tifikasi (fermentasi aerob pada alko- stabil oleh Saccharomyces cereviceae
hol) maka kadar alkohol yang diper- adalah 3,5–6,5 (Roukas, 1996).
lukan yaitu antara 11-13%. Pengamatan sifat fisik asam cuka
b. Fermentasi Anaerob (bentuk, bau dan warna) dilakukan secara
Hasil fermentasi pertama seba- langsung dengan menggunakan indera
nyak 20 liter disaring lalu masukkan penglihat dan penciuman merujuk pada
larutan alkohol tersebut ke dalam fer- SNI 01-3711-1995. Pengamatan sifat
mentor yang sudah disiapkan cuka kimia asam cuka terdiri dari :
starter (asam asetat 10%) sebanyak 35 1) pH asam asetat, pengukuran pH meng-
liter. Kemudian larutan ini dibiarkan gunakan alat pH-meter digital. Pengukuran
untuk mengalami fermentasi aerob pH ini dilakukan setiap waktu panen cuka
dengan sistem fermentor yang ada. untuk tiap minggunya. Namun disini peng-
5) Pengambilan sampel hasil perlakuan ukuran pH untuk menentukan kesesuaian
Hasil fermentasi anaerob diukur ka- pH dengan kadar asam aseat yang
dar alkohol dan pH. Sedangkan hasil fer- dihasilkan.
mentasi aerob yaitu asam cuka dikeluarkan 2) Kadar asam asetat (SNI 01-3711-1995),
melalui keran di dinding fermentor bagian pengukuran dengan uji kuantitatif secara
bawah kemudian dimasukkan ke dalam ge- alkalimetri, yaitu dengan cara memasukkan
las ukur untuk dilihat sifat fisiknya dan 5 ml asam cuka ke dalam labu ukur 250 ml
diukur sifat kimianya. dan ditambahkan aquades 25 ml. Kemu-
dian sampel larutan cuka sebanyak 25 ml
Variabel yang diamati terbagi dua, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml
yaitu hasil fermentasi tahap pertama dan ditambahkan 3 tetes PP 1% lalu dititrasi
tahap kedua. Pengamatan hasil fermentasi dengan larutan NaOH 0,1N sampai terlihat
tahap pertama dilakukan terhadap sifat perubahan warna jernih menjadi merah

4 | Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13


KUALITAS ASAM CUKA KELAPA (Cocos nucifera L.) DENGAN METODE LAMBAT

muda yang konstan. Kadar asam asetat anaerob dan aerob pengukurannya diambil
diketahui dengan perhitungan rumus dengan cara merata-ratakan suhunya setiap
sebagai berikut : hari di waktu pagi, siang, dan malam,
karena pengukurannya tidak dilakukan
V fp 0 setiap hari.
100
W Data dianalisis dengan ANAVA
Keterangan : kemudian diuji lanjut dengan Duncans
V : Volume larutan NaOH Multiple Range Test (DMRT) jika terjadi
N : Normalitas NaOH beda nyata. Sedangkan mengenai kualitas
Fp : Faktor pengenceran asam cuka hasil fermentasi tahap kedua
60,5 : Bobot ekivalen asam asetat
W : bobot contoh (mg) akan dianalisa secara deskriptif, dengan
cara membandingkan dengan standar mutu
3) Asam format (SNI 01-3711-1995) asam cuka untuk cuka makan berdasarkan
adalah dengan mengambil 50 ml larutan SNI 01-3711-1995. Selain itu, asam asetat
contoh ditambah 10 gram NaCl dan 0,5 akan dianalisa dengan analisis regresi
gram asam tartrat. Sulingkan dengan uap eksponensial, kemudian dilanjutkan de-
sehingga terdapat 30-40 ml sulingan. ngan uji F untuk melihat ketetapatan model
Kemudian menambahkan larutan KOH regresi dan uji t untuk melihat pengaruh
atau NaOH 5% dalam hasil sulingan lama fermentasi terhadap kadar asam
hingga bereaksi asam lemah. Tambahkan asetat.
larutan perak nitrat 0,1N ke dalam seba-
gian hasil larutan, dan didihkan. Bila HASIL DAN PEMBAHASAN
terbentuk keadaan yang berkilap pada
dinding tabung berarti terjadi pemisahan Pengaruh Penggunaan Ragi dan Gula
Ag, dan hal ini menunjukkan adanya asam Terhadap Kualitas Hasil Fermentasi
format pada asam cuka tersebut. Anaerob
4) Asam Oksalat (SNI 01-3711-1995), a. Pengaruh Pemakaian Ragi dan Gula
dilakukan dengan mencampurkan beberapa Terhadap Kadar Alkohol
tetes larutan vanillin alkohol dengan larut- Fermentasi alkohol merupakan
an floroglusinol dalam jumlah yang sama tahap awal dalam pembuatan vinegar atau
pada pinggan porselin. Kemudian uapkan asam cuka. Alkohol merupakan produk
di atas ponangas air hingga kering. Ke utama dalam fermentasi tahap pertama
dalam pinggan porselin tersebut tambahkan (anaerob). Kadar alkohol memegang peran-
beberapa sampel hasil perlakuan dan an penting dalam proses fermentasi, karena
uapkan lagi hingga kering, jiak timbul berhubungan dengan kemampuan pertum-
warna merah berate sampel hasil perlakuan buhan mikroba dalam media fermentasi
mengandung asam oksalat, yang selanjutnya akan digunakan untuk
5) Pengukuran suhu lingkungan tempat produksi asam asetat. Baik buruknya
proses fermentasi, pengukuran suhu dila- kualitas asam asetat yang dihasilkan
kukan secara langsung menggunakan ther- didukung oleh beberapa faktor, salah satu
mometer pada tempat proses fermentasi ini diantaranya adalah konsentrasi atau kadar
berlangsung, baik fermentasi anaerob alkohol. Konsentrasi alkohol yang terlalu
maupun fermentasi aerob. Menurut Fardiaz tinggi akan menyebabkan terganggunya
(1992), suhu untuk menghasilkan produk pertumbuhan bakteri, sehingga proses
optimum adalah 28o-32oC. Acetobacter asetifikasi tidak berlangsung sempurna.
acetii dapat tumbuh dan berkembang pada Selain itu pula, konsentrasi alkohol yang
temperature optimum yaitu 25-390C tinggi dapat meningkatkan jumlah bakteri
(Brenner et al, 2005). Pada fermentasi asam asetat yang mati (Hendrawati, 2009).

Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13 | 5


E.W. Priastry, Hasanuddin dan K.H. Dewi

Sedangkan kadar alkohol yang kurang dari menjadi CO2 dan alkohol (Bennion, 1980).
0,2% asam asetat yang dihasilkan akan Pada fermentasi ini terjadi perombakan
dioksidasi oleh bakteri asam asetat menjadi glukosa menjadi alkohol dan gas CO2.
H2O dan CO2, sehingga akan diperoleh Reaksi yang terjadi adalah anaerob. Lebih
kadar asam asetat yang rendah (Waluyo, lanjut reaksi yang terjadi digambarkan oleh
1984). Rahman (1992) adalah sebagai berikut :
Pada fermentasi alkohol, medium
fermentasi yaitu medium air kelapa ditam- S.Cerevisiae
bahkan ragi dan gula. Penambahan gula ini C6H12O6 C2H5OH + 2CO2
untuk menghasilkan biomassa sel yang Glukosa Etanol Karbondioksida
optimum dalam mengubah substrat pada
awal fermentasi dan untuk mempersingkat Berdasarkan analisis ragam, me-
masa adaptasi sel ragi dalam media kom- nunjukkan bahwa kombinasi perlakuan
pleks (Away, 1989). Gula akan dipecah pemakaian ragi dan gula terhadap kadar
oleh sel-sel ragi menjadi alkohol. Sedang- alkohol menunjukkan hasil berbeda sangat
kan fungsi ragi disini yaitu akan meng- nyata nyata p ≤ 0 0 . Hasil analisa ragam
hasilkan enzim intervase yang akan meme- ini dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT
cah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa pada taraf 5% seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh Masing-Masing Faktor Perlakuan terhadap Kadar Alkohol


Perlakuan Nilai Rata-rata Kadar Alkohol (%)
A3B3 16,67 a
A2B3 16,33 b
A1B3 16,00 c
A2B2 15,67 d
A1B2 15,00 e
A3B2 13.67 f
A1B1 12,00 g
A3B1 11,00 h
A2B1 11,00 h
Ket : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama menunjukkan berbeda nyata pada uji
DMRT 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar hol yang kecil ini disebabkan oleh jumlah
alkohol tertinggi terdapat pada perlakuan ragi tidak seimbang dengan jumlah gula
A3B3 (ragi 6% dengan gula 16%) sebesar yang mengakibatkan terjadinya persaingan
16,67%. Kadar alkohol terendah terdapat sel ragi dalam penggunaan nutrisi, sehing-
pada perlakuan A2B1 (ragi 4,5% dengan ga kadar alkohol yang dihasilkan tidak op-
gula 10%) dan A3B1 (ragi 6% dengan gula timal. Menurut Fardiaz (1988), pemben-
10%). Semua perlakuan berbeda nyata de- tukan alkohol menjadi lebih optimum kalau
ngan perlakuan lainya kecuali pada perla- ketersediaan nutrisi dengan sel ragi harus
kuan A3B1 (ragi 6% dengan gula 10%) sebanding sehingga tidak terjadi per-
dan A2B1 (ragi 4,5% dengan gula 10%) saingan dalam penggunaan nutrisi oleh sel
yang tidak berbeda nyata. ragi. Untuk perlakuan yang menghasilkan
Pada perlakuan A3B1 (ragi 6% de-
kadar alkohol tertinggi adalah perlakuan
ngan gula 10%) dan A2B1 (ragi 4,5% de-
ngan gula 10%) kadar alkohol yang diha- A3B3 (ragi 6% dengan gula 16%). Ting-
silkan sama yaitu sebesar 11%. Kadar alko- ginya kadar alkohol pada perlakuan A3B3
disebabkan oleh gula (nutrisi) yang dirom-

6 | Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13


KUALITAS ASAM CUKA KELAPA (Cocos nucifera L.) DENGAN METODE LAMBAT

bak oleh ragi jumlahnya lebih banyak, se- Kadar alkohol meningkat seiring
hingga kadar alkohol yang dihasilkan lebih dengan peningkatan konsentrasi gula untuk
tinggi. Menurut Desrosier (1988), semakin setiap perlakuan. Hal ini disebabkan ter-
banyak jumlah glukosa yang terdapat di penuhinya kebutuhan nutrisi ragi oleh gula
dalam suatu bahan, maka semakin tinggi untuk pembentukan alkohol. Namun terjadi
jumlah alkohol yang dihasilkan dari pe- penurunan kadar alkohol pada konsentrasi
rombakan glukosa tersebut. gula 10%. Hal ini disebabkan ketersediaan
Kadar alkohol terbaik adalah nutrisi (gula) tidak sebanding dengan de-
perlakuan A1B1 yang menghasilkan kadar ngan jumlah enzim yang dihasilkan oleh
alkohol sebesar 12%. Diharapkan kadar al- khamir. Ketersediaan enzim dan ragi yang
kohol hasil optimasi ini dapat menghasil- sesuai juga menyebabkan pembentukan
kan kadar asam asetat yang sesuai dengan alkohol lebih optimum. Hal ini sesuai
standar, menurut Desrosier (1988) untuk dengan pernyataan Elevri dan Putra (2006)
kadar asam asetat pada vinegar yaitu mini- yang menyatakan bahwa semakin banyak
mal mengandung 4% kadar asam asetat. konsentrasi ragi tidak berbanding lurus
Pemilihan kadar alkohol 12% dikarenakan dengan etanol yang dihasilkan. Hal ini
kadar alkohol antara 10%-13% adalah terjadi apabila konsentrasi ragi tidak sesuai
konsentrasi optimal bagi bakteri asam dengan konsentrasi nutrisi yang ada.
asetat asetat (Acetobacter acetii) untuk
mengoksidasi alkohol menjadi asam asetat b. Pengaruh Pemakaian Ragi dan Gula
dalam fermentasi asam asetat. Hal ini juga Terhadap pH Alkohol
dikemukakan oleh Waluyo (1984) bahwa Pada fermentasi anaerob juga dila-
untuk melakukan asetifikasi kadar alkohol kukan pengamatan pH awal dan akhir,
yang diperlukan adalah 10-13%. Kadar sehingga didapatkan nilai perubahan pH.
alkohol yang terbentuk selama proses fer- Terjadi perubahan pH pada setiap perla-
mentasi jika kadarnya terlalu banyak (lebih kuan. Hal ini menunjukkan adanya peng-
dari 14%-15%) justru akan menghambat gunaan gula hasil oleh Saccharomyces ce-
pertumbuhan bakteri. Waluyo (1984) juga revisiae dalam membentuk etanol dan se-
menambahkan bahwa jika kadar alkohol jumlah asam yang menyebabkan pH larut-
yang dihasilkan terlalu rendah, maka asam an menurun. pH larutan merupakan satu
asetat yang terbentuk akan sedikit dan se- diantara beberapa faktor penting yang
bagian akan hilang sebagai ester atau ter- mampu mempengaruhi proses fermentasi
oksidasi menjadi CO2. Pemilihan kadar alkohol. Dan dalam penelitian ini pH awal
alkohol 12% bukan 11% juga mempertim- maupun pH akhir yang pada setiap
bangkan bahan baku awal, karena pem- perlakuan masih dalam kondisi yang sesuai
buatan asam cuka dengan air kelapa meru- untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevi-
pakan salah satu industri pemanfaatan air ceae. pH optimal untuk pertumbuhan Sac-
kelapa dengan proses fermentasi. Dalam charomyces cereviceae yaitu 3,5-6,5
hal industri, meminimumkan bahan baku (Roukas, 1996).
adalah hal yang penting. Untuk menghasil- Perubahan keasaman media meru-
kan produk dengan kualitas yang sama de- pakan salah satu indikator aktivitas meta-
ngan bahan baku yang lebih minim, maka bolisme sel yang sudah mulai memproduk-
hal itu yang lebih diutamakan. Pemakaian si senyawa asam, seperti asam asetat, asam
jragi 3% dengan gula 10% memperoleh ka- laktat, dan asam piruvat. Sesuai dengan
dar alkohol 12% lebih baik bila dibanding- pernyataan Effendi (2002), selama fermen-
kan pemakaian ragi 4,5% dengan gula 10% tasi alkohol, selain dihasilkan alkohol dan
dan pemakaian ragi 6% dengan gula 10% CO2, dihasilkan pula asam asetat, asam
yang menghasilkan kadar alkohol 11%. butirat, asam laktat, dan lain-lain. Hal ini

Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13 | 7


E.W. Priastry, Hasanuddin dan K.H. Dewi

mengakibatkan terjadinya penurunan pH tahap kedua (aerob) dengan SNI dapat


pada proses fermentasi alkohol untuk se- dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan
tiap perlakuan. Singleton (1988) menam- dilihat bahwa semua parameter kualitas
bahkan bahwa, penurunan pH merupakan produk yang dihasilkan sudah memenuhi
salah satu akibat dari proses fermentasi Standar Nasional Indonesia untuk produk
yang terjadi karena adanya akumulasi asam cuka.
asam.
a. Kadar Asam asetat dan pH Asam
Pengaruh Lama Fermentasi Aerob Asetat
Terhadap Kualitas Asam Cuka Asam asetat merupakan komponen
Fermentasi aerob merupakan tahap- dominan yang terkendung dalam vinegar
an lanjutan dari fermentasi anaerob dalam (Waluyo, 1984). Asam asetat merupakan
pembuatan vinegar. Fermentasi asam asetat produk utama dalam penelitian ini sedang-
dilakukan dengan menggunakan medium kan faktor-faktor yang turut berperan
air kelapa tua yang menghasilkan kadar dalam asam asetat adalah pH. Pada
alkohol 12%, yaitu dengan penambahan penelitian ini, pemanenan asam cuka
konsentrasi ragi 3% dan gula 10%. Perban- dilakukan dari minggu pertama sampai
dingan hasil produk asam cuka fermentasi minggu kedelapan pada fermentasi aerob.

Tabel 2. Perbandingan kualitas produk dengan SNI 01-3711-1995 cuka makan.

Kriteria Uji Satuan SNI (BSN, 1995) Produk (7-8 Minggu)


Bentuk - Cairan encer, jernih, dan Cairan encer, jernih, dan
tidak berwarna tidak berwarna*
Bau - Khas asam asetat Khas asam asetat
Kadar asam asetat % b/b 4-12,5 10,10-11,25
Asam format - Negatif Negatif
Asam oksalat - Negatif Negatif
Ket : * dilanjutkan dengan pemurnian (proses destilasi)

Tahapan reaksi enzimatis yang terjadi menurut Hidayat et al., (2006) adalah :
1. Reaksi pembentukan asetaldehid
alkohol dehidrogenase
C2H5OH + ½ O2 CH3OH + H2O
Etanol asetaldehid air
2. Hidrasi asetaldehid
aldehid hidrolase
CH3OH + H2O CH3CH(OH)2
asetaldehid air asetaldehid terhidrasi

3. Pembentukan asam asetat

aldehid dehidrogenase
CH3CH(OH)2 + ½ O2 CH3COOH + H2O
asetaldehid oksigen asam asetat air

8 | Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13


KUALITAS ASAM CUKA KELAPA (Cocos nucifera L.) DENGAN METODE LAMBAT

Pemanenan minggu pertama meng- hasilkan kadar asam asetat 10,10%. Kadar
hjasilkan kadar asam asetat 19,24%, pema- asam asetat pada pemanenan pada minggu
nenan minggu kedua menghasilkan kadar ke-7 dan ke-8 sudah memenuhi standar
asam asetat 17%, pemanenan minggu ke- Nasional Indonesia (SNI) 01-3711-1995
tiga menghasilkan kadar asam asetat tentang cuka makan. pH asam cuka tiap
15,85%, pemanenan minggu keempat pemanenan dari minggu ke minggu meng-
menghasilkan kadar asam asetat 14,52%, hasilkan nilai pH yang beragam. Nilai pH
pemanenan minggu kelima menghasilkan dari minggu kelima sampai minggu kedela-
kadar asam asetat 13,31%, pemanenan pan secara berturut-turut adalah 2,98; 3,04;
minggu keenam menghasilkan kadar asam 3,06; 3,12; 3,13; 3,15; 3,18; 3,20.
asetat 12,40%, pemanenan minggu ketujuh Hubungan antara kadar asam asetat, pH
menghasilkan kadar asam asetat 11,25%, asam asetat terhadap lama fermentasi dapat
dan pemanenan minggu kedelapan meng- dilihat pada Gambar 1.
20 y = 20.695e-0.088x 25
18 R² = 0.9965
Kadar Asam Asetat (%)

16 20 pH
14
12 15 Kadar Asam
10 Asetat (%)

pH
8 10 Expon. (pH)
6 y = 2.9742e0.0097x
R² = 0.9572 Expon. (Kadar
4 5
Asam Asetat
2 (%))
0 0
1 2 3 4 5 6 7 8

Lama Fermentasi (Minggu)

Gambar 1. Hubungan Kadar Asam Asetat dan pH dengan Lama Fermentasi

Dari gambar terlihat bahwa kadar disebabkan karena asam asetat akan
asam asetat semakin lama fermentasi maka teroksidasi atau terombak oleh oksigen dari
kadar asam asetat semakin menurun. Hal udara menjadi CO2 dan H2O, dengan
ini sesuai dengan pernyataan Soeharto persamaan reaksi berikut ini :
(1994), bahwa lama fermentasi akan mem-
pengaruhi produk fermentasi yang dihasil- CH3COOH + 2O2 2CO2 + 2H2O
kan. Penurunan kadar asam asetat disebab-
kan fermentasi yang berlangsung adalah Kondisi pH medium akan berubah
fermentasi aerob sehingga asam asetat sesuai dengan terbentuknya beberapa se-
yang dihasilkan kontak dengan udara luar nyawa asam, termasuk asam asetat yang
yang menyebabkan sebagian asam asetat merupakan komponen terbesar dari vinegar
teroksidasi menjadi karbondioksida dan air. (Waluyo, 1984). pH asam asetat yang
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kwarti- dihasilkan pada fermentasi ini mengalami
ningsih dan Nuning (2005), bahwa kadar kenaikan selama fermentasi aerob berlang-
asam asetat mengalami penurunan, hal ini sung, yaitu naik dari 2,98 pada minggu per-

Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13 | 9


E.W. Priastry, Hasanuddin dan K.H. Dewi

tama menjadi 3,20 pada minggu kedelapan. eksponensial dapat digunakan untuk mem-
Kenaikan nilai pH ini seiring dengan penu- prediksi kadar asam asetat dengan penga-
runan kadar asam asetat. Kenaikan nilai pH ruh lama fermentasi pada fermentasi aerob.
diduga karena berkurangnya konsentrasi Berdasarkan uji t untuk mengetahui penga-
asam asetat selama fermentasi aerob ber- ruh lama fermentasi terhadap kadar asam
langsung. Perubahan nilai pH memberi asetat, maka harga thitung > ttabel, sehingga
pengaruh yang berlawanan terhadap kadar hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif
asam, jika kadar asam tinggi maka nilai pH diterima. Dengan demikian, ada pengaruh
signifikan lama fermentasi terhadap kadar
rendah sedangkan bila kadar asam rendah
asam asetat pada fermentasi aerob.
nilai pH tinggi. Naidu (2000) juga menga-
takan, bahwa semakin tinggi kadar asam
b. Bentuk Asam Cuka
asetat yang terlarut akan semakin cepat Asam cuka yang dihasilkan berben-
berdisosiasi untuk melepaskan proton- tuk cairan encer dan berwarna kecoklatan
proton bebas sehingga menurunkan pH. sebelum dilakukan destilasi. Warna vinegar
Jadi dalam hal sebaliknya semakin rendah pada semua lama fermentasi adalah kecok-
kadar asam asetat maka nilai pH akan latan. Hal ini dapat disebabkan karena
semakin meningkat. terjadinya browning. Browning yang terja-
Persamaan garis regresi eksponen- di karena adanya penambahan gula pada
sial untuk kadar asam asetat pada Gambar saat fermentasi pertama atau fermentasi
1 juga menggambarkan nilai negatif. Nilai alkohol. Namun setelah dilakukan proses
negatif menunujukkan bahwa hubungan pemurnian dengan destilasi, bentuk asam
dua variabel tidak searah, artinya semakin cuka yang dihasilkan adalah cairan encer,
lama waktu fermentasi maka semakin me- jernih, dan tidak berwarna sesuai dengan
nurun nilai kadar asam asetat. Perhitungan SNI 01-3711-1995 untuk produk cuka
regresi eksponensial ŷ = 20,695e-0,088x makan.
maka pemanenan asam cuka dengan meto-
de lambat dapat dilakukan sampai minggu
c. Bau Asam Cuka
ke-18 yaitu akan menghasilkan asam asetat Bau atau aroma asam cuka yang
minimal 4% sesuai dengan SNI 01-3711- dihasilkan pada penelitian ini adalah bau
1995. Dengan syarat tidak terjadi keru- khas asam asetat, yaitu sesuai dengan SNI
sakan pada fermentor di fermentasi aerob, 01-3711-1995 untuk produk cuka makan.
karena apabila fermentor mengalami keru- Hal ini dikarenakan reaksi fermentasi tahap
sakan seperti bocor maka pertumbuhan kedua atau asetifikasi mengahasilkan asam
bakteri Acetobacter acetii akan terganggu asetat, asam asetat merupakan senyawa
sehingga kadar asam asetat yang dihasilkan beraroma dari gugus asam karboksilat.
tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Jatuhnya lapisan tipis agar-agar dari bakteri d. Asam Format
vinegar akan memperlambat asetifikasi. Menurut SNI 0l-3711-1995 tentang
Nilai koefisien determinan R2 = 0,995 juga cuka makan, asam format pada asam cuka
dapat menjelaskan bahwa 99,65% penu- hasilnya negatif atau tidak mengandung
runan kadar asam asetat dapat dijelaskan
asam format. Dari hasil penelitian didapat-
dengan waktu lama fermentasi melalui
persamaan regresi diatas. kan bahwa asam cuka yang dihasilkan ti-
Berdasarkan uji F untuk menguji dak mengandung asam format. Hal ini di-
ketepatan model persamaan regresi, dida- sebabkan karena bahan baku yang diguna-
patkan harga Fhitung > Ftabel, sehingga kan dalam pembuatan asam cuka adalah air
hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif kelapa, air kelapa sendiri tidak mengan-
diterima sehingga model persamaan regresi dung asam format. Menurut Palungkun

10 | Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13


KUALITAS ASAM CUKA KELAPA (Cocos nucifera L.) DENGAN METODE LAMBAT

(2001) air kelapa tua mengandung protein, disebabkan karena bahan baku yang
lemak, karbohidrat, fosfor, dan air. Nutrisi digunakan dalam pembuatan asam cuka
lain yang terdapat dalam air kelapa sendiri adalah air kelapa, air kelapa sendiri tidak
antara lain asam nikotinat, asam panto- mengandung asam format. Menurut
tenat, biotin, riboflavin, asam folat, thia- Palungkun (2001), air kelapa tua mengan-
min, pyridoksin, auksin, giberelin, 1-3 di- dung protein, lemak, karbohidrat, fosfor,
fenil urea, sorbitol, myoinositol, scylo dan air. Nutrisi lain yang terdapat dalam
inositol, kalium, khlor, natrium, phosphor, air kelapa sendiri antara lain asam niko-
magnesium, sulfur, besi, dan tembaga, tinat, asam pantotenat, biotin, riboflavin,
masing-masing dalam jumlah yang sedikit asam folat, thiamin, pyridoksin, auksin,
(Tulecke et al, 1961). giberelin, 1-3 difenil urea, sorbitol, myo-
Selain itu, ketiadaan asam format inositol, scylo inositol, kalium, khlor, na-
atau asam metanoat ( HCOOH atau trium, phosphor, magnesium, sulfur, besi,
CH2O2) juga disebabkan karena dalam dan tembaga, masing-masing dalam jumlah
proses fermentasi alkohol atau fermentasi yang sedikit (Tulecke et al, 1961).
tahap pertama hasil yang terbentuk adalah Selain itu, ketiadaan asam oksalat
etanol (C2H5OH) bukan metanol (CH3OH). dalam penelitian ini karena dalam proses
Metanol bukanlah bahan beracun, namun oksidasi pada tahap kedua tidak ada HNO3
dalam perjalanannya dia mengalami meta- sebagai oksidator. Karena berdasarkan pe-
bolisme (penguraian zat) menjadi formal- nelitian sejenis seperti pada penelitian
dehid selanjutnya diurai lagi menjadi asam Pembuatan Asam Oksalat dari bahan baku
format (formic acid). Asam format inilah eceng gondok (Hutapea, 2011) proses oksi-
yang mempunyai daya rusak yang kuat pa- dasi glukosa menjadi asam oksalat meng-
da hati (lever) dan ginjal (kidney), sehing- gunakan HNO3 sebagai oksidator.
ga berbahaya jika terdapat pada produk Kadar ion oksalat yang tinggi tidak
makanan dan minuman. Salah satu pem- baik untuk kesehatan, bahkan dapat me-
buatan asam format melalui oksidasi alko- nimbulkan gangguan kesehatan yang serius
hol primer (Wilbraham, 1992). Asam for- seperti terjadinya ketidakseimbangan ion
mat bisa didapatkan dengan cara oksidasi terutama pada pengikatan kalsium (Ca)
metanol. Lebih lanjut reaksi pembentukan oleh ion oksalat dalam tubuh dan gangguan
asam format (formic acid) dapat dibuat ginjal seperti pengendapan kalsium oksalat
dengan metanol dengan oksidasi alkohol di dalam ginjal yang dikenal dengan
primer, dan secara ringkas dijelaskan pada sebutan batu ginjal.
persamaan reaksi berikut:
KESIMPULAN
Alkohol dehidroginase
CH3OH + ½ O2 CH2O + H2O Pemakaian ragi dan gula berpenga-
ruh sangat nyata terhadap kadar alkohol
formaldehyd dehidroginase
2 CH2O + H2O HCOOH + CH3OH fermentasi tahap pertama (fermentasi an-
aerob). Kualitas asam cuka yang dihasil-
e. Asam Oksalat kan sudah memenuhi SNI 0l-3711-1995
Menurut SNI 0l-3711-1995 tentang tentang cuka makan, yaitu meliputi bentuk,
cuka makan, asam oksalat pada asam cuka bau, kadar asam asetat, asam format dan
hasilnya adalah negatif atau asam cuka asam oksalat. Semakin lama fermentasi
tidak mengandung asam oksalat. Dari hasil maka semakin menurun kadar asam asetat
penelitian didapatkan bahwa asam cuka pada fermentasi aerob dengan metode lam-
yang dihasilkan tidak mengandung asam bat, yang ditunjukkan dengan persamaan
oksalat. Sama seperti asam format, hal ini regresi eksponensial ŷ= 20,695e-0,088x

Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13 |


11
E.W. Priastry, Hasanuddin dan K.H. Dewi

DAFTAR PUSTAKA Akta Kimindo 1(2): 105 –


114.
Agustian, A., S. Friyatno, Supadi dan A. Enar, R. 2009. Optimasi Biokonversi
Askin. 2003. Analisis Pengem- Limbah Air Kelapa Menjasi asam
bangan Agroindustri Komoditas Asetat. http://digilib.itb.ac.id/.
Perkebunan Rakyat (Kopi dan Ke- [diakses tanggal 16 Februari 2012].
lapa) dalam Mendukung Pening- Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi.
katan Daya Saing Sektor Pertanian. PAU Pangan dan Gizi. IPB.
Makalah Seminar Hasil Penelitian Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Pusat Penelitian dan Pengembangan ---------, S. 1992. Mikrobiologi Pangan.
Sosial Ekonomi Pertanian Bogor. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Grame-
Bogor. dia Pustaka Utama. Jakarta.
Awang, S. A. 1991. Kelapa : Kajian Sosial Hendrawati, E. 2009. Pengaruh
Ekonomi. Aditya Media. Yogya- Konsentrasi Inokulum Saccharo-
karta. myces cerevisiae dan Acetobacter
Away, Y. 1989. Evaluasi Pengaruh aceti terhadap Kadar Asam Asetat
Beberapa Marga Mikroorganisme pada Vinegar Kulit Pisang dengan
pada Fermentasi Biji Kakao terha- Kultur Tunggal.
dap Mutu Citarasa dan Indeks http://repository.upi.edu/operator/u
Fermentasi. Tesis. Magister Prog- pload/s_bio_056137_chapter4.pdf
[diakses tanggal 1 Juli 2012].
ram Pasca Sarjana ITB. Bandung.
Hidayat, N., M.C. Padaga, dan S .
Bennion, M. 1980. The Science of Food. Suhartini. 2006. Mikrobiologi
John Wiley and Sons. New York. Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Brenner, et al,. 2005. Bergeys Manual of Hutapea, S. 2011. Pabrik Pembuatan
Systematic Bacteriology. Wiliam & Asam Oksalat dari Bahan Baku
Wilkins co. Baltimore. Eceng Gondok dengan Kapasitas
Direktorat Jenderal Perkebunan 2500 Ton/Tahun. [Skripsi].
[DITJENBUN]. 2012. Statistik Universitas Sumatera Utara.
Perkebunan Indonesia 2009 – 2011. Medan.
Kelapa. Direktorat Jenderal Bina Kwartiningsih, E. dan S.M. Nuning. 2005.
Produksi Perkebunan. Jakarta. Fermentasi Sari Buah Nenas
http://regionalinvestment.bkpm.go.i Menjadi Vinegar.
d/. [diakses tanggal 16 Februari http://si.uns.ac.id/profil/uploadpubli
2012]. kasi/. [diakses tanggal 1 Juli 2012].
Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Naidu. A. S. 2000. Natural Food
Pengawetan Pangan. Edisi Ketiga. Antimicrobia Systems. CRC Press.
Universitas Indonesia Press. Ja- USA.
karta. Palungkun, R. 2001. Aneka Produk
Effendi, M.S. 2002. Kinetika Fermentasi Olahan Kelapa. Penebar. Swadaya.
Asam Asetat (Vinegar) oleh Bakteri Jakarta.
A. acetii B127 dari etanol hasil
Rahman, A. 1992. Teknologi Fermen-
fermentasi limbah cair pulp kakao.
Jurnal Industrin dan Teknologi tasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Pangan. 13,(2), 125-134. Roukas, T. 1996. Continuous Bioetanol
Elevri, P.S dan S.R. Putra. 2006. Produksi Production from Nonsterilized
Etanol Menggunakan Saccharo- Carob Pod Extract by Immobilized
myces cerevisiae yang diamo- Saccharomyces cerevisiae on Mine-
bilisasi dengan Agar Batang. Jurnal ral Kissiris Using A Two-reactor

12 | Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13


KUALITAS ASAM CUKA KELAPA (Cocos nucifera L.) DENGAN METODE LAMBAT

System. Journal Applied Bio- Biochemical Composition of


chemistry and Biotechnology. Coconut Water aa Related to Its
59(3) : 299 – 307. Use in Plant Tissue Culture.
Santoso, H.B. 1995. Cuka Pisang : Contribution Bopyce Thompson
Teknologi Tepat Guna. Kanisius. Institute. Vol. 21 : 115 – 128.
Yogyakarta. Vanirawan, B. 2010. Artikel : Pembuatan
Singleton, P. and D. Sainsburry. 1988. Asam Cuka.
Dictionary of Microbiology and http://bagasvanirawan.wordpress.co
Molecular Biology, 2nd. John m/. [diakses tanggal 27 Februari
Willey and Sons, Ltd. Singapore. 2012].
Badan Standarisasi Nasional [BSN]. 1995. Waluyo, S. 1984. Beberapa Aspek tentang
SNI 01-3711-1995. SNI untuk Pengolahan Vinegar. Dewaruci
Cuka Makan. Press. Jakarta.
http://pustan.bpkimi.kemenperin.go Wilbraham, A.C. 1992. Pengantar Kimia
.id. [diakses tanggal 16 Februari Organik 1. Penerbit ITB. Bandung.
2012]. Wood, B.J.B. 1998. Microbiology of
Soeharto, P. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Fermented Food. Blackie Academic
BPFE. Yogyakarta. and Profesional. London.
Suhardiyono. 1988. Tanaman Kelapa. Woodroof, J.G. 1979. Coconut; Produc-
Kanisius. Yogyakarta. tion, Processing, Product. Avi Publ.
Tulecke, W., L.H. Weinstein, A. Rutner Inc. Wesport, Connecticut.
and H.I. Laurengot Jr. 1961. The

Jurnal Agroindustri, Vol. 3 No. 1, Mei 2013: 1 – 13 |


13

You might also like