You are on page 1of 15

Jurnal Psikologi

Volume 43, Nomor 1, 2016: 1 – 15

#StopAbleism: Reduksi Stigma kepada Penyandang


Disabilitas melalui Intervensi Bias Implisit
Cleoputri Yusainy1, Slamet Thohari2, & Rachmad Gustomy3
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang

Abstract. Two levels of stigma towards persons with disabilities have been identified,
namely explicit and implicit stigma. This experiment aimed to explore whether these two
levels of stigma were related to each other, and whether implicit bias intervention could
be used as means to reduce explicit stigma. Participants (N = 98) were divided into three
groups of those who initially completed measures of (1) explicit stigma (control group),
(2) implicit stigma, followed by immediate feedback, and (3) implicit stigma, followed by
explicit stigma and delayed feedback. Implicit stigma and implicit bias feedback were
assessed through a computer-based response-latency task known as Single-Category
Implicit Association Test (SC-IAT), explicit stigma was rated through self-report
questionnaires. As predicted, no correlation was found between implicit and explicit
stigma, and reductions in explicit stigma were shown amongst delayed feedback
participants. These findings highlight the short-term benefits of implicit bias intervention
on ableism.
Keywords: ableism, explicit stigma, implicit bias feedback, implicit stigma, SC-IAT

Abstrak. Stigma kepada penyandang disabilitas beroperasi pada dua level: eksplisit dan
implisit. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menguji sejauh mana asosiasi antara
kedua level stigma, dan apakah intervensi bias implisit dapat mereduksi stigma eksplisit.
Partisipan (N = 98) dibagi ke dalam tiga kelompok kondisi eksperimen, yaitu kelompok
yang lebih dahulu mengerjakan (1) kuesioner stigma eksplisit (kondisi kontrol), (2)
instrumen stigma implisit, diikuti pemberian feedback bias implisit (kondisi feedback
segera), dan (3) instrumen stigma implisit, diikuti kuesioner stigma eksplisit dan
pemberian feedback bias implisit (kondisi feedback tertunda). Stigma implisit dan feedback
bias implisit diukur melalui adopsi computer-based response-latency task berupa Single-
Category Implicit Association Test (SC-IAT), stigma eksplisit diukur melalui kuesioner
self-report. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stigma implisit tidak memiliki korelasi
dengan stigma eksplisit, dan bahwa pengerjaan SC-IAT yang diikuti oleh feedback yang
tertunda dapat mereduksi sebagian stigma eksplisit. Intervensi bias implisit berpotensi
mengurangi praktik ableism, setidaknya dalam jangka pendek.
Kata kunci: ableism, feedback bias implisit, SC-IAT, stigma eksplisit, stigma implisit

Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat dilakukan melalui: *1cleo.yusainy@ub.ac.id, 2sthohari@ub.ac.id,
& 3gustomy@ub.ac.id

JURNAL PSIKOLOGI 1
YUSAINY, DKK

Beberapa bulan lalu, hashtag mengingat 15% populasi dunia mengalami


#StopAbleism menjadi trending topic di disabilitas dalam bentuk tertentu (World
kalangan pengguna sosial media twitter. Health Organisation & World Bank, 2011),
Istilah ableism diperkenalkan pertama kali dan prevalensi penyandang disabilitas di
pada tahun 1980-an oleh gerakan pembela Indonesia adalah 11% (Riset Kesehatan
hak-hak penyandang disabilitas di Dasar, 2013). Akibat stigma, disabilitas
Amerika Serikat (News Ouch BBC, 2014). yang tadinya bersifat spesifik dapat meng-
Secara umum, ableism merujuk pada alami transformasi menjadi kegagalan
praktik diskriminasi yang merendahkan menyeluruh dalam kehidupan personal,
dan membatasi potensi penyandang keluarga, sosial, dan karir.
disabilitas. Praktik ini merentang mulai Studi awal mengenai stigma kepada
dari pemberian komentar dan label penyandang disabilitas sebagian besar
negatif, pelecehan, isolasi sosial, sampai dilakukan melalui kuesioner self-report,
pada penetapan kebijakan atau prosedur dengan fokus kajian terhadap sikap
organisasi yang bersifat mengucilkan. eksplisit yang disadari dan dapat
Ableism menciptakan invisible barriers bagi dikendalikan oleh subjek pemberi stigma.
penyandang disabilitas untuk terlibat Pengukuran ini rentan terhadap social
secara penuh dalam komunitas (World desirability bias karena respons yang ditam-
Health Organization/ WHO, 2001). Di pilkan subjek dapat diatur sedemikian
Indonesia, diskriminasi berdasarkan disa- rupa agar sejalan dengan norma sosial.
bilitas adalah pelanggaran terhadap Akurasi hasil pengukuran ini tergantung
martabat dan nilai yang melekat pada pula pada kecakapan subjek dalam
setiap orang (Undang-Undang Republik melakukan introspeksi diri. Dampaknya,
Indonesia Nomor 19 Tahun 2011). Salah pengukuran stigma eksplisit tidak mampu
satu upaya nyata untuk melawan ableism merepresentasikan kompleksitas stigma
adalah promosi penggantian label yang sesungguhnya dimiliki subjek
“penyandang cacat” yang digunakan sebe- kepada target stigma (Banaji, Nosek, &
lum tahun 1990-an menjadi “penyandang Greenwald, 2004; Stier & Hinshaw, 2007).
disabilitas”, dan lebih jauh lagi menjadi Secara lebih mendasar, stigma tidak
“difabel” (differently abled people) atau sekadar beroperasi di level eksplisit.
individu yang mempunyai kemampuan Stigma berakar pada sikap implisit yang
berbeda (Thohari, 2013). teraktivasi secara otomatis tanpa disadari
Pendekatan klasik Affect-Behavior- oleh pemberi stigma (Antonak & Livneh,
Cognition (ABC) theory of attitudes meman- 2000). Temuan penelitian di bidang
dang diskriminasi sebagai elemen perilaku neurosains mendukung bahwa interaksi
yang bersama-sama dengan elemen dengan kelompok target stigma akan
kognitif (stereotipe) dan elemen afektif mengaktifkan amygdala di area subkortikal
(prasangka) akan menciptakan suatu otak, jauh di bawah kendali kognitif di
stigma (Stier & Hinshaw, 2007). Dengan area prefrontal (Amodio, 2014).
demikian, stigma merupakan sikap negatif Satu terobosan untuk mengukur
yang diarahkan kepada nilai, karakteristik, stigma implisit adalah melalui paradigma
atau praktik yang berada di luar norma computer-based response-latency task yang
umum. Stigma bahwa penyandang disa- dinamai Single Category Implicit
bilitas ”harus diperbaiki” menghasilkan Association Test (SC-IAT; Karpinski &
angka marjinalisasi yang amat besar, Steinman, 2006). Paradigma ini telah

2 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT

divalidasi dalam real-world setting untuk control yang efektif menuntut adanya
penelitian stigma berdasarkan ras, religi, kemampuan untuk melakukan monitoring
jenis kelamin, orientasi seksual, sampai secara terus-menerus terhadap ”cues for
pilihan politik dan berat badan (Bar-Anan control” (Yusainy & Lawrence, 2015).
& Nosek, 2014; Nosek et al., 2007). Sebagai Dalam konteks stigma, cues for control bisa
gambaran, dalam SC-IAT berdasarkan berupa stimulus dari lingkungan seperti
disabilitas, partisipan diminta memberi- kata dan gambar yang memiliki asosiasi
kan respons terhadap suatu kategori dengan disabilitas, atau kontak langsung
tunggal (contoh: Penyandang Disabilitas) dengan penyandang disabilitas. Ketika
dan dua atribut alternatif (contoh: Atribut subjek menyadari bahwa ia memiliki bias
negatif vs. Atribut positif). Bias implisit implisit negatif kepada penyandang disa-
diukur melalui selisih waktu reaksi yang bilitas, hal ini bisa dinilai sebagai suatu
dibutuhkan partisipan untuk memasang- kesenjangan karena bertentangan dengan
kan kategori dengan atribut tertentu, standar subjek sendiri untuk diperlakukan
dimana waktu reaksi yang lebih cepat secara adil (Monteith et al., 2010). Akibat-
menandakan asosiasi otomatis yang lebih nya, subjek akan melakukan upaya self-
kuat. Penelitian dengan SC-IAT oleh control untuk mereduksi stigma yang ia
Wang, Huang, Jackson, dan Chen (2012) miliki dalam aktivitas selanjutnya. Bukti
mengindikasikan bahwa walaupun maha- awal untuk prediksi ini dihasilkan dari
siswa di Cina tidak melaporkan stigma penelitian Menatti, Smyth, Nosek, dan
pada level eksplisit, lebih dari 60% maha- Teachman (2013) dimana partisipan yang
siswa ternyata memiliki bias implisit lebih dahulu mengerjakan instrumen
negatif kepada penyandang gangguan stigma implisit secara online selama lima
mental. Meskipun demikian, belum menit melaporkan stigma eksplisit yang
ditemukan korelasi yang konsisten antara lebih rendah kepada penyandang gang-
stigma implisit dan stigma eksplisit guan mental, dibanding partisipan yang
(Wilson & Scior, 2014). Pemetaan pola langsung mengerjakan kuesioner stigma
korelasi antara kedua level stigma tersebut eksplisit. Sejauh mana efektivitas paradig-
adalah tujuan pertama dari penelitian ini. ma ini untuk konteks disabilitas di Indone-
Teori-teori mapan mengenai self- sia adalah tujuan kedua dari penelitian ini.
control seperti feedback loops theory (Carver Secara lebih spesifik, penelitian ini
& Scheier, 1982) dan self-regulation of bertujuan untuk mengetahui apakah
prejudice model (Monteith, Mark & terdapat korelasi antara stigma implisit
Ashburn-Nardo, 2010) memperlihatkan dan stigma eksplisit kepada penyandang
bahwa selain untuk mengukur stigma disabilitas (Hipotesis 1), dan apakah
implisit, paradigma bias implisit mempu- intervensi bias implisit memiliki pengaruh
nyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai terhadap stigma eksplisit (Hipotesis 2).
strategi intervensi terhadap diskriminasi. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
Self-control merujuk pada kapasitas mental sebagai masukan awal bagi para
subjek untuk secara sadar mengendalikan pemangku kepentingan untuk menyusun
elemen kognitif, afektif, dan perilaku diri strategi intervensi inovatif terhadap
agar sesuai dengan standar yang di- diskriminasi berdasarkan disabilitas secara
tetapkan (Inzlicht & Legault, 2014). Self- lebih komprehensif.

JURNAL PSIKOLOGI 3
YUSAINY, DKK

Metode Partisipan penelitian adalah maha-


siswa Fakultas ‘I’ Universitas ‘B’ yang
Penelitian ini memakai between-groups direkrut melalui poster yang dipublikasi-
experimental design (Gambar 1) dalam kan di lingkungan kampus. Untuk
setting laboratorium. Intervensi bias mengurangi social desirability, dalam infor-
implisit disajikan melalui variasi urutan masi mengenai eksperimen dinyatakan
pengerjaan instrumen stigma implisit dan bahwa partisipan akan mengikuti suatu
pemberian informasi bias implisit (feedback lomba kecepatan reaksi, dimana tiga
bias implisit). Berdasarkan urutan perla- partisipan yang memberikan respons pa-
kuan, partisipan dibagi ke dalam tiga ling cepat dan akurat berhak memeroleh
kelompok kondisi, yaitu kondisi kontrol hadiah sebesar Rp 300.000,00; Rp
(Kondisi 1), kondisi dimana feedback bias 200.000,00; dan Rp 150.000,00. Dari total
implisit segera diberikan (Kondisi 2), dan 103 partisipan yang mengikuti eksperi-
kondisi dimana feedback bias implisit men, lima partisipan dinyatakan gugur
ditunda pemberiannya (Kondisi 3). Urutan karena data corruption sehingga jumlah
perlakuan adalah variabel prediktor (X) partisipan final adalah 98 (lihat Tabel 1).
dan stigma eksplisit adalah variabel Dapat disimpulkan bahwa dalam setiap
kriterium (Y). kondisi eksperimen, partisipan tersebar
setara dalam aspek usia, jenis kelamin,
pengalaman disabilitas, dan pengalaman
dengan penyandang disabilitas. Sebagian
besar partisipan tidak pernah mengalami
disabilitas (91,80%) dan sangat jarang
punya pengalaman intensif dengan
penyandang disabilitas (92,60% partisipan
melaporkan mendapat nilai rerata kurang
Gambar 1. Desain penelitian #StopAbleism
dari mid-point 3).
(Replikasi Menatti, Smyth, Nosek, &
Teachman, 2013)

Tabel 1
Data demografis partisipan
Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Totala
Data
(n = 35) (n = 30) (n = 33) (N = 98)
Usia (tahun: M;SD) 20,29 (0,99) 20,33 (1,18) 20,94 (1,16) 20,90 (1,17)
Jenis kelamin (perempuan: n; %) 19 (54,30%) 15 (46,90%) 20 (58,80%) 54 (53,50%)
Pengalaman disabilitas (permanen, 0; 3 (8,60%); 0; 0; 30 2 (6,10%); 2 (2,00%);
temporer, tidak pernah: n; %) 32 (91,40%) (100%) 3 (9,10%); 6 (6,10%);
28 (84,80%) 90 (91,80%)
Pengalaman dengan penyandang 1,87a 2,17 2,06 2,03a
disabilitas (mid-point: 3; rentang 1-5)
Ket. Kondisi 1: Stigma eksplisit - stigma implisit - feedback bias implisit; Kondisi 2: Stigma implisit -
feedback bias implisit - stigma eksplisit; Kondisi 3: Stigma implisit - stigma eksplisit - feedback bias
implisit.
a Berdasarkan analisis statistical power dengan G*Power v.3.1 (Erdfelder, Faul, & Buchner, 2007), untuk

alpha level sebesar 0,05 dan power sebesar 0,80 diperlukan total sampel N ≥ 66 untuk memeroleh large
effect (d = 0,40).
b Khusus untuk data pengalaman dengan penyandang disabilitas, n Kondisi 1 = 32 (3 partisipan tidak

memberikan informasi); N = 95.

4 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT

Prosedur penelitian (2007; Gambar 2). Stimulus atribut


merupakan modifikasi dari penelitian
Partisipan datang ke laboratorium
Wang et al. (2012) yang telah disesuaikan
komputer secara berkelompok berdasar-
dengan survei awal peneliti mengenai
kan alokasi kelompok kondisi eksperimen.
stigma kepada penyandang disabilitas di
Setelah membaca informasi mengenai
Indonesia. Setiap stimulus atribut tersusun
eksperimen dan menandatangani formulir
atas elemen kognitif, afektif, dan perilaku
persetujuan (informed consent), partisipan
(Tabel 2).
diminta untuk mengisi data demografis
(usia, jenis kelamin, riwayat disabilitas
partisipan, dan pengalaman dengan
penyandang disabilitas). Partisipan kemu-
dian melengkapi instrumen stigma impli-
sit, kuesioner stigma eksplisit, dan Gambar 2. Simbol target penyandang
menerima feedback bias implisit melalui disabilitas (Nosek et al., 2007)
layar komputer (Urutan perlakuan dida-
sarkan pada alokasi kelompok kondisi Tabel 2
eksperimen). Debrief mengenai hipotesis Stimulus atribut untuk elemen dalam Single-
Category Implicit Association Test (SC-IAT)
penelitian dilakukan setelah seluruh
kegiatan eksperimen selesai. Atribut
Elemen
Stigma implisit. Stigma pada level Positif Negatif
implisit adalah sikap negatif yang diarah- SC-IAT terpuji, kompeten, berbahaya,
kan kepada nilai, karakteristik, atau kognitif harga diri, kuat abnormal, rapuh,
menyedihkan
praktik di luar norma umum, yang bersifat
intuitif, otomatis, dan tidak disadari oleh SC-IAT gembira, santai, bosan, takut,
afektif riang, ceria gugup, jijik
subjek pemberi stigma (Stier & Hinshaw,
SC-IAT pendekatan, ditolak, kabur,
2007). Stigma implisit mencakup elemen
perilaku menghormati, menghina,
evaluasi kognitif (stereotipe), elemen
peduli, mengajak menghindar
reaksi afektif (prasangka), dan elemen
perilaku (diskriminasi). Ketiga elemen ini Instrumen SC-IAT (Tabel 3) terdiri
berpotensi menjadi mediator (mekanisme atas level incompatible (disabilitas dipa-
yang mendasar) atas keyakinan yang sangkan atribut positif) dan compatible
dimiliki subjek kepada target stigma. (disabilitas dipasangkan atribut negatif).
Stigma implisit kepada penyandang Penyajian stimulus pada level compatible -
disabilitas digali melalui paradigma incompatible selalu diawali dengan instruk-
computer-based response-latency task, berupa si mengenai dimensi stimulus dan respons
instrumen SC-IAT (Karpinski & Steinman, yang tepat. Pada level compatible, partisi-
2006) yang disajikan dengan software pan harus secepat-cepatnya menekan
Inquisit v.4.0.8.0. (2014). huruf “Q” pada keyboard jika muncul
Terdapat tiga kategori stimulus dalam stimulus dari kategori ‘‘atribut positif’’,
SC-IAT, yaitu kategori (1) target berupa dan huruf “P” jika muncul stimulus dari
simbol yang merepresentasikan penyan- kategori ‘‘penyandang disabilitas” atau
dang disabilitas (4 stimulus target), (2) “atribut negatif”. Sebaliknya pada level
atribut positif (12 atribut), dan (3) atribut incompatible, partisipan harus menekan
negatif (12 atribut). Stimulus target huruf “Q” jika muncul stimulus dari
diperoleh dari penelitian Nosek et al. kategori “penyandang disabilitas” atau

JURNAL PSIKOLOGI 5
YUSAINY, DKK

“atribut positif”, dan huruf “P” jika dihitung berdasarkan hasil D-score kombi-
muncul stimulus dari kategori “atribut nasi dari masing-masing partisipan
negatif”. Apabila partisipan salah meres- (Menatti et al., 2013). Skor absolut 0,0 –
pons, muncul tanda X warna merah di sisi 0,14 menghasilkan ”tidak ada perbedaan”
bawah stimulus (150 ms). Partisipan harus (tidak ada bias implisit), skor absolut 0,15
merevisi respons dengan cara menekan – 0,34 menghasilkan asosiasi implisit
huruf yang benar. Respons yang benar ”lemah”, skor absolut 0,35 – 0,64 mengha-
akan diikuti oleh tanda O warna hijau silkan asosiasi implisit ”sedang”, dan skor
pada sisi bawah stimulus (150 ms). Skor absolut 0,65 ke atas menghasilkan asosiasi
reliabilitas level incompatible adalah sebe- implisit ”kuat”. Dengan demikian, terda-
sar 0,92 dan level compatible sebesar 0,84. pat tujuh kategori feedback bias implisit,
Mengikuti rekomendasi Greenwald, yaitu asosiasi lemah, sedang, atau kuat
Nosek, dan Banaji (2003), kekuatan terhadap penyandang disabilitas dengan
asosiasi antar kategori diukur dari atribut negatif (D-score negatif); asosiasi
standardised mean difference score (D-score, lemah, sedang, atau kuat terhadap
setara dengan effect size) pada level penyandang disabilitas dengan atribut
incompatible dan level compatible. D-score positif (D-score positif); atau tidak ada
adalah selisih rerata latensi respons pada perbedaan asosiasi terhadap penyandang
level compatible dikurangi rerata latensi disabilitas dengan atribut positif vs.
respons pada level incompatible dibagi negatif.
dengan standar deviasi seluruh latensi Stigma eksplisit. Stigma pada level
respons dari seluruh jawaban yang benar eksplisit adalah sikap negatif kepada nilai,
pada kedua level ini. Makin negatif D- karakteristik, atau praktik di luar norma
score, makin kuat asosiasi antara penyan- umum, yang bersifat reflektif serta
dang disabilitas dengan atribut negatif. disadari dan dapat dikendalikan oleh
Makin positif D-score, makin kuat asosiasi subjek pemberi stigma (Stier & Hinshaw,
antara penyandang disabilitas dengan 2007). Stigma eksplisit kepada penyan-
atribut positif. Dalam penelitian ini, D- dang disabilitas diukur melalui modifikasi
score akan ditinjau secara keseluruhan (D- kuesioner self-report dari Wang dan kolega
score kombinasi) dan pada setiap elemen (2012) tentang stigma mahasiswa di Cina
stigma implisit. kepada individu dengan gangguan
Feedback bias implisit. Feedback bias mental. Kuesioner pertama adalah Social
implisit yang diberikan kepada partisipan Distance Scale (SDS) yang mengukur

Tabel 3
Struktur Single-Category Implicit Association Test (SC-IAT; Karpinski & Steinman, 2006).
Levela Trialb Kategori (kiri atas) Kategori (kanan atas) Rasio stimulus
24 Practice Atribut negatif Atribut negatif: Disabilitas:
Compatible Atribut positif
72 Test + Disabilitas Atribut positif = 7:7:10
24 Practice Atribut positif Atribut positif: Disabilitas:
Incompatible Atribut negatif
72 Test + Disabilitas Atribut negatif = 7:7:10
Ket. Compatible = Disabilitas dipasangkan atribut negatif.
Incompatible = Disabilitas dipasangkan atribut positif.
aUrutan level compatible-incompatible disajikan secara random kepada partisipan.

bData practice trials tidak diolah untuk perhitungan D-score.

6 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT

kecenderungan partisipan untuk menghin- segera vs. stigma implisit diikuti feedback
dar dari penyandang disabilitas. Partisi- tertunda. Sejalan hasil penelitian Menatti et
pan membaca sebuah vignette tentang al. (2013), pengerjaan instrumen stigma
penyandang disabilitas bernama Dian, lalu implisit diprediksi akan menurunkan
menjawab lima tanyaan mengenai sejauh stigma eksplisit kepada penyandang
mana kesediaan mereka (1 = sangat disabilitas, terlepas dari apakah feedback
enggan, 4 = sangat bersedia) untuk (1) bias implisit diberikan dengan timing
menjadi tetangga Dian, (2) menghabiskan segera ataupun tertunda.
waktu bersosialisasi dengan Dian, (3)
berteman dengan Dian, (4) bekerja dekat
Hasil
dengan Dian, dan (5) mengizinkan Dian
menikahi anggota keluarga partisipan.
Preliminary analysis
Skor reliabilitas SDS sebesar 0.73. Kuesio-
ner kedua adalah Feeling Thermometer Tabel 4 memuat deskripsi data stigma
(FT), dimana partisipan diminta menilai eksplisit dan stigma implisit seluruh
sejauh mana perasaan mereka kepada partisipan kepada penyandang disabilitas
penyandang disabilitas. Kuesioner FT (N = 98). Untuk stigma eksplisit, partisipan
adalah skala analog visual dalam bentuk melaporkan kesediaan untuk menjalin
termometer dari rentang 1 (sangat negatif) interaksi (nilai rerata SDS lebih dari mid-
sampai 100 (sangat positif). Makin rendah point 2,50 untuk seluruh partisipan), serta
skor rerata SDS dan FT, makin tinggi perasaan yang cukup hangat dan positif
stigma eksplisit yang dilaporkan oleh kepada penyandang disabilitas (nilai
partisipan. rerata FT lebih dari mid-point 50; 96%
partisipan memeroleh skor lebih dari mid-
Korelasi antara stigma implisit (D-score
point). Artinya, stigma eksplisit yang
SC-IAT kombinasi, kognitif, afektif, dan
dilaporkan partisipan kepada penyandang
perilaku) dan stigma eksplisit (skor total
disabilitas cenderung rendah.
SDS dan FT) kepada penyandang disa-
bilitas (Uji hipotesis 1) dianalisis dengan Sebaliknya, untuk stigma implisit,
zero-order correlation. Pengaruh intervensi paired t-test menunjukkan bahwa partisi-
bias implisit terhadap stigma eksplisit (Uji pan lebih cepat menampilkan respons
hipotesis 2) dianalisis dengan dua kode ketika disabilitas dipasangkan dengan
orthogonal contrast sebagai prediktor dalam atribut negatif (compatible) daripada
model regresi. Kode-1 mengkontraskan dengan atribut positif (incompatible), SC-
pengaruh ketika partisipan lebih dahulu IAT RT kombinasi: t(97) = 3,40; p = 0,001.
mengerjakan kuesioner stigma eksplisit Artinya secara implisit muncul stigma
(Kondisi 1) vs. instrumen stigma implisit kepada penyandang disabilitas. Sebagai
(dengan feedback segera maupun feedback catatan, hasil perhitungan kategori feedback
tertunda; atau kombinasi Kondisi 2 dan 3). bias implisit dengan D-score kombinasi
Kode-2 mengkontraskan pengaruh ketika mengindikasikan bahwa asosiasi yang
partisipan lebih dahulu mengerjakan muncul dengan atribut negatif tersebut
instrumen stigma implisit diikuti feedback tergolong kategori lemah.

JURNAL PSIKOLOGI 7
YUSAINY, DKK

Tabel 4
Properti psikometri stigma eksplisit dan stigma implisit (N = 98)

Stigma M; SD
3,16; 0,38
SDS (mid-point 2,50; rentang 1-4)

FT (mid-point 50; rentang 1-100) 77,82; 12,24


Kecepatan reaksi RT compatible 686,26; 123,43**
SC-IAT kombinasi Kecepatan reaksi RT incompatible 722,90; 133,12
D-score -0,16a
Kecepatan reaksi RT compatible 737,83; 163,63**
SC-IAT kognitif Kecepatan reaksi RT incompatible 788,36; 164
D-score -0,21a
Kecepatan reaksi RT compatible 693,98; 183,21
SC-IAT afektif Kecepatan reaksi RT incompatible 720,88; 144,37
D-score -0,19a
Kecepatan reaksi RT compatible 746,69; 147,97*
SC-IAT perilaku Kecepatan reaksi RT incompatible 771,52; 156,54
D-score -0,11b
Ket. SDS = Social Distance Scale; FT = Feeling Thermometer. Semakin rendah skor SDS dan FT maka
semakin tinggi stigma kepada penyandang disabilitas.
SC-IAT = Single-Category Implicit Association Test; RT = Reaction Time; Compatible =
Disabilitas dipasangkan atribut negatif; Incompatible = Disabilitas dipasangkan atribut positif;
D-score = Standardised mean difference score.
aAsosiasi lemah dengan atribut negatif; bTidak ada bias implisit.

*p< 0,05; **p < 0,01.

Analisis lanjutan pada setiap elemen Korelasi stigma implisit dan stigma eksplisit
stigma implisit (kognitif, afektif, perilaku)
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
dengan paired t-test menunjukkan bahwa
5, tidak terdapat korelasi antara stigma
kecenderungan untuk merespons lebih
implisit dengan stigma eksplisit partisipan
cepat ketika disabilitas dipasangkan
(ps > 0,42; Hipotesis 1). Korelasi yang
atribut negatif daripada dengan atribut
signifikan muncul secara terpisah antar
positif muncul pada elemen kognitif (SC-
elemen stigma implisit, serta antar
IAT RT kognitif: t(97) = 2,93; p = 0,004) dan
kuesioner stigma eksplisit. Untuk stigma
perilaku (SC-IAT RT perilaku: t(97) = 2,08;
implisit, semakin rendah SC-IAT D-score
p = 0,04), namun tidak pada elemen afektif
kombinasi maka evaluasi kognitif, reaksi
(SC-IAT RT afektif: t(97) = 1,42; p = 0,16).
afektif, dan kecenderungan perilaku
Di sisi lain, feedback bias implisit dengan D-
partisipan kepada penyandang disabilitas
score menunjukkan asosiasi lemah antara
menjadi semakin negatif. Untuk stigma
penyandang disabilitas dan atribut negatif
eksplisit, semakin tinggi kesediaan
pada elemen kognitif dan afektif, namun
partisipan untuk berinteraksi dengan
tidak ada bias implisit pada elemen
penyandang disabilitas (SDS), semakin
perilaku. Dari sini dapat disimpulkan
positif pula perasaan yang ia laporkan
bahwa stigma implisit muncul secara
kepada penyandang disabilitas (FT).
konsisten pada elemen kognitif.

8 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT

Tabel 5
Korelasi stigma implisit dan stigma eksplisit (N = 98)
Stigma FT SDS SC-IAT D-score SC-IAT D-score SC-IAT D-score
kombinasi kognitif afektif
SDS 0,42***
SC-IAT D-score kombinasi -0,05 -0,05
SC-IAT D-score kognitif -0,02 -0,05 0,80***
SC-IAT D-score afektif -0,06 -0,08 0,74*** 0,57***
SC-IAT D-score perilaku 0,03 0,03 0,70*** 0,45*** 0,44***
Ket. SDS = Social Distance Scale; FT = Feeling Thermometer; SC-IAT = Single-Category Implicit Association
Test; D-score = Standardised mean difference score.
***p < 0,001.

Pengaruh intervensi bias implisit terhadap segera (Kondisi 2) vs. feedback tertunda
stigma eksplisit (Kondisi 3). Ketika kedua kode ini secara
simultan menjadi prediktor bagi stigma
Kategori feedback bias implisit yang
eksplisit, Kode-1 tidak memengaruhi SDS
dihitung berdasarkan hasil D-score kombi-
(p = 0,33) maupun FT (p = 0,11), sedangkan
nasi menunjukkan adanya asosiasi lemah
Kode-2 tidak memengaruhi SDS (p = 0,17)
antara target penyandang disabilitas dan
namun berpengaruh terhadap FT (p =
atribut negatif untuk partisipan dalam
0,01).
Kondisi 1 dan 3 (Tabel 6). Namun D-score
tidak dianalisis lebih jauh dalam model Secara lebih spesifik, pengaruh Kode-
regresi pengaruh intervensi bias implisit 2 terhadap FT muncul ketika partisipan
terhadap stigma eksplisit (Hipotesis 2), mengerjakan stigma implisit lebih dahulu
karena korelasinya dengan stigma eksplisit namun tidak langsung diberi feedback bias
partisipan untuk semua kondisi eksperi- implisit (Kondisi 3). Ketika partisipan
men tidak signifikan (ps > 0,14). langsung memeroleh feedback (Kondisi 2)
maka skor FT partisipan tidak berbeda
Model regresi untuk menguji Hipotesis
dengan partisipan yang lebih dahulu
2 dibentuk dari dua kode orthogonal contrast.
mengerjakan stigma eksplisit (Kondisi 1).
Kode-1 adalah kode orthogonal contrast
Artinya meskipun partisipan melaporkan
bagi pengaruh urutan pengerjaan kuesio-
perasaan yang lebih hangat dan positif
ner stigma eksplisit lebih dahulu (Kondisi
kepada penyandang disabilitas ketika ia
1) vs. instrumen stigma implisit lebih
menyadari bias implisitnya, namun hal ini
dahulu (Kondisi 2 dan 3). Sementara
hanya terjadi ketika ia tidak langsung
Kode-2 mengkontraskan pengaruh timing
diberi informasi mengenai sejauh mana
pemberian feedback bagi partisipan yang
bias implisit yang ia miliki.
lebih dahulu mengerjakan instrumen
stigma implisit, yaitu dengan feedback

JURNAL PSIKOLOGI 9
YUSAINY, DKK

Tabel 6
Properti psikometri stigma eksplisit dan implisit berdasarkan kondisi eksperimen
Stigma Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
(n = 35: M; SD) (n = 30: M; SD) (n = 33: M; SD)
SDS (mid-point 2,50; rentang 1-4) 3,11; 0,49 3,13; 0,37 3,26; 0,39
FT (mid-point 50; rentang 1-100) 75,09; 12,89 75,37; 11,31 82,94; 10,99
SC-IAT D-score kombinasi -0,21a -0,09b -0,16a
Ket. SDS = Social Distance Scale; FT = Feeling Thermometer. Semakin rendah skor SDS dan FT maka
semakin tinggi stigma kepada penyandang disabilitas.
SC-IAT = Single-Category Implicit Association Test; D-score = Standardised mean difference score.
Kondisi 1 = Kondisi kontrol (stigma eksplisit lebih dahulu); Kondisi 2 = Feedback bias implisit segera
diberikan; Kondisi 3 = Feedback bias implisit ditunda pemberiannya.
aAsosiasi lemah dengan atribut negatif; bTidak ada bias implisit.

Dummy coding: Kode-1 adalah kode orthogonal contrast bagi pengaruh pengerjaan stigma implisit lebih
dahulu (terlepas dari timing pemberian feedback bias implisit) vs. stigma eksplisit lebih dahulu: -1 jika
lebih dahulu mengerjakan stigma eksplisit, 0,5 jika lebih dahulu mengerjakan stigma implisit; Kode-2
adalah kode orthogonal contrast bagi pengaruh pengerjaan stigma implisit lebih dahulu dengan feedback
segera vs. pengerjaan stigma implisit lebih dahulu tanpa feedback: 0 jika lebih dahulu mengerjakan
stigma eksplisit, 0,5 jika lebih dahulu mengerjakan stigma implisit dan segera diikuti pemberian
feedback, -0,5 jika lebih dahulu mengerjakan stigma implisit dengan feedback yang tertunda
pemberiannya.

Diskusi yang bersifat otomatis, partisipan lebih


cepat mengasosiasikan penyandang
Intervensi terhadap ableism dan peng- disabilitas dengan atribut negatif diban-
ukuran efektivitas suatu intervensi hanya dingkan dengan atribut positif. Stigma
bisa berjalan optimal apabila stigma implisit dipengaruhi oleh banyak faktor
kepada penyandang disabilitas tertangkap seperti keyakinan subjek tentang masa
secara akurat. Dari analisis awal, ditemu- depan, sensitivitas subjek terhadap konsep
kan bahwa stigma eksplisit kepada disabilitas, serta kontak yang dimiliki
penyandang disabilitas yang dilaporkan subjek dengan penyandang disabilitas
oleh partisipan melalui kuesioner self- (Wilson & Scior, 2014). Analisis lanjutan
report tergolong rendah. Data serupa terhadap elemen stigma implisit meng-
sering dihasilkan oleh penelitian stigma ungkap bahwa asosiasi ini konsisten pada
eksplisit (lihat Rüsch, Corrigan, Todd, & elemen kognitif (stereotipe), namun tidak
Bodenhausen, 2011; Wang, 2012; Yusainy, pada elemen afektif (prasangka) dan
Herani, Dharmawan, & Semedhi, 2016) perilaku (diskriminasi). Seperti halnya
karena pada tataran introspektif, subjek dalam penelitian sebelumnya (Peris,
cenderung memberikan respons yang Teachman, & Nosek, 2008; Wang et al.,
sesuai dengan harapan sosial. Utamanya 2012), stereotipe bahwa disabilitas memi-
bagi masyarakat Indonesia yang hidup liki asosiasi dengan atribut berbahaya,
dalam budaya kolektif, pengungkapan abnormal, rapuh, dan menyedihkan terak-
stigma secara terbuka sangat mungkin tivasi secara konsisten tanpa disadari oleh
memunculkan konflik yang dihindari subjek pemilik stigma. Teori klasik mana-
(Koentjaraningrat, 1985). jemen teror dari Solomon, Greenberg, dan
Informasi yang bersifat stigmatik Pyszczynski (1991) mengungkap bahwa
mengambil bentuk bias implisit negatif, stereotipe akan meningkat seiring pening-
dimana dalam pengukuran latensi respons katan bayangan akan kematian (mortality

10 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT

salience). Secara intuitif, individu penyan- terhadap reduksi stigma eksplisit. Perbe-
dang disabilitas fisik lebih membangkit- daan budaya partisipan dalam penelitian
kan mortality salience dibandingkan indi- Menatti et al. dan dalam penelitian ini
vidu yang bukan penyandang disabilitas. mungkin menjelaskan perbedaan peran
Lebih jauh, dalam penelitian ini tidak dari timing pemberian feedback. Bagi
ditemukan korelasi yang signifikan antara masyarakat Barat, inkonsistensi dalam
stigma implisit dan stigma eksplisit pikiran, perasaan, dan perilaku mereka
(Hipotesis 1). Hasil ini memperkuat argu- cenderung mendorong tampilnya berbagai
men bahwa kedua stigma tersebut upaya untuk meningkatkan konsistensi
mengukur konstruk yang independen dan konsep diri secara keseluruhan (Festinger,
terpisah (Stier & Hinshaw, 2007). Sebagai 1957). Pengalaman partisipan dalam
konsekuensinya, intervensi terhadap mengerjakan instrumen stigma implisit
ableism tidak dapat sekadar melibatkan dapat membangkitkan kesadaran bahwa
pengukuran pada level eksplisit, namun telah terjadi kesenjangan antara sikap
harus dapat menggali stigma implisit yang yang muncul secara otomatis (dalam
berada pada tataran otomatis dan tidak bentuk stigma implisit) dengan sikap yang
disadari oleh subjek pemberi stigma. selama ini mereka anggap sebagai standar
Dalam perspektif Psikologi kontemporer, dalam berperilaku (sikap eksplisit). Dalam
bias implisit negatif bahkan dapat dimiliki teori feedback loops (Carver & Scheier,
oleh orang-orang dengan standar moral 1982), kesenjangan antara diri subjek
yang tinggi karena perilaku manusia tidak dengan standar tersebut menjadi cues for
selalu termotivasi oleh pemikiran rasional control bahwa subjek harus melakukan
yang berada pada ranah kesadaran (lihat operasi self-control untuk mengubah
Banaji et al., 2004). elemen kognitif, afektif, dan perilakunya.
Sebagai akibatnya, pengerjaan instrumen
Walaupun stigma eksplisit dalam
stigma implisit dapat mengaktifkan cues
penelitian ini tidak memiliki korelasi
for control untuk mereduksi stigma
dengan stigma implisit, pengalaman parti-
eksplisit selanjutnya, terlepas dari timing
sipan dalam mengerjakan instrumen stig-
pemberian feedback. Masyarakat Timur
ma implisit berbentuk kata dan gambar
lebih mudah menerima keberadaan
yang memiliki asosiasi dengan disabilitas
kontradiksi dalam berbagai elemen diri
(SC-IAT) dapat mereduksi sebagian stig-
(Heine & Lehman, 1997). Feedback bias
ma eksplisit mereka kepada penyandang
implisit yang diberikan secara langsung
disabilitas (Hipotesis 2). Dalam hal ini,
justru lebih berisiko untuk meningkatkan
kelompok partisipan yang mengerjakan
resistensi dalam mengubah stigma
SC-IAT lebih dahulu namun tidak
eksplisit kepada penyandang disabilitas.
langsung menerima feedback bias implisit
(feedback tertunda) melaporkan perasaan
yang lebih hangat dan positif kepada Kesimpulan
penyandang (FT), dibandingkan kelompok
Sejalan dengan dugaan awal, dalam
yang langsung memeroleh feedback (feed-
penelitian ini tidak ditemukan korelasi
back segera) maupun kelompok kontrol.
antara stigma implisit dan stigma eksplisit
Hasil ini berbeda dengan temuan dari
kepada penyandang disabilitas. Meskipun
Menatti et al. (2013), dimana dalam
stigma eksplisit yang dilaporkan parti-
penelitian mereka timing pemberian
sipan melalui kuesioner tergolong rendah,
feedback bias implisit tidak berpengaruh
pengukuran instrumen stigma implisit SC-

JURNAL PSIKOLOGI 11
YUSAINY, DKK

IAT menunjukkan adanya bias implisit Saran


negatif, dimana partisipan lebih cepat
Salah satu keterbatasan dalam pene-
mengasosiasikan penyandang disabilitas
litian ini adalah jenis stigma yang diukur
dengan atribut negatif dibandingkan
mencakup hanya stigma-publik kepada
dengan atribut positif. Stigma implisit
penyandang disabilitas fisik. Perban-
partisipan muncul secara konsisten pada
dingan hasil penelitian tentang stigma-
elemen kognitif (stereotipe), tetapi tidak
publik vs. stigma-diri vs. stigma-keluarga
ditemukan pola yang konsisten pada
perlu dilakukan karena penyandang
elemen afektif (prasangka) dan perilaku
disabilitas yang menginternalisasi stigma-
(diskriminasi).
publik sebagai stigma-diri cenderung
Lebih jauh, intervensi bias implisit memiliki prognosis kesehatan yang lebih
ternyata dapat mereduksi sebagian stigma buruk (Werner, Corrigan, Ditchman, &
eksplisit kepada penyandang disabilitas. Sokol, 2012), dan anggota keluarga target
Reduksi stigma eksplisit ini tergantung stigma menghadapi beban ganda berupa
pada timing pemberian feedback bias beban objektif terkait perawatan target
implisit, dimana partisipan yang lebih stigma serta beban subjektif akibat peno-
dahulu mengerjakan instrumen stigma lakan sosial (Stier & Hinshaw, 2007).
implisit dengan feedback tertunda mela-
Selain itu, diperlukan studi lanjutan
porkan perasaan yang lebih hangat dan
untuk mengetahui mekanisme yang
positif kepada penyandang disabilitas,
mendasari perbedaan pengaruh dari
dibandingkan partisipan yang langsung
timing pemberian feedback bias implisit
memeroleh feedback maupun kelompok
terhadap stigma eksplisit. Untuk menge-
kontrol. Meskipun demikian, intervensi
tahui apakah self-control memang memiliki
bias implisit tidak memiliki pengaruh
kontribusi terhadap kesadaran subjek
dalam mereduksi keengganan partisipan
akan bias implisitnya, penelitian selanjut-
menjalin relasi sosial dengan penyandang
nya dapat memadukan paradigma bias
disabilitas.
implisit dengan paradigma kontemporer
Terlepas dari keterbatasan yang ada, self-control, seperti the strength model
penelitian ini telah memberikan kontribusi (Baumeister, Vohs, & Tice, 2007). Peneli-
bagi penyusunan strategi intervensi ino- tian selanjutnya dapat pula menggali lebih
vatif terhadap praktik diskriminasi jauh dinamika elemen stereotipe, prasang-
berdasarkan disabilitas, setidaknya untuk ka, dan diskriminasi dalam stigma impli-
jangka pendek. Kompleksitas stigma yang sit. Di samping itu, efektivitas intervensi
dihasilkan melalui penelitian dapat tergali bias implisit dalam konteks stigma terha-
pada level implisit melalui paradigma dap disabilitas lain di Indonesia seperti
computer-based response-latency task, selain gangguan mental psikiatri dan disabilitas
stigma pada level eksplisit yang dilapor- intelektual perlu diujicobakan. Pada
kan melalui kuesioner self-report. Dengan akhirnya, kontribusi spesifik dari stigma
lebih dahulu menyadarkan individu akan implisit dan stigma eksplisit harus diteliti
bias implisit yang dimiliki kepada penyan- terhadap perilaku yang bersifat konkret
dang disabilitas, intervensi atas ableism dalam real-life setting.
diharapkan dapat menjadi lebih efektif.

12 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT

Kepustakaan Festinger, L. (1957). A theory of cognitive


dissonance. Stanford, CA: Stanford
Amodio, D. M. (2014). The neuroscience of University Press.
prejudice and stereotyping. Nature
Greenwald, A. G., McGhee, D. E., &
Reviews Neuroscience, 15, 670-682.
Schwartz, J. L. K. (1998). Measuring
http://dx.doi.org/10.1038/nrn3800
individual differences in implicit
Antonak, R. F., & Livneh, H. (2000). cognition: The implicit association
Measurement of attitudes towards test. Journal of Personality and Social
persons with disabilities. Disability Psychology, 74(6), 1646-1480. http://
and Rehabilitation, 22(5), 211–224. dx.doi.org/10.1037/0022-
http://dx.doi.org/10.1080/0963828002 3514.74.6.1464
96782
Greenwald, A. G., Nosek, B. A., & Banaji,
Banaji, M. R., Nosek, B. A., & Greenwald, M. R. (2003). Understanding and
A. G. (2004). No place for nostalgia in Using the Implicit Association Test: I.
science: A response to Arkes and An Improved Scoring Algorithm.
Tetlock. Psychological Inquiry, 15(4), Journal of Personality and Social
279-310. http://dx.doi.org/10.1207/ Psychology, 85(2), 197-216. http://
s15327965pli1504_02 dx.doi.org/10.1037/0022-3514.85.2.197
Bar-Anan, Y., & Nosek, B. A. (2014). A Heine, S. J., & Lehman, D. R. (1999).
comparative investigation of seven Culture, self-discrepancies, and self-
indirect measures of social cognition. satisfaction. Personality and Social
Behavior Research Methods, 46, 668- Psychology Bulletin, 25, 915–925.
688. http://dx.doi.org/10.3758/s13428- http://dx.doi.org/10.1177/0146167299
013-0410-6 2511001
Baumeister, R. F., Vohs, K. D., & Tice, D. Inzlicht, M., & Legault, L. (2014). No pain,
M. (2007). The strength model of self- no gain: How distress underlies
control. Current Directions in effective self-control (and unites
Psychological Science, 16(6), 351–355. diverse social psychological pheno-
http://dx.doi.org/10.1111/j.1467- mena). In J. Forgas & E. Harmon-
8721.2007.00534.x. Jones (Eds.), The Control Within:
Carver, C. S., & Scheier, M. F. (1982). Motivation and its Regulation (pp. 115-
Control theory: A useful conceptual 132). New York: Psychology Press.
framework for personality-social, Karpinski, A., & Steinman, R.B. (2006). The
clinical and health psychology. Single Category Implicit Association
Psychological Bulletin, 92(1), 111–135. Test as a measure of implicit social
http://dx.doi.org/10.1037/0033- cognition. Journal of Personality and
2909.92.1.111 Social Psychology, 91, 16–32. http://
Faul, F., Erdfelder, E., Lang, A, & Buchner, dx.doi.org/10.1037/0022-3514.91.1.16
A. (2007). G*Power 3: A flexible Koentjaraningrat. (1985). Javanese Culture.
statistical power analysis program Singapore: Oxford University Press
for the social, behavioral, and East Asia.
biomedical sciences. Behavior Research
Menatti, A., Smyth, F. L., Teachman, B. A.,
Methods, 39(2), 175 – 191.
& Nosek, B. A. (2013). Reducing
http://dx.doi.org/10.3758/BF03193146
stigma toward individuals with

JURNAL PSIKOLOGI 13
YUSAINY, DKK

mental illnesses: A brief, online Research, 186, 34–39. http://dx.doi.


manipulation. Stigma Research and org/10.1016/j.psychres.2010.08.024
Action. https://osf.io/8rf2b/files/ Solomon, S., Greenberg, J., & Pyszczynski,
Millisecond Software. (2014). Inquisit T. (1991). A terror management
(Version v.4.0.8.0) [Computer theory of social behavior: The
software]. Seattle, Washington. psychological functions of self-
Monteith, M. J., Mark, A. Y., & Ashburn- esteem and cultural worldviews. In
Nardo, L. (2010). The self-regulation M. P. Zanna (Ed.), Advances in
of prejudice: toward understanding experimental social psychology (Vol. 24,
its lived character. Group Processes pp. 93-159). San Diego, CA:
and Intergroup Relations, 13(2), 183– Academic Press.
200. http://dx.doi.org/10.1177/ Stier, A., & Hinshaw, S. P. (2007). Explicit
1368430209353633. and implicit stigma against
News Ouch BBC. (16 Juni 2014). First there individuals with mental illness.
was racism and sexism, now there's Australian Psychologist, 42(2), 106–
ableism. Diunduh dari: http://www. 117. http://dx.doi.org/10.1080/
bbc.com/news/blogs-ouch-27840472 00050060701280599.
tanggal 5 Januari 2015. Thohari, S. (2013). Disability in Java:
Nosek, B. A., Smyth, F. L., Hansen, J. J., Contesting Conceptions of Disability in
Javanese Society after the Suharto Regime.
Devos, T., Lindner, N. M.,
LAP LAMBERT Academic Publishing.
Ranganath, K. A., . . . Banaji, M. R.
(2007). Pervasiveness and correlates Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
of implicit attitudes and stereotypes. 19 Tahun 2011. (2011). Pengesahan
European Review of Social Psychology, convention on the rights of persons with
18, 36-88. http://dx.doi.org/10.1080/ disabilities (konvensi mengenai hak-hak
penyandang disabilitas).
10463280701489053
Wang, X., Huang, X., Jackson, T., & Chen, R.
Peris, T. S., Teachman, B. A., & Nosek, B.
(2012). Components of implicit stigma
A. (2008). Implicit and explicit stigma
against mental illness among Chinese
of mental illness. Journal of Nervous
students. PLoS ONE 7(9): e46016.http://
and Mental Disease, 196(10), 752–760.
dx.doi.org/10.1371/journal.pone.004601
http://dx.doi.org/10.1097/NMD.0b013 6
e3181879dfd.
Werner, S., Corrigan, P., Ditchman, N., &
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Badan Sokol, K. (2012). Stigma and
Penelitian dan Pengembangan Kese- intellectual disability: A review of
hatan Kementerian Kesehatan RI. related measures and future directions.
Diunduh dari: http://www.depkes. Research in Developmental Disabilities,
go.id/resources/download/general/H 33, 748–765. http://dx.doi. org/10.1016/
asil%20Riskesdas%202013.pdf j.ridd.2011.10.009
Rüsch N., Corrigan, P. C., Todd, A. R., & Wilson, M. C., & Scior, K. (2014). Attitudes
Bodenhausen, G. V. (2011). Auto- towards individuals with disabilities
matic stereotyping against people as measured by the Implicit Asso-
with schizophrenia, schizoaffective, ciation Test: A literature review.
and affective disorders. Psychological Research in Developmental Disabilities,

14 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT

35, 294–321. http://dx.doi.org/ ness and Cognition, 33(1), 125–134.


10.1016/j.ridd.2013.11.003 http://dx.doi.org/10.1016/j.concog.201
World Health Organization. (2001). Inter- 4.12.008
national classification of functioning, Yusainy, C., Herani, I., Dharmawan, I. R.
disability and health. Geneva: World J., & Semedhi, B. P. (2016). No health
Health Organization. without mental health: Dinamika
World Health Organisation, & World Bank. stigma kepada penyandang disa-
(2011). World report on disability. bilitas fisik dan mental. Prosiding
Diunduh dari: http://whqlibdoc. Seminar Nasional Kontribusi Akademisi
dalam Pencapaian Pembangunan
who.int/publications/2011/ 978924068
Berkelanjutan, K6-K12. Panitia Bidang
5215_eng.pdf. Ilmiah Dies Natalis Universitas
Yusainy, C., & Lawrence, C. (2015). Brief Brawijaya ke-53.
mindfulness induction could reduce
aggression after depletion. Conscious-

(i) Penelitian ini terselenggara atas dana hibah internal PNBP Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya tahun 2015.
(ii) Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ignatius Ryan Jeffri Dharmawan, Bima Pustaka Semedhi,
dan Riska Andari atas bantuan dalam pengumpulan data.

JURNAL PSIKOLOGI 15

You might also like