Professional Documents
Culture Documents
Abstract. Two levels of stigma towards persons with disabilities have been identified,
namely explicit and implicit stigma. This experiment aimed to explore whether these two
levels of stigma were related to each other, and whether implicit bias intervention could
be used as means to reduce explicit stigma. Participants (N = 98) were divided into three
groups of those who initially completed measures of (1) explicit stigma (control group),
(2) implicit stigma, followed by immediate feedback, and (3) implicit stigma, followed by
explicit stigma and delayed feedback. Implicit stigma and implicit bias feedback were
assessed through a computer-based response-latency task known as Single-Category
Implicit Association Test (SC-IAT), explicit stigma was rated through self-report
questionnaires. As predicted, no correlation was found between implicit and explicit
stigma, and reductions in explicit stigma were shown amongst delayed feedback
participants. These findings highlight the short-term benefits of implicit bias intervention
on ableism.
Keywords: ableism, explicit stigma, implicit bias feedback, implicit stigma, SC-IAT
Abstrak. Stigma kepada penyandang disabilitas beroperasi pada dua level: eksplisit dan
implisit. Penelitian eksperimen ini bertujuan untuk menguji sejauh mana asosiasi antara
kedua level stigma, dan apakah intervensi bias implisit dapat mereduksi stigma eksplisit.
Partisipan (N = 98) dibagi ke dalam tiga kelompok kondisi eksperimen, yaitu kelompok
yang lebih dahulu mengerjakan (1) kuesioner stigma eksplisit (kondisi kontrol), (2)
instrumen stigma implisit, diikuti pemberian feedback bias implisit (kondisi feedback
segera), dan (3) instrumen stigma implisit, diikuti kuesioner stigma eksplisit dan
pemberian feedback bias implisit (kondisi feedback tertunda). Stigma implisit dan feedback
bias implisit diukur melalui adopsi computer-based response-latency task berupa Single-
Category Implicit Association Test (SC-IAT), stigma eksplisit diukur melalui kuesioner
self-report. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stigma implisit tidak memiliki korelasi
dengan stigma eksplisit, dan bahwa pengerjaan SC-IAT yang diikuti oleh feedback yang
tertunda dapat mereduksi sebagian stigma eksplisit. Intervensi bias implisit berpotensi
mengurangi praktik ableism, setidaknya dalam jangka pendek.
Kata kunci: ableism, feedback bias implisit, SC-IAT, stigma eksplisit, stigma implisit
Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat dilakukan melalui: *1cleo.yusainy@ub.ac.id, 2sthohari@ub.ac.id,
& 3gustomy@ub.ac.id
JURNAL PSIKOLOGI 1
YUSAINY, DKK
2 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT
divalidasi dalam real-world setting untuk control yang efektif menuntut adanya
penelitian stigma berdasarkan ras, religi, kemampuan untuk melakukan monitoring
jenis kelamin, orientasi seksual, sampai secara terus-menerus terhadap ”cues for
pilihan politik dan berat badan (Bar-Anan control” (Yusainy & Lawrence, 2015).
& Nosek, 2014; Nosek et al., 2007). Sebagai Dalam konteks stigma, cues for control bisa
gambaran, dalam SC-IAT berdasarkan berupa stimulus dari lingkungan seperti
disabilitas, partisipan diminta memberi- kata dan gambar yang memiliki asosiasi
kan respons terhadap suatu kategori dengan disabilitas, atau kontak langsung
tunggal (contoh: Penyandang Disabilitas) dengan penyandang disabilitas. Ketika
dan dua atribut alternatif (contoh: Atribut subjek menyadari bahwa ia memiliki bias
negatif vs. Atribut positif). Bias implisit implisit negatif kepada penyandang disa-
diukur melalui selisih waktu reaksi yang bilitas, hal ini bisa dinilai sebagai suatu
dibutuhkan partisipan untuk memasang- kesenjangan karena bertentangan dengan
kan kategori dengan atribut tertentu, standar subjek sendiri untuk diperlakukan
dimana waktu reaksi yang lebih cepat secara adil (Monteith et al., 2010). Akibat-
menandakan asosiasi otomatis yang lebih nya, subjek akan melakukan upaya self-
kuat. Penelitian dengan SC-IAT oleh control untuk mereduksi stigma yang ia
Wang, Huang, Jackson, dan Chen (2012) miliki dalam aktivitas selanjutnya. Bukti
mengindikasikan bahwa walaupun maha- awal untuk prediksi ini dihasilkan dari
siswa di Cina tidak melaporkan stigma penelitian Menatti, Smyth, Nosek, dan
pada level eksplisit, lebih dari 60% maha- Teachman (2013) dimana partisipan yang
siswa ternyata memiliki bias implisit lebih dahulu mengerjakan instrumen
negatif kepada penyandang gangguan stigma implisit secara online selama lima
mental. Meskipun demikian, belum menit melaporkan stigma eksplisit yang
ditemukan korelasi yang konsisten antara lebih rendah kepada penyandang gang-
stigma implisit dan stigma eksplisit guan mental, dibanding partisipan yang
(Wilson & Scior, 2014). Pemetaan pola langsung mengerjakan kuesioner stigma
korelasi antara kedua level stigma tersebut eksplisit. Sejauh mana efektivitas paradig-
adalah tujuan pertama dari penelitian ini. ma ini untuk konteks disabilitas di Indone-
Teori-teori mapan mengenai self- sia adalah tujuan kedua dari penelitian ini.
control seperti feedback loops theory (Carver Secara lebih spesifik, penelitian ini
& Scheier, 1982) dan self-regulation of bertujuan untuk mengetahui apakah
prejudice model (Monteith, Mark & terdapat korelasi antara stigma implisit
Ashburn-Nardo, 2010) memperlihatkan dan stigma eksplisit kepada penyandang
bahwa selain untuk mengukur stigma disabilitas (Hipotesis 1), dan apakah
implisit, paradigma bias implisit mempu- intervensi bias implisit memiliki pengaruh
nyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai terhadap stigma eksplisit (Hipotesis 2).
strategi intervensi terhadap diskriminasi. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
Self-control merujuk pada kapasitas mental sebagai masukan awal bagi para
subjek untuk secara sadar mengendalikan pemangku kepentingan untuk menyusun
elemen kognitif, afektif, dan perilaku diri strategi intervensi inovatif terhadap
agar sesuai dengan standar yang di- diskriminasi berdasarkan disabilitas secara
tetapkan (Inzlicht & Legault, 2014). Self- lebih komprehensif.
JURNAL PSIKOLOGI 3
YUSAINY, DKK
Tabel 1
Data demografis partisipan
Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Totala
Data
(n = 35) (n = 30) (n = 33) (N = 98)
Usia (tahun: M;SD) 20,29 (0,99) 20,33 (1,18) 20,94 (1,16) 20,90 (1,17)
Jenis kelamin (perempuan: n; %) 19 (54,30%) 15 (46,90%) 20 (58,80%) 54 (53,50%)
Pengalaman disabilitas (permanen, 0; 3 (8,60%); 0; 0; 30 2 (6,10%); 2 (2,00%);
temporer, tidak pernah: n; %) 32 (91,40%) (100%) 3 (9,10%); 6 (6,10%);
28 (84,80%) 90 (91,80%)
Pengalaman dengan penyandang 1,87a 2,17 2,06 2,03a
disabilitas (mid-point: 3; rentang 1-5)
Ket. Kondisi 1: Stigma eksplisit - stigma implisit - feedback bias implisit; Kondisi 2: Stigma implisit -
feedback bias implisit - stigma eksplisit; Kondisi 3: Stigma implisit - stigma eksplisit - feedback bias
implisit.
a Berdasarkan analisis statistical power dengan G*Power v.3.1 (Erdfelder, Faul, & Buchner, 2007), untuk
alpha level sebesar 0,05 dan power sebesar 0,80 diperlukan total sampel N ≥ 66 untuk memeroleh large
effect (d = 0,40).
b Khusus untuk data pengalaman dengan penyandang disabilitas, n Kondisi 1 = 32 (3 partisipan tidak
4 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT
JURNAL PSIKOLOGI 5
YUSAINY, DKK
“atribut positif”, dan huruf “P” jika dihitung berdasarkan hasil D-score kombi-
muncul stimulus dari kategori “atribut nasi dari masing-masing partisipan
negatif”. Apabila partisipan salah meres- (Menatti et al., 2013). Skor absolut 0,0 –
pons, muncul tanda X warna merah di sisi 0,14 menghasilkan ”tidak ada perbedaan”
bawah stimulus (150 ms). Partisipan harus (tidak ada bias implisit), skor absolut 0,15
merevisi respons dengan cara menekan – 0,34 menghasilkan asosiasi implisit
huruf yang benar. Respons yang benar ”lemah”, skor absolut 0,35 – 0,64 mengha-
akan diikuti oleh tanda O warna hijau silkan asosiasi implisit ”sedang”, dan skor
pada sisi bawah stimulus (150 ms). Skor absolut 0,65 ke atas menghasilkan asosiasi
reliabilitas level incompatible adalah sebe- implisit ”kuat”. Dengan demikian, terda-
sar 0,92 dan level compatible sebesar 0,84. pat tujuh kategori feedback bias implisit,
Mengikuti rekomendasi Greenwald, yaitu asosiasi lemah, sedang, atau kuat
Nosek, dan Banaji (2003), kekuatan terhadap penyandang disabilitas dengan
asosiasi antar kategori diukur dari atribut negatif (D-score negatif); asosiasi
standardised mean difference score (D-score, lemah, sedang, atau kuat terhadap
setara dengan effect size) pada level penyandang disabilitas dengan atribut
incompatible dan level compatible. D-score positif (D-score positif); atau tidak ada
adalah selisih rerata latensi respons pada perbedaan asosiasi terhadap penyandang
level compatible dikurangi rerata latensi disabilitas dengan atribut positif vs.
respons pada level incompatible dibagi negatif.
dengan standar deviasi seluruh latensi Stigma eksplisit. Stigma pada level
respons dari seluruh jawaban yang benar eksplisit adalah sikap negatif kepada nilai,
pada kedua level ini. Makin negatif D- karakteristik, atau praktik di luar norma
score, makin kuat asosiasi antara penyan- umum, yang bersifat reflektif serta
dang disabilitas dengan atribut negatif. disadari dan dapat dikendalikan oleh
Makin positif D-score, makin kuat asosiasi subjek pemberi stigma (Stier & Hinshaw,
antara penyandang disabilitas dengan 2007). Stigma eksplisit kepada penyan-
atribut positif. Dalam penelitian ini, D- dang disabilitas diukur melalui modifikasi
score akan ditinjau secara keseluruhan (D- kuesioner self-report dari Wang dan kolega
score kombinasi) dan pada setiap elemen (2012) tentang stigma mahasiswa di Cina
stigma implisit. kepada individu dengan gangguan
Feedback bias implisit. Feedback bias mental. Kuesioner pertama adalah Social
implisit yang diberikan kepada partisipan Distance Scale (SDS) yang mengukur
Tabel 3
Struktur Single-Category Implicit Association Test (SC-IAT; Karpinski & Steinman, 2006).
Levela Trialb Kategori (kiri atas) Kategori (kanan atas) Rasio stimulus
24 Practice Atribut negatif Atribut negatif: Disabilitas:
Compatible Atribut positif
72 Test + Disabilitas Atribut positif = 7:7:10
24 Practice Atribut positif Atribut positif: Disabilitas:
Incompatible Atribut negatif
72 Test + Disabilitas Atribut negatif = 7:7:10
Ket. Compatible = Disabilitas dipasangkan atribut negatif.
Incompatible = Disabilitas dipasangkan atribut positif.
aUrutan level compatible-incompatible disajikan secara random kepada partisipan.
6 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT
kecenderungan partisipan untuk menghin- segera vs. stigma implisit diikuti feedback
dar dari penyandang disabilitas. Partisi- tertunda. Sejalan hasil penelitian Menatti et
pan membaca sebuah vignette tentang al. (2013), pengerjaan instrumen stigma
penyandang disabilitas bernama Dian, lalu implisit diprediksi akan menurunkan
menjawab lima tanyaan mengenai sejauh stigma eksplisit kepada penyandang
mana kesediaan mereka (1 = sangat disabilitas, terlepas dari apakah feedback
enggan, 4 = sangat bersedia) untuk (1) bias implisit diberikan dengan timing
menjadi tetangga Dian, (2) menghabiskan segera ataupun tertunda.
waktu bersosialisasi dengan Dian, (3)
berteman dengan Dian, (4) bekerja dekat
Hasil
dengan Dian, dan (5) mengizinkan Dian
menikahi anggota keluarga partisipan.
Preliminary analysis
Skor reliabilitas SDS sebesar 0.73. Kuesio-
ner kedua adalah Feeling Thermometer Tabel 4 memuat deskripsi data stigma
(FT), dimana partisipan diminta menilai eksplisit dan stigma implisit seluruh
sejauh mana perasaan mereka kepada partisipan kepada penyandang disabilitas
penyandang disabilitas. Kuesioner FT (N = 98). Untuk stigma eksplisit, partisipan
adalah skala analog visual dalam bentuk melaporkan kesediaan untuk menjalin
termometer dari rentang 1 (sangat negatif) interaksi (nilai rerata SDS lebih dari mid-
sampai 100 (sangat positif). Makin rendah point 2,50 untuk seluruh partisipan), serta
skor rerata SDS dan FT, makin tinggi perasaan yang cukup hangat dan positif
stigma eksplisit yang dilaporkan oleh kepada penyandang disabilitas (nilai
partisipan. rerata FT lebih dari mid-point 50; 96%
partisipan memeroleh skor lebih dari mid-
Korelasi antara stigma implisit (D-score
point). Artinya, stigma eksplisit yang
SC-IAT kombinasi, kognitif, afektif, dan
dilaporkan partisipan kepada penyandang
perilaku) dan stigma eksplisit (skor total
disabilitas cenderung rendah.
SDS dan FT) kepada penyandang disa-
bilitas (Uji hipotesis 1) dianalisis dengan Sebaliknya, untuk stigma implisit,
zero-order correlation. Pengaruh intervensi paired t-test menunjukkan bahwa partisi-
bias implisit terhadap stigma eksplisit (Uji pan lebih cepat menampilkan respons
hipotesis 2) dianalisis dengan dua kode ketika disabilitas dipasangkan dengan
orthogonal contrast sebagai prediktor dalam atribut negatif (compatible) daripada
model regresi. Kode-1 mengkontraskan dengan atribut positif (incompatible), SC-
pengaruh ketika partisipan lebih dahulu IAT RT kombinasi: t(97) = 3,40; p = 0,001.
mengerjakan kuesioner stigma eksplisit Artinya secara implisit muncul stigma
(Kondisi 1) vs. instrumen stigma implisit kepada penyandang disabilitas. Sebagai
(dengan feedback segera maupun feedback catatan, hasil perhitungan kategori feedback
tertunda; atau kombinasi Kondisi 2 dan 3). bias implisit dengan D-score kombinasi
Kode-2 mengkontraskan pengaruh ketika mengindikasikan bahwa asosiasi yang
partisipan lebih dahulu mengerjakan muncul dengan atribut negatif tersebut
instrumen stigma implisit diikuti feedback tergolong kategori lemah.
JURNAL PSIKOLOGI 7
YUSAINY, DKK
Tabel 4
Properti psikometri stigma eksplisit dan stigma implisit (N = 98)
Stigma M; SD
3,16; 0,38
SDS (mid-point 2,50; rentang 1-4)
Analisis lanjutan pada setiap elemen Korelasi stigma implisit dan stigma eksplisit
stigma implisit (kognitif, afektif, perilaku)
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
dengan paired t-test menunjukkan bahwa
5, tidak terdapat korelasi antara stigma
kecenderungan untuk merespons lebih
implisit dengan stigma eksplisit partisipan
cepat ketika disabilitas dipasangkan
(ps > 0,42; Hipotesis 1). Korelasi yang
atribut negatif daripada dengan atribut
signifikan muncul secara terpisah antar
positif muncul pada elemen kognitif (SC-
elemen stigma implisit, serta antar
IAT RT kognitif: t(97) = 2,93; p = 0,004) dan
kuesioner stigma eksplisit. Untuk stigma
perilaku (SC-IAT RT perilaku: t(97) = 2,08;
implisit, semakin rendah SC-IAT D-score
p = 0,04), namun tidak pada elemen afektif
kombinasi maka evaluasi kognitif, reaksi
(SC-IAT RT afektif: t(97) = 1,42; p = 0,16).
afektif, dan kecenderungan perilaku
Di sisi lain, feedback bias implisit dengan D-
partisipan kepada penyandang disabilitas
score menunjukkan asosiasi lemah antara
menjadi semakin negatif. Untuk stigma
penyandang disabilitas dan atribut negatif
eksplisit, semakin tinggi kesediaan
pada elemen kognitif dan afektif, namun
partisipan untuk berinteraksi dengan
tidak ada bias implisit pada elemen
penyandang disabilitas (SDS), semakin
perilaku. Dari sini dapat disimpulkan
positif pula perasaan yang ia laporkan
bahwa stigma implisit muncul secara
kepada penyandang disabilitas (FT).
konsisten pada elemen kognitif.
8 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT
Tabel 5
Korelasi stigma implisit dan stigma eksplisit (N = 98)
Stigma FT SDS SC-IAT D-score SC-IAT D-score SC-IAT D-score
kombinasi kognitif afektif
SDS 0,42***
SC-IAT D-score kombinasi -0,05 -0,05
SC-IAT D-score kognitif -0,02 -0,05 0,80***
SC-IAT D-score afektif -0,06 -0,08 0,74*** 0,57***
SC-IAT D-score perilaku 0,03 0,03 0,70*** 0,45*** 0,44***
Ket. SDS = Social Distance Scale; FT = Feeling Thermometer; SC-IAT = Single-Category Implicit Association
Test; D-score = Standardised mean difference score.
***p < 0,001.
Pengaruh intervensi bias implisit terhadap segera (Kondisi 2) vs. feedback tertunda
stigma eksplisit (Kondisi 3). Ketika kedua kode ini secara
simultan menjadi prediktor bagi stigma
Kategori feedback bias implisit yang
eksplisit, Kode-1 tidak memengaruhi SDS
dihitung berdasarkan hasil D-score kombi-
(p = 0,33) maupun FT (p = 0,11), sedangkan
nasi menunjukkan adanya asosiasi lemah
Kode-2 tidak memengaruhi SDS (p = 0,17)
antara target penyandang disabilitas dan
namun berpengaruh terhadap FT (p =
atribut negatif untuk partisipan dalam
0,01).
Kondisi 1 dan 3 (Tabel 6). Namun D-score
tidak dianalisis lebih jauh dalam model Secara lebih spesifik, pengaruh Kode-
regresi pengaruh intervensi bias implisit 2 terhadap FT muncul ketika partisipan
terhadap stigma eksplisit (Hipotesis 2), mengerjakan stigma implisit lebih dahulu
karena korelasinya dengan stigma eksplisit namun tidak langsung diberi feedback bias
partisipan untuk semua kondisi eksperi- implisit (Kondisi 3). Ketika partisipan
men tidak signifikan (ps > 0,14). langsung memeroleh feedback (Kondisi 2)
maka skor FT partisipan tidak berbeda
Model regresi untuk menguji Hipotesis
dengan partisipan yang lebih dahulu
2 dibentuk dari dua kode orthogonal contrast.
mengerjakan stigma eksplisit (Kondisi 1).
Kode-1 adalah kode orthogonal contrast
Artinya meskipun partisipan melaporkan
bagi pengaruh urutan pengerjaan kuesio-
perasaan yang lebih hangat dan positif
ner stigma eksplisit lebih dahulu (Kondisi
kepada penyandang disabilitas ketika ia
1) vs. instrumen stigma implisit lebih
menyadari bias implisitnya, namun hal ini
dahulu (Kondisi 2 dan 3). Sementara
hanya terjadi ketika ia tidak langsung
Kode-2 mengkontraskan pengaruh timing
diberi informasi mengenai sejauh mana
pemberian feedback bagi partisipan yang
bias implisit yang ia miliki.
lebih dahulu mengerjakan instrumen
stigma implisit, yaitu dengan feedback
JURNAL PSIKOLOGI 9
YUSAINY, DKK
Tabel 6
Properti psikometri stigma eksplisit dan implisit berdasarkan kondisi eksperimen
Stigma Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3
(n = 35: M; SD) (n = 30: M; SD) (n = 33: M; SD)
SDS (mid-point 2,50; rentang 1-4) 3,11; 0,49 3,13; 0,37 3,26; 0,39
FT (mid-point 50; rentang 1-100) 75,09; 12,89 75,37; 11,31 82,94; 10,99
SC-IAT D-score kombinasi -0,21a -0,09b -0,16a
Ket. SDS = Social Distance Scale; FT = Feeling Thermometer. Semakin rendah skor SDS dan FT maka
semakin tinggi stigma kepada penyandang disabilitas.
SC-IAT = Single-Category Implicit Association Test; D-score = Standardised mean difference score.
Kondisi 1 = Kondisi kontrol (stigma eksplisit lebih dahulu); Kondisi 2 = Feedback bias implisit segera
diberikan; Kondisi 3 = Feedback bias implisit ditunda pemberiannya.
aAsosiasi lemah dengan atribut negatif; bTidak ada bias implisit.
Dummy coding: Kode-1 adalah kode orthogonal contrast bagi pengaruh pengerjaan stigma implisit lebih
dahulu (terlepas dari timing pemberian feedback bias implisit) vs. stigma eksplisit lebih dahulu: -1 jika
lebih dahulu mengerjakan stigma eksplisit, 0,5 jika lebih dahulu mengerjakan stigma implisit; Kode-2
adalah kode orthogonal contrast bagi pengaruh pengerjaan stigma implisit lebih dahulu dengan feedback
segera vs. pengerjaan stigma implisit lebih dahulu tanpa feedback: 0 jika lebih dahulu mengerjakan
stigma eksplisit, 0,5 jika lebih dahulu mengerjakan stigma implisit dan segera diikuti pemberian
feedback, -0,5 jika lebih dahulu mengerjakan stigma implisit dengan feedback yang tertunda
pemberiannya.
10 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT
salience). Secara intuitif, individu penyan- terhadap reduksi stigma eksplisit. Perbe-
dang disabilitas fisik lebih membangkit- daan budaya partisipan dalam penelitian
kan mortality salience dibandingkan indi- Menatti et al. dan dalam penelitian ini
vidu yang bukan penyandang disabilitas. mungkin menjelaskan perbedaan peran
Lebih jauh, dalam penelitian ini tidak dari timing pemberian feedback. Bagi
ditemukan korelasi yang signifikan antara masyarakat Barat, inkonsistensi dalam
stigma implisit dan stigma eksplisit pikiran, perasaan, dan perilaku mereka
(Hipotesis 1). Hasil ini memperkuat argu- cenderung mendorong tampilnya berbagai
men bahwa kedua stigma tersebut upaya untuk meningkatkan konsistensi
mengukur konstruk yang independen dan konsep diri secara keseluruhan (Festinger,
terpisah (Stier & Hinshaw, 2007). Sebagai 1957). Pengalaman partisipan dalam
konsekuensinya, intervensi terhadap mengerjakan instrumen stigma implisit
ableism tidak dapat sekadar melibatkan dapat membangkitkan kesadaran bahwa
pengukuran pada level eksplisit, namun telah terjadi kesenjangan antara sikap
harus dapat menggali stigma implisit yang yang muncul secara otomatis (dalam
berada pada tataran otomatis dan tidak bentuk stigma implisit) dengan sikap yang
disadari oleh subjek pemberi stigma. selama ini mereka anggap sebagai standar
Dalam perspektif Psikologi kontemporer, dalam berperilaku (sikap eksplisit). Dalam
bias implisit negatif bahkan dapat dimiliki teori feedback loops (Carver & Scheier,
oleh orang-orang dengan standar moral 1982), kesenjangan antara diri subjek
yang tinggi karena perilaku manusia tidak dengan standar tersebut menjadi cues for
selalu termotivasi oleh pemikiran rasional control bahwa subjek harus melakukan
yang berada pada ranah kesadaran (lihat operasi self-control untuk mengubah
Banaji et al., 2004). elemen kognitif, afektif, dan perilakunya.
Sebagai akibatnya, pengerjaan instrumen
Walaupun stigma eksplisit dalam
stigma implisit dapat mengaktifkan cues
penelitian ini tidak memiliki korelasi
for control untuk mereduksi stigma
dengan stigma implisit, pengalaman parti-
eksplisit selanjutnya, terlepas dari timing
sipan dalam mengerjakan instrumen stig-
pemberian feedback. Masyarakat Timur
ma implisit berbentuk kata dan gambar
lebih mudah menerima keberadaan
yang memiliki asosiasi dengan disabilitas
kontradiksi dalam berbagai elemen diri
(SC-IAT) dapat mereduksi sebagian stig-
(Heine & Lehman, 1997). Feedback bias
ma eksplisit mereka kepada penyandang
implisit yang diberikan secara langsung
disabilitas (Hipotesis 2). Dalam hal ini,
justru lebih berisiko untuk meningkatkan
kelompok partisipan yang mengerjakan
resistensi dalam mengubah stigma
SC-IAT lebih dahulu namun tidak
eksplisit kepada penyandang disabilitas.
langsung menerima feedback bias implisit
(feedback tertunda) melaporkan perasaan
yang lebih hangat dan positif kepada Kesimpulan
penyandang (FT), dibandingkan kelompok
Sejalan dengan dugaan awal, dalam
yang langsung memeroleh feedback (feed-
penelitian ini tidak ditemukan korelasi
back segera) maupun kelompok kontrol.
antara stigma implisit dan stigma eksplisit
Hasil ini berbeda dengan temuan dari
kepada penyandang disabilitas. Meskipun
Menatti et al. (2013), dimana dalam
stigma eksplisit yang dilaporkan parti-
penelitian mereka timing pemberian
sipan melalui kuesioner tergolong rendah,
feedback bias implisit tidak berpengaruh
pengukuran instrumen stigma implisit SC-
JURNAL PSIKOLOGI 11
YUSAINY, DKK
12 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT
JURNAL PSIKOLOGI 13
YUSAINY, DKK
14 JURNAL PSIKOLOGI
#STOPABLEISM: REDUKSI STIGMA, DISABILITAS, BIAS IMPLISIT
(i) Penelitian ini terselenggara atas dana hibah internal PNBP Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Brawijaya tahun 2015.
(ii) Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ignatius Ryan Jeffri Dharmawan, Bima Pustaka Semedhi,
dan Riska Andari atas bantuan dalam pengumpulan data.
JURNAL PSIKOLOGI 15