Professional Documents
Culture Documents
Abstract. Biofilm is one of the persistent problem in the medical world. More than half of
chronic infection is caused by biofilm, which formed on the surfaces of medical implantable
devices, like catheter, prosthetic valve, or contact lens. Previous studies showed, there were
three organic compounds that can act as an inhibitor to biofilm formation, alkaloid, flavonoid,
and essential oil. These three compounds was found in Tobacco leaves (Nicotiana tabacum
var. Virginia). The purpose of this research is to understanding the influence of tobacco leaves
extract as an anti-biofilm agent against Staphylococcus aureus, which is the leading cause of
biofilm formation in medical equipment and implantable devices. This experimental utilized
tobacco leave extract obtained by pyrolysis method. The extract was diluted to 20%, 40%,
60%, 80%, and 100% concentration prior to inoculation with bacteria taphylococcus aureus
and incubated for 24 hours in 37oC. The optical density of the biofilm formed was determined
with microplate reader. Tobacco leaves pyrolysis extract in 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%
showed no significant difference in the biofilm formation inhibition. Tobacco leaves extract
should be optimize to be used as a natural anti-biofilm agent. The selection of Tween 20
nonionic surfactant as an emulsifier in biofilm research has to be ruled out into consideration
due to sample clump. The experiment for a safe and effective natural biofilm agent must
continue to be developed.
1. Pendahuluan
Semua organisme yang hidup memiliki suatu mekanisme pertahanan hidup atau
adaptasi saat mereka terpapar oleh kondisi lingkungan yang ekstrim atau asing. Manusia,
hewan, serta tumbuhan melakukan penyesuaian terhadap perubahan kondisi lingkungan
dengan melakukan adaptasi fungsi fisiologis atau homeostasis. Selain pada organisme makro,
adaptasi ini juga terjadi pada organisme mikro seperti bakteri. Pada bakteri, salah satu bentuk
pertahanan diri yang dilakukan adalah dengan pembentukan biofilm, yang merupakan suatu
polimer matriks yang menempel pada permukaan inert maupun jaringan hidup yang mampu
melindungi bakteri dari ancaman luar seperti antibiotik atau UV [1].
Biofilm sendiri merupakan salah satu masalah yang masih harus dihadapi di bidang
kesehatan. Di rumah sakit, biofilm dapat mengkontaminasi alat-alat kesehatan seperti kateter,
endotracheal tube, serta lensa kontak. Diperkirakan 750,000 infeksi pasca-operasi di Amerika
Serikat disebabkan oleh adanya kontaminasi biofilm yang menyebabkan kerugian hingga US$
1,6 milyar [2]. Menurut National Institutes of Health Amerika Serikat, dipercaya bahwa
sekitar 65% dari seluruh infeksi bakteri dan 80% infeksi kronik pada manusia disebabkan
oleh biofilm. Biofilm merupakan penyebab utama dari implant-related infections serta diduga
bertanggung jawab atas 60-70% dari infeksi nosokomial [3]. Infeksi yang banyak disebabkan
oleh biofilm antara lain adalah infeksi saluran kemih, endokarditis akibat katup prostetik,
serta osteomyelitis [4].
Golongan bakteri Staphylococcus dikenal sebagai penyebab infeksi terbanyak yang
berhubungan dengan biofilm dibanding bakteri lain. Bakteri Staphylococcus merupakan
bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial dan paling sering
mengkontaminasi implantable medical device seperti kateter. Hal ini terjadi karena faktanya,
Staphylococcus adalah bakteri komensal yang paling banyak hidup dipermukaan kulit serta
pemukaan mukosa manusia, sehingga memiliki kemungkinan paling besar untuk dapat
mengkontaminasi alat kesehatan yang mempenetrasi kulit atau mukosa, seperti pada saat
pembedahan [5]. Diketahui, sekitar setengah dari infeksi nosokomial yang berhubungan
dengan biofilm disebabkan oleh bakteri Staphylococcus [4]. Oleh karena itu, pengendalian
pembentukan biofilm, terutama dari bakteri Staphylococcus, merupakan suatu hal yang sangat
penting dilakukan.
Dari penelitian sebelumnya, diketahui bahwa alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri,
selain memiliki efek anti-bakteri, juga dipercaya memiliki efek anti-biofilm alami [6].
Kandungan flavonoid, alkaloid, dan minyak atsiri yang banyak terdapat pada berbagai
tumbuhan menunjukkan efek penghambatan biofilm pada berbagai jenis bakteri. Kandungan
flavonoid mampu mengambat gen adhesi intraselular [7], kandungan alkaloid akan
menghambat proses quorum-sensing bakteri [8], serta minyak atsiri merupakan biodegradator
dari biofilm [9]. Salah satu jenis tumbuhan yang memiliki kandungan alkaloid, flavonoid dan
minyak atsiri adalah tembakau (Nicotiana tabacum) [10]. Dengan kandungan diatas, maka
selain dimanfaatkan sebagai bahan baku rokok, tembakau juga memiliki potensi sebagai anti-
bakteri dan anti-biofilm.
Tembakau varietas Virginia merupakan salah satu jenis tembakau yang paling
banyak dibudidaya di Indonesia. Tembakau jenis ini memiliki kelebihan lebih tahan terhadap
hama. Produksi domestik dari tembakau jenis ini mencapai 59.385 ton per tahun [11].
Tembakau jenis ini memiliki keunggulan yaitu lebih tahan terhadap hama dibanding varietas
lain. Daerah penghasil utama jenis tembakau ini adalah Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat
dengan 75% dari hasil panen jenis tembakau ini digunakan sebagai bahan baku untuk rokok
putih [12]. Namun, dikeluarkannya peraturan anti-rokok oleh pemerintah seperti Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 113 sampai 116 mendorong untuk
dilakukannya penelitian tentang potensi manfaat lain dari tembakau, seperti pemanfaatan
ekstraknya.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan ekstraksi adalah dengan
metode pirolisis. Pirolisis merupakan proses pemanasan suatu zat pada temperatur tinggi
tanpa adanya kehadiran udara (khususnya oksigen). Nantinya akhir dari proses ini akan
menghasilkan bio-oil [13]. Metode pirolisis sangat banyak digunakan di industri kimia,
misalnya, untuk menghasilkan arang, karbon aktif, metanol, dan bahan kimia lainnya
[14]. Kelebihan dari ekstraksi dengan metode ini adalah dapat menarik zat aktif lebih banyak
dibanding metode ekstraksi lain serta hasil lebih murni.
Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti sangat tertarik untuk meneliti pengaruh
ekstrak tembakau varietas Virginia dengan metode ekstraksi pirolisis terhadap pembentukan
biofilm.
2.3.5. Tes Efek Pemberian Ekstrak Daun Tembakau terhadap Pembentukan Biofilm
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode Microtiter Dish Assay yang
dimodifikasi [17]. Pada uji ini, Ekstrak daun tembakau dengan berbagai konsentrasi yang
sudah diencerkan dengan Mueller Hinton Broth (MHB), dimasukkan kedalam mikroplat
masing-masing sebanyak 100µl/well. Kemudian tambahkan suspensi bakteri ke mikroplat
sebanyak 100µl/well. Sebagai kontrol negatif, tambahkan juga suspensi bakteri yang tidak
dicampur ekstrak daun tembakau. Setelah itu inkubasi mikroplat selama 24 jam pada suhu 37
oC. Setelah diinkubasi, mikroplat dicuci dengan Phosphate Buffer Saline (PBS) sebanyak 3
kali. Kemudian tambahkan 150µl metanol untuk memfiksasi biofilm dan diamkan selama 15
menit lalu buang dan keringkan. Setelah itu, tambahkan kristal violet 1% selama 20 menit
untuk pewarnaan. Kemudian mikroplat dicuci kembali dengan PBS dan ditambah 160µl asam
asetat glasial 30%. Mikroplat kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometer
dengan panjang gelombang 570nm.
(a)
(b)
4. Kesimpulan
Ekstrak pirolisis daun tembakau baik konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%
tidak memiliki efek dalam penghambatan dan inhibisi pembentukan biofilm dari
Staphylococcus aureus walaupun daun tembakau memiliki kandungan zat anti-biofilm seperti
flavonoid, alkaloid, dan minyak atsiri. Pemilihan Tween 20 (surfaktan nonionic) sebagai
pengencer di penelitian biofilm (terutama jika media mengandung protein kasein) juga harus
dihindari karenan dapat membuat sampel menggumpal. Penelitian untuk mencari agen
antibiofilm alami masih harus dikebangkan.
5. Referensi
[1] Murray P R, Pfaller M A and Rosenthal K S 2005 Medical Microbiology (Stuttgart:
Thieme) p 158
[2] de Carvalho C C 2007 Biofilms: Recent Developments on an Old Battle Recent Patents
on Biotechnology 1 44–57
[3] Bryers J D 2008 Medical Biofilms Biotechnology and Bioengineering 100 1–18
[4] Jamal M, Tasneem U, Hussain T and Andleeb S 2015 Bacterial Biofilm: Its
Composition, Formation and Role in Human Infections Research & Reviews:
Journal of Microbiology and Biotechnology 4 1–14
[5] Otto M 2008 Staphylococcal Biofilms Current Topics in Microbiology and Immunology
322 207–28
[6] Rabin N, Zheng Y, Opoku-Temeng C, Du Y, Bonsu E and Sintim H O 2015 Agents
That Inhibit Bacterial Biofilm Formation Future Medicinal Chemistry 7 647–71
[7] Lee J-H, Park J-H, Cho H S and Joo S W 2013 Anti-biofilm activities of quercetin and
tannic acid against Staphylococcus aureus Biofouling 29 491–9
[8] Park J, Kaufmann G F, Bowen J P, Arbiser J L and Janda K D 2008 Solenopsin A, a
Venom Alkaloid from the Fire Ant Solenopsis invicta, Inhibits Quorum‐Sensing
Signaling in Pseudomonas aeruginosa The Journal of Infectious Diseases 198 1198–
201
[9] Al-Fattah M 2015 Uji Akivitas Antibiofilm In Vitro Minyak Atsiri Herba Kemangi
Terhadap Bakteri Escherichia Coli, Pseudomonas Aeruginosa, Dan Staphylococcus
Aureus thesis (Jakarta)
[10] Hariana, Arief 2006 Tumbuhan Obat & Khasiatnya Seri 3 (Jakarta: Penebar Swadaya) p
122
[11] Nur Y H and Zamroni S 2014 Daya Saing Tembakau Virginia Lokal: Analisis Rantai
Nilai Jurnal Ekonomi dan Pembangunan 22 1
[12] Ahsan A, 2008. Kondisi Petani Tembakau Di Indonesia: Studi Kasus Di Tiga Wilayah
Penghasil Tembakau (Jakarta)
[13] Ramdan S T 2012 Pembuatan Dan Pengujian Reaktor Pirolisis Pada Alat Penhasil
Asap Cair Dengan Bahan Baku Tempurung Kelapa thesis (Bandung)
[14] Erawati, E 2014 Karakteristik Produk Pirolisis Dari Sekam Padi, Tongkol Jagung Dan
Serbuk Gergaji Kayu Dengan Menggunakan Katalis Zeolit (Surakarta)
[15] O’Toole G A 2011 Microtiter Dish Biofilm Formation Assay Journal of Visualized
Experiments 47 2437
[16] Ghozali I 2013 Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM Dan SPSS
(Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro) p 113.
[17] Mohsenipour Z and Hassanshahian M 2015 The Effects of Allium Sativum Extracts on
Biofilm Formation and Activities of Six Pathogenic Bacteria Jundishapur Journal of
Microbiology 8 1-7
[18] Dewi, Nur, and Hertriani 2015 Efek antibakteri dan penghambatan biofilm ekstrak sereh
(Cymbopogon nardus L.) terhadap bakteri Streptococcus mutans Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia 1 136-41
[19] Loresta, Murwani, and Trisunuwati 2012 Efek Ekstrak Etanol Daun Kelor (Moringa
oleifera) terhadap Pembentukan Biofilm Staphylococcus aureus Secara In Vitro
(Jakarta)
[20] Jarudilokkul S, Rungphetcharat K and Boonamnuayvitaya V 2004 Protein separation by
colloidal gas aphrons using nonionic surfactant Separation and Purification
Technology 35 23-29