You are on page 1of 10

PERANAN INFRASTRUKTUR HIJAU DALAM UPAYA

MENGATASI BANJIR DI JAKARTA

MAKALAH
sebagai Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Ekologi untuk Arsitektur Lanskap (AL5201)

Oleh
Bunga Djasmin Ramadhanty
NIM: 28920303
(Program Studi Magister Arsitektur Lanskap)

Dosen Pengampu:
Ir. Budi Faisal, MAUD, MLA, Ph.D dan
Dr.GES Mohammad Zaini Dahlan SP, M.Si

Asisten:
Ina Winiastuti Hutriani, SP, M.Ars.L

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


Juni 2021
PERANAN INFRASTRUKTUR HIJAU DALAM UPAYA MENGATASI
BANJIR DI JAKARTA
The Role of Green Infrastructure Diajukan: 19 Mei 2021
To Solve Flood Issues In Jakarta
ABSTRACT
Bunga Djasmin Ramadhanty
Program Studi Magister Arsitektur Flood is something that has happened since the Dutch colonial era. Some of the factors
Lanskap SAPPK ITB that cause flooding are the lower topographical conditions of the city of Jakarta, high
Email: djasmiin@gmail.com rainfall, land subsidence sedimentation, urbanization, changes in land cover conditions,
socio-economic factors, and other policy regulations. The old model of flood management
Budi Faisal efforts, which upholds the principle of immediately flowing water as quickly as possible
Program Studi Magister Arsitektur to the end channel is considered irrelevant at this time. Flood management can be done
Lanskap SAPPK ITB, by using a structural or non-structural approach. The structural approach currently
Email: budifsl@yahoo.com being used still tends to gray infrastructure solutions. Ideally, the development of gray
infrastructure needs to be integrated into the development of green infrastructures that
Mohammad Zaini Dahlan is more environmentally friendly, such as bio-retention ponds, infiltration trench,
Program Studi Magister Arsitektur constructed wetlands, rain gardens, and vertical gardens that function not only to drain
Lanskap SAPPK ITB,
rainwater but also be used to utilize rainwater and retain rainwater runoff. some are
Email: mzd19@itb.ac.id
absorbed into the soil and some others are drained into the area drainage system slowly.
Green infrastructure is considered to have more benefits than restoring the drainage
Ina Winiastuti Hutriani
Program Studi Magister Arsitektur
system to a more natural and sustainable way but also to increase aesthetic,
Lanskap SAPPK ITB, socioeconomic, and cultural values.
Email: Ina.hutriani@office.itb.ac.id
Keywords: Flood, Green Infrastructure, Sustainability

PENDAHULUAN debit puncak aliran keluar sehingga dapat mengurangi


kapasitas saluran yang diperlukan di bagian. Badan air ini
Air merupakan sebuah anugerah dan berkah dari Tuhan berguna sebagai tampungan retensi dan harus dipelihara
yang patut disyukuri. Air sebagai sumber utama dan dikembangkan keberadaannya dalam rangka
kehidupan memiliki peranan penting dalam mengurangi debit banjir. Sementara air yang bersumber
keberlangsungan sebuah lingkungan. Salah satu sumber dari ruang terbuka hijau (RTH) disebut juga green water
air berasal dari hujan. Namun hujan dapat menjadi sebuah yang menunjukkan air yang tersimpan dalam zona tak
bencana apabila tidak dimanfaatkan dan dikelola dengan jenuh yang berperan sebgai sumberdaya air.
baik. Bencana banjir yang terjadi dapat diklasifikasikan Keseimbangan antara blue water dan green water adalah
menjadi 2 jenis yaitu yang disebabkan manusia dan yang kunci dalam mengatur kuantitas air dalam suatu DAS.
disebabkan oleh alam. Banjir menjadi permasalahan yang Pendekatan struktural dan non struktural telah
sampai saat ini masih terjadi di Jakarta. Bencana banjir diupayakan oleh pemerintah DKI Jakarta seperti
yang terjadi di Jakarta disebabkan oleh banyak hal, curah membangun tanggul maupun gorong – gorong untuk
hujan yang tinggi, perubahan tata guna lahan di DAS, mengatasi banjir. Namun hal tersebut nampaknya tidak
pendangkalan sungai akibat sedimentasi, penurunan cukup untuk menyelesaikan masalah sampai disitu saja.
muka tanah, kondisi topografi, pengaruh pasang surut air Pengendalian banjir model lama berprinsip bahwa air
laut dan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap harus dialirkan secepat mungkin untuk menghindari
pelestarian area sungai. . Kondisi ini diperparah dengan bencana banjir. Tanpa melihat nilai yang lain, metode
perubahan tata guna lahan yang terjadi di bantaran tersebut dinilai hanya bermanfaat untuk jangka pendek
sungai. Kondisi alami yang sebelumnya diisi oleh hutan dan tidak bisa memberikan kepastian akan
riparian, seiring berjalannya waktu berubah menjadi keberlangsungan kehidupan yang berkelanjutan. Maka
pemukiman. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dari itu, perlunya mengintegrasikan antara konsep grey
menyebabkan desakan akan kebutuhan lahan pemukiman infrastructure dengan konsep green infrastructure yang
menjadi sangat tinggi. Nilai lahan yang semakin lama mempunyai dampak negative paling rendah dalam
semakin melambung tinggi menyebabkan pemukiman pembangunan. Meningkatnya kebutuhan lahan yang
informal berkembang pesat di kota Jakarta. Selain itu, tinggi tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan yang
aktifitas kegiatan rumah tangga dan industry yang memadai. Lahan alami dianggap tidak memiliki nilai
memanfaatkan air tanah sebagai sumber air utama ekonomi sehingga terancam fungsi ekologisnya. Hal ini
menjadi salah satu factor dari penurunan muka tanah. menjadi salah satu penyebab konversi RTH di perkotaan
Kurangnya kesadaran warga dalam merawat dan tidak terkendali. Pendekatan baru dalam model
melestarikan ekosistem juga menjadi penyebab banjir. manajemen perubahan tata guna lahan kota adalah
Sifat dan ketidakpedulian dengan membuang sampah ke melihat RTH sebagai aset, potensi, dan investasi kota
sungai, maupun membuang limbah rumah tangga jangka panjang yang memiliki nilai ekologi, sosial,
maupun pabrik menyebabkan pengendapan sampah. ekonomi, edukatif, evakuasi, dan estetis. Selaras dengan
Adanya sedimentasi ini juga dapat memperparah dan amanat Undang - Undang Penataan Ruang Nomor 26
memperlambat kinerja dari system sungai. RTH Tahun 2007 pasal 3, perlu diwujudkan suatu bentuk
memainkan peran penting dalam pengendalian banjir pengembangan kawasan perkotaan yang
dengan menahan hidrograf aliran masuk dan mengurangi mengharmonisasikan lingkungan alamiah dan
lingkungan buatan salah satu bentuknya adalah melalui Metode Analisis Data
pengembangan Kota Hijau. Salah satu aspek yang
Metode analisa data yang digunakan ialah melalui data
diarahkan untuk mewujudkan Kota Hijau adalah aspek
reduction atau reduksi data yang berarti merangkum,
Green Open Space, dimana salah satu programnya adalah
memilih hal hal pokok dan focus terhadap permasalahan
pengembangan infrastruktur hijau dalam bentuk jejaring
yang sedang dibahas. Selanjutnya, setelah data direduksi
(network) yang sesuai dengan karakteristik kota.
adalah dengan melakukan data display atau menyajikan
Infrastruktur hijau merupakan suatu rangkaian jaringan
data. Dalam penulisan kualitatif ini, penyajian data akan
yang saling terhubung antara komponen alami dan
dilakukan dengan bentuk uraian maupun bahasan –
buatan. Infrastruktur hijau menghubungkan antara hutan,
bahasan yang berisikan bagan maupun hubungan antar
sungai, lahan basah, dengan wilayah perkotaan, kawasan
kategori. Penyajian data dilakukan dengan
hijau, daerah konservasi, taman kota, dll. Hubungan ini
mengelompokan data sesuai dengan sub bab. Langkah
menciptakan siklus tersendiri, menunjang kehidupan
akhir dalam analisa data dalam penelitian kualitatif adalah
manusia di kota secara alami dan berkesinambungan.
dengan melakukan penarikan kesimpulan, rekomendasi
Jaringan yang terbentuk tersebut membentuk suatu tata
dan verifikasi. Pada tahap analisa data, terdapat beberapa
ruang hijau khusus yang terintegrasi dengan infrastruktur
tahapan yang akan dilakukan yaitu:
fisik perkotaan yang disebut Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Dalam penataan ruang kota, infrastruktur hijau juga dapat 1. Kajian teoritis mengenai prinsip dan tipologi
digunakan sebagai pengendali perkembangan kota. infrastruktur hijau.
2. Kajian sebaran RTH di kota Jakarta
METODE PENELITIAN 3. Kajian permasalahan banjir kota Jakarta
4. Kajian potensi penerapan infrastruktur hijau
Lokasi dan Waktu Peneltian
5. Kajian potensi integrasi infrastruktur abu – abu
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini dilakukan di dengan infrastrtuktur hijau di kota Jakarta
Kota secara astronomis, Kota Jakarta terletak pada posisi 6. Kajian peranan infrastrtuktur hijau di kota
6o12’ Lintang Selatan dan 106o48’ Bujur Timur. Jakarta dalam konteks menangani permasalahan
Berdasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta banjir
Nomor 1227 Tahun 1989 Luas Wilayah Provinsi DKI
Jakarta adalah 7.659,02 km2 terdiri dari daratan seluas HASIL DAN PEMBAHASAN
661,52 km2, termasuk 110 Pulau di Kepulauan Seribu, dan
Lautan seluas 6.997,50 km2 dengan jumlah penduduk Prinsip dan Tipologi Infrastruktur Hijau
10,56 juta jiwa (BPS Kota Jakarta, 2020). Pemilihan lokasi Infrastruktur hijau juga merupakan jaringan infrastruktur
ini didasarkan atas kondisi lingkungan kota Jakarta yang yang saling berhubungan antara ruang terbuka dengan
sedang berkembang dalam mengedepankan konsep daerah alam, seperti lahan basah maupun lanskap, dengan
infrastruktur hijau yang berkelanjutan. Secara mempertahankan hutan dan vegetasi alamiah, yang
administrasi, kota Jakarta berbatasan dengan nantinya dapat mengelola air hujan, mengurangi resiko
 Sebelah utara: Laut Jawa banjir, dan meningkatkan kualitas air dengan cara yang
 Sebelah timur: Kota Bekasi dan Kab. Bekasi alami (European Environment Agency, 2011). Dalam
konteks manajemen air perkotaan, infrastruktur hijau
 Sebelah selatan: Kota Depok
dapat diartikan sebagai proses, misalnya dengan
 Sebelah barat: Kota Tangerang dan Kab.
menggunakan vegetasi dan tanah untuk mengelola air
Tangerang
hujan pada sumbernya, sehingga dapat menjaga
kesehatan air, kemudian lingkungan menghasilkan
beberapa manfaat bagi kehidupan di sekitarnya, serta
mendukung pengembangan kota yang berkelanjutan
(Everett, et al., 2015). nfrastruktur hijau memiliki beberapa
manfaat yang dapat membuat suatu kota menjadi
livability city (kota yang layak huni). Manfaat yang dapat
diberikan oleh infrastruktur hijau yaitu dari segi
lingkungan, sosial, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,
serta keanekaragaman hayati. Dari segi lingkungan, dapat
menyediakan suplai air bersih; membersihkan polutan
yang ada pada udara dan air; melindungi terhadap erosi
tanah; serta retensi air hujan.
Kajian Sebaran RTH Kota Jakarta
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Pola sebaran RTH yang terdapat di Kota Jakarta adalah
berpola scattered (tersebar). Dengan jenis RTH Publiknya
Metode Pengumpulan Data yaitu taman kota dan lingkungan, hutan kota, pulau dan
median jalan, jalur pejalan kaki, jalur hijau sempadan rel
Metode pengumpulan data yang digunakan pada kereta api, jalur hijau sempadan sungai dan situ, RTH
penelitian kali ini adalah studi pustaka. Studi pustaka pemakaman, dan jalur hijau jaringan. Berdasarkan citra
yang dilakukan adalah dengan mencari data – data terkait satelit (GIS, 2008) daratan seluas 42.941,38 ha (66,62%)
topik mengenai infrastruktur hijau melalui buku – buku, sudah terbangun (permukaan lahan tertutup bangunan,
dokumen, dan karya akademik yang telah dilakukan jalan, perkerasan lain) dan 21.515,81 ha (33,38%)
sebelumnya. merupakan ruang terbuka dengan rincian: RTH Publik
9,79% dan Ruang Terbuka lainnya berupa berbagai unsur
dan struktur alami yang berpotensi sebagai RTH (23,59%). antara lain tahun 1621, 1654, 1873, 1909 dan 1918. Rencana
Dari citra satelit dapat dilihat bahwa Jakarta telah pengendalian banjir melalui pembangunan Banjir Kanal
didominasi lahan terbangun yang terdiri atas bangunan, Barat dan Banjir Kanal Timur pun sudah mulai
jalan, jembatan dan berbagai jenis perkerasan lainnya. dicanangkan sejak tahun 1918. Jumlah kejadian banjir di
RTH Publik berupa Taman Kota Taman Lingkungan, Jakarta dalam beberapa dekade terakhir cenderung
Hutan Kota, Area Pemakaman dan jalur-jalur hijau (jalan, mengalami peningkatan. Banjir hampir terjadi setiap
sungai, pantai dan pengaman prasarana). Dari data yang tahun, namun banjir terbesar dalam sejarah Jakarta terjadi
ada, RTH Publik yang dikelola pemerintah daerah DKI dalam dua dekade terakhir. Banjir pada tahun 2007
Jakarta seluas 6.309,89 ha (9,79%). RTH Publik tersebut merupakan banjir terparah dalam sejarah dengan jumlah
terdiri atas hutan lindung 241,46 ha, hijau umum 2.385,13 korban terdampak (menderita dan mengungsi) mencapai
ha, area pemakaman 332,97 ha, hijau taman 529,26 ha, 520 ribu jiwa.
hijau rekreasi 686,10 ha, hijau sungai, situ, waduk 1.632,53
ha, sawah 168,53 ha, tambak, jalur hijau pantai 333,888 ha.
RTH Potensial adalah RTH Privat yang dimiliki
masyarakat dan para pengembang berupa halaman,
pekarangan, dan lahan kosong milik pengembang.
Kecenderungan perubahan lahan alami sebagai potensi
RTH (terutama RTH Privat milik masyarakat dan
pengembang) menjadi lahan terbangun akan terus
berlangsung dan apabila tidak dikendalikan dengan baik
akan berdampak pada keseimbangan ekosistem kota.
Kualitas lingkungan kota (ketersediaan air bersih, udara Gambar 2. Jumlah Korban Banjir Jakarta 2002 – 2019
sehat) akan menurun. Sedangakan RTH Privat yang
dimiliki masyarakat dan swasta seluas 15.209, 92 ha (23,59 Faktor penyebab banjir sangat kompleks, antara lain:
%) merupakan potensi RTH Kota yang cenderung akan  Curah hujan yang tinggi
berubah fungsi karena sebagian dimiliki  Perubahan penggunaan lahan yang pesat di
swasta/pengembang. Untuk lebih jelasnya luas dan daerah aliran sungai
prosentase lahan terbangun dan potensi RTH di wilayah  Penyempitan badan dan bantaran sungai akibat
DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut. dampak peningkatan jumlah penduduk dan
perkembangan wilayah
Guna Luas Presentase Keterangan
 Pendangkalan sungai akibat sedimentasi dan
Lahan (%)
sampah
Lahan 42.941,3 66,62% Bangunan,
 Adanya penurunan muka tanah baik secara
terbangun 8 ha jalan, jembatan
alami maupun akibat kegiatan manusia
& berbagai
 Pengaruh pasang surutnya air laut dan kenaikan
perkerasan
muka air laut
RTH 6.309,98 9,79% Pemilik:
 Masih rendahnya kepedulian masyarakat
Publik ha pemprov DKI
terhadap fungsi dan manfaat sungai
Jakarta dan
pemerintah
pusat Pada kawasan perkotaan, karena desakan arus urbanisasi,
RTH Privat 15.205,9 23,59% Pemilik: bagian bantaran banjir umumnya juga dijadikan kawasan
2 ha perseorangan/ hunian. Hal ini menimbulkan konflik antara kebutuhan
pengembang ruang hunian dan ruang air yang menggenangi kawasan
swasta hunian/kawasan aktivitas manusia pada saat debit aliran
Luas 64.547,1 100% Belum melebihi kapasitas tampung alur penuhnya (bankfull
daratan 9 ha termasuk capacity). Penampang alamiah pada umumnya memiliki
DKI kabupaten penampang yang mampu menampung debit banjir
Jakarta Pulau Seribu tahunan. Sehingga dalam hal debit banjir melebihi debit
Tabel 1. Penggunaan lahan di DKI Jakarta tahun 2008 banjir tahunan maka bantaran banjir akan menjadi bagian
dari penampang aliran. Apabila penampang alamiah
Sementara itu menurut RTRW Kota Jakarta,target RTH dipertahankan sebagaimana lazimnya, maka kawasan
Publik pada tahun 2030 adalah 20% sedangkan target RTH bantaran sungai/dataran banjir harus sedemikian rupa
Privat adalah 10%. ditata sehingga pada waktu terjadi banjir tidak terjadi
kerugian. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan
bantaran sungai sebagai fasilitas umum non hunian,
seperti lahan parkir, taman, lapangan olahraga atau
Permasalahan Banjir Kota Jakarta kawasan hijau/pembibitan. Dalam penanganan ruang
alur sungai dikenal adanya bantaran, garis sempadan dan
Banjir bukan merupakan hal baru bagi Jakarta dan sempadan sungai. Salah satu tujuan penetapan garis
sekitarnya. Sebagaimana permasalahan sumber daya air sempadan adalah untuk membatasi daya rusak air sungai
lainnya, manajemen banjir memerlukan pendekatan terhadap lingkungannya. Tanpa upaya pengaturan ruang
berbagai disiplin keilmuan dan berbagai pemangku sungai maupun pemeliharaan kapasitas alur sungai,
kebijakan, dalam wadah satu DAS satu manajemen. adalah suatu keniscayaan akan selalu terjadi
Upaya penyelesaian permasalahan banjir memerlukan persinggungan antara banjir dengan pemukiman atau
kerjasama dan komitmen jangka panjang. Sedari dulu,, pengguna lahan yang berada di ruang sungai. Selain
banjir besar telah terjadi sejak masa kolonial Belanda,
dikarenakan faktor manusia, faktor alam juga sangat mempertimbangkan penyelesaian pada bagian hulu dan
mempengaruhi banjir yang terjadi di kota Jakarta yaitu: pada bagian hilir. Pengendalian banjir yang dilakukan
 Topografi (40% Wilayah terletak di dataran pada bagian hulu yaitu:
rendah < muka air pasang)  pembangunan waduk
 Curah hujan dengan intensitas tinggi (> 300 mm)  rehabilitasi setu
 Penurunan permukaan tanah (land subsidence)  penghutanan
akibat penggunaan air tanah yang berlebihan
 Pendangkalan sungai dan penurunan kapasitas sedangkan pengendalian banjir pada bagian hilir
alur drainase dilakukan dengan cara yaitu:
 Pasang air laut  pembangunan banjir kanal dan normalisasi
sungai/kali
Kejadian banjir rob besar di masa mendatang  pembangunan polder
diprediksikan akan terjadi pada bulan Desember 2025,  antisipasi air pasang
bersamaan dengan siklus pasang surut 18,6 tahun. Risiko  pencegahan land subsidence
genangan akan semakin besar seiring dengan masih
tingginya laju penurunan tanah di Jakarta. Pada tahun Upaya penyusunan masterplan pengendalian banjir
2010 disusun strategi pengendalian banjir di Jakarta sudah dimulai sejak masa kolonial Belanda. Masterplan
(Jakarta Coastal Defence Strategy/JCDS). Konsep ini pengendalian banjir Jakarta yang dijadikan acuan adalah
kemudian diteruskan lagi di tahun 2012 melalui program masterplan tahun 1973. Historis masterplan, studi, dan
National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) implementasi pengendalian banjir di Jakarta disajikan
yang disusun dengan lebih terpadu dengan titik berat pada gambar berikut
pada pemulihan dan peningkatan kualitas lingkungan
Ibukota Negara. Komponen kegiatan NCICD antara lain
meliputi:
 pengendalian banjir dan rob
 peningkatan kualitas air dan pembangunan
sistem sanitasi perpipaan
 penyediaan air baku dan air bersih
 pengendalian penurunan muka tanah
 penataan dan pengembangan kawasan pesisir.

Selain itu, tingkat erosi, sedimentasi tahunan, dan jumlah


sampah yang tidak tertangani, dapat mengakibatkan
sedimentasi dan sampah yang terbawa aliran sungai di
DAS Ciliwung akan mengganggu, bahkan menurunkan,
kinerja dari sistem pengelolaan limpasan yang ada,
melalui pendangkalan, pengurangan kapasitas saluran,
dan atau penyumbatan. Cordova dan Nurhati (2019)
mengestimasi jumlah sampah plastik saja yang mengalir
dari kawasan Jakarta, Tangerang dan Bekasi melalui
sungai-sungai yang melalui wilayah-wilayah tersebut dan
bermuara di Teluk Jakarta adalah 8,32 ton/hari (jumlah Gambar 4. Historis Masterplan, Studi, Dan Implementasi
tersebut adalah sekitar 37% dari total berat sampah yang Pengendalian Banjir Di Jakarta
mengalir).

Gambar 5. Prinsip Pengendalian Banjir Dki Jakarta


Gambar 3. Konsep Pengendalian Banjir dengan
Master Plan 1973
pendekatan struktural dan non struktural.
Prinsip pengendalian banjir di Jakarta berdasarkan
Upaya penanganan banjir sejatinya telah diupayakan oleh
masterplan tahun 1973 adalah dengan mengalirkan air
pemerintah Jakarta melalui pendekatan struktural dan
dari hulu DKI ke Banjir Kanal langsung kelaut, Aliran di
non struktural. Pada pendekatan struktural akan
wilayah Selatan DKI dengan kontur tanah yang cukup
dilakukan pada dua bagian sungai yaitu pada bagian hulu
tinggi dialirkan secara gravitasi, pada bagian utara yang
dan di bagian hilir. Karena sungai merupakan sebuah
rendah, dilakukan pengaliran dgn mekanisasi sistem
sistem yang berkesinambungan, untuk itu perlu
polder (tanggul, waduk dan pompa) serta melestarikan
daerah hulu dengan mempertahankan area hijau dan area memerlukan biaya yang besar. Hal ini
hutan untuk melambat laju infiltrasi air langsung menuju mendorong terciptanya rencana infrastuktur
Jakarta. hijau yang terintegrasi dengan rencana tata ruang
yang ada seperti rencana pengembangan
infrastruktur atau rencana kawasan lindung
dalam RTRW.
2. Green Open Space
Pengembangan infrastruktur hijau akan
meningkatkan kuliatas dan kuantitas Ruang
Terbuka Hijau suatu kota dalam bentuk jaringan
RTH yang tidak terputus dan Terintegrasi
dengan infrastruktur abu – abu.
3. Green Community
Infrastruktur hijau mendorong kerja sama
berbagai pihak (Pemerintah, swasta, masyarakat)
tidak hanya di wilayah administrasi saja, namun
dengan stakeholder di luar wilayah administrasi.
4. Green Energy
Pengembangan infrastruktur hijau akan
Gambar 6. Skema Masterplan NEDECO dan JICA membantu pengurangan emisi karbon yang
dihasilkan dari kegiatan industri, transportasi,
dan kegiatan perkotaan lainnya melalui fungsi
ekologis yang dimilikinya.
5. Green Waste
Infrastruktur hijau juga dapat dikembangkan
sebagai Buffer (penyangga) bagi daerah yang
berdekatan dengan Tempat Pembuangan Akhir
sehingga dampak yang ditimbulkan misalnya
bau dan polusi udara yang ditimbulkan sampah
dapat diminimalisir.
6. Green Water
Infrastruktur hijau menjamin ketersediaan air
sepanjang waktu karena fungsi ekologis yang
dimilikinya. Keberadaan infrastruktur hijau akan
melindungi daerah-daerah yang menjadi resapan
air agar tidak dialihfungsikan.
7. Green Transportation
Gambar 7. Skema Masterplan pengendalian banjir Jakarta Infrastruktur hijau mendorong terwujudnya jalur
saat ini transportasi ramah lingkungan (kendaraan tidak
bermotor) melalui pengembangan koridor hijau
yang dilengkapi jalur sepeda dan pejalan kaki.
Kajian Potensi Penerapan Infrastruktur Hijau
8. Green Building
Wujud penerapan infrastruktur hijau Kota Jakarta dapat Infrastruktur hijau mendorong pengembangan
diterapkan dalam bentuk jaringan RTH yang tidak taman atap bangunan (Roof Garden) dan dinding
terputus yang menghubungkan area hijau yang satu hijau (vertical garden) serta mendorong penerapan
dengan area hijau yang lain. Dalam jaringan RTH tersebut KDH yang sesuai prinsip lingkungan.
terdapat pola pengamanan kawasan rawan bencana, pola
pengamanan pencemaran, pola pengamanan wisata Kajian potensi integrasi infrastruktur abu – abu dengan
sejarah dan cagar budaya, pola pengamanan tempat infrastrtuktur hijau di kota Jakarta
rekreasi dan wisata, pola pengamanan lahan pertanian,
dan pola pengamanan keanekaragaman hayati. Pengendalian banjir model lama bertujuan untuk
Infrastruktur hijau juga diterapkan terintegrasi dengan mengalirkan air limpasan permukaan secepat-cepatnya
infrastruktur abu – abu seperti jaringan jalan, sungai, dan dari lahan menuju saluran akhir agar tidak
rel kereta api. Selain meningkatkan kualitas lingkungan, mengakibatkan bencana banjir. Dalam pendekatan di atas,
infrastruktur hijau juga memiliki nilai estetika. Ruang
air limpasan banjir dianggap sebagai bagian dari potensi
terbuka hijau sebagai bagian dari infrastruktur hijau
menjadi salah satu elemen penting dalam mewujudkan bencana. Pendekatan model lama ini dinilai merupakan
Kota Hijau. RTH sebagai bagian infrastuktur hijau solusi jangka pendek, dan berdampak negatif jika ditinjau
berperan dalam mewujudkan 8 atribut yang ada. Adapun dari aspek manfaat, bahwa air juga merupakan sumber
peran tersebut adalah sebagai berikut. daya yang memiliki nilai ekonomi, sosial, dan ekosistem.
1. Green Planning & Design Dalam konsep pengelolaan banjir dengan manajemen air
Prinsip ideal pengembangan infrastruktur hijau yang berkelanjutan, air dianggap sebagai sumber daya
adalah dilakukan sebelum adanya yang harus dikelola untuk menghasilkan manfaat yang
pembangunan. Karena merestorasi maksimal dengan tetap mempertimbangkan faktor
pembangunan yang sudah ada akan keberlanjutan (sustainability). Integrasi upaya
pengelolaan banjir meliputi grey infrastructure, green dengan menangkap dan menyerapkannya di tempat
infrastructure, dan upaya non-struktural. Komponen- dimana air hujan tersebut jatuh, sehingga mengurangi
komponen struktural dan non-struktural dalam limpasan air hujan dan meningkatkan kesehatan saluran
pendekatan ini dapat dilihat pada gambar berikut. air sekitarnya (Fletcher, et al., 2015). Infrastruktur hijau,
memiliki pengaruh dalam berkurangnya volume dari
banjir atau genangan karena infrastruktur hijau
merupakan bentuk dari manajemen air hujan dimana
dapat mengurangi kecepatan limpasan air hujan sehingga
dapat meminimalisasi terjadinya bencana banjir maupun
genangan (Comhar, 2010). Permasalahan seperti tingginya
limpasan air permukaan juga dapat teratasi melalui
penerapan infrastruktur hijau yang mempertimbangkan
proses hidrologi didalamnya. Infrastruktur hijau memiliki
peran dalam mengelola air hujan serta mengurangi risiko
banjir melalui penggunaan vegetasi dan tanah untuk
Gambar 8. Komponen Pengelolaan Banjir Terpadu mengelola air hujan tersebut pada sumbernya sehingga
risiko banjir dapat diminimalisasi. (European
Environment Agency, 2011; Everett, et al., 2015). Jenis-jenis
Kajian peranan infrastrtuktur hijau di kota Jakarta infrastruktur hijau antara lain, kolam resapan, parit
dalam konteks menangani permasalahan banjir resapan, sand filter, bioretensi, sengkedan rumput,
Infratruktur hijau memiliki peran penting dalam proses vegetated filter strip, constructed wetland, bioswale, rain water
hidrologi suatu kawasan, hal ini dikarenakan infrastruktur harvesting (Austin, 2014).
hijau dapat menyediakan layanan drainase alami dan
 Bio – Retention ( Kolam Bio Retensi )
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas air
tanah (Mazza, et al., 2011). Berdasarkan pembahasan Sistem bio-retensi dapat digambarkan sebagai cekungan
sebelumnya, infrastruktur hijau, dapat berperan penting pada suatu area yang menerima limpahan air hujan dari
bagi suatu kawasan yang rentan atau sering terjadi sekelilingnya. Air limpasan hujan mengalir menuju area
limpasan air permukaan yang tinggi dikarenakan oleh bio-retensi, mengalami penggenangan di permukaan
manajemen air perkotaan yang kurang baik akibat dari tanah, dan kemudian berangsur-angsur menyerap ke
perubahan iklim serta pengaruh peningkatan urbanisasi dalam tanah atau dialirkan secara perlahan ke saluran
yang berdampak pada lingkungan lahan dan air (Fletcher, drainase. Area bio-retensi dapat diaplikasikan untuk
et al., 2015; Wong & Brown, 2008). Permasalahan ini berbagai jenis tanah, karena pada beberapa desain, runoff
menjadi tantangan untuk masyarakat perkotaan terkait mengalami perkolasi melalui lapisan tanah buatan, dan
dengan kawasan yang tangguh terhadap dampak kemudian runoff tersebut dialirkan menuju saluran
perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk, terutama drainase utama. Sistem ini dapat diaplikasikan langsung
dalam hal pengelolaan sumber daya air yang pada tanah asli jika tanah tersebut memiliki kapasitas
berkelanjutan dan perlindungan lingkungan air (Wong & infiltrasi yang mencukupi. (Austin, 2014). Beberapa
Brown, 2008). Untuk mengatasi permasalahan tersebut komponen utama dalam desain Area Bio-Retensi antara
pada suatu kawasan dapat melalui pendekatan air sensitif lain:
berupa konsep Water Sensitive City dimana konsep ini - Pencegahan terhadap penyumbatan oleh
sedimen dengan penggunaan lapisan filter.
menekankan pada integrasi nilai-nilai normatif dari
- Area tergenang (ponding area) merupakan area
perbaikan dan perlindungan lingkungan, ketersediaan
yang diperuntukkan bagi air limpasan hujan
pasokan, pengendalian banjir, kesehatan masyarakat, sebelum menyerap ke dalam tanah.
kemudahan, layak huni, dan keberlanjutan ekonomi - Lapisan tanah organik; berfungsi untuk
diantara lainnya (Brown, et al., 2008). Pada konsep WSC mencegah erosi lapisan tanah dasar, menjaga
ini nantinya aliran air hujan akan disampaikan melalui kelembaban air di zona akar tanaman, sebagai
jaringan koridor hijau dan biru pada ruang terbuka dan media pertumbuhan biologis dan dekomposisi
material organik, serta filtrasi polutan.
lanskap produktif yang nantinya juga dapat menahan
- Lapisan tanah untuk tanaman; berfungsi sebagai
limpasan air hujan untuk perlindungan banjir masyarakat media penyedia air dan nutrisi untuk
di sekitar aliran sungai (Wong, et al., 2013). Penggunaan mendukung pertumbuhan tanaman dalam area
infiltrasi, evaporasi dan evapotranspirasi, serta memanen bio-retensi.
air hujan nantinya dapat meminimalkan dampak - Pipa drainase (jika runoff akan dialirkan ke
urbanisasi terhadap hidrologi pendukung jalur air alami, saluran drainase utama); dipasang di dasar area
dengan demikian hal ini juga dapat melindungi ekosistem bio-retensi
- Tanaman; pemilihan jenis tanaman perlu
di sekitarnya (Johnstone, et al., 2012). Hal ini dapat
dipertimbangkan terhadap ketahanan tanaman
didukung dengan penerapan konsep infrastruktur hijau, pada saat musim kemarau maupun hujan.
dimana dalam prosesnya dapat mengelola air hujan
Gambar 11. Jenis Polutan Yang Dapat Tersaring Oleh
Kolam Bio Retensi

Ada sejumlah zat beracun yang masuk ke limpasan air


hujan perkotaan seperti nitrat, fosfor, bakteri pathogenic
dan sejumlah zat berbahaya ataupun logam berat lainnya.
Wetland dan kolam bioretensi dapat mengurangi banyak
di antaranya. Sebuah studi skala laboratorium
menunjukkan sekitar 84-100 persen dari atrazin pestisida
umum dalam sistem bioretensi hilang tanpa tahap
anaerobik. Tanaman merupakan bagian penting dari
Gambar 9. Detail Konstruksi Kolam Bio-Retensi
kolam bioretensi. Tanaman menghilangkan dan menyerap
Untuk tujuan perencanaan dan desain awal, area untuk beberapa nutrisi dari air hujan tetapi juga mengeluarkan
kolam bioretensi biasanya 5-8 persen dari daerah air, dan akarnya membantu menjaga porositas media
tangkapan air, tetapi ukurannya bervariasi dengan beban filter. Tanah dan tanaman adalah hal yang penting bagi
polutan dan sasaran kualitas air yang berbeda - beda. perawatan air hujan. Menggunakan tanaman yang
Lebar maksimum yang disarankan untuk bak bioretensi menghilangkan amonia dan nitrat dengan kecepatan yang
(7,5 m) didasarkan pada kemampuan untuk menggali dipercepat tampaknya penting, tanaman – tanaman
kolam dengan alat berat yang terletak di luar kolam untuk tersebut diantaranya:
menghindari sedimentasi (Austin, 2014). Bak bioretensi ini - Acalypha wilkesiana cultivar
hanya dapat menampung 6-12 inci (15-30 cm) air yang - Arundo donax
benar-benar akan kering/habis dalam waktu 24 hingga 48 - Bougainvillea
- Bulbine frutescens (L.)
jam (lebih singkat dari waktu yang dibutuhkan jentik
- Vetiver Grass
nyamuk untuk menjadi dewasa). Jika menginginkan - Codiaeum variegatum
infiltrasi yang maksimal, maka karakter tanah yang ada di - Wedelia trilobata
dasar kolam bioretensi menjadi penting. Umumnya, laju - Cymbopogon citratus
infiltrasi lapisan bawah tanah 0,5 inci per jam diperlukan - Dracaenaceae reflexa
- Ficus microcarpa
untuk mengeringkan kolam yang jenuh.
- Ipomoea pes-caprae
- Loropetalum chinense
- Nerium oleander
- Osmoxylon lineare
- Pennisetum alopecuroides

 Rain Water Garden ( Taman Penampungan Air


Hujan )

Taman ini didesain untuk menampung air hujan


sementara agar dapat terinfiltrasi ke dalam tanah. Taman
ini didesain berupa cekungan, dengan kedalaman antara
25–75 cm dari elevasi muka tanah di sekitarnya. Struktur
ini memungkinkan terjadinya genangan air di dalam area
taman selama beberapa waktu sebelum akhirnya air
Gambar 10. Lebar maksimum yang disarankan bak
limpasan hujan tersebut menyerap ke dalam tanah atau
bioretensi (7,5 m) untuk menghindari sedimentasi.
menguap atau dialirkan ke saluran drainase sekitar. Selain
bersifat mengurangi genangan air, rain garden juga
Proses filtrasi, kimiawi, dan biologis semuanya
berandil dalam memenuhi nilai estetika bagi suatu
berkontribusi pada contaminant removal di air hujan. Proses
kawasan dengan adanya tanaman – tanaman yang ada
ini membuat kolam bioretensi jauh lebih efektif dalam
pada rain garden.
menghilangkan kontaminan daripada kolam
penyimpanan air hujan biasa. Faktanya, kolam
penampungan air hujan biasanya memiliki sedikit, atau
bahkan negatif, dalam aspek peningkatan kualitas air.

Gambar 12. Tampak Potongan Rain Garden


Jenis tanaman perlu dipilih yang relatif tahan terhadap serta pengurangan polutan terjadi seiring proses filtrasi,
cuaca kering sekaligus tahan terhadap genangan air. adsorpsi, serta proses biologis. Parit resapan merupakan
Tanaman – tanaman yang dapat bertahan pada cuaca praktik air hujan linier berupa penggalian dangkal yang
kering dan genangan air diantaranya adalah: terdiri dari pipa berlubang yang terus menerus pada
kemiringan minimum di parit yang dipenuhi batu. Parit
- Osmunda claytoniana
- Lobelia siphilitica resapan juga merupakan bagian dari sistem angkut dan
- Panicum virgatum dirancang agar peristiwa hujan lebat disalurkan melalui
- Magnolia virginiana pipa dengan beberapa pengurangan volume limpasan.
- Iris versicolor Parit resapan digunakan untuk menangkap limpasan air
- Canna indica hujan dari jalan atau tempat parkir. Pada umumnya, parit
- Hemerocallis spp
resapan memiliki permukaan vegetasi atau kerikil, dan
- Iris ensata
terletak di samping atau bersebelahan dengan jalan raya
atau daerah berpasir yang tidak berventilasi dengan
desain yang tepat. Parit resapan memerlukan
pemeliharaan yang sedikit dibandingkan dengan teknik
praktik air hujan lainnya. Perlu diketahui bahwa parit
resapan agak mahal jika dibandingkan dengan teknik
praktik air hujan lainnya, dalam hal biaya tiap area yang
dirawat, termasuk biaya konstruksi, desain, dan
pemasangan. (Pennsylvania Department of
Environmental Protection, 2006; Menerey, 1999; California
Stormwater Quality Association, 2003).

Gambar 13. Rain Garden Plan

Konsep pemanenan air hujan sebaiknya diintegrasikan


dengan bioretensi atau taman air hujan. Air hujan yang
Gambar 14. Skema Ilustrasi Parit Resapan
jatuh di atas-atap bangunan ditampung ke dalam tangki.
Air hujan yang tertampung di tangki - setelah dilakukan SIMPULAN
perbaikan kualitas dengan menggunakan sistem
pengollah air bersih, seperti filter atau water tretment Masalah banjir di Jakarta merupakan masalah yang timbul
mikro lainnya - kemudian dimanfaatkan untuk keperluan tidak saja akibat beban curah hujan yang tinggi, faktor
alam dan sistem drainase yang belum optimal, namun
air bersih rumah tangga atau penghuni di masing-masing
berkaitan juga dengan aspek sosial budaya terkait tingkat
gedung.
urbanisasi yang tinggi sehingga menyebabkan tingginya
tutupan lahan untuk area pemukiman informal,
rendahnya kesadaran dan pemahaman masyarakat
 Infiltration Trench ( Parit Infiltrasi ) tentang pentingnya menjaga, menghargai dan memelihara
lingkungan. Pendekatan struktural dan non struktural
model lama harus diinovasi melalui pendekatan
Infiltration trench atau dapat diartikan sebagai parit atau manajemen pengelolaan air hujan yang lebih
saluran infiltrasi adalah suatu parit yang digali berkelanjutan dengan penerapan infrastruktur hijau.
memanjang di areal tertentu, dengan ukuran tertentu yang Infrastruktur hijau memiliki manfaat dan peranan yang
tidak terlalu besar, dimana kemudian galian tersebut besar dalam mengatasi permasalahan banjir di kota
ditimbun kembali dengan kerikil ataupun batuan, dan Jakarta. Oleh karena itu, terintegrasinya infrastruktur
biasanya dilapisi dengan filter yang ditempatkan di dasar hijau tersebut dengan kawasan sekitarnya akan membuat
lingkungan tersebut lebih berkelanjutan. Pembangunan
serta di sisi samping parit tersebut. Limpasan air hujan
infrastruktur hijau dapat memanfaatkan wilayah RTH
dialirkan ke infiltration trench. Limpasan kemudian yang sudah ada atau yang akan direncanakan agar
tersimpan di dalamnya mengisi ruang pori yang ada nantinya fungsi antara RTH dengan infrastruktur hijau
diantara kerikil atau bebatuan. Kemudian proses infiltrasi dapat terintegrasi satu sama lain dan memberikan manfaat
yang lebih besar kepada lingkungan sekitarnya. https://stroudcenter.org/about/facilities/mec/stormwa
Infrastruktur hijau tidak hanya berperan dalam mengatasi ter/rain-garden-plants/
permasalahan bencana seperti banjir namun memiliki
https://extension.psu.edu/rain-gardens-the-plants
manfaat lain dalam aspek sosial, ekonomi, dan estetika
seperti pembangunan kolam bio-retensi dan constructed
wetland yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna sebagai
arena rekreasi maupun area yang memiliki nilai estetika
lebih.

DAFTAR PUSTAKA
Austin, Gary. 2014. Green Infrastructure for Landscape
Planning : Integrating Human and Natural Systems (1st
ed). London:Routledge
Brown, R., Keath, N. & Wong, T., 2008: Transitioning to
Water Sensitive Cities: Historical, Current and Future
Transition States. Scotland, UK, s.n.
Cahyono. Et al., 2020. Kajian Pengelolaan Banjir DKI dan
Sekitarnya Bagi Pembangunan Infrastruktur
Berkelanjutan. Bandung:Fakultas Teknik Sipil
Lingkungan ITB.
Comhar. 2010. Creating Green Infrastructure for Ireland. s.l.:
Sustainable Development Council.
Departemen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
2008. Penanganan Banjir DKI dan Jabodetabek.
Jakarta:Departemen PU
Eni, Sri Pare. 2015. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Kota
Jakarta. Jurnal Arsitektur, 3(1). Jakarta: Arsitektur
Universitas Kristen Indonesia
Everett, G., Lawson, E. & Lamond, J., 2015. Green
Infrastructure and Urban Water Management. Dalam:
D. Sinnett, N. Smith & S. Burgess, penyunt. Handbook
on Green Infrastructure: Planning, Design and
Implementation. Cheltenham: Edward Elgar
Publishing Limited.
Fletcher, T. D. et al., 2015. SUDS, LID, BMPs, WSUD and
More. The Evolution and Application of Terminology
Surrounding Urban Drainage. Urban Water Journal,
12(7), pp. 525-542.
Johnstone, P. et al., 2012. Liveability and the Water Sensitive
City. Melbourne, Australia: Cooperative Research Centre
for Water Sensitive Cities
[KEMENPUPUR] Kementrian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat. UU No. 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Tata Ruang dan Wilayah
Mazza, L. et al., 2011. Infrastructure Implementation and
Efficiency. Brussels and London: Institute for
European Environmental Policy
Muthukrishnan, S., Field, R. & Sullivan, D., 2006. Types of
Best Management Practices. Dalam: R. Field, et al.
penyunt. The Use of Best Management Practices (BMPs)
in Urban Watersheds. Pennsylvania, USA: DEStech
Publications, Inc.
Wong, T. H. F. & Brown, R. R., 2009. The Water Sensitive
City: Principles For Practice. Water Science &
Technology, pp. 673- 682.
http://sim.ciptakarya.pu.go.id/p2kh/knowledge/detail
/mengenal-8-atribut-kota-hijau
https://getbusygardening.com/rain-garden-plants/

You might also like