You are on page 1of 17

NILAI-NILAI BUDAYA JAWA DALAM LIRIK LAGU SONG OF

SABDATAMA KARYA JOGJA HIP HOP FOUNDATION

(Analisis Wacana Kritis pada Lirik Lagu Song of Sabdatama Karya Jogja
Hip Hop Foundation)

Mutiara Zipora Abigail


Sri Herwindya Baskara Wijaya

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik


Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract
The embodiment of Javanese cultural values among young people began
to get rid of the modern culture. The younger generation who were supposed to
uphold these values, were increasingly interested in the modern culture adopted
from Western culture. In Yogyakarta, there is a community of young hip hop
music lovers formed by Marzuki Mohamad in 2003. This research is a kind of
qualitative research by using critical discourse analysis of Norman Fairclough
model to analyze discourse of Javanese cultural values in Song of Sabdatama
song lyrics of Jogja Hip Hop Foundation. Fairclough shares discourse analysis
in a three-dimensional approach: text, discourse practice, and sociocultural
practice. The results of this study indicate that the lyrics of Song of Sabdatama by
Jogja Hip Hop Foundation contains discourse of Javanese cultural values. In the
text dimension, Song of Sabdatama's lyrics of the Javanese cultural values are
expressly represented in the text of the song through various vocabulary choices.
While in discourse practice dimensions found that in the process of production
and consumption of text, elements of Javanese cultural values also affect the
formation of a song lyrics. In the dimension of sociocultural practice reveals that
in the social and cultural aspects, there is a Javanese cultural value.
Keywords: Critical Discourse Analysis, Javanese Cultural Values, Song Lyrics.

Pendahuluan
Seiring berkembangnya zaman, perwujudan nilai-nilai budaya Jawa di
kalangan anak muda mulai tersingkirkan dengan budaya modern. Generasi muda
yang seharusnya memegang teguh nilai-nilai tersebut, justru semakin tertarik
dengan budaya modern yang diadopsi dari budaya Barat. Di Yogyakarta, terdapat
komunitas anak muda pecinta musik hip hop yang dibentuk oleh Marzuki
Mohamad pada tahun 2003. Jogja Hip Hop Foundation merupakan suatu

1
komunitas yang berpegang teguh untuk menyampaikan nilai-nilai budaya Jawa
dalam lantunan lagu hip hop yang diciptakannya. Musik hip hop yang identik
dengan budaya Barat, justru dijadikan Jogja Hip Hop Foundation sebagai inovasi
dalam menyampaikan nilai-nilai budaya Jawa. Walaupun hip hop berasal dari
Amerika namun berkembang di seluruh dunia. Hip hop telah berkembang dalam
komunitas global dari segala umur, gender, agama, kelas ekonomi, bahkan ras.
Lagu adalah rangkaian nada yang dipadukan dengan irama yang harmonis
dan dilengkapi dengan syair yang membentuk sebuah harmonisasi indah. Lagu
merupakan salah satu hal yang kerap dijadikan sebagai media untuk
menyampaikan pesan terhadap orang lain. Pesan yang disampaikan melalui lirik
lagu atau syair merupakan contoh dari komunikasi verbal dan non verbal. Lagu
adalah media yang merupakan komunikasi verbal dan non verbal. Lagu
merupakan komunikasi verbal jika dilihat dari sisi lirik. Lirik biasanya berisikan
pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
Lirik lagu dikatakan sebagai media komunikasi verbal karena memiliki
makna pesan di dalamnya dan dapat digunakan sebagai media penyampaian
pesan. Melalui lirik lagu, sang pencipta lagu menggambarkan, mengkespresikan,
dan mengkritik kenyataan sosial yang terjadi di sekitarnya, kemudian pendengar
sebagai komunikan akan menerima pesan yang terkandung dalam lirik lagu
tersebut. Sebuah syair pada lagu memiliki arti dan makna dalam kiasan dan
keadaan nyata, sesuai dengan ide yang komponis dan hal ini sangat berpengaruh
bagi masyarakat umum, terutama masyarakat yang hadir dalam pementasannya
(Banoe, 2013:54).
Teks lagu atau lirik lagu mengandung unsur-unsur dalam proses komunikasi
yaitu komunikator, pesan, media, komunikan dan efek. Penulis lirik dalam proses
komunikasi berperan komunikator. Sebagai komunikator, penulis lirik berusaha
menyampaikan informasi berupa pesan kepada komunikannya, yakni para
pendengar lagu itu sendiri. Lirik lagu biasanya menggunakan diksi yang unik,
bahasa yang indah, makna yang interpretatif dan merupakan ungkapan perasaan
yang sedang dihadapai oleh penulis lagu saat proses penulisan lagu berlangsung.
Pesan dalam lirik lagu merupakan hasil realitas yang dilihat atau dijumpai oleh

2
penulis lagu kemudian diproses, dinterpretasikan secara pribadi sesuai dengan apa
yang ia lihat dan disesuaikan dengan pola pemikiran serta pengalaman penulis
lagu tersebut yang dikemas dalam bentuk simbol-simbol pada lirik tersebut. Lirik
tersebut tentunya akan dimaknai secara interpretatif oleh pendengarnya.
Musik hip hop memiliki daya tarik yang sangat kuat untuk menghibur
masyarakat Indonesia khususnya anak remaja, musik tersebut dapat dinikmati
oleh berbagai kalangan sosial baik elemen masyarakat menengah ke bawah
hingga eleman masyarakat menengah ke atas. Musik hip hop banyak digemari
karena ciri khasnya berupa beat yang kuat, ditambah dengan lirik-lirik yang
mengalir dengan enak karena kata-katanya seperti puisi dan biasanya
menceritakan kehidupan masyarakat pada umumnya. Di Yogyakarta musik hip
hop sudah tidak asing lagi, berawal dari kelompok hip hop Jahanam yang populer
dengan lagu Tumini, kemudian Rotra, Kill the DJ, Bondan & Fade 2 Black dan
Jogja Hip hop Foundation (JHF). Bisa dikatakan salah satu inspirator bagi musisi
hip hop Indonesia, khususnya di Yogyakarta adalah Marzuki Mohammad, sebagai
pendiri Jogja Hip hop Foundation.
Begitu banyak karya musik yang diciptakan oleh Jogja Hip Hop
Foundation. Kaitannya dengan penelitian ini, menurut personil Jogja Hip Hop
Foundation lirik lagu yang paling sarat akan nilai-nilai budaya Jawa adalah lagu
berjudul “Song of Sabdatama”. Lagu yang dinyanyikan dalam tiga bahasa ini
dirilis pada tahun 2012. Judul lagu ini terinspirasi dari Sabdatama (Sabda Utama
atau perintah tertinggi) yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubhuwono X
pada bulan Mei 2012 lalu, selaku raja Yogyakarta, sebagai suatu sikap atas
beberapa konflik tindak kekerasan atas nama suku dan agama yang bermotif
konspirasi politik yang terjadi di Yogyakarta beberapa bulan pada tahun yang
sama. Dikutip dari artikel tempo.co yang berjudul “4 Sabdatama Raja Yogya
untuk Warganya” tanggal 10 Mei 2012, sejarawan dan budayawan Universitas
Gadjah Mada Prof Djoko Suryo menafsirkan maksud Sultan menyampaikan
sabdatama itu karena munculnya kegelisahan akan adanya keadaan yang kacau
khususnya di tingkat lokal Yogyakarta yang membuat masyarakat bingung dan
cemas. Melalui karyanya tersebut, Jogja Hip hop Foundation berhasil meraih

3
prestasi hingga ke mancanegara karena keunikan lagu hip hop yang mereka bawa
dengan menggunakan lirik berbahasa Jawa.

Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana nilai-nilai budaya Jawa dalam lirik lagu Song of Sabdatama
dalam struktur teks?
2. Bagaimana nilai-nilai budaya Jawa dalam lirik lagu Song of Sabdatama
dalam analisis praktik wacana?
3. Bagaimana nilai-nilai budaya Jawa dalam lirik lagu Song of Sabdatama
dalam praktik sosiokultural?

Tujuan
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan penelitian
ini antara lain:
1. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya Jawa dalam lirik lagu Song of
Sabdatama dalam struktur teks.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya Jawa dalam lirik lagu Song of
Sabdatama dalam analisis praktik wacana.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai budaya Jawa dalam lirik lagu Song of
Sabdatama dalam praktik sosiokultural.

Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi Massa
Joseph Devito (dalam Nurudin, 2009: 55) menyatakan bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Komunikasi massa ditujukan
kepada khalayak tersebar, heterogen dan membutuhkan media alat-alat
elektronik sehingga pesan yang sama dapat disampaikan secara serempak
dan dalam waktu yang bersamaan. Sedangkan menurut W.Gamble dan

4
Teri Kwal (dalam Nurudin, 2009: 8-9) komunikasi massa mencakup hal-
hal berikut:
a) Komunikator dalam komunikasi massa mengandalkan peralatan
modern untuk menyebarkan atau memancarkan pesan secara cepat
kepada khalayak yang luas dan tersebar.
b) Komunikator dalam komunikasi massa dalam menyebarkan pesan-
pesannya bermaksud mencoba berbagai pengertian kepada jutaan
orang yang tidak saling kenal dan mengetahui satu sama lain.
c) Pesan adalah milik publik. Artinya bahwa pesan ini bisa didapatkan
dan diterima oleh banak orang.
2. Nilai-Nilai Budaya Jawa
Sulaksono (2015: 1) menjelaskan bahwa suku Jawa merupakan
salah satu suku besar dan maju yang ada di Indonesia. Sebagai suku yang
besar tentu saja mempunyai kebudaaan yang diwariskan secara turun-
temurun. Budaya Jawa terkenal sebagai budaya yang adi-luhung, hal ini
walaupun budaya tersebut sudah berumur ratusan tahun akan tetapi masih
ada dan tetap relevan dengan perkembangan zaman. Manusia Jawa dengan
kebudayaannya berusaha untuk melihat dan memahami lingkungannya
yang selanjutnya digunakan untuk menghadapi dan menjalani hidupnya.
Nilai-nilai budaya Jawa menurut Kluckhohn dalam
Koentjaraningrat (2015: 30) bahwa masyarakat Jawa memiliki sistem nilai
budaya yang terdiri dari lima hakekat pokok, yaitu:
a) Hakekat Hidup
Orang Jawa memandang hakekat hidup sangat dipengaruhi oleh
pengalaman masa lalu dan konsep religiusitas yang bernuansa mistis.
Mereka sangat menghormati budaya, agama (Hindu dan Islam), dan
kondisi geografis. Pada dasarnya masyarakat Jawa menerima yang
telah diberikan Tuhan secara apa adanya, harus tabah dan pasrah
dengan takdir serta ikhlas menerima segala hal yang diperolehnya.
Adapun kebudayaan-kebudayaan lain memandang hidup manusia itu
pada hakikatna buruk, tetapi manusia dapat mengusahakan untuk

5
menjadikan hidup suatu hal yang baik dan menggembirakan
(Koentjaraningrat, 2015: 30-31).
b) Hakekat Karya
Bagi masyarakat Jawa kelas bawah yang tinggal di pedesaan
maupun perkotaan cenderung beranggapan bahwa mereka harus terus
berikhtiar dan bekarya. Bagi mereka, berkarya merupakan suatu
keharusan untuk mempertahankan hidup. Sebaliknya bagi masyarakat
kelas menengah dan atas telah memiliki tujuan dari hakekat karya,
sehingga usaha yang dijalankannya selalu dihubungkan dengan hasil
yang diharapkan.
c) Hakekat Waktu
Banyak orang berpendapat bahwa orang Jawa itu kurang
menghargai waktu. Hal ini disebabkan karena ada pemahaman mereka
bahwa melakukan segala sesuatu tidak usah terburu-buru, yang
penting selesai. Melakukan sesuatu pekerjaan dengan perlahan-lahan
memang sudah merupakan sifat orang Jawa.
Diknas (dalam Haryanto, 2013: 37) menjelaskan bahwa
pandangan hidup orang Jawa dalam hal ini lebih beroriantasi pada
masa depan. Hal ini termanifestasi dalam berbagai ungkapan seperti:
alon-alon waton kelakon, urip mung mampir ngombe, aja nggege
mangsa, ngunduh wohing pakarti, dan sebagainya.
d) Hakekat Hubungan Manusia dengan Sesamanya
Masyarakat Jawa menghendaki hidup yang selaras dan serasi
dengan pola pergaulan saling menghormati. Hidup yang saling
menghormati akan menumbuhkan kerukunan, baik di lingkungan
rumah tangga maupun di masyarakat. Dua prinsip yang paling
menentukan dalam pola pergaulan masyarakat Jawa adalah rukun dan
hormat. Dengan memegang teguh prinsip rukun dalam berhubungan
dengan sesama, maka tidak akan terjadi konfik.

6
3. Lirik Lagu
Lirik lagu merupakan simbol verbal yang diciptakan oleh manusia.
Manusia adalah makhluk yang tahu bagaimana harus bereaksi, tidak hanya
terhadap lingkungan fisiknya, namun juga pada simbol-simbol yang
dibuatnya sendiri (Rivers, 2003:28). Dari pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa lirik merupakan reaksi simbolik dari manusia yang
merupakan respon dari segala sesuatu yang terjadi dan dirasakan oleh
lingkungan fisiknya (yang dipengaruhi oleh akal sehat dan rasionalitas).
Simbol digunakan oleh manusia untuk memaknai dan memahami
kenyataan yang tidak dapat dilihat secara langsung, namun kenyataan
tersebut dapat terlihat dan dirasakan oleh indera manusia, stimulus ini
kemudian diolah oleh pikiran, kemudian tercipta konsep atau penafsiran
tertentu dan kemudian simbol yang diciptakan tersebut akan membentuk
makna tertentu sesuai dengan apa yang akan diungkapkan.
Pencipta menyampaikan isi pikiran dibenaknya berupa nada dan lirik
agar audiens mampu menerima pesan didalamnya. Disinilah terjadi proses
komunikasi melalui lambang musik berupa nada dan lirik berupa teks
dalam sebuah lagu antara pencipta lagu dengan audiensnya. Komunikasi
antara pencipta dan penikmat lagu berjalan ketika sebuah lagu
diperdengarkan kepada audiens. Pesan yang disampaikan dapat berupa
cerita, curahan hati, atau sekedar kritik yang dituangkan dalam bait-bait
lirik. Lirik sendiri memiliki sifat istimewa. Tentunya dibandingkan pesan
pada umumnya lirik lagu memiliki jangkauan yang luas didalam benak
pendengarnya.
Demikian pula dengan penyanyi sebagai komunikator untuk
menyampaikan pesannya yang berbentuk lagu dengan media seperti kaset,
CD (compact disk) maupun VCD (video compact disk). Musik dapat
dimasukkan dalam suatu bentuk komunikasi massa karena memiliki
beberapa unsur, karakteristik dan fungsi yang sama dengan komunikasi
massa.

7
4. Analisis Wacana Kritis
Analisis wacana kritis dalam pandangan kritis, bahwa pandangan
kritis ingin mengoreksi pandangan konstruksivisme yang kurang sensitif
pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis
maupun institusional. Pandangan konstruktivisme masihbelum
menganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap
wacana, yang pada gilirannya berperan dalam membentuk jenis-jenis
subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan
paradigma kritis. Bahasa dalam pandangan kritis dipahami sebagai
representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu, tema-tema
wacana tertentu, maupun strategi-strategi didalamnya. Oleh karena itu,
analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap
proses bahasa: batasan-batasan apa yang diperkenankan yang jadi wacana,
perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan.
Norman Fairclough membangun suatu model yang mengintegrasikan
secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik
pemikiran sosial, politik, dan secara umum diintegrasikan pada perubahan
sosial. Oleh karena itu, analisis harus dipusatkan pada bagaimana bahasa
itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu
(Eriyanto, 2001: 286). Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga
dimensi: teks, discourse practice, dan sosiocultural practice. Dalam model
Fairclough, teks di sini dianalisis secara linguistik, dengan melihat
kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukkan koherensi dan
kohesivitas, bagaimana antarkata atau kalimat tersebut digabung sehingga
membentuk pengertian. Analisis discourse practice memusatkan perhatian
pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Teks dibentuk lewat suatu
praktik diskursus, yang akan menentukan bagaimana teks tersebut
diproduksi. Sedangkan sosiocultural practice adalah dimensi yang
berhubungan dengan konteks di luar teks.

8
Metodologi
Metode penelitian yang digunakan peneliti pada penelitian ini adalah
metode kualitatif. Bogdan dan Taylor dalam Pawito (2007: 84) mengatakan
bahwa metode penelitian kualitatif digunakan sebagai prosedur-prosedur
penelitian yang digunakan untuk menghasilkan data deskriptif, baik yang ditulis
atau yang diucapkan orang dan perilaku-perilaku yang dapat diamati.
Oleh karena itu, Bungin (2008: 68) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif
bertujuan untuk menggambarkan dan meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau
fenomena realita sosial yang ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian,
dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai sutu ciri, karakter, sifat,
model, tanda, tau gambaran tentang kondisi asituasi ataupun fenomena tertentu.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis
Wacana Kritis dengan model Norman Fairclough. Pendekatan Fairclough intinya
menekankan bahwa wacana merupakan bentuk penting praktik sosial yang
memproduksi dan mengubah pengetahuan, identitas dan hubungan sosial yang
mencakup hubungan kekuasaan dan sekaligus dibentuk oleh struktur dan praktik
sosial yang lain (Jorgensen and Phillips, 2007:123). Fairclough membagi wacana
menjadi tiga dimensi yaitu text, discourse practice,dan sociocultural practice.
Validitas data berguna untuk membuktikan bahwa apa yang diamati sesuai
dengan keadaan sebenarnya. Peneliti menggunakan teknik Triangulasi untuk
mengecek keabsahan data. Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan
data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan hasil
wawancara (Moleong, 2004:330). Menurut Nasution (2003:115) Triangulasi dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik yang berbeda, yaitu wawancara, observasi,
dan dokumen. Triangulasi ini selain digunakan untuk mengecek kebenaran data
juga dapat berguna untuk memperkaya data.

Sajian dan Analisis Data

1. Nilai-Nilai Budaya Jawa dalam Lirik Lagu Song of Sabdatama dalam

Struktur Teks

9
Berikut merupakan lirik lagu Song of Sabdatama:

We are from Jogja


The heart of Java
Our rhyme is mantra
Flows down like lava
We are from Jogja
The heart of Java
Our culture is weapon
Yeah, this Song of Sabdatama

Merapi ya iku, Keraton ya iku, segara ya iku pancer ing Tugu


Mijil tuwuh saka kono dumunungku
Yo Ngayogyokarto Hadiningrat Negeriku
Nagari gemah ripah kang merdika
Kaya kang kaserat ing Sabdatama
Merapi ngelingake marang ing gusti
Segara ngelingake kudu ngidak bumi

Ngono kuwi jiwa Jawi


Manunggaling kawula raja
mBalung sungsum pada diugemi
Minangka tekad dadi sesanti
Sadumuk bathuk sanyari bumi,
Ditohi pecahing dada luntaking ludira nganti pati
Negeri merdika bakal tak belani

Merapi horeg, laut kidul gedeg


Angin ribut, udan bledek
Tanda bumi reresik nandang gawe
Marang donya lan manungsane
Marang sedulur sikep kudu ngajeni lan ngopeni
Bumi pertiwi adalah saudara kami
Yang harus dijaga dan dihormati
Menerima sekaligus memberi
Budaya adalah senjata
Memanusiakan manusia
Bangun jiwanya, Bangun raganya
Sentausa dalam puspa warna

In our land where we stand


Never afraid coz we all friends

10
We may vary but hand in hand
Appreciate and understand
Why democracy if occupied by oligarchy?
Nggo opo demokrasi nek mung ngapusi?
Why religion if only to kill humanity?
Nggo apa agama nek mung mateni
Hey oxymoron, you don’t need to teach me
Rasah nggurui merga ora migunani
What Jogja want is harmony in diversity
Urip iku amrih nemu harmoni
We don’t care of what you say
Your ridiculous words will go away
Coz in this land where we stand
We’ll fight to the death until the end

Berdasarkan hasil wawancara kepada personil Jogja Hip Hop


Foundation, dalam penulisan lirik Song of Sabdatama mereka memiliki
maksud tertentu dalam setiap baitnya. Pada bait pertama sebagai pembuka
mereka memperkenalkan identitas sebagai orang Yogyakarta, kota yang
menjadi ‘jantung’ atau pusat kebudayaan Jawa. Di bait kedua Jogja Hip
Hop Foundation menjelaskan posisi geografis kota Yogyakarta dengan
menyebutkan beberapa icon,seperti gunung Merapi, keraton, dan laut
selatan. Selain itu mereka juga menceritakan tentang kemakmuran alam
Yogyakarta, seperti yang tertulis dalam Sabdatama. Lirik tersebut juga
memberikan nasehat bahwa keindahan alam Yogyakarta mengingatkan
agar kita senantiasa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tetap
rendah hati. Pada bait tengah, yaitu bait ketiga, mulai mengarah ke isi
Sabdatama. Menunjukkan sikap pemerintah dan rakyat yang bersatu padu
membela Yogyakarta sampai titik darah penghabisan. Orang Jawa adalah
orang yang tak lupa kepada Tuhan, memiliki semangat dan tekad yang
kuat, serta memiliki semangat juang untuk membela negara. Pada bait
keempat Jogja Hip Hop Foundation ingin mengingatkan kkita kepada
Tuhan dan juga alam. Bahwa ketika di bumi terjadi bencana alam, bukan
semata-mata karena Tuhan menghukum manusia. Namun karena Tuhan
ingin membersihkan dan menyucikan dunia ini dari hal-hal yang jahat

11
kemudian Tuhan memperbaharui dengan jiwa baru bagi manusia. Selain
itu, dalam lirik tersebut memiliki makna bahwa manusia harus bisa
menjaga dan menghormati alam dan seisinya, terutama kepada sesama
manusia. Sikap tersebut harus dipelihara karena sesama manusia saling
bersaudara. Saling memberi dan menerima, serta menghargai perbedaan
dalam bermasyarakat. Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut
adalah berpegang pada budaya, yang dalam lirik dituliskan sebagai senjata.
Di bait terakhir, Jogja Hip Hop Foundation menceritakan tentang sikap
masyarakat Yogyakarta yang bersedia menerima keanekaragaman dan
tetap bersatu cintai tanah air. Dalam lirik ini terdapat seruan untuk
masyarakat Jogja, pada khususnya agar tidak cemas karena di tanah ini
(Yogyakarta), semuanya adalah teman . Terdapat pula ajakan untuk saling
mengapresiasi dan mengerti, walaupun terdapat perbedaan dalam
bermasyarakat. Kalimat dalam lirik juga memprotes fungsi dari demokrasi
dan agama yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, sekaligus
menegaskan sikap Jogja Hip Hop Foundation bahwa mereka (mewakili
masyarakat Yogyakarta) tidak peduli terhadap isu dan ancaman saat itu.
Mereka akan berjuang hingga akhir untuk mewujudkan Yogyakarta yang
aman dan tentram dalam keberagaman.

2. Nilai-Nilai Budaya Jawa dalam Lirik Lagu Song of Sabdatama dalam Praktik
Wacana (Discourse Practice)
Dalam analisis praktik wacana, Norman Fairclough membagi praktik
wacana menjadi dua sisi, yaitu proses produksi dan konsumsi teks. Proses
produksi teks merupakan analisis yang dilakukan untuk mendalami
bagaimana proses kerja kolektif yang menyertakan banyak orang pada saat
teks itu dibuat. Sedangkan pada proses konsumsi wacana, penelitian akan
dilakukan untuk mengetahui konsumsi teks yang dilakukan oleh pendengar
lagu Song of Sabdatama, serta bagaimana mereka menafsirkan pesan-pesan
yang terkandung dalam lirik lagu tersebut.

12
Pada proses produksi teks, lagu “Song of Sabdatama” dirilis pada
tahun 2012. Judul lagu ini terinspirasi dari Sabdatama (Sabda Utama atau
perintah tertinggi) yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubhuwono X
pada bulan Mei 2012 lalu, selaku raja Yogyakarta, sebagai suatu sikap atas
beberapa konflik tindak kekerasan atas nama suku dan agama yang bermotif
konspirasi politik yang terjadi di Yogyakarta beberapa bulan pada tahun yang
sama.
Pada proses penulisan lirik lagu Song of Sabdatama, Jogja Hip Hop
Foundation terlebih dahulu memohon izin kepada Sri Sultan Hamengku
Buwono X untuk menjadikan naskah Sabdatama sebagai sebuah lagu.
“Kami jelas meminta izin dulu sama Sri Sultan. Solanya itu
Sabdatama beliau yang buat. Jadi udah kewajiban kami kalo mau pake
naskah itu ya harus izin sama yang bikin. Alhamdulilah dapet izin
kok. Selama menghasilkan hal-hal yang positif, beliau mengizinkan.”
(Wawancara dengan Marzuki Mohamad, 22 Mei 2017)

Setelah mendapatkan izin, personil Jogja Hip Hop Foundation mulai


merangkai kata-kata untuk dijadikan lirik lagu Song of Sabdatama.
“Di lagu ini kami pake tiga bahasa mbak, bahasa Inggris, Jawa, dan
Indonesia. Kami menambahkan bahasa Inggris karena sasaran kami
adalah masyarakat luas, tidak menutup kemungkinan lagu ini akan
sampai di telinga orang luar negeri. Kami pengen melalui lagu kami
ini, masyarakat di berbagai belahan dunia dapat mengetahui
Yogyakarta dan budaya Jawa.” (Wawancara dengan Marzuki
Mohamad, 22 Mei 2017)

Berdasarkan jawaban Marzuki di atas tampak bahwa selain ingin


melagukan naskah Sabdatama, Jogja Hip Hop Foundation juga memiliki niat
untuk membawa kebudayaan Jawa hingga ke internasional.
Dalam penulisan lirik lagu, personil Jogja Hip Hop Foundation
mengaku tidak mengalami banyak kesulitan karena lirik yang mereka tulis
tersebut seperti orang yang sedang mengutarakan perasaan cintanya, dalam
hal ini cinta kepada kota Yogyakarta.

13
Selanjutnya adalah dari proses konsumsi teks. Peneliti melihat
konsumsi teks dari penggemar Jogja Hip Hop Foundation yang diberi nama
JHF Fans Club. Salah satu anggota JHF Fans Club bernama Budi Marhadi
yang kami temui tidak jauh dari basecamp Jogja Hip Hop Foundation
berpendapat bahwa lirik lagu ini secara keseluruhan menyiratkan nasehat
sekaligus ajakan, bagaimana seharusnya sebagai manusia, khususnya orang
Jawa bersikap terutama terhadap sesama dan bersatu menciptakan
perdamaian. Selain itu, lagu ini juga menyiratkan protes terhadap kondisi
Yogyakarta yang tidak stabil karena isu SARA dan konspirasi politik, baik
kondisi sosial masyarakat maupun kondisi pemerintahan, saat lagu ini
diciptakan.

3. Nilai-Nilai Budaya Jawa dalam Lirik Lagu Song of Sabdatama dalam Praktik
Sosiokultural (Sociocultural Practice)
Praktik Sosiokultural menentukan bagaimana teks diproduksi dan
dipahami. Pada sub bagian ini peneliti akan menganalisis faktor kontekstual
secara situasional, institusional, dan sosial yang ditemukan pada proses
pembuatan lirik lagu Song of Sabdatama.
a) Situasional
Dalam level situasional, perlu diperhatikan kapan teks diproduksi.
Teks adalah hasil dari suatu keadaan dan suasana tertentu. Dalam lirik lagu
Song of Sabdatama, situasi yang ada pada saat lirik ini dibuat adalah
keadaan masyarakat sedang merasakan permasalahan yang terjadi di
Yogyakarta. Kemudian dikeluarkannyalah Sabdatama oleh Sri Sultan
Hamengkubhuwono X pada bulan Mei 2012
b) Institusional
Dengan tetap berpegang teguh pada prinsipnya, Jogja Hip Hop
Foundation menciptakan lagu Song of Sabdatama bukan semata-mata
untuk keperluan pasar. Buktinya mereka tidak menggunakan label musik
manapun untuk mempublikasikan karyanya. Mereka mengedepankan nilai
intrinsik yang terkandung dalam lirik lagu tersebut.

14
c) Sosial
Dalam dimensi praktik sosial, Song of Sabdatama hadir dalam
kondisi warga Yogyakarta banyak mengutarakan penolakannya atas
beberapa tindak kekerasan atas nama suku dan agama yang bermotif
konspirasi politik yang terjadi di Yogyakarta. Dikeluarkannya Sabdatama
merupakan suatu bentuk kepeduliaan Raja kepada rakyatnya, ini sejalan
dengan hakekat hubungan manusia dengan sesamanya, yang dalam hal ini
dari seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi kepada yang
kedudukannya lebih rendah.

Kesimpulan
Bedasarkan penelitian yang sudah dilakukan menggunakan analisis
wacana kritis model Norman Fairclough terhadap lagu karya Jogja Hip Hop
Foundation yang berjudul Song of Sabdatama melalui tiga tahap yaitu dimensi
teks, praktik kewacanaan, dan praktik sosiokultural, maka peneliti mendapatkan
kesimpulan bahwa lirik lagu ini mengandung wacana nilai-nilai budaya Jawa.
Dalam lirik lagu Song of Sabdatama nilai-nilai budaya Jawa secara tersurat
direpresentasikan ke dalam teks lagu. Pada lagu ini nilai-nilai budaya Jawa yang
terkandung yaitu hakekat hubungan manusia dengan sesamanya. Sedangkan
dalam praktik kewacanaan menganalisis bagaimana teks itu diproduksi
menggambarkan nilai-nilai budaya Jawa yang mendorong Jogja Hip Hop
Foundation menciptakan lirik lagu tersebut dengan mendapatkan inspirasi dari isi
Sabdatama oleh Sri Sultan Hamengkubhuwono X. Pada aspek konsumsi lagu,
ditemukan kesimpulan bahwa penggemar Jogja Hip Hop Foundation ternyata
tidak memahami adanya nilai-nilai budaya Jawa yang terkandung dalam lirik lagu
tersebut. Dalam dimensi praktik sosiokultural, lagu Song of Sabdatama hadir
dalam kondisi warga Yogyakarta banyak mengutarakan penolakannya atas
beberapa tindak kekerasan atas nama suku dan agama yang bermotif konspirasi
politik yang terjadi di Yogyakarta. Dikeluarkannya Sabdatama merupakan suatu
bentuk kepeduliaan Raja kepada rakyatnya, ini sejalan dengan nilai-nilai budaya
Jawa dalam hakekat hubungan manusia dengan sesamanya, yang dalam hal ini

15
dari seseorang yang memiliki kedudukan lebih tinggi kepada yang kedudukannya
lebih rendah.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam ketiga dimensi
tersebut menunjukkan adanya nilai-nilai budaya Jawa yaitu hakekat hubungan
manusia dengan sesamanya. Hanya saja pada dimensi praktik kewacanaan
terdapat ketidaksesuaian antara maksud Jogja Hip Hop Foundation memproduksi
lirik yang berisi pesan tentang nilai-nilai budaya Jawa dengan penerimaan
konsumen yang menjadi pendengar lagu tersebut. Pendengar ternyata tidak
menyadari adanya nilai-nilai budaya Jawa yang terkandung dalam lagu tersebut.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Nilai-Nilai Budaya Jawa dalam
Lirik Lagu Song of Sabdatama Karya Jogja Hip Hop Foundation (Analisis
Wacana Kritis pada Lagu Song of Sabdatama Karya Jogja Hip Hop Foundation),
maka diperoleh beberapa saran terkait peran masyarakat dalam melestarikan
budaya lokal. Saran tersebut adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat diharapkan lebih bisa menghargai kebudayaan mereka sendiri
dengan cara yang mereka bisa, seperti yang dilakukan oleh Jogja Hip Hop
Foundation yang berupaya melestarikan budaya di Indonesia dengan dikemas
secara modern yaitu dengan kreativitas dan kesenangan mereka terhadap
musik hip hop.
2. Bagi penikmat musik di tanah air agar lebih memperhatikan isi dari lirik lagu
yang dikonsumsinya. Diharapkan penikmat musik bisa lebih objektif dalam
melihat sebuah musik, bukan hanya dari siapa pencipta atau penyanyinya,
tapi apa isi yang terkandung dari lagu tersebut.
3. Bagi siapapun yang tertarik melakukan penelitan terhadap sebuah lagu. Masih
banyak musik di Indonesia yang bisa dijadikan objek untuk penelitian,
banyak dari musisi-musisi di tanah air yang lebih mementingkan nilai
intrinsiknya namun malah meremehkan isi lirik lagunya. Diharapkan
penelitain selanjutnya dapat memilih objek penelitain yang lebih menarik dan
dapat mengungkap nilai-nilai lain yang terkandung di dalamnya.

16
Daftar Pustaka
Banoe, Pono. (2013). Metode Kelas Musik. Jakarta: PT Indeks.
Bungin, Burhan. (2008). Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media.
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:
PT LkiS Printing Cemerlang.
Haryanto, Sindung. (2013). Dunia Simbol Orang Jawa. Yogyakarta: Kepel Press.
Koentjaraningrat. (2015). Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nasution. (2003). Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Nurudin. (2009). Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: Rajawali Pers.
Rivers, William. (2003). Media Massa dan Masyarakat Modern. Cetakan Kedua.
Jakarta: Balai Pustaka.
Sulaksono, Djoko. (2015). Diktat Budaya Jawa. Surakarta: UNS Press.

17

You might also like