You are on page 1of 9

PENGARUH SERVANT LEADERSHIP TERHADAP EMPLOYEE

EMPOWERMENT, ORGANIZATIONAL CULTURE DAN COMPETITIVE


ADVANTAGE PADA UNIVERSITAS DI SURABAYA

Hendri Kwistianus dan Devie


Akuntansi Bisnis Universitas Kristen Petra
Email: ddeviesa@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat dampak antara


Servant Leadership Terhadap Employee Empowerment, Organizational Culture, dan
Competitive Advantage. Variabel Servant Leadership diukur dari lima indikator, yaitu
altruistic calling, emotional healing, wisdom, persuasive mapping, dan organizational
stewardship. Variabel Competitive Advantage diukur dari lima indikator, yaitu
differentiation and quality of the products, cost of products, innovation, growth dan
alliances. Variabel Employee Empowerment diukur dari empat indikator, yaitu
competence, meaningfull, self-determination, dan impact. Variabel Organizational
Culture diukur dari empat indikator, yaitu clan, adhocracy, market dan hierarchy.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner. Unit analisis
penelitian adalah dosen di enam universitas di Surabaya. Responden yang dijadikan
sampel sebanyak 10 sampai 15 dosen pada masing-masing enam universitas. Metode
analisis yang digunakan dalam menguji hipotesis adalah Structural Equation
Modeling (SEM) dengan menggunakan Partial Least Square (PLS).
Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa servant leadership berdampak
positif terhadap Competitve Advantage, Employee Empowerment dan Organizational
Culture, lalu employee empowerment berdampak positif terhadap competitive
advantage serta organizational culture berdampak positif pada competitive advantage.

Kata Kunci: Servant Leadership, Competitive Advantage, Employee Empowerment,


Organizational Culture.

ABSTRACT

This study aimed to know whether there was influence between the Servant
Leadership to Employee Empowerment, Organizational Culture and Competitive
Advantage. Servant Leadership variables were measured from five indicators, namely
altruistic calling, emotional healing, wisdom, persuasive mapping, and organizational
stewardship. Competitive Advantage variables were measured from five indicators:
differentiation and quality of the products, cost of products, innovation, growth, and
alliances. Employee Empowerment variables were measured from four indicators,
namely competence, meaningful, self-determination, and impact. Organizational
Culture variables were measured from four indicators, namely clan, adhocracy, market
and hierarchy. The data were collected by distributing questionnaires. The unit of
analysis was 10 to 15 lecturers each from six universities in Surabaya. The method of
analysis used in testing the hypothesis was Structural Equation Modeling (SEM) by
using Partial Least Square (PLS).
This research proved that servant leadership had positive impact to Competitive
Advantage, Employee’s Empowerment and Organizational Culture while Employee’s
Empowerment had positive impact to Competitive Advantage, and Organizational
Culture had positive impact to Competitive Advantage.

Keywords: Competitive advantage, Employee Empowerment, Organizational Culture,


Servant Leadership.

191
192 Business Accounting Review, Vol. 3 No. 2, Agustus 2015 (191-200)

PENDAHULUAN perilaku kepemimpinan dan kinerja pengikut


adalah hal yang sangat penting dalam manajemen
Pada era globalisasi saat ini, perkembangan organisasi (McNee-Smith, 1991) didukung pula
yang pesat dari berbagai aspek, khususnya dalam oleh (Hoveida, Salari & Asemi, 2011) dan
bidang teknologi dan informasi memicu (Choudhary, Akhtar & Zaheer, 2013). Beberapa
persaingan dalam pasar global. Setiap organisasi penelitian menunjukkan pengaruh positif antara
dituntut meningkatkan kualitas dan inovasi serta gaya kepemiminan, dalam hal ini servant
meningkatkan pelayanannya untuk dapat leadership, terhadap employee empowerment,
bersaing di pasar global, tak terkecuali bagi seperti (Murari & Gupta, 2012) dan (Schnider &
organisasi pendidikan. Saat ini di Indonesia total George, 2010). Employee empowerment merupakan
terdapat 4270 perguruan tinggi dengan rincian faktor penting dalam menciptakan keunggulan
2313 sekolah tinggi, 1094 akademik dan 512 bersaing perusahaan seperti yang dinyatakan oleh
universitas. Persaingan yang ketat dalam (Conger & Kanungo, 1988) yang menyatakan
perguruan tinggi swasta dapat dilihat juga melalui pengembangan inovasi terhadap suatu produk
perbandingan jumlah mahasiswa aktif Kopertis yang mengarah pada kreativitas di dalam
Wilayah VII dibandingkan dengan jumlah organisasi dapat diciptakan dengan adanya
mahasiswa aktif dari enam perguruan tinggi empowerment.
swasta di Surabaya dengan target market yang Terkait dengan hal tersebut maka penulis
sama, maka dapat disimpulkan persaingan dalam tertarik untuk meneliti apakah terdapat pengaruh
industri pendidikan semakin ketat namun yang signifikan dari model kepemimpinan servant
keunggulan bersaing (competitive advantage) dari leadership terhadap competitive advantage
enam universitas swasta tersebut semakin organisasi. Hal tersebut dapat dilihat juga melalui
meningkat. Competitive advantage merupakan employee empowerment serta organization cuture
kemampuan yang memungkinkan organisasi dalam organisasi sehingga yang akhirnya
untuk membedakan dirinya dari para pesaingnya berdampak pula pada competitive advantage.
(Tracey, Vonderembse & Lim, 1999). Competitive
advantage mengukur keberhasilan suatu Pengertian Servant Leadership
organisasi dibandingkan dengan pesaingnya Greenleaf (1977) adalah yang pertama
(Porter, 1985) kali menginisiasi ide servant leadership melalui
Hal yang sangat mempengaruhi kemampuan artikelnya ‘‘the servant as leaders’’ yang
suatu organisasi untuk bersaing dalam iklim menyebutkan bahwa pemimpin harus melihat
bisnis yang sangat sulit adalah memiliki dirinya sebagai seorang pelayan. Pemimpin harus
kepemimpinan yang efektif (Jones, 2011). Salah menempatkan kebutuhan pengikutnya diatas
satu konsep kepemimpinan yang sedang popular kebutuhan mereka sendiri dengan membantu
dalam dekade terakhir adalah servant leadership setiap individu untuk bertumbuh dan berkembang
(Barbuto & Wheeler, 2002). Greenleaf (1970) juga sebagai manusia (Greenleaf, 1977). Page dan
menyatakan servant leadership merupakan salah Wong (2000) mendefinisikan servant leadership
satu pendekatan manajemen yang meningkat sebagai seorang pemimpin yang mau melayani
popularitasnya karena fokus pada pengembangan orang lain dengan mengupayakan pembangunan
organisasi melalui pelayanan kepada semua dan kesejahteraan untuk memenuhi tujuan
stakeholder yang relevan. Hal ini didukung juga bersama. Servant leader berperilaku etis,
oleh (Choudhary, Akhtar & Zaheer, 2013) yang mendorong dan memberdayakan pengikutnya
menyatakan konsep servant leadership semakin untuk tumbuh dan berhasil secara pribadi dan
meningkat popularitasnya pada era modern. profesional (Russell & Stone, 2002).
Kepemimpinan sangat erat kaitannya Terdapat 10 karakteristik dari Servant
dengan budaya dalam organisasi. Jogulu (2010) Leadership menurut Spears (1996), yaitu:
menemukan bahwa gaya kepemimpinan berubah listening, empathy, healing, awareness, persuasion,
seiring dengan berubahnya organizational culture. conceptualization, foresight, stewardship,
Organizational culture dan kepemimpinan commitment, community building. Sedangkan
dianggap sangat relevan karena keduanya Barbuto & Wheeler (2002) mendeskripsikan
memiliki pengaruh timbal balik satu sama lain servant leadership kedalam 11 karakteristik,
(Schein, 2010). Organizational culture merupakan dengan 10 karakteristik yang sama dengan Spears
faktor yang penting bagi competitive advantage namun ditambah karakteristik calling.
sebuah organisasi.
Relasi antara pemimpin dan pengikut Dimensi Servant Leadership
merupakan hal yang penting dibicarakan dalam 1. Altuistic Calling
dunia bisnis saat ini. Memahami hubungan antara
Kwistianus: Pengaruh Servant Leadership 193

Altruistic calling menggambarkan hasrat alami kemampuan diri. Thomas dan Velthouse (1990)
yang kuat dari pemimpin untuk melayani orang mendefinisikan empowerment sebagai
lain dan membuat perbedaan positif pada peningkatan intrinsik motivasi kerja sebagai hasil
kehidupan orang lain dan meletakkan dari empat penilaian yang merefleksikan persepsi
kepentingan orang lain di atas kepentingannya individu terhadap perannya dalam pekerjaan.
sendiri dan akan bekerja keras untuk memenuhi Empat penilaian tersebut adalah meaningfulness,
kebutuhan bawahannya. competence, choice dan impact.
2. Emotional Healing
Emotional healing menggambarkan komitmen Dimensi Employee Empowerment
seorang pemimpin dan keterampilannya untuk Menurut Spreitzer (1995) terdapat empat
meningkatkan dan mengembalikan semangat dimensi atau karakteristik positif dari Employee
bawahan dari trauma atau penderitaan. Empowerment, yaitu :
3. Wisdom 1. Competence
Wisdom menggambarkan pemimpin yang Competence mengacu pada tingkatan
mudah untuk menangkap tanda-tanda di kemampuan seseorang melakukan kegiatan atau
lingkungannya, sehingga memahami situasi dan tugasnya secara terampil (Thomas & Velthouse,
memahami implikasi dari situasi tersebut. 1990).
4. Persuasive Mapping 2. Meaningfull
Meaning adalah nilai dari sebuah tujuan
Persuasive mapping menggambarkan sejauh
pekerjaan yang dinilai dan dirasakan oleh masing-
mana pemimpin memiliki keterampilan untuk
masing individu.
memetakan persoalan dan
3. Self Determination
mengkonseptualisasikan peluang-peluang yang
Self-determination merupakan dorongan
dapat diambil serta dapat meyakinkan seseorang
individu untuk memiliki pilihan menginisiasi dan
untuk melakukan sesuatu tanpa terpaksa dengan
mengambil tindakan (Deci, Connell & Ryan, 1989).
memberikan alasan yang masuk akal.
Self-determination menunjukkan otonomi dalam
5. Organizational Stewardship
perilaku dan proses kerja, seperti mengambil
Organizational Stewardship menggambarkan keputusan dalam cara kerja, fase kerja dan usaha
sejauh mana pemimpin menyiapkan organisasi yang diperlukan (Spector, 1986).
untuk membuat kontribusi positif terhadap 4. Impact
lingkungannya melalui progam pengabdian Impact mengacu pada tingkat bahwa
masyarakat dan pengembangan komunitas serta perilaku seseorang dipandang sebagai "membuat
mendorong pendidikan tinggi sebagai satu perbedaan "dalam hal mencapai tujuan tugas,
komunitas. yaitu, menghasilkan efek yang dimaksudkan dari
tugasnya (Thomas & Velthouse, 1990).
Pengertian Employee Empowerment
Employee empowerment mengacu pada Pengertian Organizational Culture
pendelegasian kekuasaan dan tanggung jawab Organizational culture merupakan kumpulan
dari tingkat yang lebih tinggi dalam hirarki dari nilai-nilai, norma dan asumsi berdasarkan
organisasi kepada tingkat yang lebih rendah, pengalaman masa lalu yang mempengaruhi cara
khususnya kekuasaan untuk mengambil pandang, perilaku dan praktek dari individu,
keputusan (Dainty, Bryman & Price, 2002). kelompok, maupun organisasi dalam menghadapi
Randolph (2000) menyatakan bahwa suatu kejadian (Schein, 1984). Cameron & Quinn
empowerment bukan hanya sekedar memberi (1999) memperkenalkan The Competing Values
kebebasan kepada orang lain untuk memutuskan, Framework yang merupakan Organizational
namun empowerment adalah kekuasaan yang Culture Assessment Instrument. Model ini
intelijen untuk pengambilan keputusan untuk dikategorikan dalam dua dimensi, dimensi
membantu perusahaan menjalankan aktivitas pertama yang ditarik secara vertikal, merupakan
yang effektif. flexible vs control dan dimensi kedua ditarik secara
Conger & Kanungo (1988) menyatakan horizontal, yaitu internal vs external. Perpaduan
empowerment adalah tentang membangun kedua dimensi ini menghasilkan empat kuadran,
motivasi, sehingga bukan hanya proses delegasi yaitu: clan, adhocracy, market, dan hierarchy
kekuasaan, namun proses yang menyanggupkan (Cameron & Quinn, 1999).
seseorang untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Proses tersebut dicapai dengan menciptakan
kondisi untuk meningkatkan motivasi kerja
melalui pengembangan kepercayaan pada
194 Business Accounting Review, Vol. 3 No. 2, Agustus 2015 (191-200)

Gambar 2.1. The Competing Values Framework terjadinya kesalahan (Cameron & Quinn, 1999;
Sumber: (Cameron & Quinn, 1999) Denison & Spreitzer, 1991). Ciri-ciri perusahaan
dengan budaya hierarchy adalah segala sesuatu
formal dan terstruktur, terdapat peraturan dan
prosedur standart yang mengatur perilaku serta
terdapat jalur yang jelas mengenai otoritas
pengambilan keputusan (Cameron & Quinn,
1999).

Pengertian Competitive Advantage


Porter (1985) mengatakan bahwa persaingan
bisnis yang semakin global membuat pelanggan
mengharapkan produk maupun jasa yang
berkualitas tinggi dan memiliki keunikan.
Competitive advantage adalah sejauh mana
sebuah organisasi mampu menciptakan posisi
bertahan atas pesaingnya (Porter, 1985).
Competitive advantage merupakan kemampuan
yang memungkinkan organisasi untuk
Dimensi Organizational Culture membedakan dirinya dari para pesaingnya dan
1. Clan merupakan hasil dari keputusan manajemen
Budaya clan yang memiliki fokus kepada (Tracey, Vonderembse & Lim, 1999). Sebuah
fungsi internal perusahaan dan fleksibilitas perusahaan memiliki competitive advantage ketika
(Cameron & Quinn, 1999; Denison & Spreitzer, dapat menciptakan nilai ekonomi yang lebih dari
1991). Organisasi clan yang berorientasi pesaing lainnya (Popa, Dobrin, Popescu &
collaborate mengacu pada kerjasama dalam tim, Draghici, 2011). Competitive advantage dapat
partisipasi, kebebasan dalam bekerja, dikatakan sebagai keunggulan yang dimiliki oleh
keterbukaan, semangat juang, loyalitas, perusahaan, dimana keunggulan tersebut
kekeluargaan, yang tercipta melalui melebihi pesaingnya.
pengembangan dan keterlibatan karyawan
(Chongruksut, 2009; Cameron & Quinn, 1999). Dimensi Competitive Advantage
2. Adhocracy Wiseman (1988) menyatakan 5 dimensi dari
Budaya adhocracy memiliki orientasi create, competitive advantage yang diadopsi oleh
dimana memiliki karateristik kreatifitas, inovasi, Awawdeh & Sharairi (2012):
pengembangan visi, keterbukaan terhadap 1. Differentiation and Quality
perubahan, kemampuan beradaptasi, perbaikan Porter (1985) mengatakan sebuah organisasi
secara terus menerus, penemuan solusi yang membedakan dirinya dari para pesaingnya jika
kreatif, antisipasi kebutuhan dimasa depan, organisasi dapat memberikan keunikan yang
dengan pertumbuhan sebagai tujuan organisasi menambah nilai bagi pembeli dan diferensiasi
(Chongruksut, 2009; Cameron & Quinn, 1999; tersebut dapat dihasilkan dari mana saja didalam
Denison & Spreitzer, 1991). value chain. Diferensiasi adalah kemampuan
3. Market untuk memberikan nilai unik dan unggul kepada
Organisasi market yang dibangun dengan pembeli dalam hal kualitas produk, fitur-fitur
orientasi compete memiliki tujuan untuk khusus, atau layanan purna jual (Berdine, Parrish,
menghasilkan laba pendapatan, meningkatkan Cassill & Oxenham, 2008). Kualitas dipandang
pangsa pasar, meningkatkan persaingan yang sebagai sumber utama competitive advantage,
agresif, peningkatan dalam produktivitas, serta dengan memenuhi kebutuhan pelanggan (Awwad,
menjalin hubungan kerjasama dengan pihak Khattab & Anchor 2013).
eksternal yaitu supplier dan customer 2. The Cost of The Product
(Chongruksut, 2009; Cameron & Quinn, 1999; Biaya produk didefinisikan sebagai nilai dari
Denison & Spreitzer, 1991). apa yang perusahaan bayar untuk mendapatkan
4. Hierarchy input dari berbagai produksi, seperti: biaya
Budaya organisasi hierarchy berfokus pada informasi, bahan baku dan tenaga kerja.
perencanaan, sistem dan proses yang efisien, Berdasarkan hal tersebut, pengurangan biaya
pengurangan biaya, membangun peraturan dan untuk perguruan tinggi swasta dapat dilakukan
kebijakan, prediksi untuk masa depan, sehingga melalui: biaya penelitian dan pengembangan,
tercipta kualitas yang baik dengan meminimalkan pemasaran, biaya administrasi fakultas dan
Kwistianus: Pengaruh Servant Leadership 195

mengajar, mahasiswa, gedung administrasi dan cara pandang, perilaku dan praktek dari
laboratorium. individu, kelompok, maupun organisasi dalam
3. Innovation menghadapi suatu kejadian (Schein, 1984).
Inovasi berarti setiap perubahan mengikuti 4. Competitive Advantage didefinisikan sebagai
apa yang berbeda dari pesaing langsung dan kemampuan yang memungkinkan organisasi
pesaing lainnya. Menciptakan contoh pasar yang untuk membedakan dirinya dari para
secara unik menanggapi kebutuhan melalui pesaingnya dan merupakan hasil dari
kreativitas. Inovasi artinya datang dengan hal keputusan manajemen (Tracey, Vonderembse
baru baik seluruhnya maupun sebagian yang & Lim, 1999).
mengubah situasi yang ada, sebagai sumber Penelitian ini akan menggunakan skala
pembaharuan dalam rangka mempertahankan pengukuran interval, dimana responden diminta
pangsa pasar perusahaan. Inovasi berarti menentukan pilihan jawaban pada ranking sesuai
kombinasi baru, yaitu meletakkan kembali hal-hal dengan persepsinya. Instrument yang digunakan
yang lama dalam urutan yang baru atau dalam penelitian ini adalah skala Likert. Dalam
memindahkannya ke tempat lain yang belum penelitian ini peneliti, menggunakan rumus
digunakan sebelumnya. Lemeshow (1997) untuk menentukan jumlah
4. Growth sampel minimal yang diperlukan ketika jumlah
Growth berarti ekspansi untuk mencapai populasi tidak diketahui.
tujuan melebihi apa yang telah dicapai dalam Unit analisis dalam penelitian ini adalah
tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan dengan karyawan perusahaan di Surabaya, dimana
meningkatkan profitabilitas, atau meningkatkan peneliti meneliti mengenai dampak Servant
jumlah pendapatan dari penjualan, atau Leadership terhadap Employee Empowerment,
meningkat pasar saham, atau perluasan pasar. Organizational Culture dan Competitive
5. Alliances Advantage pada universitas di Surabaya.
Aliansi strategis didefinisikan sebagai
kolaborasi jangka panjang antar perusahaan, baik HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
menggunakan ekuitas maupun tidak, untuk
mencapai keunggulan kompetitif bagi masing- Proses pengambilan data untuk penelitian ini
masing partner (Culpan, 2008). Tujuan dari aliansi dilakukan dengan alat bantu kuesioner yang
antar perusahaan adalah untuk masuk ke pasar diberikan kepada responden untuk mendapatkan
yang baru, knowledge participation, berpartisipasi data yang dibutuhkan. Hasil pengolahan data
dalam risiko, mengurangi biaya, dan mengurangi responden yang sudah diperoleh dari kuesioner
persaingan (Hill, 1995). akan dijelaskan seperti di bawah ini. Dalam
penelitian ini responden bersifat anonymous untuk
METODE PENELITIAN menjaga kerahasiaan responden.
Penelitian ini akan menguji pengaruh antara
Servant Leadership terhadap Employee Validitas Diskriminan
Empowerment, Organizational Culture dan Pengujian validitas diskriminan dinilai
Competitive Advantage. Penelitian ini berdasarkan cross loading pengukuran dengan
mengunakan paradigma kuantitatif. Untuk konstruknya dan membandingkan korelasi
menguji hipotesis digunakan analisa Partial Least variable laten yaitu korelasi antar kontruk dengan
Square. konstruk lainnya dalam model.
Berikut ini adalah definisi operasional Tabel 1. Cross Loading
masing-masing variabel tersebut:
1. Servant Leadership merupakan suatu proses
dimana pemimpin dan para pengikutnya
bekerjasama untuk mencapai visi organisasi
(Irving, 2005).
2. Employee Empowerment merupakan proses
pendelegasian kekuasaan dan tanggung jawab
dari tingkat yang lebih tinggi dalam hirarki
organisasi kepada tingkat yang lebih rendah,
khususnya kekuasaan untuk mengambil
keputusan (Dainty, Bryman & Price, 2002)
3. Organizational Culture merupakan kumpulan
dari nilai-nilai, norma dan asumsi berdasarkan
pengalaman masa lalu yang mempengaruhi
196 Business Accounting Review, Vol. 3 No. 2, Agustus 2015 (191-200)

Berdasarkan table cross loading di atas dapat Nilai T-statistic pengaruh employee
disimpulkan bahwa masing- masing indikator empowerment terhadap competitive advantage
yang ada di suatu variabel laten memiliki lebih besar dari 1.96 dan original sample adalah
perbedaan dengan indikator di variabel lain yang menunjukkan hubungan positif. Dengan
ditunjukkan dengan skor loadingnya yang lebih demikian, hipotesis terdapat pengaruh langsung
tinggi di konstruknya sendiri. Dengan demikian, yang employee empowerment terhadap competitive
model telah mempunyai validitas diskriminan advantage pada universitas di Surabaya diterima
yang baik. (H2 diterima).
Uji Reliabilitas Pengaruh organizational culture terhadap
Pengujian terakhir dalam outer model adalah competitive advantage memiliki t-statistic lebih
composite reliability. Reliabilitas menunjukkan besar dari 1.96 dan original sample menunjukkan
akurasi, konsistensi dan ketepatan suatu alat ukur adanya hubungan positif. Dengan demikian dapat
dalam melakukan pengukuran. disimpulkan hipotesis terdapat pengaruh positif
Tabel 2. Nilai Composite Reliability yang signifikan antara organizational culture
Composite Reliability terhadap competitive advantage pada universitas
CA 0.891 di Surabaya diterima (H4 diterima).
EE 0.76
Pengaruh servant leadership terhadap
OC 0.883
competitive advantage memiliki t-statistic lebih
SL 0.892 Berdasarkan tabel 4.13 semua nilai compo
besar dari 1.96 dan original sample menunjukkan
Inner Model
adanya hubungan positif. Dengan demikian dapat
Inner model merupakan model struktural
disimpulkan hipotesis terdapat pengaruh positif
untuk memprediksi hubungan kausalitas antar
yang signifikan antara servant leadership terhadap
variable laten. Melalui proses bootstraping,
competitive advantage pada universitas di
parameter uji T-statistic diperoleh untuk
Surabaya diterima (H5 diterima).
memprediksi adanya hubungan kausalitas. Nilai
Pengaruh servant leadership terhadap
koefisien path atau inner model menunjukan
employee empowerment memiliki t-statistic lebih
tingkat signifikansi dalam pengujian hipotesis.
besar dari 1.96 dan original sample menunjukkan
Skor koefisien path atau inner model yang
adanya hubungan positif antara servant leadership
ditunjukkan T-statistic harus diatas 1.96 untuk
dengan employee empowerment. Dengan demikian
hipotesis dua ekor (two tailed) dan di atas 1.64
dapat disimpulkan hipotesis terdapat pengaruh
untuk hipotesis satu ekor (one tailed).
positif yang signifikan antara servant leadership
Nilai R² digunakan untuk mengukur tingkat
terhadap employee empowerment pada universitas
variasi perubahan variable independen terhadap
di Surabaya diterima (H1 diterima).
variable dependen. Semakin tinggi R² maka
Pengaruh servant leadership terhadap
semakin baik model prediksi dari model penelitian
organizational culture memiliki t-statistic lebih
yang diajukan. Total nilai R² di atas dapat
besar dari 1.96 dan original sample menunjukkan
digunakan untuk menghitung secara manual
adanya hubungan positif antara servant leadership
goodness of fit (GOF) model karena aplikasi
dengan organizational culture. Dengan demikian
perangkat lunak PLS tidak menyediakan menu
dapat disimpulkan hipotesis terdapat pengaruh
khusus untuk menghitung GOF.
positif yang signifikan antara servant leadership
Tabel 3. Nilai R-Square
terhadap organizational culture pada universitas
di Surabaya diterima (H3 diterima).
Tabel 5. Direct dan Indirect Effect

Dari nilai R² di atas, maka nilai Q² = = 1-((1-


0.357)*(1-0.298)*(1-0.039)) = 56.62%. Dengan
demikian model yang digunakan dalam penelitian
ini dapat menjelaskan pengaruh terhadap
competitive advantage sebesar 56.62% sementara
sisanya, yaitu 43.38% dijelaskan oleh faktor lain.
Tabel 4. Hasil Inner Weight
Hasil pengujian pengaruh langsung (direct
effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect effect)
seperti pada tabel diatas dijelaskan sebagai
berikut:
Kwistianus: Pengaruh Servant Leadership 197

1. universitas di Surabaya juga


E perlu meningkatkan
mployee empowerment mampu memediasi employee empowerment untuk memperkuat
hubungan antara variabel servant leadership pengaruhnya terhadap competitive advantage.
terhadap competitive advantage. Selain itu, pemimpin universitas di Surabaya
2. perlu lebih melibatkan karyawan
O agar keryawan
rganizational culture kurang memediasi merasa dirinya dapat memberikan pengaruh
hubungan antara variabel servant leadership penting bagi universitas.
terhadap competitive advantage. Indikator terendah pada organizational
culture adalah adhocracy. Oleh karena itu
KESIMPULAN universitas di Surabaya perlu lebih lagi
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, meningkatkan kreativitas, inovasi dan
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai keterbukaan akan perubahan. Selain itu,
berikut: organisasi perlu lebih mengembangkan budaya
1. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan formal dan terstruktur, terdapat peraturan dan
dari servant leadership terhadap employee prosedur standart yang mengatur perilaku serta
empowerment. terdapat jalur yang jelas mengenai otoritas
2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari pengambilan keputusan untuk mencapai
employee empowerment terhadap competitive competitive advantage. Sedangkan untuk
advantage. competitive advantage indikator terendah adalah
3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari alliances. Oleh karena itu universitas di Surabaya
servant leadership terhadap organizational perlu lebih meningkatkan kolaborasi jangka
culture. panjang yang dilakukan universitas untuk
4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari mencapai keunggulan kompetitif. Selain itu,
organizational culture terhadap competitive organisasi perlu lebih melakukan perubahan dan
advantage. kombinasi baru mengikuti apa yang berbeda dari
5. Terdapat pengaruh positif dan signifikan dari pesaing langsung dan pesaing lainnya.
servant leadership terhadap competitive Diharapkan penelitian ini dapat menambah
advantage. bukti empiris mengenai pentingnya servant
Hasil penelitian ini yang menyimpulkan leadership, employee empowerment dan
bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan organizational culture terhadap keunggulan
antara servant leadership, employee empowerment kompetitif organisasi. Penelitian selanjutnya
dan organizational culture terhadap competitive masih diperlukan untuk mendukung penelitian ini
advantage, maka setiap organisasi perlu untuk yang dapat direplikasi pada organisasi dalam
membangun servant leadership dalam diri sector lain, atau menggunakan indikator-
pemimpin, employee empowerment kepada indikator variable yang berbeda dengan penelitian
karyawan dan organizational culture yang sehat ini.
dalam organisasi agar dapat menciptakan Penelitian ini terbatas pada organisasi
competitive advantage. Hasil penelitian ini juga pendidikan khususnya universitas di Surabaya.
menunjukkan bahwa servant leadership penting Tidak menutup kemungkinan untuk melakukan
dalam membangun organizational culture dan penelitian dari industri diluar bidang pendidikan,
meningkatkan employee empowerment. pada universitas di luar Surabaya, atau dari sudut
pandang karyawan atau mahasiswa akan
Saran menghasilkan hasil yang berbeda. Selain itu, jika
Hasil penelitian ini, memberikan saran melihat dari nilai Q2, maka terdapat 43.38% faktor
kepada organisasi pendidikan khususnya lain diluar model dalam penelitian ini yang
universitas di Surabaya untuk variabel servant mempengaruhi competitive advantage, sehingga
leadership, pemimpin dalam universitas di penelitian selanjutnya dapat menggunakan model
Surabaya perlu lebih mengasah keterampilan lain yang berbeda dari penelitian ini untuk
untuk memfasilitasi penyembuhan emosi. Selain mengetahui pengaruhnya pada competitive
itu, pemimpin dalam organisasi perlu lebih advantage.
mengembangkan keterampilan memetakan
persoalan dan mengkonseptualisasikan peluang- DAFTAR PUSTAKA
peluang untuk dapat mencapai competitive Alchian, A. A., & Demsetz, H. (1972). Production,
advantage. Dari hasil penelitian ini didapatkan information costs, and economic organization.
bahwa variabel employee empowerment dapat The American Economic Review, 62 (5), 777-
memediasi pengaruh servant leadership terhadap 795.
competitive advantage. Artinya selain Ashforth, B. E. (1989). The experience of
meningkatkan servant leadership, pemimpin powerlessness in organizations.
198 Business Accounting Review, Vol. 3 No. 2, Agustus 2015 (191-200)

Organizational Behavior and Human Deci, E. L., Connell, J. P., & Ryan, R. M. (1989).
Decision Processes, 43 (2), 207-242. Self-determination in a work organization.
Awawdeh, W. M., & Sharairi, J. A. (2012). The Journal of Applied Psychology, 74 (4), 580-
relationship between target costing and 590.
competitive advantage of Jordanian private Deci, E. L., & Ryan, R. M. (1987). The support of
universities. International Journal of autonomy and the control of behavior.
Business and Management, 7 (8), 123-142. Journal of Personality and Social Psychology,
Awwad, A. S., Khattab, A. A., & Anchor, J. R. 53 (6), 1024-1037.
(2013). Competitive priorities and competitive Denison, D. R., & Spreitzer, G.M. (1991).
advantage in Jordanian manufacturing. Organizational culture and organizational
Journal of Service Science and Management, development: a competing values approach.
3 (15), 213 – 222. Research in Organizational Change and
Barbuto, J. E., & Wheeler, D. W. (2006). Scale Development, 5, 1-21.
development and construct clarification of Greenleaf, R. K. (1970). The servant as leader.
servant leadership. Group & Organization Westfield, IN: The Robert K. Greenleaf
Management, 31 (3), 300-326. Center.
Bass, B. M. (1997). Does the transactional- Greenleaf, R. K. (1977). Servant leadership: A
transformational leadership paradigm journey into the nature of legitimate power
transcend organizational and national and greatness. New York: Paulist Press.
boundaries? American Psychologist, 52 (2), Harwiki, W. (2013). The influence of servant
130-139. leadership on organization culture,
Cameron, K.S. & Quinn, R.E. (1999). Diagnosing organizational commitment, organizational
and changing organizational culture: based citizenship behavior and employees’
on the competing values framework. San performance (study of outstanding
Fransisco: Jossey-Bass. cooperatives in East Java province,
Chongruksut, W. (2009). Organizational culture Indonesia). Journal of Economics and
and the use of management accounting Behavioral Studies, 5 (12), 876-885.
innovations in Thailand. Ramkhamhaeng Herrenkohl, R. C., Judson, T. G., & Heffner, J. A.
University International Journal. 3 (1), 113– (1999). Defining and measuring employee
126. empowerment. The Journal of Applied
Choudhary, A. I., Akhtar, S. A., & Zaheer, A. Behavioral Science, 35 (3), 373-389.
(2013). Impact of transformational and Hill, C. W. (1995). Strategic Management: an
servant leadership on organizational Integrated Approach (3rd ed.) Boston:
performance: a comparative analysis. Journal Houghton Mifflin Company.
of Business Ethics, 116, 433–440. Honold, L. (1997), A review of the literature on
Conger, J.A. & Kanungo, R.N. (1988). The employee empowerment. Empowerment in
empowerment process: integrating theory and Organizations, 5 (4), 202-212.
practice. Academy of Management Review, 13 Hoveida, R., Salari, S., & Asemi, A. (2011). A study
(3), 471-482. on the relationship among servant leadership
Contee-Borders, A. K. (2003). A case study defining (SL) and the organizational commitment
servant leadership in the workplace. UMI No. (OC): a case study. Interdisciplinary Journal
3069348. Dissertation of Regent University. of Contemporary Research in Business, 3 (3),
Culpan, R. (2008). The role of strategic alliances in 499–509.
gaining sustainable competitive advantage for Irving, J. A. (2004). Servant leadership and the
firms. Management Revue, 19 (1/2), 94-105. effectiveness of teams: Findings and
Dainty, A.R., Bryman, A. & Price, A.D. (2002). implications. Proceedings of the Servant
Empowerment within the UK construction Leadership Research Roundtable. Retrieved
sector. Leadership and Organization March 25 2015, from
Development Journal, 23 (6), 333-342. http://www.regent.edu/acad/sls/publications/jo
Dannhauser, Z., & Boshoff, A. B. (2007). Structural urnals_and_proceedings/proceedings/servant_
equivalence of the Barbuto and Wheeler leadership_roundtable/pdf/irving- 2004SL.pdf.
(2006) servant leadership questionnaire on Jones, D. C. (2011). The role of servant leadership
North American and South African Samples. in establishing a participative business culture
International Journal of Leadership Studies, focused on profitability, employee satisfaction,
2 (2), 148-168. and empowerment. UMI No. 3450515.
Davis, S.M. (1984). Managing Corporate Culture. Dissertation of Walden University.
New York: Ballinger.
Kwistianus: Pengaruh Servant Leadership 199

Kahreh, M. S., Ahmadi, H., & Hashemi, A. (2011). Schneider, Sherry K., & George, Winnette M.
Achieving competitive advantage through (2010). Servant leadership versus
empowering employees: an empirical study. transformational leadership in voluntary
Far East Journal of Psychology and Business, service organizations. Leadership &
3 (2), 26-37. Organization Development Journal, 32 (1),
Kouzes, J.M. & Posner, B.Z. (2002). The 60-77.
Leadership Challenge (3rd ed.) San Francisco: Schein, E.H. (1984). Coming to a new awareness of
Jossey-Bass. organizational culture. Sloan Management
McNee-Smith, D. K. (1991). The impact of Review, 25 (2), 3-16.
leadership behaviors upon job satisfaction, Schein, E.H. (2010). Organizational culture and
productivity, and organizational commitment leadership (4th ed.) San Francisco: Jossey-
of followers. UMI No. 9129739. Dissertation of Bass.
Seattle University. Sendjaya, S., Sarros, J.C. & Santora, J.C. (2008).
Mehrara, A., & Bahalo, S. (2013). Studying the Defining and measuring servant leadership
relationship between servant leadership and behaviour in organizations. Journal of
employee empowerment at Najafabad Islamic Management Studies, 45 (2), 402-424.
Azad University. Interdisciplinary Journal of Spears, L. (1996). Reflections on Robert K.
Contemporary Research in Business, 5 (8), 86- Greenleaf and servant leadership. Leadership
104. & Organization Development Journal, 17 (7),
Meng, J. (2014). Unpacking the relationship 33-35.
between organizational culture and excellent Spreitzer, G.M. (1995). Psychological
leadership in public relations. Journal of empowerment in the workplace: dimensions,
Communication Management, 18 (4), 363 – measurement and validation. Academy of
385. Management Journal, 38 (5), 1442-1465.
Murari, K., & Gupta, K. S. (2012). Impact of Spreitzer, G.M. (1996). Social structural
Servant leadership on Employee characteristics of psychological
Empowerment. Journal of Strategic Human empowerment. Academy of Management
Resource Management, 1 (1), 28-37. Journal, 39 (2), 483-504.
Pelit, E., Ozturk, Y., & Arslanturk, Y. (2010). The Swalhah, A. (2014). Organization culture and its
effects of employee empowerment on role in enhancing the competitive advantage
employee job satisfaction. International (A Case Study of Jordan Hospital).
Journal of Contemporary Hospitality Interdisciplinary Journal of Contemporary
Management. 23 (6), 784-802. Research in Business, 6 (1), 176-185.
Petrick, J. A., Scherer, R. F., Brodzinski, J. D., Thomas, K. & Velthouse, B. (1990). Cognitive
Quinn, J. F., & Ainina, M. F. (1999). Global elements of empowerment: an interpretive
leadership skills and reputational capital: model of intrinsic task motivation. Academy
Intangible resources for sustainable of Management Review, 15 (4), 666-681.
competitive advantage. The Academy of Tjahyanti, S. (2011). Peran budaya organisasi
Management Executive, 13 (1), 58-69. dalam meningkatkan kinerja organisasi.
Popa, I., Dobrin, C., Popescu, D. & Draghici, M. Media Bisnis, 3 (1), 46-55.
(2011). Competitive advantage in the public Tracey, M., Vonderembse, M. A., & Lim, J. (1999).
sector. Theoritical and Empirical Researches Manufacturing technology and strategy
in Urban Management, 6 (4), 60-66. formulation: keys to enhancing
Porter, M. E. (1985). Competitive Advantage: competitiveness and improving performance.
Creating and Sustaining Superior Journal of Operations Management, 17, 411–
Performance. New York: Free. 428.
Quinn, R., & Spreitzer, G. (1997). The road to Yukl, G. A. (1981). Leadership in organizations.
empowerment: Seven questions every leader New Jersey: Prentice-Hall.
should consider. Organizational Dynamics, 2,
37-39.
Randolph, W. A. (2000). Re-thinking
empowerment: why is it so hard to achieve?
Organizational Dynamics. 29 (2), 94-107.
Russell, R.F. & Stone, A.G. (2002). A review of
servant leadership attributes: developing a
practical model. Leadership & Organization
Development Journal, 23 (3), 145-157.

You might also like