You are on page 1of 7

WELLNESS AND HEALTHY MAGAZINE

Volume 3, Issue 1, February 2021, p. 21 – 27


ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062
0062 (online)

Penggunaan High-Flow
Flow Nasal Cannula (HFNC) pada penderita COVID-
COVID
19; Sebuah tinjauan literatur
Ida Katarina
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ARTICLE INFO ABSTRACT

Clinical symptoms of COVID-19 vary from asymptomatic to severe.


Keyword: Symptoms are generally mild or moderate (80%). However, 14% of
HFNC patients proceed to hypoxemia respiration failure that require oxygen
High-Flow Nasal Cannula therapy, 5% of whom require advanced respiratory support. Along
COVID-19 with the increasing cases of COVID-19, 19, the need for intubation and
mechanical ventilation has also increased. High-flow flow nasal cannula
(HFNC) therapy begins to be recommended as a first line of
*) corresponding author
oxygenation support in cases of hypoxemia respiratory failure. HFNC
Ida Katarina can washout the pharyngeal dead d space, reduce respiration efforts,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
PEEP (Positive End-Expiratory
Expiratory Pressure) effect, provide a constant
Utara inspiring oxygen fraction, and improve mucosal cleansing. In
Email: ida_katarina@ymail.com addition to providing warm and humid air, HFNC is comfortable to
wear so that patients are cooperative. The use of HFNC is still
DOI: https://doi.org/10.30604/well.145312021 debated due to the risk of aerosolization and the spread of the virus.
HFNC also cannot replace NIV or mechanical ventilation support.
ROX index is used as a predictor of whether HFNC therapy is
successful or not. This index helps prevent late intubation.

This is an open access article under the CC–


–BY-SA license.

PENDAHULUAN

Diawali oleh wabah novel coronavirus (SARS (SARS-CoV-2)2) tahun lalu di Wuhan, virus ini telah
tersebar secara global pada lebih dari 170 negara dan per tanggal 11 Maret 2020 WHO (World (
Health Organization)) mendeklarasikan COVID COVID-19 19 sebagai pandemi. Klinis dari penyakit
pen ini
bervariasi mulai dari asimptomatis atau pausisimptomatik (gejala ringan) sampai gejala berat.
Pasien umumnya bergejala ringan atau sedang (80%). Akan tetapi, 14% dari pasien berlanjut
sampai gangguan respirasi hipoksemia yang memerlukan terapi ok oksigen,
sigen, dan 5% pasien lainnya
memerlukan bantuan respirasi lanjutan. Pasien COVID COVID-19
19 dapat timbul gejala pneumonia yang
ditandai dengan infiltrat interstitial bilateral, dan memburuk menjadi ARDS ((Acute
Acute Respiratory
Distress Syndrome)) dan gagal napas akibat ketidakseimbangan ventilasi/perfusi akibat shunt
(Procopio, et al., 2020).

https://wellness.journalpress.id/wellness Email: wellness.buletin@gmail.com


Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 22
Ida Katarina

Transmisi virus corona 2 (SARS-CoV-2) antar manusia telah menyebabkan 32 ribu kematian
penduduk dan 647 kematian tenaga kesehatan di Indonesia (Purnomo, 2021). Sekitar 5% dari pasien
yang terkonfirmasi positif COVID-19 memerlukan perawatan ICU. Kebutuhan untuk intubasi dan
ventilasi mekanis pada pasien yang dirawat di ICU bervariasi berkisar 71-90% (Raoof, Nava,
Carpati, & Hill, 2020). Selama pandemi COVID-19 berlangsung, jumlah pasien meningkat pesat
dalam waktu singkat, berakibat sarana dan prasarana penunjang yang diperlukan berkurang.
Kurangnya kapasitas ICU atau ventilator menyebabkan penggunaan teknik ventilasi non-invasif
menjadi penting. Pasien dengan hipoksemia akut ditandai dengan sesak napas persisten, walaupun
sudah diberikan aliran oksigen > 10-15 L/menit melalui masker wajah dengan reservoir. Dalam
kondisi tersebut, pendekatan lain seperti penggunaan High-Flow Nasal Cannula (HFNC),
Continuous Positive Airway Pressure (CPAP), non-invasive mechanical ventilation (NIV) dapat
membantu (Procopio, et al., 2020).
Beberapa pihak di negara Barat tidak menyetujui penggunaan HFNC, sehingga angka intubasi
dini meningkat dan berpotensi membahayakan pasien seperti sedasi dan lama rawatan ICU, selain
itu prosedur intubasi juga merupakan tindakan yang berisiko untuk penyebaran virus. Intubasi dini
juga meningkatkan kebutuhan ventilator, dan menyebabkan ventilator menjadi langka. Penundaan
atau pencegahan prosedur ventilasi mekanis dapat mengurangi kebutuhan akan ventilator (Li,
2020). Ulasan artikel ini bertujuan untuk melihat apakah HFNC dapat digunakan untuk
mencegah/memperlambat kebutuhan akan prosedur intubasi pada pasien COVID-19.

METODE
Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah tinjauan literatur terhadap teori-
teori yang relevan baik internasional maupun nasional. Sumber didapatkan dari data google
cendikia, PubMed, WHO, menggunakan kata kunci: COVID-19; high-flow nasal cannule. Data-
data yang dikumpulkan kemudian dilakukan pembacaan artikel secara intensif dan dibuatkan
ringkasan dari setiap artikel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Wabah novel coronavirus (SARS-CoV-2) bermula tahun lalu di Wuhan, dan telah tersebar
secara global pada lebih dari 170 negara. WHO (World Health Organization) telah
mendeklarasikan penyakit ini sebagai pandemi pada tanggal 11 Maret 2020. Pertanggal 12 Februari
2021, telah ditemukan 100 juta kasus konfirmasi positif COVID-19 dan lebih dari 2 juta kasus
kematian didunia (WHO, 2021). Di Indonesia, sebanyak 1,2 juta kasus konfirmasi COVID-19
diantaranya 13,7% kasus aktif dan 2,7% kasus meninggal. Jumlah kasus paling banyak terdapat di
provinsi DKI Jakarta yaitu sebanyak 25,7%, diikuti oleh Jawa Barat (14,4%), Jawa Tengah
(11,7%), dan Jawa Timur (10,1%) (Satgas COVID-19, 2021).
Gagal napas hipoksemia adalah tanda utama dari penyakit coronavirus gejala berat (COVID-
19). Pasien dengan usia tua (>80 tahun) merupakan pasien dengan probabilitas tinggi yang
membutuhkan ventilasi mekanis/HFNC (Lee, et al., 2020). Panduan awal lebih memprioritaskan
penggunaan ventilasi mekanis dini dibandingkan strategi ventilasi non-invasif seperti HFNC dan
NIV, didasarkan pada ketidakefektifan dan resiko penyebaran seperti yang ditunjukkan pada pasien
SARS-CoV dan MERS-CoV. Seiring perjalanan terapi COVID-19, ventilasi mekanis dini
diasosiasikan dengan mortalitas yang tinggi dan penggunaan ventilator berkepanjangan. Secara
simultan, data-data seperti HFNC/NIV dan manuver posisi telungkup diteliti dapat menstabilkan
pasien COVID-19 (Soares III, et al., 2020). Di Cina, ahli merekomendasikan penggunaan HFNC

Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 23
Ida Katarina

dan NIV pada pasien dengan PaO2/FiO2 ≥ 150 mmHg, dan NIV digunakan pada PaO2/FiO2 100-
150 mHg (Duan, et al., 2020)
Prinsip terapi oksigen dengan HFNC didasarkan pada sebuah alat yang mampu memberikan
kebutuhan oksigen yang hangat dan lembab pada aliran yang tinggi melalui nasal kanul. Kanul ini
dapat memberikan aliran sampai 60 L/menit dengan suhu 31-37 oC dengan kelembaban absolut 44
mg H2O/L; FiO2 bervariasi antara 21-100%. Kelebihan HFNC mencakup pembersihan dead space
faring, reduksi usaha respirasi, efek PEEP (Positive End-Expiratory Pressure), pemberian fraksi
oksigen inspirasi yang konstan, perbaikan pembersihan mukosiliar, dan kenyamanan pasien. HFNC
juga dikenal dapat memberikan PEEP yang rendah, dimana dapat memberikan efek menguntungkan
bagi kondisi gagal napas ringan-sedang. Selain itu, dengan memberikan gas yang hangat dan
terhumidifikasi, HFNC mengurangi usaha metabolik yang diperlukan untuk mengkondisikan udara.
HFNC lebih dapat ditoleransi dibandingkan dengan bantuan ventilasi lainnya dan mengurangi
kejadian intubasi sehingga memberikan prognosis klinis yang baik pada pasien dengan gagal napas
akut (Procopio, et al., 2020).
Dukungan respirasi diberikan untuk menjaga kecukupan oksigenasi dan ventilasi alveolar, dan
tatalaksana lini pertama pada gagal napas respirasi hipoksemia adalah suplementasi oksigen. Pada
napas spontan, temperatur udara yang masuk diregulasi oleh hidung dan ruang orofaring.
Suplementasi oksigen lain kadangkala tidak melembabkan udara yang masuk sehingga
menyebabkan keluhan seperti hidung kering, tenggorokan kering, dan nyeri pada nasal. Keluhan
tersebut berakibat pada komplian yang rendah terhadap terapi oksigen. Udara yang kering juga
mengurangi pembersihan mukosiliar nasal. Pada percobaan dengan hewan coba, udara kering dapat
menyebabkan pelepasan/pengelupasan jaringan epitel, kongesti vascular subepitel, edema, dan
kerusakan serta inflamasi akut pada silia. Udara dingin dapat merangsang bronkhokonstriksi pada
pasien dengan asma. Penggunaan alat konvensional seperti NIV diasosiasikan dengan sungkup yang
tidak nyaman, nasal kering, mulut kering, iritasi pada mata, trauma nasal dan mata, serta distensi
gaster. Penggunaan HFNC yang dapat menghangatkan dan melembabkan aliran udara memberikan
keuntungan fisiologis. Aliran udara yang tinggi membersihkan karbondioksida pada ruang mati
anatomis. HFNC juga mengurangi WOB (work of breathing) sehingga menurunkan frekuensi napas
(Nishimura, 2016). Penggunaan terapi HFNC dini pada pasien dengan COVID-19 gejala berat dapat
memperbaiki oksigenasi, dan menurunkan frekuensi napas, terapi HFNC dapat memperbaiki indeks
infeksi pasien (CRP dan hitung jenis leukosit) dan menurunkan lama rawat ICU (Teng, et al., 2020).
Secara fisiologis, aliran inspirasi (volume tidal) tidak konstan dan bervariasi tiap tarikan
napas. Ini berarti terdapat perbedaan aliran inspirasi dan aliran oksigen yang terdistribusi tiap napas.
Pada sungkup oksigen konvensional terdapat lubang-lubang untuk mencegah rebreathing, sehingga
bisa dipastikan bahwa fraksi oksigen yang diterima lebih rendah dibandingkan prediksi alat. Fraksi
oksigen inspirasi aktual (FiO2) lebih tinggi saat pernapasan dengan mulut terbuka dibanding dengan
pernapasan dengan mulut tertutup dan lebih rendah selama penggunaan nasal kanul. Sedangkan
FiO2 pada pasien dengan HFNC lebih mendekati fraksi oksigen yang diperhitungkan dibanding
pada pasien dengan sungkup muka (Nishimura, 2016).
Penggunaan HFNC sebagai manajemen dari COVID-19 masih kontroversial. Beberapa jurnal
tidak merekomendasikan penggunaan HFNC atau prosedur noninvasif lainnya, seperti CPAP atau
NIV. Beberapa senter rumah sakit lebih memilih intubasi awal dan menolak pendekatan non-
invasif. Rasionalisasi dari tindakan ini adalah kegagalan teknik ventilasi noninvasif masih tinggi
dan prosedur ini menyebabkan aerosolisasi sehingga meningkatkan resiko terinfeksi COVID-19. Di
sisi lain, Surviving Sepsis/Society of Critical Care Medicine merekomendasikan HFNC sebagai
pendekatan lini pertama (Procopio, et al., 2020). Sebuah penelitian menunjukkan HFNC
mengurangi mortalitas 90 hari tetapi tidak signifikan dalam mengurangi kebutuhan untuk intubasi.
Sebuah meta-analisis menunjukkan HFNC mengurangi kebutuhan intubasi, tanpa mengurangi
mortalitas dan lama rawat ICU (Karamouzos, Fligou, Gogos, & Velissaris, 2020). HFNC diteliti
juga mempunyai peran penting dalam memperbaiki hipoksemia pada sekitar dua pertiga pasien

Penggunaan High-Flow Nasal Cannula (HFNC) pada penderita COVID-19; Sebuah tinjauan literatur
Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 24
Ida Katarina

dengan COVID-19 dengan gagal napas hipoksemia berat yang tidak dapat mencapai SatO2 ≥ 92%
dengan terapi oksigen standar. Pada penelitian yang dilakukan oleh Vianello (2020), dari 28 pasien
COVID-19 gejala berat, sekitar 67,8% pasien dengan HFNC membaik dan bisa dipindahkan ke
ruangan biasa, 32,2% pasien gagal dengan menggunakan HFNC dan butuh NIV, 17,8%
memerlukan intubasi. Perbaikan oksigenasi ini berkaitan dengan aliran udara yang sesuai dengan
kebutuhan ventilasi, FiO2 yang tinggi dan stabil, pembersihan saluran napas atas, adanya tekanan
positif (PEEP), dan pemberian udara yang hangat dan lembab. Pasien dengan PaO2/FiO2 ≤ 100
mmHg berisiko gagal dengan terapi HFNC (Vianello, et al., 2020). Studi yang dilakukan (Hu, et al.,
2020), sekitar 61,9% (65 subjek) pasien menunjukkan perbaikan oksigenasi dan dapat dilepas dari
HFNC. Penilaian indeks ROX pada 6 jam pemberian HFNC memberikan nilai prediktif terhadap
status oksigenasi pasien dan prediktor kesuksesan terapi HFNC (Panadero & et al, 2020). Indeks
ROX lebih dari 5,55 pada 6 jam pemberian HFNC diasosiasikan dengan kesuksesan HFNC
(sensitivitas 61,1% spesifisitas 84,6%). Penilaian ini dapat membantu klinisi untuk mencegah
intubasi yang terlambat yang akan berujung pada prognosis yang buruk. Indeks ROX dibawah 2,85
pada 2 jam, dibawah 3,47 pada 6 jam dan dibawah 3,85 pada 12 jam merupakan prediktor
kegagalan terapi HFNC (Suffredini & Allison, 2021). Efektifitas dan kenyamanan HFNC perlu
dievaluasi tiap 2 dan 48 jam (Simioli, et al., 2020). Trombositopenia, peningkatan IL-6 saat inisiasi
HFNC, indeks ROX < 5,31 pada 4 jam pertama terapi HFNC merupakan prediktor independen
kegagalan teapi HFNC (Xu, et al., 2020). Penggunaan HFNC berkepanjangan tidak diasosiasikan
dengan prognosis yang buruk (Chandel & et al, 2020). Skor APACHE II dan PSI dapat digunakan
untuk menentukan kapan diperlukan intubasi sehingga tidak terlambat (Zhang & et al, 2020).
Adapun indeks ROX dikalkulasikan dengan rumus (Jeschke, et al., 2020 ):

=
( )

HFNC dinilai lebih baik dibandingkan CPAP, terutama pada pasien lanjut usia dan kurang
kooperatif, dimana sebelumnya pasien lebih gelisah, klaustrophobik dan tidak komplian dengan
penggunaan CPAP. Penggunaan HFNC dinilai lebih mudah dioperasikan, tidak hanya terbatas oleh
dokter spesialis pulmonologi ataupun dokter spesialis perawatan intensif (Procopio, et al., 2020).
Pasien tidak perlu melepas HFNC sewaktu makan atau minum (Lu & Xu, 2020). Survey
internasional yang dilakukan oleh (Alqahtani, et al., 2020) terdiri dari 502 responden dari 40 negara
di enam benua menunjukkan bahwa HFNC (53,8%), NIV (47%), dan ventilasi mekanis (92%)
sering dipakai pada kasus COVID-19 gejala ringan, sedang, dan berat, secara berurutan. Akan tetapi
hanya 38,8%, 56,6% dan 82,9% dari responden yang mempunyai standard protokol untuk terapi
HFNC, NIV, dan ventilasi mekanis akibat belum adanya panduan manajemen pasien COVID-19
dewasa yang memerlukan dukungan ventilasi yang diterima secara global (Alqahtani, et al., 2020).
Manuver posisi telungkup memberikan keluaran yang baik pada pasien yang menggunakan
HFNC atau NIV. Posisi telungkup memperbaiki oksigenasi dengan beberapa mekanisme, yakni
menurunkan perbedaan tekanan transpulmonary ventral-dorsal, menurunkan kompresi paru dorsal,
memperbaiki perfusi paru, dan meningkatkan kapasitas fungsi residual (FRC). Efek lainnya seperti
distribusi cairan paru ekstravaskular dan mobilisasi ekskresi memperbaiki ventilasi paru (Kaya, et
al., 2020). Rata-rata terjadi peningkatan 50% PaO2/FiO2 setelah manuver telungkup (285.5 mmHg
vs 180,5 mmHg, p<0,0001) (Suffredini & Allison, 2021).
Pada penggunaan HFNC, keseimbangan kelebihan dan resiko penyebaran droplet perlu
dievaluasi. Walaupun beberapa sumber menganggap penggunaan HFNC meningkatkan resiko
penyebaran droplet dan kontaminasi ruangan, topik ini masih menjadi perdebatan. Beberapa studi
menunjukkan resiko penyebaran droplet sewaktu terapi HFNC terbatas pada area proksimal dari
wajah dan nasal kanul, pendekatan terapi ini tidak meningkatkan produksi droplet dan infeksi pasca
kontak. Penggunaan masker bedah pada pasien COVID-19 yang sedang menggunakan HFNC

Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 25
Ida Katarina

dinilai menurunkan resiko penyebaran droplet (Procopio, et al., 2020). Pada penelitian yang
dilakukan Miller (2020), tidak ada perbedaan produksi aerosol HFNC dan NIC dibandingkan
dengan nasal kanul dengan aliran 6 L/menit pada subjek sehat. (Miller, et al., 2020). Walaupun
begitu, penggunaan HFNC sebaiknya dilakukan dengan protokol perlindungan yang memadai
(Elshof, Hebbink, Duiverman, & Hagmeijer, 2020)
Intervensi penyebaran aerosol seperti penggunaan filter HEPA (High-Energy Particulate
Accumulator), ruangan bertekanan negative dan APD yang lengkap cukup untuk memproteksi staff
medis. (Procopio, et al., 2020). Tidak dijumpai peningkatan penularan infeksi COVID-19 pada staff
medis setelah prosedur HFNC (Westafer, Soares, Salvador, Medarametla, & Schoenfeld, 2021).
Penggunaan masker bedah memperangkap 83,2% partikel virus pada aliran udara 40 L/menit
(Winck & Ambrosino, 2020). Pada studi yang dilakukan Li (2021), penggunaan masker bedah pada
pasien yang sedang mendapat terapi HFNC mengurangi konsentrasi partikel berukuran 0,5-5 μm,
terutama pada jarak 1 kaki (30,5 cm) dari wajah pasien. Partikel besar (5-10 μm) terhalang oleh
APD. Sebaliknya partikel kecil (< 0,3 μm) dapat melewati masker. Akan tetapi, probabilitas partikel
sangat kecil mengandung material virus lebih kecil (ukuran virus diestimasi sekitar 0,125 μm,
sehingga hanya beberapa yang dapat terkandung dalam <0,5 μm droplet). (Li J. , et al., 2021).
Menurut penelitan yang dilakukan (Loh, et al., 2020), cara paling aman untuk menggunakan HFNC
adalah penggunaan HFNC pada ruangan tersendiri atau pada ruangan isolasi bertekanan negatif.
Para petugas medis yang merawat pasien dengan HFNC perlu menggunakan APD lengkap.
Penggunaan kanopi bertekanan negatif juga diteliti membantu menimilasir penyebaran virus (Adir,
et al., 2020).

KESIMPULAN DAN SARAN


Surviving Sepsis/Society of Critical Care Medicine merekomendasikan HFNC sebagai
pendekatan lini pertama (Procopio, et al., 2020). Penilaian indeks ROX pada 6 jam pemberian
HFNC memberikan nilai prediktif terhadap status oksigenasi pasien dan prediktor kesuksesan terapi
HFNC (Panadero & et al, 2020). Manuver posisi telungkup memberikan outcome yang baik pada
pasien yang menggunakan HFNC atau NIV (Suffredini & Allison, 2021). Intervensi penyebaran
aerosol seperti penggunaan filter HEPA (High-Energy Particulate Accumulator), ruangan
bertekanan negative dan APD yang lengkap cukup untuk memproteksi staff medis saat merawat
pasien COVID-19 dengan HFNC. (Procopio, et al., 2020)

DAFTAR PUSTAKA

Adir, Y., Segol, O., Kompaniets, D., Ziso, H., Yaffe, Y., Bergman, I., . . . Eden, A. (2020). COVID-
19: minimising risk to healthcare workers during aerosol-producing respiratory therapy using
an innovative constant flow canopy. Eur Respir J, , doi: 10.1183/13993003.01017-2020.
Alqahtani, J. S., Mendes, R. G., Aldhahir, A., Rowley, D., AlAhmari, M. D., Ntoumenopoulos, G.,
& et al. (2020). Global Current Practices of Ventilatory Support Management in COVID-19
Patients: An International Survey. Journal of Multidisciplinary Healthcare, 13: 1635-1648,
doi: 10.2147/JMDH.S279031
Chandel, A., & et al. (2020). High-flow nasal cannula in COVID-19: Outcomes of application and
examination of the ROX index to predict success. Respcare, , doi: 10.4187/respcare.08631.
Duan, J., Chen, B., Liu, X., Shu, W., Zhao, W., Li, J., . . . Wang, K. (2020). Use of high-flow nasal
cannula and noninvasive ventilation in patients with COVID-19: A Multicenter observational
study. Amerian Journal of Emergency Medicine, , doi: 10.1016/j.ajem.2020.07.071.

Penggunaan High-Flow Nasal Cannula (HFNC) pada penderita COVID-19; Sebuah tinjauan literatur
Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 26
Ida Katarina

Elshof, J., Hebbink, R. H., Duiverman, M. L., & Hagmeijer, R. (2020). High-flow nasal cannula for
COVID-19 patients: risk of bio-aerosol dispersion. Eur Respir J, doi:
10.1183/13993003.03004-2020.
Hu, M., Zhou, Q., Zheng, R., Li, X., Ling, J., Chen, Y., . . . Xie, C. (2020). Application of high-
flow nasal cannula in hypoxemic patients with COVID-19: a retrospective cohort study.
BMC Pulm Med 20, 1-7, doi: 10.1186/s12890-020-01354-w.
Jeschke, K. N., et al, Bonnesen, B., Hansen, E. F., Jensen, J.-U., Lapperre, T. S., . . . Hilberg, O.
(2020 ). Guideline for the management of COVID-19 patients during hospital admission in a
non-intensive care setting. European Clinical Respiratory Journal, vol 7, 1761677, doi:
10.1080/20018525.2020.1761677.
Karamouzos, V., Fligou, F., Gogos, C., & Velissaris, D. (2020). High flow nasal cannula oxygen
therapy in adults with COVID-19 respiratory failure. A case report. Monaldi Archives for
Chest Disease; 90, 337-340, doi: 10.4081/monaldi.2020.1323.
Kaya, A. G., Oz, M., Erol, S., Ciftci, F., Ciledag, A., & Kaya, A. (2020). Prone positioning in non-
intubated patients with COVID-19. Tuberk Toraks; 68(3), 331-336, doi: 10.5578/tt.70164.
Lee, J. Y., Kim, H. A., Huh, K., Hyun, M., Rhee, J.-Y., Jang, S., . . . Chang, H.-H. (2020). Risk
Factors for Mortality and Respiratory Support in Elderly Patients Hospitalized with COVID-
19 in Korea. J Korean Med Sci, 35(23):e223, doi: 10.3346/jkms.2020.35.e223.
Li, J., Fink, J. B., & Ehrmann, S. (2020). High-flow nasal cannula for COVID-19 patients: low risk
of bio-aerosol dispersion. Eur Respir J, doi: 10.1183/13993003.00892-2020.
Li, J., Fink, J. B., Elshafei, A. A., Stewart, L. M., Barbian, H. J., Mirza, S. H., Ehrmann, S. (2021).
Placing a mask on COVID-19 patients during high-flow nasal cannula therapy reduces
aerosol particle dispersion. ERJ Open Res, 1-5, doi: 10.1183/23120541.00519-2020.
Loh, N.-H. W., Tan, Y., Taculod, J., Gorospe, B., Teope, A. S., Somani, J., & Tan, A. Y. (2020).
The impact of high-flow nasal cannula (HFNC) on coughing distance: implications on its use
during the novel coronavirus disease outbreak. Can J Anesth, doi: 10.1007/s12630-020-
01634-3.
Lu, X., & Xu, S. (2020). Therapeutic effect of high-flow nasal cannula on severe COVID-19
patients in a makeshift intensive-care unit: A case report. Medicine, 99:21(e20393), doi:
10.1097/MD.0000000000020393.
Miller, D. C., Beamer, P., Billheimer, D., Subbian , V., Sorooshian, A., Campbell, B. S., & Mosier,
J. M. (2020). Aerosol risk with noninvasive respiratory support in patients with COVID-19.
JACEP Open , 521-526, doi: 10.1002/emp2.12152.
Nishimura, M. (2016). High-Flow Nasal Cannula Oxygen Therapy in Adults: Physiological
Benefits, Indication, Clinical Benefits, and Adverse Effects. Respiratory Care Vol 61 No 4,
529-541.
Panadero, C., & et al. (2020). High-flow nasal cannula for Acute Respiratory Distress Syndrome
(ARDS) due to COVID-19. Multidisciplinary Respiratory Medicine, 15:693, doi:
10.4081/mrm.2020.693.
Procopio, G., Cancelliere, A., Trecarichi, E. M., Mazzitelli, M., Arrighi, E., Perri, G., . . . et al.
(2020). Oxygen therapy via high flow nasal cannula in severe respiratory failure caused by
Sars-Cov-2 infection: a real-life observational study. Therapeutic Advances in Respiratory
Disease, vol 14, 1-10, doi: 10.1177/1753466620963016.

Wellness and Healthy Magazine ISSN 2655-9951 (print), ISSN 2656-0062 (online)
Wellness and Healthy Magazine, 3(1), February 2021, – 27
Ida Katarina

Purnomo, K. (2021, 01 28). Terbanyak di Asia, 647 Nakes Indonesia Meninggal akibat Covid-19.
Retrieved from https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/28/141625123/terbanyak-di-
asia-647-nakes-indonesia-meninggal-akibat-covid-19
Raoof, S., Nava, S., Carpati, C., & Hill, N. S. (2020). High-Flow, Noninvasive Ventilation and
Awake (Noninubation) Proning in Patients With Coronavirus Disease 2019 with Respiratory
Failure. Chest 158#5, 1992-2002.
Satgas COVID-19. (2021, 02 12). Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Retrieved from
https://covid19.go.id/peta-sebaran
Simioli, F., Annunziata, A., Langella, G., Polistina, G. E., Martino, M., & Fiorentino, G. (2020).
Clinical outcomes of high-flow nasal cannula in COVID-19 associated postextubation
respiratory failure. A single-centre case series. Anaesthesiol Intensive Ther; 52,5, 373-376,
doi: 10.5114/ait.2020.101007.
Soares III, W. E., Schoenfeld, E. M., Visintainer, P., Elia, T., Medarametla, V., Schoenfeld, D. A., .
. . et al. (2020). Safety Assessment of a Noninvasive Respiratory Protocol. Journal of
Hospital Medicine Vol 15 No 12, 734-738, doi: 10.12788/jhm.3548.
Suffredini, D. A., & Allison, M. G. (2021). A Rationale for Use of High Flow Nasal Cannula for
Select Patients With Suspected or Confirmed Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 Infection. Journal of Intensive Care Medicine, Vol 36(I), 9-17, doi:
10.1177/0885066620956630.
Teng, X.-b., Shen, Y., Han, M.-f., Yang, G., Zha, L., & Shi, J.-f. (2020). The value of high-flow
nasal cannula oxygen therapy in treating novel coronavirus pneumonia. Eur J Clin Invest,
00:e13435, doi: 10.1111/eci.13435.
Vianello, A., Arcaro, G., Molena, B., Turato, C., Sukthi, A., Guarnieri, G., & et al. (2020). High-
flow nasal cannula oxygen therapy to treat patients with hypoxemix acute respiratory failure
consequent to SARS-CoV-2 infection. Thorax; 75, 998-1000, doi: 10.1136/thoraxjnl-2020-
214993.
Westafer, L. M., Soares, W. E., Salvador, D., Medarametla, V., & Schoenfeld, E. M. (2021). No
evidence of increasing COVID-19 in health care workers after implementation of high flow
nasal cannula: A safety evaluation. American Journal of Emergency Medicine, 158-161, doi:
10.1016/j.ajem.2020.09.086.
WHO. (2021, 02 12). WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard. Retrieved from WHO:
https://covid10.who.int
Winck, J., & Ambrosino, N. (2020). COVID-19 pandemic and non invasive respiratory
management: Every Goliath needs a David. An evidence based evaluation of problems.
Pulmonol, 26(4): 213-220, doi: 10.1016/j.pulmoe.2020.04.013.
Xu, J., Yang, X., Huang, C., Zou, X., Zhou, T., Pan, S., . . . et al. (2020). A Novel Risk-
Stratification Models of the High-Flow Nasal Cannula Therapy in COVID-19 Patients With
Hypoxemic Respiratory Failure. Front Med 7:607821, , doi: 10.3389/fmed.2020.607821.
Zhang, Q., & et al. (2020). Timing of invasive mechanic ventilation in critically ill patients with
coronavirus disease 2019. J Trauma Acute Care Surg 89(6), doi:
10.1097/TA.0000000000002939.

Penggunaan High-Flow Nasal Cannula (HFNC) pada penderita COVID-19; Sebuah tinjauan literatur

You might also like