You are on page 1of 14

LAPORAN KASUS

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA ASMA BRONKIAL PADA PASIEN


ANAK DI INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH PASAR REBO

Disusun oleh:
Annisa Nadya Pradita
NPM 1102013037

Pembimbing:
dr. Achmad Sofwan, MKes

KELOMPOK 2
BIDANG KEPEMINATAN KEGAWATDARURATAN
BLOK ELEKTIF

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2016 - 2017
DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA ASMA BRONKIAL PADA PASIEN ANAK DI
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PASAR REBO

ABSTRACT
Introduction: Asthma is a chronic inflammation of the respiratory tract which will cause an obstruction of the
air flow. Asthma is the most common chronic disease in school-age children with a high morbidity. Asthma
treatment focuses on reducing inflammation by minimalizing exposure, reliever usage and co-morbidity control.

Case description: A 16 years old teenager presented with shortness of breath since 1 day with no cough, nausea
or vomiting. Shortness of breath began every time the patient was exposed to cold air, especially at night and
rainy season. The patient had a history of a similar symptom since he was in the fifth grade and was usually
treated at RSUD Pasar Rebo. The patient had a familial history of the same condition from her grandmother.
Previous treatment included oral salbutamol and inhaler salbutamol (Ventolin), which usually relieves the
patient’s condition. Physical examination revealed a respiratory rate of 34 beats per minute, a vesicular breath
and wheezing on both lungs, a chest breath pattern and a pulse rate of 108 beats per minute. No additional
examination was done on this patient. At emergency room admission, the patient was treated by O2, combivent
+ pulmicort inhalation and 2 ampules of dexamethasone injection.

Discussion and conclusion: The diagnosis of asthma in this case is based on the patient history and physical
examination, which are supported by literatures. The indication of treatments are supported too by literatures.
But, the doses and route of administration are not. No additional examination were carried out in this case.
Additional examinations are needed for excluding other possible differential diagnosis.

Key words: asthma, children, diagnosis, treatment

PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran napas yang mengakibatkan obstruksi
pada aliran udara dan ditandai oleh mengi dan/atau batuk berulang dengan karakteristik:
timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari, bersifat musiman, timbul setelah
aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma pada pasien dan/atau keluarganya (Tanto, 2014).
Asma merupakan penyakit kronis yang paling sering dan menyebabkan morbiditas
yang cukup besar. Asma sering terjadi pada anak-anak yang diperkirakan 11-20% pada anak
usia sekolah. Prevalensi asma dan alergi meningkat baik di negara maju maupun
berkembang. Di negara maju meskipun sarana pengobatan mudah didapat, asma masih sering
tidak terdiagnosis dan tidak diobati secara tepat. Meskipun belum ada survei asma secara
nasional di Indonesia, dari penelitian yang ada Matondang menyimpulkan bahwa prevalensi
asma di daerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di daerah urban (6,5%) dan yang tertinggi
adalah di kota besar seperti di Jakarta (16,4%). Penelitian prevalensi asma anak di beberapa
kota besar di Indonesia mendapatkan hasil yang bervariasi mulai dari 2,1% hingga 22,2%.
(Abdallah, et al., 2012 & Ratnawati, 2011).
Penatalaksaan asma bertujuan untuk mengurangi inflamasi pada saluran napas dengan
cara meminimalisir paparan lingkungan proinflamasi, menggunakan obat kontroler

1
antiinflamasi setiap hari, dan mengendalikan kondisi komorbiditas yang dapat memperburuk
asma. Intervensi dini dengan menggunakan kortikosteroid sistemik sangat membantu dalam
mengurangi keparahan dari episodik yang timbul (Kliegman, 2016).

DESKRIPSI KASUS
Seorang anak, 16 tahun datang ke IGD RSUD Pasar Rebo dalam keadaan sadar diantar
menggunakan kursi roda dengan keluhan utama sesak napas yang dirasakan sejak satu hari
sebelum masuk rumah sakit, tidak ada batuk, mual dan muntah. Sesak napas timbul bila
terpapar udara dingin terutama pada malam hari dan musim hujan, keluhan ini sudah sering
dirasakan oleh pasien. Pasien terlihat sakit sedang dengan berbicara hanya sepenggal kalimat.
Pasien juga lebih nyaman dalam posisi duduk bertopang lengan. Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mempunyai keluhan serupa sejak kelas lima SD dan rutin ke RSUD Pasar Rebo.
Pasien memiliki riwayat alergi udara dingin. Riwayat penyakit keluarga: Terdapat anggota
keluarga dengan riwayat asma yaitu nenek pasien. Riwayat pengobatan: salbutamol oral dan
inhaler (Ventolin), pasien membaik setelah diberi pengobatan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan berat badan 45 kg, tinggi badan 150 cm,
kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS) E4M5V6 (composmentis), dari sistem
kardiovaskular didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, bunyi jantung I-II regular, denyut
nadi 108x/menit, suhu 37oC, pada sistem respirasi didapatkan laju pernapasan 34x/menit jenis
vesikuler pada kedua lapang paru dengan wheezing, pasien juga menggunakan pernafasan
dada. Pada pasien tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Diagnosis kerja yang ditegakkan
adalah dispneu ec asma bronkial berat (persisten) dengan serangan berat.
Penatalaksaan saat masuk rumah sakit adalah terapi O2, inhalasi combivent +
pulmicort dan injeksi deksametason intra muskular dua ampul. Setelah sesak mereda pasien
diperbolehkan pulang, kemudian pasien ke poli paru untuk kontrol rutin.

DISKUSI
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial berat (persisten) dengan serangan berat
karena dilihat dari anamnesis adanya keluhan sesak napas yang timbul akibat kelelahan dan
paparan udara dingin terutama pada malam hari dan musim hujan, mempunyai riwayat
penyakit dahulu yang serupa sejak kelas lima SD dan terdapat anggota keluarga dengan
riwayat asma. Pasien juga sudah pernah minum obat berupa salbutamol oral dan inhaler
(Ventolin).
2
Secara keseluruhan berdasarkan anamnesis sudah cukup mendukung diagnosis asma,
hanya saja usia yang tidak sesuai saat didiagnosis asma. Ribeiro, 2015 mengatakan bahwa,
usia lebih dari lima tahun dapat didiagnosis asma berdasarkan:
1. Riwayat gagal pernapasan akut yang membaik dengan short-acting bronchodilator
(SABA).
2. Peningkatan serum IgE (jika tidak ada penyakit infeksi parasit), eosinophilia dan
positif saat dilakukan tes hipersensitivitas kulit untuk alergi udara.
3. Spirometri dan pengukuran bronchial hiperresponsiveness (BHR).
Diagnosis dapat ditegakkan bila terdapat salah satu atau lebih dari kriteria diatas.
Literatur lain (GINA, 2016) menyebutkan kriteria diagnosis asma pada dewasa, remaja dan
anak usia 6-11 tahun.
1. Riwayat gejala pernapasan
Wheeze, pernapasan pendek, dada sesak dan batuk.
 Pada umumnya lebih dari satu jenis gejala pernapasan (pada dewasa, batuk jarang
mengarah pada asma).
 Terjadi secara berulang dengan intensitas yang bervariasi.
 Memburuk pada saat malam hari atau bangun tidur.
 Biasanya dipicu oleh olahraga, tertawa, allergen atau udara dingin.
Biasanya terjadi atau memburuk dengan infeksi virus.
2. Dikonfirmasi dengan menggunakan spirometri.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan adanya takikardi dan wheezing, pasien juga
menggunakan pernafasan dada. Kemudian pasien dapat berbicara namun hanya sepenggal
kalimat dan lebih nyaman pada posisi duduk. Hal ini juga sudah sesuai dengan pasien asma
pada umumnya.
Berdasarkan kriteria Riberio dan GINA diatas, maka dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik sudah sesuai dengan diagnosis asma. Walaupun pada pasien ini tidak dilakukan
pemeriksaan penunjang baik dari darah lengkap ataupun spirometri tetapi dari gejala dan
tanda asmanya jelas, serta respons pengobatan yang baik sekali.

Penentuan derajat penyakit dan serangan asma pada pasien pun sudah benar sesuai dengan
literatur berikut ini:
Tabel 1. Derajat Penyakit Asma (IDAI, 2000)

3
Tabel 2. Derajat Serangan Asma (IDAI, 2000)

Tabel 2. Derajat Serangan Asma (IDAI, 2000).

4
Berikut ini adalah diagnosis banding asma pada dewasa, remaja, anak usia 6-11 tahun yang
dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Diagnosis banding asma pada dewasa, remaja dan anak usia 6-11 tahun (GINA,
2016)
Usia Kondisi Simtom
6-11 tahun Chronic upper airway cough Bersin, gatal, hidung tersumbat
syndrome
Terhirup benda asing Tiba-tiba, wheeze unilateral
Bronkiektasis Infeksi berulang, batuk produktif
Diskinesia siliaris primer Infeksi berulang, batuk produktif,
sinusitis
Penyakit jantung kongenital Murmur
Displasia bronkopulmonari Lahir preterm, gejala sejak lahir
Kistik fibrosis Batuk berlebihan dan terdapat
mucus, gejala gastrointestinal

5
Tabel 3. Diagnosis banding asma pada dewasa, remaja dan anak usia 6-11 tahun (GINA,
2016)
12-39 tahun Chronic upper airway cough Bersin, gatal, hidug tersumbat
syndrome
Disfungsi pita suara Dispneu, wheezing saat inspirasi
(stridor)
Hiperventilasi, disfungsi napas Pusing, parestesi, sighing
Bronkiektasis Batuk produktif, infeksi berulang
Kistik fibrosis Batuk berlebihan dan produksi
mucus
Penyakit jantung bawaan Murmur
Defisiensi alfa 1 antitripsin Pemendekan napas, riwayat keluarga
dengan emfisema saat muda
Terhirup benda asing Gejala yang tiba-tiba
> 40 tahun Disfungsi pita suara Dispneu, stridor
Hiperventilasi, disfungsi napas Pusing, parestesi, sighing
PPOK Batuk, sputum, dyspnea on exertion,
merokok atau terpapar zat beracun
Bronkiektasis Batuk produktif, infeksi berulang
Gagal jantung Dyspneu with exertion, simtom
nocturnal
Pengobatan yang berhubungan Pengobatan dengan ACE-inhibitor
dengan batuk
Penyakit parenkim paru Dyspneu with exertion, batuk yang
tidak produktif, finger clubbing
Emboli udara Dispneu yang tiba-tiba, nyeri dada
Obstruksi saluran napas utama Dispneu, tidak responsive terhadap
bronkodilator

Selanjutnya pasien ditatalaksana sesuai dengan diagnonis yang telah ditegakkan, yaitu
asma berat (persisten) dengan serangan berat. Pertama pasien diberikan O2 yang bertujuan
untuk menjaga saturasi oksigen. Kemudian diberi tatalaksana asma. Tatalaksana pengobatan
asma dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, diantaranya obat pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma
6
jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini
tidak digunakan lagi. Pada pasien ini diberikan inhalasi combivent (salbutamol). Kelompok
kedua adalah obat pengendali, yang sering disebut sebagai obat pencegah, atau obat
profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi
respitorik kronik. Obat-obat pengendali diberikan pada asma episodik sering dan asma
persisten. Pada pasien ini diberikan inhalasi pulmicort (budesonid). Hal ini sudah sesuai
dengan literatur.

Berikut ini adalah obat asma yang beredar di Indonesia yang dapat dilihat dalam tabel 4.

Tabel 4. Obat Pereda Asma (IDAI, 2000).

7
Selain itu pasien juga diberikan injeksi deksametason intramuskular sebanyak dua
ampul. Indikasi pemberian deksametason yaitu pada pasien dengan asma serangan sedang-
berat dan asma persisten serta jika pasien tidak ada perbaikan setelah diberikan inhalasi beta
agonis dan inhalasi kortikosteroid. Dosis injeksi deksametason pada anak adalah 0.3 – 0.6
mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 15 mg. (Cross, et al., 2011 & Shefrin, et al., 2009).

Perhitungan injeksi deksametason intra vena:

Sediaan : 4 mg / 1 ampul

Deksametason : 0.3 – 0.6 mg/kgBB/hari, maks 15 mg/hari.

Dosis yang diberikan : BB x (0.3 – 0.6 mg/hari)

45 x (0.3 – 0.6 mg/hari)

(13.5 – 27 mg/hari)

~ 13.5 – 15 mg/hari

Diberikan tiap 6 jam : 3.375 – 3.75 mg/kali

8
Jumlah ampul/kali pemberian : 0.84375 – 0.9375 amp/kali

~ 1 ampul/ kali pemberian

Pada kasus ini indikasi deksametason sudah sesuai dengan literatur, tetapi dosis dan
cara pemberian injeksi deksametason tidak sesuai. Dimana menurut literatur, dosis yang
seharusnya diberikan sebanyak satu ampul dan pasien dengan asma persisten dengan
serangan sedang – berat cara pemberiannya melalui intravena, sedangkan pada kasus
diberikan sebanyak dua ampul melalui intramuskular. Kemudian jika keadaan pasien sudah
membaik, maka deksametason intravena diganti dengan per oral jangka pendek (3 – 5 hari).
Pada kasus, pasien tidak diberikan deksametason per oral setelah keadaannya membaik. Hal
ini menunjukkan dosis dan cara pemberian injeksi deksametason tidak sesuai dengan literatur
(IDAI, 2000).

9
Berikut adalah sediaan obat steroid injeksi yang beredar di Indonesia yang dapat dilihat
dalam tabel 5.

Tabel 5. Sediaan Obat Steroid Injeksi (IDAI, 2000)

Menjaga Kebersihan Pernapasan dalam Islam

Islam sangat menekankan masalah kebersihan dan kesucian dalam kehidupan manusia.
Sebab, kebersihan dan kesucian itu tidak hanya sebagai sarana untuk mendekatkan diri
(taqarrub) kepada Allah, namun juga dalam rangka menjaga kebersihan hidup dengan pola
hidup bersih (Al-Mahfani, 2007).

Begitu pentingnya kebersihan menurut Islam, sehingga orang yang membersihkan diri
atau mengusahakan kebersihan akan dicintai oleh Allah SWT, sesuai dengan Firman Allah
SWT:

Artinya:

10
“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, ‘Itu adalah
sesuatu yang kotor.’ Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati
mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan
(ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat
dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah (2): 222).

Pernapasan yang sehat adalah pernapasan melalui hidung yang didalamnya terdapat
selaput lendir untuk mengatur udara yang masuk ke paru-paru. Selaput lendir berfungsi
sebagai pengatur suhu di dalam hidung, menghangatkan bila udara dingin, dan sebagai
pendingin bila udara panas. Membasuh hidung juga menjadi sangat penting terutama pada
saat sakit (Al-Khuly, 2010).

Menjaga kebersihan pernapasan dalam Islam dapat dilakukan dengan cara berwudhu,
dimana terdiri dari istinsyaq dan istinsyar. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa dalam
praktek berwudhu khususnya dalam membasuh hidung dengan memasukkan air kedalam
hidung (istinsyaq) dan lalu mengeluarkannya (istinsyar) dapat membersihkan hidung dari
separuh kuman, jika dilakukan dua kali dapat menambah 1/3 kebersihan, dan apabila tiga kali
maka hidung akan benar-benar bersih dari kuman. Penelitian tersebut memperkuat sabda
Rasullah:

Artinya:

“Sempurnakanlah wudhu, bersihkan antara jari-jari, lakukan istinsyaq (memasukkan air ke


dalam hidung), kecuali bila kamu berpuasa.”

Secara ilmiah, hidung terjaga bersih selama tiga sampai dengan lima jam, yang kemudian
dapat dibersihkan melalui wudhu berikutnya (Al-Khuly, 2010).

Peneliti juga menyatakan bahwa persentase terkena penyakit bagi orang-orang yang
tidak shalat dan tidak berwudhu lebih banyak daripada orang-orang yang berwudhu.
11
Istinsyaq dan istinsyar dapat menghilangkan sebelas bakteri mebahayakan yang ada dalam
hidung, yang menyebabkan penyakit saluran pernapasan (Al-Khuly, 2010).

Literatur lain menambahkan bahwa wudhu di samping sebagai persiapan untuk shalat,
yang tujuannya bukan hanya membersihkan tubuh dari kotoran, tetapi berfungsi juga untuk
membersihkan tubuh dari kotoran yang mengotori jiwa dan hati manusia (Wulur, 2015).

SIMPULAN
Simpulan
Diagnosis asma bronkial harus ditegakkan secara cermat dimulai dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, jika diperlukan pemeriksaan penunjang juga harus dilakukan. Pada pasien
ini penegakkan diagnosis dan indikasi pemberian terapi sudah sesuai dengan literature.
Tetapi, dosis injeksi deksametason dan cara pemberiannya tidak tepat. Pasien juga tidak
dilakukan pemeriksaan penunjang karena dari gejala dan tanda asmanya jelas. Menurut
pandangan Islam, menjaga kebersihan pernapasan dapat dilakukan dengan cara berwudhu.
Saran
Kepada tenaga medis untuk melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara cermat. Jika
hasilnya masih meragukan untuk menegakkan diagnosis maka pemeriksaan penunjang perlu
dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis banding lainnya. Dosis dan cara pemberian terapi
perlu diperhatikan untuk mencapai hasil yang adekuat.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas hadirat-Nya penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus ini, terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Achmad
Sofwan, MKes sebagai pembimbing tutor selama menempuh blok elektif. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada para tenaga medis yang telah membimbing penulis selama
melakukan observasi di RSUD Pasar Rebo, terima kasih juga kepada dr. Kamal Anas, Sp.B
sebagai pengampu kegawatdaruratan di blok elektif. Tidak lupa kepada dr. Hj. Susilowati,
MKes sebagai koordinator pelaksana blok elektif dan DR. Drh. Hj. Titiek Djannatun sebagai
12
koordinator penyusun blok elektif dan serta teman-teman kelompok dua bidang kepeminatan
kegawatdaruratan FK YARSI 2016/2017.

DAFTAR PUSTAKA

Abdallah, AM, et al. 2012. Epidemiology of bronchial asthma among preparatory school
children in Assiut district. Egypt J Pediatr Allergy Immunol, 10(2):109-117.
Al-Khuly, SH. 2010. Misteri dahsyatnya gerakan shalat: menyingkap rahasia sehat dan bugar
dibalik gerakan shalat. Tuna media.
Al-Mahfani, K. 2007. Buku pintar sholat. Jakarta: Wahyu media.
Cross, K. P., Paul, R. I., & Goldman, R. D. 2011. Single-dose dexamethasone for mild-to-
moderate asthma exacerbations: Effective, easy, and acceptable. Canadian Family
Physician, 57(10): 1134–1136.

GINA. 2016. Global strategy for asthma management and prevention. Available from:
www.ginasthma.org

IDAI. 2000. Konsensus nasional asma anak. Sari pediatri, 2(1): 50-66.
Kliegman, et al. 2016. Nelson textbook of pediatrics ed 20th. Philadelphia: ELSEVIER.
Ratnawati. 2011. Editorial: Epidemiology of asthma. J Respir Indonesia, 31(4):172-5.
Shefrin, A. E., & Goldman, R. D. 2009. Use of dexamethasone and prednisone in acute
asthma exacerbations in pediatric patients. Canadian Family Physician, 55(7): 704–
706.
Tanto, C. 2014. Kapita selekta kedokteran ed 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Wulur, MB. 2015. Psikoterapi Islam ed 1. Yogyakarta: Deepublish.

13

You might also like