Professional Documents
Culture Documents
Konsti Pas I
Konsti Pas I
[ LAPORAN KASUS ]
Abstract
Chronic constipation is the inhibition of normal defecation habits. It is interpreted as rare, dry, and less consistency
of stool. Constipation affects approximately 14.7% of the U.S. population, 16% of children and 15 to 50% of parents,
and the general constipation is more common in females as males. Stools hard and dense cause increasingly difficult
defecation, it will cause complications hemorrhoids. Risk factor for chronic constipation is diet low in fiber, physical
activity, and stress, therefore families need to be developed because of the risk to the patient so that the patient can
change his pattern. Identification of factors internal and external to single man and not working who get chronic
constipation. Descriptive study with analysis of primary data obtained through anamnesis, physical examination,
investigations, sightings and the state of the household and family. Assessment of quantitative and qualitative data.
Internal factors obtained in the form of a low fiber diet since childhood, never exercise, and have a tendency to stress
as a risk factor for chronic constipation and external factors: lack of attention to the family, the support of family
members is less. Complex clinical problem that requires a long time and co-operation between health providers and
family.
Abstrak
Konstipasi kronik adalah terhambatnya defekasi dari kebiasaan normal. Pengertian ini dapat diartikan sebagai
defekasi yang jarang, jumlah feses yang kurang, konsistensinya keras dan kering. Konstipasi terjadi pada sekitar
14.7% dari penduduk AS, terutama 16% dari anak-anak dan 15 sampai 50% orang tua, dan konstipasi umum lebih
sering pada wanita dibanding pria. Tinja yang keras dan padat menyebabkan makin susahnya defekasi, sehingga
akan menimbulkan komplikasi hemoroid.Faktor resiko terjadinya konstipasi kronik adalah diet rendah serat,
aktivitas fisik, dan stress, oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan keluarga karena adanya risiko pada pasien
agar pasien dapat merubah pola hidupnya. Teridentifikasinya faktor-faktor internal dan eksternal pada laki-laki
lajang dan tidak bekerja yang menderita konstipasi kronik. Studi deskriptif analisis dengan data primer diperoleh
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penampakan dan keadaan rumah tangga dan
keluarganya. Penilaian data secara kuantitatif dan kualitatif. Didapatkan faktor internal berupa pola makan rendah
serat sejak kecil, tidak pernah berolahraga, dan memiliki kecenderungan stress sebagai faktor resiko konstipasi
kronik dan faktor eksternal : kurangnya perhatian keluarga, dukungan anggota keluarga kurang.
...
Korespondensi : Intan Octaviani |intan_ota@yahoo.com
Pendahuluan
Sehat adalah kondisi sejahtera dan kalori dapat menjadi faktor resiko
antara fisik, psikis, dan sosial, tidak menuju konstipasi. Penelitian di
hanya terbatas pada tidak adanya Amerika Serikat menunjukkan bahwa
penyakit dan kecacatan. Kesejahteraan konsumsi buah, sayuran, dan roti telah
ini diartikan sebagai suatu bentuk meningkatkan kejadian konstipasi.
kesuksesan, kemakmuran, dan juga Telah diusulkan bahwa kejadian
kepuasan. Sedangkan menurut konsep konstipasi meningkat karena
“The Mandala of Health” dari golongan pengolahan makanan secara modern
human ecology menganut paham yaitu makanan cepat saji dengan serat
bahwa kondisi manusia yang seimbang yang rendah. Dalam survei
adalah sehat fisik, jasmani, jiwa, sosial epidemiologi rendahnya asupan cairan
dan rohani. Konsep ini bersifat holistik pada orang dewasa juga diperkirakan
karena mengakui bahwa seseorang berhubungan dengan gejala konstipasi.
menjadi sakit bukan karena satu faktor Transit makanan yang yang terganggu
saja, tetapi banyak faktor.1 juga berhubungan dengan munculnya
Dokter keluarga adalah dokter gejala konstipasi. Pada hipokalemia
yang dapat memberikan pelayanan terjadi disfungsi neuron yang dapat
kesehatan yang berorientasi komunitas menurunkan stimulasi asetilkolin pada
dengan titik berat kepada keluarga. Ia otot usus halus sehingga transit feses
tidak hanya memandang penderita yang melalui usus yang menjadi lebih
sebagai individu yang sakit tetapi lama.5
sebagai bagian dari unit keluarga dan Depresi, gangguan fisiologis,
tidak hanya menanti secara pasif tetapi dan kecemasan juga merupakan
bila perlu aktif mengunjungi penderita beberapa hal yang berhubungan
atau keluarganya.2 dengan kejadian konstipasi.
Konstipasi atau sembelit Hiperkalsemia juga merupakan
merupakan terhambatnya defekasi dari penyebab terjadinya keterlambatan
kebiasaan normal dimana terjadi konduksi pada persarafan ekstrinsik
defekasi yang jarang, jumlah feses yang dan intrinsik usus. Hal ini terlihat pada
kurang, konsistensinya keras dan kuesioner penelitian di Jepang, 63%
kering. Konstipasi terjadi pada sekitar pasien hemodialisis mengeluh
14.7% dari penduduk Amerika Serikat, konstipasi.6
Penelitian tentang komplikasi pasien mulai sulit buang air besar pada
konstipasi pada 10 pasien, diantaranya 3 tahun sebelumnya dengan
delapan pasien dengan konstipasi konsistensi keras sehingga pasien harus
kronis dan dua kasus tanpa masalah mengedan untuk melakukan defekasi.
defekasi. Dari delapan pasien dengan Hal ini membuat pasien memiliki
konstipasi, salah satu pasien tidak perilaku selalu mengedan tiap kali
mengalami permasalahan pada bagian defekasi dan tinja bercampur darah
anorektal, tiga memiliki penyakit segar yang menetes pada saat defekasi.
hemoroid dan empat kasus konstipasi Kemudian pasien mulai memiliki
disertai dengan adanya megacolon.9 perilaku defekasi yang tidak teratur,
Pada laporan kasus ini penulis buang air besar 3 hari sekali, sering
mengangkat bahasan tentang menahan hasrat ingin buang air besar,
konstipasi kronik yang terjadi pada laki- dan konsistensi tinja yang keras.
laki usia 25 tahun. Sementara pada Keluhan ini terus-terusan terjadi
survey epidemiologi sebelumnya dan menjadi suatu kebiasaan bagi
dikatakan bahwa konstipasi kronik pasien. Sejak 2 tahun yang lalu pasien
lebih sering terjadi pada anak-anak dan mulai merasakan nyeri pada anus
orang tua. Hal inilah yang mendasari setelah defekasi dan timbul benjolan
penulis untuk mencari faktor lain yang kecil di anusnya pada saat buang air
dapat ditemukan pada pasien ini yang besar.
dapat mempengaruhi munculnya Kemudian sejak 1 bulan terakhir
konstipasi kronik pada pasien dengan pasien merasa sangat terganggu karena
menggunakan pendekatan dokter kesulitan buang air besar yang semakin
keluarga yang holistik dan menyeluruh. meningkat. Pasien buang air besar
dengan frekuensi 4 sampai 6 hari sekali,
Kasus buang air besar dengan konsistensi
Studi ini merupakan case report. keras seperti kotoran kambing, tidak
Data primer diperoleh melalui puas setelah buang air besar, perasaan
anamnesis (autoanamnesis) dan tidak nyaman pada perut, dan mulai
pemeriksaan fisik. Kemudian dilakukan timbul kembali keluhan buang air besar
kunjungan rumah, melengkapi data disertai darah segar yang menetes.
keluarga, psikososial, serta lingkungan. Karena keluhan tersebut pasien datang
Tn. R, usia 25 tahun, yang berobat ke Puskesmas Panjang. Selama
datang ke Puskesmas Panjang tanggal ini pasien mengaku belum pernah
13 Maret 2014 dengan keluhan sulit mengkomsumsi obat terkait dengan
buang air besar, dengan frekuensi 4-7 keluahan konstipasi kronik.
hari sekali, pasien mengeluh buang air Diketahui bahwa pasien tidak
besar keras dengan konsistensi keras, suka makan sayur-sayuran sejak kecil.
bentuk seperti kotoran kambing, dan Ibu pasien juga jarang menyediakan
pasien selalu merasa tidak puas setelah sayur dan buah di rumah, bahkan
buang air besar. Pasien mengaku hanya terkadang ibu pasien tidak masak
sedikit tinja yang dapat dikeluarkan. karena harus bekerja sehingga pasien
Keluhan ini dirasakan hilang mekan makanan bungkus yang dijual di
timbul sejak 3 tahun dan dirasakan warung nasi. Pasien mengaku meskipun
memberat sejak 1 bulan ini. Awalnya keluarga telah menyediakan sayuran di