You are on page 1of 52

Inhalasi Gas Toksik

Winariani Koesoemoprodjo dr., SpP (K),


MARS, FCCP

PEARLS
August 3rd – 4th 2019

1
Toxic
 It is a chemical that has a median lethal
concentration (LC50) in air of more than 200 parts
per million (ppm) but not more than 2,000 parts
per million by volume of gas or vapor, or more
than 2 milligrams per liter but not more than 20
milligrams per liter of mist, fume or dust, when
administered by continuous inhalation for 1 hour
(or less if death occurs within 1 hour) to albino
rats weighing between 200 and 300 grams each.

W. H. L. Dornette, Miles E. Woodworth (1969).


2
NFPA 704 (National Fire Protection Association)
 Materials that, under emergency conditions, can
cause serious or permanent injury are given a
Health Hazard rating of 3.
 Their acute inhalation toxicity corresponds to those
vapors or gases having LC50 values greater than
1,000 ppm but less than or equal to 3,000 ppm.
 Materials that, under emergency conditions, can be
lethal are given a Health Hazard rating of 4. Their
acute inhalation toxicity corresponds to those vapors
or gases having LC50 values less than or equal to
1,000 ppm
W. H. L. Dornette, Miles E. Woodworth (1969).
3
What is a hazard group?
 WHMIS (Workplace Hazardous Materials Information
System) 2015 membagi 2 group besar bahan
berbahaya : physical, and health.
 Physical hazards group: berdasar bentuk fisik
atau kimia – seperti bahan2 yg mudah terbakar,
reaktivitas, atau bahan2 korosif maupun bahan
metal.
 Health hazards group: berdasarkan kemampuan
produk mengakibatkan efek terhadap kesehatan–
such as eye irritation, respiratory sensitization (may
cause allergy or asthma symptoms or breathing
difficulties if inhaled), or carcinogenicity (may cause
cancer).
4 CCOHS, 2015
 GHS also defines an Environmental hazards
group.
 Globally Harmonized System of Classification and
Labelling of Chemicals (GHS)

5
Gas toksik golongan I
(CO, HCN, H2S, CH3Cl, N2, CO2, O2)

GAS ASFIKSIAN

6
Gas toksik golongan I
(CO, HCN, H2S, CH3Cl, N2, CO2, O2)

 Secara umum keluhan atau gejala yang


timbul tergantung pada jenis gas
 Paru hanya sebagai pintu masuk karena itu
tidak didapatkan kelainan struktural maupun
fungsional.
 Sedangkan efek toksik tampak pada organ
lain, misalnya hipoksia pada otak yang
disertai konvulsi dan kehilangan kesadaran

7
 Kecelakaan dengan gas karbon monoksida
dalam industri menduduki tempat teratas.
 Kejadian lain adalah percobaan bunuh diri.
 Gas ini sama sekali tidak berbau.
 Kesadaran penderita menghilang, terjadi
hipoksia karena meningkatnya ikatan Hb-CO.

8
Examples of Highly toxic gases which are considered to
have inadequate odour warning at dangerous
concentrations in air

 Arsine – AsH3
 Chlorine Trifluoride ClF3
 Cyanogen – (CN) 2
 Cyanogen Chloride - CNCl
 Diborane B2H6 Germane – GeH4
 Hydrogen Cyanide – HCN
 Hydrogen Selenide – H2Se
 Nickel Tetracarbonyl – Ni(CO)4
 Phosgene COCl2Phosphine – PH3
 Tungsten Hexafluoride – WF6

9 Asia Industrial Gases Association, 2006


 Hal yang sama dapat terjadi pada keracunan
dengan gas HCN maupun gas H2S.
 Kecelakaan ini sering dijumpai di daerah gunung
berapi, dan lebih berbahaya lagi bila ada
gangguan olfatorik, karena korban tidak
menyadari adanya bahaya.
 Kelompok gas ini juga disebut gas asfiksian
kimiawi, karena dalam jumlah relatif sangat
sedikit dapat menimbulkan bahaya maupun
kematian.
 Sedangkan pada pajanan akut dalam jumlah
besar, korban dapat langsung kehilangan
kesadaran dan meninggal.

10
Gas toksik golongan II
- gas yang larut dalam air (NH3, HCHO, SO2)

GAS IRITAN

11
 Gas ini mudah dikenali, bau tajam dan
menyengat, sangat iritatif.
 Jarang terjadi kelainan pada paru karena
orang cepat menghindar.
 Kelainan dapat terjadi pada kulit muka,
tangan dan bagian badan yang tidak
terlindung, berupa luka bakar, iritasi pada
konjungtiva maupun saluran napas bagian
atas.
 Kelainan pada mata dapat berakibat dengan
kebutaan.

12
 Kelainan pada saluran napas dapat berupa
faringitis, laringitis ringan, sedang maupun
berat, trakeitis, trakeobronkitis maupun
bronkiolitis/bronkiolitis obliterans.
 Kelainan fungsional berupa obstruksi ringan
sampai berat, dengan hipersekresi mukosa
bronkus.
 Pada hipereaktiviti bronkus, dapat terjadi
bronkospasme menimbulkan serangan
seperti asma.

13
Gas (gol II) yang sukar larut dalam air
Cl2, COCl2, PH3, NO2, O3.

14
Gas yang sukar larut dalam air
(Cl2, COCl2, PH3, NO2, O3)
 Gas ini sangat toksik karena mempunyai sifat
iritasi yang sangat kuat, hampir tidak
memberikan bau tajam.
 Karenanya jumlah gas yang dihirup dapat
lebih banyak dan mencapai saluran napas
yang jauh lebih dalam sampai asinus dan
alveoli.
 Perubahan yang ditimbulkan tidak segera
terjadi, karena ada masa tenggang waktu 6-8
jam setelah pajanan.

15
 Untuk pekerja kejadian terjadi adalah di rumah
setelah pulang bekerja.
 Pada keracunan gas fosfin dan fosgen masa tenggang
waktu ini dapat berjalan 3 x 24 jam (3 hari).
 Kelainan struktural pada parenkim berupa alveolitis
(pneumonitis), perubahan tromboangitis obliterans
pada kapiler paru, reaksi deskuamasi epitel saluran
napas kecil dan alveoli. Diperburuk dengan
meningkatnya permeabilitas kapiler paru.
 Kelainan fungsional berupa kelainan restriksi
disertai gangguan difusi dan perfusi, frekuensi napas
meningkat serta hipoksemia.
 Klinis dyspnoe d’effort ringan sampai sesak napas
waktu istirahat, terdapat ronki basah kasar difus pada
seluruh lapangan paru.

16
 Keluhan batuk dengan dahak berbusa dan
berwarna merah muda: edema paru dengan
gagal napas serta renjatan.
 Apabila fase kritis dapat dilalui dengan baik,
akan sembuh dengan fibrosis interstisial yang
luas dan bersifat permanen.
 Penyulit lain berupa bronkitis kronis maupun
bronkiektasis.

17
Gas toksik golongan III
(CH3Br, CH3Cl, S(CH2-CH2Cl)2

18
 Kelainan yang ditimbulkan selain banyak
yang mirip atau sama dengan gas toksik
golongan II, disertai pula dengan perubahan
di tempat lain atau organ lain.
 Kelainan ini kebanyakan bersifat fatal oleh
karena terjadi kegagalan ganda beberapa
organ sekaligus.
 Selain dalam industri, beberapa dari gas
golongan ini juga dipergunakan dalam
peperangan oleh karena mempunyai
kemampuan membunuh lawan dalam jumlah
besar.
19
Gas asfiksian sederhana
 Gas asfiksian sederhana (simple asphyxiant gases)
merupakan gas yang dalam keadaan normal (suhu 250C
dan 1 atmosfir) tidak berbahaya bagi mahluk hidup dan
manusia, namun dalam konsentrasi tinggi dan tekanan
hiperbarik menimbulkan bahaya, karena gas ini akan
mendesak atau menurunkan konsentrasi O2 dalam udara
pernapasan.
 Contoh gas ini adalah gas He, N2, CO2 (kecelakaan pada
penyelaman). Juga terjadi apabila 100% O2 1 ATA dihirup
selama 24 jam dan dalam 6 jam sudah dapat terjadi
kerusakan tersebut apabila tekanan 2 ATA.
 Kelainan ini dikenal sebagai efek Lorraine-Smith, reaksi
awal edema paru, mikroatelektasis, dan mikrohemoragi
pada tahap sedang dan penyulit berupa fibrosis paru. Juga
dapat terjadi fibrosis retrolental pada mata.

20
Keracunan CO
 Terjadi pada orang yang terpajan dengan
kobaran api, kebakaran.
 CO merupakan komponen utama pada asap dari
kebakaran. Terutama pada kebakaran hutan
kayu, coal, gasoline, dan bahan organik lain.
 Pajanan dengan CO dapat juga terjadi tanpa api
kebakaran yaitu pada malfungsi peralatan
(ventilasi buruk, gas untuk memasak) atau
pajanan dengan gas automobil.

21
Hydrogen CN
 Adalah asphyxiant yang diakibatkan pembakaran
yang tidak sempurna dari bahan2 seperti :
cellulose, nylon, wool, silk, asphalt, polyurethane,
dan plastik.
 CN mempunyai bau karakterstik yaitu bau
almond. Keracunan oleh karena inhalasi.
Membutuhkan waktu intermediet.
 Berbeda dengan garam CN (kalium, natrium CN,
dan khususnya silver dan copper CN). Dalam hal
ini setelah ditelan bahan tsb akan dirubah
menjadi hidrogen CN dan akan diserap secara
perlahan.
22
 Kerusakan tergantung dari aktivitas kimiawi
bahan inhalasi, ukuran, kelarutan, lama pajanan
dan konsentrasi pajanan.
 Injuri pada saluran napas atas disebabkan
karena iritasi, kelarutan, serta partikel yang besar.
 Sedangkan pada saluran napas bawah
disebabkan iritasi bahan dengan ukuran lebih
kecil dan kelarutan yang lebih lama, sehingga
akan menyebabkan injuri pada alveoli dan
parenkim paru.

23
Distribusi gas iritan pada sistem
pernapasan.

24 Gorguner M, EAJM 2010


Gorguner M, EAJM 2010
25
26
27
Mekanisme imunologi

28
DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan adanya kelainan


yang sesuai dengan kelainan yang
disebabkan gas2, ditambah dengan
riwayat adanya kemungkinan inhalasi
dengan gas tertentu dan dalam
lingkungan tertentu.

29
Keluhan pada umumnya

Iritasi mata, hidung, tenggorok


Pusing
Mual, muntah
Sakit kepala
lelah
sulit bernapas (laring edem)
30 Kejang
Komplikasi

Reactive AirwayDisease Syndrome (RADS)


Bronchiolitis Obliterans (constrictive Obliterans)

31
Pemeriksaan Penunjang
• Pulse oximetry and CO-oximetry
• Arterial blood gases (ABGs)
• Carboxyhemoglobin level
• Lactate
• CBC
• Chest radiography (in patients with significant exposure
or pulmonary symptoms)
• ECG
• Serial cardiac enzymes (in patients with chest pain)
• Pulmonary function testing
• Direct laryngoscopy and fiberoptic bronchoscopy

32
Pengobatan

1. Di luar Rumah Sakit


TKP
2. Di Rumah Sakit
Triage IRD
Ranap

33
Management
 Acute respiratory distress usually responds very
well to aggressive initial management.
 Normal laboratory values and imaging studies,
coupled with clinical improvement, can give the
health care provider a false sense of security.
 The patient then may be discharged, only to
deteriorate as delayed pulmonary edema ensues.
 Any patient with significant exposure to toxic
smokes should be observed for 24-48 hours and
imaged with serial chest radiographs.
 Difficulty arises in defining a significant exposure,
since the clinical response is so varied.
34
Prehospital Care
 As always, prehospital care providers must do
everything in their power to remove the patient from
ongoing exposure without becoming casualties
themselves. Although emergency department (ED)
care is mostly supportive, prompt delivery to the ED
should be a priority.
 Secure the airway as needed, deliver high-flow
oxygen by mask, and obtain IV access. Cardiac
monitoring also is important for any patient with
respiratory distress.
 Beta-agonists such as albuterol may be given as a
nebulized treatment to those who demonstrate
35
signs of bronchoconstriction.
Lafferty KA., 2018
 If respiratory failure is present, the patient should
have assisted ventilation and/or endotracheal
intubation. Perform cricothyrotomy if airway
obstruction is present or impending and an airway
cannot be secured orally.
 Obtain a CO level at the scene if possible. In a
consecutive case series of 18 patients, cardiac
arrest complicating CO toxicity was uniformly
fatal, despite administration of hyperbaric oxygen
(HBO) therapy after the initial resuscitation.
 The prognosis of this condition should be
considered when making triage decisions for
these patients. [40]
36
Emergency Department Care
 Presently, no specific treatment exists to
ameliorate the tissue damage and reduce the
vulnerability to infection induced by smoke
inhalation. Administer 100% oxygen because of
the likelihood of carbon monoxide (CO) inhalation
in fires.
 Once CO toxicity, cyanide (CN) toxicity, and
methemoglobinemia have been addressed,
subsequent treatment is predominantly
supportive.

37
Important :
 Provide intravenous (IV) access, cardiac
monitoring, and supplemental oxygen in the
setting of hypoxia.
 A small subset of patients manifests
bronchospasm and may benefit from the use of
bronchodilators, although this is not well
documented. This is especially true of patients
with underlying chronic obstructive pulmonary
disease (COPD) or asthma.

38
 Treatment of inhalation injuries caused from toxic
smokes is based on clinical presentation and
involves primarily supportive care directed at the
cardiopulmonary system.
 In some cases (eg, cyanide [CN] poisoning,
methemoglobinemia), specific antidotes are
available.
 Subcutaneous epinephrine has been used in zinc
oxide (HC) exposures.

39
 Corticosteroids are attractive for suppressing
inflammation and reducing edema, but no direct
data support their use in smoke inhalation.
 Because of the increased risk of pulmonary
infection and delayed wound healing, prolonged
use of steroids is discouraged.
 However, consider a brief course of steroids in
those patients with otherwise unresponsive
severe lower airway obstruction.
 In addition, patients receiving steroids prior to
injury who may experience adrenal insufficiency
should receive stress doses of steroids.

40
Indikasi Rawat Inap

1. respons tidak adekuat dengan terapi di UGD


atau rawat jalan atau di tempat kejadian
2. risiko distress napas
3. pemeriksaan fisik: gejala ringan s/d sedang
4. APE> 50% tetapi < 70%
5. Saturasi O2 tidak ada perbaikan

41
Indikasi Perawatan di Ruang Rawat
Intensif

1) Respons buruk dalam 1 jam


2) Risiko tinggi distress napas
3) Pemeriksaan fisik: berat, gelisah dan
penurunan kesadaran
4) APE < 30 %
5) PaCO2> 45mmHg
6) PaO2< 60mmHg

42
Indikasi Rawat Jalan

1) Respons baik/stabil dari terapi di


UGD/rawat jalan/ruang rawat
2) Pemeriksaan fisik normal
3) APE> 70% prediksi/nilai terbaik
4) Saturasi O2> 90%

43
1.1. Pencegahan primer
Untuk calon karyawan, menghindari reaksi fatal yang mungkin terjadi karena paparan gas toksik terutama pada orang yang mempunyai kelainan paru atau faal pa

Tatalaksana Pencegahan

1. Pencegahan primer
Menghindari reaksi fatal yang mungkin
terjadi karena pajanan gas toksik
terutama pada orang yang mempunyai
kelainan paru atau fungsi paru yang
sudah terganggu, dan organ lain yang
juga peka terhadap gas toksik tersebut.
Bisa juga diterapkan kepada calon
pegawai suatu pabrik.
44
 Terdapat aturan prosedur tetap bagi tiap jenis
pekerjaan yang menggunakan bahan B3, mulai
dari semua tindak pencegahan sampai dengan
prosedur penggunaan bahan tsb sendiri, cara
penyediaan sampai dengan penyimpanan
 Pengendalian konsentrasi gas berbahaya,
mengacu pada harga NAB (Nilai Ambang
Batas) dan harga NAS (Nilai Ambang Sesaat
yang diperkenankan), pengendalian sirkulasi
udara lingkungan kerja dan adanya alat
pembersih udara.

45
Disesuaikan dengan kelainan gas toksik
 kepatuhan pemakaian alat pelindung
 selalu ada pendamping atau orang lain yang
berada di luar
 tersedia brosur mengenai tindakan
pengamanan/pencegahan/pertolongan
pertama yang harus segera dilakukan dan
antidotum yang dapat segera diberikan

46
2. Pencegahan sekunder
 Dilakukan terhadap karyawan yang sudah
bekerja serta pengendalian kadar gas toksik
di lingkungan kerja, dengan cara :
 pemeriksaan berkala secara teratur, terutama
untuk organ paru dan organ lain yang juga
menjadi sasaran bahan pajanan.
 Check up rutin dilengkapi dengan pemeriksaan
laboratorium maupun foto toraks.
 Untuk individu mengetahui situasi lingkungan.

47
Prognosis

Irritant induced inhalation lung Injury


usually have an excellent prognosis.
More than 90% injury recover completely.
Only 5 – 6 % in those who developed
long-term complications.

48
49
50
51
52

You might also like